Anda di halaman 1dari 39

LEMBAR PENGESAHAN I

LAPORAN KERJA PRAKTIK DI BMKG STASIUN GEOFISIKA TRETES


“Analisis Seismogram untuk Inversi Hiposenter dan Mekanisme Fokus”

Surabaya, 18 Oktober 2019

Hormat Kami,

Peserta Kerja Praktik I Peserta Kerja Praktik II

Yogic Wahyu Rhamadianto Muhammad Lutfillah Kurniawan


NRP. 03411640000023 NRP. 03411640000054

Menyetujui, Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Geofisika Dosen Pembimbing Kerja Praktik
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Dr. Widya Utama, DEA Firman Syaifuddin, S.Si., M.T


NIP. 199611024 198803 1001 NIP. 19840911 201404 1 001
LEMBAR PENGESAHAN II
LAPORAN KERJA PRAKTIK DI BMKG STASIUN GEOFISIKA TRETES
“Analisis Seismogram untuk Inversi Hiposenter dan Mekanisme Fokus”

Surabaya, 18 Oktober 2019

Menyetujui,
Kepala Stasiun Geofisika Klas II Tretes

Sujabar, S.T
NIP. 197011071995031001

Mengetahui, Mengetahui,
Pembimbing Kerja Praktik 1 Pembimbing Kerja Praktik 2

Ana Budi Noviyanti, S.Tr Novita Hendrastuti, S.Si


NIP. 198806302009112001 NIP. 198011112006042003
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami
dapat menyelesaikan proposal kerja praktik dengan judul “ANALISIS SEISMOGRAM UNTUK INVERSI
HIPOSENTER DAN MEKANISME FOKUS”. Proposal ini disusun sebagai salah satu syarat dalam melakukan
kegiatan kerja praktik di BMKG TRETES. Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini tidak akans
elesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Widya Utama, DEA sebagai Ketua Departemen Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Sipil,
Lingkungan, dan Kebumian, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
2. Bapak Sujabar, S.T sebagai Kepala Stasiun Geofisika kelas II Tretes-Pasuruan.
3. Bapak Iwan Setiawan sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Stasiun Geofisika kelas II Tretes-
Pasuruan.
4. Bapak Suwarto, S.Si sebagai Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Geofisika kelas II Tretes-
Pasuruan.
5. Ibu Wien Lestari, S.T.,M.T. sebagai Kepala Laboratorium Petrofisika.
6. Bapak Firman Syaifuddin, S.Si., M.T. sebagai dosen pembimbing.
7. Orang tua dan teman-teman atas doa,bimbingan, perhatian, serta semangat yang selalu diberikan
selama ini.

Penulis menyadari laporan ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan, sehingga laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan di lapangan serta dapat dikembangkan lebih lanjut
lagi.

Pasuruan, 25 Agustus 2019

Penulis
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Namun Indonesia menjadi negara
dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Hal ini dikarenakan posisi negara Indonesia terletak
di antara pertemuan lempeng besar Australia, Eurasia, dan Pasifik. Tumbukan lempeng Eurasia dan
Indo-Australia memengaruhi Indonesia bagian barat yaitu sekitar sepanjang Pantai Sumatra, Jawa,
dan Nusa Tenggara. Sedangkan pada Indonesia bagian timur yaitu Papua Utara dan Maluku Utara,
dua lempeng tersebut ditubruk lagi oleh Lempeng Samudra Pasifik dari arah timur. Pertemuan
lempeng-lempeng tektonik besar di Indonesia itu menghasilkan berbagai macam fenomena alam.
Pertemuan kedua lempeng tersebut menghasilkan jalur penunjaman yang disebut sebagai subduksi.

Jawa Timur adalah salah satu provinsi di Pulau Jawa yang cukup rentan terhadap gempa bumi.
Hal ini disebabkan oleh proses subduksi yang terjadi di Pantai Selatan Pulau Jawa dan beberapa
patahan yang melintasi atau memanjang di area sekitar Jawa Timur contohnya Patahan Kendeng.
Fokus gempa lebih banyak terjadi di zona subduksi yang bergerak sekitar 7 cm per tahun. Lempeng
Indo-Australia bergerak relatif terhadap Lempeng Eurasia.

Gempa bumi merupakan gejalan alam yang sangat dikenal di Indonesia karena sering terjadi di
Indonesia dan mengakibatkan dampak yang besar tergantung daerah dan magnitudonya. Gempa
bumi didefinisikan sebagai getara alamiah yang terletak pada lokasi tertentu dan sifatnya tidak
berkelanjutan. Oleh karena itu gempa dapat dirasakan atau hanya dapat diamati dengan alat tertentu.
Untuk mengantisipasi sedini mungkin adanya bencana alam yang berupa gempa maka diperlukan
suatu informasi tentang gempa atau gejala alam lain akibat pergerakan gempa tektonik bumi. Maka
terdapat suatu nstansi pemerintah yang bernama BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika) yang memberikan informasi tersebut kepada masyarakat. Oleh karena itu tujuan kerja
praktek ini untuk analisis seismogram sehingga dapat dicari nilai pendekatan hiposenter dan
mekanisme fokus gempa bumi di wilayah Jawa Timur.

1.2 Tujuan Kerja Praktek

Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek ini terdiri atas dua hal yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Adapun tujuan masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:

1.2.1 Tujuan Umum

1. Mendapatkan pengalaman dalam bersosialisasi dengan lingkungan kerja.

2. Mengetahui penggunaan ilmu Geofisika dalam dunia kerja.

3. Memenuhi beban satuan kredit semester (SKS) berupa Kerja Praktik.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menentukan nilai pendekatan hiposenter dari gempa Malang tanggal 19 Februari 2019 pukul
02.30 WIB dan gempa Bali tanggal 16 Juli 2019 pukul 07.18 WIB.
2. Menentukan mekanisme fokus gempa Malang tanggal 19 Februari 2019 pukul 02.30 WIB dan
gempa Bali tanggal 16 Juli 2019 pukul 07.18 WIB.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah

1. Metode yang digunakan untuk menentukan hiposenter dan mekanisme fokus gempa adalah
diagram WADATI dengan first time arrival dan first polarity.
2. Gempa yang diteliti adalah gempa yang dirasakan kuat di Malang tanggal 19 Februari 2019
pukul 02.30 WIB dan Bali tanggal 16 Juli 2019 pukul 07.18 WIB.

1.4 Manfaat

Kegiatan kerja praktek ini dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman selaku generasi yang terdidik untuk
siap terjun langsung di masyarakat khususnya di lingkungan kerjanya.
2. Dapat mengenal lebih jauh realita ilmu yang telah diterima di bangku kuliah melalui
kenyataan yang ada di lapangan.
3. Dapat menguji kemampuan pribadi dalam berkreasi pada bidang ilmu yang dimiliki serta
dalam tata cara hubungan masyarakat di lingkungan kerjanya di masa mendatang.

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan Laporan Kerja Praktek ini dibuat beberapa bagian untuk memudahkan pembahasan
yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan secara umum tentang hal-hal yang menyangkut latar belakang


penulisan,maksud dan tujuan, batasan, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.

BAB II PROFIL INSTANSI

Menjelaskan tentang tinjauan umum instansi, diantaranya sejarah umum BMKG,


visi dan misi, sasaran pembangunan, kebijakan teknik, program kerja, dan
pelayanan jasa Geofisika.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Menguraikan konsep yang mendasari analisis gempa bumi, hiposenter, dan


mekanisme fokus.

BAB IV METODOLOGI KERJA PRAKTIK

Menjelaskan tentang pelaksanaan Kerja Praktek dari waktu dan tempat,


metodologi pelaksanaan Kerja Praktek, bahan , serta metode pengolahan data.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Berisi penguraian analisis data seismogram beserta kaitannya dengan konsep dan
kondisi sebenarnya serta referensi yang berkualitas.

BAB VI KESIMPULAN

Merupakan bagian akhir yang terdiri dari kesimpulan terhadap keseluruhan isi
laporan kerja praktek.

DAFTAR PUSTAKA

Merupakan sumber referensi pengambilan bahan pelaporan hasil kerja praktek.

LAMPIRAN

Berisi screenshot pengolahan data dan hasilnya di software.


BAB II
PROFIL INSTANSI

A.PROFIL BADA METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN GEOFISIKA KELAS II TRETES

Stasiun Geofisika Tretes mulai melaksanakan pengamatan gempa bumi pada tahun 1975. Lokasinya
terletak di desa Ledug, kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Koordinat stasiun berada pada 07 o 42’
14’’ LS – 112o 38’ 06’’ BT dengan elevasi 832 diatas permukaan laut. Pengamatan gempa bumi dilakukan
secara real time. Peralatan pengamatan gempa bumi yang digunakan berupa seismograf analog periode
pendek satu komponen atau SPS-1 buatan Kinemetrics USA. Pada tahun 1993, Stasiun Tretes mengakuisisi
Portable Seismograph type PS-2 yang digunakan untuk survei seismik dan pengamatan gempa susulan.
Pada tahun 1996, Stasiun mengakuisisi digital seismograph yang dilengkapi dengan perangkat lunak
TREMORS (Tsunami Risk Evaluations through Seismic Moment from a Real Time Systems). Pada tahun
2004, kemampuan pengataman dan pengolahan gempabumi ditingkatkan kembali dengan meng-upgrade
seismograf digital periode panjang dan tremors. Setahun kemudian, Pemerintah Prancis memberikan
bantuan berupa peralatan digital seismograph tiga komponen periode pendek yang ditempatkan di
Stasiun Geofisika Klas II Tretes.

Selain melakukan pengamatan gempa bumi, Stasiun Geofisika Tretes melakukan pengamatan kelistrikan
udara sejak tahun 1991. Sejak bulan April 2008, perlatan pengamatan petir baru Lightning Detector Boltek
2000 telah dioperasikan sehingga dapat memenuhi jasa dan informasi kelistrikan udara khususnya petir.
Pada tahun 2009, dilengkapi lagi dengan peralatan survei Digital Portable Seismograph TDL-303S. Pada
bulan April 2012, peralatan TDS Stasioner 5.0 telah diakuisisi. Pada Desember 2013, uji coba penambahan
software JISVIEW untuk real-time monitoring dan processing secara multistation. Pada saat itu mulai
dilakukan analisis gempa bumi memakai software JISVIEW. Pada tanggal 12 Desember 2015 dilakukan
penambahan seperangkat alat untuk meningkatkan kinerja dalam melakukan analisis secara akurat dan
cepat yaitu SeisComp3.

DIsamping peralatan yang diuraikan diatas, stasiun Geofisika Tretes juga telah melakukan pengamatan
unsur-unsur cuaca antara lain

1. Pengamatan curah hujan secara otomatis dan manual dnegan peralatan penakar hujan tipe
Hellman dan OBS.
2. Pengamatan suhu maksimum-minum, kelembapan udara relatif, dan suhu basah-kering.
3. Pengamatan tekanan udara dengan Barometer Hg Muller.
4. Pengamatan lamanya sinar matahari dengan Campbell Stokes.
5. Pengamatan arah dan kecepatan angina secara manual dengan memakai tabel Beaufort.

Kalibrasi terakhir dilakukan pada bulan Mei 2016 sehingga kualitas alat dan data terjamin.

B. VISI

Mewujudkan pelayanan jasa meteorology, klimatologi, dan geofisika yang cepat,akurat, dan tepat
guna menjamin keselamatan masyarakat dan menunjang pembangunan di segala sektor.
C. MISI

Membawa Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika bersaing di kawasan regional dan
internasional dalam memberikan pelayanan melalui:

1. Perumusan kebijakan teknis dan peningkatan kemampuan dalam penyelenggaraan operasional


sesuai dengan perkembangan IPTEK.
2. Perumusan kebijakan dan peningkatan kemampuan manajemen dalam bidang Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika.
3. Perumusan kebijakan dan peningkatan sumber daya manusia selaras dengan perkembangan
IPTEK, kerjasama dengan instansi lain baik nasional maupun internasional.

D. SASARAN PEMBANGUNAN

Meningkatkan kemampuan pelayananjasa Meterologi dan Geofisika dipusat sehingga Daerah II


guna menunjang keselamatan masyarakat dan berbagai sektor seperti transportasi, pertanian,
kelautan,lingkungan hidup, pertambangan, pariwisata, pekerjaan umum, kesehatan, mitigasi bencana
alam, dan sektor lain yang terkait.

E. KEBIJAKAN TEKNIS

1. Meningkatkan kualitas pengamatan meteorology, klimatologi, dan geofisika melalui otomasi


dan modernisasi peralatan pengamatan, pengembangan jaringan pengamatan, dan
rehabilitasi jaringan pengamatan dan pendukung.
2. Meningkatkan kemampuan telekomunikasi, pengolahan, dan analisis sebagai modernisasi sarana
dan prasarana.
3. Meningkatkan pelayanan jasa meteorology, klimatologi, dan geofisika di pusat sampai dengan
Daerah Tingkat II dengan cara pengembangan stasiun koordinator dan kompterisasi pelayanan
jasa meteorology, klimatologi, dan geofisika.
4. Meningkatkan prasarana operasional dan pendukung
5. Meningkatkan riset dan kerjasama dengan instansi atau perguruan tinggi terkait baik dalam
maupun luar negeri.

F. PROGRAM KERJA

a) Otomasi dan modernisasi peralatan pengamatan


b) Pengembangan jaringan pengamatan
c) Rehabilitasi jaringan pengamatan dan pendukung
d) Modernisasi telekomunikasi, pengolahan, dan analisis meteorology, klimatologi, dan geofisika
e) Peningkatan kualitas dan jaringan pelayanan jasa meteorology, klimatologi, dan geofisika
f) Penyempurnaan organisasi Stasiun Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
g) Pendidikan dan pelatihan Sumber Daya Manusia.
h) Peningkatan prasarana operasional dan pendukung
i) Riset dan kerjasama

G. Pelayanan Jasa Geofisika

Pelayanan jasa di bidang Geofisika yang disediakan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Tretes
tercantum pada tabel berikut ini
Bidang Jenis Pelayanan Aplikasi Pelayanan
Seismik Info Parameter 1.Penanggulangan bersama
Gempa Bumi 2.Pengembangan gedung
pemukiman
Listrik udara Info daerah rawan 1.Proteksi bangunan /pemancar
Petir dari sambaran petir
2. Asuransi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gempa Bumi

Gempabumi adalah peristiwa bergetar atau bergoncangnya bumi karena


pergerakan/pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi secara tiba‐tiba akibat pergerakan
lempeng‐lempeng tektonik, letusan gunung api ataupun ledakan tertentu semisal TNT. Intensitas
gempa bumi terfokus pada tempat-tempat tertentu saja di lapisan kulit bumi yang umumnya
merupakan zona pertemuan lempeng atau kerak bumi. Zona pertemuan tersebut terbagi
menjadi zona konvergen, divergen, dan collision. Gempabumi berdasarkan parameter
hiposenternya antara lain gempabumi dangkal (shallow) kurang dari 70 km, gempabumi
menengah (intermediate) kurang dari 300 km , dan gempabumi dalam (deep) lebih dari 300 atau
450 km. Gempa bumi memiliki besaran magnitudo untuk menyatakan energy yang dihasilkan
dari proses rupture. Biasanya besaran tersebut memakai satuan Richter unruk gempa lokal dan
biasanya Mw intuk gempa regional (Sunarjo,2010). Untuk menentukan nilai ukuran gempabumi,
digunakan skala magnitudo momen (Mw) yang didasarkan energi yang dihasilkan pergeseran di
sepanjang bidang patahan dengan parameter luas bidang patahan yang bergerak, panjang
pergeseran patahan, dan jumlah energi yang dilepaskan. Intensitas gemoabumi tergantung pada
beberapa variable antara lain magnitude gempabumi, jarak terhadap hiposentrum/episentrum,
jenis batuan pada permukaan bumi jenis dan desain konstruksi bangunan, dan durasi getaran
(Hussein, 2016).
Secara fisis, gelombang gempabumi dianggap merambat dengan pola radial dari
sumbernya biasanya berurutan satu sama lain. Perambatan gelombang ini dibarengi oleh energi
yang dibawanya. Adapun gelombang seismik atau gempa bumi yang dibedakan menjadi
gelombang body dan surface. Gelombang body dibagi lagi menjadi gelombang primer dan
sekunder. Sedangkan gelombang primer dibagi lagi menjadi gelombang Love dan Rayleigh.
Gelombang primer(P) merupakan yang tercepat diantara yang lain. Pergerakannya berupa
tekanan sehingga menghasilkan regangan pada medium yang dilewatinya. Semakin besar
densitas dan kuat material terhadap tekanan maka akan semakin besar pula kecepatan
gelombang seismik. Berikut persamaan kecepatan gelombang P
4
𝑘 + 3𝜇
𝑉𝑝 = √ ……………………………………………………………(1)
𝜌
Sedangkan gelombang sekunder merambat dengan kecepatan dibawah gleombang primer
sekitar 3 km/detik. Pergerakannya berupa geseran medium dengan arah tegak lurus arah
rambatannya. Oleh karena itu, gelombang sekunder (S) tidak bisa melewati fluida akibat sangat
kecilnya rigiditas yang dimiliki fluida. Berikut persamaan kecepatan gelombang S
𝜇
𝑉𝑠 = √ ………………………………………………………………..(2)
𝜌
Namun gelombang sekunder inilah yang menjadi biang utama kerusakan infrastruktur saat
gempa bumi terjadi. Untuk gelombang permukaan seperti Love dan Rayleigh merupakan
gabungan antara gelombang P dan S (Hussein, 2016). Efek yang diakibatkan gempa bumi terbagi
menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Efek primer antara lain subsidence (penurunan) dan
surface faulting. Surface faulting seringkali terjadi di daerah yang dekat episenter. Pada efek
sekunder antara lain likuifaksi yang dipengaruhi juga oleh struktur geologi, tekanan tanah,
densitas tanah, susunan tanah, dan muka air tanah. Kedua berupa tsunami jika sumber gempa
berada di laut atau terkoneksi ke laut dan terakhir yaitu tanah longsor.(Choudhury,2016)

Gambar 1. Jenis Gelombang Seismik (Sumber : PUSLITBANG BMKG)

2. Focal Mechanism
Fokal mekanisme menggambarkan orientasi patahan dan pergerakan relatifnya. Parameter ini
penting setelah data hiposenter didapatkan untuk mengetahui geometri source system. Solusi
mekanisme fokus didasarkan pada pola radiasi gelombang seismik gempa bumi. Gelombang
gempa bumi memiliki polaritas dan amplitudo yang berbeda-beda tergantung dari posisi relatif
sumber terhadap stasiun seismik. Geometri dari pergerakan patahan akibat gempa bumi dapat
dinyatakan dengan tiga parameter berupa strike, dip, dan rake.

Gambar 2. Model Bidang Patahan (atas) dan Zona Kompresi-Dilatasi (bawah) (Wysession, 2003)
merupakan pola kepenerusan lapisan dan dip adalah sudut penunjaman lapisan terhadap
permukaan tanah. Rake sendiri merupakan arah/sudut pergeseran patahan (slip angle). Ketika
patahan mengalami slip, terjadi gesekan akibat pergerakan sisi yang berhadapan bertolak
belakang satu sama lain.
Hal ini menyebabkan perbedaan sifat polaritas gelombang P yang menjalar.Konsep ini
lebih detail dijelaskan pada mekanisme Double- Couple gempa bumi. Polaritas pertama yang
perlu di-picking disebut sebagai first motion. Jika stasiun seismik mengalami dorongan maka first
motion-nya bersifat kompresi, sebaliknya first motion akan bersifat dilatasi. First motion inilah
yang penting untuk pemodelan zona kompresi dan dilatasi pada focal mechanisms. Prinsip
mekanisme fokus adalah untuk menunjukkan pergerakan relatif dari sumber gempabumi yang
diproyeksikan pada bola kecil yang berpusat di hiposenter disebut sebagai focal sphere. (Stein
Wysession). Focal sphere sering disebut juga dengan beach-ball.

Gambar 3. Double-Couple Model (Wysession, 2003)


3. Momen Tensor
Bumi disebabkan adanya gerakan suatu sesar dengan karakter gerak tertentu. Model
gerak sesar dan karakter sesara penyebab gempa bumi dapat diketahui berdasarkan momen
tensor gempa bumi. Moment tensor ini digunakn untuk menggambarkan arah gaya penyebab
gempa bumi. Berdasarkan persamaan fungsi Green,

𝑢(𝑥 ) = ∫ 𝐺 (𝑥; 𝑥 ′ )𝑓(𝑥 ′ )𝑑𝑥′ ………………………………………………(3)
−∞

Maka komponen rekaman seismik dari sebuah titik sumber dapat dinyatakan sebagai
6

𝑈𝑘 (𝑥, 𝑡) = ∑ 𝐺𝑘𝑖 (𝑥, 𝑥𝑠 , 𝑡) ∗ 𝑓𝑖 (𝑡) ……………………….…………………(4)


𝑗=1
Konsep momen tensor dapat memberi deskripsi yang lengkap tentang gaya dari sumber titik
seismik. Pada umumnya moment tensor [Mij] memilii 6 komponen mpmen tensor dasar
independen. Yang dinyatakan sebagai momen tensor sumber gempa berikut.
𝑀11 𝑀12 𝑀13
𝑀𝑖𝑗 = [𝑀21 𝑀22 𝑀23]
𝑀31 𝑀32 𝑀33
𝑀𝑥𝑥 𝑀𝑥𝑦 𝑀𝑥𝑧
𝑀𝑖𝑗 = [𝑀𝑦𝑥 𝑀𝑦𝑦 𝑀𝑦𝑧]
𝑀𝑧𝑥 𝑀𝑧𝑦 𝑀𝑧𝑧
Gaya yang bergerakn kea rah I terhadap j disimbolkan dalam Mij yang merupakan
komponen momen tensor. Sifat moment tensor ini simetris karena Mij sama dngan Mji. Nilai
komponen Mij tersebut dapat digunakan untuk mengetahui parameter strike, dip, dan rake
oenyebab gempa bumi. Karena Mji=Mij, maka dari 9 momen tensor hanya tinggal 6 momen
tensor independen. Momen tensor ini dapat digunakan untuk mengukur kekuatan gempa bumi
dengan memakai parameter momen seismik.
1
𝑀𝑜 = [∑ 𝑀 2 𝑖𝑗]1/2 …………………………………………………..…(5)
√2 𝑖𝑗

Parameter sumber gempa bumi ini dipergunakan utnuk zonasi mikro dan perlakuan resiko
seismik. Focal sphere juga dapat digunakan untuk menampilkan mekanisme fokus, dimana
belahan bumi rendah diplot dan kuadran kompresi dibuat berbayang untuk menghasilkan
gambar beach ball.

Gambar 4. Beach Ball dengan nilai strike, dip,dan rake (Havskov,2010)


4.Picking Phase and Polarity
Saat merekam events seismik, waktu arrival dari gelombang baru ditandai dengan perbedaan
amplitude yang menonjol daripada ambient noise disebut dengan seismic phases, perlu untuk
ditandai/picked. Beberapa tipe fase dapat dibedakan di seismogram dilihat dari tipe gelombang
seismik berbeda dan lapisan bumi. Tipe umum dari fase gelombang seismik antara lain
a. P-waves merupakan gelombang kompresional, P singkatan dari primer. Gelombang ini
yang tercepat sehingga terlihat pertama kali di seismogram.
b. S-waves merpakan gelombang geser atau shear. Gelombang ini datang setelah
gelombang P
c. Gelombang permukaan merupakan gelombang yang merambat sepanjang permukaan
biasanya berupa refleksi dan modulasi gelombang S (Love Waves) atau kombinasi dari
gelombang P dan S ( Rayleigh Waves)

Ketika memulai processing , diperlukan klasifikasi gempa menurut jaraknya misalkan gempa lokal
(kurang dari 1000 km), gempa regional ( 1000-2000 km) dan gempa global ( lebih dari 2000 km).
Untuk jaraknya sendiri kadang sering berubah sesuai dengan referensi yang digunakan. Untuk
lokalisasi gempa bumi, arrival times P dan S digunakan untuk gempa bumi lokal dan fase P hanya
untuk gempa global. Identifikasi fase lebih menekankan pada dua parameter dasar yaitu
frekuensi dan amplitude. Perbedaan menonjol antara frekuensi sering menunjukkan adanya fase
baru yang masuk sebagai input, begitupun dengan amplitude. Kebanyakan seismogram
menunjukkan scattered waves akibat inhomogenitas didalam bumi dan gelombang ini terlihat
antara P dan S dan pada akhir seismogram.

Gambar 5. Seismogram Picking (Havskov,2010)

Gempa bumi global dapat menampilkan ray tracing yang berbeda sehingga time arrival dan
frekuensi fase yang terlihat. Pada praktiknya, kadangkala traces berbentuk acak sehingga fase
sulit dibedakan. Hal ini bisa saja diatas dengan mengaplikasikan filter bandpass sekitar 0.1-7 Hz.
Pemilihan filter sendiri menjadi polemik. Bisa saja menghilangkan informasi berharga atau
terdapat efek-efek lain seperti nonlinear-phase effect, delay time, phase-shift, dan sebagainya.
Picking Phase merupakan kemampuan yang membutuhkan banyak latihan dan fase yang
diobservasi mungkin berbeda dengan yang diasumsikan. Trace yang baik biasanya berasal dari
seismic arrays. Dengan menambahkan sinyal time delay yang menggambarkan arah kedatangan
dan kecepatan gelombang seismik, SNR (Signal to Noise Ratio) dapat ditingkatkan. Biasanya
picking digunakan untuk mencari parameter hiposenter berupa koordinat geografis dan
kedalaman (Havskov,2010). Pada permasalahan tertentu seperti pembacaan polaritas, beberapa
seismogram menampilkan trace yang bercampur dengan ambient noise atau yang sudah
mengalami filtering. Hal ini mengaburkan interpretasi fase awal gelombang P. Secara
teori,polarity picking hanya dilakukan pada first arrival P yang jelas meskipun adakalanya fase
lain seperti S, pP, PP, atau Pg dapat di-pick untuk membantu proses inversi. Adanya efek filtering
mengharuskan pembacaan polarity pada raw traces. Adapun nilai SNR baik akibat noise ataupun
sumber gempa dalam juga dapat mengaburkan polaritas traces.

Gambar 6. Polaritas yang tidak jelas (Havskov, 2010)

Gambar 7. Zoomed Clear Polarities dan Low SNR Effect (Havskov,2010)


5. Diagram Wadati

Penentuan estimasi origin time dan arrival time perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil
inversi yang baik. Salah satu cara untuk menentukan origin time adalah dengan memakai diagram
wadati. Diagram wadati menampilkan perkiraan waktu tiba gelombang P dan S pada medium
homogeny isotropis. Data dari diagram wadati dapat digunakan untuk menghitung jarak stasiun
ke hiposenter, nilai Vp/Vs ratio, dan mengoreksi pembacaan atau picking gelombang P dan S.
Waktu beda S-P di-ploting terhadap waktu tiba gelombang P masing-masing stasiun. Kemudian
ditarik intercept-nya dengan menggunakan prinsip gradient garis atau melalui nilai rasio Vp/Vs
untuk mendapatkan origin time. Secara teoritis, jarak antara sumber dengan stasiun pengamat
sama dengan perbedaan waktu tiba gelombang S dan P (Arrival time) (Sunarjo, 2010).

Gambar 8 . Diagram Wadati (Hurukawa, IISEE,2007)

Pendekatan inversi yang dipakai biasanya menerapkan metode Least-Square dengan


persamaan sebagai berikut

𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎 ……………………………………………………….……(6)

𝑇𝑠𝑝 = 𝑏 ∗ 𝑇𝑝𝑜 + 𝑎 ………………………………………………..……(7)

𝑉𝑝
tan 𝜃 = 𝑙 = − 1 ……………………………………….……...……(8)
𝑉𝑠
1 𝑇𝑠𝑝
𝑇𝑜 = ∑𝑛𝑖−1(𝑇𝑝 − ) ……………………………………….……..…(9)
𝑛 1

Dimana Tsp adalah arrival time S dan P, Tpo adalah beda waktu datang gelombang P dengan
origin time, To adalah origin time, dan l adalah notasi stasiun.
6. Sesar atau Patahan
Sesar atau patahan terjadi karena tekanan yang sangat kuat, terlebih bila berlangsung sangat
cepat. Batuan tidak hanya retak melainkan terjadi pergeseran posisi relatif. Sebagian besar
bidang patahan berupa bidang miring. Beberapa jenis sesar antara lain:
a. Sesar strike-slip, terjadi pergeseran sesar secara horizontal/mendatar. Sesar strike-
slip. Sesar ini ditentukan berdasarkan pada gerakan yang menghadap bidang sesar,
bila bergerak ke kiri disebut sinistral , sebaliknya disebut dekstral. Parameter
indikatornya yaitu dip-angle 90o, slip-angle 0o (kanan) atau 180o (kiri).
b. Sesar Normai, relatif turun terhadap foot-wall. Parameter indikatornya yaitu dip-
angle tidak sama dengan 0o dan 90o serta -180o ≤ slip angle ≤ 0o
c. Sesar Reverse, relatif naik terhadap foot-wall. Parameter indikatornya sama dengan
sesar normal dengan 0o ≤ slip angle ≤ 180o
d. Sesar Oblique, perpaduan antara strike-slip dengan normal/reverse.

Gambar 9. Ilustrasi Model Patahan (IRIS Earthquake)

7.SEISMISITAS JAWA TIMUR

Kondisi tektonik pulau Jawa didasarkan pada pergerakan lempeng Indo-Australia yang relative
bergerak ke utara bertumbukan dengan lempeng Eurasia yang relatif diam. Tunjaman lempeng tersebut
mengakibatkan pergerakan lapisan atasnya. Hal ini mengakibatkan Jawa sebagai zona dengan seismisitas
tinggi. (Shohaya, 2013 ). Beberapa gempa juga pernah terjadi di Jawa Timur sebagai hasil dari interlocking
zona subduksi di Pantai Selatan atau sebagai background. Sumber gempa di Jawa Timur sebagian besar
berada di Palung Jawa di Pantai Selatan dan Bali. Kepenerusan palung ini sampai di sebelah timur Timor
Leste. Pergerakan relatif sekitar 6 mm pertahun di Patahan Kenderng memicu aktivitas seismik sepanjang
Flores-Wetar Backarc Thrust. Aktivitas seismik ini berupa strike-slip motion sepanjang Patahan Semau.
(Koulali,2016)

Gambar 10. Peta Seismisitas Indonesia (IRIS Data Earthquake)

Gambar 11. Tektonik Regional Pulau Jawa (Koulali,2016)


BAB IV
METODOLOGI KERJA PRAKTIK
4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kerja praktek ini dilaksanakan pada tanggal 1-31 Agustus 2019 yang berlokasi di Jalan
Sedap Malam 9 Tretes, Pasuruan, Jawa Timur.

4.2 Data Penelitian


Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sinyal gempabumi yang
diperoleh berdasarkan hasil pencatatan beberapa stasiun gempabumi real-time pada tanggal 19
Februari 2019 sekitar pukul 02.30 WIB selama 10 menit dan 16 Juli 2019 sekitar pukul 07.18 WIB
selamat 10 menit. Data yang diambil berupa raw trace yang menampilkan 3 komponen yang
terekam yaitu horizontal ( North-East) dan vertikal ( Z ) dan koordinat stasiun seismik (lattitude-
longitude).
4.3 Perangkat yang Digunakan
Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas perangkat keras berupa laptop
dan komputer stasiun BMKG Tretes serta perangkat lunak berupa DIMAS-Earthquake, AZMTAK,
Notepad, JISVIEW,dan PINV.

4.4 Metode Penelitian


4.4.1 Kerja Praktek
Pelaksaan Kerja Praktek di instansi terkait yang dilaksanakan kurang lebih satu bulan.
Pada saat kerja praktek, mahasiswa pelaksana melakukan penelitian berupa studi literatur,
pemilihan event, dan pengambilan data gempa yang ditentukan di Jawa Timur.
4.4.2 Studi Literatur
Dari hasil pengolahan data selama Kerja Praktek yang dilakukan di BMKG Stasiun
Geofisika Kelas II Tretes akan dianalisis dan dibandingkan dengan teori yang telah didapatkan
berdasarkan literature dan diambil kesimpulan.
4.5 Flowchart
4.5.1 Alur Penelitian
Pada diagram dibawah dijelaskan tentang alur proses penelitian yang dilakukan. Langkah
pertama adalah melakukan pengambilan data. Pada penelitian ini, data diunduh dari website
WEBDC3 BMKG dengan format FullSeed sesuai dengan stasiun yang ditentukan. Kemudian data-
data tersebut diolah memakai program DIMAS-EARTHQUAKE, AZMTAK-PINV, Notepad, dan
JISVIEW. Setelah didapatkan hasilnya berupa parameter gempa bumi antara lain koordinat
hyposenter ( lattitude, longitude, dan depth) dan focal sphere (strike, dip, dan rake) sumber
gempa. Tahap terakhir berupa penulisan laporan. Data beserta hasil pemrosesannya dianalisis
dan ditulis dalam laporan kerja praktik.

MULAI

STUDI LITERATUR

PEMILIHAN EVENT

PENGAMBILAN EVENT

PENGOLAHAN

PENULISAN LAPORAN

SELESAI

Gambar 12. Diagram Alur Kerja Praktik

4.5.2 Alur Pengolahan Data


Penentuan parameter hiposenter dilakukan dengan memakai dua program yaitu JISVIEW dan
DIMAS. Hal ini bertujuan untuk pembandingan hasil yang kemudian di-crosscheck dengan USGS
atau GFZ Postdam. Langkah pertama yang dilakuan adalah mengunduh data raw trace atau
waveform dari WEBDC dengan format FullSEED. Data kemudian dimasukkan kedalam program
DIMAS. Pada JISVIEW, data diunduh melalui server Arclink sehingga tidak perlu menuju WEBDC.
JISVIEW akan menampilkan trace stasiun yang telah didownload kemudian mulailah proses
picking first motion. Dalam picking, perlu ditentukan karakter first motion atau first arrival P yaitu
dengan memberikan kode tipe impulsif dan strain. Impulsif terdiri atas e dan I yang menyatakan
waveform sharpness. Kode e untuk first motion landai atau tumpul sedangkan I untuk lancip.
Sedangkan karakter strain dibagi menjadi c (compression) dan d (dilatation). Sedangkan DIMAS
hanya menampilkan parameter hiposenter beserta plot map-nya. Untuk mendapatkan focal
sphere, digunakanlah AZMTAK yang kemudian diinputkan data polaritas dan koordinat trace per
stasiun. Hasilnya berupa outfile yang kemudian diproyeksikan di PINV untuk menampilkan focal
sphere.
MULAI

DATA GEMPA (FULLSEED)

PICKING

JISVIEW DIMAS

HYPOCENTER DAN FOCAL SPHERE HYPOCENTER

TRACE POLARITY

AZMTAK

OUTFILE

PINV

FOCAL SPHERE

PEMBANDINGAN

MODEL TIDAK MENDEKATI


USGS/GFZ

MENDEKATI

SELESAI

Gambar 13. Diagram Alur Pengolahan Data


BAB V
Analisis dan Pembahasan
5.1 Pengolahan Data
Proses pengolaha data pada penelitian ini dilakukan dengan dua program yaitu JISVIEW
dari BMKG dan DIMAS-AZMTAK-PINV yang merupakan public-use. Data gempa diambil dari event
Malang pada tanggal 19 Februari 2019 pukul 02.30 WIB dengan magnitudo sekitar 5.7 dan event
Bali pada tanggal 16 Juli 2019 pukul 07.18 WIB dengan magnitudo 6. Jumlah dan nama stasiun
yang digunakan berbeda-beda tergantung event dan program inversi. Hal ini dikarenakan server,
ketersediaan, dan format data yang dimasukkan kedalam program berbeda. Pada JISVIEW, data
berformat MSEED dengan internal server ARCLINK yang tersambung langsung ke arsip digital
BMKG di WEBDC3. Sedangkan pada DIMAS, data diunduh pada website WEBDC3 BMKG.
Meskipun sama servernya, pada open website beberapakali terjadi error berupa NODATA,
PARTIAL/MULTI-COPIED TRACES, atau ROUTING yang tidak stabil. Berikut data stasiun yang
digunakan pada DIMAS dan JISVIEW

No Event Stasiun Lintang Bujur


GMJI -8.270 113.440
JAGI -8.470 114.150
1 BALI PCJI -8.190 111.180
WOJI -7.840 110.920
BYJI -8.210 114.360
DNP -8.680 115.210
GMJI -8.270 113.440
2 MALANG JAGI -8.470 114.150
PCJI -8.190 111.180
RTBI -8.460 114.940
Tabel 1. Data untuk DIMAS

No Event Stasiun Lintang Bujur


PCJI -8.190 111.180
SWJI -7.730 111.770
GRJI -6.910 112.480
KMMI -7.041 113.916
GMJI -8.270 113.440
JAGI -8.470 114.150
1 BALI SRBI -8.080 115.210
KLNI -8.422 116.095
TWSI -8.740 116.880
PLAI -8.830 117.780
WBSI -9.641 119.819
BASI -10.220 120.580
YOGI -7.820 110.300
UGM -7.910 110.520
PCJI -8.190 111.180
SWJI -7.730 111.770
NGJI -7.368 111.461
TBJI -6.820 111.850
GRJI -6.910 112.480
KMMI -7.041 113.916
2 MALANG ABJI -7.800 114.230
BYJI -8.210 114.360
SRBI -8.080 115.210
RTBI -8.460 114.940
DNP -8.680 115.210
WBSI -9.641 119.819
BASI -10.220 120.580
Tabel 2. Data untuk JISVIEW

Gambar 14. Stasiun untuk event BALI (DIMAS)

Gambar 15. Stasiun untuk event MALANG (DIMAS)


5.2 Hasil Pengolahan Data
Dari data yang telah terkumpul, dihasilkan parameter hiposenter yang berbeda-beda. Pada
DIMAS, event gempa Malang 19 Februari 2019 terletak pada koordinat 9.346 LS, 112.769 BT, dan
kedalaman 91.9 kilometer. Sedangkan event Bali 16 Juli 2019 terletak pada koordinat 8.544
LS,114.392 BT dengan kedalaman 95.2 kilometer. Setiap picking stasiun, data polaritas
dimasukkan notepad untuk diolah di AZMTAK-PINV.

Gambar 16. Hiposenter event Malang

Gambar 17. Hiposenter event Bali


Untuk picking, P-first arrival ditandai di komponen vertikal (Z) sedangkan S-onset ditandai di
komponen horizontal (North/East). Beberapa stasiun hanya menandai P-arrival karena fase awal
gelombang S tidak jelas. Untuk koordinat hiposenter hasil inversi DIMAS tidak berbeda jauh
dengan USGS dan BMKG yakni untuk event MALANG sekitar 9.68 LS 112.79 BT (BMKG) dan 9.51
LS 112.86 BT (USGS). Namun kedalaman yang didapatkan justru berbeda jauh yakni 10 km
(BMKG) dan 23 km (USGS). Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh metode inversi yang
berbeda antara DIMAS, BMKG, dan USGS. Terlebih jumlah stasiun yang menjadi input juga
berbanding jauh dengan BMKG dan USGS serta subyektivitas operator dalam picking berbeda-
beda tergantung ilmu dan pengalaman. Pada DIMAS sendiri, dianjurkan untuk picking fase P dan
S sebanyak mungkin untuk mendapatkan koordinat terbaik. Sedangkan pada BMKG dan USGS,
cukup dengan picking P-arrival sudah mendapatkan hasil yang mendekati.

Gambar 18. Plot event Malang (Episenter)

Gambar 19. Plot event Bali (Episenter)

Parameter lain yang menjadi acuan inversi adalah azimuth gap yakni besarnya gap (no station)
pada radius tertentu yang mengelilingi hiposenter biasanya dinyatakan dalam derajat. Semakin
besar azimuth gap maka ketidakpastian koordinat hiposenter semakin besar terutama nilai
kedalamannya. Dengan kata lain, semakin banyak stasiun yang mengelilingi hiposenter maka
semakin baik hasil inversi koordinat hiposenter. Posisi stasiun, kualitas data, time window, dan
filter juga memengaruhi hasil picking. Oleh karena itu, input sebanyak mungkin dan picking pada
raw traces dengan mempertimbangkan SNR atau ambient noise. Ketidakcocokan hasil picking
dapat diamati pada diagram wadati yang diperoleh secara iteratif berdasarkan model travel
times yang dipakai (dalam hal ini memakai model iasp91) dan first picking. Hal ini berpengaruh
pada hasil inversi terutama pada variable kedalaman. Kesalahan picking S dapat membuat
hasilnya melenceng jauh dari nilai sebenarnya (hasil optimal). Oleh karena itu, beberapa trace
yang tidak jelas fase keduanya (gelombang S) hanya dilakukan first picking (gelombang P).
Identifikasi S-phase memerlukan pengetahuan mendalam mengenai kondisi model bumi global,
intuisi ray-tracing seismic, dan rangkaian event seismik. Hal ini dikarenakan miripnya S-phase
pada model fase seperti PP, Pdiff, ataupun T-phase.

Gambar 20. Wadati test Gempa Bali

Gambar 21. Wadati test Gempa Malang.

Semakin sesuai dengan garis diagram Wadati, hasil hiposenter semakin optimal. Namun hal
tersebut tidak menjamin tingkat kecocokan yang tinggi dengan hasil inversi menggunakan
algoritma yang dipakai saat ini seperti momen tensor. Akibat keterbatasan data, maka dilakukan
inversi data atau picking kembali dengan JISVIEW. Pada JISVIEW sendiri, cukup input komponen
vertikal (BHZ) dengan stasiun sebanyak mungkin. Koordinat yang dihasilkan untuk event MALANG
yakni 9.728 LS 112.769 BT dengan kedalaman 9 kilometer dan event BALI sekitar 9.069 LS 114.445
BT dengan kedalaman 105 kilometer. Pada JISVIEW pula juga didapatkan focal sphere yang
menggambarkan kecenderungan jenis patahan sumber gempa. Parameter mekanisme fokus
gempa Malang yakni 325.2o/168.9o (strike), 46o/46.5o (dip), 73.1o/106.8o (rake). Sedangkan
gempa Bali sekitar 200.6o/305o (strike), 42.9o/76.2o (dip), 159.4o/49o (rake). Sedangkan pada
DIMAS, perlu AZMTAK-PINV untuk mendapatkan focal sphere dan hasilnya yaitu untuk Bali
sekitar 218o/308o (strike), 90o/41o (dip), 131o/0o (rake) dan untuk Malang sekitar 354 o/102o
(strike), 79o/102o (dip), 120o/22o (rake).

Gambar 22. Plot hiposenter dan focal sphere gempa MALANG.

Gambar 23. Plot hiposenter dan focal sphere gempa BALI.


Gambar 24. Focal Sphere AZMTAK-PINV gempa BALI

Gambar 25. Focal Sphere AZMTAK-PINV gempa MALANG

Sepintas hasil AZMTAK-PINV dengan JISVIEW terlihat terbalik namun jenis patahan yang diduga
kuat menjadi sumbernya berupa oblique fault. Hal ini dibandingkan dengan hasil USGS yang lebih
mirip dengan hasil JISVIEW. Kemungkinan besar, focal sphere pada AZMTAK kekurangan data
stasiun, trace-display pada program, kondisi instrumen, perbedaan metode inversi, dan
subyektivitas operator dalam menentukan karakter strain (compression dan dilatation). Saat ini,
inversi focal mechanism dan hiposenter memakai metode moment tensor dan kombinasi picking
regional-teleseismik seperti yang dilakukan oleh USGS.

Gambar 26. Focal Sphere gempa BALI (USGS)


Gambar 27. Focal Sphere gempa MALANG (USGS)
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1. Jenis sumber gempa MALANG dan BALI mirip berdasarkan analisis focal mechanism
yang paling mendekati yaitu oblique fault dengan detail strike, dip, rake BALI
(200.6o/305o,42.9o/76.2o,159.4o/49o) dan MALANG
(352.2o/168.9o,46o/46.5o,73.1o/106.8o).
2. Hiposenter gempa yang mendekati untuk MALANG sekitar 9.728 LS 112.769 BT
kedalaman 9 kilometer dan BALI sekitar 9.069 LS 114.445 BT kedalaman 105 kilometer.
3. Perbedaan hasil inversi episenter dan focal mechanism dipengaruhi oleh jumlah dan
kualitas data, azimuth gap, subyektivitas operator, dan metode inversi.
4. Variabel kedalaman pada hasil hiposenter dipengaruhi kuat oleh S-phase picking, metode
inversi, dan model travel-times.
DAFTAR PUSTAKA
Shohaya, Nia J.,et al. 2013. Survey Analisis Seismisitas Wilayah Jawa Timur Berdasarkan Data Gempa
Bumi Periode 1999-2013 Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Gempa Bumi. Jurnal Penelitian FIsika
dan Aplikasinya (JPFA), Universitas Negeri Surabaya.
Koulali,McClusky,Susilo, et al. 2016. The Kinematics of Crustal Deformation in Java from GPS
Observations: Implications for Fault Slip Partitioning. Amsterdam : Elsevier.
Husein, Salahuddin. 2016. Bencana Gempabumi. Konferensi dan Pelatihan Kebencanaan-Penguatan
Ketangguhan indonesia melalui Pengurangan Risiko Bencana di Yogyakarta.
Sunarjo, Gunawan, Pribadi. 2010. Gempa Bumi Indonesia Edisi Populer. Jakarta : BMKG.
Choudhury,Saha, Verma. 2016. Effect of Earthquake on the Surrounding Environment : An Overview.
Proceedings of Internations Conference on Recent Advances in Mechanics and Materials
(ICRAMM-2016) December 17-18, 2016,VSSUT Burla, (Paper No. RR03).
Havskov, Jens and Ottemoller, Lars. 2010. Routine Data Processing in Earthquake Seismology. New York:
Springer.
Stein and Wysession.2003. An Introduction to Seismology, Earthquakes, and Earth Structure. United
Kingdom : Blackwell Publishing.
https://www.iris.edu/hq/files/programs/education_and_outreach/aotm/2/EarthquakeFaults_B
ackground.pdf diakses pada tanggal 16 Oktober 2019 pukul 09.20 WIB.
LAMPIRAN

Gambar 28. Trace Gempa BALI


Gambar 29 . Trace 1 Gempa MALANG

Gambar 30. Trace 2 Gempa MALANG


Gambar 31. Format Data Polaritas untuk AZMTAK

Gambar 32. OUTFILE untuk processing di PINV


Gambar 34. Station File untuk AZMTAK

Gambar 35. Trace Gempa MALANG di JISVIEW


Gambar 36. Trace Gempa BALI di JISVIEW

Gambar 37. FocMec Gempa MALANG


Gambar 38. FocMec Gempa BALI

Gambar 39. AZMTAK LOADER


Gambar 40. PINV Loader

Anda mungkin juga menyukai