Skripsi
Oleh:
HABIBURRAHMAN
NIM. 11140970000028
v
ABSTRACT
The study of seismic hazard were conducted to determine the peak ground
acceleration (PGA) and spectral acceleration in certain regions in order to minimize
the impact of seismic disasters. The PGA and spectral acceleration play an important
role in seismic design regulations. This study presented a seismic hazard analysis using
a probabilistic approach for Makassar City, South Sulawesi. Makassar city is indeed
relatively far from the Sulawesi’s main seismic source, such as the Palu-Koro fault and
the subduction zone north Sulawesi, but it was recorded that an earthquake occurred
around the Walanae fault line and in the Makassar Strait (12 December 2010).
Therefore, information of PGA and spectral period for Makassar City became
important for the purposes of planning earthquake resistant buildings in the city of
Makassar. PSHA analysis is carried out, namely at T = 0 seconds (PGA), T = 0.2
seconds (short period), and T = 1 second (long period). The three-dimensional
earthquake source model and various attenuation functions that are considered to be
in accordance with the seismic characteristics and earthquake source models of the
Indonesian region are used to calculate the peak ground acceleration with a
probability exceeding 10% and 2% in 50 years in bedrock. The software used in this
analysis is Ez-Frisk 7.52. The results show an acceleration value of 0.07 g for PGA,
0.13 g for T = 0.2 seconds, and 0.09 g for T = 1 seconds with a probability exceeding
10% in 50 years, and an acceleration value of 0.12 g for PGA, 0.22 g for T = 0.2
seconds, and 0.15 g for T = 1 second with a probability exceeding 2% in 50 years.
Based on the deagregation curve, the earthquake that make the biggest contribution
hazard to the city of Makassar is an earthquake with average magnitude of 6.36 Mw
and average distance of 412.72 km from the seismic sources to the city of Makassar.
Keywords: Seismic Hazard, PSHA, Peak ground Acceleration, Deagregation
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir
ini yang berjudul “Analisis Seismic Hazard di Batuan Dasar untuk Kota Makassar
Tak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah S.A.W, keluarganya,
Terselesaikannya laporan tugas akhir ini tak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
1. Keluarga besar penulis, Ibu dan Bapak yang selalu mendukung baik secara
2. Ibu Tati Zera, M.Si, selaku pembimbing I yang di dalam kesibukannya sebagai
dosen dan sekretaris prodi, selalu meluangkan waktu untuk memberikan arahan
3. Bapak Dr. Titi Anggono, selaku pembimbing II yang telah banyak berjasa,
memberikan ilmu dan bimbingannya sehingga tugas akhir ini dapat penulis
4. Bapak Arif Tjahjono, S.T, M.Si, selaku Kepala Program Studi Fisika
vii
5. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
6. Bapak Dr. Sutrisno, M.Si dan Bapak Arif Tjahjono, S.T, M.Si, selaku dosen
8. Teman-teman Fisika UIN Jakarta angkatan 2014, atas kerja samanya selama
masa kuliah.
9. Fisika Geofisika UIN Jakarta angkatan 2014, Achmed, Lusty, Amel, Fikri,
Muhlis, Siva, Suci, Ilman, Nadya, Bella, Ari, dan Bayu yang telah banyak
10. Seluruh staf Tata Usaha Fakultas Sains dan Tekonologi, yang telah memberi
11. Seluruh pihak yang telah memberi bantuan dalam penyusunan tugas akhir ini
dalam laporan tugas akhir ini. Semoga di masa yang akan datang penulis dapat
Habiburrahman
viii
DAFTAR ISI
ix
2.3.2 Vs30 ........................................................................................... 21
2.4 Seismic Hazard Analysis (SHA) .............................................................. 24
2.4.1 Probabilistic Seismic Hazard Analysis .................................... 25
2.4.2 Proses Kalkulasi Seismic Hazard............................................. 27
2.4.3 Fungsi Atenuasi ....................................................................... 29
2.4.4 Lokasi Tinjau (Site).................................................................. 30
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 32
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 32
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 32
3.3 Tahapan Penelitian .................................................................................. 32
3.3.1 Pengumpulan Data Gempa ...................................................... 34
3.3.2 Konversi Skala Magnitudo ...................................................... 34
3.3.3 De-clustering of Catalogue ...................................................... 34
3.3.4 Identifikasi dan Pemodelan Sumber Gempa ............................ 35
3.3.5 Penentuan Parameter a dan b ................................................... 36
3.3.6 Penentuan Fungsi Atenuasi ...................................................... 37
3.3.7 Analisis Seismic Hazard .......................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 38
4.1 Pemisahan Gempa Utama (De-Clustering)............................................. 38
4.2 Parameter Gempa .................................................................................... 42
4.3 Percepatan Spektra .................................................................................. 48
4.4 Deagregasi ............................................................................................... 57
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 59
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 59
5.2 Saran ....................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 60
LAMPIRAN .............................................................................................................. 63
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Relief Berdasarkan Kemiringan Lereng dan Ketinggian ....... 22
Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah Berdasarkan NEHRP ................................................... 23
Tabel 3.1 Fungsi Atenuasi ........................................................................................ 37
Tabel 4.1 Data Parameter Fault untuk Daerah Jawa dan Sekitarnya........................ 43
Tabel 4.2 Data Parameter Fault untuk Daerah Sulawesi dan Sekitarnya ................. 43
Tabel 4.3 Data Parameter Fault untuk Daerah Papua dan Sekitarnya ...................... 44
Tabel 4.4 Parameter a-b value, Rate, dan Magnitudo Maksismum Historis ............ 46
Tabel 4.5 Percepatan Spektra untuk 10% PE 50 Tahun ........................................... 55
Tabel 4.6 Percepatan Spektra untuk 2% PE 50 Tahun ............................................. 56
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 4.13 Kontur pada T = 0.2 detik untuk 10% PE 50 Tahun........................... 52
Gambar 4.14 Kontur pada T = 1 detik untuk 10% PE 50 Tahun.............................. 53
Gambar 4.15 Kontur pada T = 0 detik (PGA) untuk 2% PE 50 Tahun .................... 53
Gambar 4.16 Kontur pada T = 0.2 detik untuk 2% PE 50 Tahun............................. 54
Gambar 4.17 Kontur pada T = 1 detik untuk 2% PE 50 Tahun................................ 54
Gambar 4.18 Kurva Deagregasi Hazard ................................................................... 58
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia terletak pada daerah tektonik yang aktif karena tiga lempeng besar
dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia (Bird,
2003). Interaksi antar batas lempeng ini mengakibatkan wilayah Indonesia berpotensi
mengalami banyak kejadian gempa. Lempeng besar yang mengelilingi Indonesia yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Salah satu daerah
Pulau Sulawesi merupakan pusat benturan ketiga lempeng kerak bumi. Pulau
ini seakan dirobek oleh berbagai patahan dan sesar yang menyebabkan struktur batuan
pulau tersebut tercampur sehingga membentuk susunan stratigrafi yang rumit. Oleh
karena itu, pulau ini memiliki empat buah lengan yang dikenal dengan sebutan Lengan
Selatan, Lengan Utara, Lengan Timur, dan Lengan Tenggara (Irsyam, dkk., 2010).
Lokasi tinjau penelitian ini adalah Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Kota
makassar memang relatif jauh dari sumber gempa tektonik utama Sulawesi seperti
sesar Palu-Koro di Sulawesi bagian tengah dan zona subduksi di utara Sulawesi.
Namun, bukan berarti Kota Makassar bebas dari potensi gempa merusak. Bisa saja
gempa terjadi di sekitar lajur sesar Walanae seperti yang pernah terjadi di Bulukumba
(1828), Tinambung (1967), Majene (1969), dan Mamuju (1972 dan 1974). Gempa bisa
1
juga terjadi di Selat Makassar seperti yang pernah terjadi pada 12 Desember 2010
dengan magnitudo 5,9 SR, dimana pusat gempa 232 km ke arah barat daya Makassar.
Gempa yang terjadi pada lajur-lajur tersebut dapat memberi dampak merusak pada
wilayah Makassar. Oleh karena itu, analisis hazard gempa di Kota Makassar tetap perlu
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar guncangan tanah akibat gempa yang
mungkin terjadi di Kota Makassar sehingga dapat didesain bangunan yang tahan
Ada dua metode yang biasa digunakan dalam analisis hazard gempa di suatu
bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), bendungan besar, dan bangunan
yang dekat dengan sesar aktif. Kelebihan metode ini adalah memberikan resiko gempa
dengan jarak terdekat dan magnitudo paling besar. Sedangkan kelemahannya adalah
Merz dan Cornell (1973). Pada prinsipnya metode PSHA merupakan metode DSHA
dengan berbagai macam skenario yang tidak hanya didasarkan pada parameter gempa
2
yang menghasilkan pergerakan tanah terbesar, tetapi juga memperhitungan faktor-
gempa. Metode ini memberikan kerangka kerja yang terarah sehingga faktor-faktor
metode pendekatan yang rasional untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap
sebagai berikut:
hazard probabilistik?
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang
dikumpulkan dari tiga sumber katalog yaitu United States Geological Survey
3
2. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode PSHA dengan
bantuan perangkat lunak Zmap Version 6.0, Ez-Frisk Engineering 7.52, Arcgis
3. Daerah penelitian dibatasi pada Kota Makassar yang terletak pada koordinat
1. Mengetahui nilai PGA dan respon spektra di batuan dasar untuk Kota Makassar
rata jarak dari gempa penentu yang memberikan kontribusi hazard terbesar
4
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai literatur atau referensi yang digunakan
dalam melakukan penelitian ini. Bab ini memuat teori antara lain tektonik lempeng,
Pada bab ini dijelaskan mengenai tempat dan waktu penelitian, alat dan bahan
Bab ini membahas mengenai perhitungan dalam mendapatkan nilai PGA dan
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang menjawab tujuan penelitian
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
lempeng tersebut bergerak relatif satu sama lain dengan arah dan kecepatan yang
berbeda-beda. Indonesia dikelilingi oleh empat lempeng utama, yaitu lempeng Eurasia,
Bergeraknya lempeng disebabkan oleh suatu gaya dorong yang sangat besar
demi tercapainya suatu keseimbangan termomekanik material bumi. Bagian atas dari
6
mantel bumi bersinggungan dengan kerak (crust) bumi yang relatif lebih dingin dan
bagian bawahnya bersinggungan dengan inti luar (outer core) bumi yang panas.
menimbulkan kondisi yang tidak stabil, dimana material yang lebih rapat dan lebih
dingin berada di atas material yang lebih renggang dan temperatur lebih hangat.
Material yang lebih rapat tersebut, karena pengaruh gravitasi, lama-lama akan
tenggelam dan mendesak material yang lebih renggang untuk naik ke atas. Karena
bersinggungan dengan inti luar bumi yang panas, material yang tenggelam ini perlahan
arah lateral dan naik kembali. Sebaliknya, material di atas yang dingin akan tenggelam
karena gravitasi. Siklus yang berulang ini dinamakan dengan konveksi. Dan akibat arus
konveksi inilah timbul tegangan geser di bagian bawah lempeng dan mengakibatkan
Gambar 2.2 Struktur Bumi dan Arus Konveksi Dalam Selimut Bumi (Noson, dkk., 1988)
7
2.1.1 Interaksi Antar Batas Lempeng
interaksi antar batas lempeng. Karakteristik dari tiap bentuk pertemuan lempeng akan
a. Divergen
Divergen adalah peristiwa dimana dua lempeng bergerak saling menjauh. Hasil
tengah-tengah samudera. Celah yang terbentuk pada daerah ini akan diisi oleh
lelehan batuan (molten rock) dari mantel yang naik ke permukaan bumi yang
relatif dingin dan membentuk lempeng baru. Kecepatan dari lempeng yang
cm/tahun.
8
b. Konvergen
zona subduksi. Pada zona subduksi, lempeng yang lebih berat akan menghujam
dibawah lempeng yang lebih ringan. Zona subduksi umumnya ditemukan dekat
ujung benua, yaitu pada pertemuan kerak benua (continental crust) dan kerak
samudera (oceanic crust), antar kerak samudera, dan antar kerak benua.
Gempabumi terjadi pada lajur megathrust dan lajur Benioff. Lajur megathrust
adalah bagian dangkal zona subduksi yang mempunyai sudut penunjaman yang
landai. Sedangkan lajur Benioff adalah bagian dalam zona subduksi yang
c. Transformasi
(saling geser). Batas kedua lempeng yang bergerak ini disebut zona singgungan
9
(transform). Aktivitas lempeng dengan mekanisme transformasi tidak disertai
Gambar 2.5 Zona Patahan Transformasi Pada Kerak Benua (Lutgens, 2012)
lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Laut Filipina. Pertemuan
lempeng utama, mikro kontinen, dan busur kepulauan. Pulau Sulawesi yang terletak di
wilayah Indonesia bagian timur tersusun oleh tatanan tektonik yang kompleks (Hall,
dkk., 2011).
ini masih aktif bergerak dan sering mengahasilkan gempa. Di sebelah utara Pulau
Sulawesi terdapat zona subduksi Sulawesi utara dengan kecepatan pergeseran geodetic
42-50 mm/th (Socquet dkk., 2006). Di bagian tengah Sulawesi terdapat sesar Palu Koro
yang merupakan sesar utama di Pulau Sulawesi dan tergolong sebagai sesar aktif
10
(Bellier et al., 2001). Daerah Sulawesi Tengah paling tidak telah mengalami 19 kali
kejadian gempa merusak (destructive earthquake) sejak tahun 1910 hingga 2013.
dengan hiposenter terletak di darat di sekitar lembah Palu Koro diperkirakan berkaitan
dengan aktivitas Sesar Palu. Adapun di wilayah Sulawesi Selatan terdapat sesar
Walanae. Beberapa gempa dengan magnitudo lebih dari 5.0 SR pernah terjadi pada
(1967), Majene (1969), Mamuju (1972 dan 1984), dan Pinrang (1997).
Gambar 2.6 Peta Tektono-Stratigrafi dari Sulawesi (Calvert & Hall, 2003)
Pulau Sulawesi dapat dibagi menjadi lima unit tektono-stratigrafi yang dibatasi
oleh sesar-sesar utama, yaitu Busur Magmatik Sulawesi Utara; Busur Plutono-
Vulkanik Sulawesi Barat yang didominasi oleh batuan plutonik dan vulkanik; Jalur
Metamorf Sulawesi Tengah yang didominasi oleh batuan metamorf derajat tinggi yang
dikenal juga sebagai Schist belt; Ofiolit Sulawesi Timur yang terdiri atas batuan ofiolit
11
yang berasal dari kerak samudera; dan fragmen-fragmen mikrokontinen yang tadinya
2.2 Gempabumi
Gempabumi adalah peristiwa pelepasan energi dari dalam bumi secara tiba-tiba
yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi pelepasan
efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Kurang lebih 10% kejadian
gempa di dunia terjadi di Indonesia (Supartoyo, dkk., 2014). Selain akibat aktifitas
a. Gempabumi Tektonik
regangan itu meningkat, dapat melampaui batas kekuatan ambang lapisan bumi
12
b. Gempabumi Vulkanik
Gempabumi vulkanik disebabkan oleh naiknya fluida gunung api (gas, uap, dan
magma) dari dalam bumi menuju ke permukaan bumi. Gempabumi jenis ini
c. Gempabumi Runtuhan
untuk mengukur pergerakan tanah akibat terjadinya gempa. Dengan alat ini
yang lebih pasti dibandingkan dengan pengukuran secara kualitatif. Terdapat beberapa
gempa-gempa yang dangkal dan lokal, dimana episenter kurang dari 600 km.
13
maksimum (μm) yang terukur oleh seismometer Wood-Anderson yang berada
sangat sesuai untuk pengukuran gempa pada jarak yang jauh dimana
Keterangan:
besar dengan kedalaman hiposenter kurang dari 70 km dan jarak episenter lebih
Skala magnitudo ini sangat sesuai untuk gempa-gempa yang dalam dengan
14
kedalaman hiposenter lebih dari 70 km dimana gelombang permukaan sudah
Keterangan:
A= Amplitudo (mikrometer)
T = Periode gelombang-p
berdasarkan energi yang dilepaskan saat gempa terjadi. Skala magnitudo ini
magnitudo gelombang badan dan magnitudo lokal, saturasi akan terjadi pada
15
logMo
Mw = − 10.7 (3)
1.5
̅
Mo = μAD (4)
Keterangan:
Zona sumber gempa didefinisikan sebagai area yang mempunyai derajat gempa
yang sama, dimana di setiap titik dalam zona tersebut mempunyai kemungkinan yang
sama akan terjadinya gempa dimasa mendatang. Model sumber gempa akan
gempa dan pergeseran relatif lempeng (slip-rate) dari suatu sumber gempa (Irsyam,
dkk., 2010).
Ada tiga model sumber gempa yang biasa digunakan dalam analisis seismic
hazard, yaitu sumber gempa fault, sumber gempa subduksi dan sumber gempa
16
a. Model sumber gempa fault
Model sumber gempa fault disebut juga sebagai sumber gempa tiga dimensi
karena dalam perhitungan probabilitas jarak, yang dilibatkan adalah jarak dari
site ke hypocenter. Jarak ini memerlukan data dip dari fault yang akan dipakai
adalah fault trace, mekanisme pergerakan, slip-rate, dip, panjang dan lebar
fault.
Sumber gempa subduksi adalah model yang didapat dari data seismotektonik
yang sudah teridentifikasi dengan baik. Parameter dari model ini meliputi
kemiringan bidang subduksi (dip), rate dan b-value dari area subduksi yang
bisa didapatkan dari data gempa historis, serta batas kedalaman area subduksi.
Model ini digunakan untuk mengestimasi rate dari kejadian gempa sedang yang
akan datang di daerah fault dan gempa-gempa acak di luar fault. Model ini
memprediksikan bahwa kejadian gempa yang lebih besar mungkin saja terjadi
sebelumnya. Oleh karena itu, pada daerah yang data fault-nya belum
17
kejadian gempa, maka model ini sangat sesuai. Kejadian gempa Jogja tahun
2006 dengan magnitudo M=6.4 adalah salah satu contoh, karena di daerah
tersebut fault-nya belum jelas dan historis gempa yang terjadi hanya gempa-
Karena bumi bersifat elastik maka gelombang seismik disebut juga gelombang elastik.
Perambatan gelombang ini bergantung pada sifat elastisitas batuan yang dilewatinya.
gempa yang terletak di bawah permukaan bumi. Dari hiposentrum gelombang primer
dan sekunder merambat ke segala arah. Titik atau proyeksi vertikal hiposentrum ke
18
2.3.1 Jenis Gelombang Seismik
menjadi dua, yaitu gelombang badan (body wave) dan gelombang permukaan (surface
wave).
merambat melalui material padat dan cair, dan menimbulkan tekanan pada material
yang dilewatinya. Gerakan partikel yang dilewati oleh gelombang-p akan sejajar
deformasi geser pada material yang dilewatinya. Oleh sebab itu, gelombang primer
merambat lebih cepat daripada gelombang sekunder karena material geologis yang
19
Gelombang permukaan merupakan hasil interaksi antara gelombang badan
permukaan bumi dengan amplitudo tertentu yang semakin kecil seiring bertambahnya
pada jarak yang semakin jauh dari sumber gempa. Pada jarak yang lebih dari dua kali
ketebalan kerak bumi, peak ground motion akan ditentukan oleh gelombang
elips tegak lurus dengan permukaan dan arah penjalarannya. Gelombang jenis ini
adalah gelombang permukaan yang terjadi akibat adanya interferensi antara gelombang
𝑉𝑟 = 0.92√Vs (5)
20
Gelombang Love merupakan gelombang permukaan yang menjalar dalam
2.3.2 𝐕𝐬𝟑𝟎
Menurut Aki dan Richards (1980) amplitudo gerakan tanah pada permukaan
sangat dipengaruhi oleh kepadatan (density) dan kecepatan gelombang geser (shear
karakteristik dinamik tanah pada suatu daerah didasarkan pada kecepatan rata-rata
gelombang geser hingga kedalaman 30 m dari permukaan tanah. Nilai kecepatan ini
Penetapan jenis tanah yaitu antara tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak
dapat ditentukan dengan kecepatan rambat gelombang geser. Nilai Vs30 ini bergantung
pada kondisi fisik batuan sehingga dapat diprediksi berdasarkan parameter geologi dan
21
berada pada tingkat yang paling rendah. Sebaliknya pada suatu cekungan, pelapukan
berada pada tingkat paling rendah dan pengendapan atau sedimentasi mencapai tingkat
maksimum.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa batuan yang berada di puncak bukit
merupakan batuan yang keras dan tahan terhadap pelapukan, sedangkan cekungan
yang berada di daerah yang lebih rendah merupakan endapan muda yang lunak.
Gunung dan bukit berumur tersier atau lebih tua berperan sebagai sumber material
sedimen. Klasifikasi relief berdasarkan kemiringan lereng dan ketinggian menurut Van
Material hasil pelapukan akan diendapkan lebih tebal pada bagian yang mempunyai
kemiringan lereng lebih kecil. Material sedimen di lereng akan jauh lebih tipis
22
dibandingkan dengan endapan sedimen dalam suatu cekungan. Oleh sebab itu, pada
elevasi yang tinggi dan kemiringan lereng yang curam, nilai Vs30 relatif lebih kecil
karena pada daerah tersebut didominasi batuan yang keras. Hasil perhitungan Vs30
kemudian dikelaskan ke dalam standar NEHRP untuk mengetahui kelas tanah pada
daerah tersebut. Klasifikasi tanah berdasarkan site class ditunjukkan oleh tabel 2.2
Feet/Second Meters/Second
C Very dense soil and soft rock 1200 < Vs ≤ 2500 366 < Vs ≤ 762
apabila terjadi gempabumi. Hal ini disebabkan karena dampak kerusakan di suatu
lokasi tertentu tidak hanya dipengaruhi oleh jarak episenter dan magnitudo gempa,
tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi lokal daerah setempat. Salah satu metode yang
dapat menggambarkan kondisi lokal daerah setempat adalah pemetaan nilai kecepatan
23
gelombang geser (Vs30 ). Goncangan lebih kuat terjadi pada daerah dengan nilai Vs30
teknik Multi Analysis of Surface Waves (MASW). Selain itu, dapat diestimasikan
Keterangan:
Ev = Elevasi (Ketinggian)
Dalam perencanaan bangunan yang tahan gempa, bangunan didesain agar dapat
yang berarti. Besarnya tingkat guncangan tanah ditentukan berdasarkan ground motion
yang dihitung dengan analisis seismic hazard. Ada dua metode yang biasa digunakan
dalam SHA, yaitu metode deterministik (DSHA) dan probabilistik (PSHA). Metode
24
deterministik merupakan resiko gempa yang mempunyai nilai kemungkinan sangat
kecil, karena nilainya didapat hanya dari satu skenario yaitu kejadian gempa dengan
jarak terdekat dan magnitudo paling besar. Analisis dengan metode deterministik biasa
kondisi terburuk sekalipun, misalnya bangunan reaktor nuklir, bendungan, dan lain
sebagainya.
secara kuantitatif di suatu lokasi tertentu yang diakibatkan oleh suatu kejadian gempa.
berbagai macam skenario dan didasarkan tidak hanya pada parameter gempa yang
frekuensi kejadian gempa. Metode ini memberikan kerangka kerja yang terarah
gambaran yang lebih lengkap tentang kejadian gempa. Reiter (1990), mengusulkan
tahapan umum dalam melakukan analisis tingkat bahaya gempa dengan metode
25
1. Identifikasi dan karakterisasi semua sumber gempa di suatu lokasi yang
lokasi runtuhan yang terjadi di sekitar lokasi kajian. Pada kebanyakan kasus,
sumber, dengan menganggap bahwa gempa yang terjadi memiliki besaran yang
sama pada semua titik di dalam zona sumber. Distribusi tersebut kemudian
3. Ground motion yang dihasilkan oleh gempa pada suatu lokasi dengan ukuran
ketidakpastian.
26
mendapatkan probabilitas parameter ground motion akan terlampaui/exceeded
Proses kalkulasi tingkat bahaya gempa yang digunakan dalam metode PSHA
menggunakan teori probabilitas total. Pada teori ini diasumsikan magnitudo gempa M
dan jarak hiposenter R sebagai variabel acak independen yang kontinu. Bentuk umum
Dimana:
𝑃[𝐼 ≥ 𝑖|𝑚, 𝑟] = probabilitas berkondisi dari intensitas I yang melampaui nilai i pada
lokasi yang ditinjau untuk kejadian gempa dengan magnitudo M dan jarak R
27
fM = fungsi probabilitas magnitudo
M dan jarak hiposenter R yang diperoleh dari predictive relationship dengan fungsi
atenuasi tertentu dan fM (𝑚) dan fR (𝑟). PDF dengan variabel acak tersebut dapat
magnitudo dan jarak. Distribusi probabilitas ini dapat berbentuk distribusi seragam,
distribusi normal, atau distribusi lognormal. McGuire & Arabasz (1990) mengusulkan
𝑑 𝛽𝑒 −𝛽(𝑚−𝑚𝑜 )
𝑓𝑀 (𝑚) = 𝑑𝑚 𝐹𝑀 (𝑚) = 1−𝑒 −𝛽(𝑚𝑚𝑎𝑥 −𝑚𝑜 ) (10)
𝜆𝑚𝑜 −𝜆𝑚
𝐹𝑀 (𝑚) = 𝑃[𝑀 < 𝑚|𝑀 > 𝑚𝑜 ] = 𝜆 = 1 − 𝑒 −𝛽(𝑚𝑚𝑎𝑥 −𝑚𝑜 ) (11)
𝑚𝑚𝑎𝑥 −𝜆𝑚𝑜
28
Distribusi probabilitas jarak 𝑓𝑅 ditentukan dari geometri sumber gempa, jarak
sumber serta arah relatifnya terhadap lokasi yang ditinjau. Apabila geometri zona
antara intensitas gerakan tanah (I) dan magnitudo (M) serta jarak (R) dari suatu sumber
titik dalam daerah sumber. Secara umum, fungsi atenuasi tergantung pada faktor-faktor
berikut, yaitu:
2. Jarak Episenter.
Fungsi atenuasi merupakan suatu fungsi khas yang diturunkan dari data gempa
pada suatu daerah tertentu. Sejumlah peneliti telah mempublikasikan beberapa fungsi
atenuasi berdasarkan catatan gempa yang pernah terjadi. Namun, hingga saat ini belum
ada fungsi atenuasi yang dihasilkan dari catatan gempa di wilayah Indonesia. Hal ini
karena tidak tersedianya data yang cukup untuk menurunkan fungsi atenuasi di wilayah
Indonesia. Sehingga, untuk analisis seismic hazard ini akan digunakan fungsi atenuasi
dari daerah lain yang memiliki kemiripan tektonik dan geologi wilayah Indonesia.
Dasar pemilihan fungsi atenuasi yang paling penting adalah berdasarkan mekanisme
29
penyebab gempa di masing-masing unit seismotektonik yang menjadi daerah sumber
gempa, dimana secara umum dikategorikan dalam zona gempa subduksi, zona gempa
(2003) Cascadia Interface. Untuk sumber gempa Benioff dipakai persamaan atenuasi
Crustal dan Fault (0-50 km) digunakan fungsi atenuasi Boore-Atkinson (2008) NGA,
Lokasi tinjau dalam penelitian ini adalah Kota Makassar yang terletak di pesisir
pantai barat bagian selatan Sulawesi Selatan, yaitu pada koordinat -5.147665 LS dan
119.432731 BT. Ketinggian kota ini bervariasi antara 0-25 meter dari permukaan laut
dan memiliki garis pantai sepanjang 32 km serta areal seluas 175,77 km2 . Batas-batas
30
Gambar 2.12 Lokasi Tinjau (Suhendratman, 2013)
Daerah Makassar terdiri dari 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Selain memiliki
wilayah daratan, Kota Makassar juga memiliki wilayah kepulauan yang dapat dilihat
sepanjang garis pantai Kota Makassar. Pulau ini merupakan gugusan pulau-pulau
karang sebanyak 12 pulau, bagian dari gugusan pulau-pulau sangkarang yang lebih
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA)” dilaksanakan pada bulan Maret 2018
hingga April 2019. Adapun tempat penelitian dilaksanakan di Pusat Penelitian Fisika
(P2F), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kawasan Pusat Penelitian Ilmu
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa 1 buah Personal
Computer (PC) yang dilengkapi dengan beberapa software yaitu Ez-Frisk 7.52
sumber gempa, penentuan parameter a dan b, penenutan fungsi atenuasi, dan analisis
seismic hazard berdasarkan teori probabilitas total. Tahapan penelitian yang dilakukan
32
Gambar 3.1 Susunan Tahapan Penelitian
33
3.3.1 Pengumpulan Data Gempa
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gempa historis di wilayah
Indonesia bagian Timur periode 1957 – 2017 (60 tahun) yang dikumpulkan dari tiga
sumber katalog, yaitu katalog USGS, ISC dan GCMT. Skala magnitudo minimum yang
Data kejadian gempa yang dikumpulkan dari tiga sumber katalog menggunakan
Mw . Dalam analisis seismic hazard, skala magnitudo yang digunakan harus seragam
sehingga perlu dilakukan konversi dari skala magnitudo yang ada ke dalam satu jenis
skala. Pada penelitian ini, dipilih skala magnitudo momen sebagai skala yang
menyatakan ukuran gempa. Maka dilakukan sortir terhadap data gempa yang ada
sehingga hanya menyisakan data gempa dengan skala Mb dan Mw , kemudian dilakukan
(mainshock) dari gempa rintisan (foreshock) dan gempa susulan (aftershock). Proses
pemisahan gempa utama ini dilakukan dengan bantuan software ZMAP menggunakan
kriteria empiris yang diusulkan oleh Gardner dan Knopoff (1974), dimana kriteria ini
dikembangkan berdasarkan suatu rentang waktu dan jarak tertentu dari satu kejadian
34
gempa besar. Langkah-langkah de-clustering menggunakan software ZMAP
1. Download ZMAP.
Link: http://www.seismo.ethz.ch/prod/software/zmap/index_EN
ZMAP format: Long. Lat. Year Month Day Mw Depth Hrs. Min.
berikut:
a. Data Import Filter > ASCII Columns separated by blanks or tabs >
b. ZTools > De-Cluster the Catalogue > De-Cluster using Gardner &
Knopoff > Choose Window Size and Select Gruenthal (pers.comm.) >
GO
c. Again Choose Window Size and Select Gardner & Knopoff (1974) >
GO
Zona sumber gempa yang digunakan pada penelitian ini diklasifikasikan dalam
tiga jenis model sumber gempa, antara lain sumber gempa fault, sumber gempa
subduksi, dan sumber gempa background. Sumber gempa tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
35
a. Sumber gempa fault
Sumber gempa fault adalah zona kejadian gempa yang terjadi pada patahan-
Sumber gempa subduksi adalah zona kejadian gempa yang terjadi di dekat batas
Sumber gempa background adalah zona kejadian gempa yang belum diketahui
secara jelas data fault-nya, tetapi pada zona tersebut didapati adanya beberapa
kejadian gempa. Seperti kejadian gempa Jogja tahun 2006 (M = 6.4), dimana
nilai maksimum gempa dari sumber gempa. Perhitungan parameter ini dilakukan
dengan cara mengambil data-data gempa historis yang ada di daerah sumber gempa
36
3.3.6 Penentuan Fungsi Atenuasi
yang diturunkan dari wilayah lain tidak dapat dihindari. Pemilihan fungsi atenuasi ini
didasarkan pada kesamaan kondisi geologi dan tektonik dari wilayah dimana fungsi
atenuasi itu diturunkan. Tabel 3.1 menunjukkan fungsi atenuasi yang digunakan dalam
penelitian ini.
Kalkulasi ini dilakukan dengan bantuan software Ez-Frisk 7.52. Hasil akhir dari
analisis tersebut berupa nilai percepatan spektra pada T = 0 (PGA), T = 0.2, dan T = 1
37
BAB IV
Data gempa yang dikumpulkan dari tiga sumber katalog berjumlah 61.871
kejadian gempa untuk wilayah Indonesia bagian timur. Sebelum digunakan dalam
analisis hazard gempa, terlebih dahulu dilakukan proses dekluster terhadap data
gempa dependen dalam analisis akan mengakibatkan sedikit peningkatan pada hasil
analisis hazard gempa (Pacheco dan Sykes, 1992). Berdasarkan hasil analisis,
diperoleh gempa utama sebanyak 5.821 gempa dengan magnitudo maksimum sebesar
8.3 Mw.
38
Gambar 4.2 Data Gempa Hasil Dekluster
Data gempa utama tersebut kemudian dibagi menjadi dua kelompok data
kedalaman > 50 km. Dalam perhitungan nilai-a dan nilai-b dengan menggunakan
software ZMAP ver. 6.0 digunakan data gempa utama yang kedalamannya ≤ 50 km
untuk sumber gempa megathrust dan shallow crustal, sedangkan untuk sumber gempa
dengan membuat histogram magnitudo dan plot banyaknya kejadian gempa tiap tahun
dengan rentang magnitudo tertentu untuk melihat kelengkapan data yang akan
digunakan dalam analisis seismic hazard. Sebab ketidaklengkapan data gempa dapat
(terlalu besar atau terlalu kecil). Berdasarkan histogram magnitudo (Gambar 4.3)
diketahui katalog hasil dekluster merekam magnitudo terkecil 4.9 Mw. Hasil analisis
39
kelengkapan data untuk wilayah Indonesia bagian timur untuk rentang magnitudo 5.0-
6.0 adalah 53 tahun, rentang magnitudo 6.1-7.0 adalah 51 tahun, dan rentang
40
Gambar 4.5 Grafik Completeness Analysis Mw 6.1-7.0
41
4.2 Parameter Gempa
Pada penelitian ini penentuan parameter fault akan digunakan data hasil
penelitian Tim Revisi Peta Gempa Indonesia (2010) yang meliputi fault trace,
parameter fault tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1, tabel 4.2, dan tabel 4.3. Namun,
untuk menentukan koordinat sesar (fault trace) yang digunakan adalah dengan
42
Tabel 4.1 Data Parameter Sumber Gempa Fault untuk Daerah Jawa dan Sekitarnya (Irsyam, dkk., 2010)
Tabel 4.2 Data Parameter Fault untuk Daerah Sulawesi dan Sekitarnya (Irsyam, dkk., 2010)
43
Tabel 4.3 Data Parameter Fault untuk Daerah Papua dan Sekitarnya (Irsyam, dkk., 2010)
meliputi a-b value, rate, dan magnitudo maksimum. Perhitungan a-b value di setiap
zona sumber gempa dilakukan dengan cara mengambil data-data gempa historis yang
ada di daerah zona sumber gempa tersebut, kemudian dilakukan analisis statistik
dengan model Maximum Likelihood (Irsyam, dkk., 2010). Model maximum likelihood
log e 0.4343
b=M
̅ −M
=M
̅ −M
(13)
min min
44
Dimana Mo adalah magnitudo terkecil pada wilayah penelitian. Contoh hasil
dari analisisnya bisa dilihat pada gambar 4.9 untuk megathrust segmen 1 dan 2.
Gambar 4.8 Hasil Analisis a & b-value untuk Megathrust Segmen 1 dan 2
Rate atau laju kejadian gempa tahunan dihitung dengan persamaan (9) dengan
sehingga mo atau magnitudo minimum dibatasi sebesar 5.0 Mw. Hasil perhitungan a-
b value, rate, dan magnitudo gempa historis untuk setiap segmen zona sumber gempa
ditunjukkan oleh tabel 4.4. Pemodelan segmen-segmen zona sumber gempa tersebut di
45
Tabel 4.4 Parameter a-b value, Rate, dan Magnitudo Maksimum Historis Sumber Gempa
46
Nilai-a menunjukkan tingkat keaktifan kegempaan. Nilai-a yang besar
parameter ini bergantung pada banyaknya kejadian gempa dan untuk wilayah tertentu
bergantung pada penentuan volume dan time window. Adapun nilai b menggambarkan
aktivitas stress lokal dan biasanya nilainya mendekati 1. Wilayah dengan nilai-b yang
rendah biasanya berkorelasi dengan tingkat stress yang tinggi, sedangkan nilai-b yang
tinggi berkorelasi dengan tingkat stress yang rendah. Hal ini berarti bahwa wilayah
dengan nilai-b yang rendah berpotensi lebih besar mengalami kejadian gempa besar di
bahwa penurunan nilai b berhubungan dengan kenaikan stress di dalam batuan. Pada
penelitian lain, ditunjukkan bahwa nilai-b secara signifikan lebih rendah untuk gempa
yang terkait dengan thrust dibandingkan dengan normal dan patahan strike-slip
bangunan terhadap pengaruh pergerakan tanah (ground motion) pada periode tertentu.
Running yang dihasilkan pada software Ez-Frisk 7.52 adalah pada periode 0 detik
(PGA), 0.2 detik, dan 1 detik dengan probabilitas terlampaui 10% dan 2% dalam 50
47
tahun. Angka probabilitas tersebut mencerminkan resiko gempa atau resiko
𝑅𝑁 = 1 − (1 − 𝑅𝐴 )𝑁 (15)
1
𝑇=𝑅 (16)
𝐴
masa layan bangunan (N). Hal ini merepresentasikan tingkat pembebanan akibat
gempa pada perencanaan bangunan. Pada penelitian ini, analisis resiko gempa
dilakukan untuk mengetahui percepatan spektra pada t = 0 detik (setara dengan PGA),
t = 0.2 detik, dan t = 1 detik di batuan dasar akibat gempa dengan periode ulang 475
kedalaman rata-rata gempa, fungsi atenuasi yang dipilih, serta koordinat lokasi tinjau.
48
Batasan pemodelan zona sumber gempa yang digunakan dalam perhitungan
2. Jarak lokasi sumber gempa ke lokasi yang ditinjau dibatasi hingga 500 km,
kecuali untuk gempa akibat subduksi jarak yang ditinjau hingga 1000 km.
3. Fungsi atenuasi yang digunakan untuk setiap model adalah fungsi atenuasi yang
wilayah Indonesia.
Pada penelitian ini running software dilakukan setiap 0.1 derajat lintang dan
bujur dengan titik fokus terletak pada koordinat 5.148 LS dan 119.433 BT yang
merupakan lokasi dari Kota Makassar. Satuan yang digunakan pada PGA dan spektra
49
Berdasarkan hasil perhitungan, untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50
tahun atau setara dengan periode ulang gempa 475 tahun diperoleh percepatan spektra
di batuan dasar untuk Kota Makassar pada periode 0 detik (PGA), 0.2 detik, dan 1 detik
dalam 50 tahun atau setara dengan periode ulang gempa 2475 tahun diperoleh
percepatan tersebut berada dalam rentang nilai percepatan yang diusulkan oleh Tim
bangunan. Dengan percepatan spektra ini, struktur dapat dianalisis secara elastis untuk
50
mendapatkan gaya-gaya dalam yang berupa momen lentur, gaya geser, gaya normal,
dan puntir atau torsi yang bekerja pada tiap-tiap elemen struktur.
tahun sebagai dasar penentuan beban gempa pada perencanaan bangunan akan
software Arcgis 10.1. Input program ini adalah berupa koordinat lintang dan bujur serta
interpolasi dengan metode Kriging. Peta kontur dan hasil perhitungan percepatan
spektra di setiap titik dapat dilihat pada gambar 4.11 hingga 4.16 dan tabel 4.5 hingga
4.6.
51
Gambar 4.12 Kontur pada T = 0 detik (PGA) untuk 10% PE 50 tahun
52
Gambar 4.14 Kontur pada T = 1 detik untuk 10% PE 50 Tahun
53
Gambar 4.16 Kontur pada T = 0.2 detik untuk 2% PE 50 Tahun
54
Tabel 4.5 Percepatan Spektra untuk 10% PE 50 Tahun
Lat Lon 0.01s 0.20s 1.00s Lat Lon 0.01s 0.20s 1.00s
-4.848 119.133 0.0678 0.1217 0.0870 -5.148 119.533 0.0717 0.1288 0.0896
-4.848 119.233 0.0681 0.1223 0.0879 -5.148 119.633 0.0718 0.1290 0.0903
-4.848 119.333 0.0684 0.1229 0.0886 -5.148 119.733 0.0719 0.1292 0.0910
-4.848 119.433 0.0687 0.1235 0.0894 -5.248 119.133 0.0735 0.1320 0.0875
-4.848 119.533 0.0691 0.1242 0.0902 -5.248 119.233 0.0734 0.1319 0.0881
-4.848 119.633 0.0694 0.1248 0.0911 -5.248 119.333 0.0734 0.1318 0.0886
-4.848 119.733 0.0698 0.1256 0.0919 -5.248 119.433 0.0734 0.1319 0.0892
-4.948 119.133 0.0687 0.1232 0.0869 -5.248 119.533 0.0733 0.1318 0.0898
-4.948 119.233 0.0689 0.1236 0.0876 -5.248 119.633 0.0733 0.1318 0.0904
-4.948 119.333 0.0691 0.1240 0.0883 -5.248 119.733 0.0733 0.1320 0.0911
-4.948 119.433 0.0694 0.1245 0.0891 -5.348 119.133 0.0758 0.1364 0.0881
-4.948 119.533 0.0696 0.1250 0.0898 -5.348 119.233 0.0756 0.1361 0.0886
-4.948 119.633 0.0698 0.1255 0.0906 -5.348 119.333 0.0755 0.1360 0.0892
-4.948 119.733 0.0701 0.1260 0.0914 -5.348 119.433 0.0754 0.1358 0.0897
-5.048 119.133 0.0701 0.1254 0.0869 -5.348 119.533 0.0753 0.1356 0.0903
-5.048 119.233 0.0702 0.1257 0.0876 -5.348 119.633 0.0752 0.1356 0.0908
-5.048 119.333 0.0703 0.1259 0.0883 -5.348 119.733 0.0751 0.1355 0.0914
-5.048 119.433 0.0704 0.1262 0.0889 -5.448 119.133 0.0784 0.1417 0.0889
-5.048 119.533 0.0705 0.1265 0.0896 -5.448 119.233 0.0782 0.1412 0.0894
-5.048 119.633 0.0706 0.1268 0.0903 -5.448 119.333 0.0781 0.1410 0.0899
-5.048 119.733 0.0708 0.1272 0.0911 -5.448 119.433 0.0779 0.1407 0.0904
-5.148 119.133 0.0716 0.1283 0.0871 -5.448 119.533 0.0777 0.1403 0.0909
-5.148 119.233 0.0716 0.1284 0.0877 -5.448 119.633 0.0775 0.1401 0.0914
-5.148 119.333 0.0716 0.1285 0.0883 -5.448 119.733 0.0774 0.1399 0.0920
-5.148 119.433 0.0717 0.1287 0.0890
55
Tabel 4.6 Percepatan Spektra untuk 2% PE 50 Tahun
Lat Lon 0.01s 0.20s 1.00s Lat Lon 0.01s 0.20s 1.00s
-4.848 119.133 0.1112 0.2059 0.1467 -5.148 119.533 0.1164 0.2160 0.1490
-4.848 119.233 0.1118 0.2072 0.1482 -5.148 119.633 0.1165 0.2164 0.1502
-4.848 119.333 0.1123 0.2085 0.1497 -5.148 119.733 0.1167 0.2169 0.1515
-4.848 119.433 0.1129 0.2098 0.1512 -5.248 119.133 0.1190 0.2208 0.1444
-4.848 119.533 0.1135 0.2111 0.1527 -5.248 119.233 0.1190 0.2207 0.1454
-4.848 119.633 0.1140 0.2123 0.1541 -5.248 119.333 0.1188 0.2206 0.1464
-4.848 119.733 0.1147 0.2139 0.1557 -5.248 119.433 0.1189 0.2207 0.1476
-4.948 119.133 0.1121 0.2075 0.1456 -5.248 119.533 0.1188 0.2206 0.1486
-4.948 119.233 0.1125 0.2083 0.1469 -5.248 119.633 0.1188 0.2207 0.1497
-4.948 119.333 0.1129 0.2093 0.1483 -5.248 119.733 0.1189 0.2210 0.1510
-4.948 119.433 0.1133 0.2103 0.1497 -5.348 119.133 0.1227 0.2281 0.1448
-4.948 119.533 0.1138 0.2113 0.1511 -5.348 119.233 0.1225 0.2277 0.1457
-4.948 119.633 0.1142 0.2122 0.1524 -5.348 119.333 0.1223 0.2274 0.1467
-4.948 119.733 0.1147 0.2133 0.1539 -5.348 119.433 0.1221 0.2272 0.1477
-5.048 119.133 0.1138 0.2105 0.1448 -5.348 119.533 0.1219 0.2269 0.1487
-5.048 119.233 0.1140 0.2111 0.1461 -5.348 119.633 0.1219 0.2268 0.1497
-5.048 119.333 0.1142 0.2116 0.1473 -5.348 119.733 0.1218 0.2267 0.1508
-5.048 119.433 0.1144 0.2122 0.1486 -5.448 119.133 0.1271 0.2370 0.1456
-5.048 119.533 0.1147 0.2129 0.1498 -5.448 119.233 0.1267 0.2363 0.1464
-5.048 119.633 0.1149 0.2135 0.1511 -5.448 119.333 0.1265 0.2359 0.1474
-5.048 119.733 0.1153 0.2144 0.1525 -5.448 119.433 0.1262 0.2354 0.1483
-5.148 119.133 0.1161 0.2149 0.1444 -5.448 119.533 0.1259 0.2348 0.1491
-5.148 119.233 0.1161 0.2152 0.1456 -5.448 119.633 0.1257 0.2344 0.1501
-5.148 119.333 0.1162 0.2154 0.1467 -5.448 119.733 0.1255 0.2341 0.1511
-5.148 119.433 0.1163 0.2157 0.1479
56
4.4 Deagregasi
Analisis untuk kemungkinan magnitudo (M) dan jarak (R) dari site ke sumber
gempa yang akan memberikan hazard terbesar pada site tidak terlihat dengan jelas
dalam PSHA. Dengan demikian PSHA menjadi kurang lengkap memberikan informasi
(𝑅𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 ) yang diperoleh berdasarkan konsep titik berat dari kurva deagregasi.
∑ 𝑀𝑖 (𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
𝑀𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 = ∑(𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
(17)
∑ 𝑅𝑖 (𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
𝑅𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 = ∑(𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
(18)
Hasil deagregasi hazard gempa pada periode PGA di site Kota Makassar
(gambar 4.17) didapatkan nilai rata-rata magnitudo (mean magnitude) M sekitar 6.36
Mw dan rata-rata jarak (mean distance) R sekitar 412.72 km. Sumber gempa tersebut
57
Gambar 4.18 Kurva Deagregasi Hazard
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian Analisis Seismic Hazard di Batuan Dasar untuk Kota
1. Nilai percepatan tanah (PGA) dan spektra percepatan di batuan dasar untuk
nilai percepetan 0.07 g untuk PGA, 0.13 g untuk T = 0.2 detik, dan 0.09 g untuk
diperoleh nilai percepatan 0.12 g untuk PGA, 0.22 g untuk T= 0.2 detik, dan
Makassar yaitu gempa dengan rata-rata magnitudo 6.36 Mw dan rata-rata jarak
5.2 Saran
hazard tidak hanya di batuan dasar, tetapi juga di permukaan tanah dengan
59
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, N. (2016) Steps For Conducting Probabilistic Seismic Hazard Analysis Using
GIS and CRISIS Tools. Peshawar.
Aki, K. and Richards, PG-1980-Quantitative Seismology Theory and Methods.
Asrurifak, M. (2010) Peta Respon Spektra Indonesia Untuk Perencanaan Struktur
Bangunan Tahan Gempa Berdasarkan Model Sumber Gempa Tiga Dimensi Dalam
Analisis Probabilitas. Institut Teknologi Bandung.
Athanasius, C. and Solikhin, A. (2015) Pendugaan Kecepatan Gelombang Permukaan
(Vs30 ) di Pulau Sulawesi Berdasarkan Klasifikasi Geomorfologi dan Aplikasinya.
Bandung.
Beiser and Arthur (1999) Konsep Fisika Modern. 4th edn. Jakarta: Erlangga.
Bellier, O. et al. (2001) ‘High Slip Rate For a Low Seismicity Along the Palu-Koro
Active Fault In Central Sulawesi (Indonesia)’, Terra Nova, 13, pp. 463–470.
Bermana, I. (2006) ‘Klasifikasi Geomorfologi untuk Pemetaan Geologi yang telah
dibakukan’, Bulletin of Scientific Contribution, 4(2), pp. 161–173.
Bird, P. (2003) ‘An updated digital model of plate boundaries’, Geochemistry,
Geophysics, Geosystems, 4(3).
Bolt, B. A. (1989) Earthquakes. New York: W.H. Freeman.
Calvert, S. . and Hall, R. (2003) ‘The Cenozoic Geology of the Lariang and Karama
Regions, Western Sulawesi: New Insight Into the Evolution of the Makassar Straits
Region’, in Proceedings Indonesian Petroleum Associaton, 29th Annual Convention,
pp. 501–517.
Cornell, C. A. (1968) ‘Engineering Seismic Risk Analysis’, Bulletin of the
Seismological Society of America, 58(5), pp. 1583–1606.
Delfebriyadi (2001) ‘Deagregasi Hazard Kegempaan Provinsi Sumatera Barat’, Jurnal
Teknik Sipil, 18(13), pp. 217–226.
Elnashai, S. A. and Sarno (2008) Fundamental of Earthquake Engineering. Hongkong:
Wiley.
Gadallah, R. . and Fisher, R. (2009) Exploration Geophysics. Berlin: Springer.
Hager, B. H. and R.J, O'Connel (1978) ‘Subduction Zone Dip Angels and Flow Driven
by Plate Motion’, Tectonophysics, 50, pp. 111–133.
Hall, R., Cottam, M. A. and Wilson, M. E.J. (2011) ‘The SE Asian Gateway: History
60
and Tectonics of Australia-Asia Collision’, Geological Society of London Special
Publication, 355.
Hutapea, B. M. and Mangape, I. (2009) ‘Analisis Hazard Gempa dan Usulan Ground
Motion pada Batuan Dasar untuk Kota Jakarta’, Jurnal Teknik Sipil, 16(3), pp. 121–
131.
Irsyam, Masyhur., Sengara I Wayan., Aldiamar, F., Widiantoro, S., Triyoso, W.,
Hilman, D., Kertapati, E., Meilano, I., Asrurifak, M., Ridwan, M., H. (2010) Ringkasan
Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, Kementerian Pekerjaan Umum.
Bandung.
Kramer, S. L. (1996) Geothecnical Earthquake Engineering. New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
Lutgens, F.K., Tarbuck, E. J. and Tasa, D. (2012) Essentials of Geology. 11th edn. New
Jersey: Pearson Education.
Matsuoka, M. et al. (2006) ‘Average Share-Wave Velocity Mapping Using Japan
Engineering Geomorphologic Classification Map’, JSCE, 23(1), p. 57s–68s.
McGuire, R. . and Arbasz, W. J. (1990) ‘An Introduction to Probabilistic Seismic
Hazard Analysis’, Geotech, Environ, Geophys, 1, pp. 333–353.
Noson, L. L., A. Qamar and G. W, Thorsen (1988) Washington Division of Geology
and Earth Resources Information Sircular 85.
Nugraha, J. et al. (2014) ‘Analisis Hazard Gempa dan Isoseismal untuk Wilayah Jawa-
Bali-NTB’, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 15(1), pp. 1–11.
Pacheco, J. F. and Sykes, L. R. (1992) ‘Seismic Moment Catalog of Large, Shallow
Earthquakes, 1900 – 1989’, Bulletin of the Seismological Society of America, 82(3),
pp. 1306 – 1349.
Petersen, M. et al. (2004) ‘Probabilistic Seismic Hazard Analysis for Sumatera,
Indonesia & Across the Southern Malaysian Peninsula’, Tectonophysics, 390, pp. 141–
158.
Purbandini, P., Santosa, B. J. and Sunardi, B. (2017) ‘Analisis Bahaya Kegempaan di
Wilayah Malang Menggunakan Pendekatan Probabilistik’, Jurnal Sains dan Seni ITS,
6(2), pp. B20–B24.
Reiter, L. (1990) Earthquake Hazard Analysis: Issues and Insights. New York:
Columbia University Press.
Scholz, H. . (1968) ‘The Frequency-Magnitude Relation of Microfracturing in Rock
and Its Relation to Earthquakes’, Bulletin of the Seismological Society of America,
58(1), pp. 399–415.
61
Schorlemmer, D., Wiemer, S. and Wyss, M. (2005) ‘Variations In Earthquake-size
Distribution Across Different Stress Regime’, Nature, 437. doi: 10.1038/nature04094.
Socquet, A. et al. (2006) ‘Microblock Rotations and Fault Coupling In SE Asia Triple
Junction (Sulawesi, Indonesia) From GPS and Earthquake Slip Vector Data’, Journal
Of Geophysical Research: Solid Earth, 111(B8).
Suhendratman, A. P. (2013) Analisis Sedimen Kuarter Dan Zona Kerentanan Seismik
Berdasarkan Pengukuran Mikrotremor (Studi Kasus Kabupaten Gowa dan Kota
Makassar). Makassar: UNHAS.
Sunardi, B. and Nugraha, J. (2016) ‘Percepatan Tanah Maksimum Di Permukaan dan
Percepatan Spektra untuk Kota Makassar Berdasarkan Pendekatan Probabilistik’,
Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 17(1), pp. 33–46.
Supartoyo, Surono and Putranto, E. . (2014) ‘Katalog Gempabumi Merusak Di
Indonesia Tahun 1612-2014’, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Susilanto, P. and Ngadmanto, D. (2015) ‘Analisis Kecepatan Gelombang Geser (Vs ) di
Cilacap, Jawa Tengah sebagai Upaya Mitigasi Gempabumi’, Jurnal Meteorologi dan
Geofisika, 16(1), pp. 57–64.
www.usgs.gov; 2007.
62
LAMPIRAN
Lat Lon Min Mag 5 Zona Lat Lon Min Mag 5 Zona
-11.0532 114.0132 Max Mag 8.3 -5.3617 133.6476 Max Mag 6.7
-9.3298 114.4378 Min depth 0 -4.1277 132.5934 Min depth 0
-9.5213 115.9020 Max depth 50 -3.0851 131.3635 Max depth 50
-2.6170 130.0458 alfa 20.036
-9.5638 119.9577 alfa 14.624 Meg 1
-2.5319 128.7134 beta 3.685
-11.4362 119.6942 beta 2.764
-2.5745 127.5713 Al -3.22
-11.2447 115.6970 Al -3.22
-2.6596 126.2975 Bl 0.69
-11.0532 114.0132 Bl 0.69 -3.8723 126.4439 Meg 4
-3.7234 127.6885
Lat Lon Min Mag 5 Zona
-3.5957 128.6109
-11.4362 119.9138 Max Mag 5.8 -3.6383 129.7822
-11.0106 123.1642 Min depth 0 -3.9787 130.8804
-9.2021 127.5860 Max depth 47 -4.4043 131.8467
-8.3085 127.2639 alfa 21.142 Meg 2 -5.3830 131.9345
-9.6277 123.3106 beta 4.030 -5.3617 133.6476
-9.8404 120.3823 Al -3.22
-11.4362 119.9138 Bl 0.69 Lat Lon Min Mag 5 Zona
1.5090 123.9589 Max Mag 7.6
Lat Lon Min Mag 5 Zona 2.1686 121.3381 Min depth 0
-9.1390 127.8015 Max Mag 6.6 1.9558 119.6543 Max depth 48.3
-8.7986 130.2905 Min depth 0 0.7856 119.6543 alfa 11.077 Meg 5
-5.6709 133.6581 Max depth 48.5 0.8920 121.9530 beta 2.183
-5.7560 131.9158 alfa 17.319 Meg 3 0.7430 123.9296 Al -3.22
1.5090 123.9589 Bl 0.69
-7.3943 130.2759 beta 3.293
-8.1603 127.6404 Al -3.22
Lat Lon Min Mag 5 Zona
-9.1390 127.8015 Bl 0.69
1.6557 129.4055 Max Mag 6.9
3.6982 128.7905 Min depth 0
6.2089 127.3849 Max depth 50
9.7408 126.8725 alfa 10.617
9.6344 125.7011 beta 2.112
Meg 6
7.2302 126.5211 Al -3.22
5.6770 126.5503 Bl 0.69
3.1663 127.9706
1.2727 128.7466
1.6557 129.4055
63
Lat Lon Min Mag 5 Zona Lat Lon Min Mag 5 Zona
-8.9624 114.4837 Max Mag 6.6 -4.1425 126.4687 Max Mag 6.8
-9.3428 119.9442 Min depth 0 -5.3892 126.5858 Min depth 0
-7.1664 120.0759 Max depth 50 -5.3681 130.4213 Max depth 50
-6.8072 114.6448 alfa 16.259 Shall 1 -4.2693 130.7726 alfa 10.640 Shall 4
-8.9624 114.4837 beta 3.180 -3.9101 129.2062 beta 2.090
Al -3.55 -4.1425 126.4687 Al -3.55
Bl 0.74
Bl 0.74
Lat Lon Min Mag 5 Zona Lat Lon Min Mag 5 Zona
-9.8057 120.3982 Max Mag 7.7 0.6942 119.653 Max Mag 7.9
-9.5522 123.2967 Min depth 0 0.6097 123.8837 Min depth 0
-8.1787 127.2200 Max depth 50 -2.0738 123.8690 Max depth 50
-6.6362 126.6784 alfa 10.087 Shall 2 -2.0315 119.6676 alfa 13.519 Shall 5
-7.2912 120.4421 beta 1.890 0.6942 119.6530 beta 2.580
-9.8057 120.3982 Al -3.55 Al -3.55
Bl 0.74 Bl 0.74
Lat Lon Min Mag 5 Zona Lat Lon Min Mag 5 Zona
-8.0218 127.6150 Max Mag 7
5.9434 126.2612 Max Mag 7.5
-7.1977 130.1622 Min depth 9
4.4431 124.0361 Min depth 0
-5.8031 131.6408 Max depth 38.3
0.1537 125.9831 Max depth 50
-5.7609 129.2839 alfa 7.876 Shall 3
1.2525 128.6035 alfa 9.696 Shall 6
-6.2468 128.8740 beta 1.730
5.9434 126.2612 beta 1.750
-6.754 127.3222 Al -3.55
-8.0218 127.6150 Bl 0.74 Al -3.55
Bl 0.74
64
Lat Lon Min Mag 5 Zona Lat Lon Min Mag 5 Zona
-8.9624 114.4837 Max Mag 6.4 -4.1425 126.4687 Max Mag 6.1
-9.3428 119.9442 Min depth 52.3 -5.3892 126.5858 Min depth 54
-7.1664 120.0759 Max depth 300 -5.3681 130.4213 Max depth 300
-6.8072 114.6448 alfa 14.463 Ben 1 -4.2693 130.7726 alfa 15.292 Ben 4
-8.9624 114.4837 beta 2.690 -3.9101 129.2062 beta 3.040
Al -3.22 -4.1425 126.4687 Al -3.22
Bl 0.69 Bl 0.69
Lat Lon Min Mag 5 Zona Lat Lon Min Mag 5 Zona
-9.8057 120.3982 Max Mag 6.2 0.6942 119.6530 Max Mag 7.5
-9.5522 123.2967 Min depth 50.7 0.6097 123.8837 Min depth 53.8
-8.1787 127.2200 Max depth 300 -2.0738 123.8690 Max depth 300
-6.6362 126.6784 alfa 17.388 Ben 2 -2.0315 119.6676 alfa 12.690 Ben 5
-7.2912 120.4421 beta 3.270 0.6942 119.6530 beta 2.350
-9.8057 120.3982 Al -3.22 Al -3.22
Bl 0.69 Bl 0.69
Lat Lon Min Mag 5 Zona Lat Lon Min Mag 5 Zona
-8.0218 127.6150 Max Mag 7.6 5.9434 126.2612 Max Mag 7.5
-7.1977 130.1622 Min depth 59.5 4.4431 124.0361 Min depth 51
-5.8031 131.6408 Max depth 300 0.1537 125.9831 Max depth 300
-5.7609 129.2839 alfa 9.097 Ben 3 1.2525 128.6035 alfa 13.450 Ben 6
-6.2468 128.8740 beta 1.649 5.9434 126.2612 beta 2.370
-6.7540 127.3222 Al -3.22 Al -3.22
-8.0218 127.6150 Bl 0.69 Bl 0.69
65
2. Data parameter a dan b sumber gempa
66
67
68
3. Data Fault Trace
69