Hormat Kami,
Menyetujui, Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Geofisika Dosen Pembimbing Kerja Praktik
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Menyetujui,
Kepala Stasiun Geofisika Klas II Tretes
Sujabar, S.T
NIP. 197011071995031001
Mengetahui, Mengetahui,
Pembimbing Kerja Praktik 1 Pembimbing Kerja Praktik 2
1. Bapak Dr.Widya Utama, DEA sebagai Ketua Departemen Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Sipil,
Lingkungan, dan Kebumian, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
2. Bapak Sujabar, S.T sebagai Kepala Stasiun Geofisika kelas II Tretes-Pasuruan.
3. Bapak Iwan Setiawan sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Stasiun Geofisika kelas II Tretes-
Pasuruan.
4. Bapak Suwarto, S.Si sebagai Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Geofisika kelas II Tretes-
Pasuruan.
5. Ibu Wien Lestari, S.T.,M.T. sebagai Kepala Laboratorium Petrofisika.
6. Bapak Firman Syaifuddin, S.Si., M.T. sebagai dosen pembimbing.
7. Orang tua dan teman-teman atas doa,bimbingan, perhatian, serta semangat yang selalu diberikan
selama ini.
Penulis menyadari laporan ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan, sehingga laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan di lapangan serta dapat dikembangkan lebih lanjut
lagi.
Penulis
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Namun Indonesia menjadi negara
dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Hal ini dikarenakan posisi negara Indonesia terletak
di antara pertemuan lempeng besar Australia, Eurasia, dan Pasifik. Tumbukan lempeng Eurasia dan
Indo-Australia memengaruhi Indonesia bagian barat yaitu sekitar sepanjang Pantai Sumatra, Jawa,
dan Nusa Tenggara. Sedangkan pada Indonesia bagian timur yaitu Papua Utara dan Maluku Utara,
dua lempeng tersebut ditubruk lagi oleh Lempeng Samudra Pasifik dari arah timur. Pertemuan
lempeng-lempeng tektonik besar di Indonesia itu menghasilkan berbagai macam fenomena alam.
Pertemuan kedua lempeng tersebut menghasilkan jalur penunjaman yang disebut sebagai subduksi.
Jawa Timur adalah salah satu provinsi di Pulau Jawa yang cukup rentan terhadap gempa bumi.
Hal ini disebabkan oleh proses subduksi yang terjadi di Pantai Selatan Pulau Jawa dan beberapa
patahan yang melintasi atau memanjang di area sekitar Jawa Timur contohnya Patahan Kendeng.
Fokus gempa lebih banyak terjadi di zona subduksi yang bergerak sekitar 7 cm per tahun. Lempeng
Indo-Australia bergerak relatif terhadap Lempeng Eurasia.
Gempa bumi merupakan gejalan alam yang sangat dikenal di Indonesia karena sering terjadi di
Indonesia dan mengakibatkan dampak yang besar tergantung daerah dan magnitudonya. Gempa
bumi didefinisikan sebagai getara alamiah yang terletak pada lokasi tertentu dan sifatnya tidak
berkelanjutan. Oleh karena itu gempa dapat dirasakan atau hanya dapat diamati dengan alat tertentu.
Untuk mengantisipasi sedini mungkin adanya bencana alam yang berupa gempa maka diperlukan
suatu informasi tentang gempa atau gejala alam lain akibat pergerakan gempa tektonik bumi. Maka
terdapat suatu nstansi pemerintah yang bernama BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika) yang memberikan informasi tersebut kepada masyarakat. Oleh karena itu tujuan kerja
praktek ini untuk analisis seismogram sehingga dapat dicari nilai pendekatan hiposenter dan
mekanisme fokus gempa bumi di wilayah Jawa Timur.
Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek ini terdiri atas dua hal yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Adapun tujuan masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Menentukan nilai pendekatan hiposenter dari gempa Malang tanggal 19 Februari 2019 pukul
02.30 WIB dan gempa Bali tanggal 16 Juli 2019 pukul 07.18 WIB.
2. Menentukan mekanisme fokus gempa Malang tanggal 19 Februari 2019 pukul 02.30 WIB dan
gempa Bali tanggal 16 Juli 2019 pukul 07.18 WIB.
1. Metode yang digunakan untuk menentukan hiposenter dan mekanisme fokus gempa adalah
diagram WADATI dengan first time arrival dan first polarity.
2. Gempa yang diteliti adalah gempa yang dirasakan kuat di Malang tanggal 19 Februari 2019
pukul 02.30 WIB dan Bali tanggal 16 Juli 2019 pukul 07.18 WIB.
1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman selaku generasi yang terdidik untuk
siap terjun langsung di masyarakat khususnya di lingkungan kerjanya.
2. Dapat mengenal lebih jauh realita ilmu yang telah diterima di bangku kuliah melalui
kenyataan yang ada di lapangan.
3. Dapat menguji kemampuan pribadi dalam berkreasi pada bidang ilmu yang dimiliki serta
dalam tata cara hubungan masyarakat di lingkungan kerjanya di masa mendatang.
Penulisan Laporan Kerja Praktek ini dibuat beberapa bagian untuk memudahkan pembahasan
yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
BAB VI KESIMPULAN
Merupakan bagian akhir yang terdiri dari kesimpulan terhadap keseluruhan isi
laporan kerja praktek.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A.PROFIL BADA METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN GEOFISIKA KELAS II TRETES
Stasiun Geofisika Tretes mulai melaksanakan pengamatan gempa bumi pada tahun 1975. Lokasinya
terletak di desa Ledug, kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Koordinat stasiun berada pada 07 o 42’
14’’ LS – 112o 38’ 06’’ BT dengan elevasi 832 diatas permukaan laut. Pengamatan gempa bumi dilakukan
secara real time. Peralatan pengamatan gempa bumi yang digunakan berupa seismograf analog periode
pendek satu komponen atau SPS-1 buatan Kinemetrics USA. Pada tahun 1993, Stasiun Tretes mengakuisisi
Portable Seismograph type PS-2 yang digunakan untuk survei seismik dan pengamatan gempa susulan.
Pada tahun 1996, Stasiun mengakuisisi digital seismograph yang dilengkapi dengan perangkat lunak
TREMORS (Tsunami Risk Evaluations through Seismic Moment from a Real Time Systems). Pada tahun
2004, kemampuan pengataman dan pengolahan gempabumi ditingkatkan kembali dengan meng-upgrade
seismograf digital periode panjang dan tremors. Setahun kemudian, Pemerintah Prancis memberikan
bantuan berupa peralatan digital seismograph tiga komponen periode pendek yang ditempatkan di
Stasiun Geofisika Klas II Tretes.
Selain melakukan pengamatan gempa bumi, Stasiun Geofisika Tretes melakukan pengamatan kelistrikan
udara sejak tahun 1991. Sejak bulan April 2008, perlatan pengamatan petir baru Lightning Detector Boltek
2000 telah dioperasikan sehingga dapat memenuhi jasa dan informasi kelistrikan udara khususnya petir.
Pada tahun 2009, dilengkapi lagi dengan peralatan survei Digital Portable Seismograph TDL-303S. Pada
bulan April 2012, peralatan TDS Stasioner 5.0 telah diakuisisi. Pada Desember 2013, uji coba penambahan
software JISVIEW untuk real-time monitoring dan processing secara multistation. Pada saat itu mulai
dilakukan analisis gempa bumi memakai software JISVIEW. Pada tanggal 12 Desember 2015 dilakukan
penambahan seperangkat alat untuk meningkatkan kinerja dalam melakukan analisis secara akurat dan
cepat yaitu SeisComp3.
DIsamping peralatan yang diuraikan diatas, stasiun Geofisika Tretes juga telah melakukan pengamatan
unsur-unsur cuaca antara lain
1. Pengamatan curah hujan secara otomatis dan manual dnegan peralatan penakar hujan tipe
Hellman dan OBS.
2. Pengamatan suhu maksimum-minum, kelembapan udara relatif, dan suhu basah-kering.
3. Pengamatan tekanan udara dengan Barometer Hg Muller.
4. Pengamatan lamanya sinar matahari dengan Campbell Stokes.
5. Pengamatan arah dan kecepatan angina secara manual dengan memakai tabel Beaufort.
Kalibrasi terakhir dilakukan pada bulan Mei 2016 sehingga kualitas alat dan data terjamin.
B. VISI
Mewujudkan pelayanan jasa meteorology, klimatologi, dan geofisika yang cepat,akurat, dan tepat
guna menjamin keselamatan masyarakat dan menunjang pembangunan di segala sektor.
C. MISI
Membawa Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika bersaing di kawasan regional dan
internasional dalam memberikan pelayanan melalui:
D. SASARAN PEMBANGUNAN
E. KEBIJAKAN TEKNIS
F. PROGRAM KERJA
Pelayanan jasa di bidang Geofisika yang disediakan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Tretes
tercantum pada tabel berikut ini
Bidang Jenis Pelayanan Aplikasi Pelayanan
Seismik Info Parameter 1.Penanggulangan bersama
Gempa Bumi 2.Pengembangan gedung
pemukiman
Listrik udara Info daerah rawan 1.Proteksi bangunan /pemancar
Petir dari sambaran petir
2. Asuransi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gempa Bumi
2. Focal Mechanism
Fokal mekanisme menggambarkan orientasi patahan dan pergerakan relatifnya. Parameter ini
penting setelah data hiposenter didapatkan untuk mengetahui geometri source system. Solusi
mekanisme fokus didasarkan pada pola radiasi gelombang seismik gempa bumi. Gelombang
gempa bumi memiliki polaritas dan amplitudo yang berbeda-beda tergantung dari posisi relatif
sumber terhadap stasiun seismik. Geometri dari pergerakan patahan akibat gempa bumi dapat
dinyatakan dengan tiga parameter berupa strike, dip, dan rake.
Gambar 2. Model Bidang Patahan (atas) dan Zona Kompresi-Dilatasi (bawah) (Wysession, 2003)
merupakan pola kepenerusan lapisan dan dip adalah sudut penunjaman lapisan terhadap
permukaan tanah. Rake sendiri merupakan arah/sudut pergeseran patahan (slip angle). Ketika
patahan mengalami slip, terjadi gesekan akibat pergerakan sisi yang berhadapan bertolak
belakang satu sama lain.
Hal ini menyebabkan perbedaan sifat polaritas gelombang P yang menjalar.Konsep ini
lebih detail dijelaskan pada mekanisme Double- Couple gempa bumi. Polaritas pertama yang
perlu di-picking disebut sebagai first motion. Jika stasiun seismik mengalami dorongan maka first
motion-nya bersifat kompresi, sebaliknya first motion akan bersifat dilatasi. First motion inilah
yang penting untuk pemodelan zona kompresi dan dilatasi pada focal mechanisms. Prinsip
mekanisme fokus adalah untuk menunjukkan pergerakan relatif dari sumber gempabumi yang
diproyeksikan pada bola kecil yang berpusat di hiposenter disebut sebagai focal sphere. (Stein
Wysession). Focal sphere sering disebut juga dengan beach-ball.
Maka komponen rekaman seismik dari sebuah titik sumber dapat dinyatakan sebagai
6
Parameter sumber gempa bumi ini dipergunakan utnuk zonasi mikro dan perlakuan resiko
seismik. Focal sphere juga dapat digunakan untuk menampilkan mekanisme fokus, dimana
belahan bumi rendah diplot dan kuadran kompresi dibuat berbayang untuk menghasilkan
gambar beach ball.
Ketika memulai processing , diperlukan klasifikasi gempa menurut jaraknya misalkan gempa lokal
(kurang dari 1000 km), gempa regional ( 1000-2000 km) dan gempa global ( lebih dari 2000 km).
Untuk jaraknya sendiri kadang sering berubah sesuai dengan referensi yang digunakan. Untuk
lokalisasi gempa bumi, arrival times P dan S digunakan untuk gempa bumi lokal dan fase P hanya
untuk gempa global. Identifikasi fase lebih menekankan pada dua parameter dasar yaitu
frekuensi dan amplitude. Perbedaan menonjol antara frekuensi sering menunjukkan adanya fase
baru yang masuk sebagai input, begitupun dengan amplitude. Kebanyakan seismogram
menunjukkan scattered waves akibat inhomogenitas didalam bumi dan gelombang ini terlihat
antara P dan S dan pada akhir seismogram.
Gempa bumi global dapat menampilkan ray tracing yang berbeda sehingga time arrival dan
frekuensi fase yang terlihat. Pada praktiknya, kadangkala traces berbentuk acak sehingga fase
sulit dibedakan. Hal ini bisa saja diatas dengan mengaplikasikan filter bandpass sekitar 0.1-7 Hz.
Pemilihan filter sendiri menjadi polemik. Bisa saja menghilangkan informasi berharga atau
terdapat efek-efek lain seperti nonlinear-phase effect, delay time, phase-shift, dan sebagainya.
Picking Phase merupakan kemampuan yang membutuhkan banyak latihan dan fase yang
diobservasi mungkin berbeda dengan yang diasumsikan. Trace yang baik biasanya berasal dari
seismic arrays. Dengan menambahkan sinyal time delay yang menggambarkan arah kedatangan
dan kecepatan gelombang seismik, SNR (Signal to Noise Ratio) dapat ditingkatkan. Biasanya
picking digunakan untuk mencari parameter hiposenter berupa koordinat geografis dan
kedalaman (Havskov,2010). Pada permasalahan tertentu seperti pembacaan polaritas, beberapa
seismogram menampilkan trace yang bercampur dengan ambient noise atau yang sudah
mengalami filtering. Hal ini mengaburkan interpretasi fase awal gelombang P. Secara
teori,polarity picking hanya dilakukan pada first arrival P yang jelas meskipun adakalanya fase
lain seperti S, pP, PP, atau Pg dapat di-pick untuk membantu proses inversi. Adanya efek filtering
mengharuskan pembacaan polarity pada raw traces. Adapun nilai SNR baik akibat noise ataupun
sumber gempa dalam juga dapat mengaburkan polaritas traces.
Penentuan estimasi origin time dan arrival time perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil
inversi yang baik. Salah satu cara untuk menentukan origin time adalah dengan memakai diagram
wadati. Diagram wadati menampilkan perkiraan waktu tiba gelombang P dan S pada medium
homogeny isotropis. Data dari diagram wadati dapat digunakan untuk menghitung jarak stasiun
ke hiposenter, nilai Vp/Vs ratio, dan mengoreksi pembacaan atau picking gelombang P dan S.
Waktu beda S-P di-ploting terhadap waktu tiba gelombang P masing-masing stasiun. Kemudian
ditarik intercept-nya dengan menggunakan prinsip gradient garis atau melalui nilai rasio Vp/Vs
untuk mendapatkan origin time. Secara teoritis, jarak antara sumber dengan stasiun pengamat
sama dengan perbedaan waktu tiba gelombang S dan P (Arrival time) (Sunarjo, 2010).
𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎 ……………………………………………………….……(6)
𝑉𝑝
tan 𝜃 = 𝑙 = − 1 ……………………………………….……...……(8)
𝑉𝑠
1 𝑇𝑠𝑝
𝑇𝑜 = ∑𝑛𝑖−1(𝑇𝑝 − ) ……………………………………….……..…(9)
𝑛 1
Dimana Tsp adalah arrival time S dan P, Tpo adalah beda waktu datang gelombang P dengan
origin time, To adalah origin time, dan l adalah notasi stasiun.
6. Sesar atau Patahan
Sesar atau patahan terjadi karena tekanan yang sangat kuat, terlebih bila berlangsung sangat
cepat. Batuan tidak hanya retak melainkan terjadi pergeseran posisi relatif. Sebagian besar
bidang patahan berupa bidang miring. Beberapa jenis sesar antara lain:
a. Sesar strike-slip, terjadi pergeseran sesar secara horizontal/mendatar. Sesar strike-
slip. Sesar ini ditentukan berdasarkan pada gerakan yang menghadap bidang sesar,
bila bergerak ke kiri disebut sinistral , sebaliknya disebut dekstral. Parameter
indikatornya yaitu dip-angle 90o, slip-angle 0o (kanan) atau 180o (kiri).
b. Sesar Normai, relatif turun terhadap foot-wall. Parameter indikatornya yaitu dip-
angle tidak sama dengan 0o dan 90o serta -180o ≤ slip angle ≤ 0o
c. Sesar Reverse, relatif naik terhadap foot-wall. Parameter indikatornya sama dengan
sesar normal dengan 0o ≤ slip angle ≤ 180o
d. Sesar Oblique, perpaduan antara strike-slip dengan normal/reverse.
Kondisi tektonik pulau Jawa didasarkan pada pergerakan lempeng Indo-Australia yang relative
bergerak ke utara bertumbukan dengan lempeng Eurasia yang relatif diam. Tunjaman lempeng tersebut
mengakibatkan pergerakan lapisan atasnya. Hal ini mengakibatkan Jawa sebagai zona dengan seismisitas
tinggi. (Shohaya, 2013 ). Beberapa gempa juga pernah terjadi di Jawa Timur sebagai hasil dari interlocking
zona subduksi di Pantai Selatan atau sebagai background. Sumber gempa di Jawa Timur sebagian besar
berada di Palung Jawa di Pantai Selatan dan Bali. Kepenerusan palung ini sampai di sebelah timur Timor
Leste. Pergerakan relatif sekitar 6 mm pertahun di Patahan Kenderng memicu aktivitas seismik sepanjang
Flores-Wetar Backarc Thrust. Aktivitas seismik ini berupa strike-slip motion sepanjang Patahan Semau.
(Koulali,2016)
MULAI
STUDI LITERATUR
PEMILIHAN EVENT
PENGAMBILAN EVENT
PENGOLAHAN
PENULISAN LAPORAN
SELESAI
PICKING
JISVIEW DIMAS
TRACE POLARITY
AZMTAK
OUTFILE
PINV
FOCAL SPHERE
PEMBANDINGAN
MENDEKATI
SELESAI
Parameter lain yang menjadi acuan inversi adalah azimuth gap yakni besarnya gap (no station)
pada radius tertentu yang mengelilingi hiposenter biasanya dinyatakan dalam derajat. Semakin
besar azimuth gap maka ketidakpastian koordinat hiposenter semakin besar terutama nilai
kedalamannya. Dengan kata lain, semakin banyak stasiun yang mengelilingi hiposenter maka
semakin baik hasil inversi koordinat hiposenter. Posisi stasiun, kualitas data, time window, dan
filter juga memengaruhi hasil picking. Oleh karena itu, input sebanyak mungkin dan picking pada
raw traces dengan mempertimbangkan SNR atau ambient noise. Ketidakcocokan hasil picking
dapat diamati pada diagram wadati yang diperoleh secara iteratif berdasarkan model travel
times yang dipakai (dalam hal ini memakai model iasp91) dan first picking. Hal ini berpengaruh
pada hasil inversi terutama pada variable kedalaman. Kesalahan picking S dapat membuat
hasilnya melenceng jauh dari nilai sebenarnya (hasil optimal). Oleh karena itu, beberapa trace
yang tidak jelas fase keduanya (gelombang S) hanya dilakukan first picking (gelombang P).
Identifikasi S-phase memerlukan pengetahuan mendalam mengenai kondisi model bumi global,
intuisi ray-tracing seismic, dan rangkaian event seismik. Hal ini dikarenakan miripnya S-phase
pada model fase seperti PP, Pdiff, ataupun T-phase.
Semakin sesuai dengan garis diagram Wadati, hasil hiposenter semakin optimal. Namun hal
tersebut tidak menjamin tingkat kecocokan yang tinggi dengan hasil inversi menggunakan
algoritma yang dipakai saat ini seperti momen tensor. Akibat keterbatasan data, maka dilakukan
inversi data atau picking kembali dengan JISVIEW. Pada JISVIEW sendiri, cukup input komponen
vertikal (BHZ) dengan stasiun sebanyak mungkin. Koordinat yang dihasilkan untuk event MALANG
yakni 9.728 LS 112.769 BT dengan kedalaman 9 kilometer dan event BALI sekitar 9.069 LS 114.445
BT dengan kedalaman 105 kilometer. Pada JISVIEW pula juga didapatkan focal sphere yang
menggambarkan kecenderungan jenis patahan sumber gempa. Parameter mekanisme fokus
gempa Malang yakni 325.2o/168.9o (strike), 46o/46.5o (dip), 73.1o/106.8o (rake). Sedangkan
gempa Bali sekitar 200.6o/305o (strike), 42.9o/76.2o (dip), 159.4o/49o (rake). Sedangkan pada
DIMAS, perlu AZMTAK-PINV untuk mendapatkan focal sphere dan hasilnya yaitu untuk Bali
sekitar 218o/308o (strike), 90o/41o (dip), 131o/0o (rake) dan untuk Malang sekitar 354 o/102o
(strike), 79o/102o (dip), 120o/22o (rake).
Sepintas hasil AZMTAK-PINV dengan JISVIEW terlihat terbalik namun jenis patahan yang diduga
kuat menjadi sumbernya berupa oblique fault. Hal ini dibandingkan dengan hasil USGS yang lebih
mirip dengan hasil JISVIEW. Kemungkinan besar, focal sphere pada AZMTAK kekurangan data
stasiun, trace-display pada program, kondisi instrumen, perbedaan metode inversi, dan
subyektivitas operator dalam menentukan karakter strain (compression dan dilatation). Saat ini,
inversi focal mechanism dan hiposenter memakai metode moment tensor dan kombinasi picking
regional-teleseismik seperti yang dilakukan oleh USGS.