i
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
ANALISIS AMBANG BATAS CURAH HUJAN EKSTREM
HARIAN SERTA KAITANNYA TERHADAP LA NIÑA
DI KABUPATEN SUMBAWA
Telah dipersiapkan dan disusun oleh:
DENNY AGUS ABRIAWAN
24.17.0001
Pembimbing II Penguji II
Dr. Agus Safril, ST, M.MT Slamet Suyitno Raharjo, S.Si, M.Si
NIP. 19710418 199503 1 001 NIP. 19600425 198103 1 001
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan barokah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D selaku Kepala Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
2. Bapak Slamet Suyitno Raharjo, S.Si, M.Si selaku Ketua Sekolah Tinggi
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
3. Bapak Dr. Agus Safril, ST, M.MT selaku Ketua Program Studi Sarjana
Terapan Klimatologi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika dan sekaligus pembimbing utama.
4. Bapak Danang Eko Nuryanto, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan dan saran dalam pembuatan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Suwandi, M.Si dan Bapak Dede Tarmana, M.Si selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi.
6. Seluruh Dosen pengajar dan Staff Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika.
7. Orang Tua tercinta, Bapak Agus Hariyadi dan Ibu Sri Winarti, beserta
Kakak dan Adik tersayang, serta seluruh keluarga besar yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.
8. Keluarga besar Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Kaharuddin
Sumbawa.
9. Rekan-rekan satu bimbingan Fadlil, Nizar, dan Yudha, serta Eggy, Andang
dan Kurdiyan yang selalu memberikan semangat dan bantuannya, serta
menemani penulis dalam suka maupun duka untuk menyelesaikan tugas
skripsi ini.
10. Rekan-rekan seperjuangan Klimatologi Semester 8. Semoga kebaikan yang
telah diberikan nantinya mendapat balasan dari Allah SWT.
iv
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan oleh keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, sehingga kritik
dan saran yang membangun tentunya sangat diperlukan untuk perbaikan
kedepannya. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat untuk pembaca.
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ x
ABSTRAK .............................................................................................. xi
ABSTRACT ............................................................................................. xii
vi
4.2.1. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Stamet
Sumbawa .................................................................... 28
4.2.2. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Alas ............. 28
4.2.3. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Lape ............ 29
4.2.4. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Empang ....... 29
4.2.5. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Lenangguar . 30
4.2.6. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Moyohilir .... 31
4.2.7. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Moyohulu ... 31
4.2.8. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Utan ............ 32
4.2.9. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Plampang .... 32
4.2.10. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Moyo Utara
..................................................................................... 33
4.2.11. Tren Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Labangka . 33
4.3. Kaitan Antara Ambang Batas Curah Hujan Ekstrem
dengan La Niña ............................................................... 34
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Daftar stasiun pengamatan dan pos hujan ............................. 13
Tabel 4.1. Ambang batas curah hujan ekstrem harian persentil ke 99 ... 19
Tabel 4.2. Frekuensi kejadian curah hujan ekstrem harian .................... 27
Tabel 4.3. Tabel kontingensi curah hujan ekstrem terhadap La Niña .... 34
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Peta sebaran wilayah pengaruh El Nino dan La Niña ...... 9
Gambar 2.2. Distribusi frekuensi curah hujan ....................................... 10
Gambar 2.3. Diagram alir kerangka pikir ............................................. 12
Gambar 3.1. Peta sebaran pos hujan di Kabupaten Sumbawa .............. 14
Gambar 3.2. Tabel Kontingensi ............................................................ 17
Gambar 3.3. Diagram alir penelitian ..................................................... 18
Gambar 4.1. Ambang batas curah hujan ekstrem harian bulan Januari 20
Gambar 4.2. Ambang batas curah hujan ekstrem harian bulan Februari 21
Gambar 4.3. Ambang batas curah hujan ekstrem harian bulan Maret ... 22
Gambar 4.4. Ambang batas curah hujan ekstrem harian bulan April .... 23
Gambar 4.5. Ambang batas curah hujan ekstrem harian bulan
November .......................................................................... 24
Gambar 4.6. Ambang batas curah hujan ekstrem harian bulan
Desember ........................................................................... 25
Gambar 4.7. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Kab. Sumbawa ...... 27
Gambar 4.8. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Stamet Sumbawa .. 28
Gambar 4.9. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Alas ....................... 28
Gambar 4.10. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Lape ...................... 29
Gambar 4.11. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Empang ................. 29
Gambar 4.12. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Lenangguar ........... 30
Gambar 4.13. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Moyohilir .............. 31
Gambar 4.14. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Moyohulu .............. 31
Gambar 4.15. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Utan ....................... 32
Gambar 4.16. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Plampang .............. 32
Gambar 4.17. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Moyo Utara ........... 33
Gambar 4.18. Tren kejadian curah hujan ekstrem di Labangka ............... 33
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lokasi penelitian wilayah Kabupaten Sumbawa ............... 39
Lampiran 2 Tabel nilai ambang batas curah hujan ekstrem harian
persentil ke-99 .................................................................... 40
Lampiran 3 Peta nilai ambang batas curah hujan ekstrem harian Bulan
Mei – Oktober ................................................................... 41
Lampiran 4 Tabel nilai kejadian curah hujan ekstrem .......................... 44
x
ABSTRAK
ANALISIS AMBANG BATAS CURAH HUJAN EKSTREM
HARIAN SERTA KAITANNYA TERHADAP LA NIÑA
DI KABUPATEN SUMBAWA
Oleh
DENNY AGUS ABRIAWAN
24.17.0001
Saat ini perkembangan informasi tentang kondisi cuaca dan iklim memiliki
peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Salah satu contoh informasi
cuaca yang penting yaitu curah hujan. Apabila di suatu daerah mengalami
intensitas curah hujan yang ekstrem, maka dapat menyebabkan kejadian bencana
alam berupa banjir dan tanah longsor, serta memberikan dampak kerugian yang
tidak sedikit setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari nilai ambang
batas curah hujan ekstrem harian dan kaitannya terhadap fenomena La Niña di
Kabupaten Sumbawa. Data yang digunakan adalah data observasi curah hujan
harian periode 2001-2015 yang didapat dari 11 titik pengamatan pos hujan di
wilayah Kabupaten Sumbawa. Metode yang digunakan dalam penentuan ambang
batas curah hujan ekstrem harian adalah persentil ke-99, dimana nilai curah hujan
yang terletak pada persentil ke-99 tersebut dianggap sebagai ambang batas curah
hujan ekstrem harian. Selanjutnya, setelah nilai ambang batas curah hujan ekstrem
harian didapat, ditentukan frekuensi kejadian ekstrem setiap tahunnya. Kemudian
mencari kaitan antara curah hujan ekstrem terhadap fenomena La Niña dengan
menggunakan tabel kontingensi. Hasil pengolahan data yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa nilai ambang batas curah hujan ekstrem harian di Kabupaten
Sumbawa memiliki variasi yang cukup besar yang nilainya berkisar antara 29 mm
– 93 mm/hari, untuk Februari memiliki nilai ambang batas curah hujan ekstrem
tertinggi. Secara umum, tren frekuensi kejadian curah hujan ekstrem mengalami
peningkatan sebesar 0,467 kejadian/tahun. Tidak ada keterkaitan antara curah
hujan ekstrem yang terjadi di Kabupaten Sumbawa dengan fenomena La Niña.
xi
ABSTRACT
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Curah hujan memiliki variabilitas yang tinggi pada skala ruang dan waktu
sehingga ambang batas (threshold) ekstrem berbeda-beda pada tiap wilayah setiap
bulannya. Untuk itu perlu dilakukan penentuan nilai ambang batas curah hujan
ekstrem di berbagai lokasi (Yolanda, 2014). Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji
penentuan nilai ambang batas curah hujan ekstrem harian secara klimatologis
pada masing-masing bulan agar dapat memberikan informasi mengenai ambang
batas curah hujan ekstrem yang sesuai dengan karakteristik klimatologis serta
hubungan antara curah hujan ekstrem yang terjadi dengan kejadian La Niña di
Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pada penelitian sebelumnya, peneliti
tidak mencari nilai tren frekuensi dan kaitan antara curah hujan ekstrem yang
terjadi dengan fenomena El Niño maupun La Niña. Penentuan nilai ambang batas
curah hujan ekstrem ini diharapkan dapat menjadi prekusor awal untuk membantu
dalam mengidentifikasi kejadian ekstrem pada suatu lokasi.
DASAR TEORI
4
5
2.2.1. Hujan
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang sering dijumpai.
Tjasyono (2004) mendefinisikan presipitasi sebagai endapan air dari atmosfer
yang jatuh pada permukaan bumi dalam bentuk cair (tetes hujan) dan padat (es).
Bentuk presipitasi (endapan) yang umum dikenal adalah hujan (rain), gerimis
(drizzle), salju (snow) dan batu es hujan (hail). Hujan berasal dari uap air yang ada
di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi
seperti angin, temperatur dan tekanan atmosfer (Triatmodjo, 2008). Uap air
tersebut akan naik ke atmosfer, sehingga menjadi dingin dan terjadi kondensasi
berupa butir-butir air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh sebagai hujan.
Hujan adalah bentuk endapan yang sering dijumpai, dan di Indonesia yang
dimaksud dengan endapan adalah curah hujan (Tjasyono, 2004). Curah hujan 1
(satu) mm dapat diartikan sebagai ketinggian air yang terkumpul dalam tempat
yang datar, dengan asumsi tidak meresap, tidak mengalir dan tidak menguap ke
atmosfer (BMKG, 2011). Tinggi curah hujan diasumsikan sama pada luasan yang
tercakup oleh sebuah penakar hujan tergantung pada homogenitas pada
daerahnya. Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan
waktu. Curah hujan diukur dalam satuan milimeter (mm).
Curah hujan mempunyai variabilitas yang besar dalam ruang dan waktu.
Dalam skala ruang, variabilitasnya sangat dipengaruhi oleh letak geografis,
topografi, arah angin dan letak lintang. Dalam skala waktu keragaman curah hujan
dibagi atas tipe harian, dasarian, bulanan dan tahunan. Variasi curah hujan harian
lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, variasi bulanan dipengaruhi oleh angin
moonson, aktivitas koneksi, arah aliran udara di permukaan serta variasi sebaran
7
daratan dan lautan. Variasi curah hujan tahunan dipengaruhi oleh perilaku kondisi
atmosfer lautan global, siklon tropis dan lain-lain.
2.2.4. La Niña
La Niña merupakan fenomena anomali negatif antara suhu muka laut
yang teramati dibandingkan keadaan normal di wilayah Samudera Pasifik
Ekuatorial dengan skala global. Pengaruh La Niña di Wilayah Indonesia adalah
terjadinya peningkatan intensitas curah hujan di beberapa wilayah (Aldrian dkk.,
2003). Selama periode La Niña, angin pasat cenderung menjadi lebih kuat dari
kondisi normal diakibatkan peningkatan gradien tekanan antara Samudera Pasifik
bagian barat dan timur. Hasilnya, upwelling menjadi lebih kuat di sepanjang
pantai Amerika Selatan dengan suhu muka laut lebih dingin dari normal di
Wilayah Samudera Pasifik bagian timur, dan suhu muka laut yang lebih hangat di
9
Samudra Pasifik bagian barat ditandai dengan anomali negatif (-) di wilayah Nino
3.4.
Pada saat kondisi La Niña, suhu muka laut di Pasifik Timur sekitar
ekuator lebih rendah dari pada kondisi normal, sedangkan suhu muka laut di
Wilayah Indonesia menjadi lebih hangat. Kondisi hangat ini memicu banyak
terjadi konveksi dan mengakibatkan massa udara berkumpul di wilayah Indonesia,
termasuk massa udara dari Pasifik Timur sekitar ekuator. Hal tersebut menunjang
pembentukan awan dan hujan, sehingga fenomena La Niña sering mengakibatkan
curah hujan di atas normal.
Aldrian dkk., (2003) membagi Wilayah Indonesia menjadi tiga wilayah
berdasarkan pengaruh kejadian El Niño dan La Niña terhadap curah hujan.
2.2.5. Persentil
Persentil adalah nilai-nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi
100 bagian yang sama. Nilai-nilai itu dilambangkan dengan P1, P2, …. , hingga
P99, mempunyai sifat bahwa 10% data jatuh di bawah P10, 20% data jatuh di
bawah P20, …. , dan 99% data jatuh di bawah P99 (Walpole, 1990). Rumus untuk
menentukan letak dari suatu persentil adalah sebagai berikut :
𝑖 ( 𝑛+1 )
𝑃𝑖 = (2.1)
100
Dimana notasi pada Rumus (2.1) yaitu : 𝑃𝑖 (persentil ke-i) dan n (panjang data).
Pada penelitian ini digunakan persentil ke-99 sebagai ambang batas curah
hujan ekstrem harian, sehingga curah hujan yang berada di atas ambang batas
tersebut dianggap sebagai hujan ekstrem. Ambang batas curah hujan ekstrem
harian persentil ke-99 pada distribusi frekuensi dapat ditunjukkan seperti pada
Gambar 2.2 berikut.
Curah Hujan Harian Bulan Februari di Stamet Sumbawa Periode 2001 - 2015
86 mm (Persentil ke-99)
200
180
160
140
Frekuensi
120
100
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 More
Curah Hujan (mm)
Pada Gambar 2.2, dapat dilihat bahwa frekuensi kejadian curah hujan di
atas ambang batas persentil ke-99 adalah sangat kecil, yaitu hanya satu persen dari
keseluruhan data kejadian curah hujan yang teramati di Stasiun Meteorologi
11
METODOLOGI PENELITIAN
Tahap awal dalam penelitian ini adalah mempersiapkan data, seperti pada
Tabel 3.1 yang akan dipakai dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan data.
Tabel 3.1 Daftar stasiun pengamatan dan pos hujan
No. Pos Hujan Lintang Bujur
1 Stamet Sumbawa -8.46 117.42
2 Utan -8.48 117.1
3 Alas -8.53 117.03
4 Moyohilir -8.5 117.51
5 Moyo Utara -8.46 117.49
6 Lape -8.61 117.64
7 Plampang -8.76 117.81
8 Labangka -8.89 117.94
9 Empang -8.77 117.98
10 Moyohulu -8.67 117.36
11 Lenangguar -8.8 117.34
13
14
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan harian
yang diperoleh dari data observasi di Stasiun Meteorologi Sultan M. Kaharuddin
Sumbawa dan pada tiap-tiap titik pengamatan pos hujan setiap harinya yang
diperoleh dari Stasiun Klimatologi Lombok Barat. Pemilihan titik-titik pos hujan
didasarkan pada ketersediaan data untuk memudahkan dalam penyeragaman dan
analisis. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun 2001-
2015.
Pada stasiun meteorologi, curah hujan yang ditakar pada setiap harinya,
yaitu pada tiap tiga jam (jam-jam utama dan penting), dan kemudian
diakumulasikan atau dijumlah dalam satu hari. Sementara itu, untuk curah hujan
yang berasal dari tiap-tiap pos hujan kerjasama ditakar hanya satu kali sehari pada
jam 07.00 WITA (00.00 UTC). Curah hujan yang ditakar merupakan jumlah
curah hujan harian. Curah hujan diukur menggunakan alat penakar hujan tipe obs
dan ditakar menggunakan gelas ukur.
15
99 (𝑛+1)
𝑃99 = (3.1)
100
Dimana notasi pada Rumus (3.1) yaitu P₉₉ (persentil ke-99) dan n (panjang data)
(Walpole, 1990).
Tren digunakan untuk mengetahui gerak jangka panjang dari suatu data,
sehingga dapat diketahui kecenderungan apakah suatu data tersebut meningkat
atau menurun. Selanjutnya pada penelitian ini, dapat dilihat kecenderungan
frekuensi kejadian ekstrem di setiap tahunnya dengan menggunakan bantuan
software pengolah angka.
Tabel Kontingensi
Variabel
Variabel Non CH Total
CH Ekstrem
Ekstrem
Jumlah Jumlah
La Nina
Kejadian Kejadian
Jumlah Jumlah
Non La Nina
Kejadian Kejadian
Total Jumlah
3.3.5. Analisis
Langkah terakhir dari penelitian ini adalah dengan melakukan analisis
terhadap output yang dihasilkan dari langkah-langkah sebelumnya. Analisis yang
dilakukan adalah analisis deskriptif spasial dengan melihat nilai ambang batas
curah hujan ekstrem harian tertinggi dan terendah di Kabupaten Sumbawa pada
tiap-tiap bulan. Kemudian setelah nilai ambang batas curah hujan ekstrem didapat,
dihitung frekuensi kejadian ekstrem tiap tahunnya untuk mengetahui tren kejadian
ekstrem. Selanjutnya, dilakukan analisis dengan menggunakan tabel kontingensi
untuk mengetahui kaitan antara curah hujan ekstrem dengan kejadian La Niña.
Dari proses pengolahan data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
nilai ambang batas curah hujan ekstrem harian menggunakan persentil ke-99 pada
sebelas titik pengamatan pos hujan pada setiap bulan tidak sama, yaitu berkisar
antara 29 mm hingga 93 mm. Hal ini dikarenakan perbedaan karakteristik wilayah
masing-masing, serta fenomena cuaca secara lokal atau pengaruh dari iklim yang
mempengaruhi di wilayah tersebut. Penulis menggunakan bulan-bulan yang
basah, dalam hal ini pada saat memasuki dan berakhirnya musim hujan di
Kabupaten Sumbawa. Bulan-bulan tersebut meliputi Bulan Januari, Februari,
Maret, April, November dan Desember. Berikut merupakan nilai ambang batas
curah hujan ekstrem harian menggunakan persentil ke-99 pada masing-masing
titik pengamatan pos hujan ditunjukkan oleh Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Ambang batas curah hujan ekstrem harian persentil ke-99
Curah Hujan (mm)
No. Pos Hujan
JAN FEB MAR APR NOV DES
1 Stamet Sumbawa 82 86 56 52 47 62
2 Alas 58 62 68 80 43 69
3 Utan 55 87 80 55 39 73
4 Empang 63 74 40 39 38 39
5 Lenangguar 54 63 56 43 48 70
6 Moyohilir 70 89 57 76 37 74
7 Moyohulu 50 69 43 33 39 68
8 Plampang 84 91 65 36 52 65
9 Lape 49 87 37 33 29 38
10 Moyo Utara 70 86 58 76 37 74
11 Labangka 75 93 65 42 44 58
19
20
4.1.1. Sebaran Ambang Batas Curah Hujan Ekstrem Harian Persentil ke-99
a. Bulan Januari
Gambar 4.1 Ambang batas curah hujan ekstrem harian bulan Januari
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa pada bulan Januari sebagian wilayah
di Kabupaten Sumbawa memiliki ambang batas curah hujan ekstrem berkisar
antara 61 mm hingga lebih dari 90 mm. Wilayah Kabupaten Sumbawa bagian
timur dekat dengan pesisir pantai cenderung memiliki ambang batas curah hujan
ekstrem yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Kabupaten Sumbawa
bagian barat dengan nilai yang berkisar antara 46 mm hingga 60 mm. Nilai
ambang batas curah hujan ekstrem tertinggi terdapat di pos hujan Stamet
Sumbawa dan Plampang dengan nilai ambang batas masing-masing sebesar 82
mm dan 84 mm, sedangkan nilai ambang batas terendah terletak di pos hujan
Lape dengan nilai ambang batas sebesar 49 mm.
21
b. Bulan Februari
Gambar 4.2 Ambang batas curah hujan ekstrem harian bulan Februari
Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa secara umum pada bulan Februari
nilai ambang batas curah hujan ekstrem cukup tinggi pada masing-masing pos
hujan yang berkisar antara 62 mm hingga 93 mm. Nilai ambang batas tertinggi
terletak pada wilayah pos hujan Plampang dan Labangka dengan nilai ambang
batas curah hujan ekstrem sebesar 91 mm dan 93 mm. Hal ini dikarenakan
menurut data curah hujan selama periode 30 tahun (1981-2010) di Stasiun
Meteorologi Sumbawa pada bulan Februari merupakan puncak musim hujan di
wilayah Kabupaten Sumbawa. Sementara itu, nilai ambang batas terendah pada
bulan Februari terletak di pos hujan Alas dan pos hujan Lenangguar dengan nilai
ambang batas curah hujan ekstrem masing-masing sebesar 62 mm dan 63 mm.
22
c. Bulan Maret
Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pada bulan Maret nilai ambang batas
curah hujan ekstrem bervariasi dan umumnya sebagian besar mengalami
penurunan dari bulan Februari pada masing-masing pos hujan yang berkisar
antara 37 mm hingga 80 mm. Nilai ambang batas tertinggi terletak pada wilayah
bagian utara sebelah barat Kabupaten Sumbawa yaitu pos hujan Utan dengan nilai
ambang batas curah hujan ekstrem sebesar 80 mm. Sementara itu, nilai ambang
batas curah hujan ekstrem terendah pada bulan Maret terletak di pos hujan Lape,
Empang dan Moyohulu dengan nilai ambang batas curah hujan ekstrem masing-
masing sebesar 37 mm, 40 mm, dan 43 mm.
23
d. Bulan April
Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pada bulan April nilai ambang batas
curah hujan ekstrem berkisar antara 33 mm hingga 80 mm. Secara umum pada
bulan April di sebagian besar pos hujan mengalami penurunan dari bulan
sebelumnya. Hanya di wilayah pos hujan Alas, pos hujan Moyohilir dan pos hujan
Moyohulu yang mengalami kenaikan nilai ambang batas curah hujan ekstrem
harian. Nilai ambang batas curah hujan tertinggi terletak pada wilayah pos hujan
Alas, Moyo Hilir dan Moyo Utara dengan masing-masing nilai ambang batas
curah hujan ekstrem sebesar 80 mm dan 76 mm. Sedangkan nilai ambang batas
curah hujan ekstrem terendah terletak di wilayah pos hujan Moyo Hulu dan Lape
dengan nilai ambang batas sebesar 33 mm.
24
e. Bulan November
Pada bulan November seperti pada Gambar 4.5 di atas, nilai ambang batas
curah hujan ekstrem pada masing-masing pos hujan mengalami kenaikan dari
bulan sebelumnya yaitu berkisar antara 29 mm hingga 52 mm. Hal ini
dikarenakan pada bulan November – Desember di Kabupaten Sumbawa
memasuki masa peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan. Nilai
ambang batas curah hujan tertinggi terletak pada wilayah pos hujan Plampang,
Lenangguar dan Stamet Sumbawa, dengan masing-masing nilai ambang batas
curah hujan ekstrem sebesar 52 mm, 48 mm dan 47 mm. Sedangkan nilai ambang
batas curah hujan ekstrem terendah terletak di wilayah pos hujan Lape dengan
nilai ambang batas sebesar 29 mm.
25
f. Bulan Desember
Gambar 4.6 Ambang batas curah hujan ekstrem harian bulan Desember
Pada bulan Desember seperti pada Gambar 4.6 di atas, nilai ambang batas
curah hujan ekstrem pada masing-masing pos hujan mengalami kenaikan yang
cukup signifikan dari bulan sebelumnya yaitu berkisar antara 38 mm hingga 74
mm. Nilai ambang batas curah hujan tertinggi terletak pada wilayah pos hujan
Utan, pos hujan Moyohilir dan pos hujan Moyo Utara dengan masing-masing nilai
ambang batas curah hujan ekstrem sebesar 73 mm dan 74 mm. Sedangkan nilai
ambang batas curah hujan ekstrem terendah terletak di wilayah pos hujan Empang
dan pos hujan Lape dengan nilai ambang batas masing-masing sebesar 39 mm dan
38 mm.
26
15
10
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
curah hujan ekstrem menurun sebesar 18 %. Untuk lebih jelasnya, berikut akan
dijelaskan secara rinci pada setiap wilayah.
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
y = 0.0714x + 0.5619
3
Frekuensi Kejadian
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Berdasarkan gambar 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa kejadian curah hujan
ekstrem di Alas mengalami peningkatan sebesar 0,071 kejadian/tahun.
Peningkatan kejadian curah hujan ekstrem tertinggi terjadi pada tahun 2001, 2012,
dan 2013 dengan jumlah 3 kejadian dalam 1 tahun.
y = -0.0893x + 1.0476
3
Frekuensi Kejadian
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
-1
Tahun
y = -0.0536x + 0.9619
3
Frekuensi Kejadian
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Berdasarkan gambar 4.11 di atas, dapat dilihat bahwa tren kejadian curah
hujan ekstrem di Empang pada tahun 2001-2015 cenderung mengalami penurunan
setiap tahunnya dengan laju penurunan 0,053 kejadian/tahun. Peningkatan
kejadian curah hujan ekstrem tertinggi terjadi pada tahun 2002 dengan jumlah 3
kejadian dalam 1 tahun. Terlihat bahwa sepanjang tahun 2006-2014 di wilayah
Empang tidak ada kejadian curah hujan ekstrem. Terjadinya tren penurunan
kejadian curah hujan ekstrem selama 15 tahun di Empang tidak terlalu signifikan.
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Berdasarkan gambar 4.12 di atas, dapat dilihat bahwa kejadian curah hujan
ekstrem di Lenangguar cenderung mengalami peningkatan sebesar 0,153
kejadian/tahun. Peningkatan kejadian curah hujan ekstrem tertinggi terjadi pada
tahun 2011 dengan jumlah 4 kejadian dalam 1 tahun.
31
y = 0.0536x + 0.4381
3
Frekuensi Kejadian
2
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
y = 0.0107x + 1.0476
3
Frekuensi Kejadian
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
y = 0.0714x + 0.4952
4
Frekuensi Kejadian
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
y = 0.0714x + 0.2286
3
Frekuensi Kejadian
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Pada tabel kontingensi 4.4 di atas, dari 11 titik pengamatan yang terdapat
di Kabupaten Sumbawa selama 15 tahun curah hujan ekstrem terjadi sebanyak 42
kali saat terjadi di tahun La Niña dan curah hujan ekstrem terjadi sebanyak 114
kali saat tidak terjadi La Niña dalam periode tahun 2001-2015. Peluang terjadinya
curah hujan ekstrem pada saat terjadi La Niña sebesar 27 % selama 4 tahun, dan
peluang terjadinya curah hujan ekstrem pada saat tidak terjadi La Niña sebesar 73
% dalam 11 tahun. Sementara itu, peluang terjadinya curah hujan non ekstrem
pada saat La Niña sebesar 30 % selama 4 tahun, dan peluang terjadinya curah
hujan non ekstrem pada saat tidak terjadi La Niña sebesar 70 % selama 11 tahun.
Secara umum, hal ini menunjukkan tidak ada kaitan antara curah hujan ekstrem
dengan kejadian La Niña di Kabupaten Sumbawa.
BAB V
5.1 Kesimpulan
37
38
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
(Sumber: www.big.go.id)
39
40
Lanjutan Lampiran 3
43
Lanjutan Lampiran 3
44