Anda di halaman 1dari 13

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA


5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

PENGGUNAAN CITRA SATELIT HIMAWARI-8 UNTUK ANALISIS SEBARAN


ASAP DI WILAYAH ACEH

(Studi Kasus Tanggal 11-13 Juni 2018)

Penulis pertama1*INDRA
Penulis kedua2*ELEAZAR BANGALINO
Penulis ke3*AHMAD FADLAN, SST, M. SI

1
STMKG, Jl. Perhubungan I No. 5, Pondok Betung, Pondok Aren, Pd. Betung, Tangerang Selatan
2
STMKG, Jl. Perhubungan I No. 5, Pondok Betung, Pondok Aren, Pd. Betung, Tangerang Selatan
3
STMKG, Jl. Perhubungan I No. 5, Pondok Betung, Pondok Aren, Pd. Betung, Tangerang Selatan
*corresponding author: satinbrada@gmail.com

ABSTRAK
Asap merupakan suspensi partikel kecil di udara (aerosol) yang berasal dari pembakaran tak
sempurna dari suatu bahan bakar akibat adanya kebakaran hutan dan lahan yang tidak sempurna. Pada
tanggal 11 Juni 2018, Kota Meulaboh, tepatnya di kawasan Aceh Barat diselimuti kabut asap akibat
kebakaran lahan dan hutan. Kabut asap yang ditimbulkan meluas sampai ke arus lalu lintas wilayah
Aceh hingga Sumatera Utara. Kabut asap menimbulkan dampak berkurangnya daya jangkauan jarak
penglihatan, sehingga mengganggu aktivitas warga masyarakat setempat. Kasus fenomena asap ini
menarik untuk dikaji mengingat jumlah titik panas pada bulan Juni 2018 hanya berjumlah 19 titik
panas dibandingkan jumlah titik panas pada bulan Juni 2017 yang mencapai 82 titik panas (data
diperoleh dari Lapan). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah sebaran asap
kebakaran hutan di wilayah Aceh. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan citra satelit Himawari-8 Kanal Visible dan metode RGB (Red Green Blue) pada periode
terjadinya asap dari tanggal 11 – 13 Juni 2018. Sebagai data pendukung dalam mengetahui kondisi
dinamika atmosfernya, penelitian ini menggunakan data beberapa parameter yang meliputi jumlah
hotspot, streamline, pola pergerakan angin, dan profil angin tiap ketinggian per lapisan sehingga hasil
yang diperoleh menunjukkan pergerakan sebaran asap kebakaran hutan sesuai dengan arah angin
permukaan yang bertiup.

Kata Kunci : pergerakan asap, satelit, hotspot, streamline, angin

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pada bulan Juni, kepulan asap yang dikeluhkan pemudik yang melewati lalu lintas kawasan Aceh
– Sumatera Utara mengganggu jarak pandang dan pernafasan sejak Senin tanggal 11 Juni 2018 hingga
Rabu 13 Juni 2018 (Sumber : https://regional.kompas.com). Kejadian sebaran asap yang terjadi di
wilayah Aceh – Sumatera Utara ini disebabkan oleh adanya pembakaran liar oleh warga sekitar,
tepatnya di wilayah Meulaboh, Aceh Barat. Pembakaran liar ini berasal dari sebuah kebun kelapa
sawit milik seorang warga. Hal ini berdampak pada terganggunya jarak pandang pengguna jalan yang
melintas di sekitar wilayah Aceh – Sumatera Utara. Sebaran asap ini juga berdampak pada aktivitas
warga yang besiap untuk menyonsong kegiatan Idul Fitri.
Pada penelitian ini, penulis ingin mengetahui bagaimana kondisi meteorologis pada saat
terjadinya sebaran asap pada tanggal 11 – 13 Juni 2018 dengan menggunakan metode seperti model
satelit Himawari-8 sebagai data utama dan aplikasi RAOB 5.7 sebagai data pendukung, dimana hasil
dari analisis model ini dapat dijadikan acuan dalam memprakirakan sebaran asap yang terjadi di
wilayah Aceh.

1
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana cara membaca arah sebaran asap dengan menggunakan citra satelit Himawari-8
dan pengolahan data pergerakan angin dan profil angin tiap ketinggian per lapisan pada
RAOB 5.7?
2. Bagaimana menentukan relasi antara sebaran asap dengan menggunakan citra satelit
Himawari-8 dan pengolahan data pergerakan angin dan profil angin tiap ketinggian per
lapisan pada RAOB 5.7?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui cara membaca arah sebaran asap dengan menggunakan citra satelit Himawari-8
dan pengolahan data pergerakan angin dan profil angin tiap ketinggian per lapisan pada
RAOB 5.7
2. Menentukan relasi antara sebaran asap dengan menggunakan citra satelit Himawari-8 dan
pengolahan data pergerakan angin dan profil angin tiap ketinggian per lapisan pada RAOB
5.7

1.4. Manfaat Penelitian


Metode pendekatan citra satelit Himawari-8 dan pengolahan data pergerakan angin dan profil
angin tiap ketinggian per lapisan bisa dimanfaatkan dalam menentukan arah sebaran asap yang terjadi
akibat pembakaran kebun pada suatu wilayah dalam skala ruang dan waktu yang lebih luas. Dengan
mengetahui kerugian secara materi berupa berkurangnya daya jangkauan jarak pandang dan gangguan
pernafasan, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran warga untuk tidak membakar
lahan, hutan maupun perkebunan dalam skala yang berpotensi bersifat destruktif baik pada wilayah itu
sendiri maupun wilayah sekitar.

2. Metode Penelitian
2.1. Satelit Himawari-8
Himawari-8 dioperasikan oleh Badan Meteorologi Jepang. Satelit cuaca ini dibangun oleh
Mitsubishi Electric dengan bantuan dari Boeing, dan merupakan satelit yang pertama dari dua satelit
dengan didasarkan pada bus satelit DS-2000. Himawari-8 memasuki layanan operasional pada tanggal
7 Juli 2015 dan merupakan penerus MTSAT-2 (Himawari-7) yang diluncurkan pada tahun 2006. Dari
ketinggian 35 ribu km, satelit cuaca Himawari-8 mengambil gambar untuk peringatan cuaca, seperti
topan yang berada di Asia.
Keunggulan satelit Himawari dapat mengambil foto setiap 10 menit atau rata rata sehari
mengirim gambar cuaca 144 gambar nonstop ke bumi satelit cuaca milik Amerika yang memiliki
teknologi serupa dengan sebutan G-R. Satelit ini baru diluncurkan pada Maret 2016 mendatang.
Posisinya berada di Pasific Selatan atau dekat Caribia. Satelit cuaca tersebut hanya memantau daerah
Negara Amerika. Satelit cuaca Himawari-8 mulai beroperasi penuh pada 7 Juli 2015 dan merupakan
penerus MTSAT- 2 (Himawari-7) yang diluncurkan pada tahun 2006. Data yang diperoleh dari satelit
Himawari-8 ini tersedia secara bebas untuk digunakan oleh lembaga meteorologi di negara lain,
termasuk Indonesia. Data dapat diakses lewat http://jma.go.jp/en/jms.

2
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

2.2. Rawinsonde Observation Program (RAOB)


RAOB adalah perangkat lunak inovatif yang mampu merekam profil angin pada tiap ketinggian
per lapisan. Perangkat ini secara otomatis dapat menerjemahkan ke dalam bentuk 100 format dan data
tersebut diplot ke dalam data display, seperti skew-T dan cross secion. Hasil dari penggunaan aplikasi
ini dapat mendeteksi turbulensi, wind shear, perkembangan awan, inversi dan masih banyak lagi.
Aplikasi ini telah digunakan di lebih dari 92 negara.
Penggunaan software RAOB 5.7 dalam penelitian ini berguna untuk mengetahui kondisi labilitas
udara sesuai dengan ketinggian per lapisan. Dengan mengetahui kondisi labilitas udara, tingkat
konvektifitas yang mendukung proses terbentuknya awan dapat diketahui. Apabila kondisi udara di
atmosfer tidak stabil, maka udara bersifat labil dan tingkat konvektif semakin kuat sehingga
membentuk pertumbuhan awan-awan konvektif, sehingga pola pergerakan aliran udara juga semakin
tinggi. Penggunaan software RAOB 5.7 dalam penelitian ini tidak hanya berguna untuk mengetahui
kondisi labilitas udara, tetapi juga dapat digunakan dalam mengetahui pola pergerakan angin vertikal
yang ditunjukkan dalam grafik.
Beberapa langkah untuk mengolah data pola pergerakan angin dan profil angin tiap ketinggian
per lapisan pada penelitian ini mencakup :
1. Mengunduh data pengamatan udara atas melalui situs resmi National Oceanic and Atmospheric
Administration dengan menginput nomor stasiun meteorologi penerbangan yang tercantum dalam
daftar WMO (World Meteorological Organization) Index;
2. Pada menu display program yang terdapat opsi “sounding”, pilih dataset arsip “GDAS (1 deg, 3
hourly, Global)” pada menu meteorological data untuk masuk;
3. Setelah itu, pada menu GDAS1 Meteorological File, pilih waktu kejadian yang ingin dicari dalam
rentang waktu 1 mingguan untuk memilih waktu yang lebih spesifik lagi;
4. Masukkan kode akses untuk memperoleh data sounding;
5. Setelah itu, muncul grafik profil angin vertikal. Klik opsi “Sounding text and any error messages”
pada atas grafik tersebut untuk memperoleh data profil angin vertikal. Copy data tersebut dan
paste ke notepad. Simpan file ke directory yang diinginkan;
6. Buka software RAOB 5.7;
7. Pilih File – New Sounding;
8. Buka file notepad yang berisi data profil angin vertikal pada directory yang sudah disimpan
sebelumnya, maka secara otomatis, tampilan grafik profil angin vertikal yang menampilkan data-
data berupa Severe Weather Threat Index, Lifted Index, Total Totals Index, K Index, Convective
Available Potential Energy, dan Convective Inhibition Energy serta pola pergerakan angin vertikal
akan terdisplay. Data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai acuan dalam penentuan kondisi
udara di atmosfer.

2.3. Satellite Animation and Interactive Diagnosis (SATAID )


Saat ini perkembangan komputer dapat mempermudah tampilan citra satelit ke layar komputer.
Meteorological Satellite Center JMA telah mengembangkan suatu sistem Computer Aided Learning
(MSC-CAL) untuk menampilkan citra satelit sebagai sarana pembelajaran dan pelatihan dalam rangka
meningkatkan kemampuan analisa citra. Sistem inilah yang kemudian disebut “SATAID” (Satellite
Animation and Interactive Diagnosis). Selain program dasar, terdapat satu program dari SATAID
yaitu program GMSLPD yang didesain dengan fungsi-fungsi yang berguna untuk keperluan analisis.
SATAID digunakan untuk menampilkan citra satelit dan meng-overlay data prediksi cuaca
numerik NWP (Numerical Weather Prediction). Data NWP terpisah dari data citra satelit, didapatkan
juga dari JMA dalam satu paket dengan data citra satelit. Dengan menggunakan SATAID, pengguna
dapat menampilkan dan melakukan overlay antara citra satelit dan data NWP. Dimungkinkan juga
overlay berbagai macam data, antara lain dari data pengamatan sinoptik, kapal, suhu, radar, pencatat
profil angin, dan sebagainya, dengan syarat data-data tersebut telah memiliki format yang sama
sebagaimana yang diminta oleh aplikasi SATAID.
Beberapa langkah untuk mengolah citra satelit Himawari-8 pada penelitian ini mencakup :
3
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1. Mengapplykan data yang diakses dari server pengelolaan citra satelit di BMKG pada aplikasi
SATAID dengan klik “register” untuk menampilkan citra sebaran asap yaitu data satelit kanal 3, 4,
dan 6 yang memiliki format .Z;
2. Setelah itu, tampilan citra satelit akan muncul;
3. Pada menu di Function, klik opsi “Gray”. Maka, akan muncul beberapa pilihan yang ada pada opsi
Gray untuk masuk pada pilihan Colour. Secara otomatis, tampilan “Setting the emphasis” muncul;
4. Pilih opsi “Mix” dengan tekan tombol Ctrl pada keyboard secara bersamaan. Tampilan “Setup of
Image Mixture” muncul otomatis;
5. Pada pilihan Image 2, pilih opsi “N1” dan pada pilihan Image 3, pilih opsi “N3”;
6. Pada pilihan warna yang ada :
a. Pilih warna merah (Red) untuk image VS
b. Pilih warna hijau (Green) untuk image N1
c. Pilih warna biru (Blue) untuk image N3;
7. Selanjutnya, klik centang pada kotak di samping Gamma untuk memastikan pilihan Gamma aktif
untuk bisa disetting nilainya dengan ketentuan :
a. Masukkan nilai 1,8 untuk image VS
b. Masukkan nilai 1,00 untuk image N1
c. Masukkan nilai 3,00 untuk image N3;
9. Jika sudah, klik OK. Kemudian, klik pada pilihan “Mix”. Lalu, klik OK sekali lagi untuk
menyimpan pengaturan tersebut;
10. Untuk dapat melihat lebih detail ke area tertentu yaitu dengan klik pilihan “Normal” pada bagian
kanan atas jendela aplikasi SATAID. Lalu, pilihlah area yang hendak diamati sebaran asapnya
dengan cara drag pada wilayah tersebut;
11. Tampilan citra RGB sebaran asap akan muncul.

3. Data
Model penelitian yang dilakukan adalah studi kasus sebaran asap di wilayah Aceh. Menurut
Bahri (2002), Penyebaran asap disebabkan oleh tiupan angin dari Timur, karena kondisi udara di
lapisan atmosfer atas sangat stabil dan cenderung bergerak turun, maka angin di lapisan bawah dekat
permukaan tidak mampu naik dan berbelok ke wilayah lain. Pemilihan jenis penelitian berupa studi
kasus ini dilakukan sebagai langkah awal untuk memahami kemampuan satelit Himawari dalam
mendeteksi kejadian kebakaran hutan dan menganalisis sebaran asapnya melalui analisis tiap band
dalam kanal satelit Himawari-8 kemudian membandingkan kanal yang mana yang baik dipakai untuk
deteksi sebaran asap.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Gambar 3.1 yang sudah dipetakan, diperoleh data berupa
rentang nilai confidence dan jumlah titik panas pada Tabel 3.1. Sebaran titik panas pada Gambar 3.1
menunjukkan mayoritas hotspot yang terjadi terdapat di wilayah Aceh – Sumatera Utara dengan
tingkat confidence yang beragam. Jika dilihat berdasarkan Tabel 3.1, confidence yang memiliki
rentang nilai antara 50 – 60 %, terdapat titik panas sebanyak 13. Kemudian, confidence dengan
rentang nilai 60 – 70 % memiliki 15 titik panas. Selanjutnya, confidence dengan rentang nilai 60 –
70 % memiliki 15 titik panas. Sedangkan, confidence dengan rentang nilai 60 – 70 % memiliki 15 titik
panas. Oleh karena itu, hal tersebut membuktikan bahwa sebaran asap yang terjadi pada kawasan Aceh
– Sumatera Utara didominasi oleh kondisi hotspot pada pada waktu itu, sehingga mengganggu
visibilitas warga masyarakat setempat.
Dengan melihat peta streamline pada Gambar 3.2, Gambar 3.3, dan Gambar 3.4, pola aliran angin
bisa diketahui pergerakannya. Pergerakan aliran angin pada Pulau Sumatera dipengaruhi karena
adanya Tropical Storm Mauksi pada ketinggian 985 Hpa dari permukaan dengan kecepatan
maksimum 50 knots pada lintang menengah. Tropical Storm tersebut menyebabkan pola pergerakan
angin di wilayah Aceh – Sumatera Utara bergerak dari Timur ke Barat.
Selain menggunakan model pencitraan peta titik panas dan peta streamline, grafik profil angin
tiap ketinggian per lapisan juga digunakan sebagai data pendukung. Untuk profil angin tiap ketinggian
per lapisan terdekat menggunakan acuan Stasiun Meteorologi Penerbangan Bandara Internasional
4
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Kualanamu, Medan yang merepresentasikan kejadian sebaran asap di wilayah Aceh – Sumatera Utara
karena data hanya bisa diakses lewat stasiun meteorologi yang melaksanakan pengamatan udara atas
dan dekat dengan wilayah kejadian. Dari grafik, terlihat sangat jelas pergerakan angin di kawasan
Aceh – Sumatera Utara bergerak dari Timur ke Barat. Adapun grafiknya bisa dilihat pada Gambar 3.5,
Gambar 3.6, dan Gambar 3.7.
 Prosedur Penelitian :
Data yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Data Satelit Himawari-8
Dengan menggunakan kanal Visible dan Nearinfrared dengan metode RGB, data yang diambil
selama 3 hari, terhitung dari tanggal 11 sampai tanggal 13 Juni 2018. Informasi ini digunakan
untuk mengetahui sebaran asap akibat kebakaran hutan.
2. Data Analisis Sounding RAOB
Dengan menggunakan data ini, kita dapat mengetahui pergerakan angin vertikal dari sebaran
asap di wilayah Aceh – Sumatera Utara. Kita juga dapat mengetahui dampak sebaran asap
terhadap udara di atmosfer.

4. Hasil dan Pembahasan


Analisis Kejadian Sebaran Asap di wilayah Aceh – Sumatera Utara dilakukan mulai dari tanggal
11 juni 2018 hingga 13 juni 2018.

4.1. Analisis Sebaran Panas di Wilayah Aceh – Sumatera Utara tanggal 11 Juni 2018
Berdasarkan pengolahan citra satelit Himawari-8 dengan menggunakan kanal visibel dan metode
RGB pada tanggal 11 Juni 2018 dengan periode waktu 3 jam : 00.00, 03.00, 06.00 UTC, terdeteksi
adanya sebaran asap yang diakibatkan oleh kebakaran kebun kelapa sawit di wilayah Meulaboh. Pada
tanggal ini, sebaran asap terdeteksi mulai pukul 00.00-03.00 UTC. Kemudian, secara perlahan sebaran
asap mulai mengilang. Hal ini terlihat dari pantauan satelit pada jam 06.00 UTC. Sebaran asap ini
mulai bergerak dari Timur ke Barat jika dilihat berdasarkan data RAOB 5.7. Evolusi asap yang terjadi
dari jam 00.00 hingga 03.00 UTC adalah berupa peningkatan volume sebaran asap. Untuk jam
selanjutnya, terjadi penurunan volume sebaran asap jika dilihat pada jam 06.00 UTC. Pada jam 03.00
UTC, terjadi peningkatan pertumbuhan awan di sekitar wilayah kajian. Pada RGB warna asap terlihat
agak kuning samar-samar, sedangkan awan berwarna putih halus. Citra satelit ini bisa dilihat pada
Gambar 4.1.
Dilihat dari pengolahan data RAOB 5.7 pada Tabel 4.1, nilai parameter yang didapat
menunjukkan bahwa :
 SWEAT = 131,4; 137,8; dan 161 (<300) menandakan potensi indeks labilitas udara ringan
 LI
a. -1,8 (= 0 s/d -2) menandakan tingkat konvektifitas udara cenderung labil;
b. -4 (= -2 s/d -6) menandakan tingkat konvektifitas udara masih cenderung labil;
c. -6,2 (< -6) menandakan tingkat konvektifitas udara sangat labil
Dalam hal ini, ditemukan adanya peningkatan ketidakstabilan massa udara dari jam 00.00 – 06.00
UTC.
 TT
a. 43,4 (<44) menandakan potensi labilitas udara atau konvektifitas masih lemah;
b. 43,2 (<44) menandakan potensi labilitas udara atau konvektifitas masih lemah;
c. 46,9 (= 45 s/d 50) menandakan potensi labilitas udara semakin besar dan terjadi peningkatan
konvektif.
 KI = 27,9; 27,9; dan 34,4 (= 26 s/d 39) menandakan pertumbuhan awan di wilayah tersebut cukup
signifikan, tetapi masih termasuk dalam kategori konvektif sedang.

5
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

 CAPE
a. 159 dan 965 (= 1 s/d 1500) menandakan potensi konvektifitas masih lemah;
b. 2296 (= 1500 s/d 2500) menandakan potensi konvektifitas termasuk dalam kategori sedang.
 CIN
a. -331 (<-100) menandakan hambatan konveksi tinggi, sehingga atmoser stabil dan awan
konvektif sulit terbentuk;
b. -97 (= -100 s/d -10) menandakan hambatan konveksi sedang, sehingga atmosfer mulai tidak
stabil;
c. -29 (>-10) menandakan hambatan konveksi rendah, sehingga atmosfer sudah tidak stabil dan
awan-awan konvektif mudah terbentuk.

4.2. Analisis Sebaran Panas di Wilayah Aceh – Sumatera Utara Tanggal 12 Juni 2018
Berdasarkan Pengolah citra satelit Himawari-8 dengan metode RGB pada tanggal 12 Juni 2018
pada periode waktu 3 jam : 00.00, 03.00, 06.00 UTC, terdeteksi adanya sebaran asap pada wilayah
tersebut. Asap yang terlihat mulai dari jam 00.00 UTC. Kemudian, pada jam 03.00 UTC, sebaran asap
terdeteksi samar-samar seperti yang terlihat pada gambar. Pada periode waktu tersebut, terlihat
pertumbuhan awan yang cukup signifikan. Evolusi sebaran asap mulai menurun pada jam 06.00 UTC
disertai penurunan perkembangan awan. Citra satelit ini bisa dilihat pada Gambar 4.2.
Dilihat dari pengolahan data RAOB 5.7 pada Tabel 4.2, nilai parameter yang didapat
menunjukkan bahwa :
 SWEAT = 147,8; 141,8; dan 157,4 (<300) menandakan potensi indeks labilitas udara ringan
 LI
a. -1,7 (= 0 s/d -2) menandakan tingkat konvektifitas udara cenderung labil;
b. -4 dan -5,4 (= -2 s/d -6) menandakan tingkat konvektifitas udara masih cenderung labil.
 TT
a. 44,8 (<45) menandakan potensi labilitas udara atau konvektifitas masih lemah;
b. 44,4 (<45) menandakan potensi labilitas udara atau konvektifitas masih lemah;
c. 46,3 (= 45 s/d 50) menandakan potensi labilitas udara semakin besar dan terjadi peningkatan
konvektif.
 KI = 29; 28; dan 28,4 (= 26 s/d 39) menandakan pertumbuhan awan di wilayah tersebut cukup
signifikan, tetapi masih termasuk dalam kategori konvektif sedang.
 CAPE = 111; 711; dan 1364 (= 1 s/d 1500) menandakan potensi konvektifitas masih lemah.
 CIN
a. -334 dan -112 (<-100) menandakan hambatan konveksi tinggi, sehingga atmoser stabil dan
awan konvektif sulit terbentuk;
b. -63 (= -100 s/d -10) menandakan hambatan konveksi sedang, sehingga atmosfer mulai tidak
stabil.

4.3. Analisis Sebaran Panas di Wilayah Aceh – Sumatera Utara Tanggal 13 Juni 2018
Berdasarkan pengolahan citra satelit Himawari-8 dengan menggunakan kanal visible & Metode
RGB, pada tanggal 13 Juni 2018 dengan periode waktu : 00.00, 03.00, 06.00 UTC. Antara jam 00.00-
03.00, masih terlihat adanya cakupan asap yang signifikan. Untuk pergerakan asap pada tanggal 13
Juni 2018 maih terlihat tidak jauh berbeda dari hari sebelumnya, yaitu bergerak menuju ke arah Barat.
Pergerakan ini terlihat jelas pada jam 03.00 UTC. Setelah itu, pada jam 06.00 UTC, sebaran asap
perlahan menghilang, tetapi dengan intensitas sedang. Sebaran asap dengan intensitas sedang ini
menyebabkan lalu lintas darat dan udara terganggu. Pada periode waktu 03.00-06.00, pertumbuhan
awan meningkat secara luas dan sebaran asap mulai menurun dibanding periode jam 00.00 UTC. Citra
satelit ini bisa dilihat pada Gambar 4.3.
Dilihat dari pengolahan data RAOB 5.7 pada Tabel 4.3, nilai parameter yang didapat
menunjukkan bahwa :

6
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

 SWEAT = 174,2; 173,4; dan 174,4 (<300) menandakan potensi indeks labilitas udara ringan
 LI = -2,7; -4,5; dan -5,4 (= -2 s/d -6) menandakan tingkat konvektifitas udara masih cenderung
labil;
 TT = 46,2; 45,8; dan 45,7 (= 45 s/d 50) menandakan potensi labilitas udara semakin besar dan
terjadi peningkatan konvektif.
 KI = 29,4; 29; dan 29,1 (= 26 s/d 39) menandakan pertumbuhan awan di wilayah tersebut cukup
signifikan, tetapi masih termasuk dalam kategori konvektif sedang.
 CAPE
a. 435 dan 1294 (= 1 s/d 1500) menandakan potensi konvektifitas masih lemah;
b. 1907 (= 1500 s/d 2500) menandakan potensi konvektifitas termasuk kategori sedang.
 CIN
a. -149 (<-100) menandakan hambatan konveksi tinggi, sehingga atmoser stabil dan awan
konvektif sulit terbentuk;
b. -42 dan -12 (= -100 s/d -10) menandakan hambatan konveksi sedang, sehingga atmosfer mulai
tidak stabil.

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis sebaran asap di wilayah Aceh dapat diimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan analisis citra satelit Himawari-8 kanal visibel dan metode RGB, sebaran asap
kebakaran hutan pada tanggal 11 Juni 2018 – 13 Juni 2018 bergerak menuju ke arah Barat dengan
tutupan asap dominan terjadi pada pukul 00.00 – 03.00 UTC (pagi – siang hari)
2. Berdasarkan hasil analisis profil vertikal angin yang diperoleh dari data RAOB, didapat sebaran
asap lebih dominan bergerak ke arah Barat – Tenggara. Untuk mengetahui potensi pergerakan
asap secara vertikal maka harus dilihat dari kondisi stabilitas atmosfer. Apabila kondisi udara di
atmosfer tidak stabil, hambatan konveksi rendah, sehingga menyebabkan peningkatan poses
konvektif. Meskipun kondisi udara di atmosfer cukup tidak stabil, pengaruh dan dampaknya tidak
cukup signifikan.

Acknowledgements
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis mengambil referensi dari berbagai sumber data yang
dapat diakses dari situs-situs tertentu. Data yang diperoleh kemudian diolah untuk dianalisis. Adapun
sumber data yang diperoleh dalam mendukung penelitian ini :
 http://www.jma-net.go.jp/msc/en/support/index.html
Diakses untuk mengolah citra Satelit Himawari-8
 https://ready.arl.noaa.gov/index.php
Diakses untuk membuat pola pergerakan angin vertikal dan profil angin tiap ketinggian per lapisan
 http://bom.gov.au/australia/charts/index.html
Diakses untuk mengunduh peta streamline
 https://firms.modaps.eosdis.nasa.gov
Diakses untuk membuat peta sebaran titik panas
Terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Sub-Bidang Pengelolaan Citra Satelit BMKG yang
telah memberikan data satelit Himawari-8 sebagai data utama dan Dosen STMKG yang telah
memberikan ilmunya dalam mengolah data pengamatan udara atas dalam penelitian ini. Penelitian ini
tidak menutup kemungkinan masih banyak terdapat kekurangan sehingga diharapkan dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun.

7
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Daftar Pustaka
Bahri, S. (2002). “Kajian Penyebaran Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Sumatera
Bagian Utara dan Kemungkinan Mengatasinya dengan TMC.Jurnal Sains & Teknologi
Modifikasi Cuaca”, 3(2):99-104.
Holton, J.R. (2004). An Introduction to Dynamic Meteorology, Fourth Edition.
Japan Meteorological Agency. (2015). Himawari User’s Guide
Kushardono, D. (2012). Kajian Satelit Penginderaan Jauh Cuaca Generasi Baru Himawari 8 dan 9.
Jurnal Inderaja Vol. 3 No.5, Desember 2012.
Meteorological Satellite Centre. 2008. Sataid Operation Manual. Japan Meteorological Agency.
Japan.
Putri Isna. 2015. “Pemanfaatan Satelit Himawari-8 untuk Pantauan Sebaran Asap”.
Pandjaitan, Bony S., dan Pandjaitan, Andersen. “Pemanfaatan Data Satelit Cuaca Generasi Baru
Himawari 8 Untuk Mendeteksi Asap Akibat Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Wilayah
Indonesia” (Studi Kasus: Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Pulau Sumatera Dan Kalimantan
Pada Bulan September 2015).

Gambar 3.1. Peta Sebaran Titik Panas di Pulau Sumatera tanggal 11 – 13 Juni 2018

8
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3.2. Peta Streamline di Indonesia tanggal 11 Juni 2018

Gambar 3.3. Peta Streamline di Indonesia tanggal 12 Juni 2018

Gambar 3.4. Peta Streamline di Indonesia tanggal 13 Juni 2018

9
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3.5. Pola Pergerakan Angin di Bandara Kualanamu tanggal 11 Juni 2018 Tiap 3 Jam : 00.00
UTC, 03.00 UTC, dan 06.00 UTC

Gambar 3.6. Pola Pergerakan Angin di Bandara Kualanamu tanggal 12 Juni 2018 Tiap 3 Jam : 00.00
UTC, 03.00 UTC, dan 06.00 UTC

Gambar 3.7. Pola Pergerakan Angin di Bandara Kualanamu tanggal 13 Juni 2018 Tiap 3 Jam : 00.00
UTC, 03.00 UTC, dan 06.00 UTC

10
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 4.1. Citra Satelit Kanal Visible dan Metode RGB tanggal 11 Juni 2018

Gambar 4.2. Citra Satelit Kanal Visible dan Metode RGB tanggal 12 Juni 2018

11
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 4.3. Citra Satelit Kanal Visible dan Metode RGB tanggal 13 Juni 2018

Tabel 3.1. Rentang Nilai Confidence dan Jumlah Titik Panas di Pulau Sumatera tanggal 11 – 13 Juni
2018

Confidence Jumlah Titik Panas


50 – 60 % 13
60 – 70 % 15
70 – 80 % 23
80 – 100 % 22

Tabel 4.1. Nilai Profil Angin tiap Ketinggian per Lapisan tanggal 11 Juni 2018
Profil Angin tiap Ketinggian per Lapisan Waktu (UTC)
00.00 03.00 06.00
SWEAT (Severe Weather Threat Index) 131,4 137,8 161
LI (Lifted Index) -1,8 -4 -6,2
TT (Total Totals Index) 43,4 43,2 46,9
KI (K Index) 27,9 27,9 34,4
CAPE (Convective Available Potential Energy) 159 965 2296
CIN (Convective Inhibition Energy) -331 -97 -29

Tabel 4.2. Nilai Profil Angin tiap Ketinggian per Lapisan tanggal 12 Juni 2018
Profil Angin tiap Ketinggian per Lapisan Waktu (UTC)
00.00 03.00 06.00
SWEAT (Severe Weather Threat Index) 147,8 141,8 157,4
LI (Lifted Index) -1,7 -4 -5,4
TT (Total Totals Index) 44,8 44,4 46,3
KI (K Index) 29 28 28,4
CAPE (Convective Available Potential Energy) 111 711 1364
12
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

CIN (Convective Inhibition Energy) -334 -112 -63

Tabel 4.3. Nilai Profil Angin tiap Ketinggian per Lapisan tanggal 13 Juni 2018
Profil Angin tiap Ketinggian per Lapisan Waktu (UTC)
00.00 03.00 06.00
SWEAT (Severe Weather Threat Index) 174,2 173,4 174,4
LI (Lifted Index) -2,7 -4,5 -5,4
TT (Total Totals Index) 46,2 45,8 45,7
KI (K Index) 29,4 29 29,1
CAPE (Convective Available Potential Energy) 435 1294 1907
CIN (Convective Inhibition Energy) -149 -42 -12

13

Anda mungkin juga menyukai