Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL SKRIPSI

PENENTUAN FAKTOR DOMINAN TERJADINYA HUJAN LEBAT SAAT


MUSIM KEMARAU BERDASARKAN DATA REANALISIS MODEL DAN
PETA SINOPTIK DI SAUMLAKI

INDRA
12.17.0063

PROGRAM SARJANA TERAPAN METEOROLOGI


SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
TANGERANG SELATAN
2018
HALAMAN PERSETUJUAN
PROPOSAL SKRIPSI
PENENTUAN FAKTOR DOMINAN TERJADINYA HUJAN LEBAT SAAT
MUSIM KEMARAU BERDASARKAN DATA REANALISIS MODEL DAN
PETA SINOPTIK DI SAUMLAKI
Diusulkan oleh

INDRA

NPT. 12.17.0063

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan disetujui


pada tanggal 03 Agustus 2018

Susunan Tim Penguji

Pembimbing Utama Ketua Tim Penguji

Munawar Ali, M.Sc Nama Ketua Tim Penguji


NIP. 1977101719999031002 NIP. ....................................

Anggota Tim Penguji

Nama Anggota Tim Penguji


NIP. ........................................

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat Proposal Skripsi
dengan judul “Penentuan Faktor Dominan Terjadinya Hujan Lebat saat Musim
Kemarau Berdasarkan Data Reanalisis Model dan Peta Sinoptik di Saumlaki”
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa laporan kegiatan aktualisasi ini tidak dapat tuntas
tanpa ada dukungan, bimbingan dan peran serta dari berbagai pihak. Disini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Slamet Suyitno, S.Si, M.Si selaku Ketua STMKG
2. Bapak Dr. Munawar Ali, M.Si selaku dosen dan pembimbing dalam
menyelesaikan proposal skripsi.
3. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan banyak doa dan dukungan.
4. Seluruh pihak yang telah berpasrtisipasi dalam membantu penyelesaian laporan
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Proposal Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya.
Akhir kata penulis mohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam
penulisan laporan kegiatan aktualisasi ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Tangerang Selatan, 03 Agustus 2018


Penulis

Indra

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ..............................................................................................i


LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iv
DAFTAR TABEL ..............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................7


1.1 Latar Belakang.....................................................................................7
1.2 Perumusan Masalah.............................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................8

BAB II DASAR TEORI........................................................................................9


2.1 Tinjauan Pustaka..................................................................................9
2.2 Landasan Teori....................................................................................11

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................13


3.1 Lokasi Penelitian.................................................................................13
3.2 Alat dan Data Penelitian .....................................................................13
3.3 Teknik Pengolahan Data......................................................................14
3.4 Teknik Analisis Data...........................................................................15
3.5 Bagan Alir Penelitian...........................................................................19
3.6 Jadwal Pelaksanaan Penelitian............................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Konvektifitas.........................................................18


Tabel 3.2 Rencana Pelaksanaan Penelitian...........................................................20

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Alir Pemikiran ...................................................................11


Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian ........................................................................19

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang wilayahnya terletak di garis khatulistiwa.
Wilayah tersebut termasuk bagian yang beriklim tropis dengan kedudukan lintang
dari 23.5 oLU dan 23.5 oLS. Pada dasarnya, Indonesia setiap tahun hanya
mengalami 2 musim : musim hujan dan musim kemarau. Namun, letak geografis
Indonesia strategis yaitu berada di antara 2 benua dan 2 samudra, sehingga
menyebabkan curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa fenomena yaitu
sirkulasi timur – barat (walker circulation), sirkulasi Utara – Selatan (Hadley
circulation), El-Nino, La-Nina, Sistem Monsun Asia – Australia, serta pengaruh
faktor lokal lainnya. Sistem Monsun Asia – Australia merupakan sistem cuaca
yang paling dominan di Indonesia. Dampak adanya monsun ini mengakibatkan
wilayah Indonesia hanya memiliki 2 musim : musim hujan dan kemarau seperti
wilayah Indoneisa pada umumnya, karena wilayah inipun dipengaruhi oleh
Monsun Asia – Australia tersebut.
Kota Saumlaki yang terletak pada provinsi Maluku memiliki curah hujan
yang tinggi maupun rendah setiap tahunnya baik pada musim hujan ataupun
musim kemarau. Sedangkan pada bulan Oktober, terjadi kondisi cuaca yang tidak
lazim, yaitu terjadi hujan lebat yang mencapai 144.2 milimeter yang puncak curah
hujannya terjadi pada tanggal 19 – 21 Oktober 2000.
Kejadian hujan lebat saat musim kemarau ini menarik untuk dikaji karena
dilihat dari data sinoptik Stasiun Meteorologi Saumlaki serta peta angin gradient
menunjukkan di wilayah Saumlaki dan sekitarnya bertiup angin timur atau timur
laut. Angin timuran ini berasal dari benua Australia bagian Utara dengan jenis
massa udara kontinen – tropis yang bersifat kering dan hangat. Jenis massa udara
ini biasanya jika memasuki wilayah Indonesia identik dengan musim kemarau dan
jarang menyebabkan terjadinya hujan.
Dalam kajian untuk menganalisis masalah pada penelitian ini, diterapkan
ilmu meteorologi khususnya teori tentang analisis cuaca untuk kawasan tropis
dengan menggunakan data-data pendukung berupa peta-peta sinoptik dan model-

7
model cuaca. Oleh karena itu, dengan mengkaji dinamika kondisi atmsofer di atas
wilayah Saumlaki dapat diketahui faktor paling mendukung terjadinya hujan yang
biasanya tidak terjadi pada bulan Oktober.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana menentukan faktor paling dominan kejadian hujan lebat saat
musim kemarau menggunakan peta sinoptik dan reanalisis model?
2. Apa faktor paling dominan penyebab terjadinya hujan lebat pada tanggal
19-21 Oktober 2000 di Saumlaki?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui prosentase hasil peta sinoptik dan reanalisis model
bisa digunakan guna menentukan faktor paling dominan kejadian hujan
lebat saat musim kemarau
2. Mengetahui faktor paling dominan penyebab terjadinya hujan lebat pada
tanggal 19-21 Oktober 2000 di Saumlaki berdasarkan analisis peta
sinoptik dan data reanalisis model

1.4 Manfaat Penelitian


Metode pendekatan data hasil analisis cuaca peta sinoptik dan reanalysis
model bisa dimanfaatkan untuk prakirawan dalam membuat peringatan dini cuaca
terkait prediksi terjadinya hujan lebih tepat dan akurat. Peringatan dini cuaca yang
dimaksud melayani kebutuhan berbagai sektor tiap instansi seperti pada sektor
kelautan dalam menjaga keamanan arus lalu lintas dan transportasi udara dalam
menjaga kelancaran dan keamanan aktifitas penerbangan.

8
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Kejadian Hujan Lebat saat Musim Kemarau
Hujan lebat terjadi akibat proses konvektif yang sangat kuat karena
menyimpan energi panas yang sangat tinggi sehingga memicu terbentuknya
pertumbuhan awan Cumulonimbus (Cb). Indonesia merupakan negara yang
terletak di kawasan ekuator sehingga termasuk dalam kawasan lintang tropis
dimana kawasan ini merupakan kawasan tempat penerimaan intensitas radiasi
yang tinggi dibandingkan dengan kawasan pada lintang menengah atau
tinggi. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia mengalami pertumbuhan
awan konvektif yang signifikan hingga menyebabkan terjadinya hujan lebat
(Aldrian, 2014).
Fenomena siklus tahunan El-Nino dan La-Nina juga berperan penting
dalam kejadian hujan lebat saat musim kemarau di wilayah Indonesia. Pada
Bulan Oktober tahun 2000, Indonesia mengalami fenomena siklus La-Nina
dimana adanya anomali sea surface temperature (SST) antara wilayah Tahiti
dan Darwin. Naiknya SST mendorong proses konveksi pertumbuhan awan
konvektif sehingga menimbulkan adanya peningkatan curah hujan signifikan
dari nilai rata-ratanya (Zakir, 2015).
Saat musim kemarau, kedudukan matahari di Indonesia mendekati
belahan bumi selatan (BBS) sehingga Indonesia bagian selatan mengalami
low pressure area (LPA) di perairan Maluku, yang kemudian menyebabkan
angin timuran dengan massa udara kontinen-tropis dan maritim-tropis
membentuk konvergensi dan shearline di atas wilayah Maluku (Soera, 2015).

2.1.2 Analisis Hujan Lebat Berdasarkan Data Reanalisis Model dan Peta
Sinoptik
Analisis curah hujan dengan pola pergerakan angin di Saumlaki
memanfaatkan metode grafik dan metode wind rose. Hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa curah hujan tinggi ketika angin bergerak dari arah barat

9
atau barat daya, dan curah hujan rendah ketika angin bergerak dari arah timur
atau tenggara (Marthinus, 2012). Dengan menggunakan analisis stabilitas
atmosfer dan model WRF-ARW dan menunjukkan bahwa hujan ekstrim
tersebut lebih disebabkan oleh faktor cuaca skala skala regional yaitu siklon
tropis Narelle, daripada faktor skala lokalnya (Prianti, 2014).
Analisis kondisi dinamika atmosfer terkait cuaca ekstrem saat musim
kemarau mengelola data reanalysis dengan menggunakan aplikasi GrADS
untuk menampilkan parameter suhu udara permukaan, titik embun
permukaan, indeks stabilitas CAPE, vortisitas dan kecepatan gerak vertikal,
nilai SST, monsun, peta gradient angin, MSLP, dan citra satelit (Soera, 2015).
Analisis tersebut menunjukkan bahwa cuaca ekstrem tersebut disebabkan
faktor cuaca regional serta mendukung kondisi cuaca skala lokal.
Ketersediaan energi konvektif lemah - sedang, kondisi udara yang
basah mencapai lapisan atas serta giatnya gerak vertikal udara keatas yang
ditunjukkan oleh nilai vortisitas dan kecepatan gerak vertikal, merupakan
faktor lokal yang mendukung terjadi hujan sangat lebat di Maluku dapat
diperoleh dengan metode (Marthinus, 2012; Prianti, 2014; Soera, 2015).

2.1.3 Karakteristik Wilayah Saumlaki


Saumlaki merupakan ibukota kepulauan Tanimbar. Secara geografis,
Saumlaki terletak di wilayah Maluku, tepatnya di wilayah Maluku Tenggara
Barat. Karena letak geografis Indonesia yang strategis, Indonesia termasuk
Saumlaki dipengaruhi beberapa fenomena sirkulasi atmosfer : sirkulasi timur
– barat (walker circulation), sirkulasi Utara – Selatan (Hadley circulation), El-
Nino, La-Nina, Sistem Monsun Asia – Australia, serta pengaruh faktor lokal
lainnya. Karena Saumlaki merupakan wilayah yang letaknya dekat dengan
Australia. Secara tidak langsung, kejadian fenomena sirkulasi Sistem Monsun
Australia lebih dominan terhadap perubahan kondisi dinamika atmosfer di
Saumlaki.
Kondisi topografis lokal di Saumlaki yang merupakan suatu kepulauan
yang didominasi oleh perairan laut di sekitarnya mendorong perubahan
dinamika atmosfer karena gangguan cuaca skala lokal yang mencakup

10
vortisitas relatif dan energi termodinamika yang ditransmisikan daratan
Saumlaki terhadap matahari.

2.2 Landasan Teori


Dalam menentukan faktor dominan penyebab terjadinya hujan lebat,
dibutuhkan data-data parameter cuaca pada atmosfer dalam skala analisis cuaca
yang meliputi skala global, skala regional, dan skala lokal. Untuk menganalisis
kondisi atmosfer dalam skala global yang mengkaji kondisi suhu muka laut di
perairan kepulauan Saumlaki dan fenomena El-Nino dan La-Nina, dibutuhkan
data berupa model suhu muka laut dan grafik Nino Indeks 3.4. Dengan
menganalisis model suhu muka laut dan grafik Nino Indeks 3.4 tersebut, anomali
suhu permukaan laut yang mendukung terjadinya hujan lebat dapat diketahui.
Kemudian, untuk menganalisis kondisi atmosfer dalam skala regional, diperlukan
data berupa model peta mean sea level pressure (MSLP) dan peta angin gradien
untuk mengkaji kondisi mean sea level pressure atau tekanan permukaan laut rata-
rata dan perbedaan pola pergerakan angin. Selanjutnya, untuk menganalisis
kondisi atmosfer dalam skala lokal, diperlukan data reanalisis ECMWF (Europan
Centre for Medium-Range Weather Forecast) dan data sinoptik Stasiun
Meteorologi Saumlaki dengan menggunakan GrADS 2.0.1 dan Microsoft (Ms.)
Excel untuk mengkaji kondisi gerak vertikal dan stabilitas atmosfer serta
kelembaban udara di wilayah Saumlaki yang meliputi tren suhu udara permukaan,
profil vertikal kelembaban relatif udara, CAPE, dan vortisitas relatif.
Hasil kajian kondisi dinamika atmosfer dalam skala analisis cuaca global,
regional, dan lokal yang diperoleh dirangkum untuk mendapatkan kondisi
dinamika atmosfer secara menyeluruh, sehingga dengan membandingkan ketiga
skala analisis cuaca tersebut bisa diketahui salah satu yang paling dominan
menyebabkan terjadinya hujan lebat saat musim kemarau di Saumlaki.

Pengumpulan data berdasarkan


skala analisis cuaca

Global Regional Lokal

1. 1. 11
SST Tekanan
2. permukaan Data Reanalisis
Data Synoptik
Nino Indeks 2. ECMWF
Gambar 2.1 Diagram Alir Pemikiran

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Saumlaki seperti yang ditunjukan pada gambar 3.1, terletak pada sebuah
pulau yaitu Kepulauan Tanimbar yang merupakan ibukota dari Kabupaten
Maluku Tenggara Barat yang terletak antara 6 o – 8o LS dan antara 126o – 132o BT,
dengan luas daerah secara keseluruhan 125.422,40 Km 2. Adapun rata-rata
ketinggian wilayahnya adalah sekitar 24 meter di atas permukaan laut.

3.2 Alat dan Data Penelitian


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan untuk mengkaji kondisi dinamika atmsofer dalam
skala analisis cuaca secara global, regional, dan lokal menggunakan
perangkat lunak GrADS 2.0.1 untuk mengolah data reanalisis ECMWF, Ms.
Excel 2017 untuk membuat grafik Indeks Nino 3.4 dan data sinoptik Stasiun
Meteorologi Saumlaki.

3.2.2 Data
Data yang digunakan untuk mengkaji kondisi dinamika atmosfer dalam
skala analisis cuaca secara global menggunakan data model grafik Indeks
Nino 3.4 yang didapat dari model numerical weather prediction (NWP)
Australia dengan cara mengunduh datanya langsung dalam format .jpeg dari
situsnya di alamat http://www.bom.gov.au. Data ini digunakan untuk

12
mengetahui besarnya pengaruh fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap
anomali suhu permukaan laut di perairan wilayah Indonesia bagian Timur,
termasuk wilayah Saumlaki.
Kemudian, data yang digunakan untuk mengkaji kondisi dinamika
atmsofer dalam skala analisis cuaca secara regional menggunakan data model
peta angin gradient dan data model peta MSLP yang didapat dari model NWP
Australia dengan cara mengunduh datanya langsung dalam format .jpeg dari
situsnya di alamat http://www.bom.gov.au. Data model ini baik peta angin
gradient maupun peta MSLP bertujuan mendapatkan pola-pola gangguan
cuaca yang memungkinkan terjadinya konvektifitas di wilayah Saumlaki.
Selain data model peta angin gradien dan peta MSLP, digunakan juga
data reanalisis ECMWF tanggal 19 – 21 Oktober 2000 dengan resolusi 0,125 o
x 0,125o di wilayah Saumlaki yang diperoleh dengan mengunduh data dalam
format .nc dari situs http://www.cpc.ncep.noaa.gov. Data reanalisis ECMWF
ini digunakan untuk menampilkan parameter streamline, konvergen,
divergen, vortisitas, RH tiap lapisan dan kecepatan gerak vertikal (ω) di
Saumlaki.
Adapun data terakhir yang dipakai untuk mengkaji kondisi dinamika
atmosfer dalam skala analisis cuaca lokal yaitu data sinoptik tanggal 19-21
Oktober 2000. Data sinoptik adalah data hasil observasi parameter cuaca yang
terdiri dari data suhu, kelembaban, tekanan, curah hujan (CH) serta arah dan
kecepatan angin. Data ini diperoleh dari stasiun meteorologi sinoptik yang
didapat berdasarkan pembacaan pada alat pengukur parameter-parameter
cuaca yang dilakukan oleh petugas observasi di stasiun meteorologi saumlaki.

3.3 Teknik Pengolahan Data


Data dalam analisis skala cuaca global dan skala cuaca regional tidak
membutuhkan pengolahan data dengan aplikasi karena sudah tersedia langsung
dari situs penyaji layanan data model NWP Australia. Berbeda dengan data dalam
analisis skala cuaca lokal, data reanalisis ECMWF tanggal 19 – 21 Oktober 2000
dengan resolusi 0,125o x 0,125o di wilayah Saumlaki dalam format .nc diolah
dengan mengubah data tersebut menjadi data excel. Pengolahan tersebut

13
dilakukan dengan menggunakan panoply. Secara ringkas, urutan pengubahan data
reanalisis ECMWF menjadi data excel :
a. Masukkan data reanalisis ECMWF
b. Parameter cuaca data reanalisis ECMWF : streamline, konvergen, divergen,
vortisitas, RH tiap lapisan dan kecepatan gerak vertikal (ω) yang akan
dikonvert diklik kanan
c. Pilih export labelled text
d. Pilih lokasi file tempat penyimpanan
e. Klik finish
Setelah dikonvert menjadi data excel, barulah data tersebut diolah
menggunakan GrADS 2.0.1 untuk menghasilkan data vortisitas relatif, kecepatan
vertikal udara, dan convective available potential energy. Selanjutnya, data
sinoptik yang berupa nilai hasil pengukuran terhadap kondisi parameter cuaca di
wilayah Saumlaki diolah dan disusun menjadi model grafik dengan menggunakan
Ms. Excel 2017.

3.4 Teknik Analisis Data


3.4.1 Vortisitas Relatif
Vortisitas merupakan medan vektor kerutan atau curl kecepatan dari
rotasi fluida dalam ukuran mikroskopis. Vortisitas dapat diartikan sebagai
gerak rotasi udara dalam skala mikro. Komponen vertikal dari vortisitas
cukup banyak digunakan dalam aplikasi dan prediksi cuaca meteorologi.
Terdapat dua jenis parameter vortisitas yaitu relatif dan absolut. Vortisitas
relatif umumnya digunakan untuk analisis cuaca daerah ekuator karena tidak
memperhitungkan efek Corioli dibandingkan vortisitas absolut yang banyak
digunakan di lintang tinggi.
Vortisitas didefinisikan dengan pendekatan sirkulasi dibagi luas area
yang ditutupinya. Jika luasan area sirkulasi adalah A, maka ∂A = ∂x∂y,
sehingga persamaan vortisitas (nilai sirkulasi dibagi luasan), dapat dinyatakan
sebagai berikut :

δC ∂ v ∂ u
= − =ζ
δA ∂ x ∂ y

14
Dengan persamaan di atas, vortisitas dapat dihitung dengan
menggunakan data vektor angin dalam bentuk grid. Angin yang merupakan
besaran vektor kemudian kecepatannya diuraikan ke dalam komponen
horizontal yakni zonal µ (barat-timur) dan meridional v (utara-selatan)
dengan persamaan :

u = ff x cos (270o-ddd)

v = ff x sin (270o-ddd)

Dimana µ adalah komponen kecepatan angin arah barat-timur (m/s); v


adalah komponen kecepatan angin arah utara-selatan (m/s), ff adalah
kecepatan angin (m/s) dan ddd adalah arah angin dalam satuan derajat.
Setelah data komponen kecepatan angin u dan v diperoleh untuk setiap titik,
maka perhitungan nilai ke pusaran nisbi atau vortisitas (ζ ¿ dan dinyatakan
dalam satuan waktu (s-1).

Walaupun dalam perhitungannya tidak memasukkan parameter Corioli,


arah gerakan sirkulasi dan vortisitas tetap mempertimbangkan gerak rotasi
bumi, dimana implementasi nilai vortisitas berbeda pada belahan bumi utara
dan selatan.

Untuk BBU berlaku nilai vortisitas :


(+) : Udara cenderung bergerak naik ke atas (konveksi)
(–) : Udara cenderung bergerak turun ke bawah (subsidensi)
Sedangkan untuk BBS berlaku nilai vortisitas :
(+) : Udara cenderung bergerak turun ke bawah (subsidensi)
(–) : Udara cenderung bergerak naik ke atas (konveksi)

Sirkulasi gerak melingkar yang berlangsung pada suatu area tertutup


cenderung mengakibatkan adanya massa udara yang terangkat ke atas.
Karena vortisitas merupakan bagian dari sirkulasi, maka nilai vortisitas dapat
digunakan untuk menunjukkan adanya gerak udara secara vertikal dan
mempengaruhi pertumbuhan gerakan udara siklonal.

15
3.4.2 Kecepatan Vertikal Udara
Komponen kecepatan gerak vertikal atmosfer untuk skala sinoptik
biasanya dinyatakan dalam satuan senitmeter per detik. Sementara dari
pengamatan meteorologi udara atas memberi nilai kecepatan angin dengan
akurasi satuan meter per detik. Dengan demikian, kecepatan vertikal tidak
dapat diukur langung tapi harus diturunkan dari bidang yang diukur secara
langsung.
Terdapat dua pendekatan dasar dalam perhitungan kecepatan gerak
vertikal udara, yaitu berdasarkan ketinggian koordinat isobarik (ω) dan
ketinggian koordinat Cartesian (w). Ada dua metode yang umum digunakan
untuk menyimpulkan bidang gerak vertikal yaitu metode kinematik
berdasarkan persamaan kontinuitas dan metode adiabatik berdasarkan
persamaan energi termodinamika. Kedua metode tersebut biasanya diterapkan
menggunakan sistem koordinat isobarik sehingga perhitungan menggunakan
ω (p) lebih ditekankan dibanding w (z) yang menggunakan koordinat
Cartesian.

Persamaan perhitungan nilai ω(p) menurut metode kinematik dengan


mengintegrasikan persamaan kontinuitas dari lapisan permukaan hingga
ketinggian tekanan tertentu, dapat dinyatakan sebagai berikut :

∂u ∂v
ω(p) = ω(ps) + (ps – p) ( + ¿
∂x ∂ y

Sedangkan perhitungan nilai ω(p) dengan metode adiabatis


menggunakan persamaan energi termodinamika, dinyatakan dalam persamaan
berikut :

∂T ∂T
ω = Sp-1 ( +µ ¿
∂t ∂x

Keterangan :
Sp : parameter stabilitas statis untuk sistem isobarik, dimana
Sp = (γd – γ)/pg

16
Salah satu faktor pembentukan awan diakibatkan oleh gerak vertikal
udara ke atas dan omega lapisan permukaan, dimana nilai kecepatan vertikal
negatif menunjukkan geradan udara ke atas yang dapat menyebabkan
terjadinya proses kondensasi dan proses presipitasi.

3.4.3 Convective Available Potential Energy (CAPE)


Convective Available Potential Energy (CAPE) digambarkan sebagai
daerah positif pada aerogram yang terbentuk oleh profil suhu lingkungan
yang sejajar dengan garis adiabatis basah dan garis antara Level of Free
Convection (LFC) dan Equilibrium Level (EL).
Nilai CAPE dihitung dengan mengintegrasi jumlah nilai apung per level
secara vertikal, mulai dari Level of Free Convection (LFC) sampai
Equilibrium Level (EL). Kemudian, nilai CAPE dihitung dengan persamaan :

i=n
g
CAPE = ∑ ( Tparcel−Tenv ) ∈¿ ¿∆iz
i=1 Tenv

Keterangan :
CAPE : energi potensial untuk konvektifitas (J/kg)
Tparcel : suhu parcel udara (K)
Tenv : suhu lingkungan (K)
∆iz : selisih level tekanan (mb)
g : gravitasi bumi (9.8 ms-2)

Klasifikasi nilai energi hasil perhitungan CAPE dalam hubungannya


dengan tingkat konvektifitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
CAPE (J/kg) Tingkat Konvektifitas
< 1000 Konvektif lemah
1000 – 2500 Konvektif sedang
> 2500 Konvektif kuat
Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Konvektivitas

3.5 Bagan Alir Penelitian

17
1. SST
2. Nino
Indeks
3.4

Grafik Peta GrADS 2.0.1 Grafik

Output : Data
1. Vortisitas Sinoptik
relatif Suhu,
vertikal Tekanan,
2. CAPE RH, CH,
3. Kelembaban Angin

Mengkaji kondisi lokal :


Mengkaji kondisi Mengkaji kondisi tren T – TD permukaan,
global : SST dan El- regional : MSLP dan konvergen, divergen,
Nino/La-Nina angin gradien vortisitas relatif vertikal

Menganalisis kondisi
dinamika atmosfer
secara menyeluruh

Perbandingan skala analisis


cuaca dalam mengkaji
kondisi atmosfer

Menentukan skala analisis


cuaca yang paling dominan

18
3.6 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Berikut adalah tabel jadwal pelaksanaan penelitian yang telah dirancang :

Kegiatan Minggu
1 2 3 4 5 6
Pengumpulan data V
Pengolahan data V V
Analisis data V V
Pembuatan laporan V
Tabel 3.2. Rencana Pelaksanaan Penelitian

19
DAFTAR PUSTAKA

Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. ITB, Bandung.

Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi: Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan


Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

Manik, Tumiar. 2014. Klimatologi Dasar. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Lakitan, Tumiar.. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Soepangkat. 1994. Pengantar Meteorologi. Jakarta: Akademi Meteorologi dan


Geofisika.

Wakman, W dan Burhanuddin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung.


Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Harwati, Tri. 2008. Pengaruh Suhu dan Panjang Penyinaran Terhadap Umbi
Kentang. Jakarta: Jurnal Inovasi Pertanian Vol. 7, No. 1, 2008 (11 -
18)

Fadholi, Akhmad. 2013. Studi Pengaruh Suhu Dan Tekanan Udara Terhadap
Daya Angkat Pesawat Di Bandara S. Babullah
Ternate .Pangkalpinang: Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika Vol.01, No.
02.

Pustaka internet :

http://sulteng.litbang.pertanian.go.id/. Diakses tanggal 12 Juni 2017

20

Anda mungkin juga menyukai