Anda di halaman 1dari 132

SKRIPSI

AMBANG BATAS CURAH HUJAN UNTUK


PENENTUAN TINGKAT ANCAMAN BANJIR DI
KOTA MAKASSAR – SULAWESI SELATAN
RAINFALL THRESHOLD TO DETERMINE THE
LEVEL OF FLOOD THREAT IN THE CITY OF
MAKASSAR - SOUTH SULAWESI

SUNARDI
21.16.0029

PROGRAM SARJANA TERAPAN KLIMATOLOGI


SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
TANGERANG SELATAN

2020
SKRIPSI

AMBANG BATAS CURAH HUJAN UNTUK


PENENTUAN TINGKAT ANCAMAN BANJIR DI
KOTA MAKASSAR – SULAWESI SELATAN
RAINFALL THRESHOLD TO DETERMINE THE
LEVEL OF FLOOD THREAT IN THE CITY OF
MAKASSAR - SOUTH SULAWESI

SUNARDI
21.16.0029

PROGRAM SARJANA TERAPAN KLIMATOLOGI


SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
TANGERANG SELATAN

2020
SKRIPSI

AMBANG BATAS CURAH HUJAN UNTUK


PENENTUAN TINGKAT ANCAMAN BANJIR DI
KOTA MAKASSAR – SULAWESI SELATAN
RAINFALL THRESHOLD TO DETERMINE THE
LEVEL OF FLOOD THREAT IN THE CITY OF
MAKASSAR - SOUTH SULAWESI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat


Sarjana Terapan Klimatologi

SUNARDI
21.16.0029

PROGRAM SARJANA TERAPAN KLIMATOLOGI


SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
TANGERANG SELATAN

2020
i
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

AMBANG BATAS CURAH HUJAN UNTUK PENENTUAN TINGKAT


ANCAMAN BANJIR DI KOTA MAKASSAR – SULAWESI SELATAN

Dipersiapkan dan disusun oleh

SUNARDI
21.16.0029

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan disetujui


pada tanggal 3 Agustus 2020

Susunan Tim Penguji

Pembimbing Utama Ketua Tim Penguji

Dr. Munawar, S.T., M.Sc. Drs. Soetamto, M.Si


NIP. 197710171999031002 NIP. 195505171977091001

Anggota Tim Penguji

Robi Muharsyah, S.Si, M.Si


NIP. 198409262008011004

Tangerang Selatan, September 2020


Ketua Program Studi D-IV Ketua Sekolah Tinggi Meteorologi
Klimatologi, Klimatologi dan Geofisika

Dr. Suwandi, M. Si Dr. I Nyoman Sukanta, S.Si, MT


NIP. 195605241977031001 NIP. 197010171994031001

ii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya, Sunardi, NPT. 21.16.0029, menyatakan bahwa skripsi dengan judul


“Ambang Batas Curah Hujan untuk Penentuan Tingkat Ancaman Banjir di
Kota Makassar – Sulawesi Selatan” adalah karya asli. Seluruh ide yang terdapat
dalam skripsi ini merupakan hasil penelitian yang saya susun sendiri dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini serta disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu, tidak ada bagian dari skripsi
ini yang telah digunakan sebelumnya untuk memperoleh gelar kesarjanaan
maupun sertifikat Akademik di suatu Perguruan Tinggi.
Jika pernyataan di atas terbukti sebaliknya, maka saya bersedia menerima
sanksi yang ditetapkan oleh Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika.
Tangerang Selatan, September 2020
Penulis,

Sunardi
NPT. 21.16.0029

iii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah S.W.T, atas berkat
rahmat dan pertolongan-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu baik secara moril maupun
materi sehingga skripsi ini selesai tepat pada waktunya. Untuk itu pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Puryanta dan Ibu Giyah selaku kedua orang tua, kakak, ipar,
keponakan serta keluarga besar tercinta atas doa dan dukungannya ketika
work from home,
2. Ibu Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D selaku Kepala Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,
3. Bapak Dr. I Nyoman Sukanta, S.Si, MT selaku Ketua Sekolah Tinggi
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,
4. Bapak Dr. Suwandi, M. Si selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan
Klimatologi,
5. Bapak Dr. Munawar Ali, S.T., M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, serta semangat
dalam penyusunan skripsi ini,
6. Bapak Drs. Soetamto, M.Si dan Bapak Robi Muharsyah, S.Si, M.Si selaku
dosen penguji yang telah memberikan saran, kritikan, serta masukan sehingga
skripsi ini dapat disusun menjadi lebih baik,
7. Ibu Aisiyah Erlin Kartika, S.Psi selaku Bina Mental Klimatologi 8,
8. Almarhum Bapak Dr. Agus Safril, M.MT yang selalu menemani, memotivasi
dan membimbing kelas Klimatologi 2016 dalam 4 tahun di STMKG,
9. Seluruh dosen dan staf Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika,
10. Pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika penyedia data parameter
dinamis dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Makassar
penyedia data parameter statis
iv
11. Senior Amhar Ulfiana penghubung dengan Balai Besar Meteorologi
Klimatologi Dan Geofisika Wilayah IV Makassar dan Senior Cakra
Mahasurya Atmojo Pamungkas pemberi pencerahan,
12. M. Ridhan Rifai dan Zaki Kresna Andhika rekan bimbingan yang telah
berjuang bersama dan Galih Langit Pamungkas, Ghazian Hirzi Hanafi dan M.
Agung Said teman satu kontrakan sekaligus teman sharing,
13. Rekan kelas Klimatologi 8, Voli STMKG dan seluruh taruna-taruni Sekolah
Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika angkatan 2016,
14. Seluruh teman ronda malam dan Voli Dsn. Glinggang yang selalu menemani
saat suntuk,
15. Atta, Dita, Khoirul dan Reynand bocah-bocah yang selalu memberi
senyuman dengan tingkahnya.
Penulis menyadari atas kekurangan dalam tulisan ini sehingga penulis
berharap kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa mendatang.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, Aaamiiin.

Tangerang Selatan, September 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
INTISARI............................................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Batasan Masalah ....................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

BAB II DASAR TEORI ......................................................................................... 6


2.1. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 6
2.1.1. Banjir ................................................................................................. 6
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Banjir ....................................... 6
2.1.3. Perbedaan Genangan dan Banjir ....................................................... 8
2.1.4. Kategori atau Jenis Banjir ................................................................. 8
2.1.5. Banjir di Makassar yang Disebabkan Curah Hujan .......................... 9
2.1.6. Ambang Batas Curah Hujan Untuk Banjir...................................... 11
2.1.7. Evaluasi ........................................................................................... 12
2.1.8. Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pemetaan Banjir ............. 12
2.2. Landasan Teori ....................................................................................... 14

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 17


3.1. Wilayah Penelitian ................................................................................. 17
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 18
3.2.1. Alat .................................................................................................. 18

vi
3.2.2. Bahan Penelitian.............................................................................. 18
3.3. Teknik Pengolahan Data ........................................................................ 23
3.3.1. Parameter Dinamis .......................................................................... 23
3.3.2. Parameter Statis ............................................................................... 29
3.4. Analisis Ambang Batas Curah Hujan Penyebab Banjir ......................... 30
3.4.1. Metode Critical Cross Section Identification ................................. 30
3.4.2. Skema Pembentukan Ambang Batas .............................................. 31
3.4.3. Penentuan Tingkat Ancaman Banjir ............................................... 31
3.4.4. Evaluasi ........................................................................................... 32
3.5. Analisis Sebaran Daerah Ancaman Banjir di Kota Makassar ................ 33
3.5.1. Skoring Faktor-Faktor Pemicu Banjir ............................................. 33
3.5.2. Metode Overlay Berbobot ............................................................... 35

BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN .................................................................. 39


4.1. Hasil Analisis Ambang Batas Curah Hujan Pemicu Banjir di Kota
Makassar ........................................................................................................ 39
4.1.1. Critical Cross Section Identification............................................... 39
4.1.2. Ambang Batas Curah Hujan Pemicu Banjir.................................... 40
4.1.3. Tingkat Ancaman Banjir ................................................................. 41
4.1.4. Evaluasi ........................................................................................... 42
4.2. Hasil Analisis Parameter Penyebab Banjir di Kota Makassar................ 46
4.2.1. Parameter Dinamis .......................................................................... 46
4.2.2. Parameter Statis ............................................................................... 54
4.2.3. Peta rata-rata ancaman banjir dasarian Kota Makassar .................. 71
4.2.4. Peta ancaman banjir dasarian Kota Makassar ................................. 75
4.3. Pembahasan dan Analisis Penyebaran Ancaman Banjir Kota Makassar 85
4.3.1. Pembahasan Ambang Batas Curah Hujan Penyebab Banjir di Kota
Makassar.................................................................................................... 85
4.3.2. Pembahasan penyebaran Ancaman Banjir di Kota Makassar ......... 87

BAB V PENUTUP................................................................................................ 90
5.1. KESIMPULAN ...................................................................................... 90
5.2. SARAN .................................................................................................. 91

LAMPIRAN .......................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 112
vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Jarak antar pos pengamatan di Kota Makassar .................................... 21


Tabel 3.2 Tabel kontingensi dua-dua .................................................................... 32
Tabel 3.3 Klasifikasi rata-rata curah hujan harian berturut-turut .......................... 33
Tabel 3.4 Klasifikasi jenis tanah ........................................................................... 34
Tabel 3.5 Klasifikasi kemiringan lereng ............................................................... 34
Tabel 3.6 Klasifikasi ketinggian/elevasi ............................................................... 34
Tabel 3.7 Klasifikasi tutupan lahan ....................................................................... 34
Tabel 3.8 Klasifikasi kerapatan aliran sungai ....................................................... 35
Tabel 3.9 Penentuan bobot parameter dinamis ..................................................... 35
Tabel 3.10 Bobot parameter statis ......................................................................... 36
Tabel 3.11 Bobot baru seluruh parameter penyebab banjir .................................. 36
Tabel 4. 1 Data curah hujan sebelum kejadian banjir ............................................39
Tabel 4. 2 Curah hujan harian berturut-turut seluruh pos pengamatan ................. 40
Tabel 4. 3 Tingkat ancaman banjir Kota Makassar............................................... 41
Tabel 4. 4 Tabel Kontingensi tingkat aman banjir ................................................ 42
Tabel 4. 5 Tabel kontingensi tingkat waspada/siaga/awas banjir ......................... 42
Tabel 4. 6 Tingkat ancaman banjir saat banjir ...................................................... 43
Tabel 4. 7 Jumlah tingkat ancaman banjir 2000 - 2019 ........................................ 43
Tabel 4. 8 Tabel kontingensi tingkat aman banjir seluruh pos pengamatan ......... 44
Tabel 4. 9 Evaluasi tingkat aman banjir seluruh pos pengamatan ........................ 44
Tabel 4. 10 Tabel kontingensi tingkat waspada banjir seluruh pos pengamatan .. 44
Tabel 4. 11 Evaluasi tingkat waspada banjir seluruh pos pengamatan ................. 44
Tabel 4. 12 Tabel kontingensi tingkat siaga banjir seluruh pos pengamatan........ 45
Tabel 4. 13 Evaluasi tingkat siaga banjir seluruh pos pengamatan....................... 45
Tabel 4. 14 Tabel kontingensi tingkat awas banjir seluruh pos pengamatan ........ 45
Tabel 4. 15 Evaluasi tingkat awas banjir seluruh pos pengamatan ....................... 46
Tabel 4. 16 Klasifikasi rata-rata curah hujan harian berturut-turut ....................... 50
Tabel 4. 17 Luas skor rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian Kota
Makassar............................................................................................. 51
Tabel 4. 18 Bobot dan batas parameter dinamis ................................................... 52
Tabel 4. 19 Luas total skor parameter dinamis Kota Makassar ............................ 53
Tabel 4. 20 Klasifikasi jenis tanah ........................................................................ 56
Tabel 4. 21 Luas skor jenis tanah Kota Makassar ................................................. 57
Tabel 4. 22 Klasifikasi kemiringan lereng ............................................................ 58
Tabel 4. 23 Luas skor kemiringan lereng Kota Makassar ..................................... 59
Tabel 4. 24 Klasifikasi ketinggian/elevasi ............................................................ 61
Tabel 4. 25 Luas skor ketinggian Kota Makassar ................................................. 63
Tabel 4. 26 Klasifikasi tutupan lahan .................................................................... 65
viii
Tabel 4. 27 Luas skor tutupan lahan Kota Makassar ............................................ 66
Tabel 4. 28 Klasifikasi kerapatan aliran sungai .................................................... 67
Tabel 4. 29 Luas skor kerapatan aliran sungai Kota Makassar ............................. 68
Tabel 4. 30 Bobot dan batas parameter statis ........................................................ 70
Tabel 4. 31 Luas total skor parameter statis Kota Makassar................................. 71
Tabel 4. 32 Bobot parameter banjir....................................................................... 72
Tabel 4. 33 Total skor terendah dan skor tertinggi parameter banjir .................... 72
Tabel 4. 34 Rentang tingkatan ancaman banjir Kota Makassar ............................ 73
Tabel 4. 35 Luas sebaran tingkat ancaman banjir Kota Makassar ........................ 75

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram kerangka pikir penelitian .................................................... 16


Gambar 3.1 Peta wilayah penelitian ....................................................................17
Gambar 3.2 Rata-rata curah hujan bulanan Kota Makassar 2000 - 2019 ............. 18
Gambar 3.3 Sebaran titik pos pengamatan di Kota Makassar .............................. 20
Gambar 3.4 Sebaran titik pos pengamatan dalam ZOM di Kota Makassar .......... 21
Gambar 3.6 Diagram alir penelitian ...................................................................... 38
Gambar 4. 1 Rata-rata curah hujan dasarian Kota Makassar ................................47
Gambar 4. 2 Rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan berturut-turut di Kota
Makassar .......................................................................................... 48
Gambar 4. 3 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian Kota
Makassar pada musim hujan ............................................................ 49
Gambar 4. 4 Peta skor rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian Kota
Makassar pada musim hujan ............................................................ 50
Gambar 4. 5 Peta total skor parameter dinamis Kota Makassar ........................... 53
Gambar 4. 6 Peta jenis tanah Kota Makassar ........................................................ 55
Gambar 4. 7 Peta skor jenis tanah Kota Makassar ................................................ 56
Gambar 4. 8 Peta kemiringan lereng Kota Makassar ............................................ 58
Gambar 4. 9 Peta skor kemiringan lereng Kota Makassar .................................... 59
Gambar 4. 10 Peta ketinggian Kota Makassar ...................................................... 61
Gambar 4. 11 Peta skor ketinggian Kota Makassar .............................................. 62
Gambar 4. 12 Peta tutupan lahan Kota Makassar ................................................. 64
Gambar 4. 13 Peta skor tutupan lahan Kota Makassar ......................................... 65
Gambar 4. 14 Peta kerapatan aliran sungai Kota Makassar .................................. 67
Gambar 4. 15 Peta skor kerapatan aliran sungai Kota Makassar .......................... 68
Gambar 4. 16 Peta total skor parameter statis Kota Makassar .............................. 70
Gambar 4. 17 Peta ancaman banjir dasarian Kota Makassar pada musim hujan .. 74
Gambar 4. 18 Peta ancaman banjir Kota Makassar November dasarian 2 dan 3 . 76
Gambar 4. 19 Peta ancaman banjir Kota Makassar Desember dasarian 1 dan 2 .. 77
Gambar 4. 20 Peta ancaman banjir Kota Makassar Desember dasarian 3 dan
Januari dasarian 1............................................................................. 78
Gambar 4. 21 Peta ancaman banjir Kota Makassar Januari dasarian 2 dan 3 ....... 79
Gambar 4. 22 Peta ancaman banjir Kota Makassar Februari dasarian 1 dan 2 ..... 80
Gambar 4. 23 Peta ancaman banjir Kota Makassar Februari dasarian 3 dan Maret
dasarian 1 ......................................................................................... 82
Gambar 4. 24 Peta ancaman banjir Kota Makassar Maret dasarian 2 dan 3 ......... 83
Gambar 4. 25 Peta ancaman banjir Kota Makassar April dasarian 1 dan 2 .......... 84
Gambar 4. 26 Evaluasi tingkat ancaman banjir Kota Makassar ........................... 86

x
Gambar 4. 27 Persentase rata-rata tingkat ancaman banjir dasarian pada musim
hujan Kota Makassar ....................................................................... 88
Gambar 4. 28 Persentase tingkat ancaman banjir dasarian pada musim hujan Kota
Makassar .......................................................................................... 89

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data kejadian banjir per kecamatan tahun 2000 – 2019 di Kota
Makassar pada bahan penelitian No. 1 ............................................ 93
Lampiran 2 Lokasi pos pengamatan Kota Makassar pada gambar 3.4 ................. 93
Lampiran 3 Kelengkapan data pos pengamatan Kota Makassar pada gambar 3.4 94
Lampiran 4 Rencana penelitian ............................................................................. 95
Lampiran 5 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota Makassar Bulan
November Dasarian 2 dan 3 pada gambar 4.18 ............................... 96
Lampiran 6 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan November
Dasarian 2 pada gambar 4.18 ........................................................... 96
Lampiran 7 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan November
Dasarian 3 pada gambar 4.18 ........................................................... 97
Lampiran 8 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota Makassar Bulan
Desember Dasarian 1 dan 2 pada gambar 4.19 ................................ 98
Lampiran 9 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Desember
Dasarian 1 pada gambar 4.19 ........................................................... 98
Lampiran 10 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Desember
Dasarian 2 pada gambar 4.19 ........................................................... 99
Lampiran 11 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota Makassar Bulan
Desember Dasarian 3 dan Januari Dasarian 1 pada gambar 4.20 .. 100
Lampiran 12 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Desember
Dasarian 3 pada gambar 4.20 ......................................................... 100
Lampiran 13 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Januari
Dasarian 1 pada gambar 4.20 ......................................................... 101
Lampiran 14 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota Makassar Bulan
Januari Dasarian 2 dan 3 pada gambar 4.21 .................................. 102
Lampiran 15 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Januari
Dasarian 2 pada gambar 4.21 ......................................................... 102
Lampiran 16 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Januari
Dasarian 3 pada gambar 4.21 ......................................................... 103
Lampiran 17 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota Makassar Bulan
Februari Dasarian 1 dan 2 pada gambar 4.22 ................................ 104
Lampiran 18 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Februari
Dasarian 1 pada gambar 4.22 ......................................................... 104
Lampiran 19 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Februari
Dasarian 2 pada gambar 4.22 ......................................................... 105
Lampiran 20 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota Makassar Bulan
Februari Dasarian 3 dan Maret Dasarian 1 pada gambar 4.23....... 106

xii
Lampiran 21 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Februari
Dasarian 3 pada gambar 4.23 ......................................................... 106
Lampiran 22 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Maret
Dasarian 1 pada gambar 4.23 ......................................................... 107
Lampiran 23 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota Makassar Bulan
Maret Dasarian 2 dan 3 pada gambar 4.24 .................................... 108
Lampiran 24 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Maret
Dasarian 2 pada gambar 4.24 ......................................................... 108
Lampiran 25 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan Maret
Dasarian 3 pada gambar 4.24 ......................................................... 109
Lampiran 26 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota Makassar Bulan
April Dasarian 1 dan 2 pada gambar 4.25 ..................................... 110
Lampiran 27 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan April
Dasarian 1 pada gambar 4.25 ......................................................... 110
Lampiran 28 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan April
Dasarian 2 pada gambar 4.25 ......................................................... 111

xiii
INTISARI

Ambang Batas Curah Hujan untuk Penentuan Tingkat Ancaman Banjir di


Kota Makassar – Sulawesi Selatan

Oleh

SUNARDI
NPT. 21.16.0029

Banjir merupakan bencana hidrometeorologi yang menyebabkan banyak


kerugian materi di Kota Makassar. Upaya untuk mengurangi dampak bencana
banjir adalah dengan melakukan kegiatan mitigasi salah satunya dalam bentuk
analisis terhadap ambang batas banjir dan penyebaran ancaman banjir di Kota
Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ambang batas curah hujan
pemicu banjir dengan metode critical cross section identification menggunakan
data curah hujan harian berturut-turut dari kombinasi data curah hujan dan hari
hujan harian. Penyebaran tingkat ancaman banjir Kota Makassar dicari dengan
metode overlay berbobot menggunakan parameter dinamis (rata-rata curah hujan
harian berturut-turut dasarian) dan parameter statis (jenis tanah, kemiringan
lereng, ketinggian/elevasi, tutupan lahan dan kerapatan aliran sungai) Kota
Makassar. Penelitian ini menghasilkan ambang batas curah hujan harian berturut-
turut pemicu banjir di Kota Makassar sebesar 24 mm. Tingkat ancaman banjir
dasarian di Kota Makassar pada musim hujan didominasi oleh tingkat siaga banjir.
Tingkat siaga banjir dengan persentase paling tinggi terdapat pada Bulan
November Dasarian 2. Tingkat awas banjir dengan persentase paling tinggi berada
pada Bulan Februari Dasarian 1.

Kata kunci: banjir, ancaman, overlay berbobot, curah hujan harian berturut-turut,
ambang batas

xiv
ABSTRACT

Rainfall Threshold to Determine The Level of Flood Threat in The City of


Makassar - South Sulawesi

By

SUNARDI
NPT. 21.16.0029

Flood is a hydrometeorological disaster that caused many material losses


in Makassar City. Efforts to reduce the impact of flood disasters are by carrying
out mitigation activities one of them in the form of analysis of flood thresholds
and the spread of flood threats in Makassar City. This study aims to determine the
threshold of rainfall triggered by the critical cross section identification method
using consecutive daily rainfall data from a combination of rainfall and daily
rainfall data. The distribution of the threat level of Makassar City flood is sought
by the weighted overlay method using dynamic parameters (average consecutive
daily rainfall dasarian) and static parameters (soil type, slope, height/elevation,
land cover and river flow density) of Makassar City. This study produces a
threshold of consecutive daily rainfall triggers floods in Makassar City of 24 mm.
The level of dasarian floods threat in Makassar City during the rainy season is
dominated by flood alert levels. The highest percentage of flood alert levels was
found in November Dasarian 2. The highest level of flood alert was in February
Dasarian 1.

Kata kunci: flood, threat, weighted overlay, consecutive daily rainfall, threshold

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu bencana tahun 2019 di Sulawesi Selatan yang menjadi sorotan
banyak publik adalah banjir. Menurut BBC, banjir di Makassar menjadi banjir
terparah dalam satu dekade terakhir (BBC, 2019). Akses jalan trans Sulsel
menjadi lumpuh akibat ketinggian air mencapai 1,5 meter, bahkan di sejumlah
permukiman banjir mencapai 2 meter (Kompas, 2019). Menurut Siswanto,
Kasubbid Pelayanan Jasa BMKG Wilayah IV Kota Makassar, ”Kondisi ini adalah
pengaruh secara tidak langsung dari adanya daerah tekanan rendah di wilayah
Laut Timur. Kondisi tersebut memicu distribusi awan tumbuh lebih intens di Selat
Makassar, sehingga hujan mendominasi di pesisir barat dan selatan Sulawesi
Selatan.” Terakhir, Siswanto menyampaikan bahwa curah hujan tahun ini adalah
yang paling parah dari lima tahun terakhir (IDNTimes, 2019).
Berdasarkan data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
2019, Kota Makassar mengalami satu kejadian banjir pada 22 Januari 2019.
Banjir ini mengakibatkan satu korban jiwa meninggal atau hilang, 10.328 korban
jiwa menderita dan mengungsi dan 477 rumah terendam (BNPB, 2019).
Berdasarkan analisis Saefudin Cipto Adi Raharjo, Forecaster Stasiun Meteorologi
Klas IV Pongtiku Tana Toraja menyebutkan bahwa hujan lebat disertai angin
kencang pada tanggal 22 Januari 2019 yang mengakibatkan Kota Makassar dan 6
kabupaten di Sulawesi Selatan diterjang banjir (Raharjo, 2019). Hal ini didukung
dengan data curah hujan BMKG di Kota Makassar pada tanggal 22 Januari 2019
yaitu sebesar 162 mm (BMKG, 2019).
Bukan kali ini saja Kota Makassar mengalami kejadian banjir. BNPB
mencatat Kota Makassar pernah dilanda kejadian banjir sebanyak 18 kali dari
tahun 1999 hingga 2019. Secara keseluruhan kejadian banjir tersebut
mengakibatkan delapan korban jiwa meninggal atau hilang, 36.412 korban jiwa
menderita dan mengungsi, 26 rumah (unit) rusak berat, 314 rumah (unit) rusak
1
ringan, 6.147 rumah terendam dan dua kerusakan fasilitas pendidikan. Banjir juga
berdampak pada beberapa sektor lainnya seperti, empat pabrik rusak, 456 ha
sawah terendam dan 73 kolam terdampak (BNPB, 2019).
Kerugian akibat bencana banjir akan lebih buruk bila masyarakat tidak
sadar dan tidak tanggap akan ancaman dan informasi bencana banjir di sekitar
tempat tinggalnya. BMKG menyebutkan jika masa peralihan dari musim kemarau
menuju musim hujan ditandai dengan beberapa gejala alam yang disebut
pancaroba seperti berubahnya suhu dan cuaca secara drastis, munculnya mendung
tebal. Musim hujan sendiri dapat menjadi pemicu terjadinya bencana
hidrometeorologi seperti banjir (Herizal, dkk., 2019). Oleh karena itu, BNPB
menghimbau agar masyarakat mulai melakukan persiapan dini dalam menghadapi
peralihan musim tersebut (BNPB, 2019).
Informasi seputar bencana - dalam konteks ini adalah banjir - yang terjadi
di suatu wilayah sangat penting disebarluaskan kepada masyarakat dan media
massa sehingga situasi panik dan kesimpangsiuran informasi setelah kejadian
bencana dapat dikendalikan (BNPB, 2013). Salah satu cara mitigasi yang
dilakukan adalah dengan mencari ambang batas curah hujan pemicu banjir di Kota
Makassar agar dapat digunakan dalam mengambil tindakan yang terbaik. Untuk
itulah penelitian dengan judul “Ambang Batas Curah Hujan untuk Penentuan
Tingkat Ancaman Banjir di Kota Makassar – Sulawesi Selatan” ini sangat
diperlukan. Baik sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah
dan yang terpenting untuk disebarluaskan kepada masyarakat di Kota Makassar
secara khusus.
Keunggulan dari penelitian ini ialah ketepatan, ketelitian dan keakuratan
dalam informasi yang disebarkan. Penelitian ini menggunakan waktu yang relatif
pendek yaitu Dasarian (10 hari) agar informasi yang dihasilkan lebih tepat dan
akurat. Dimensi ruang yang digunakan relatif kecil yaitu Kota Makassar agar
informasi yang dihasilkan lebih rinci dan akurat. Diharapkan dengan informasi
dari penelitian ini yang disebarluaskan kepada pemerintah dan masyarakat
sehingga dapat meminimalkan secara tepat dan akurat dampak buruk dari bencana
banjir di Kota Makassar secara khusus.
2
1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:


1. Berapa ambang batas untuk tingkat ancaman bencana banjir yang dipicu
curah hujan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan?
2. Bagaimana penyebaran tingkat ancaman bencana banjir yang dipicu curah
hujan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan?
1.3. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:


1. Penelitian dilakukan di wilayah Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
2. Ambang batas dibuat dalam rentang waktu 10 hari (dasarian) dengan data
curah hujan dan hari hujan harian di Kota Makassar tahun 2000 – 2019.
3. Penelitian ini berfokus mengkaji curah hujan di Kota Makassar yang
menyebabkan banjir di Kota Makassar.
4. Penelitian ini menggunakan data observasi atau pengamatan curah hujan
(CH), hari hujan (HH), jenis tanah, kemiringan lereng, ketinggian/elevasi,
tutupan lahan, kerapatan aliran sungai dan kejadian bencana banjir serta
peta dasar Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:


1. Mengetahui ambang batas untuk tingkat ancaman banjir yang dipicu curah
hujan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
2. Mengetahui penyebaran tingkat ancaman banjir yang dipicu curah hujan di
Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan


ilmu pengetahuan dalam cabang ilmu klimatologi terapan bidang kebencanaan
yang di dalamnya menyangkut identifikasi dan mitigasi bencana dan penerapan
sistem informasi geografi. Selain itu diharapkan dapat memberikan informasi
yang dapat menjadi pedoman pemerintah Kota Makassar secara khusus untuk

3
pengambilan keputusan dalam pembangunan sarana dan prasarana wilayah
sehingga kerugian bagi negara dan masyarakat dapat diminimalkan. Selain itu
penelitian ini diharapkan menjadi langkah adaptasi dan mitigasi bencana banjir di
Kota Makassar agar masyarakat selalu siap siaga dan menghindarkan dari
kepanikan, sehingga dapat mengambil tindakan paling bijak jika terjadi bencana
banjir.

4
BAB II

DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Kajian mengenai banjir telah dilakukan oleh beberapa penulis lain yang
menggunakan wilayah, waktu, metode dan faktor penyebab yang berbeda.
2.1.1. Banjir
Banjir adalah peristiwa atau keadaan di mana terendamnya suatu daerah
atau daratan karena volume air yang meningkat. Banjir bandang adalah banjir
yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan
terbendungnya aliran sungai pada alur sungai (BNPB, 2011). Banjir merupakan
limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal, sehingga melimpas dari
palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di sisi sungai.
Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal
sehingga sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah
serta sistem drainase dangkal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu
menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Adapun yang
dimaksud banjir di bidang pertanian adalah banjir yang terjadi di lahan pertanian
yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang
dibudidayakan (Ruswandi, dkk., 2014).
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Banjir
Berdasarkan kerugiannya, kejadian banjir yang paling sering terjadi ada di
pulau Jawa, dan di tahun 2013 banjir paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Timur
dan Jawa Barat. Korban banjir yang mengalami kematian paling banyak pada
tahun 2013 terjadi pada provinsi Jawa Timur. Kerusakan lahan (pertanian dan non
pertanian) yang paling banyak diakibatkan banjir yaitu Provinsi Sulawesi Selatan,
kerusakan lahan juga terjadi di Provinsi Aceh dan beberapa provinsi di Pulau
Jawa. Kerusakan rumah dan bangunan akibat bencana banjir paling banyak di
Provinsi Riau, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pertiwi &
Kurniawan, 2017). Kerentanan wilayah terhadap bencana banjir di Kecamatan
6
Manggala dipengaruhi 6 faktor kerentanan, antara lain: kondisi drainase yang
tidak memadai, dekatnya jarak bangunan dengan sungai sehingga mudah terkena
luapan sungai, lokasi permukiman berada di daerah akumulasi genangan
(cekungan dan landai), penurunan daya infiltrasi tanah, konstruksi jalan yang
rentan kerusakan akibat genangan, dan yang terakhir adalah tingginya potensi
penduduk terdampak banjir (Rachmat & Pamungkas, 2014).
Berikut adalah beberapa parameter yang digunakan untuk identifikasi
daerah bahaya banjir di Jakarta tahun 2015 (Ariyora, dkk., 2015):
1. Penggunaan lahan
Data penggunaan lahan menunjukkan bahwa tingkat penggunaan lahan
untuk lahan terbuka, tegalan dan sawah memiliki luasan yang paling besar di
antara kelas penggunaan lahan yang lainnya dengan persentase mencapai 34,74%.
Kelas penggunaan lahan untuk lahan terbuka, tegalan dan sawah diberi skor 8 hal
ini menunjukkan bahwa wilayah Jakarta memiliki potensi bahaya banjir dengan
kriteria sangat bahaya.
2. Curah hujan
Curah hujan berpengaruh penting dalam kejadian banjir, semakin lebat
intensitas hujan semakin tinggi pula bahaya banjir. Data curah hujan
menunjukkan di wilayah Jabodetabek yang memiliki persentase kelas 4 terbesar
dengan luas 93.858 %.
3. Tekstur tanah
Dari hasil klasifikasi peta jenis tanah menjadi peta tekstur tanah, yang
memiliki persentase paling besar adalah pada kelas sangat halus dengan luas
sebesar 61%. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah DKI Jakarta memiliki jenis
tanah dengan penyerapan air yang buruk sehingga air hujan tidak dapat diserap
dengan baik oleh tanah dan berpotensi besar terhadap bahaya banjir.
4. Kemiringan lereng
Dari data kemiringan lereng, wilayah yang memiliki kemiringan lereng
sangat rendah dengan kelas datar berada di hampir seluruh provinsi DKI Jakarta.
Hal ini menunjukkan bahwa Jakarta sangat rentan terjadi banjir, karena aliran air

7
dari bogor langsung menuju ke Jakarta (prinsip bahwa air mengalir menuju ke
wilayah yang lebih rendah).
5. Ketinggian
Kelas ketinggian digunakan dalam penentuan kelas bahaya banjir karena
ketinggian berpengaruh dalam proses terjadinya banjir. Dilihat dari sifat air yang
selalu mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah sehingga
daerah dengan ketinggian yang lebih rendah mempunyai potensi lebih tinggi
untuk terjadinya banjir.
6. Buffer sungai
Buffer sungai adalah suatu daerah yang mempunyai lebar tertentu yang
digambarkan di sekeliling sungai dengan jarak tertentu. Dengan asumsi semakin
dekat dengan sungai, maka peluang untuk terjadinya banjir lebih tinggi.
2.1.3. Perbedaan Genangan dan Banjir
Istilah banjir terkadang bagi sebagian orang disamakan dengan genangan,
sehingga penyampaian informasi terhadap bencana banjir di suatu wilayah
menjadi kurang akurat. Genangan adalah luapan air yang hanya terjadi dalam
hitungan jam setelah hujan mulai turun. Genangan terjadi akibat meluapnya air
hujan pada saluran pembuangan sehingga menyebabkan air terkumpul dan
tertahan pada suatu wilayah dengan tinggi muka air 5 hingga >20 cm. Banjir
adalah meluapnya air hujan dengan debit besar yang tertahan pada suatu wilayah
yang rendah dengan tinggi muka air 30 hingga > 200 cm (Mahardy, 2014).
Berikut klasifikasi tingkat bahaya banjir berdasarkan kedalaman air
(BNPB, 2012):
1. Kedalaman air < 0.76 m merupakan kelas bahaya rendah
2. Kedalaman air 0.76–1.5 m merupakan kelas bahaya sedang
3. Kedalaman air > 1.5 m merupakan kelas bahaya tinggi
2.1.4. Kategori atau Jenis Banjir
Banjir diklasifikasikan berdasar : sumber air, mekanisme, posisi dan aspek
penyebabnya (Puturuhu, 2015 dalam Sudirman, Sutomo, Barkey, & Ali, 2018):
1. Klasifikasi banjir berdasarkan sumber air
a. Banjir sungai; terjadi karena air sungai meluap;
8
b. Banjir danau; terjadi karena air danau meluap atau bendungannya jebol;
c. Banjir laut pasang; terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa
bumi.
2. Klasifikasi banjir berdasarkan mekanisme terjadinya
a. Banjir biasa (regular); terjadi akibat jumlah limpasan sangat banyak
sehingga melampaui kapasitas dari pembuangan air (existing drainage);
b. Banjir tidak biasa (irregular); terjadi akibat tsunami, gelombang pasang,
atau keruntuhan dam (dam break).
3. Klasifikasi banjir berdasarkan posisi sumber banjir
a. Banjir lokal; banjir yang diakibatkan oleh hujan lokal;
b. Banjir bandang (flash flood); banjir yang diakibatkan oleh propagasi
limpasan dari daerah hulu pada suatu daerah tangkapan.
4. Klasifikasi banjir berdasarkan aspek penyebabnya
a. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah
(hujan siklonik atau frontal) selama beberapa hari;
b. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan
salju dan kenaikan suhu udara yang cepat di atas lapisan salju;
c. Banjir bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional
dengan intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan
topografi yang curam di bagian hulu sungai;
d. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada
muara sungai atau pada pertemuan dua sungai.
2.1.5. Banjir di Makassar yang Disebabkan Curah Hujan
1. Hubungan banjir dan curah hujan
Dalam siklus hidrologi, terjadi penguapan dari laut (evaporasi) dan
tanaman (evapotranspirasi) akan membentuk uap air. Uap air tersebut membentuk
awan serta mengembun di udara (kondensasi) dan pada akhirnya cenderung
menimbulkan hujan (presipitasi) dan apabila telah terlalu berat maka turunlah
hujan. Air hujan ada yang jatuh lagi ke laut, sedang yang jatuh ke daratan meresap
ke dalam tanah (infiltrasi). Pergerakan air dalam tanah disebut perkolasi,
sedangkan aliran air di permukaan tanah disebut run off. Apabila tanah tidak dapat
9
menyerap air lagi karena kandungan air dalam tanah sudah penuh maka seluruh
air hujan akan menjadi run off. Namun jika terjadi di daerah cekungan maka dapat
menimbulkan banjir/genangan (Kodoatie & Sjarief, 2010). Menurut Nugroho
(2008), curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan banjir. Dalam analisisnya,
curah hujan menyebabkan saluran drainase dan pengendali banjir tidak mampu
mengatuskan atau mengalirkan limpasan permukaan sehingga terjadi banjir
(Nugroho, 2008).
2. Banjir di Makassar yang disebabkan curah hujan
Berdasarkan hasil Analisis Hujan Lebat yang Menyebabkan Banjir di
Provinsi Sulawesi Selatan Tanggal 22 Januari 2019 oleh Raharjo disimpulkan
sebagai berikut (Raharjo, 2019):
a. Hujan lebat disertai angin kencang pada tanggal 22 Januari 2019 yang
mengakibatkan Kota Makassar dan 6 kabupaten di Sulawesi Selatan
diterjang banjir.
b. Suhu muka laut yang hangat (> 27 °C) mengindikasikan penguapan sangat
tinggi yang menyebabkan potensi pembentukan awan-awan konvektif
sangat besar dan kondisi cuaca cenderung berawan hingga hujan di
wilayah Kota Makassar Sulawesi Selatan.
c. MJO (Madden Julian Oscilation) tanggal 22 Januari berada pada kuadran
5 (Maritime Continent) kuat sehingga berpengaruh terhadap pembentukan
awan-awan hujan di wilayah Indonesia pada umumnya tak terkecuali
wilayah Sulawesi Selatan.
d. Massa udara basah dari daratan Asia dan Samudera Hindia yang masuk ke
wilayah perairan Makassar terfokus menuju pusat tekanan rendah 1005
HPa di Laut Flores. Pertemuan dua massa udara inilah terbentuk pola
angin konvergen di perairan Makassar yang menyebabkan berkumpulnya
massa udara di daerah pumpunan angin (konvergen), sehingga
pertumbuhan awan-awan hujan cukup signifikan.
e. Jam 00.00 UTC suhu -60 °C, suhu dingin menunjukkan bahwa awan-awan
cumulunimbus sudah terbentuk dan berada pada fase matang, puncaknya

10
pada jam 01.00 UTC dengan suhu puncak awan mencapai -80 °C. Fase ini
terjadi dengan durasi waktu yang cukup lama hingga jam 11.00 UTC dan
mengalami fase punah dengan kenaikan suhu secara signifikan -37 °C.
Awan-awan dingin menandakan terjadi pertumbuhan awan cumulunimbus
di perairan Makassar dan menyebar dengan jangkauan yang luas dengan
durasi waktu cukup lama yang berdampak terjadinya hujan lebat dan angin
kencang di wilayah Sulawesi Selatan.
2.1.6. Ambang Batas Curah Hujan Untuk Banjir
Pada tahun 2009, Montesarchio melakukan penelitian untuk menentukan
ambang batas curah hujan pada saat banjir di Sungai Mignone, Italia untuk
membuat sistem peringatan banjir. Ambang batas curah hujan dicari
menggunakan metode critical cross section identification, metode ini merupakan
metode identifikasi silang antara suatu kejadian tertentu dengan nilai kritis suatu
parameter. Ambang batas penelitian ini diidentifikasi dari curah hujan kritis
dengan melihat pada saat kejadian banjir yang terjadi di masa lalu. Dalam
peringatan dini, saat curah hujan kritis tercapai, maka menyebabkan kejadian
banjir. Hasil validasi ambang batas curah hujan penyebab banjir menggunakan
data alat pengukur hujan, tingkat hit-rate adalah 95% sedangkan menggunakan
data radar adalah 100%. Oleh karena itu untuk peringatan dini banjir Sungai
Mignone berdasarkan ambang curah hujan menjadi alat yang efektif
(Montesarchio, dkk., 2009).
Sudarsono (2019) membuat peta kerawanan banjir pada kawasan
terbangun di Kabupaten Demak berdasarkan klasifikasi indeks EBBI (Enhanced
Built-up and Bareness Index) menggunakan SIG. Hasil dari penelitian mengenai
banjir di Kabupaten Demak pada tahun 2019 adalah peta kawasan terbangun
rawan banjir di Kabupaten Demak. Tingkat kerawanan banjir di Kabupaten
Demak dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kerawanan banjir rendah sebesar 5,10%,
kerawanan banjir sedang sebesar 32,37%, dan kerawanan banjir tinggi sebesar
62,64%. Adapun jumlah luasan kawasan terbangun yang masuk ke dalam kelas
kerawanan rendah sebesar 628,113 ha, masuk ke dalam kelas kerawanan sedang

11
sebesar 5.108,351 ha dan masuk ke dalam kelas kerawanan tinggi sebesar
9.158,762 ha. Validasi dilakukan dengan cara melihat kesesuaian pengolahan
kerawanan banjir dengan data banjir BPBD serta dengan validasi lapangan.
Kesesuaian pengolahan kerawanan banjir dengan data banjir BPBD sebesar
71,42%. Adapun kesesuaian hasil validasi kawasan terbangun dengan hasil
pengolahan sebesar 85,71% sedangkan kesesuaian hasil validasi kawasan
terbangun rawan banjir dengan hasil pengolahan sebesar 72,86% (Putra, dkk.,
2019).
2.1.7. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian atau proses untuk menemukan nilai layanan
informasi atau produk sesuai dengan kebutuhan konsumen atau pengguna (KBBI,
2019). Dalam konteks ini, evaluasi adalah proses penilaian tingkat ancaman banjir
berdasarkan curah hujan di Kota Makassar. Untuk mengetahui keandalan evaluasi
dapat dengan cara menghitung berapa banyak hit rate atau Probability of
detection (POD), false alarm rate atau Probability of False Detection (POFD)
dan false alarm rasio (FAR). Didefinisikan:
1. Hit rate atau tingkat kebenaran (H): perbandingan antara tingkatan
tercapai di saat kejadian banjir dengan seluruh kejadian banjir.
2. false alarm rate atau alarm salah (FA): perbandingan antara tingkatan
tercapai di saat kejadian tidak banjir dengan seluruh kejadian tidak banjir.
3. false alarm rasio (FAR): perbandingan antara tingkatan tercapai di saat
kejadian tidak banjir dengan seluruh ambang batas yang tercapai.
Cara yang digunakan untuk menghitung persentase hit rate dan false
alarm rate adalah menggunakan tabel kontingensi dua-dua, antara tingkatan
dengan kejadian banjir. Hasil perhitungan tingkatan dikatakan bagus jika
persentase hit-rate melebihi false-alarm alarm (Montesarchio, dkk., 2009).
2.1.8. Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pemetaan Banjir
Adanya sistem informasi geografis (SIG) sangat berguna dalam banyak
bidang, salah satunya untuk Pemetaan Banjir.
1. Sistem informasi geografis (SIG)

12
Adanya pemanfaatan komputer dalam penanganan data secara umum
mendorong pemanfaatan untuk penanganan data geografis. Salah satu aplikasi
yang berkembang selaras dengan perkembangan tersebut adalah sistem informasi
gografis (SIG). Definisi sistem informasi geografis selalu berkembang, bertambah
dan bervariasi. Berikut beberapa definisi sistem informasi geografis (SIG) dari
beberapa pustaka (Novitasari, dkk., 2015):
a. Burrough (1986) mengatakan sistem informasi geografis merupakan alat
yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan, pengambilan data
kembali data yang diinginkan dan penanyangan data keruangan yang
berasal dari kenyataan dunia.
b. Aronoff (1989) mengatakan sistem informasi geografis sebagai sistem
informasi yang didasarkan pada kerja komputer yang memasukkan,
mengelola, memanipulasi, dan menganalisis data serta memberi uraian.
c. Prahasta mengatakan sistem informasi geografis merupakan sejenis
software yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan,
manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut
atribut-atributnya.
2. Metode interpolasi spasial SIG
Berdasarkan analisis hasil pengolahan data dan nilai error yang diperoleh
dari metode Inverse Distance Weighted (IDW), Natural Neighbor dan Spline yang
dilakukan di Kabupaten Sampang didapatkan IDW merupakan yang terbaik.
Berdasarkan analisis hasil pengolahan data dan nilai error yang diperoleh, dapat
disimpulkan dari hasil interpolasi yang diperoleh lebih baik digunakan adalah
metode interpolasi IDW dengan power yang lebih besar rata-rata RMSE yang
diperoleh adalah sebesar 1,197. Penggunaan metode interpolasi IDW memberikan
hasil yang mirip dengan topografi daerah kajian (Pasaribu & Haryani, 2012).
Berdasarkan standar deviasi dari metode IDW, kriging, dan spline, metode
IDW merupakan metode yang paling akurat dan mendekati data suhu uji. Hasil
interpolasi menunjukkan rata-rata nilai suhu dengan menggunakan metode IDW
sebesar 30,63, kriging sebesar 30,63, dan spline sebesar 30,63. Standar deviasi
metode IDW sebesar 0,4613, standar deviasi metode kriging sebesar 0,4618, dan
13
standar deviasi metode spline sebesar 0,4639. Berdasarkan standar deviasi
masing-masing metode, metode IDW merupakan metode yang paling akurat dan
mendekati data suhu uji (Fajri, 2016). Metode IDW juga digunakan untuk
pemetaan risiko banjir di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2018.
Dalam penelitian ini IDW digunakan untuk eksplorasi data menggunakan
Quantum GIS (Laurensz, dkk., 2019).
Metode IDW juga menjadi yang terbaik setelah dibandingkan dengan
metode Kriging dalam interpolasi sebaran sedimen di Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan. Metode IDW memberikan hasil interpolasi yang lebih akurat dari metode
Kriging. Hal ini dikarenakan semua hasil dengan metode IDW memberikan nilai
mendekati nilai minimum dan maksimum dari sampel data. Sedangkan metode
Kriging terkadang memberikan hasil interpolasi dengan kisaran yang rendah. Opsi
power dan jumlah sampel tidak memberikan perubahan yang signifikan pada hasil
interpolasi. (Pramono, 2008).
3. Overlay berbobot
Overlay yaitu tumpang susun dan menggabungkan semua peta yang ada
menjadi parameter banjir (Sholahuddin, 2015). Overlay adalah kemampuan untuk
menempatkan grafis satu peta di atas grafis peta yang lain dan menampilkan
hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay
menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-
atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi
atribut dari kedua peta tersebut. Overlay merupakan proses penyatuan data dari
lapisan layer yang berbeda (Darmawan, dkk., 2017).
2.2. Landasan Teori

Menurut Raharjo (2019) curah hujan tinggi dapat menyebabkan terjadinya


bencana banjir di Kota Makassar. Hal tersebut menjadi faktor penyebab yang kuat
untuk kejadian bencana banjir di Kota Makassar, selain 5 faktor lainnya seperti
sistem drainase dan jarak dari sungai (Rachmat & Pamungkas, 2014). Oleh karena
itu penting untuk membuat ambang batas curah hujan untuk kejadian banjir agar

14
masyarakat Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dapat melakukan tindakan
adaptasi dan mitigasi.
Ambang batas dihitung dengan metode critical cross section identification
menggunakan kombinasi dari data curah hujan dan hari hujan harian dengan
memperhatikan kejadian banjir di Kota Makassar. Jumlah curah hujan dan hari
hujan untuk ambang batas dihitung secara berturut-turut sebelum banjir dalam
rentang waktu 10 hari. Perhitungan tersebut dihitung sebelum terjadinya banjir
yang didasarkan pada data kejadian banjir di Kota Makassar. Ambang batas
didapatkan dari pembagian jumlah curah hujan dan hari hujan menjadi curah
hujan harian berturut-turut. Curah hujan harian berturut-turut terkecil dari
dijadikan ambang batas banjir Kota Makassar.
Curah hujan harian berturut-turut terkecil dan terbesar digunakan untuk
penentuan tingkat ancaman banjir Kota Makassar berdasarkan curah hujan.
Tingkat ancaman banjir dibuat menjadi 4 kelas batas curah hujan untuk ancaman
banjir di Kota Makassar. Tingkatan tersebut adalah aman, waspada, siaga dan
awas. Curah hujan berturut turut di bawah ambang batas, menjadi tingkat aman
banjir.
Curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian dihitung dan dirata-
rata selama 20 tahun (2000 – 2019) menjadi rata-rata curah hujan harian berturut-
turut dasarian Kota Makassar. Rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian
Kota Makassar diinterpolasi dengan teknik IDW. Hal ini bertujuan untuk mengisi
bagian Kota Makassar yang tidak memiliki pos pengamatan curah hujan. Hasil
interpolasi rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian Kota Makassar
digunakan untuk pembuatan peta ancaman banjir Kota Makassar.
Peta ancaman banjir di Kota Makassar dibuat dengan teknik tumpang
tindih (overlay). Parameter ancaman banjir yang digunakan adalah parameter
dinamis dan statis. Parameter dinamis hanya terdiri dari rata-rata curah hujan
harian berturut-turut. Sedangkan parameter statis terdiri dari jenis tanah,
kemiringan lereng, ketinggian/elevasi, tutupan lahan, kerapatan aliran sungai di
Kota Makassar. Masing-masing parameter tersebut diberi skor dan diberi bobot
berdasarkan pengaruhnya terhadap banjir di Kota Makassar.
15
Overlay dilakukan dengan menghitung total dari skor dikalikan bobot dari
masing-masing parameter. Hasil tersebut dibuat 4 kelas ancaman banjir di Kota
Makassar dengan memperhatikan ambang batas curah hujan harian berturut-turut
yang dihasilkan sebelumnya. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan akurasi
output yang dihasilkan.
Dalam penelitian ini dihasilkan peta ancaman banjir per dasarian di Kota
Makassar – Sulawesi Selatan. Pembuatan peta ini diharapkan mempermudah
masyarakat untuk memahami hasil penelitian ini. Adapun kerangka pemikiran
dalam penelitian untuk mencari ambang batas curah hujan untuk penentuan
tingkat ancaman banjir di Kota Makassar – Sulawesi selatan, sebagai berikut:

Gambar 2.1 Diagram kerangka pikir penelitian

16
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Wilayah Penelitian

Gambar 3.1 Peta wilayah penelitian


Gambar 3.1 menunjukkan wilayah penelitian Kota Makassar (warna
hijau). Kota Makassar adalah ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis
terletak pada 119º24’17,38” BT dan 5º8’6,19” LS yang berbatasan sebelah utara
dan timur dengan Kabupaten Maros, sebelah selatan dengan Kabupaten Gowa dan
sebelah barat dengan Selat Makassar. Kota Makassar memiliki ketinggian yang
bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan
daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua
muara sungai yakni Sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan Sungai
Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah Kota Makassar

17
seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 Km² daratan dan termasuk 11 pulau di
Selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km² (BPS,
2019).

Gambar 3.2 Rata-rata curah hujan bulanan Kota Makassar 2000 - 2019
Gambar 3.2 menunjukkan rata-rata jumlah curah hujan bulanan Kota
Makassar. Jumlah curah hujan tertinggi terdapat pada Bulan Januari dengan rata-
rata jumlah curah hujan 583.341 mm. Sedangkan jumlah curah hujan terendah
terdapat pada Bulan Agustus dengan rata-rata jumlah curah hujan 10.739 mm
(BMKG, 2019).
3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini alat dan bahan penelitian yang digunakan antara lain:
3.2.1. Alat
Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
perangkat lunak pengolah data untuk menyusun serta mengolah data, QGIS
sebagai sarana untuk pemetaan spasial, aplikasi pengolah angka dan aplikasi
pengolah kata.
3.2.2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan meliputi kejadian banjir, peta dasar dan
faktor-faktor penyebab banjir di Kota Makassar.

18
1. Kejadian banjir
Data kejadian bencana banjir didapatkan dari basis data online Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), database bencana ini dimuat dalam
Data & Informasi Bencana Indonesia (DIBI). Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data kejadian bencana banjir per kecamatan tahun 2000
hingga 2019. Cara mendapatkan data bencana dari BNPB adalah dengan
mengunjungi website https://bnpb.cloud/dibi/tabel2a dan mengunduh data berupa
tabulasi bencana banjir, waktu kejadian, lokasi kejadian, dan korban serta
kerugian yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Data kejadian banjir per
kecamatan tahun 2000 – 2019 di Kota Makassar dapat dilihat pada lampiran 1.
2. Peta rupa bumi
Peta rupa bumi wilayah Kota Makassar didapatkan dari BIG melalui peta
per wilayah yang dapat diakses dan diunduh dengan resolusi 50 km dari website
http://tanahair.indonesia.go.id/portal-web/download/perwilayah.
3. Faktor-faktor penyebab banjir
Dalam penelitian ini, faktor-faktor penyebab banjir dibagi menjadi dua
yaitu parameter dinamis dan statis. Parameter dinamis meliputi data curah hujan
dan hari hujan di Kota Makassar. Parameter statis meliputi data jenis tanah,
kemiringan lereng, kelas ketinggian/elevasi, tutupan lahan, kerapatan aliran
sungai di Kota Makassar. Dalam penelitian ini akan berfokus pada parameter
dinamisnya.
a. Parameter dinamis
Dalam penelitian ini, parameter dinamis merupakan parameter penyebab
banjir yang selalu berubah tiap tahunnya. Parameter dinamis dalam penelitian ini
adalah curah hujan harian berturut-turut yang dibuat dengan data curah hujan dan
hari hujan. meliputi:
➢ Curah hujan harian berturut-turut
Curah hujan harian berturut-turut dihasilkan dari kombinasi data curah
hujan dan hari hujan. Data curah hujan dan hari hujan sebagai berikut:
o Curah hujan (CH)

19
Data curah hujan dalam penelitian ini adalah data curah hujan pengamatan
harian dari stasiun dan pos kerja sama BMKG di Kota Makassar. Rentang data
yang digunakan dalam penelitian ini dari 1 Januari 2000 hingga 31 Desember
2019. Data yang digunakan adalah data dari 5 pos pengamatan curah hujan di
Kota Makassar. Sebaran pos pengamatan curah hujan di Kota Makassar
digambarkan pada gambar 3.3.
Peta sebaran titik pos pengamatan di Kota Makassar pada gambar 3.3
sudah dapat digunakan untuk seluruh wilayah Kota Makassar. Hal ini dapat dilihat
dari gambar 3.4 yang menunjukkan bahwa wilayah Kota Makassar memiliki 3
daerah zona musim (ZOM) dan dari ketiga ZOM tersebut sudah diwakili oleh 1
pos pengamatan, bahkan ada ZOM yang memiliki 3 titik pos pengamatan.

Gambar 3.3 Sebaran titik pos pengamatan di Kota Makassar

20
Gambar 3.4 Sebaran titik pos pengamatan dalam ZOM di Kota Makassar
Tabel 3. 1 Jarak antar pos pengamatan di Kota Makassar
Jarak Antar Pos Pengamatan di Kota Makassar (KM)
Balai Wil. Biring Bpp Bpp Stamar
Nama Pos
Iv Romang Barombong Sudiang Paotere
Balai Wil. Iv 0.0 4.2 9.3 10.5 5.3
Biring Romang 4.2 0.0 10.2 11.1 9.5
Bpp Barombong 9.3 10.2 0.0 19.8 10.9
Bpp Sudiang 10.5 11.1 19.8 0.0 11.7
Stamar Paotere 5.3 9.5 10.9 11.7 0.0
Rata-rata jarak
7.325 8.75 12.55 13.275 9.35
dengan pos lain

Tabel 3.1 menunjukkan jarak antar pos pengamatan di Kota Makassar.


Rata-rata jarak pos dengan pos lainnya memiliki rentang jarak 7.325 – 13.275
km². Luas wilayah Kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175.77 Km²
(BPS, 2019). Menurut WMO setiap pos hujan mewakili areal seluas 600 – 900
km² untuk daerah tropis seperti Indonesia, Ini berarti dalam radius 14 – 17 km
besaran curah hujan dapat dianggap hampir sama (Prawati, 2016). Oleh karena

21
itu 5 pos pengamatan di Kota Makassar sudah dapat mewakili wilayah Kota
Makassar.
Koordinat dan kelengkapan data pos pengamatan dari gambar di atas dapat
dilihat pada lampiran 2 dan 3.
o Hari hujan (HH)
Hari hujan digunakan untuk melihat kemampuan tanah dalam menyerap
air, semakin lama hujan terjadi maka kemampuan tanah untuk menyerap air
semakin berkurang. Dikatakan hari hujan jika pada pengamatan hari tersebut ada
hujan atau curah hujan terukur lebih dari sama dengan 1 mm (CEWS, 2013). Data
hari hujan dalam penelitian ini diambil dari data curah hujan pengamatan harian.
b. Parameter statis
Dalam penelitian ini, parameter statis merupakan parameter penyebab
banjir yang tidak berubah atau perubahannya sangat kecil, meliputi:
➢ Jenis tanah
Data jenis tanah didapatkan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kota Makassar. Data jenis tanah didapat setelah mengajukan
permohonan data melalui website http://geoportal.bappeda.makassar.go.id/. Data
jenis tanah yang didapatkan berupa data dengan format .shp dengan atribut-
atributnya.
➢ Kemiringan lereng
Data kemiringan lereng didapatkan dari Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kota Makassar. Data kemiringan lereng didapat dari data
kontur Kota Makassar setelah mengajukan permohonan data melalui website
http://geoportal.bappeda.makassar.go.id/. Data kontur yang didapatkan berupa
data dengan format .shp dengan atribut-atributnya.
➢ Ketinggian/Elevasi
Data ketinggian/elevasi didapatkan dari Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kota Makassar. Data ketinggian/elevasi didapat dari data
kontur Kota Makassar setelah mengajukan permohonan data melalui website
http://geoportal.bappeda.makassar.go.id/. Data kontur yang didapatkan berupa
data dengan format .shp dengan atribut-atributnya.
22
➢ Tutupan lahan
Data tutupan lahan didapatkan dari Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kota Makassar. Data tutupan lahan didapat setelah mengajukan
permohonan data melalui website http://geoportal.bappeda.makassar.go.id/. Data
tutupan lahan yang didapatkan berupa data dengan format .shp dengan atribut-
atributnya.
➢ Kerapatan aliran sungai
Data kerapatan aliran sungai didapatkan dari Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Makassar. Data kerapatan aliran sungai
didapat dari olahan data daerah aliran sungai (DAS) setelah mengajukan
permohonan data melalui website http://geoportal.bappeda.makassar.go.id/. Data
DAS yang didapatkan berupa data dengan format .shp dengan atribut-atributnya.
3.3. Teknik Pengolahan Data

Data yang diolah adalah data faktor-faktor penyebab banjir, terdiri dari
parameter dinamis dan statis. Metode – metode pengolahan data sebagai berikut:
3.3.1. Parameter Dinamis
Parameter dinamis dalam penelitian ini hanya curah hujan harian berturut-
turut. Curah hujan harian berturut-turut didapat dari data curah hujan dan hari
hujan. Data curah hujan diolah menjadi 4 jenis data, yaitu data curah hujan dan
hari hujan harian untuk menentukan ambang batas banjir di Kota Makassar dan
data curah hujan dan hari hujan dasarian berturut-turut terbanyak untuk
menentukan rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian yang
selanjutnya diolah menjadi peta ancaman banjir di Kota Makassar.
1. Curah hujan harian berturut-turut untuk ambang batas
Data yang diperlukan untuk menentukan ambang batas adalah data curah
hujan dan hari hujan harian 10 hari sebelum kejadian banjir. Jumlah curah hujan
dan hari hujan berturut-turut sebelum banjir yang selanjutnya disebut CH AB dan
HH AB. Curah hujan harian bertutur-turut dalam rentang 10 hari sebelum banjir
di setiap kejadian banjir yang selanjutnya disebut CH AB CONTINUE.
Persamaan umumnya sebagai berikut (BMKG, 2019):

23
CH AB = (3.1)
HH AB = (3.2)

CH AB CONTINUE = (3.3)

Keterangan:
CH/HH AB : Jumlah curah hujan atau hari hujan berturut-turut sebelum
banjir
: Curah hujan atau hari hujan harian berturut-turut sebelum
banjir
CH AB CONTINUE : Curah hujan harian bertutur-turut rentang 10 hari sebelum
banjir
CH AB CONTINUE dihitung dari jamlah curah hujan (CH) dan hari hujan
(HH) berturut-turut sebelum kejadian banjir. Dikatakan hari hujan (HH) jika
dalam satu hari jumlah curah hujan adalah lebih dari atau sama dengan 1 mm.
Contoh perhitungan CH AB CONTINUE adalah sebagai berikut:
Contoh 1:
Hari ke-
10 9 8 7 6 5 4 3 2 Banjir
sebelum banjir
CH 8 24 8 115 43 41 41 52 61 72

CH AB = 485 mm (jumlah CH selama 10 hari sebelum banjir)


HH AB = 10 hari (hari saat banjir hingga hari ke-10 sebelum banjir)
CH AB CONTINUE = 48.5 mm/hari
Contoh 2:
Hari ke-
10 9 8 7 6 5 4 3 2 Banjir
sebelum banjir
CH 63 1 87 0 7 49 72 68 52 102

CH AB = 350 mm (jumlah CH selama 6 hari sebelum banjir)


HH AB = 6 hari (hari saat banjir hingga hari ke-6 sebelum banjir)
CH AB CONTINUE = 58.3 mm/hari

24
Contoh 3:
Hari ke-
10 9 8 7 6 5 4 3 2 Banjir
sebelum banjir
CH 66 2 1 2 0 47 0 180 17 88

CH AB = 285 mm (jumlah CH selama 3 hari sebelum banjir)


HH AB = 3 hari (hari saat banjir hingga hari ke-3 sebelum banjir)
CH AB CONTINUE = 95 mm/hari
2. Curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian untuk peta
Dasarian : rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan
dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu (BMKG, 2019):
a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10.
b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20.
c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan.
Perhitungan MEAN CH CONTINUE DAS didasarkan pada rata-rata curah
hujan berturut-turut terbanyak dasarian yang selanjutnya disebut CH CONTINUE
DAS. Perhitungan CH CONTINUE DAS dilakukan dengan cara menjumlahkan
data curah hujan harian berturut-turut terbanyak dalam rentang waktu 10 hari (CH
DAS) di masing-masing dasarian, kemudian dibagi dengan hari hujannya (HH
DAS). MEAN CH CONTINUE DAS dibuat dari rata-rata CH CONTINUE DAS
tiap dasarian dari dasarian yang sama. Penentuan waktu dasarian dalam penelitian
ini mengacu pada waktu dasarian BMKG. Persamaan umumnya sebagai berikut
(BMKG, 2019):
= (3.4)
= (3.5)

= (3.6)

(3.7)

Keterangan:
: Jumlah curah hujan atau hari hujan berturut-turut
terbanyak dasarian ke-i
25
: Curah hujan atau hari hujan berturut-turut
terbanyak
: Rata-rata curah hujan harian berturut-turut
terbanyak dasarian ke-i
: Rata-rata
N : Jumlah tahun data yang digunakan
Skema pembentukan curah hujan (CH) dan hari hujan (HH) berturut-turut
dasarian:
a. Skema 1, jika dalam satu dasarian penuh terjadi hujan berturut-turut, maka
menggunakan jumlah CH dan HH berturut-turut.
Contoh:
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CH 8 24 8 115 43 41 41 52 61 72

= 485 mm (jumlah CH selama 10 hari berturut-turut)


= 10 hari (tanggal 1 – 10)
= 48.5 mm/hari
b. Skema 2, jika kejadian tidak hujan berada di awal atau akhir dasarian,
maka menggunakan jumlah CH dan HH berturut-turut.
Contoh:
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CH 0 24 8 115 43 41 41 52 61 72

= 477 mm (jumlah CH selama 9 hari berturut-turut)


= 9 hari (tanggal 2 – 10)
= 53 mm/hari
c. Skema 3, jika kejadian tidak hujan berada di tengah dasarian dan jumlah
HH berbeda, maka menggunakan jumlah HH dengan jumlah CH berturut-
turut terbesar

26
Contoh:
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CH 63 1 87 0 7 49 72 68 52 102

Hujan berturut-turut tanggal 1 – 3, jumlah CH dan HH adalah 147 mm dan 3 hari


Hujan berturut-turut tanggal 5 – 10, jumlah CH dan HH adalah 350 mm dan 6 hari
Jumlah CH dan HH pada tanggal 5 – 10 lebih dari tanggal 1 – 3, maka
= 350 mm (jumlah CH selama 6 hari berturut-turut)
= 6 hari (tanggal 5 – 10)
= 58.3 mm/hari
d. Skema 4, jika kejadian tidak hujan berada di tengah dasarian dan jumlah
HH berturut-turut sama, maka menggunakan jumlah HH dengan jumlah
CH berturut-turut terbesar.
Contoh:
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CH 66 2 1 0 180 17 88 0 47 2

Hujan berturut-turut tanggal 1 – 3, jumlah CH dan HH adalah 69 mm dan 3 hari


Hujan berturut-turut tanggal 5 – 7, jumlah CH dan HH adalah 285 mm dan 3 hari
Hujan berturut-turut tanggal 9 – 10, jumlah CH dan HH adalah 49 mm dan 2 hari
Jumlah CH dan HH pada tanggal 5 – 7 lebih dari tanggal 1 – 3 dan tanggal 9 - 10,
maka
= 285 mm (jumlah CH selama 3 hari berturut-turut)
= 3 hari (tanggal 5 – 7)
= 95 mm/hari
Banjir dapat terjadi kapan saja dan tidak mengikuti batas waktu bulan
maupun dasarian, sebagai contoh banjir Makassar yang terjadi pada 30 Januari – 2
Februari 2009 (BNPB, 2019). Oleh karena itu, dilakukan pendekatan dengan
perhitungan rata-rata curah hujan dan hari hujan berturut-turut terbanyak dasarian
selama 20 tahun untuk menghindari penyimpangan jika banjir tidak terjadi di
dalam rentang waktu dasarian.
27
Setelah data rata-rata curah hujan berturut-turut dasarian didapatkan,
kemudian disusun dalam format tabel yang memuat id pos, nama pos, lintang,
bujur, dan data rata-rata curah hujan dasariannya untuk kemudian diolah menjadi
interpolasi curah hujan.
3. Pemetaan interpolasi curah hujan
Pada tahun 2012 dilakukan penelitian untuk membandingkan teknik
interpolasi DEM SRTM dengan metode Inverse Distance Weighted (IDW),
Natural Neighbor dan Spline. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Sampang
ini disimpulkan bahwa metode Inverse Distance Weighted (IDW) adalah yang
terbaik karena memberikan hasil interpolasi yang paling mirip dengan topografi
kajian dengan RMSE yaitu 1,197 (Pasaribu & Haryani, 2012). Berdasarkan
standar deviasi, metode IDW merupakan metode yang paling akurat dan
mendekati data suhu uji dengan standar deviasi yaitu 0,4613 (Fajri, 2016). Metode
IDW juga digunakan untuk pemetaan risiko banjir di Kota Manado, Provinsi
Sulawesi Utara pada tahun 2018 (Laurensz, dkk., 2019). Metode IDW juga
menjadi yang terbaik dibandingkan dengan metode Kriging, hal ini dikarenakan
semua hasil metode IDW memberikan nilai mendekati nilai minimum dan
maksimum dari sampel data sedimen di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
(Pramono, 2008). Berdasarkan beberapa sumber tersebut, metode interpolasi
dalam penelitian ini menggunakan metode Inverse Distance Weighted (IDW).
Metode IDW memiliki asumsi setiap input mempunyai pengaruh yang
bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak. Metode IDW mempertimbangkan
nilai power, nilai ini memberikan pengaruh terhadap titik – titik yang akan dicari
nilainya. Nilai power pada interpolasi IDW ini menentukan pengaruh terhadap
titik-titik masukan (input), pengaruh akan lebih besar pada titik-titik yang lebih
dekat sehingga menghasilkan permukaan yang lebih detail. Pengaruh akan lebih
kecil dengan bertambahnya jarak, permukaan yang dihasilkan kurang detail dan
terlihat lebih halus. Jika nilai power diperbesar berarti nilai keluaran (output) sel
menjadi lebih terlokalisasi dan memiliki nilai rata-rata yang rendah. Penurunan
nilai power akan memberikan keluaran dengan rata-rata yang lebih besar karena
memberikan pengaruh untuk area yang lebih luas. Jika nilai power diperkecil,
28
maka dihasilkan pemukaan yang lebih halus (Philip dan Watson, 1982 dalam
Laurensz, Lawalata, & Prasetyo, 2019).
Rumusan yang digunakan oleh IDW adalah sebagai berikut (Shepard,
1968 dalam Syam'ani, 2019):
= (3.8)

= dengan syarat = 1, p > 1 (3.9)

Keterangan:
: Nilai interpolasi curah hujan pada pos pengamatan yang dicari
Z : Nilai observasi curah hujan pada pos pengamatan
W : bobot (weight) pada pos pengamatan
d : Jarak pos pengamatan yang dicari dengan pos pengamatan curah hujan
n : Jumlah pos pengamatan curah hujan
p : pangkat (power), umumnya nilai p yang digunakan adalah 2
i dan j : nomor pos pengamatan curah hujan
Setelah data rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian
diolah menjadi data spasial dengan menggunakan interpolasi maka data curah
hujan siap untuk diolah ke proses selanjutnya.
3.3.2. Parameter Statis
1. Jenis tanah
Karena data Jenis tanah sudah dalam format shapefile (.shp) dengan
atribut-atributnya, maka dilakukan langkah selanjutnya yaitu skoring.
2. Kemiringan lereng
Data kemiringan lereng didapat dari peta kontur. Peta kontur diubah
menjadi dalam bentuk raster dengan topo raster. Kemiringan lereng dibuat dari
raster tersebut dengan slope. Satuan slope dipilih persen (%) yang berarti 100%
untuk kondisi tegak dan 0% untuk kondisi datar. Semakin rendah nilai kemiringan
lereng, semakin datar kemiringan lerengnya, sebaliknya semakin tinggi nilai
kemiringan lereng, semakin curam kemiringan lereng tersebut (Sulistiarto &
Cahyono, 2010). Hasil slope disimpan sebelum ke proses skoring.
29
3. Ketinggian/elevasi
Data ketinggian/elevasi didapat dari peta kontur. Peta kontur diubah
menjadi dalam bentuk raster dengan topo raster. Raster ini sudah memuat data
ketinggian yang selanjutnya dapat diproses ke langkah selanjutnya yaitu skoring.
4. Tutupan lahan
Peta tutupan lahan sudah dalam format shapefile (.shp) dengan atribut-
atributnya, maka dilakukan langkah selanjutnya yaitu skoring.
5. Kerapatan aliran sungai
Peta kerapatan aliran sungai yang didapatkan dari luas DAS dan panjang
sungai. Persamaan yang digunakan sebagai berikut (Matondang, J.P, 2013 dalam
Darmawan, dkk., 2017):
= (3.10)

Keterangan:

: Kerapatan aliran sungai ( )

: Panjang sungai (km)


A : Luas DAS ( )
Perhitungan dilakukan di tabel atribut. Luas DAS dicari dengan calculate
geometri dan panjang sungai didapat dari rupa bumi Indonesia dari BIG.
Kerapatan aliran sungai dicari dengan field calculatur. Setelah selesai menghitung
kerapatan aliran sungai, peta diberi nama peta kerapatan aliran sungai dengan
format shapefile (.shp) dengan atribut-atributnya.
3.4. Analisis Ambang Batas Curah Hujan Penyebab Banjir

Dalam penelitian ini, ambang batas dianalisis dalam harian berturut-turut


selama 10 hari sebelum banjir, analisis yang digunakan antara lain:
3.4.1. Metode Critical Cross Section Identification
Pada tahun 2009, Montesarchio melakukan penelitian untuk menentukan
ambang batas curah hujan pada saat banjir di Sungai Mignone, Italia untuk
membuat sistem peringatan banjir. Ambang batas curah hujan dicari
menggunakan metode critical cross section identification, metode ini merupakan

30
metode identifikasi silang antara suatu kejadian tertentu dengan nilai kritis suatu
parameter. Ambang batas penelitian ini diidentifikasi dari curah hujan kritis pada
saat kejadian banjir yang terjadi di masa lalu. Dalam peringatan dini, saat curah
hujan kritis tercapai, maka menyebabkan kejadian banjir (Montesarchio, dkk.,
2009). Hasil validasi ambang batas curah hujan penyebab banjir menggunakan
data alat pengukur hujan, tingkat hit rate adalah 95% sedangkan menggunakan
data radar adalah 100%. Oleh karena itu untuk peringatan dini banjir Sungai
Mignone berdasarkan ambang curah hujan menjadi alat yang efektif.
3.4.2. Skema Pembentukan Ambang Batas
Ambang batas curah hujan dibentuk berdasarkan skema berikut:
1. Curah hujan harian berturut-turut rentang 10 hari sebelum banjir (CH AB
CONTINUE) dihitung dari jumlah curah hujan berturut-turut 10 hari
sebelum banjir (CH AB) dibagi dengan jumlah hari hujan berturut-turut 10
hari sebelum banjir (HH AB).
2. Ambang batas curah hujan dibuat dengan mencari CH AB CONTINUE
terkecil dan terbesar dari seluruh titik pos pengamatan.
3. Nilai CH AB CONTINUE terkecil dijadikan batas curah hujan harian
berturut-turut rentang 10 hari pemicu banjir di Kota Makassar.
4. Rentang curah hujan harian rentang 10 hari pemicu banjir di Kota
Makassar didapat dari rentang CH AB CONTINUE terkecil sampai CH
AB CONTINUE terbesar.
3.4.3. Penentuan Tingkat Ancaman Banjir
Dalam penelitian ini tingkat ancaman banjir akan dibuat menjadi 4, yaitu
aman, waspada, siaga dan awas (K = 4). Untuk tingkatan aman dibuat dengan
rentang 0 hingga ambang batas banjir. Sedangkan tingkatan waspada hingga awas
dibuat berdasarkan penambahan batas atas tingkatan di bawahnya dengan kelas
interval ambang batas. Penentuan kelas interval ambang batas ancaman curah
hujan dan hari hujan untuk kejadian banjir didasarkan pada pengurangan nilai data
tertinggi dan terendah lalu dibagi kelas interval yang dinginkan. Penentuan kelas
tersebut dapat menggunakan rumus berikut (Kingma, 1991 dalam Wismarini &
Sukur, 2015):
31
= (3.14)

Keterangan :
: Kelas Interval : Nilai terendah
: Nilai tertinggi K : Kelas yang diinginkan (4)
Tingkat ancaman banjir ini digunakan untuk langkah mitigasi terhadap
banjir di Kota Makassar. Diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan
masyarakat Kota Makassar dalam mitigasi, adaptasi dan peringatan dini banjir
agar selalu siap siaga dan menghindarkan dari kepanikan, sehingga dapat
mengambil tindakan paling bijak jika terjadi bencana banjir.
3.4.4. Evaluasi
Menurut KBBI, evaluasi adalah penilaian atau proses untuk menemukan
nilai layanan informasi atau produk sesuai dengan kebutuhan konsumen atau
pengguna (KBBI, 2019). Dalam konteks ini, evaluasi digunakan untuk penilaian
tingkat ancaman banjir berdasarkan curah hujan di Kota Makassar.
Tabel 3.2 Tabel kontingensi dua-dua
Tabel Tingkat ancaman banjir
Kontingensi Tercapai Tidak
Terjadi H M
Banjir

Tidak F C
Sumber: (Montesarchio, dkk., 2009)
Keterangan:
H : jika tingkatan tercapai dan banjir terjadi (total hit)
M : jika tingkatan tidak tercapai tetapi terjadi banjir (total missing alarm)
F : jika tingkatan tercapai tetapi tidak terjadi banjir (total false alarm)
C : jika tingkatan tidak tercapai dan tidak terjadi banjir (total kebalikan hit)
Evaluasi dilakukan di tiap titik pos pengamatan dan penggabungan seluruh
pos pengamatan. Penggabungan seluruh titik pos pengamatan untuk mengetahui
evaluasi secara keseluruhan di Kota Makassar. Evaluasi dilakukan dengan melihat
persentase dari hit rate atau Probability of detection (POD), false alarm rate atau
Probability of False Detection (POFD) dan false alarm rasio (FAR). Kinerja

32
dapat dievaluasi dalam hal hit rate dan false alarm rate, didefinisikan sebagai
berikut (Montesarchio, dkk., 2009):
Hit rate / POD = (3.11)

False alarm rate / POFD = (3.12)

False alarm ratio = (3.13)

Hasil perhitungan evaluasi dikatakan bagus jika persentase hit rate


melebihi false alarm rate (Montesarchio, dkk., 2009).
3.5. Analisis Sebaran Daerah Ancaman Banjir di Kota Makassar

Adapun metode untuk melakukan analisis sebaran daerah ancaman banjir


di Kota Makassar adalah sebagai berikut:
3.5.1. Skoring Faktor-Faktor Pemicu Banjir
Setelah semua data spasial dalam bentuk raster maupun shapefile di
perangkat lunak SIG selanjutnya akan dilakukan skoring dan pembobotan.
Parameter yang digunakan adalah parameter dinamis (rata-rata curah hujan harian
berturut-turut terbanyak dasarian) dan parameter statis (jenis tanah, kemiringan
lereng, ketinggian, tutupan lahan dan kerapatan aliran sungai).
1. Parameter dinamis
a. Klasifikasi rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian
Rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian didapat
berdasarkan kombinasi antara curah hujan dan hari hujan rentang waktu dasarian.
Tabel 3.3 Klasifikasi rata-rata curah hujan harian berturut-turut
No. Jumlah curah hujan (mm) Kriteria Skor
1 >150 Hujan ekstrem 6
2 100 – 150 Hujan sangat lebat 5
3 50 – 100 Hujan lebat 4
4 20 – 50 Hujan sedang 3
5 0 – 20 Hujan ringan 2
6 0 Tidak hujan 1
Sumber: (BMKG, 2020)

33
2. Parameter statis
a. Klasifikasi jenis tanah
Tabel 3.4 Klasifikasi jenis tanah
No. Jenis tanah Skor
1 Vertisol, Oxisol 9
2 Alfisol, Ultisol, Molisol 7
3 Inceptisol 5
4 Entisol, Histosol 3
5 Spodosol, Andisol 1
Sumber: (Kusumo & Nursari, 2016)
b. Klasifikasi kemiringan lereng
Tabel 3.5 Klasifikasi kemiringan lereng
No. Kemiringan Bentuk Skor
1 0-3% Datar 5
2 3-15% Landai, berombak s/d bergelombang 4
3 15-30% Agak curam, berbukit 3
4 30-60% Curam s/d sangat curam 2
5 >60% Terjal s/d sangat terjal 1
Sumber: (Darmawan, dkk., 2017)
c. Klasifikasi ketinggian/elevasi
Tabel 3.6 Klasifikasi ketinggian/elevasi
No. Ketinggian Bentuk Skor
1 0-10 Dataran, erosi air dengan parit-parit dangkal 5
2 10-50 Daerah cekungan, erosi air agak lebar 4
3 50-100 Daerah daratan, erosi air, parit dalam 3
4 100-150 Bergelombang, erosi air agak lebar 2
5 >150 Berbukit, pegunungan, erosi lebar hebat 1
Sumber: (Darmawan, dkk., 2017)
d. Klasifikasi tutupan lahan
Tabel 3.7 Klasifikasi tutupan lahan
No. Tutupan lahan Skor
1 Pemukiman, sungai, danau, waduk, rawa (daerah cekungan) 5
2 Lahan terbuka 4
3 Sawah, tegalan, kebun 3
4 Semak, perbukitan 2
5 Hutan di pegunungan 1
Sumber: (Darmawan, dkk., 2017)
34
e. Klasifikasi kerapatan aliran sungai
Tabel 3.8 Klasifikasi kerapatan aliran sungai
No. Kerapatan aliran sungai (km/km²) Skor
1 <0,62 5
2 0,62 – 1,44 4
3 1,45 – 2,27 3
4 2,28 – 3,1 2
5 >3,1 1
Sumber: (Darmawan, dkk., 2017)
3.5.2. Metode Overlay Berbobot
Metode overlay berbobot dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut.
1. Penentuan bobot faktor-faktor penyebab banjir
a. Bobot parameter dinamis
Pemberian bobot pada parameter dinamis dilakukan dengan mencari dari
bobot-bobot dari penelitian sebelumnya. Hal ini dilakukan karena parameter
dinamis merupakan parameter yang selalu berubah. Oleh karena itu dalam
penelitian ini akan dilakukan pencarian bobot terbaik dengan menghitung rata-rata
bobot dari penelitian-penelitian sebelumnya.
Tabel 3.9 Penentuan bobot parameter dinamis
No. Lokasi Bobot CH
1 Buleleng 0.44
2 Kaltim 0.3
3 Jepara 0.4
4 Jakarta 0.2
5 Demak 0.25
6 Semarang 0.133
7 Semarang 0.4
8 Sampang 0.15
RATA-RATA BOBOT CH 0.284125 ≈ 0.30
Sumber : (Hendriana, dkk., 2013; Novaliadi & Hadi, 2014; Sholahuddin, 2015;
Ariyora, dkk., 2015; Novitasari, dkk., 2015; Santosa, dkk., 2015; Wismarini &
Sukur, 2015; Darmawan, dkk., 2017)
b. Bobot parameter statis
Pemberian bobot pada parameter statis diambil dari penelitian yang terbaru
saja, karena keadaan parameter statis tidak berubah atau perubahannya sangat
kecil.
35
Tabel 3.10 Bobot parameter statis
No. Parameter statis Bobot
1 Jenis tanah 0.15
2 Kemiringan lereng 0.20
3 Ketinggian/elevasi 0.20
4 Tutupan lahan 0.15
5 Kerapatan aliran sungai 0.20
Sumber: (Darmawan, dkk., 2017)
c. Bobot baru seluruh faktor-faktor penyebab banjir
Bobot baru digunakan sebagai bobot yang digunakan dalam penentuan
tingkat ancaman banjir di Kota Makassar – Sulawesi Selatan. Bobot baru dihitung
menggunakan perhitungan perbandingan senilai, dengan rumus sebagai berikut
(Muharam, 2016):

(3.15)

Keterangan:
= bobot lama parameter x = total bobot lama
= bobot baru parameter x = total bobot baru (1)
Tabel 3.11 Bobot baru seluruh parameter penyebab banjir
Parameter Bobot lama Bobot baru
Curah hujan 0.3 0.250
Jenis tanah 0.15 0.125
Kemiringan lereng 0.2 0.167
Ketinggian/elevasi 0.2 0.167
Tutupan lahan 0.15 0.125
Kerapatan aliran sungai 0.2 0.167

2. Overlay berbobot
Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah overlay dengan teknik
geoprocessing, yaitu tumpang susun dan menggabungkan semua peta yang ada
menjadi parameter banjir (Sholahuddin, 2015). Overlay yaitu kemampuan untuk
menempatkan grafis satu peta di atas grafis peta yang lain dan menampilkan
hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay
menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-
36
atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi
atribut dari kedua peta tersebut. Overlay merupakan proses penyatuan data dari
lapisan layer yang berbeda (Darmawan, dkk., 2017). Overlay berbobot adalah
proses penyatuan data dari lapisan layer variabel-variabel dengan pemberian
bobot pada tiap parameter berdasarkan pengaruhnya terhadap kejadian banjir di
suatu daerah.
Menurut Nanik dkk. (2008) perhitungan tingkat ancaman banjir
menggunakan metode overlay berbobot adalah berdasarkan formula berikut ini
(Nanik dkk, 2008 dalam Wismairini & Sukur, 2015):
TBB = (3.16)
Keterangan:
TBB = Total bobot banjir = Bobot parameter banjir
= Skor parameter banjir n = total parameter yang digunakan (6)
Hasil dari overlay berbobot ini akan menjadi suatu gabungan dari beberapa
peta yang terbentuk dari irisan-irisan parameter banjir. Penentuan kelas ancaman
banjir didasarkan dari total bobot banjir overlay berbobot dengan memperhatikan
ambang batas curah hujan yang dihasilkan. Penentuan kelas interval tersebut
dapat menggunakan rumus berikut (Kingma, 1991 Wismarini & Sukur, 2015):
= (3.17)

Keterangan :
: Kelas Interval : Total tertinggi
: Total terendah K : Kelas yang diinginkan (4)
Hasil dari kelas ancaman banjir tersebut akan dijadikan peta ancaman
banjir di Kota Makassar – Sulawesi Selatan. Peta ancaman banjir ini diharapkan
dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan masyarakat Kota Makassar dalam
mitigasi, adaptasi dan peringatan dini banjir agar selalu siap siaga dan
menghindarkan dari kepanikan, sehingga dapat mengambil tindakan paling bijak
jika terjadi bencana banjir.

37
Alur pengerjaan penelitian ini ditunjukkan dalam diagram alir berikut:

Gambar 3.5 Diagram alir penelitian


38
BAB IV

HASIL DAN PEBAHASAN

4.1. Hasil Analisis Ambang Batas Curah Hujan Pemicu Banjir di Kota

Makassar

4.1.1. Critical Cross Section Identification


Tabel 4. 1 Data curah hujan sebelum kejadian banjir
Pos
No Pengamatan CH di hari ke-i sebelum kejadian banjir
Banjir
.
Kecamatan 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
04/01/20 18
1 66 2 1 2 0 47 0 17 88
13 0
04/01/20 2 11 4
2 28 8 43 41 52 61 72
Balai Wil. Iv 15 4 5 1
Panakukkang 20/12/20 8 7 10
3 63 0 0 7 49 68 52
17 7 2 2
22/01/20 2 3 12
4 2 54 43 1 0 13 65
19 2 2 2
30/01/20 14
5 5 0 0 3 3 2 6 45 38
09 6
01/02/20 3 14 13
6 0 3 3 2 6 45 46
09 8 6 5
Biring 13/01/20 9 6 8 10
7 2 88 8 13 20 79
Romang 10 5 0 0 9
Manggala 04/01/20 18 12
8 38 0 2 0 2 38 0 92
13 9 1
20/12/20 9 3 10 10
9 62 0 0 19 24 49
17 3 7 7 5
22/01/20 16
10 2 1 0 31 61 30 0 X 2
19 2
27/02/20 3 4
11 50 24 25 40 5 59 96 40
06 5 0
Bpp 05/02/20 1
12 1 0 2 6 30 8 29 36 70
Barombong 11 1
22/01/20 1 1
13 Tamalate 1 26 36 30 0 0 2 52
19 2 8
30/01/20 4 3 2
14 38 26 46 21 18 14 10
09 2 4 8
04/01/20 4
15 0 0 4 0 0 0 40 34 28
Bpp Sudiang 13 8

39
Biringkanaya 20/12/20 15 6 7 14
16 3 0 5 16 52 99
17 3 3 9 0
22/01/20 3 8 16 11 15
17 23 50 X 75 9
19 5 6 2 8 0
Stamar 27/02/20 3 3 6 19
18 28 20 18 42 X 1
Paotere 06 9 7 7 6
22/01/20 1 3
19 Ujung Tanah X 43 49 51 1 34 1 84
19 2 2
Keterangan: tanda “X” menunjukkan tidak adanya data curah hujan.
Tabel 4.1 menunjukkan curah hujan 10 hari sebelum kejadian banjir di
Kota Makassar. Jumlah kejadian banjir tahun 2000 – 2019 dari seluruh pos
pengamatan di Kota Makassar ada sebanyak 19 kejadian banjir. Curah hujan saat
kejadian banjir sangat bervariasi, mulai dari 10 mm di Pos Pengamatan Bpp
Sudiang hingga 196 mm di Pos Pengamatan Stamar Paotere. Variasi yang sangat
besar tersebut, tidak akan bagus jika menentukan ambang batas banjir dalam
rentang waktu satu hari saja menggunakan metode critical cross section
identification. Untuk itu digunakan rentang waktu dasarian (10 harian) dalam
penelitian ini untuk menentukan ambang batas curah hujan pemicu banjir.
4.1.2. Ambang Batas Curah Hujan Pemicu Banjir
Tabel 4. 2 Curah hujan harian berturut-turut seluruh pos pengamatan
Pos Pengamatan
No. Banjir CH AB HH AB CH AB CONTINUE
Kecamatan
1 04/01/2013 285 3 95.0
2 Balai Wil. Iv 04/01/2015 485 10 48.5
3 Panakukkang 20/12/2017 350 6 58.3
4 22/01/2019 200 3 66.7
5 30/01/2009 243 7 34.7
6 01/02/2009 424 9 47.1
7 Biring Romang 13/01/2010 554 10 55.4
8 Manggala 04/01/2013 402 3 134.0
9 20/12/2017 341 6 56.8
10 22/01/2019 164 2 82.0
11 27/02/2006 414 10 41.4
12 Bpp Barombong 05/02/2011 192 8 24.0
13 Tamalate 22/01/2019 54 2 27.0
14 30/01/2009 277 10 27.7
15 Bpp Sudiang 04/01/2013 150 4 37.5
40
16 Biringkanaya 20/12/2017 391 6 65.2
17 22/01/2019 234 3 78.0
18 Stamar Paotere 27/02/2006 197 2 98.5
19 Ujung Tanah 22/01/2019 307 9 34.1
Keterangan: CH AB = curah hujan ambang batas, HH AB = hari hujan ambang
batas, CH AB CONTINUE = curah hujan ambang batas berturut-turut
Tabel 4.2 menunjukkan curah hujan harian berturut-turut seluruh pos
pengamatan yang dihitung dengan persamaan 3.1 hingga 3.3. Ambang batas
dibentuk dari nilai curah hujan harian berturut-turut terkecil yaitu 24 mm (lihat
CH AB CONTINUE Bpp Barombong pada tanggal 5 Februari 2011). Hal ini
menandakan bahwa banjir akan terjadi saat rata-rata curah hujan harian berturut-
turut 10 hari dari hari terakhir adalah lebih dari sama dengan 24 mm. Selain nilai
CH AB CONTINUE terbesar terdapat di Pos Pengamatan Biring Romang pada
tanggal 4 Januari 2013 yaitu 134 mm. Sehingga didapatkan rentang batas rata-rata
curah hujan harian berturut-turut pemicu banjir adalah antara 24 – 134 mm.
4.1.3. Tingkat Ancaman Banjir
Berdasarkan rentang batas curah hujan harian berturut-turut terkecil dan
terbesar dibuatlah kelas ancaman banjir untuk membentuk tingkat ancaman banjir
berdasarkan curah hujan Kota Makassar. Tingkat ancaman banjir berdasarkan
rata-rata curah hujan harian berturut-turut rentang 10 harian sebagai berikut:
Tabel 4. 3 Tingkat ancaman banjir Kota Makassar
No. Tingkat ancaman Rentang (mm)
1 Aman <24
2 Waspada 24 – 61
3 Siaga 61 – 97
4 Awas >97

Berdasarkan persamaan 3.14 diperoleh kelas interval tingkat ancaman


banjir yang ditampilkan pada tabel 4.3. Tingkatan aman banjir tercapai saat rata-
rata curah hujan harian berturut-turut adalah kurang dari 24 mm. Tingkat waspada
banjir tercapai saat rata-rata curah hujan harian berturut-turut adalah antara 24 –
61 mm. Tingkat siaga banjir tercapai saat rata-rata curah hujan harian berturut-

41
turut adalah antara 61 – 97 mm. Tingkat awas banjir tercapai saat rata-rata curah
hujan harian berturut-turut adalah lebih dari 97 mm.
4.1.4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan tabel kontingensi 2 – 2 untuk
melihat persentase dari hit rate atau Probability of detection (POD), false alarm
rate atau Probability of False Detection (POFD) dan false alarm rasio (FAR).
Evaluasi dilakukan di setiap titik pos pengamatan untuk menilai tingkat ancaman
banjir berdasarkan curah hujan di Kota Makassar. Tabel kontingensi tingkat aman
banjir berbeda dengan tingkat lainnya, sebagai contoh saat tingkat aman tercapai
maka tidak terjadi banjir, namun saat tingkat waspada/siaga/awas tercapai maka
terjadi banjir. Tabel kontingensi tersebut dapat dilihat di tabel 4.4 dan 4.5.
Tabel 4. 4 Tabel Kontingensi tingkat aman banjir
Tabel Aman
Kontingensi Tercapai Tidak
Terjadi F C
Banjir

Tidak H M
Keterangan tabel 4.4:
H : jika tingkat aman tercapai dan tidak terjadi banjir (total hit)
M : jika tingkat aman tak tercapai dan tak terjadi banjir (total missing alarm)
C : jika tingkat aman tidak tercapai dan terjadi banjir (total kebalikan hit)
F : jika tingkat aman tercapai dan banjir terjadi (total false alarm)
Tabel 4. 5 Tabel kontingensi tingkat waspada/siaga/awas banjir
Tabel Tingkat ancaman banjir
Kontingensi Tercapai Tidak
Terjadi H M
Banjir

Tidak F C
Keterangan tabel 4.5:
H : jika tingkatan tercapai dan banjir terjadi (total hit)
M : jika tingkatan tidak tercapai tetapi terjadi banjir (total missing alarm)
F : jika tingkatan tercapai tetapi tidak terjadi banjir (total false alarm)
C : jika tingkatan tidak tercapai dan tidak terjadi banjir (total kebalikan hit)
42
Tabel 4. 6 Tingkat ancaman banjir saat banjir
Pos Pengamatan Tingkat
No. Banjir
Kecamatan Ancaman
1 04/01/2013 Siaga
2 Balai Wil. Iv 04/01/2015 Waspada
3 Panakukkang 20/12/2017 Waspada
4 22/01/2019 Siaga
5 30/01/2009 Waspada
6 01/02/2009 Waspada
7 Biring Romang 13/01/2010 Waspada
8 Manggala 04/01/2013 Awas
9 20/12/2017 Waspada
10 22/01/2019 Siaga
11 Bpp Barombong 27/02/2006 Waspada
12 Tamalate 05/02/2011 Waspada
13 22/01/2019 Waspada
14 30/01/2009 Waspada
15 Bpp Sudiang 04/01/2013 Waspada
16 Biringkanaya 20/12/2017 Siaga
17 22/01/2019 Siaga
18 Stamar Paotere 27/02/2006 Awas
19 Ujung Tanah 22/01/2019 Waspada

Tabel 4.6 menunjukkan tingkat ancaman banjir saat terjadi banjir di 5 pos
pengamatan. Tingkatan ancaman banjir pada kejadian banjir masa lalu antara
tingkat waspada hingga awas banjir.
Tabel 4. 7 Jumlah tingkat ancaman banjir 2000 - 2019
Biring Bpp Bpp Stamar
Tingkat Bawil IV
Romang Barombong Sudiang Paotere
Aman 3120 5368 5817 4961 4884
Waspada 467 780 329 255 464
Siaga 51 89 36 49 46
Awas 6 16 6 37 13

Tabel 4.7 menunjukkan jumlah tingkatan banjir tahun 200 – 2019.


Semakin tinggi tingkat ancaman banjir maka jumlah kejadiannya semakin sedikit.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkatan maka semakin tinggi pula curah
hujannya dan curah hujan tinggi tidak sering terjadi. Evaluasi tingkat ancaman
banjir dilakukan dengan tabel kontingensi dengan melihat kejadian banjir.
43
1. Evaluasi tingkat aman banjir
Tabel 4. 8 Tabel kontingensi tingkat aman banjir seluruh pos pengamatan
Balai Wil. Biring Bpp Bpp Stamar
Iv Romang Barombong Sudiang Paotere
H 3120 5368 5817 4961 4884
M 0 0 0 0 0
F 0 0 0 0 0
C 0 0 0 0 0

Tabel 4. 9 Evaluasi tingkat aman banjir seluruh pos pengamatan


Balai Biring Bpp Bpp Stamar Rata-
Wil. Iv Romang Barombong Sudiang Paotere rata
POD 1 1 1 1 1 1
POFD 0 0 0 0 0 0
FAR 0 0 0 0 0 0

POD, POFD dan FAR untuk tingkat aman banjir dalam tabel 4.9 dihitung
dari tabel 4.8 dengan persamaan 3.11 hingga 3.13. Rata-rata hit rate atau
Probability of detection (POD) adalah 1. Rata-rata False alarm rate atau
Probability of False Detection (POFD) dan false alarm rasio (FAR) adalah 0.
2. Evaluasi tingkat waspada banjir
Tabel 4. 10 Tabel kontingensi tingkat waspada banjir seluruh pos
pengamatan
Balai Wil. Biring Bpp Bpp Stamar
Iv Romang Barombong Sudiang Paotere
H 2 4 3 2 1
M 0 0 0 0 0
F 465 776 326 253 463
C 0 0 0 0 0

Tabel 4. 11 Evaluasi tingkat waspada banjir seluruh pos pengamatan


Balai Biring Bpp Bpp Stamar Rata-
Wil. Iv Romang Barombong Sudiang Paotere rata
POD 1 1 1 1 1 1
POFD 1 1 1 1 1 1
FAR 0.99572 0.99487 0.99088 0.99216 0.99784 0.99429

POD, POFD dan FAR untuk tingkat waspada banjir dalam tabel 4.11
dihitung dari tabel 4.10 dengan persamaan 3.11 hingga 3.13. Rata-rata hit rate

44
atau Probability of detection (POD) adalah 1. Rata-rata False alarm rate atau
Probability of False Detection (POFD) adalah 1. Rata-rata false alarm rasio
(FAR) adalah 0.99429.
3. Evaluasi tingkat siaga banjir
Tabel 4. 12 Tabel kontingensi tingkat siaga banjir seluruh pos pengamatan
Balai Wil. Biring Bpp Bpp Stamar
Iv Romang Barombong Sudiang Paotere
H 2 1 0 2 0
M 0 0 0 0 0
F 49 88 36 47 46
C 0 0 0 0 0
TOTAL 51 89 36 49 46

Tabel 4. 13 Evaluasi tingkat siaga banjir seluruh pos pengamatan


Balai Biring Bpp Bpp Stamar
Rata-rata
Wil. Iv Romang Barombong Sudiang Paotere
POD 1 1 0 1 0 0.6
POFD 1 1 1 1 1 1
FAR 0.96078 0.98876 1 0.95918 1 0.98175

POD, POFD dan FAR untuk tingkat siaga banjir dalam tabel 4.13 dihitung
dari tabel 4.12 dengan persamaan 3.11 hingga 3.13. Rata-rata hit rate atau
Probability of detection (POD) adalah 0.6. Rata-rata False alarm rate atau
Probability of False Detection (POFD) adalah 0. Rata-rata false alarm rasio
(FAR) adalah 0.98175.
4. Evaluasi tingkat awas banjir
Tabel 4. 14 Tabel kontingensi tingkat awas banjir seluruh pos pengamatan
Balai Wil. Biring Bpp Bpp Stamar
Iv Romang Barombong Sudiang Paotere
H 0 1 0 0 1
M 0 0 0 0 0
F 6 15 6 37 12
C 0 0 0 0 0

POD, POFD dan FAR untuk tingkat awas banjir dalam tabel 4.15 dihitung
dari tabel 4.13 dengan persamaan 3.11 hingga 3.13. Rata-rata hit rate atau
Probability of detection (POD) adalah 0.4. Rata-rata False alarm rate atau

45
Probability of False Detection (POFD) adalah 1. Rata-rata false alarm rasio
(FAR) adalah 0.97212.
Tabel 4. 15 Evaluasi tingkat awas banjir seluruh pos pengamatan
Balai Biring Bpp Bpp Stamar
Rata-rata
Wil. Iv Romang Barombong Sudiang Paotere
POD 0 1 0 0 1 0.4
POFD 1 1 1 1 1 1
FAR 1 0.9375 1 1 0.92308 0.97212

4.2. Hasil Analisis Parameter Penyebab Banjir di Kota Makassar

Pembuatan peta ancaman banjir Kota Makassar dilakukan pada tahun


2020. Data untuk pembuatan peta ancaman banjir dibagi menjadi dua, yaitu
parameter dinamis dan parameter statis. Parameter dinamis hanya berisi data rata-
rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian karena sifatnya yang
selalu berubah dan parameter statis yaitu jenis tanah, kemiringan lereng,
ketinggian, tutupan lahan dan kerapatan aliran sungai. Skor dan bobot yang
digunakan bergantung pada pengaruh parameter-parameter tersebut dalam
memicu banjir di Kota Makassar dengan bobot paling besar pada curah hujan.
4.2.1. Parameter Dinamis
Sebagai parameter yang selalu berubah, parameter dinamis memiliki
pengaruh yang besar terhadap kejadian banjir di Kota Makassar. Oleh karena itu,
curah hujan memiliki bobot paling besar dalam penelitian ini sebagai parameter
dinamis. Parameter dinamis yang digunakan untuk pembuatan peta ancaman
banjir Kota Makassar dalam penelitian ini adalah data rata-rata curah hujan harian
berturut-turut terbanyak dasarian.
1. Curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian
Dalam penentuan rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak
dasarian diperlukan data curah hujan dan hari hujan harian. Secara umum,
semakin banyak jumlah hari hujan semakin tinggi pula jumlah curah hujannya.
Hal tersebut mengakibatkan rata-rata curah hujan harian berturut-turutnya juga
tinggi dan akhirnya meningkatkan tingkat ancaman banjir. Sebaliknya, semakin
sedikit jumlah hari hujan semakin rendah pula jumlah curah hujannya. Hal

46
tersebut mengakibatkan rata-rata curah hujan harian berturut-turutnya menjadi
rendah sehingga tingkat ancaman banjir berkurang.
Dalam penelitian ini, curah hujan yang digunakan berfokus pada saat
kejadian banjir. Menurut data kejadian banjir, banjir terjadi pada bulan Desember
hingga Maret. Secara umum hal ini menunjukkan bahwa banjir yang terjadi di
Kota Makassar terjadi pada musim hujan. Oleh karena itu curah hujan yang akan
diolah hanya pada saat musim hujan.

Gambar 4. 1 Rata-rata curah hujan dasarian Kota Makassar


Gambar 4.1 menunjukkan rata-rata curah hujan dasarian dari tahun 2000 –
2019 di Kota Makassar. Berdasarkan kriteria BMKG, musim hujan terjadi saat
jumlah curah hujan dasarian lebih dari atau sama dengan 50 mm dan diikuti tiga
dasarian setelahnya. Musim hujan Kota Makassar berada pada Dasarian ke-33
(November Dasarian ke-3) hingga Dasarian ke-11 (April Dasarian ke-2)
Gambar 4.2 menunjukkan rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan
berturut-turut dasarian pada musim hujan tahun 2000 – 2019 di 5 pos pengamatan
Kota Makassar. Waktu musim hujan yang digunakan berdasarkan gambar 4.1
yaitu pada Dasarian ke-33 hingga Dasarian ke-11. Rata-rata jumlah curah hujan
dan hari hujan dasarian pada musim hujan di Pos Pengamatan Balai Wilayah IV
adalah 125.44 mm dan 4.5 hari. Rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan
berturut-turut dasarian pada musim hujan di Pos Pengamatan Biring Romang
47
adalah 118.03 mm dan 3.9 hari. Rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan
berturut-turut dasarian pada musim hujan di Pos Pengamatan Bpp Barombong
adalah 92.70 mm dan 4.2 hari. Rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan
berturut-turut dasarian pada musim hujan di Pos Pengamatan Bpp Sudiang adalah
80.18 mm dan 3.2 hari. Rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan berturut-turut
dasarian pada musim hujan di Pos Pengamatan Stamar Paotere adalah 102.58 mm
dan 3.7 hari. Rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan berturut-turut dasarian
tertinggi dan terendah ada pada Pos Pengamatan Balai Wilayah IV dan Pos
Pengamatan Bpp Sudiang. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat jumlah hari
hujan banyak maka jumlah curah hujan juga tinggi dan saat hari hujan sedikit
maka jumlah curah hujan juga rendah.

Gambar 4. 2 Rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan berturut-turut di


Kota Makassar
2. Rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian
Rata-rata curah hujan harian berturut turut terbanyak dasarian dicari
berdasarkan persamaan 3.4 hingga 3.7 lalu dicari rata-ratanya pada musim hujan.
Sebaran wilayah rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian
dapat membantu dalam mengetahui sebaran wilayah ancaman banjir. Pengaruh

48
rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian terhadap ancaman
banjir berbanding lurus, jika suatu wilayah yang memiliki rata-rata curah hujan
harian berturut-turut terbanyak dasarian yang tinggi akan lebih terancam terjadi
banjir, sebaliknya semakin rendah rata-rata curah hujan harian berturut-turut
terbanyak dasarian maka semakin rendah pula ancaman terjadinya banjir di
wilayah tersebut. Parameter rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak
dasarian dibagi menjadi 6 kelas yakni tidak hujan hingga hujan ekstrem.

Gambar 4. 3 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian Kota


Makassar pada musim hujan
Gambar 4.3 menunjukkan sebaran rata-rata curah hujan harian berturut-
turut terbanyak dasarian Kota Makassar pada musim hujan. Secara umum wilayah
Kota Makassar hanya memiliki dua kategori rata-rata curah hujan harian berturut-
turut dasarian yaitu hujan ringan dan sedang. Hampir keseluruhan kecamatan di
Kota Makassar memiliki rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian
dengan kategori hujan sedang. Sebagian wilayah Kecamatan Biringkanaya dan

49
Tamalate yang memiliki rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak
dasarian dengan kategori ringan.
Sebaran rata-rata curah hujan harian berturut-turut terbanyak dasarian
Kota Makassar pada musim hujan pada gambar 4.3 selanjutnya dilakukan skoring
sesuai dengan rata-rata curah hujan harian berturut-turutnya pada tabel 4.16 yang
diambil dari BMKG (2020).
Tabel 4. 16 Klasifikasi rata-rata curah hujan harian berturut-turut
No. Jumlah curah hujan (mm) Kriteria Skor
1 >150 Hujan ekstrem 6
2 100 – 150 Hujan sangat lebat 5
3 50 – 100 Hujan lebat 4
4 20 – 50 Hujan sedang 3
5 0 – 20 Hujan ringan 2
6 0 Tidak hujan 1
Sumber: (BMKG, 2020)

Gambar 4. 4 Peta skor rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian


Kota Makassar pada musim hujan

50
Gambar 4.4 menunjukkan distribusi skor yang mengikuti klasifikasi rata-
rata curah hujan harian berturut-turut, apabila rata-rata curah hujan harian
berturut-turut rendah maka skor akan kecil begitu pula sebaliknya jika rata-rata
curah hujan harian berturut-turut tinggi skor akan besar. Hal ini membuat
distribusi skor dan rata-rata curah hujan harian berturut-turut memiliki
penampakan spasial yang serupa.
Tabel 4. 17 Luas skor rata-rata curah hujan harian berturut-turut dasarian
Kota Makassar
Luas skor rata-rata curah hujan harian
berturut-turut dasarian Kota Makassar
No Total
Kecamatan (KM²)
. luas
Skor
1 2 3 4 5 6
1 Kec. Biringkanaya 0.00 1.49 34.89 0.00 0.00 0.00 36.385
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 0.00 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.00 0.00 0.85 0.00 0.00 0.00 0.845
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 0.00 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 0.00 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.00 22.73 0.00 0.00 0.00 22.733
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 0.00 0.00 2.808
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 15.68 0.00 0.00 0.00 15.676
9 Kec. Rappocini 0.00 0.00 10.93 0.00 0.00 0.00 10.934
10 Kec. Tallo 0.00 0.00 9.59 0.00 0.00 0.00 9.586
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.00 38.45 0.00 0.00 0.00 38.448
12 Kec. Tamalate 0.00 6.60 17.09 0.00 0.00 0.00 23.689
Kec. Ujung
13 0.00 0.00 2.74 0.00 0.00 0.00 2.742
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.00 1.30 0.00 0.00 0.00 1.304
15 Kec. Wajo 0.00 0.00 2.02 0.00 0.00 0.00 2.020
Total luas 0.00 8.09 165.98 0.00 0.00 0.00 174.072
Persentase 0.00 4.65 95.35 0.00 0.00 0.00 100

Tabel 4.17 menunjukkan persentase luas skor rata-rata curah hujan harian
berturut-turut dasarian Kota Makassar. Persentase sebaran skor rata-rata curah
hujan harian berturut-turut dasarian Kota Makassar pada musim hujan hanya
berada pada dua skor, yaitu skor 2 dan 3. Wilayah Kota Makassar didominasi
pada skor 3 yang memiliki persentase 95.35% dengan luas wilayah 165.98 km².
51
Lalu sebagian kecil pada skor 2 yang memiliki persentase 4.65% dengan luasan
8.09 km².
3. Pembobotan parameter dinamis
Ambang batas rata-rata curah hujan harian berturut-turut pemicu banjir
yaitu lebih dari atau sama dengan 24 mm. Berdasarkan nilai ambang batas
tersebut dalam klasifikasi rata-rata curah hujan harian berturut-turut masuk ke
dalam skor 3. Batas skor rata-rata curah hujan harian berturut-turut pemicu banjir
Kota Makassar adalah 3.
Berdasarkan hasil skor parameter dinamis yaitu rata-rata curah hujan
harian berturut-turut terbanyak dasarian pada musim hujan, selanjutnya
dilakukanlah proses perhitungan total skor parameter dinamis. Proses ini
dilakukan dengan mengalikan skor parameter dinamis dengan bobotnya. Berikut
merupakan bobot dan batas parameter dinamis:
Tabel 4. 18 Bobot dan batas parameter dinamis
Skor Skor Total skor Total skor
Parameter Bobot
batas tertinggi batas tertinggi
Curah
3 6 0.25 0.75 1.5
hujan

Tabel 4.18 menunjukkan bobot dan batas parameter dinamis Kota


Makassar. Total skor tertinggi digunakan untuk mengetahui seberapa jauh batas
dengan skor tertingginya. Dapat dilihat bahwa batas parameter dinamis pemicu
banjir di Kota Makassar adalah lebih dari atau sama dengan 0.75. Walaupun batas
ini hanya setengah dari total skor tertinggi, namun skor batas ini merupakan
konversi batas rata-rata curah hujan harian berturut-turut pemicu banjir, sehingga
dapat digunakan sebagai batas parameter dinamis.
Gambar 4.5 menunjukkan sebaran total skor parameter dinamis Kota
Makassar. Dikarenakan parameter dinamis hanya berisi satu parameter, maka total
skor parameter dinamis secara spasial sama dengan skor rata-rata curah hujan
harian berturut-turut. Perbedaan peta total skor dinamis adalah adanya bobot yang
digunakan sebagai pengali pada skor rata-rata curah hujan harian berturut-turut.

52
Sebaran total skor parameter dinamis yang lebih dari atau sama dengan total skor
batas (0.75) lebih besar dari yang kurang dari total skor batas.

Gambar 4. 5 Peta total skor parameter dinamis Kota Makassar


Tabel 4.19 menunjukkan luas sebaran total skor parameter dinamis Kota
Makassar. Total skor parameter dinamis yang lebih dari atau sama dengan 0.75
memiliki persentase 95.35% dengan luas 165.98 km². Sedangkan total skor
parameter dinamis yang kurang dari 0.75 memiliki persentase 5.65% dengan luas
8.09 km². Berdasarkan parameter dinamis ini menunjukkan bahwa pada musim
hujan Kota Makassar memiliki ancaman terhadap kejadian banjir.
Tabel 4. 19 Luas total skor parameter dinamis Kota Makassar
Luas total skor parameter dinamis
Kota Makassar
No. Kecamatan Total luas
Skor
<0.75 >=0.75
1 Kec. Biringkanaya 1.49 34.89 36.385
2 Kec. Bontoala 0.00 1.74 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.00 0.85 0.845

53
4 Kec. Makassar 0.00 2.65 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 2.51 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 22.73 22.733
7 Kec. Mariso 0.00 2.81 2.808
8 Kec. Panakkukang 0.00 15.68 15.676
9 Kec. Rappocini 0.00 10.93 10.934
10 Kec. Tallo 0.00 9.59 9.586
11 Kec. Tamalanrea 0.00 38.45 38.448
12 Kec. Tamalate 6.60 17.09 23.689
13 Kec. Ujung Pandang 0.00 2.74 2.742
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 1.30 1.304
15 Kec. Wajo 0.00 2.02 2.020
Total luas 8.09 165.98 174.072
Persentase 4.65 95.35 100

4.2.2. Parameter Statis


Parameter statis atau parameter tetap yang digunakan untuk analisis dan
pembuatan peta ancaman banjir Kota Makassar adalah jenis tanah, kemiringan
lereng, ketinggian/elevasi, tutupan lahan dan kerapatan aliran sungai.
1. Jenis tanah
Jenis tanah pada suatu daerah sangat berpengaruh dalam proses
penyerapan air atau yang biasa sebut sebagai proses infiltrasi. Semakin besar daya
serap atau infiltrasinya terhadap air maka tingkat ancaman banjirnya akan
semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil daya serap atau infiltrasinya terhadap air
maka semakin besar ancaman banjirnya (Matondang, J.P., 2013 dalam
Darmawan, dkk., 2017).
Penetapan skor jenis tanah didasarkan pada tekstur dari masing-masing
jenis tanah. Tanah dengan tekstur sangat halus memiliki ancaman kejadian banjir
yang tinggi, sedangkan tekstur yang kasar memiliki ancaman kejadian banjir yang
rendah. Hal ini disebabkan semakin halus tekstur tanah menyebabkan air aliran
permukaan yang berasal dari hujan maupun luapan sungai sulit untuk meresap ke
dalam tanah, sehingga terjadi penggenangan. Berdasarkan hal tersebut, pemberian
skor tertinggi (9) diberikan pada jenis tanah yang memiliki tekstur sangat halus

54
seperti vertisol, oksisol, sementara skor terendah diberikan pada tanah-tanah yang
memiliki tekstur kasar seperti spodosol, andisol (Kusumo & Nursari, 2016).

Gambar 4. 6 Peta jenis tanah Kota Makassar


Gambar 4.6 menunjukkan sebaran jenis tanah di Kota Makassar. Secara
umum wilayah Kota Makassar hanya memiliki dua klasifikasi jenis tanah yaitu
ultisol dan inceptisol. Sebagian besar wilayah kecamatan di Kota Makassar
memiliki jenis tanah inceptisol kecuali sebagian besar Kecamatan Biringkanaya
dan Manggala serta sebagian kecil Panakkukang dan Tamalanrea. untuk bagian
lain dari wilayah tersebut memiliki jenis tanah ultisol. Jenis tanah inceptisol ini
terdiri dari tanah alluvial, andosol, regosol dan gleihumus. Jenis tanah ultisol
termasuk di dalamnya podzolik merah kuning, latosol dan hidromorf kelabu
(Bappeda & Penyusun, 2015).
Sebaran jenis tanah di Kota Makassar pada gambar 4.5 selanjutnya
dilakukan skoring sesuai tabel 4.20.
Gambar 4.7 menunjukkan sebaran skor jenis tanah di Kota Makassar. Jenis
tanah di Kota Makassar yaitu ultisol dan inceptisol, oleh karena itu Kota Makassar
55
memiliki 2 skor jenis tanah yaitu 7 dan 5. Jenis tanah dengan skor 5 ada di semua
kecamatan di Kota Makassar. Sedangkan jenis tanah dengan skor 7 berada di
Kecamatan Biringkanaya, Manggala, Panakkukang dan Tamalanrea.
Tabel 4. 20 Klasifikasi jenis tanah
No. Jenis tanah Skor
1 Vertisol, Oxisol 9
2 Alfisol, Ultisol, Molisol 7
3 Inceptisol 5
4 Entisol, Histosol 3
5 Spodosol, Andisol 1
Sumber: (Kusumo & Nursari, 2016)

Gambar 4. 7 Peta skor jenis tanah Kota Makassar


Tabel 4.21 menunjukkan persentase luas skor jenis tanah Kota Makassar.
Persentase sebaran skor jenis tanah Kota Makassar berada pada 2 skor yaitu 5 dan
7. Wilayah Kota Makassar didominasi pada skor 5 yang memiliki persentase
71.15% dengan luas wilayah 124.25 km². Lalu sebagian kecil pada skor 7 yang
memiliki persentase 28.85% dengan luasan 50.37 km².

56
Tabel 4. 21 Luas skor jenis tanah Kota Makassar
Luas skor jenis tanah Kota Makassar
No. Kecamatan Skor Total luas
1 3 5 7 9
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.00 14.15 22.63 0.00 36.782
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.015
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.00 13.02 9.89 0.00 22.915
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.82 0.00 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 13.15 2.52 0.00 15.676
9 Kec. Rappocini 0.00 0.00 10.96 0.00 0.00 10.963
10 Kec. Tallo 0.00 0.00 9.62 0.00 0.00 9.615
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.00 23.24 15.33 0.00 38.571
12 Kec. Tamalate 0.00 0.00 24.14 0.00 0.00 24.136
13 Kec. Ujung Pandang 0.00 0.00 2.82 0.00 0.00 2.816
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.00 1.36 0.00 0.00 1.363
15 Kec. Wajo 0.00 0.00 2.05 0.00 0.00 2.047
Total luas 0.00 0.00 124.25 50.37 0.00 174.618
Persentase 0.00 0.00 71.15 28.85 0.00 100.00

2. Kemiringan lereng
Kemiringan lereng merupakan perbandingan persentase antara jarak
vertikal (tinggi lahan) dengan jarak horizontal (panjang lahan datar). Semakin
landai kemiringan lerengnya maka ancaman banjir semakin tinggi, sebaliknya
semakin curam kemiringannya maka semakin aman akan bencana banjir
(Darmawan, dkk., 2017).
Parameter kemiringan lereng dibagi menjadi 5 kelas sesuai dengan persen
kemiringan lerengnya. Mulai dari datar (0-3%), landai, berombak s/d
bergelombang (3-15%), agak curam, berbukit (15-30%), curam s/d sangat curam
(30-60%) dan terjal s/d sangat terjal (>60%). Semakin datar lereng maka ancaman
banjir semakin tinggi, sehingga dalam pemberian skor pada parameter kemiringan
lereng akan besar pada lereng yang datar dan kecil pada lereng yang sangat terjal.

57
Gambar 4. 8 Peta kemiringan lereng Kota Makassar
Gambar 4.8 menunjukkan sebaran kemiringan lereng di Kota Makassar.
Secara umum memiliki dua klasifikasi kemiringan lereng yaitu 0 – 3% dan 3 –
15%. Sebagian besar wilayah kecamatan di Kota Makassar memiliki kemiringan 0
– 3%. Sebagian kecil dari beberapa kecamatan di Kota Makassar seperti
Kecamatan Biringkanaya, Manggala, Panakkukang, Tamalanrea dan Tallo yang
memiliki kemiringan lereng dengan klasifikasi 3 – 15%.
Sebaran kemiringan lereng di Kota Makassar gambar 4.7 selanjutnya
dilakukan skoring sesuai dengan tabel 4.22.
Tabel 4. 22 Klasifikasi kemiringan lereng
No. Kemiringan Bentuk Skor
1 0-3% Datar 5
2 3-15% Landai, berombak s/d bergelombang 4
3 15-30% Agak curam, berbukit 3
4 30-60% Curam s/d sangat curam 2
5 >60% Terjal s/d sangat terjal 1
Sumber: (Darmawan, dkk., 2017)

58
Gambar 4. 9 Peta skor kemiringan lereng Kota Makassar
Gambar 4.9 menunjukkan distribusi skor kemiringan lereng yang
berbanding terbalik dengan klasifikasi kemiringan lereng, apabila kemiringan
lereng rendah maka skor akan besar begitu pula sebaliknya jika kemiringan lereng
tinggi maka skor akan kecil. Distribusi skor kemiringan lereng dan klasifikasi
kemiringan lereng memiliki penampakan spasial yang serupa. Skor kemiringan
lereng di Kota Makassar didominasi dengan skor 5. Hanya sedikit dari wilayah di
Kecamatan Biringkanaya, Manggala, Panakkukang, Tallo, Tamalanrea, Ujung
Tanah dan Wajo yang memiliki skor kemiringan 4.
Tabel 4. 23 Luas skor kemiringan lereng Kota Makassar
Luas skor kemiringan lereng Kota
No Makassar Total
Kecamatan
. Skor luas
1 2 3 4 5
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.00 0.00 2.95 33.91 36.860
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 0.00 0.00 1.74 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.97 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 0.00 0.00 2.65 2.654
59
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 0.00 0.00 2.51 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.00 0.00 1.90 21.05 22.944
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 0.00 0.00 2.82 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 0.00 0.75 14.94 15.689
9 Kec. Rappocini 0.00 0.00 0.00 0.00 10.96 10.963
10 Kec. Tallo 0.00 0.00 0.00 0.06 9.55 9.615
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.00 0.00 1.10 37.48 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.00 0.00 0.01 24.13 24.136
Kec. Ujung
13 0.00 0.00 0.00 0.00 2.85 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.00 0.00 0.01 1.35 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.00 0.00 0.01 2.04 2.049
Total luas 0.00 0.00 0.00 6.80 168.94 175.741
Persentase 0.00 0.00 0.00 3.87 96.13 100.00

Tabel 4.23 menunjukkan persentase luas skor kemiringan lereng Kota


Makassar. Persentase sebaran skor kemiringan lereng berada pada 2 skor, yaitu
skor 4 dan 5. Skor kemiringan lereng didominasi pada skor 5 yang memiliki
persentase 96.13% dengan luas wilayah 168.94 km². Sebagian kecil pada skor 4
yang memiliki persentase 3.87% dengan luasan 6.80 km².
3. Ketinggian/elevasi
Ketinggian/elevasi adalah ukuran ketinggian lokasi di atas permukaan laut.
Ketinggian mempunyai pengaruh terhadap terjadinya banjir. Semakin rendah
suatu daerah maka ancaman banjir semakin tinggi. Sebaliknya, semakin tinggi
suatu daerah, maka semakin aman akan bencana banjir (Darmawan, dkk., 2017).
Parameter ketinggian/elevasi dibagi menjadi 5 kelas sesuai dengan
ketinggiannya. Mulai dari dataran, erosi angin, erosi air melebar dengan parit-parit
dangkal (0 – 10 m), daerah cekungan, erosi air agak lebar (10 – 50 m), daerah
daratan, erosi air, parit dalam (50 – 100 m), bergelombang, erosi air agak lebar
(100 – 150 m) dan berbukit, pegunungan, erosi lebar hebat (>150 m). Semakin
rendah ketinggiannya maka ancaman banjir semakin tinggi, sehingga dalam
pemberian skor pada parameter ketinggian akan besar pada ketinggian yang
rendah dan kecil pada ketinggian yang sangat tinggi.

60
Gambar 4. 10 Peta ketinggian Kota Makassar
Gambar 4.10 menunjukkan sebaran ketinggian di Kota Makassar. Secara
umum memiliki dua klasifikasi ketinggian yaitu 0 – 10 m dan 10 – 50 m.
Sebagian besar kecamatan di Kota Makassar memiliki ketinggian 0 – 10 m.
Ketinggian 10 – 50 m juga ada di seluruh wilayah kecamatan Kota Makassar,
namun Kecamatan Biringkanaya memiliki ketinggian 10 – 50 m paling besar.
Sebaran ketinggian di Kota Makassar gambar 4.10 selanjutnya dilakukan
skoring sesuai dengan tabel 4.24.
Tabel 4. 24 Klasifikasi ketinggian/elevasi
No. Ketinggian Bentuk Skor
Dataran, erosi angin, erosi air melebar dengan parit-
1 0-10 5
parit dangkal
2 10-50 Daerah cekungan, erosi air agak lebar 4
3 50-100 Daerah daratan, erosi air, parit dalam 3
4 100-150 Bergelombang, erosi air agak lebar 2
5 >150 Berbukit, pegunungan, erosi lebar hebat 1
Sumber: (Darmawan, dkk., 2017)

61
Gambar 4. 11 Peta skor ketinggian Kota Makassar
Gambar 4.11 menunjukkan sebaran skor ketinggian yang berbanding
terbalik dengan klasifikasi ketinggian. Apabila ketinggian rendah maka skor akan
besar, sebaliknya jika ketinggian tinggi maka skor akan kecil. Sebaran skor
ketinggian dan klasifikasi ketinggian memiliki penampakan spasial yang serupa.
Oleh karena itu, skor ketinggian didominasi dengan skor 5, skor 4 juga ada di
seluruh wilayah kecamatan Kota Makassar, namun untuk Kecamatan
Biringkanaya memiliki ketinggian dengan skor 4 paling banyak.
Tabel 4.25 menunjukkan persentase luas skor ketinggian Kota Makassar.
Persentase sebaran skor ketinggian Kota Makassar berada pada dua skor, yaitu
skor 4 dan 5. Skor ketinggian didominasi pada skor 5 yang memiliki persentase
81.13% dengan luas wilayah 140.85 km². Sebagian kecil pada skor 4 yang
memiliki persentase 18.87% dengan luasan 32.75 km².

62
Tabel 4. 25 Luas skor ketinggian Kota Makassar
Luas skor ketinggian Kota Makassar
No. Kecamatan Skor Total luas
1 2 3 4 5
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.00 0.00 18.78 17.78 36.565
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 0.00 0.18 1.56 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.000
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 0.00 0.09 2.56 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 0.00 0.10 2.40 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.00 0.00 4.32 18.48 22.792
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 0.00 0.04 2.77 2.807
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 0.00 2.18 13.50 15.676
9 Kec. Rappocini 0.00 0.00 0.00 0.25 10.68 10.927
10 Kec. Tallo 0.00 0.00 0.00 0.12 9.45 9.565
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.00 0.00 5.63 32.85 38.481
12 Kec. Tamalate 0.00 0.00 0.00 0.41 23.45 23.860
13 Kec. Ujung Pandang 0.00 0.00 0.00 0.25 2.40 2.655
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.00 0.00 0.02 1.32 1.342
15 Kec. Wajo 0.00 0.00 0.00 0.38 1.65 2.031
Total luas 0.00 0.00 0.00 32.75 140.85 173.602
Persentase 0.00 0.00 0.00 18.87 81.13 100.00

4. Tutupan lahan
Tutupan lahan akan mempengaruhi ancaman banjir suatu wilayah, tutupan
lahan akan berperan pada besarnya air limpasan hasil dari hujan yang telah
melebihi laju infiltrasi. Lahan yang banyak ditanami oleh vegetasi maka air hujan
akan banyak diinfiltrasi dan lebih banyak waktu yang ditempuh oleh limpasan
untuk sampai ke sungai sehingga kemungkinan ancaman banjir lebih kecil
daripada daerah yang tidak ditanami oleh vegetasi (Darmawan, dkk., 2017). Oleh
sebab itu, pemberian skor tertinggi (5) ditujukan untuk pemukiman, danau,
sungai, rawa dan tambak, karena pada lahan tersebut seluruh atau sebagian besar
air hujan yang jatuh akan langsung menjadi aliran permukaan dan mengalir ke
sungai sehingga dapat meningkatkan ancaman banjir. Sementara lahan-lahan
vegetasi, ancaman untuk terjadinya banjir akan semakin kecil sehingga pemberian
skor rendah (1).

63
Gambar 4. 12 Peta tutupan lahan Kota Makassar
Gambar 4.12 menunjukkan sebaran tutupan lahan di Kota Makassar.
Tutupan lahan yang berada di Kota Makassar seperti Kecamatan Tamalate
didominasi oleh wilayah kebun/ladang/sawah/taman. Hal ini cukup berbeda
dengan Kecamatan Tamalanrea yang sebagian besar wilayahnya merupakan area
danau/rawa/sungai/tambak. Sedangkan wilayah yang tutupan lahannya berupa
pemukiman terlihat menyebar di seluruh wilayah Kota Makassar, namun kawasan
permukiman padat penduduk terlihat pada seperti Kecamatan Makassar,
Panakkukang, Mamajang, Rappocini, Ujung Tanah, Ujung Pandang dan Mariso.
Hal itu karena Kecamatan tersebut merupakan pusat kota dan sekitarnya, sehingga
banyak penduduknya.
Sebaran tutupan lahan di Kota Makassar pada gambar 4.12 selanjutnya
dilakukan skoring sesuai dengan tabel 4.26.
Gambar 4.13 menunjukkan sebaran skor tutupan lahan di Kota Makassar.
Skor tutupan lahan di kota Makassar berada pada semua skor tutupan lahan.

64
Sebaran skor 5 menjadi wilayah dengan sebaran skor terbanyak diikuti dengan
skor 3 hingga skor 4 sebagai wilayah dengan skor terkecil di Kota Makassar.
Tabel 4. 26 Klasifikasi tutupan lahan
No. Tutupan lahan Skor
1 Pemukiman, sungai, danau, waduk, rawa (daerah cekungan) 5
2 Lahan terbuka 4
3 Sawah, tegalan, kebun 3
4 Semak, perbukitan 2
5 Hutan di pegunungan 1
Sumber: (Darmawan, dkk., 2017)

Gambar 4. 13 Peta skor tutupan lahan Kota Makassar


Tabel 4.27 menunjukkan persentase luas skor tutupan lahan Kota
Makassar. Persentase sebaran skor tutupan lahan berada pada semua skor.
Tutupan lahan didominasi pada skor 5 yang memiliki persentase 64.02% dengan
luas wilayah 112.45 km². Diikuti tutupan lahan dengan skor 3 memiliki persentase
18.34% dengan luas wilayah 32.22 km². Tutupan lahan dengan skor 2 memiliki

65
persentase 10.94% dengan luas wilayah 19.21 km². Tutupan lahan dengan skor 1
dan 2 memiliki persentase 3.61% dan 3.09% dengan luas 6.34 km² dan 5.43 km².

Tabel 4. 27 Luas skor tutupan lahan Kota Makassar


Luas skor tutupan lahan Kota Makassar
No. Kecamatan Skor Total luas
1 2 3 4 5
1 Kec. Biringkanaya 0.07 7.70 8.37 1.38 19.27 36.788
2 Kec. Bontoala 0.00 0.02 0.09 0.00 1.63 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.97 0.00 0.00 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.11 0.03 0.00 2.51 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.04 0.09 0.00 2.38 2.509
6 Kec. Manggala 0.19 4.33 8.94 0.85 8.63 22.936
7 Kec. Mariso 0.02 0.03 0.12 0.00 2.65 2.819
8 Kec. Panakkukang 1.64 1.19 0.59 0.01 12.24 15.678
9 Kec. Rappocini 0.00 0.51 1.13 0.21 9.12 10.964
10 Kec. Tallo 0.27 0.47 0.15 0.33 8.40 9.618
11 Kec. Tamalanrea 2.96 0.92 6.31 2.38 26.00 38.571
12 Kec. Tamalate 0.15 3.87 6.10 0.26 13.76 24.143
13 Kec. Ujung Pandang 0.07 0.01 0.20 0.00 2.56 2.846
14 Kec. Ujung Tanah 0.01 0.01 0.08 0.00 1.28 1.363
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 0.02 0.00 2.02 2.047
Total luas 6.34 19.21 32.22 5.43 112.45 175.641
Persentase 3.61 10.94 18.34 3.09 64.02 100.00

5. Kerapatan aliran sungai


Kerapatan aliran adalah panjang aliran sungai dibagi dengan luas DAS.
Semakin besar nilai kerapatan semakin baik sistem pengaliran (drainase) di daerah
tersebut. Artinya, semakin besar jumlah air larian total (semakin kecil infiltrasi)
dan semakin kecil air tanah yang tersimpan di daerah tersebut (Matondang, J.P.,
2013 dalam Darmawan, dkk., 2017). Lynsley (1975) dalam Darmawan, dkk
(2017) menyatakan jika nilai kerapatan aliran kurang dari 1 mile/mile² (0.62
km/km²), DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan
aliran lebih dari 5 mile/mile² (3.10 km/km²), DAS sering mengalami kekeringan.

66
Gambar 4. 14 Peta kerapatan aliran sungai Kota Makassar
Gambar 4.14 menunjukkan sebaran kerapatan aliran sungai di Kota
Makassar. Peta kerapatan aliran sungai dibuat berdasarkan peta DAS dari
Bappeda Kota Makassar dan panjang sungai dari BIG. Berdasarkan data Bappeda
Kota Makassar, seluruh wilayah Kota Makassar sendiri memiliki 4 DAS yaitu,
DAS Bone Tanjore, Jeneberang, Jongaya dan Tallo. Seluruh wilayah kecamatan
di Kota Makassar memiliki kerapatan aliran sungai <0.62 km/km².
Sebaran kerapatan aliran sungai di Kota Makassar pada gambar 4.14
selanjutnya dilakukan skoring sesuai dengan tabel 4.28.
Tabel 4. 28 Klasifikasi kerapatan aliran sungai
No. Kerapatan aliran sungai (km/km²) Skor
1 <0,62 5
2 0,62 – 1,44 4
3 1,45 – 2,27 3
4 2,28 – 3,1 2
5 >3,1 1
Sumber: (Darmawan, dkk., 2017)

67
Gambar 4. 15 Peta skor kerapatan aliran sungai Kota Makassar
Gambar 4.15 menunjukkan sebaran skor kerapatan aliran sungai di Kota
Makassar. Skor kerapatan aliran sungai berada pada skor 5. Berdasarkan gambar
4.14 dan tabel 4.28, Kota Makassar memiliki sistem pengaliran yang terburuk
sehingga memiliki skor tertinggi.
Tabel 4.29 menunjukkan persentase luas skor kerapatan aliran sungai Kota
Makassar. Persentase sebaran skor kerapatan aliran sungai berada pada skor
tertinggi yaitu 5. Skor tersebut memiliki persentase 100% dengan luas wilayah
174.47 km².
Tabel 4. 29 Luas skor kerapatan aliran sungai Kota Makassar
Luas skor kerapatan aliran sungai Kota
No Makassar Total
Kecamatan
. Skor luas
1 2 3 4 5
Kec.
1 0.00 0.00 0.00 0.00 36.78 36.782
Biringkanaya
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 0.00 0.00 1.74 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.000
68
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 0.00 0.00 2.65 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 0.00 0.00 2.51 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.00 0.00 0.00 22.91 22.915
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 0.00 0.00 2.82 2.819
Kec.
8 0.00 0.00 0.00 0.00 15.68 15.676
Panakkukang
9 Kec. Rappocini 0.00 0.00 0.00 0.00 10.96 10.963
10 Kec. Tallo 0.00 0.00 0.00 0.00 9.62 9.615
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.00 0.00 0.00 38.57 38.571
12 Kec. Tamalate 0.00 0.00 0.00 0.00 24.14 24.136
Kec. Ujung
13 0.00 0.00 0.00 0.00 2.68 2.683
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.00 0.00 0.00 1.36 1.363
15 Kec. Wajo 0.00 0.00 0.00 0.00 2.05 2.047
Total luas 0.00 0.00 0.00 0.00 174.47 174.470
Persentase 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00

6. Pembobotan parameter statis


Sebagai parameter tetap atau tidak berubah, parameter dinamis dapat
digunakan sebagai parameter banjir. Dikarenakan sifatnya yang tidak berubah,
maka untuk menentukan batasnya dalam mempengaruhi banjir dilihat dari
seberapa dominan kondisi yang dimiliki tiap parameter dinamis di Kota Makassar.
Berdasarkan hasil skor parameter statis yaitu jenis tanah, kemiringan
lereng, ketinggian/elevasi, tutupan lahan dan kerapatan aliran sungai selanjutnya
dilakukanlah proses perhitungan total skor parameter statis. Proses ini dilakukan
dengan mengalikan skor-skor parameter statis dengan bobot masing-masing
parameter statis. Berikut merupakan bobot parameter statis:
Tabel 4.30 menunjukkan bobot dan batas parameter statis Kota Makassar.
Total skor tertinggi digunakan untuk mengetahui seberapa jauh batas dengan skor
tertingginya. Skor dominan parameter statis adalah skor tertinggi dari setiap
parameter statis kecuali jenis tanah. Hal ini menunjukkan bahwa dari parameter
statis sendiri sangat mendukung terjadinya kejadian banjir. Batas parameter statis
pemicu banjir di Kota Makassar adalah lebih dari atau sama dengan 3.755.

69
Tabel 4. 30 Bobot dan batas parameter statis
Total
Skor Skor Total skor
Parameter Bobot skor
dominan tertinggi tertinggi
batas
Jenis tanah 5 9 0.125 0.625 1.125
Kemiringan
5 5 0.167 0.835 0.835
lereng
Ketinggian 5 5 0.167 0.835 0.835
Tutupan lahan 5 5 0.125 0.625 0.625
Kerapatan aliran
5 5 0.167 0.835 0.835
sungai
Total 3.755 4.255

Gambar 4. 16 Peta total skor parameter statis Kota Makassar


Gambar 4.16 menunjukkan sebaran total skor parameter statis Kota
Makassar. Peta ini dibuat dengan overlay semua parameter statis dengan bobot
masing-masing parameter statis. Sebaran total skor parameter statis yang lebih
dari atau sama dengan total skor batas (3.755) lebih besar dari yang kurang dari
total skor batas. Sebaran total skor yang melebihi batas tersebar di tengah Kota
70
Makassar dan yang kurang dari batas, banyak berada di Kecamatan Biringkanaya,
Manggala dan Tamalate.
Tabel 4. 31 Luas total skor parameter statis Kota Makassar
Luas total skor parameter statis
Kota Makassar
No. Kecamatan Total luas
Skor
<3.755 >=3.755
1 Kec. Biringkanaya 18.06 18.80 36.866
2 Kec. Bontoala 0.28 1.46 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.97 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.23 2.42 2.654
5 Kec. Mamajang 0.23 2.28 2.509
6 Kec. Manggala 13.65 9.31 22.966
7 Kec. Mariso 0.22 2.60 2.819
8 Kec. Panakkukang 4.15 11.54 15.690
9 Kec. Rappocini 2.11 8.86 10.964
10 Kec. Tallo 1.34 8.28 9.618
11 Kec. Tamalanrea 9.77 28.82 38.586
12 Kec. Tamalate 10.72 13.42 24.143
13 Kec. Ujung Pandang 0.64 2.21 2.846
14 Kec. Ujung Tanah 0.14 1.23 1.365
15 Kec. Wajo 0.44 1.61 2.049
Total luas 62.93 112.85 175.781
Persentase 35.80 64.20 100.00

Tabel 4.31 menunjukkan luas sebaran total skor parameter statis Kota
Makassar. Total skor parameter statis yang lebih dari atau sama dengan 3.755
memiliki persentase 64.20% dengan luas 112.85 km² dan Kecamatan Tamalanrea
yang terluas dengan luas 28.82 km². Sedangkan total skor parameter statis yang
kurang dari 3.755 memiliki persentase 35.80% dengan luas 62.93 km² dan
Kecamatan Biringkanaya yang terluas dengan luas 18.06 km². Hal ini
menunjukkan bahwa Kota Makassar memiliki ancaman banjir yang tinggi.
4.2.3. Peta rata-rata ancaman banjir dasarian Kota Makassar
Peta ancaman banjir dihasilkan menggunakan metode overlay berbobot
dengan bobot yang telah ditentukan. Curah hujan memiliki bobot terbesar karena

71
merupakan parameter dinamis atau yang selalu berubah yaitu sebesar 0.25. Bobot
terendah berada pada parameter jenis tanah dan tutupan lahan dengan bobot 0.125.
Tabel 4.32 adalah bobot dari seluruh parameter banjir.
Tabel 4. 32 Bobot parameter banjir
Parameter banjir Bobot
Curah hujan 0.25
Jenis tanah 0.125
Kemiringan lereng 0.167
Ketinggian/elevasi 0.167
Tutupan lahan 0.125
Kerapatan aliran sungai 0.167

Berdasarkan bobot dan batas dari parameter dinamis dan statis yang
selanjutnya digabung menjadi parameter banjir, ditentukanlah kelas interval
tingkat ancaman banjir Kota Makassar. Penentuan kelas interval tingkat ancaman
banjir didasarkan pada total skor terendah dan tertinggi.
Tabel 4. 33 Total skor terendah dan skor tertinggi parameter banjir
Skor Skor Total skor Total skor
Parameter Bobot
terendah tertinggi terendah tertinggi
Curah hujan 1 6 0.25 0.25 1.5
Jenis tanah 1 9 0.125 0.125 1.125
Kemiringan lereng 1 5 0.167 0.167 0.835
Ketinggian 1 5 0.167 0.167 0.835
Tutupan lahan 1 5 0.125 0.125 0.625
Kerapatan aliran
1 5 0.167 0.167 0.835
sungai
Total 1.000 5.755

Tabel 4.33 menunjukkan total skor terendah dan skor tertinggi parameter
banjir Kota Makassar. Berikut persamaan yang digunakan untuk penentuan kelas
interval tingkat ancaman banjir (Kingma, 1991 dalam Wismarini & Sukur, 2015):
= (4.1)

Keterangan :
: Kelas Interval : Total skor batas
: Total skor tertinggi K : Kelas yang diinginkan (4)

72
Dalam penelitian ini, kelas/tingkat ancaman banjir yang diinginkan ada 4.
Tingkat ancaman banjir dari ancaman terendah hingga tertinggi yang dibuat
adalah aman, waspada, siaga dan awas. Berdasarkan persamaan 4.1, didapatkan
kelas interval sebesar 1.18875. Berikut adalah tingkatan ancaman banjir Kota
Makassar berdasarkan total skor parameter banjir:
Tabel 4. 34 Rentang tingkatan ancaman banjir Kota Makassar
Tingkatan banjir Rentang total skor
Aman <2.18875
Waspada 2.18875 – 3.3774
Siaga 3.3775 – 4.56624
Awas ≥4.56625

Tabel 4.34 menunjukkan rentang total skor untuk tingkatan ancaman


banjir Kota Makassar. Tingkat aman banjir berada pada total skor kurang dari
2.18875, tingkat waspada banjir pada 2.18875 hingga 3.3774, tingkat siaga banjir
pada 3.3775 hingga 4.56624 dan tingkat awas banjir pada lebih dari atau sama
dengan 4.56625. Rentang ini digunakan untuk menentukan tingkatan ancaman
banjir di Kota Makassar dengan metode overlay berbobot.
Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan tingkat ancaman banjir yang
dihasilkan dengan ambang batas banjir di Kota Makassar. Dilihat dari ambang
batas parameter dinamis (curah hujan harian berturut-turut) yaitu 24 mm masuk
ke skor 3 (bobot 0.25). Ambang batas parameter dinamis dihasilkan total skor
sebesar 0.75. Batas parameter statis diambil dari keadaan dominan setiap
parameter. skor dominan jenis tanah 5 (bobot 0.125), kemiringan lereng 5 (bobot
0.167) , ketinggian 5 (bobot 0.167), tutupan lahan 5 (bobot 0.125) dan kerapatan
aliran sungai 5 (bobot 0.167). Berdasarkan kondisi dominan parameter statis
dihasilkan total skor 3.755. Ketika parameter dinamis dan statis digabungkan
maka total skor untuk ambang batas banjir di Kota Makassar adalah 4.505. Total
skor ambang batas banjir masuk ke tingkat siaga banjir bagian atas, yang artinya
tingkat ancaman banjir yang dihasilkan dapat mewakili ambang batas banjir.
Gambar 4.17 menunjukkan sebaran tingkat ancaman banjir dasarian Kota
Makassar pada musim hujan. Peta ini dibuat dengan overlay semua parameter
73
banjir dengan pemberian bobot pada masing-masing parameter. Tingkat banjir
dasarian di Kota Makassar pada musim hujan didominasi tingkat siaga banjir.

Gambar 4. 17 Peta ancaman banjir dasarian Kota Makassar pada musim


hujan
Tabel 4.35 menunjukkan Luas sebaran tingkatan ancaman banjir dasarian
Kota Makassar pada musim hujan. Tingkat aman banjir dasarian Kota Makassar
pada musim hujan memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km² dan
Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada
banjir dasarian Kota Makassar pada musim hujan memiliki persentase 0.45%
dengan luas 0.78 km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas dengan luas 0.25
km². Tingkat siaga banjir dasarian Kota Makassar pada musim hujan memiliki
persentase 83.50% dengan luas 146.78 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang
terluas dengan luas 28.89 km². Tingkat awas banjir dasarian Kota Makassar pada
musim hujan memiliki persentase 15.45% dengan luas 27.16 km² dan Kecamatan
Biringkanaya yang terluas dengan luas 11.31 km².

74
Tabel 4. 35 Luas sebaran tingkat ancaman banjir Kota Makassar
Luas tingkat ancaman banjir
dasarian Total
No. Kecamatan
Kota Makassar pada musim hujan luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 25.36 11.31 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.60 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.89 9.58 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.25 23.90 0.00 24.143
13 Kec. Ujung Pandang 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.78 146.78 27.16 175.781
Persentase 0.60 0.45 83.50 15.45 100.00

4.2.4. Peta ancaman banjir dasarian Kota Makassar


Berdasarkan data curah hujan tahun 2000 – 2019 dibuatlah peta ancaman
banjir dasarian Kota Makassar. Peta ancaman banjir dasarian ini hanya dibuat
pada musim hujan saja, karena ancaman terjadinya banjir yang tinggi pada saat
musim hujan. Penentuan waktu musim hujan dapat dilihat pada gambar 4.1.
Berdasarkan rata-rata jumlah curah hujan dasarian, maka waktu musim hujan
jatuh pada dasarian 33 (November Dasarian 3) hingga dasarian 11 (April dasarian
2). Dalam rentang inilah peta ancaman banjir dasarian Kota Makassar akan dibuat.
Gambar 4.18 menunjukkan sebaran ancaman banjir Kota Makassar pada
Bulan November Dasarian 2 dan 3. Secara umum pada Bulan November Dasarian
2 di Kota Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase 0.62% dengan luas
1.08 km² dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat
waspada banjir memiliki persentase 0.48% dengan luas 0.84 km² dan Kecamatan
75
Tamalate yang terluas dengan luas 0.27 km². Tingkat siaga banjir memiliki
persentase 95.98% dengan luas 168.71 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang
terluas dengan luas 38.42 km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 2.93%
dengan luas 5.15 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang terluas dengan luas 4.76
km². Secara umum pada Bulan November Dasarian 1 di Kota Makassar, tingkat
aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km² dan Kecamatan
Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada banjir memiliki
persentase 0.46% dengan luas 0.80 km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas
dengan luas 0.27 km². Tingkat siaga banjir memiliki persentase 84.43% dengan
luas 148.41 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 28.89 km².
Tingkat awas banjir memiliki persentase 14.51% dengan luas 25.51 km² dan
Kecamatan Biringkanaya yang terluas dengan luas 11.64 km². Luas sebaran
tingkat ancaman banjir per kecamatan di Kota Makassar pada Bulan November
Dasarian 2 dan 3 dapat dilihat di lampiran 6 dan 7.

Gambar 4. 18 Peta ancaman banjir Kota Makassar November dasarian 2


dan 3

76
Gambar 4. 19 Peta ancaman banjir Kota Makassar Desember dasarian 1 dan
2
Gambar 4.19 menunjukkan sebaran ancaman banjir Kota Makassar pada
Bulan Desember Dasarian 1 dan 2. Secara umum, Bulan Desember Dasarian 1 di
Kota Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06
km² dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat
waspada banjir memiliki persentase 0.45% dengan luas 0.79 km² dan Kecamatan
Tamalate yang terluas dengan luas 0.26 km². Tingkat siaga banjir memiliki
persentase 88.75% dengan luas 156.00 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang
terluas dengan luas 33.57 km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 10.20%
dengan luas 17.93 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 8.56
km². Secara umum, Bulan Desember Dasarian 2 di Kota Makassar, tingkat aman
banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km² dan Kecamatan
Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada banjir memiliki
persentase 0.46% dengan luas 0.80 km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas
dengan luas 0.27 km². Tingkat siaga banjir memiliki persentase 86.89% dengan

77
luas 152.74 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang terluas dengan luas 31.16
km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 12.06% dengan luas 21.18 km² dan
Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 9.39 km². Luas sebaran tingkat
ancaman banjir kecamatan lainnya dapat dilihat di lampiran 9 dan 10.

Gambar 4. 20 Peta ancaman banjir Kota Makassar Desember dasarian 3 dan


Januari dasarian 1
Gambar 4.20 menunjukkan sebaran ancaman banjir Kota Makassar pada
Bulan Desember Dasarian 3 dan Januari Dasarian 1. Secara umum, Bulan
Desember Dasarian 3 di Kota Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase
0.60% dengan luas 1.06 km² dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan
luas 0.96 km². Tingkat waspada banjir memiliki persentase 0.45% dengan luas
0.78 km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas dengan luas 0.25 km². Tingkat
siaga banjir memiliki persentase 83.31% dengan luas 146.44 km² dan Kecamatan
Tamalanrea yang terluas dengan luas 28.89 km². Tingkat awas banjir memiliki
persentase 15.64% dengan luas 27.49 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang
terluas dengan luas 11.64 km². Secara umum, Bulan Januari Dasarian 1 di Kota

78
Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km²
dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada
banjir memiliki persentase 0.44% dengan luas 0.78 km² dan Kecamatan Tamalate
yang terluas dengan luas 0.25 km². Tingkat siaga banjir memiliki persentase
84.70% dengan luas 148.89 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan
luas 28.89 km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 14.25% dengan luas
25.06 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 9.58 km². Luas
sebaran tingkat ancaman banjir per kecamatan di Kota Makassar pada Bulan
Desember Dasarian 3 dan Januari Dasarian 1 dapat dilihat di lampiran 12 dan 13.

Gambar 4. 21 Peta ancaman banjir Kota Makassar Januari dasarian 2 dan 3


Gambar 4.21 menunjukkan sebaran ancaman banjir Kota Makassar pada
Bulan Januari Dasarian 2 dan 3. Secara umum pada Bulan Januari Dasarian 2 di
Kota Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06
km² dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat
waspada banjir memiliki persentase 0.45% dengan luas 0.78 km² dan Kecamatan
Tamalate yang terluas dengan luas 0.25 km². Tingkat siaga banjir memiliki
79
persentase 83.31% dengan luas 146.44 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang
terluas dengan luas 28.89 km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 15.64%
dengan luas 27.49 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang terluas dengan luas
11.64 km². Secara umum pada Bulan Januari Dasarian 3 di Kota Makassar,
tingkat aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km² dan
Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada
banjir memiliki persentase 0.45% dengan luas 0.79 km² dan Kecamatan Tamalate
yang terluas dengan luas 0.25 km². Tingkat siaga banjir memiliki persentase
85.45% dengan luas 150.21 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan
luas 28.89 km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 13.49% dengan luas
23.72 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 9.58 km². Luas
sebaran tingkat ancaman banjir per kecamatan di Kota Makassar pada Bulan
Januari Dasarian 2 dan 3 dapat dilihat di lampiran 15 dan 16.

Gambar 4. 22 Peta ancaman banjir Kota Makassar Februari dasarian 1 dan


2

80
Gambar 4.22 menunjukkan sebaran ancaman banjir Kota Makassar pada
Bulan Februari Dasarian 1 dan 2. Secara umum pada Bulan Februari Dasarian 1 di
Kota Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06
km² dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat
waspada banjir memiliki persentase 0.45% dengan luas 0.79 km² dan Kecamatan
Tamalate yang terluas dengan luas 0.25 km². Tingkat siaga banjir memiliki
persentase 82.41% dengan luas 144.85 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang
terluas dengan luas 28.89 km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 16.54%
dengan luas 29.08 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 9.58
km². Secara umum pada Bulan Februari Dasarian 2 di Kota Makassar, tingkat
aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km² dan Kecamatan
Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada banjir memiliki
persentase 0.45% dengan luas 0.80 km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas
dengan luas 0.27 km². Tingkat siaga banjir memiliki persentase 85.36% dengan
luas 150.05 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 28.89 km².
Tingkat awas banjir memiliki persentase 13.58% dengan luas 23.88 km² dan
Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 9.58 km². Luas sebaran tingkat
ancaman banjir per kecamatan di Kota Makassar pada Bulan Februari Dasarian 1
dan 2 dapat dilihat di lampiran 17 dan 18.
Gambar 4.23 menunjukkan sebaran ancaman banjir Kota Makassar pada
Bulan Februari Dasarian 3 dan Maret Dasarian 1. Secara umum pada Bulan
Februari Dasarian 3 di Kota Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase
0.60% dengan luas 1.06 km² dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan
luas 0.96 km². Tingkat waspada banjir memiliki persentase 0.46% dengan luas
0.80 km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas dengan luas 0.27 km². Tingkat
siaga banjir memiliki persentase 86.07% dengan luas 151.29 km² dan Kecamatan
Tamalanrea yang terluas dengan luas 28.99 km². Tingkat awas banjir memiliki
persentase 12.88% dengan luas 22.64 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang
terluas dengan luas 9.48 km². Secara umum pada Bulan Maret Dasarian 1 di Kota
Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km²
dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada
81
banjir memiliki persentase 0.45% dengan luas 0.79 km² dan Kecamatan Tamalate
yang terluas dengan luas 0.26 km². Tingkat siaga banjir memiliki persentase
86.13% dengan luas 151.41 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang terluas
dengan luas 29.90 km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 12.81% dengan
luas 22.53 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 9.48 km².
Luas sebaran tingkat ancaman banjir per kecamatan di Kota Makassar pada Bulan
Februari Dasarian 3 dan Maret Dasarian 1 dapat dilihat di lampiran 20 dan 21.

Gambar 4. 23 Peta ancaman banjir Kota Makassar Februari dasarian 3 dan


Maret dasarian 1
Gambar 4.24 menunjukkan sebaran ancaman banjir Kota Makassar pada
Bulan Maret Dasarian 2 dan 3. Secara umum pada Bulan Maret Dasarian 2 di
Kota Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06
km² dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat
waspada banjir memiliki persentase 0.46% dengan luas 0.80 km² dan Kecamatan
Tamalate yang terluas dengan luas 0.26 km². Tingkat siaga banjir memiliki
persentase 90.97% dengan luas 159.90 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang

82
terluas dengan luas 35.72 km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 7.97%
dengan luas 14.02 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 6.80
km². Secara umum pada Bulan Maret Dasarian 3 di Kota Makassar, tingkat aman
banjir memiliki persentase 0.62% dengan luas 1.08 km² dan Kecamatan
Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada banjir memiliki
persentase 0.44% dengan luas 0.77 km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas
dengan luas 0.25 km². Tingkat siaga banjir memiliki persentase 89.03% dengan
luas 156.50 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang terluas dengan luas 33.49
km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 9.91% dengan luas 17.42 km² dan
Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 7.97 km². Luas sebaran tingkat
ancaman banjir per kecamatan di Kota Makassar pada Bulan Maret Dasarian 2
dan 3 dapat dilihat di lampiran 23 dan 24.

Gambar 4. 24 Peta ancaman banjir Kota Makassar Maret dasarian 2 dan 3


Gambar 4.25 menunjukkan sebaran ancaman banjir Kota Makassar pada
Bulan April Dasarian 1 dan 2. Secara umum pada Bulan April Dasarian 1 di Kota
Makassar, tingkat aman banjir memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km²
83
dan Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada
banjir memiliki persentase 0.46% dengan luas 0.81 km² dan Kecamatan Tamalate
yang terluas dengan luas 0.26 km². Tingkat siaga banjir memiliki persentase
93.03% dengan luas 163.53 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang terluas
dengan luas 36.43 km². Tingkat awas banjir memiliki persentase 5.91% dengan
luas 10.39 km² dan Kecamatan Manggala yang terluas dengan luas 4.65 km².
Secara umum pada Bulan April Dasarian 2 di Kota Makassar, tingkat aman banjir
memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km² dan Kecamatan Sangkarrang
yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada banjir memiliki persentase
0.45% dengan luas 0.80 km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas dengan luas
0.27 km². Tingkat siaga banjir memiliki persentase 83.30% dengan luas 146.43
km² dan Kecamatan Tamalanrea yang terluas dengan luas 28.89 km². Tingkat
awas banjir memiliki persentase 15.64% dengan luas 27.49 km² dan Kecamatan
Biringkanaya yang terluas dengan luas 11.64 km². Luas sebaran tingkat ancaman
banjir per kecamatan di Kota Makassar pada Bulan April Dasarian 1 dan 2 dapat
dilihat di lampiran 26 dan 27.

Gambar 4. 25 Peta ancaman banjir Kota Makassar April dasarian 1 dan 2


84
4.3. Pembahasan dan Analisis Penyebaran Ancaman Banjir Kota

Makassar

Berdasarkan hasil analisis ambang batas dan hasil analisis parameter banjir
di Kota Makassar maka dilakukan pembahasan sebagai berikut:
4.3.1. Pembahasan Ambang Batas Curah Hujan Penyebab Banjir di Kota
Makassar
Ambang batas rata-rata curah hujan harian berturut-turut 10 harian dengan
metode critical cross section identification didapatkan nilai sebesar 24 mm.
Artinya kejadian banjir di Kota Makassar akan terjadi jika hujan berturut-turut
dalam rentang 10 hari memiliki rata-rata curah hujan harian berturut-turut lebih
dari atau sama dengan 24 mm. Ambang batas curah hujan yang dihasilkan masuk
ke klasifikasi hujan sedang bukan ke klasifikasi hujan ekstrem. Hal ini
dikarenakan pemicu kejadian banjir di Kota Makassar juga dikarenakan faktor
lain (parameter statis). Dilihat dari hasil analisis parameter statis terlihat bahwa
seluruh parameter statis menghasilkan skor dominan/terbanyak di Kota Makassar
yang sama dengan skor tertinggi di masing-masing parameter statis kecuali jenis
tanah. Artinya berdasarkan parameter statis saja, kejadian banjir memiliki
ancaman yang tinggi dan hanya butuh sedikit dorongan dari faktor lain (parameter
dinamis) untuk menyebabkan banjir di Kota Makassar. Untuk itulah ambang batas
curah hujan yang dihasilkan sebagai parameter dinamis hanya masuk klasifikasi
hujan sedang.
Ambang batas curah hujan berturut-turut dalam rentang 10 hari sebelum
kejadian banjir yang dihasilkan dibuat menjadi tingkat ancaman banjir. Tingkat
aman banjir berada kurang dari 24 mm. Tingkat waspada banjir berada pada
rentang 24 hingga 61 mm. Tingkat siaga banjir berada pada rentang 61 hingga 97
mm. Tingkat awas banjir terjadi saat lebih dari atau sama dengan 97 mm.
Gambar 4.26 menunjukkan perbandingan evaluasi tingkat ancaman banjir
berdasarkan curah hujan Kota Makassar. Dibanding tingkat lainnya, tingkat aman
banjir memiliki evaluasi terbaik. Tingkat aman banjir memiliki nilai POD terbesar
yaitu 1, memiliki nilai POFD dan FAR terkecil yaitu 0.
85
Gambar 4. 26 Evaluasi tingkat ancaman banjir Kota Makassar
Berdasarkan nilai POD dan POFD, urutan evaluasi terbaik dimulai dari
tingkat aman, waspada, siaga dan awas. Nilai POD dari tingkat aman hingga awas
tersebut adalah 1; 1; 0.6 dan 0.4. Nilai POFD dari tingkat aman hingga awas
tersebut adalah 0; 1; 1 dan 1. Nilai POD yang semakin kecil ini dikarenakan
jumlah curah hujan yang masuk ke tingkat siaga dan awas semakin sedikit. Curah
hujan yang semakin sedikit pada tingkat siaga dan awas dikarenakan untuk masuk
ke tingkat siaga dan awas harus memiliki curah hujan yang tinggi dan curah hujan
yang tinggi memiliki intensitas yang rendah.
Secara umum tingkat waspada hingga awas banjir memiliki nilai FAR
yang tinggi. Nilai FAR berada pada rentang 0.97212 – 0.99429 dengan tingkat
awas dengan nilai FAR paling kecil dibanding tingkat waspada dan siaga. Nilai
FAR yang tinggi ini selain disebabkan peringatan salah yang tinggi juga
disebabkan oleh jumlah kejadian banjir dalam 20 tahun yang sedikit yaitu 19
kejadian dari semua pos pengamatan. FAR dihasilkan dari perbandingan
peringatan salah dengan seluruh peringatan. Nilai seluruh peringatan merupakan
jumlah peringatan benar dan peringatan salah. Peringatan benar didapatkan ketika
terjadi peringatan pada waktu kejadian banjir (hits). Hal itulah yang menyebabkan
nilai FAR yang tinggi.

86
4.3.2. Pembahasan penyebaran Ancaman Banjir di Kota Makassar
Ancaman banjir Kota Makassar sangat didukung dengan kondisi
parameter statis. Masing-masing parameter statis yang dominan di Kota Makassar
memiliki skor yang tinggi. Skor tinggi tersebut antara lain jenis tanah dengan skor
5 (skor tertinggi 9 dengan bobot 0.125), kemiringan lereng 5 (skor tertinggi 5
dengan bobot 0.167), ketinggian 5 (skor tertinggi 5 dengan bobot 0.167), tutupan
lahan 5 (skor tertinggi 5 dengan bobot 0.125) dan kerapatan aliran sungai 5 (skor
tertinggi 5 dengan bobot 0.167). Hampir semua skor dominan parameter statis di
Kota Makassar merupakan skor tertingginya, kecuali jenis tanah dan perlu
diperhatikan bahwa jenis tanah memiliki bobot yang kecil dibanding parameter
lain. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dari parameter statis saja, ancaman
banjir di Kota Makassar sudah tinggi.
Ancaman banjir Kota Makassar hanya membutuhkan sedikit pengaruh dari
parameter dinamis untuk menimbulkan banjir. Hal tersebut karena dari parameter
statis saja sudah memiliki ancaman banjir yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
batas curah hujan harian berturut-turut hanya 24 mm dan jika nilai tersebut
dilakukan skoring maka akan masuk skor 3. Hal tersebut sesuai dengan kondisi
dominan dari parameter dinamis (curah hujan harian berturut-turut dasarian yang
memiliki skor 3 (skor tertinggi 6 dengan bobot 0.25) pada peta curah hujan harian
berturut-turut dasarian. Sehingga banjir di Kota Makassar hanya memerlukan
sedikit pengaruh dari parameter dinamis untuk mengakibatkan banjir.
Secara umum tingkat ancaman banjir dasarian di Kota Makassar pada
musim hujan didominasi tingkat siaga banjir. Hal ini dikarenakan parameter statis
yang memiliki total skor yang tinggi, sehingga hanya membutuhkan sedikit skor
dari parameter dinamis untuk masuk ke tingkat siaga banjir. Seperti penjelasan
sebelumnya yang menyebutkan bahwa hampir semua parameter statis yang
dominan di Kota Makassar memiliki skor tertinggi kecuali jenis tanah. Parameter
statis saja sudah memiliki tingkat ancaman banjir yang tinggi, sehingga hanya
membutuhkan sedikit faktor luar (parameter dinamis) untuk menimbulkan banjir.
Oleh karena itulah saat parameter statis (jenis tanah, kemiringan lereng,
ketinggian/elevasi, tutupan lahan dan kerapatan aliran sungai) digabungkan
87
dengan parameter dinamis (curah hujan harian berturut-turut) maka menimbulkan
ancaman banjir yang tinggi atau ke tingkat siaga banjir.

Gambar 4. 27 Persentase rata-rata tingkat ancaman banjir dasarian pada


musim hujan Kota Makassar
Gambar 4.27 menunjukkan persentase rata-rata tingkat ancaman banjir
dasarian pada musim hujan Kota Makassar. Tingkat aman banjir dasarian Kota
Makassar pada musim hujan memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km² dan
Kecamatan Sangkarrang yang terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada
banjir dasarian Kota Makassar pada musim hujan memiliki persentase 0.45%
dengan luas 0.78 km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas dengan luas 0.25
km². Tingkat siaga banjir dasarian Kota Makassar pada musim hujan memiliki
persentase 83.50% dengan luas 146.78 km² dan Kecamatan Tamalanrea yang
terluas dengan luas 28.89 km². Tingkat awas banjir dasarian Kota Makassar pada
musim hujan memiliki persentase 15.45% dengan luas 27.16 km² dan Kecamatan
Biringkanaya yang terluas dengan luas 11.31 km².
Gambar 4.28 menunjukkan persentase tingkat ancaman banjir dasarian
pada musim hujan Kota Makassar. Luasan tingkat aman banjir hampir sama tiap
dasariannya yang memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km². Kecamatan
terluas dengan tingkat aman banjir adalah Kecamatan Sangkarrang dan Ujung
Pandang dengan luas masing-masing 0.96 dan 0.10 km². Luasan tingkat waspada
88
banjir hampir sama tiap dasariannya yang memiliki persentase 0.45% dengan luas
0.78 km². Kecamatan terluas dengan tingkat waspada banjir adalah Kecamatan
Tamalate dengan luas 0.25 km² diikuti Kecamatan Biringkanaya dengan luas 0.19
km² hingga Kecamatan Wajo dengan luas 0.01 km². Tingkat siaga banjir paling
luas terdapat pada Bulan November Dasarian 2 yang memiliki persentase 95.98%
dengan luas 168.71 km². Kecamatan terluas dengan tingkat siaga banjir adalah
Kecamatan Tamalanrea dengan luas 38.42 km² diikuti dengan Kecamatan
Biringkanaya dengan luas 31.90 km² hingga Kecamatan Ujung Tanah dengan luas
1.35 km². Tingkat awas banjir paling luas berada pada Bulan Februari Dasarian 1
yang memiliki persentase 16.54% dengan luas 29.08 km². Kecamatan terluas
dengan tingkat awas banjir adalah Kecamatan Tamalanrea dengan luas 9.58 km²
diikuti Kecamatan Biringkanaya dengan luas 7.87 km² hingga Kecamatan
Bontoala dengan luas 0.63 km². Hal ini menunjukkan Bulan Februari Dasarian 1
memiliki ancaman banjir paling tinggi pada musim hujan.

Gambar 4. 28 Persentase tingkat ancaman banjir dasarian pada musim


hujan Kota Makassar

89
BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas maka diperoleh


kesimpulan sebagai berikut:
1. Ambang batas curah hujan harian berturut-turut rentang 10 hari pemicu
banjir di Kota Makassar adalah 24 mm. Artinya banjir akan terjadi saat
terjadi curah hujan berturut-turut 10 hari sebelumnya sebesar lebih dari
atau sama dengan 24 mm. Tingkat aman banjir berdasarkan ambang batas
curah hujan ini memiliki evaluasi yang terbaik dengan nilai hit rate atau
Probability of detection (POD) adalah 1. Secara umum tingkat waspada,
siaga dan awas banjir memiliki nilai false alarm rasio (FAR) yang tinggi.
Hal ini dikarenakan untuk mencari nilai FAR, diperlukan jumlah kejadian
banjir yang terdeteksi ambang batas sebagai penyebut, karena jumlah
kejadian banjirnya sedikit maka nilai FAR tinggi.
2. Secara umum, rata-rata tingkat ancaman banjir dasarian di Kota Makassar
pada musim hujan didominasi tingkat siaga banjir lalu diikuti awas banjir.
Tingkat aman banjir dasarian Kota Makassar pada musim hujan memiliki
persentase 0.60% dengan luas 1.06 km² dan Kecamatan Sangkarrang yang
terluas dengan luas 0.96 km². Tingkat waspada banjir dasarian Kota
Makassar pada musim hujan memiliki persentase 0.45% dengan luas 0.78
km² dan Kecamatan Tamalate yang terluas dengan luas 0.25 km². Tingkat
siaga banjir dasarian Kota Makassar pada musim hujan memiliki
persentase 83.50% dengan luas 146.78 km² dan Kecamatan Tamalanrea
yang terluas dengan luas 28.89 km². Tingkat awas banjir dasarian Kota
Makassar pada musim hujan memiliki persentase 15.45% dengan luas
27.16 km² dan Kecamatan Biringkanaya yang terluas dengan luas 11.31
km².

90
3. Dibanding bulan lainnya, Bulan Februari Dasarian 1 memiliki ancaman
banjir paling tinggi. Tingkat aman banjir hampir sama tiap dasariannya
yang memiliki persentase 0.60% dengan luas 1.06 km² dan Kecamatan
terluas adalah Kecamatan Sangkarrang dengan luas 0.96 km². Tingkat
waspada banjir hampir sama tiap dasariannya yang memiliki persentase
0.45% dengan luas 0.78 km² dan Kecamatan terluas adalah Kecamatan
Tamalate dengan luas 0.25 km². Tingkat siaga banjir paling luas terdapat
pada Bulan November Dasarian 2 yang memiliki persentase 95.98%
dengan luas 168.71 km² dan Kecamatan terluas adalah Kecamatan
Tamalanrea dengan luas 38.42 km². Tingkat awas banjir paling luas berada
pada Bulan Februari Dasarian 1 yang memiliki persentase 16.54% dengan
luas 29.08 km² dan Kecamatan terluas adalah Kecamatan Tamalanrea
dengan luas 9.58 km². Hal ini menunjukkan Bulan Februari Dasarian 1
memiliki ancaman banjir paling tinggi pada musim hujan.
5.2. SARAN

Penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk memperbaiki


kekurangan yang ada, penulis memberikan saran kepada peneliti lain yang
berkenan melanjutkan penelitian ini.
1. Resolusi spasial untuk perhitungan persamaan ambang batas curah hujan
pemicu banjir pada penelitian ini hanya sebatas wilayah administrasi
karena terbatasnya data kejadian banjir (2000—2019) dari BNPB yang
hanya memuat kecamatan. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang
terbaik, sebaiknya menggunakan data kejadian banjir sampai ke tingkat
desa/kelurahan sehingga ambang batas curah hujan pemicu banjir akan
lebih tepat.
2. Perhitungan ambang batas curah hujan pemicu banjir dengan metode
metode critical cross section identification pada penelitian ini hanya
menggunakan rentang waktu 10 hari sebelum kejadian banjir. Diharapkan
nantinya dapat ditambah variasi rentang waktunya untuk menentukan
rentang waktu yang terbaik.

91
3. Jika ambang batas digunakan dalam sistem peringatan dini banjir, maka
akan lebih baik jika data curah hujan yang digunakan adalah data harian
yang berkelanjutan tanpa dilakukan pemotongan waktu, seperti dasarian
atau bulanan. Hal ini dikarenakan kejadian banjir tidak mengenal waktu,
dapat terjadi kapan saja. Sehingga jika dilakukan pemotongan tetap tidak
terdeteksi.

92
LAMPIRAN

Lampiran 1 Data kejadian banjir per kecamatan tahun 2000 – 2019 di Kota
Makassar pada bahan penelitian No. 1

Nama Kecamatan di Kota Makassar

Kep. Sangkarang

Ujung Pandang
Biringkanaya

Panakkukang
No. Tanggal

Ujung Tanah
Tamalanrea
Mamajang

Rappocini
Manggala
Makassar

Tamalate
Bontoala

Mariso

Wajo
Tallo
1 27/02/2006 1 1 1 1 1
2 30/03/2006 1
3 30/01/2009 1 1 1 1 1 1
4 01/02/2009 1 1
5 13/01/2010 1
6 05/02/2011 1 1 1
7 04/01/2013 1 1 1 1 1
8 04/01/2015 1 1
9 20/12/2017 1 1 1 1 1
10 22/01/2019 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan lampiran 1, angka “1” menunjukkan jika terjadi kejadian banjir di
wilayah tersebut

Lampiran 2 Lokasi pos pengamatan Kota Makassar pada gambar 3.4

No. ID POS Pos Pengamatan Lintang Bujur


1 73710901a Balai Wil. Iv -5.14889 119.4522
2 73711201a Biring Romang -5.17556 119.4792
3 73711001a Bpp Barombong -5.20833 119.3933
4 73711101a Bpp Sudiang -5.085 119.5217
5 73710701a Stamar Paotere -5.11361 119.4197

93
Lampiran 3 Kelengkapan data pos pengamatan Kota Makassar pada
gambar 3.4

Ket panjang data:


Balai Wil IV (2010 – 2019)
Biring Romang, Bpp Barombong dan Stamar Paotere (2000 – 2019)
Bpp Sudiang (2002 – 2019)

94
Lampiran 4 Rencana penelitian

Rencana Penelitian "Ambang Batas Curah Hujan untuk Penentuan Tingkat Ancaman Banjir di Kota Makassar – Sulawesi Selatan"
2020
No AG
TAHAPAN FEB Maret APR MEI JUN JUL
. U
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Pembuatan Ambang Batas Curah Hujan untuk Banjir di Kota
1 Makassar
2 Validasi Ambang Batas Curah Hujan yang dihasilkan
3 Seleksi dan Ekstraksi Parameter Banjir
4 Pemberian Skor pada masing-masing Parameter Banjir
5 Penyusunan tiap Parameter dalam QGIS untuk Overlay
6 Penyusunan Persamaan untuk overlay berbobot
7 Pembuatan Tingkat Ancaman Banjir
8 Pembuatan Peta Ancaman Banjir di Kota Makassar
9 Analisis Peta Ancaman Banjir di Kota Makassar
10 Kesimpulan dan Saran
11 Persiapan Sidang Skripsi
12 Sidang Skripsi

95
Lampiran 5 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota
Makassar Bulan November Dasarian 2 dan 3 pada gambar 4.18

Lampiran 6 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


November Dasarian 2 pada gambar 4.18

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar November dasarian 2 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.20 31.90 4.76 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.97 0.00 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.11 22.50 0.35 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.01 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 15.69 0.00 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.03 9.59 0.00 9.618

96
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 38.42 0.04 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.27 23.88 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.11 0.06 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.08 0.84 168.71 5.15 175.781
Persentase 0.62 0.48 95.98 2.93 100.00

Lampiran 7 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


November Dasarian 3 pada gambar 4.18

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar November dasarian 3 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 25.03 11.64 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.67 4.22 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.01 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 15.62 0.07 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.89 9.57 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.27 23.88 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.80 148.41 25.51 175.781
Persentase 0.60 0.46 84.43 14.51 100.00

97
Lampiran 8 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota
Makassar Bulan Desember Dasarian 1 dan 2 pada gambar 4.19

Lampiran 9 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Desember Dasarian 1 pada gambar 4.19

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Desember dasarian 1 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 33.57 3.10 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 29.91 8.56 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.26 23.89 0.00 24.143
98
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.79 156.00 17.93 175.781
Persentase 0.60 0.45 88.75 10.20 100.00

Lampiran 10 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Desember Dasarian 2 pada gambar 4.19

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Desember dasarian 2 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 31.16 5.52 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 29.07 9.39 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.27 23.87 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.80 152.74 21.18 175.781
Persentase 0.60 0.46 86.89 12.05 100.00

99
Lampiran 11 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota
Makassar Bulan Desember Dasarian 3 dan Januari Dasarian 1 pada gambar
4.20

Lampiran 12 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Desember Dasarian 3 pada gambar 4.20

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Desember dasarian 3 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 25.03 11.64 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.89 9.58 38.586
100
12 Kec. Tamalate 0.00 0.25 23.89 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.78 146.44 27.49 175.781
Persentase 0.60 0.45 83.31 15.64 100.00

Lampiran 13 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Januari Dasarian 1 pada gambar 4.20

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Januari dasarian 1 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.18 27.48 9.21 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.89 9.58 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.25 23.89 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.78 148.89 25.06 175.781
Persentase 0.60 0.44 84.70 14.25 100.00

101
Lampiran 14 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota
Makassar Bulan Januari Dasarian 2 dan 3 pada gambar 4.21

Lampiran 15 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Januari Dasarian 2 pada gambar 4.21

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Januari dasarian 2 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 25.03 11.64 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.89 9.58 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.25 23.89 0.00 24.143
102
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.78 146.44 27.49 175.781
Persentase 0.60 0.45 83.31 15.64 100.00

Lampiran 16 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Januari Dasarian 3 pada gambar 4.21

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Januari dasarian 3 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.20 28.80 7.87 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.89 9.58 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.25 23.89 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.79 150.21 23.72 175.781
Persentase 0.60 0.45 85.45 13.49 100.00

103
Lampiran 17 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota
Makassar Bulan Februari Dasarian 1 dan 2 pada gambar 4.22

Lampiran 18 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Februari Dasarian 1 pada gambar 4.22

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Februari dasarian 1 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 28.80 7.87 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.10 0.63 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 7.44 2.16 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.89 9.58 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.25 23.89 0.00 24.143
104
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 0.14 1.21 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 0.69 1.35 2.049
Total luas 1.06 0.79 144.85 29.08 175.781
Persentase 0.60 0.45 82.41 16.54 100.00

Lampiran 19 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Februari Dasarian 2 pada gambar 4.22

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Februari dasarian 2 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 28.65 8.03 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.89 9.58 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.27 23.88 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.80 150.05 23.88 175.781
Persentase 0.60 0.45 85.36 13.58 100.00

105
Lampiran 20 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota
Makassar Bulan Februari Dasarian 3 dan Maret Dasarian 1 pada gambar
4.23

Lampiran 21 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Februari Dasarian 3 pada gambar 4.23

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Februari dasarian 3 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 29.79 6.88 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.99 9.48 38.586
106
12 Kec. Tamalate 0.00 0.27 23.88 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.80 151.29 22.64 175.781
Persentase 0.60 0.46 86.07 12.88 100.00

Lampiran 22 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Maret Dasarian 1 pada gambar 4.23

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Maret dasarian 1 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 29.90 6.77 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.99 9.48 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.26 23.88 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.79 151.41 22.53 175.781
Persentase 0.60 0.45 86.13 12.81 100.00

107
Lampiran 23 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota
Makassar Bulan Maret Dasarian 2 dan 3 pada gambar 4.24

Lampiran 24 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Maret Dasarian 2 pada gambar 4.24

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Maret dasarian 2 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.20 35.72 0.95 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 31.67 6.80 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.26 23.88 0.00 24.143
108
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.80 159.90 14.02 175.781
Persentase 0.60 0.46 90.97 7.97 100.00

Lampiran 25 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan


Maret Dasarian 3 pada gambar 4.24

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar Maret dasarian 3 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 33.49 3.18 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.97 0.00 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.01 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 30.50 7.97 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.25 23.89 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.11 0.06 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.08 0.77 156.50 17.42 175.781
Persentase 0.62 0.44 89.03 9.91 100.00

109
Lampiran 26 Peta rata-rata curah hujan harian berturut-turut Kota
Makassar Bulan April Dasarian 1 dan 2 pada gambar 4.25

Lampiran 27 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan April
Dasarian 1 pada gambar 4.25

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar April dasarian 1 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.20 36.43 0.23 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.01 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.60 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 34.58 3.88 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.26 23.88 0.00 24.143
110
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.81 163.53 10.39 175.781
Persentase 0.60 0.46 93.03 5.91 100.00

Lampiran 28 Tabel luas tingkat ancaman banjir Kota Makassar Bulan April
Dasarian 2 pada gambar 4.25

Luas tingkat ancaman banjir


Total
No. Kecamatan Kota Makassar April dasarian 2 luas
Aman Waspada Siaga Awas
1 Kec. Biringkanaya 0.00 0.19 25.03 11.64 36.866
2 Kec. Bontoala 0.00 0.00 1.74 0.00 1.738
3 Kec. Sangkarrang 0.96 0.01 0.00 0.00 0.969
4 Kec. Makassar 0.00 0.00 2.65 0.00 2.654
5 Kec. Mamajang 0.00 0.00 2.51 0.00 2.509
6 Kec. Manggala 0.00 0.08 18.24 4.65 22.966
7 Kec. Mariso 0.00 0.00 2.81 0.00 2.819
8 Kec. Panakkukang 0.00 0.00 14.06 1.63 15.690
9 Kec. Rappocini 0.00 0.02 10.95 0.00 10.964
10 Kec. Tallo 0.00 0.02 9.59 0.00 9.618
11 Kec. Tamalanrea 0.00 0.12 28.89 9.58 38.586
12 Kec. Tamalate 0.00 0.27 23.88 0.00 24.143
Kec. Ujung
13 0.10 0.08 2.67 0.00 2.846
Pandang
14 Kec. Ujung Tanah 0.00 0.01 1.35 0.00 1.365
15 Kec. Wajo 0.00 0.01 2.04 0.00 2.049
Total luas 1.06 0.80 146.43 27.49 175.781
Persentase 0.60 0.45 83.30 15.64 100.00

111
DAFTAR PUSTAKA

Ariyora, Y. K. S., Budisusanto, Y. dan Prasasti, I., 2015. Pemanfaatan Data


Penginderaan Jauh dan SIG untuk Analisa Banjir (Studi Kasus: Banjir
Provinsi DKI Jakarta). Geoid, 10(2), pp. 137-146.
As-syakur, A. R., Adnyana, I. W. S., Arthana, I. W. dan Nuarsa, I. W., 2012.
Enhanced Built-Up and Bareness Index (EBBI) for Mapping Built-Up and
Bare Land in an Urban Area. Remote Sens, pp. 2957-2970.
Bahir, N., Yunus, L. & Sawaludin, 2017. Pemetaan Risiko Kerentanan Wilayah
Terhadap Banjir Di PesisirTeluk Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Jurnal Geografi Aplikasi dan Teknologi, 1(1), pp. 41-50.
Bappeda & Penyusun, 2015. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar Tahun
2015 - 2035. Pertama penyunt. Makassar: PT. Esa Pratama Cipta Celebes.
BMKG, 2019. Prakiraan Musim Kemarau 2019 di Indonesia. Jakarta: BMKG.
BMKG, 2020. Analisa Dinamika Atmosfer - Laut; Anaisis dan Prediksi Curah
Hujan. Jakarta, BMKG, p. 32.
BNPB, 2011. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Standardisasi Data Kebencanaan. Jakarta:
BNPB (Badan Nasional Penaggulangan Bencana).
BNPB, 2012. Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman
Umum Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta: BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana).
BNPB, 2013. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Pedoman Media Center Tanggap Darurat
Bencana. Jakarta: BNPB.
BPS, 2019. Statistika Indonesia 2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Darmawan, K., Hani’ah dan Suprayogi, A., 2017. Analisis Tingkat Kerawanan
Banjir Di Kabupaten Sampang Menggunakan Metode Overlay Dengan
Scoring Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geodesi Undip, 6(1),
pp. 31-40.
Fajri, I., 2016. Perbandingan Metode Interpolasi IDW, Kriging dan Spline pada
Data Spasial Suhu Permukaan Laut.
Haryani, N. S., Zubaidah, A., Yulianto, H. F. dan Pasaribu, J., 2012. Model
Bahaya Banjir Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Kabupaten
Sampang (Flood Hazard Model Using Remote Sensing Data In Sampang

112
District). Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital,
9(1), pp. 52-66.
Hendriana, K. I., Yasa, I. G. A. S., Kesiman, M. W. A. dan Sunarya, I. M. G.,
2013. Sistem Informasi Geografis Penentuan Wilayah Rawan Banjir di
Kabupaten Buleleng. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik
Informatika (KARMAPATI), 2(5), pp. 608-616.
H. dkk., 2019. Analisis Hujan Bulan September 2019 serta Prakiraan Hujan
November, Desember 2019, dan Januari 2020. Jakarta: Pusat Informasi
Perubahan Iklim, Bidang Kedeputian Klimatologi, Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Hidayanti, D., 2008. Kesiapsiagaan Masyarakat : Paradigma Baru Pengelolaan
Bencana Alam di Indonesia. Jurnal Kependudukan Indonesia, III(1), pp.
69 - 84.
Kodoatie, R. J. dan Sjarief, R., 2010. Tata Guna Air. Yogyakarta: ANDI
Yogyakarta.
Kusumo, P. & Nursari, E., 2016. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan
Sistem Informasi Geografis pada DAS Cidurian Kab.Serang, Banten.
Jurnal String, 1(1), pp. 29-38.
Laurensz, B., Lawalata, F. dan Prasetyo, S. Y. J., 2019. Potensi Resiko Banjir
dengan Menggunakan Citra Satelit (Studi Kasus : Kota Manado, Provinsi
Sulawesi Utara). Indonesian Journal of Modeling and Computing 1
(2019), pp. 17-24.
Mahardy, A. I., 2014. Analisis dan Pemetaan Daerah Rawan Banjir di Kota
Makassar Berbasis Spatial.
Montesarchio, V., Lombardo, F. dan Napolitano, F., 2009. Rainfall thresholds and
flood warning: an operative case study. Nat. Hazards Earth Syst. Sci,
Volume 9, pp. 135-134.
Muharam, D. Y., 2016. Perbandingan Senilai, Berbalik Nilai dan Peluang.
Novaliadi, D. dan Hadi, M. P., 2014. Pemetaan Kerawanan Banjir dengan
Aplikasi Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Karang Mumus Provinsi
Kalimantan Timur. Jurnal Bumi Indonesia, 3(4).
Novitasari, N. W., Nugraha, A. L. dan Suprayogi, A., 2015. Pemetaan Multi
Hazards Berbasis Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Demak Jawa
Tengah. Jurnal Geodesi Undip, 4(4), pp. 181-190.
Nugroho, S. P., 2008. Analisis Curah Hujan Penyebab Banjir Besar di Jakarta
pada Awal Februari 2007. JAI, pp. 50-55.

113
Pasaribu, J. M. dan Haryani, N. S., 2012. Perbandingan Teknik Interpolasi DEM
SRTM dengan Metode Inverse Distance Weighted (IDW), Natural
Neighbor dan Spline. Jurnal Penginderaan Jauh, pp. 126-139.
Pertiwi, A. P. dan Kurniawan, R., 2017. Pengelompokan Daerah Rawan Bencana
Banjir di Indonesia Tahun 2013 Menggunakan Fuzzy C-Mean. Prosiding
SNM, pp. 677-687.
Pramono, G. H., 2008. Akurasi Metode IDW Dan Kriging untuk Interpolasi
Sebaran Sedimen Tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan. Forum
Geografi, 22(1), pp. 145-158.
Prawaka, F., Zakaria, A. dan Tugiono, S., 2016. Analisis Data Curah Hujan yang
Hilang Dengan Menggunakan Metode Normal Ratio, Inversed Square
Distance, dan Cara Rata-Rata Aljabar (Studi Kasus Curah Hujan Beberapa
Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung). Jurnal Rekayasa Sipil dan
Desain, 4(3), pp. 397-406.
Prawati, E., 2016. Jaringan Stasiun Hujan Ditinjau dari Topografi pada DAS
Widas Kabupaten Nganjuk - Jawa Timur. TAPAK, 6(1), pp. 86-98.
Purnomo, S., Mulki, G. Z. dan Firdaus, H., 2019. Pemetaan Rawan Banjir di
Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Kota Berbasis Sistem Informasi
Geografis. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Tanjungpura, 6(2).
Purwanto, T. H., 2016. Digital Terrain Modelling, Yogyakarta: Departemen Sains
Informasi Geografi, Fakultas Geografi UGM.
Putra, D. B., Suprayogi, A. dan Sudarsono, B., 2019. Analisis Kerawanan Banjir
pada Kawasan Terbangun Berdasarkan Klasifikasi Indeks EBBI
(Enhanced Built-Up And Bareness Index) Menggunakan SIG (Studi Kasus
di Kabupaten Demak). Jurnal Geodesi Undip, 8(1), pp. 93-102.
Putra, M. A. R., 2017. Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Berbasis Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk Menentukan Titik dan Rute Evakuasi
(Studi Kasus: Kawasan Perkotaan Pangkep, Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan). PhD Thesis.
Rachmat, A. R. dan Pamungkas, A., 2014. Faktor-Faktor Kerentanan yang
Berpengaruh Terhadap Bencana Banjir di Kecamatan Manggala Kota
Makassar. JURNAL TEKNIK POMITS, 3(2), pp. C178-C183.
Raharjo, S. C. A., 2019. Analisis Hujan Lebat yang Menyebabkan Banjir di
Provinsi Sulawesi Selatan Tanggal 22 Januari 2019, Tana Toraja: Stasiun
Meteorologi Klas IV Pongtiku Tana Toraja, BMKG.
Ruswandi, D. dkk., 2014. Indeks Risiko Bencana Banjir Tahun 2013. Jakarta:
Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan dan
Kesiapsiagaan, BNPB.
114
Santosa, W. W., Suprayogi, A. dan Sudarsono, B., 2015. Kajian Pemetaan
Tingkat Kerawanan Banjir Dengan Menggunakan Sistem Informasi
Geografis (Studi Kasus: DAS Beringin, Kota Semarang). Jurnal Geodesi
Undip, 4(2), pp. 185-190.
Seniarwan, Baskoro, D. P. T. dan Gandasasmita, K., 2013. Analisis Spasial Risiko
Banjir Wilayah Sungai Mangottong di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 15(1), pp. 39-44.
Sholahuddin, M., 2015. SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode
Skoring dan Pembobotan (Studi Kasus Kabupaten Jepara). pp. 1-10.
Sudirman, Sutomo, S. T., Barkey, R. A. dan Ali, M., 2018. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Banjir/Genangan di Kota Pantai dan Implikasinya
Terhadap Kawasan Tepian Air. Implementasi Rencana Tata Ruang dan
Perencanaan Kolaborasi, pp. 141-157.
Sulistiarto, B. dan Cahyono, A. B., 2010. Studi tentang identifikasi longsor
dengan menggunakan citra landsat dan ASTER (Studi Kasus Kabupaten
Jember).
Syam'ani, 2019. How Inverse Distance Weighted (IDW) Works.
Wismarini, T. D. dan Sukur, M., 2015. Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir
Secara Geospasial. Jurnal Teknologi Informasi Dinamik, 20(1), pp. 57-76.
Yusman, A. S., 2018. Aplikasi Metode Normal Ratio Dan Inversed Square
Distance Untuk Melengkapi Data Curah Hujan Kota Padang Yang Hilang.
Menara Ilmu, 12(9).
Pustaka Internet
BBC, 2019, Banjir Sulawesi Selatan terparah dalam satu dekade terakhir, 59
orang meninggal. Diambil kembali dari bbc.com:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46970541
BIG, 2010, DEMNAS. Diambil kembali dari tides.big.go.id:
http://tides.big.go.id/DEMNAS/#Info
BMKG, 2019, Pusat Database BMKG - BMKGSoft - Build 1.156. Diambil
kembali dari BMKGSoft: https://bmkgsoft.database.bmkg.go.id
BNPB, 2019, Database Informasi Bencana Indonesia. Diambil kembali dari
bnpb.cloud: http://bnpb.cloud/dibi/tabel3a
BNPB, 2019, Memasuki Musim Penghujan, Siapkan Upaya Pencegahan Bencana
Hidrometeorologi. Diambil kembali dari bnpb.go.id:
https://bnpb.go.id/memasuki-musim-penghujan-siapkan-upaya-
pencegahan-bencana-hidrometeorologi
115
CEWS, 2013, Monitoring Hari Tanpa Hujan Berturut-Turut. Dipetik Januari 29,
2020, dari cews.bmkg.go.id:
https://cews.bmkg.go.id/Peta/Hari_Tanpa_Hujan.bmkg
IDNTimes, 2019, 7 Fakta Penyebab Banjir Makassar dan 6 Kabupaten di
Sulawesi Selatan. Diambil kembali dari idntimes.com:
https://www.idntimes.com/science/discovery/viktor-yudha/fakta-
penyebab-banjir-sulawesi-selatan-di-makassar-dan-6-kabupaten/full
KBBI, 2019, validasi. Diambil kembali dari kbbi.web.id:
https://kbbi.web.id/validasi
Kompas, 2019, Banjir Terparah Terjadi di 4 Daerah di Sulsel, Ketinggian Air
Capai 2 Meter. Diambil kembali dari makassar.kompas.com:
https://makassar.kompas.com/read/2019/01/23/14374821/banjir-terparah-
terjadi-di-4-daerah-di-sulsel-ketinggian-air-capai-2-meter

116

Anda mungkin juga menyukai