Oleh
Nama : Ashadi Arifin Nur
NIM : 0807045024
Oleh
Nama : Ashadi Arifin Nur
NIM : 0807045024
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Dr. Eng. Idris Mandang, S.Si, M.Si Juli Budi Kisworo, S.T
NIP. 19711008 199802 1 001 NIP. 19610714 198503 1 001
Mengetahui,
Menyetujui,
a.n Dekan FMIPA Unmul,
Pembantu Dekan I,
ii
KATA PENGANTAR
iii
iv
WassalamualaikumWr. Wb.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI .. v
DAFTAR GAMBAR ..................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah.. 2
1.3 Batasan Masalah..... 2
1.4 Tujuan PKL ... 2
1.5 Manfaat PKL . 3
v
vi
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 35
4.2 Saran .. 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lokasi Stasiun Meteorologi Sepinggan . 4
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Stasiun Meteorologi ... 6
Gambar 3.2.1 Pola Curah Hujan di Indonesia ...... 14
Gambar 3.2.2 Jalur Pergerakan ITCZ bulan Januari dan Juli ... 15
Gambar 3.2.3 Angin Monsun Barat dan Monsun Timur ...... 16
Gambar 3.4.1 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2002 ...... 21
Gambar 3.4.2 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2003 ...... 22
Gambar 3.4.3 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2004 ...... 22
Gambar 3.4.4 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2005 ...... 23
Gambar 3.4.5 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2006 ...... 23
Gambar 3.4.6 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2007 ...... 24
Gambar 3.4.7 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2008 ...... 24
Gambar 3.4.8 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2009 ...... 25
Gambar 3.4.9 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2010 ...... 25
Gambar 3.4.10 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 2011 ...... 26
Gambar 3.5.1 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2002 .. 27
Gambar 3.5.2 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2003 .. 27
Gambar 3.5.3 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2004 .. 28
Gambar 3.5.4 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2005 .. 28
Gambar 3.5.5 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2006 .. 29
Gambar 3.5.6 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2007 .. 29
Gambar 3.5.7 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2008 .. 30
Gambar 3.5.8 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2009 .. 30
Gambar 3.5.9 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2010 .. 31
Gambar 3.5.10 Energi Spektral Curah Hujan Bulanan Tahun 2011 .. 31
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
4
5
Struktur Organisasi
Stasiun Meteorologi Balikpapan
Kepala Stasiun
Drs. Imam Mashudi
Kasubag TU
Armunanto Widyosutoto
Bendahara
Susilowati Doda
Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil alih
oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch en
Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan Geofisika
yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan berkedudukan di Jl.
8
Misi
1. Mengamati dan memahami fenomena Meteorologi, Klimatologi,
Kualitas udara dan Geofisika.
2. Menyediakan data dan informasi Meteorologi, Klimatologi, Kualitas
udara dan Geofisika yang handal dan terpercaya
3. Melaksanakan dan mematuhi kewajiban internasional dalam bidang
Meteorologi, Klimatologi, Kualitas udara dan Geofisika.
4. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan di bidang Meteorologi,
Klimatologi, Kualitas udara dan Geofisika.
BAB III
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari
awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es.
Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan
asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap
air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau
inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam
satuan millimeter (mm). (Nasution, 2010)
Dalam membahas mengenai hujan, maka tidak akan terlepas dari istilah
yang sudah sering sekali digunakan yaitu curah hujan. Curah hujan merupakan
ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap,
tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam
11
12
luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu
milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Tipe Hujan
a. Hujan Orografi
Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara
dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus
mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng
yang menghadap angin hujannya akan lebih lebat dari pada bagian
lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut
ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat
yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.
13
b. Hujan Konvektif
Hujan ini merupakan hujan yang paling umum yang terjadi di
daerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik keatas kemudian
mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi
dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai
guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada
daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari
pada di daratan.
c. Hujan Frontal
Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk
biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan
intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah
biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan
cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di
Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.
d. Hujan Siklon Tropis
Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang
0-10 lintang utara dan selatan dan tidak berkaitan dengan front,
karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon
tropis dapat timbul di lautan yang panas, karena energi utamanya
diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis
akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada
daerah yang dilaluinya.
Tipe Ekuatorial
Di atas lautan Atlantik dan Pasifik posisi ITCZ sangat dekat terhubung
dengan doldrums (daerah 5LU-5LS), maka ITCZ merupakan batas antara
angin pasat utara-timur dengan angin pasat selatan-timur, sedangkan di atas benua
pergeseran posisi ITCZ tampak lebih tegas. Sirkulasi monsun terhubung dengan
pergeseran utara-selatan dari ITCZ, dan juga tergantung pada kontras musiman
dalam pemanasan daratan dan lautan sebagai suatu sistem yang kompleks.
ITCZ bergerak ke arah utara pada musim panas di belahan bumi utara
(bulan Juli) dan bergerak ke arah selatan pada musim panas di belahan bumi
selatan (bulan Januari) mengikuti lokasi pemanasan matahari maksimum,
sehingga pada bulan Juli, yaitu saat terjadinya maksimum musim panas di belahan
bumi utara, posisi ITCZ berada di sekitar 25 LU di atas benua Asia dan antara 5 -
10 LU di atas lautan. Pada bulan Januari, saat terjadinya maksimum musim panas
di belahan bumi selatan, ITCZ berada di sekitar 15 LS di atas daratan (benua) dan
dekat katulistiwa di atas lautan. (Tukidi, 2010)
Tipe Monsun
panas, akibatnya terjadi sel tekanan rendah di benua Australia. Oleh karena
terdapat perbedaan tekanan udara di kedua benua tersebut, maka pada periode
DJF bertiup angin dari tekanan tinggi di Asia menuju ke tekanan rendah di
Australia, angin ini disebut Monsun Barat atau Monsun Barat Laut.
Tipe Lokal
Pola curah hujan tipe lokal dicirikan dengan besarnya pengaruh kondisi
setempat, yakni keberadaan pegunungan, lautan dan bentang perairan lainnya,
serta terjadinya pemanasan lokal yang intensif. Faktor pembentukannya adalah
naiknya udara yang menuju ke dataran tinggi atau pegunungan karena pemanasan
lokal yang intensif. Tipe curah hujan ini banyak terjadi di Maluku, Papua, dan
sebagian Sulawesi. (Tukidi, 2010)
Pola umum curah hujan di Indonesia juga dipengaruhi oleh letak geografis.
Secara rinci pola umum hujan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih
banyak daripada pantai sebelah timur.
Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia
bagian timur. Sebagai contoh, deretan pulau-pulau Jawa, Bali, NTB, dan
NTT yang dihubungkan oleh selat-selat sempit, jumlah curah hujan yang
terbanyak adalah Jawa Barat.
Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat. Curah
hujan terbanyak umumnya berada pada ketinggian antara 600 900 m di
atas permukaan laut.
Di daerah pedalaman di semua pulau, musim hujan jatuh pada musim
pancaroba. Demikian juga halnya di daerah-daerah rawa yang besar.
Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak ITCZ.
Saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur, seperti:
1) Pantai barat pulau Sumatera sampai ke Bengkulu mendapat hujan
terbanyak pada bulan November.
2) Lampung - Bangka yang letaknya ke timur mendapat hujan
terbanyak pada bulan Desember.
3) Jawa bagian utara, Bali, NTB, dan NTT pada bulan Januari
Februari.
18
1. Daerah yang mendapat curah hujan rata-rata per tahun kurang dari 1000
mm, meliputi 0.6% dari luas wilayah Indonesia, di antaranya Nusa
Tenggara, dan 2 daerah di Sulawesi (lembah Palu dan Luwuk).
2. Daerah yang mendapat curah hujan antara 1000 2000 mm per tahun di
antaranya sebagian wilayah Nusa Tenggara, suatu daerah sempit di
Merauke, Kepulauan Aru, dan Tanibar.
3. Daerah yang mendapat curah hujan antara 2000 3000 mm per tahun,
meliputi Sumatera Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur
sebagian besar wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagian wilayah
Irian Jaya, Kepulauan Maluku dan sebagaian besar wilayah Sulawesi.
4. Daerah yang mendapat curah hujan tertinggi lebih dari 3000 mm per tahun
meliputi dataran tinggi di Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dataran
tinggi Irian bagian tengah, dan beberapa daerah di Jawa, Bali, Lombok,
dan Sumba.
Dari hasil data pengamatan curah hujan di seluruh Indonesia, diketahui
bahwa curah hujan terbanyak di Indonesia terdapat di daerah Baturaden, Jawa
Tengah, yaitu mencapai 7069 mm/tahun. Sedangkan curah hujan yang paling
sedikit berada di Palu, Sulawesi Tengah, merupakan daerah yang paling kering
dengan curah hujan hanya sekitar 547 mm/tahun.
19
Data curah hujan untuk wilayah kota Balikpapan didapat dari pos
pengamatan Stasiun Meteorologi milik Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) Balikpapan yang berada di dalam Bandara Sepinggan. Data
curah hujan yang tersedia adalah berupa data curah hujan harian dari tahun 1982
hingga tahun 2011. Selanjutnya data tersebut diproses sehingga dihasilkan data
curah hujan bulanan dalam setahun. Namun data yang nantinya akan dianalisis
hanyalah data curah hujan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, yaitu antara
periode tahun 2002-2011 yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Data curah hujan seperti yang terlihat dalam tabel di atas, selanjutnya akan
dikonversikan ke dalam bentuk sebuah grafik untuk setiap masing-masing
tahunnya. Setelah diubah menjadi grafik, maka nantinya akan lebih mudah dalam
menganalisis dan mengenali pola curah hujan yang terjadi di Balikpapan.
Walaupun terdapat kemungkinan pola yang dihasilkan akan berbeda karena data
curah hujan bulanan dalam setiap tahun tidak pernah sama.
21
Data curah hujan untuk tahun 2002 hingga 2011 diolah dengan
menggunakan software Matlab, sehingga dihasilkan keluaran berupa grafik
batang (bar chart) yang menunjukkan curah hujan bulanan per tahun. Dari grafik
tersebut akan dapat diketahui pola curah hujan yang terjadi antara tahun 2002
hingga tahun 2011, selain itu diketahui pula curah hujan tertinggi, terendah dan
curah hujan rata-rata yang terjadi dalam setiap tahunnya.
3.4.4 Pembahasan
Pola curah hujan untuk kurun waktu sepuluh tahun terakhir dapat dilihat
pada gambar 3.4.1 3.4.10. Tahun 2008 merupakan tahun yang memiliki
kuantitas curah hujan tahunan terbesar dalam sepuluh tahun terakhir, dimana
dalam setahun curah hujan yang terjadi sebesar 3785.3 mm. Lalu untuk curah
hujan tahunan terendah dalam sepuluh tahun terakhir terjadi pada tahun 2009
sebesar 2209.8 mm. Curah hujan bulanan tertinggi yang tercatat dalam kurun
waktu sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 705.1 mm yang terjadi pada bulan
Juli 2008. Sedangkan untuk curah hujan bulanan terendah adalah hanya sebesar 2
mm pada bulan Agustus 2004.
Jika dilihat dari grafik, secara umum dapat disimpulkan bahwa dalam
sepuluh tahun terkhir selalu didominasi oleh bulan-bulan basah dimana curah
hujan selalu lebih dari 100 mm/bulan. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang kontras antara musim hujan dan musim kemarau. Untuk pola
curah hujan monsunal biasanya dicirikan dengan adanya puncak musim hujan di
sekitar bulan Desember-Januari-Februari (DJF) dan musim kemarau di sekitar
bulan Juni-Juli-Agustus (JJA). Sedangkan untuk pola curah hujan lokal sama
seperti pola monsun, hanya saja waktu terjadinya musim tersebut berbalik
waktunya. Berdasarkan kriteria ini, maka dapat dikatakan bahwa wilayah
Balikpapan mengikuti pola curah hujan anti monsunal atau pola lokal.
33
lain mengalami pola curah hujan lokal dimana periodesitas curah hujan pola lokal
juga sama dengan pola monsun yaitu periode tahunan.
Dari hasil analisis spektral juga diketahui bahwa terdapat periode curah
hujan setengah tahunan (5-6 bulan) atau Osilasi Setengah Tahunan (Semi Annual
Oscillation) yang muncul sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 2007 dan 2010. Hal
ini menandakan bahwa pada tahun-tahun tersebut pergerakan dari ITCZ
mempengaruhi iklim di wilayah Balikpapan sehingga menyebabkan terjadinya
pola ekuatorial. Lalu untuk tahun 2002, 2005 dan 2011 tidak dapat ditentukan
apakah termasuk Osilasi Tahunan atau Osilasi Setengah Tahunan karena tidak
memiliki kriteria dari keduanya. Oleh karena itu mungkin dapat dianggap bahwa
terdapat pengaruh dari fenomena-fenomena iklim global yang lain sehingga
menyebabkab terjadinya anomali pada tahun-tahun tersebut di Balikpapan.
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Menurut data curah hujan dan hasil analisis spektral selama kurun waktu
sepuluh tahun terakhir, disimpulkan bahwa pola curah hujan lokal lebih
dominan daripada pola curah hujan yang lain.
2. Dalam sepuluh tahun terakhir selalu didominasi oleh bulan-bulan basah
dimana curah hujan selalu lebih dari 100 mm/bulan. Dengan demikian tidak
terjadi perbedaan yang kontras antara musim kemarau dan musim hujan
dalam setahun.
3. Kondisi pola curah hujan di Balikpapan sangat dipengaruhi oleh letak
astronomi dan topografinya. Ditinjau dari letak astronomis, maka pola curah
hujan di Balikpapan dipengaruhi oleh adanya pergerakan ITCZ (Inter
Tropical Convergence Zone) karena posisinya yang terletak di daerah
doldrums. Sedangkan bila ditinjau dari topografinya, maka curah hujan di
Balikpapan juga akan dipengaruhi oleh bentang darat dan perairan di daerah
tersebut.
4.2. Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
Gustari, Indra. 2009. Analisis Curah Hujan Pantai Barat Sumatera Bagian Utara
Periode 1994-2007. Medan: Jurnal Meteorologi dan Geofisika.
Sonjaya, I, Kurniawan, T, Munir, M, dkk. 2009. Uji Aplikasi HyBMG Versi 2.0
Untuk Prakiraan Curah Hujan Pola Monsunal Ekuatorial dan Lokal.
Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Tukidi. 2010. Karakter Curah Hujan di Indonesia. Semarang: Jurnal Geografi FIS
UNNES.
www.bmkg.go.id