Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KERJA PRAKTIK

“PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI KAWASAN NUKLIR YOGYAKARTA”

DISUSUN OLEH :

1. ANDY REYSA NUGROHO (19521077)

2. MISBAHUL ANAM (19521124)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Studi Pendahuluan Pengolahan Limbah Pemrosesan Pasir Xenotim


Menggunakan Metode Advanced Oxidation Process (AOP)

Periode 17 Mei - 17 Juni 2022

Yogyakarta, Juni 2022

Pembimbing Lapangan Kerja Praktik Pembimbing Akademis Kerja Praktik

Vemi Ridantami, M.T Sholeh Ma’mun, ST., M.T.,Ph.D


NIP.198512112008012002 NIP.995200445

Mengetahui,
Kepala Program Studi Teknik Kimia
Universitas Islam Indonesia

Suharno Rusdi.Ph.D.
NIP.845210102

ii
IDENTITAS MAHASISWA

Data Mahasiswa
Nama Mahasiswa 1 : Andy Reysa Nugroho
NIM : 19521077
Nama Mahasiswa 2 : Misbahul Anam
NIM : 19521124
Data Institusi Kerja Praktik
Nama Institusi : Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Unit Kerja : Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran
Bidang Konsentrasi dan Pembimbing
Bidang Konsentrasi: Teknik Kimia Pembimbing
Lapangan: Vemi Ridantami, M.T
Pembimbing Akademis : Sholeh Ma’mun, ST., M.T.,Ph.D

Pembimbing Lapangan Magang Pembimbing Akademis Magang

Vemi Ridantami, M.T Sholeh Ma’mun ST.,M.T.,Ph.D


NIP.98512112008012002 NIP.995200445

Mengetahui,
Kepala Program Studi Teknik Kimia
Universitas Islam Indonesia

Suharno Rusdi.Ph.D.
NIP.845210102

iii
LEMBAR PENGESAHAN INSTANSI

Studi Pendahuluan Pengolahan Limbah Pemrosesan Pasir Xenotim Menggunakan


Metode Advanced Oxidation Process (AOP)

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Oleh:
Nama : ANDY.R.N Nama : MISBAHUL ANAM
NIM : 19521077 NIM : 19521124

Telah diperiksa dan disetujui oleh:


Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK)
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Kawasan Nuklir Yogyakarta

Yogyakarta, 29 Juni 2022

Mengetahui,
Koordinator Keselamatan Kerja
dan Keteknikan - KNY Pembimbing Instansi - KNY

Mahrus Salam, M.Eng. Vemi Ridantami, S.ST.


NIP. 198810292009121002 NIP. 198512112008012002

Menyetujui,
Plt. Direktur Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran
Badan Riset dan Inovasi Nasional,

Dr. R. Mohammad Subekti, ST.


NIP. 197307181999011001

iv
KATA PENGANTAR

Puji sykur kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat dan karunia Nya penyusun dapat
melaksanakan Kerja praktek di Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK)
Kawasan Nuklir Yogyakarta dengan judul “Pengolahan Limbah Radioaktif di Kawasan Nuklir
Yogyakarta ” pada periode bulan Mei 2022 hingga menyelesaikan laporan Kerja praktek dengan
sebaik – baiknya. Kerja praktek di Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK)
Kawasan Nuklir Yogyakarta telah banyak menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi
penulis sesuai perkembangan industri serta dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan
melalui kegiatan langsung di bidang komposit sesuai dengan program studi Teknik Kimia.
Laporan ini disusun sebagai pertanggungjawaban dari pelaksanaan Kerja praktek yang
telah berlangsung selama kurang lebih satu bulan. Pelaksanaan Kerja praktek dimulai dari
tanggal 17 Mei 2022 – 17 Juni 2022 di Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran
(DPFK) Kawasan Nuklir Yogyakarta.

Selama melaksanakan kerja praktek baik saat persiapan, pelaksanaan kegiatan sampai
penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1 Kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan
dukungan, baik secara moral maupun materil, sehingga kegiatan kerja praktek
ini dapat terlaksana dengan baik.
2 Dr. Suharno Rusdi selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Islam Indonesia.

3 Sholeh Ma’mun, ST., M.T.,Ph.D selaku Dosen Pembimbing Kerja praktek


yang senantiasa membimbing dengan memberikan masukan dan arahan demi
kelancaran pelaksanaan perja praktek maupun penyelesaian laporan.
4 Mahrus Salam, S.Si., M.Eng sebagai Koordinator Fungsi Keselamatan dan
Keteknikan Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK)
Kawasan Nuklir Yogyakarta.
5 Vemi Ridantami, M.T selaku Pembimbing Lapangan Laboratorium Pelaksana
Fungsi Keselamatan Kerja dan Keteknikan Direktorat Pengelolaan Fasilitas
Ketenaganukliran (DPFK) Kawasan Nuklir Yogyakarta yang telah
membimbing, memberikan arahan dan membagikan ilmu pengetahuan yang
sangat bermanfaat bagi penulis selama melaksanakan praktik permagangan.
6 Seluruh peneliti, staff dan karyawan di Direktorat Pengelolaan Fasilitas
Ketenaganukliran (DPFK) Kawasan Nuklir Yogyakarta yang telah membantu
7 memberikan berbagai data dan informasi yang diperlukan.
v
8 Teman – teman kerja praktek periode Maret 2021, atas dukungan, keakraban
dan kebersamaannya selama kerja praktek.
9 Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya selama
kerja praktek.

Penyusun menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun dan semua pihak yang
memerlukannya.

Yogyakarta 23 Juni 2022

Penulis

vi
ABSTRAK

Kerja praktik adalah suatu kegiatan selama perkuliahan yang menunjang mahasiswa
dalam pembelajaran untuk terjun ke dalam dunia kerja yang sesungguhnya. Dengan
mengikuti kerja praktik ini, mahasiswa mendapatkan pengetahuan mengenai apa saja yang
terjadi dalam dunia kerja. Sebelum era globalisasi, kerja praktik dilakukan secara manual,
namun seiring perkembangan zaman yang semakin canggih dan modern, kegiatan kerja
praktik dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer. Dalam kerja praktik kali ini,
kami dapat mempelajari tentang pengelolaan limbah radioaktif, baik yang padat maupun
yang cair, sampling udara dengan menggunakan alat HVAS (High Volume Air Sampler),
karakterisasi limbah,pemilihan limbah dengan tujuan untuk mengetahui apakah limbah
tersebut sudah terkontaminasi radioaktif atau belum. Selain itu, kami juga diajarkan
bagaimana mengoperasikan alat pencacah gamma GM (Geiger Muller) dan pencacah alfa
beta Isolo.
Dengan disusunnya laporan ini, kami ingin membagikan sedikit pengalaman tentang
bagaimana kerja praktik didalam laboratorium dan apa saja yang kami dapatkan selama
pelaksanaan kerja praktik ini.
Dari hasil yang didapat, kami menyimpulkan bahwa kerja praktik ini sangat bermanfaat bagi
mahasiswa yang ingin memasuki dunia kerja didalam laboratorium penelitian.

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESHAN ii

KATA PENGANTAR v

ABSTRAK vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR TABEL xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Waktu dan Lokasi Kerja Praktik 3

1.3 Gambaran Umum BRIN 3

1.4 Struktur Organisasi BRIN 5

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 6

2.1 Pengelolaan Limbah Radioaktif 6

2.1.1 Pengertian Limbah Radioaktif 6

2.1.2 Jenis dan Klasifikasi Limbah Radioaktif 6

2.1.3 Pengelolaan Limbah Radioaktif Padat 10

2.1.4 Pengelolaan Limbah Radioaktif Cair

2.2 Studi Pendahuluan Pengolahan Limbah Pemrosesan Pasir Xenotim Menggunakan

Metode Advanced Oxidation Process (AOP) 14

2.2.1 Limbah Senotim dan Metode Advanced Oxidation Process 20

2.2.2 Alat dan Bahan 20

2.2.3 Prosedur Kerja 24

viii
2.2.4 Data Percobaan dan Perhitungan 27

2.2.5 Hasil dan Pembahasan 28

BAB III PENUTUP 30

3.1 Kesimpulan 30
3.2 Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 33

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Inspeksi 11
Gambar 2. 2 Pengumpulan Limbah Radioaktif Padat 12
Gambar 2. 3 Pengemasan Limbah Radioaktif Padat 13
Gambar 2. 4 Pelabelan Limbah Radioaktif Padat 13
Gambar 2. 5 Pengiriminan Limbah Radioaktif Padat 14
Gambar 2. 6 Penukaran Ion 17
Gambar 2. 7 Evaporasi 18
Gambar 2. 8 Kogulasi Flokulasi 19
Gambar 2. 9 Alat-alat Yang digunakan Saat Analisa 20
Gambar 2. 10 Perangkat Pencacah Beta Gamma dengan Detektor Geiger Muller (GM)
dan Pencacah Alpha Beta dengan Detektor PIPS 25
Gambar 2. 11 Grafik Hubungan COD vs Waktu dengan Varian H2O2 29
Gambar 2.12 Grafik Hubungan GrfosPers Beta vs Waktu saat Menggunakan Varian H2O2 29

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Klasifikasi Limbah Radioaktif 8


Tabel 2. 2 Data Sampel Limbah Dan Data Pencacahan 26

xi
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dipelajari. Banyak negara
yang berkompetisi satu sama lain untuk mempelajari dan mengembangkannya. Selain dari
segi tingkat perekonomian, suatu negara dapat dikatakan maju apabila sudah memiliki
teknologi yang sangat canggih. Jika suatu negara ingin disegani, selain meningkatkan
pendapatan negara dan kuat dalam bidang militer, juga memiliki teknologi nuklir. Mendengar
kata ‘nuklir’ kita teringat akan sejarah perang dingin, dimana blok barat yang dipimpin oleh
Amerika Serikat dan blok timur yang dipimpin oleh Uni Soviet saling bersaing satu sama lain
untuk memperbanyak jumlah senjata nuklir, dan sejarah tragedi kebocoran reaktor nuklir di
Chernobyl tahun 1986. Pada tahun 1960, dimasa kepemimpinan Bung Karno, Indonesia
menjalin kerjasama yang sangat erat dengan Amerika Serikat, yang mana pada saat itu masih
dipimpin oleh John.F Kennedy hingga membuahkan hasil, yaitu pemberian Reaktor Triga
Mark II. Tak hanya pemberian reaktor, para ilmuwan Indonesia saat itu dikirim ke Amerika
Serikat untuk belajar tentang bagaimana cara untuk melakukan pengayaan uranium. Namun,
hal itu tidak berlangsung lama, karena sepeninggal Kennedy pada tahun 1963 hubungan
antara Amerika Serikat dengan Indonesia merenggang. Ditambah pada saat itu, Indonesia
sedang berkonflik dengan malaysia, terkait pembentukan Federasi Malaysia yang didukung
oleh Inggris di dekat perbatasan Indonesia. Sehingga, pada tahun 1964 Indonesia mulai
melirik Republik Rakyat Cina (RRC) untuk menjalin kerjasama dengan tujuan melanjutkan
pengembangan teknologi nuklir yang terhenti akibat merenggangnya hubungan dengan
Amerika Serikat. Selain teringat akan sejarah perang dingin, ketika mendengar kata ‘nuklir’,
bagi masyarakat yang masih awam dihantui rasa takut dengan yang namanya radiasi. Rasa
takut akan radiasi dan bayangan teknologi nuklir yang dibuat menjadi senjata dan menjadi
ancaman perang nuklir pada saat perang dingin tersebut yang terkadang membuat pandangan

masyarakat awam terhadap teknologi nuklir menjadi negatif. Padahal, pemanfaatan


teknologi nuklir tidak selalu untuk dijadikan senjata dan paparan radiasinya pun tidak
semenakutkan yang dibayangkan, karena pada saat akan memasuki reaktor, kita diwajibkan
untuk memakai APD, yaitu Alat Pelindung Diri. Pada saat ini penggunaan teknologi sangat
berkembang pesat di berbagai penjuru dunia, khususnya di indonesia yang berfokus pada
bidang kesehatan dan kedokteran nuklir untuk radiodiagnosis, radioterapi, dan kedokteran
nuklir. Selain itu, Indonesia telah mengembangkan 3 reaktor atom untuk penelitian di bidang

1
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

ilmu bahan, produksi isotop, keselamatan nuklir dan sebagainya. Ketiga reaktor ini yaitu,
Reaktor Atom Kartini dengan kapasitas terkecil dibanding reaktor lainnya yaitu sebesar 100
KW di Yogyakarta, Reaktor Triga Mark dengan kapasitas 2000 KW di Bandung, dan
Reaktor Atom G.A Siwabesi dengan kapasitas terbesar yaitu sebesar 30 MW di Serpong,
Banten.
Pemanfaatan teknologi nuklir ini membuktikan bahwa di Indonesia sendiri telah
banyak digunakan dan memberikan manfaat besar untuk perkembangan ilmu pengetahuan
di Indonesia. Perkembangan teknologi nuklir yang sangat besar ini tentunya juga
menimbulkan masalah pada lingkungan, yaitu limbah radioaktif.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 tahun 2013 tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif, limbah radioaktif didefinisikan sebagai zat radioaktif dan
bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena
pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi. Limbah radioaktif berasal
dari kegiatan yang menggunakan zat radioaktif seperti reaktor nuklir untuk riset, reaktor
produksi isotop, reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), maupun instalasi nuklir
lainnya seperti pabrik pengolahan bahan bakar nuklir, produksi isotop dan sebagainya.
Selain dari itu pemanfaatan teknologi nuklir lainnya juga berpotensi menimbulkan limbah
radioaktif seperti di rumah sakit, industri, dan kegiatan penelitian (Deni & Prayitno, 2010).

Pengolahan limbah radioaktif sangat diperlukan untuk mengurangi potensi bahaya


bagi manusia dan lingkungan hidup sebelum akhirnya dibuang ke lingkungan maupun untuk

dikirim ke penyimpanan akhir. Kegiatan pengolahan ini dibedakan sesuai dengan


karakteristik limbah dan mempertimbangkan aspek keselamatan dan aspek teknisnya,
termasuk pengurangan volume dan aktivitas radioaktif, serta aspek ekonomi. Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu dari tiga wilayah di Indonesia yang
memiliki Kawasan Nuklir yang diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
dan dikelola oleh Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK) - BRIN .

2
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

1.2 Waktu dan Lokasi Kerja Praktik

1. Waktu
Kerja Praktik dilaksanakan selama satu bulan, dimulai pada tanggal 17 Mei
– 17 Juni 2022. Dimulai pada pukul 08.00 - 16.00 WIB selama 5 hari kerja, yaitu
dari hari senin sampai jumat.
2. Lokasi
Untuk lokasi Kerja Praktik berada di Direktorat Pengelolaan Fasilitas
Ketenaganukliran (DPFK) Kawasan Nuklir Yogyakarta (KNY), yang terletak di
Jalan Babarsari Kotak Pos 6101 ykbb Yogyakarta 55281.

1.3 Gambaran Umum BRIN


Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah
nonkementerian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
Indonesia melalui menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang riset dan
teknologi. Lembaga ini pertama kali dibentuk oleh Presiden Joko Widodo melalui
Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019 yang melekat kepada Kementrian Riset dan
Teknologi (Kemenristek) sehingga Menteri Riset dan Teknologi juga bertindak sebagai
kepala BRIN. Saat ini, BRIN memiliki Ketua Dewan Pengarah dari BPIP yaitu
Megawati Soekarnoputri. Pada 28 April 2021, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional, BRIN menjadi lembaga yang
berdiri sendiri dengan mengintegrasikan Kementerian Riset dan Teknologi dan 4
(empat) lembaga pemrintahan non kementerian (LPNK) yakni Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan
Inovasi Nasional kemudian dicabut dan digantikan oleh Peraturan Presiden Nomor 78
Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional. Saat ini pengelolaan
keselamatan di Kawasan Nuklir Yogyakarta (KNY) dikelola oleh Direktorat
Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK). Direktorat Pengelolaan Fasilitas
Ketenaganukliran (DPFK) mempunyai tugas menyelenggarakan penyiapan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis, dan supervisi di bidang
pengelolaan fasilitas ketenaganukliran.
Selain memiliki tugas, Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran

3
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

(DPFK) juga memiliki fungsi, yaitu penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang pengelolaan fasilitas ketenaganukliran, pelaksanaan kontrol kualitas, penerapan
standar, akreditasi, pelaksanaan layanan fasilitas penyelenggaraan ketenaganukliran,
pengelolaan operasional dan pemeliharaan fasilitas ketenaganukliran, pelaksanaan
keamanan fasilitas penyelenggaraan ketenaganukliran, pelaksanaan keselamatan,
perlindungan fasilitas penyelenggaraan ketenaganukliran, pemberian bimbingan teknis
dan supervisi di bidang pengelolaan fasilitas ketenaganukliran, pemantauan pengelolaan
fasilitas ketenaganukliran, evaluasi pengelolaan fasilitas ketenaganukliran, pelaporan
pengelolaan fasilitas ketenaganukliran, dan pelaksaan fungsi lain yang diberikan oleh
Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi.

4
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

1.4 Struktur Organisasi BRIN

5
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

BAB II
HASIL DAN PEMBAHSAN

2.1Pengelolaan Limbah Radioaktif

2.1.1 Pengertian Limbah Radioaktif

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2013, limbah radioaktif


adalah zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau
menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi.
Bahan bakar nuklir bekas merupakan bahan bakar nuklir yang telah teradiasi dan berasal
dari reaktor sehingga tidak dapat digunakan lagi dikarenakan telah mengalami
penyusutan fisil, peningkatan racun, atau mengalami kerusakan akibat radiasi. Menurut
Budi Setiawan (2016), limbah radioaktif berasal dari:LO
1. Alami yaitu, secara natural berasal dari material radioaktif (NORM) yang ada di
alam. Contoh : bijih U, Th;
2. Adanya reaksi nuklir operasi reaktor sehingga menghasilkan pembelahan U dan Th;
3. Hasil aktivasi akibat suatu bahan yang tidak aktif diradiasi (pada teras reaktor)
sehingga membuat bahan tersebut menjadi aktif. Contoh : produksi isotop, bahan
struktur reactor nuklir;
4. Kontaminasi, cemaran akibat adanya kontak langsung isotop dengan bahan atau
peralatan sehingga menjadi terkontaminasi: barang atau peralatan di lab radiokimia,
rumah sakit.

2.1.2 Jenis dan Klasifikasi Limbah Radioaktif

Dalam penggolongan limbah radioaktif, International Atomic Energy Agency


(IAEA) membuat kriteria untuk pengklasifikasian limbah radioaktif seperti :
1. Asal limbah
2. Kritikalitas
3. Sifat radiologik :
- Waktu paro,

6
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

- panas yang terbangkitkan,


- intensitas penetrasi radiasi,
- aktivitas dan konsentrasi radionuklida,
- kontaminasi di permukaan,
- dosis pada radionuklida yang relevan.
4. Sifat fisik :
- status fisik (padat, cair, gas),
- ukuran dan berat,
- kompaktibilitas,
- kemampuan dispersi,
- kemudahan untuk menguap,
- kelarutan.
5. Sifat kimia :
- potensi bahaya kimia, B3,
- ketahanan terhadap korosi,
- kandungan bahan organik,
- mudah terbakar,
- reaktivitas,
- pembangkitan gas,
- sorpsi radionuklida.
Sedangkan salah satu klasifikasi yang pernah diusulkan oleh IAEA adalah
menggolongkan sesuai tingkat/level dari limbah radioaktif menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1. Limbah tingkat rendah, yaitu apabila radionuklida yang terdapat di dalam limbah
radioaktif pada saat penanganan dan transportasi tidak memerlukan perisai.
2. Limbah tingkat sedang, yaitu limbah radioaktif yang memiliki radionuklida
sudah memerlukan perisai tetapi tanpa pelepasan panas radiasi pada saat
penanganan dan transportasi.
3. Limbah tingkat tinggi, apabila SF (Spent fuel) atau bahan nuklir bekas
mengandung produk fisi yang akan dipisahkan secara oleh ulang, atau limbah
7
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

radioaktif lainnya yang cukup dapat membangkitkan panas saat proses peluruhan
radioaktivitasnya.
Tujuan pengelolaan limbah radioaktif adalah mencegah terjadinya kontaminasi zat
radioaktif kepada pekerja, masyarakat dan lingkungan serta untuk mengolah seluruh
atau sebagian limbah radioaktif agar aman apabila dilepaskan ke lingkungan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2013, Klasifikasi Limbah Radioaktif adalah sebagai berikut :

Tabel 2. 1 Klasifikasi Limbah Radioaktif


Klasifikasi Sub klasifikasi Aktivitas

A. Limbah radioaktif 1. Zat radioaktif terbungkus 10 MBq-100 MBq


tingkat rendah yang tidak digunakan dengan
waktu paruh kurang dari 15
tahun

2. Zat radioaktif terbungkus 100 kBq-1 MBq


yang tidak digunakan dengan
waktu paruh 15-30 tahun

8
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

3. Limbah radioaktif selain zat 100 Bq/g hingga 1000 kali Tingkat
radioaktif terbungkus yang Pengecualian untuk pemancar beta
tidak digunakan atau konsentrasi aktivitas 100 Bq/g-
400 Bq/g untuk pemancar alfa

B. Limbah radioaktif 1. Zat radioaktif terbungkus 100 MBq-1 TBq


tingkat sedang yang tidak digunakan yang
memiliki waktu paruh < 15
tahun

2. Zat radioaktif terbungkus 1 MBq-1 PBq


yang tidak digunakan yang
memiliki waktu paruh diantara
15-30 tahun

9
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

3. Zat radioaktif yang tidak 40 MBq-10 GBq


digunakan yang memiliki
waktu paruh >30 tahun

4. Limbah Radioaktif selain zat Memiliki konsentrasi aktivitas


radioaktif terbungkus diantara 1000 kali Tingkat Klierens
hingga 100 GBq/g untuk pemancar
beta dan gamma atau konsentrasi
aktivitas diatara 400 Bq/g hingga 100
GBq/g untuk pemancar alfa.

C. Limbah radioaktif Meliputi asal limbah, faktor -


tingkat tinggi burn up, kandungan uranium
dan plutonium, aktivitas, panas
pembangkitan, riwayat loading
dan unloading bahan bakar
nuklir.

Zat radioaktif terbungkus yang tidak digunakan adalah zat radioaktif yang
dimasukan secara permanen ke dalam kapsul yang terikat kuat yang tidak digunakan lagi oleh
pemegang izin antara lain karena penggunaan yang tidak efektif sebagai akibat peluruhan
radioaktif, rusak atau faktor ain.

2.1.3 Pengelolaan Limbah Radioaktif Padat

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2013, limbah radioaktif

10
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

merupakan limbah yang berasal dari pemanfaatan tenaga nuklir dan berpotensi
membahayakan keselamatan, keamanan, dan kesehatan pekerja, masyarakat, dan
lingkungan hidup jika tidak dikelola secara tepat guna dan berhasil guna dengan cara dan
metode yang akurat serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Limbah radioaktif padat termasuk dalam zat radioaktif terbuka yang tidak digunakan
karena tidak terbungkus dan tidak digunakan lagi oleh pemegang izin antara lain karena
merupakan sisa dari penggunaan di bidang industri, kesehatan, atau faktor lain. Ada 3
tahapan pengelolaan limbah radioaktif padat yang dilakukan oleh Fungsi Keselamatan
Radiasi
- Direktorat Pengelola Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK) selaku pengelola limbah
radioaktif di Kawasan Nuklir Yogyakarta, diantara lain :

a. Inspeksi

Inspeksi merupakan tahap paling awal dalam pengelolaan limbah


radioaktif padat. Inspeksi ini ditujukan untuk mengetahui kuantitas serta
paparan radiasi limbah padat yang dihasilkan oleh setiap gedung penghasil
limbah di Kawasan Nuklir Yogyakarta. Pada inspeksi ini hal yang
dilakukan diantaranya mengecek kuantitas limbah, mengecek paparan
radiasi pada limbah, mengisi formulir inspeksi limbah, serta memvalidasi
formulir inspeksi limbah melalui penandatanganan formulir inspeksi limbah
oleh penanggungjawab gedung penghasil limbah dan petugas inspeksi
limbah.

11
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

Gambar 2.1 Inspeksi

b. Pengumpulan

Pengumpulan adalah tahap selanjutnya setelah inspeksi yaitu meliputi


pengumpulan limbah padat pada gedung yang menghasilkan limbah. Limbah padat
dikumpulkan, lalu didata pada formulir pengumpulan yang meliputi jumlah
paparan, dll. Setelah dilakukan pengumpulan, limbah padat diletakkan pada
gudang penyimpanan limbah padat.

Gambar 2. 2 Pengumpulan Limbah Radioaktif Padat

12
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

c. Pengemasan

Pada tahap pengemasan dilakukan sesuai dengan karakteristik


limbah.Limbah padat aktivitas rendah dan sedang dipilah berdasarkan 2 kategori
yaitu limbah radioaktif padat terbakar dan terkompaksi, limbah radiaoaktif padat
tak terbakar dan tak terkompaksi. Setelah dikategorikan, limbah padat disimpan
dalam drum sebelum akhirnya masuk dalam tahap pelabelan dan pengiriman.

Gambar 2. 3 Pengemasan Limbah Radioaktif Padat

d. Pelabelan
Pada tahap ini, limbah radioaktif diberikan label sesuai dengan
kategorinya masing-masing kemudian disimpan di gudang limbah
radioaktif padat.

Gambar 2. 4 Pelabelan Limbah Radioaktif Padat

e. Pengiriman
13
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

Di tahap ini, limbah radioaktif yang sudah diberi label dan disimpan
dalam drum akan dikirim ke Instalasi Pengolaan Limbah Radioaktif
(IPLR) – DPFK Serpong untuk pengolaan selanjutnya.

Gambar 2.5 Pengiriman Limbah Radioaktif Padat

2.1.4 Pengelolaan Limbah Radioaktif Cair


Limbah radioaktif cair merupakan limbah cair yang terkontaminasi zat radioaktif
yang berasal dari kegiatan pengoperasian fasilitas nuklir maupun penelitian menggunakan
radionuklida. Limbah radioaktif ini diperlukan pengelolaan dan pengolahan terlebih
dahulu sebelum dapat dilepaskan secara langsung ke lingkungan ataupun dikirim ke
penyimpanan akhir.
Pengelolaan dan pengolahan limbah radioaktif dilakukan dalam beberapa tahapan,
antara lain :

a. Karakterisasi

Sebelum limbah radioaktif dikelola dan diolah diperlukan karakterisasi


terlebih dahulu untuk mengetahui sifat dan karakter dari limbah sehingga dapat
mempermudah dalam proses pengolahan. Karakterisasi imbah meliputi : aktivitas
radionuklida (gross alfa, gross beta gamma), suspended solids (TSS, TDS), pH,

14
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

kandungan organik, dll. Berikut adalah karakterisasi limbah cair radioaktif menurut
Ignatius Djoko Sardjono (2013) :
a) Beta Gamma (βγ)
Limbah cair yang mengandung Beta (β) merupakan limbah yang
mengandung isotop radioaktif yang memancarkan sinar beta dan
menghasilkan pancaran elektron dari inti atom karena perubahan neutron
akan menjadi neutron dan diberi lambang -1e0.
Sedangkan limbah cair yang mengandung Gamma merupakan
limbah cair yang mengandung inti atom yang memiliki energi ikat nukleon
yang lebih tinggi dari energi ikat dasarnya (ground cafe). Dalam keadaan
ini dapat dikatakan bahwa inti atom dalam keadaan tereksitasi dan dapat
kembali ke keadaan dasar dengan memancarkan sinar gamma γ atau foton
yang besar energi tergantung pada keadaan energi tereksitasi dengan
energi dasarnya. Pemancaran sinar Gamma tidak menyebabkan perubahan
massa ataupun muatan pada inti atom.
b) Alfa (α)
Limbah cair yang mengandung sinar alfa (α) adalah limbah yang
memancarkan sinar α dan menyebabkan nomor massa inti induk
berkurang menjadi empat dan nomor atom induk berkurang dua sehingga
berubah menjadi inti atom yang lain.

15
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

b. Pengumpulan

Pengumpulan merupakan tahap setelah karakterisasi, dimana limbah


akan dikumpulkan dan dipisahkan sesuai dengan karakteristik, tingkat, jenis
aktivitasnya, serta wadah yang cocok, baik aktivitas maupun volumenya.
Limbah radioaktif cair dikumpulkan di dalam jerigen sebagai secondary
container. Secondary container ini dimaksudkan untuk memberi pengamanan
terhadap limbah agar tidak mudah mengalami kebocoran dan kontaminasi ke
area luar container.

c. Pengelompokan

Berdasarkan Perka BAPETEN Nomor 8 Tahun 2016, pengelompokan


limbah radioaktif cair dilakukan dengan memisahkan aliran Limbah Radioaktif
berdasarkan kandungan kimia dan radionuklida. Aliran limbah radioaktif dapat
dilakukan pencampuran apabila aliran kompatibel secara radiologi dan kimia
serta sudah dilakukan pengkajian keselamatan. Pencampuran aliran limbah
radioaktif harus dihindari apabila, aliran mengandung limbah radioaktif cair
yang bersifat organik dan pencampuran dapat menghasilkan reaksi kimia tidak
terkendali yang menghasilkan panas, aerosol, dan endapan.

d. Pengolahan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2013, terdapat 4 tahap


pengelolaan limbah radioaktif yaitu, peluruhan aktivitas, reduksi volume,
pengubahan komposisi, dan pengondisian limbah radioaktif. Berdasarkan 4
tahapan tersebut dalam prakteknya di Kawasan Nuklir Yogyakarta ada beberapa
metode yang dilakukan dalam skala penelitian dan pengembangan di
Laboratorium diantaranya, yaitu :
a) Pertukaran Ion
Penukar ion merupakan suatu senyawa yang tak larut meskipun telah
mengalami solvasi. Senyawa ini memiliki satu gugus kimia yang tidak
dapat terurai/terdissosiasi dan salah satu ionnya dapat dipertukarkan
dengan ion-ion yang memiliki muatan yang sama dalam pelarutnya.

Penukar ion yang digunakan biasanya resin organik yang memiliki


jejaring kerja makromokulernya disinstesakan dengan basis molekul-

16
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

molekul yang dapat dipolimerisasi atau dikondensasikan, material


organiknya diaktivasikan dengan merekatkan satu susunan gugus
fungsional hidrofilik.
Menurut Budi Setiawan (2016), pada pengolahan dengan metode
pertukaran ion, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Jumlah suspensi padatan (ukuran partikel > 1 mm) pada larutan
harus seminimal mungkin agar tidak menyumbat kolom resin
penukar ion,
- Konsentrasi pada zat non-aktif yang larut harus dijaga seminimal
mungkin agar kejenuhan resin tidak cepat terjadi dengan zat non-
aktif,
- Konsentrasi zat radioaktif yang berbentuk koloid harus sekecil
mungkin

Gambar 2. 6 Penukar Ion

17
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

b) Evaporasi
Evaporasi merupakan salah satu metode pengolahan yang lazim
dilakukan untuk penghilangan material radioaktif. Metode ini memiliki
kemampuan pemisahan material radioaktif yang tinggi namun memiliki
biaya yang tinggi pula sehingga pengoperasiannya hanya diperuntukkan
untuk mengolah limbah aktivitas sedang dan tinggi. Menurut Budi
Setiawan (2016), evaporasi paling efektif apabila dipakai untuk
pengolahan limbah yang kadar padatan totalnya tinggi dan memerlukan
FD yang tinggi. Limbah yang memiliki karakteristik demikian biasanya
memiliki volume kecil apabila dibandingkan dengan limbah yang
aktivitasnya rendah. Apabila limbah yang aktivitasnya rendah diolah
menggunakan evaporasi, maka biayanya akan cenderung tinggi.
Sedangkan untuk limbah yang mengandung korosifnya, penimbul
kerak, atau buih maka diperlukan pengolahan awal atau penggabungan
dengan metode yang lain. Metode ini juga kurang baik untuk limbah
yang mengandung radionuklida yang mudah menguap, seperti 106Ru
dan 132I.

Gambar 2. 7 Evaporasi

18
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

c) Koagulasi Flokulasi

Koagulasi flokulasi merupakan proses pengolahan limbah cair


radioaktif yang terjadi dengan penambahan koagulan dengan
pengadukan cepat serta pengadukan lambat untuk membentuk flok-flok
sehingga limbah dapat dengan mudah diolah ke tahap selanjutnya,
biasanya melalui tahap filtrasi ataupun sedimentasi. Hal-hal yang perlu
diperhatikan saat menggunakan pengolahan koagulasi flokulasi
diantaranya (Deni Swantomo & Prayitno, 2010) :
- Limbah cair yang akan diolah memiliki kekeruhan yang tinggi,
agar pembentukan flok semakin mudah. Apabila partikel sedikit,
maka akan semakin sedikit terjadinya tumbukan antar partikel atau
flok, sehingga harus ditambahkan zat pemberat untuk membuat
partikel saling bertumbukan,
- Suhu limbah sangat berpengaruh terhadap daya koagulasi atau
flokulasi sehingga memerlukan pemakaian bahan kimia yang tinggi
agar dapat mempertahankan hasil yang optimal,
- Pemilihan bahan kimia yang tepat dan sesuai dengan limbah yang
akan diolah sangat diperlukan, karena keefektifan bahan koagulan
dapat berubah untuk alasan yang tidak diketahui.

Gambar 2. 8 Koagulasi Flokulas

19
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

2.2 Studi Pendahuluan Pengolahan Limbah Pemrosesan Pasir Xenotim Menggunakan Metode
Advanced Oxidation Process (AOP)

2.2.1 Limbah Senotim dan Metode Advanced Oxidation Process


a. Pengertian Limbah Senotim
Pasir senotim (YPO4) merupakan senyawa logam tanah jarang fosfat (YLTJ)PO4 yang
mengandung 54-56% logam tanah jarang (LTJ) termasuk erbium, serium dan unsur radioaktif yaitu
torium. Pasir senotim mempunyai kadar itrium (Y) ± 20% Gadolinium (Gd) ± 1,52%, dan
disprosium (Dy) ± 3,34%. Total kadar campuran unsur LTJ dalam pasir senotim antara 55% sampai
70% [1]. Senotim sendiri merupakan salah satu mineral yang ketersediannya di Indonesia sangat
melimpah sebagai hasil samping pertambangan timah. Senotim memiliki nilai ekonomi tinggi karena
unsur-unsur logam tanah jarang (LTJ) di dalamnya banyak dibutuhkan dalam perkembangan
teknologi.
b. Pengertian Metode Advanced Oxidation Process (AOP)
Metode Advanced Oxidation Process (AOP) merupakan metode pengolahan limbah cair yang
cukup terjangkau, proses ini dapat mendegradasi senyawa-senyawa berbahaya dalam limbah melalui
proses oksidasi (oxidative degradation) (Malato dkk, 2002). Teknologi Advanced Oxidation Process
(AOP) adalah salah satu atau kombinasi dari beberapa proses seperti ozon (O3), hydrogen peroxide,
ultraviolet light, titanium oxide, photocatalyst, sosnolysis, electron beam, electrical beam, electrical
discharge, serta beberapa proses lainnya untuk menghasilkan radikal aktif.

2.2.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan yaitu :

Gambar 2.9 Alat-alat yang digunakan

1. Pipet ukur 10 ml dan bolt pipet

2. Ball pipet

20
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

3. Pipet tetes

4. Hot plate magnetic stirrer

5. Pencacah GM

6. Tabung reaksi

7. Kuvet

8. Kertas saring
21
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

9. Jar test

10. Batang pengaduk

11. Rak tabung reaksi

12. Gelas beker 600 ml

22
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

13. Spektrofotometri UV-Vis

14. Hot plate (pemanas)

Bahan-bahan :

1. NaOH 5N
2. Limbah B3
3. FeSO4
4. Asam COD
5. Kalium Dikromat (K2Cr2O7)
6. Hidrogen Peroksida (H2O2)
7. Aquades

23
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

2.2.3 Prosedur Kerja

-Untuk tahap pengaturan PH siapkan alat dan


bahan menggunakan limbah mula -mula sampel limbah mempunyai PH 0, 56 kemudian
ditambahkan NaOH agar PH menjadi 5
Untuk alat menggunakan hot plate magnetic stirer fungsinya untuk mengaduk supaya homogen dan
gelas beker untuk WADAH sampel limbah
Ambil sampel limbah 500 mili kemudian tambahkan NaOH sampai ph-nya 5 di sini NaOH yang
kami dapat sebanyak 96 mili untuk mencapai PH 5

-Tahap selanjutnya siapkan sampel limbah 500 mili yang sudah mempunyai PH 5 kemudian siapkan
labu untuk sampel limbah, tahap ini menggunakan alat jar test fungsi alat ini yaitu sama mengaduk
dan menghomogenkan sampel tapi dalam alat ini mempunyai kecepatan pengaduk yaitu 100 RPM
dan bisa diatur waktu mengaduknya
Di tahap ini kita mempunyai dua sampel sampel pertama ditambahkan larutan H2O 2 sampel yang
kedua ditambahkan H2 O2 dan Fe
Ambil sampel awal ke labu
Setelah sampel diaduk ambil sampel saat waktu 10,20, 30, 40, 50 dan 60 menit
Sampel setiap waktu diambil 10 mili segera ditambah NaOH sebanyak 7 tetes menggunakan pipet
tetes agar ph-nya menjadi 10 dan masukkan sampel kelabu
Biarkan sample selama 1 hari agar sampel mengendap

- Tahap selanjutnya dengan COD . Di tahap ini Siapkan labu untuk sampel kemudian setiap sampel
ambil 2,5 mili masukkan ke setiap labu setelah itu tambahkan asam COD sebanyak 1,5 ml dan
tambah kalium dikromat sebanyak 3,5 ml sehingga tomat sampel yang ada di labu yaitu 7,5 ml
Membuat blangko dengan aquades Kemudian Panaskan setiap sampel menggunakan hot plate
selama 2 jam
-Tahap selanjutnya pengecekan dengan alat UV-Vis, setiap sampel dicek untuk
mengukur absorban suatu sampel pada panjang gelombang tertentu

-Tahap selanjutnya yaitu sampel di preparasi, sisa sampel yang sudah di cek dari alat UV-Vis di
masukan ke planset dan di panaskan sampai kering

-Kemudian tahap selanjutnya yaitu tahap pencacahan

24
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

Sampel air yang telah dikeringkan akan diukur tingkat radioaktivitasnya melalui pembacaan dengan
detektor Geiger Muller (GM) untuk Beta-Gamma dan ISOLO untuk Alpha-Beta. Detektor GM
menggunakan isian gas untuk pembacaan radioaktivitas sedangkan detektor ISOLO menggunakan
Passivated Implanted Planar Silicone (PIPS). Prinsip pembacaan radioaktivitas dengan detektor ini
yaitu radiasi yang dipancarkan akan dibaca oleh bahan detektor yang menghasilkan muatan sehingga
intensitasnya dapat diukur. Sistem pencacahan yang digunakan adalah sistem pencacahan integral
yaitu sistem yang membaca kuantitas radiasi tanpa memperhatikan jenis energi radiasinya

Gambar 2. 10 Perangkat Pencacah Beta


Gamma dengan Detektor Geiger Muller (GM)
Dan Perangkat Pencacah Alpha Beta dengan Detektor PIPS

25
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

2.2.4 Data Percobaan dan Perhitungan


Data percobaan :

Tabel 2.2 Data Sampel Limbah dan Data Pencacahan

26
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

Perhitungan :

 Berat akhir sampel = planset isi sampel (gr) − planset kosong (gr)
 Rata - rata pencacahan masing - masing sampel =
𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ𝑎𝑛 1 + 𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ𝑎𝑛 2 + 𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ𝑎𝑛 3
3
𝛴(𝑥𝑖−𝜇)2
 Standar deviasi masing - masing sampel = √ 𝑛−1

𝜇
 Laju cacah = 𝑡
 Laju cacah nett = laju cuplikan − laju latar
 Deviasi nett = 1,96 × √(deviasi sampel)2 × √(deviasi latar)2
2,706 laju cacah latar
 LLD (Light Lowest Detection) = + 4,653 × √
𝑡 t

 Efisiensi (η) = 32,515 × e−5,445 × x


𝐿𝐿𝐷
 MDA (Minimum Detectable Activity) = 𝜂 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 × 2,22 × 𝑡
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑛𝑒𝑡𝑡
 Konsentrasi (A) = 𝜂 × 100 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ × 60

Keterangan :
*xi = pencacahan ke-i ( bisa ke-1,ke-2,ke-3)
*n = banyaknya percobaan pencacahan
*η = efisiensi

27
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

*μ = rata-rata
*t = waktu
*x = berat sampel

2.2.5 Hasil dan Pembahasan

Pada percobaan Studi Pendahuluan Pengolahan Limbah


Pemrosesan pasir senotim, metode yang kami gunakan yaitu Advanced
Oxidation Process (AOP). pasir senotim adalah senyawa logam tanah
jarang fosfat (YLTJ)PO4 yang mengandung 54-56% logam tanah jarang
(LTJ) termasuk erbium, serium dan unsur radioaktif yaitu torium. Pasir
senotim mempunyai kadar itrium (Y) ± 20% Gadolinium (Gd) ± 1,52%,
dan disprosium (Dy) ± 3,34%. Total kadar campuran unsur LTJ dalam
pasir senotim antara 55% sampai 70% [1]. Senotim sendiri merupakan
salah satu mineral yang ketersediannya di Indonesia sangat melimpah
sebagai hasil samping pertambangan timah. Senotim memiliki nilai
ekonomi tinggi karena unsur-unsur logam tanah jarang (LTJ) di dalamnya
banyak dibutuhkan dalam perkembangan teknologi. Sedangkan, pengertian
daripada metode yang kami gunakan, yaitu Advanced Oxidation Process
adalah metode pengolahan limbah cair yang cukup terjangkau, proses ini
dapat mendegradasi senyawa-senyawa berbahaya dalam limbah melalui
proses oksidasi (oxidative degradation) (Malato dkk, 2002). Teknologi
Advanced Oxidation Process (AOP) adalah salah satu atau kombinasi dari
beberapa proses seperti ozon (O3), hydrogen peroxide, ultraviolet light,
titanium oxide, photocatalyst, sosnolysis, electron beam, electrical beam,
electrical discharge, serta beberapa proses lainnya untuk menghasilkan
radikal aktif.
Tujuan dari percobaan yang kami lakukan adalah untuk mengetahui
hubungan antara COD dengan waktu dan hubungan antara gross beta
dengan waktu. Tapi sebelumnya, kami melakukan pencacahan dengan
membaca hasil dari detektor GM (Geiger Muller) pada sampel limbah
untuk mengetahui hasil dari LLD (Lowest Light Detection). dari hasil
pembacaan detektor GM, LLD yang didapat sebesar 3,57 cpm. Setelah
mengetahui hasil dari LLD, baru kami dapat menentukan MDA (Minimum
Detectable Activity). hasil MDA merupakan hasil yang dapat dibaca oleh
detektor. Dimana, ketika nilai aktivitas lebih tinggi dari MDA maka dapat
dipastikan akan adanya aktivitas radioaktif dalam sampel yang dibaca.
Hasil MDA yang terbaca yaitu sebesar 0,01 Bq/liter. Setelah kami
menghitung konsentrasi, hasilnya didapat sebesar 62,188Bq/liter dan

28
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

27,56Bq/liter. Mengapa hasil dari konsentrasi hanya dua yang memenuhi?


Melihat hasil dari MDA sebesar 0,01 yang mana hasil tersebut merupakan
hasil yang dapat dibaca oleh detektor, sedangkan hasil dari konsentrasi
yang kami hitung sebesar 62,188Bq/liter dan 27,56Bq/liter. Jadi sudah
dipastikan hasil tersebut berada diatas batas MDA yang telah ditetapkan
dan sudah dipastikan juga terdapat aktivitas radioaktif dalam sampel yang
dibaca. Berikut grafik hubungan antara COD vs Waktu dengan variasi
H2O2 dan grafik hubungan antara gross beta vs waktu.

Gambar 2.11 Grafik Hubungan COD vs Waktu


dengan Varian H2O2

Gambar 2.12 Grafik Hubungan Grfoss Beta vs Waktu saat


Menggunakan Varian H2O2

29
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil praktek permagangan yang sudah dilaksanakan di Kawasan Nuklir


Yogyakarta, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan limbah radioaktif di Kawasan Nuklir Yogyakarta dibagi menjadi 2,


yaitu Pengelolaan Limbah Radioaktif Padat dan Pengelolaan Limbah Radioaktif
Cair.
2. Tahap pengelolaan limbah radioaktif padat diantaranya adalah
inspeksi, pengumpulan, pengemasan, pelabelan dan pengiriman.
3. Tahap pengelolaan limbah radioaktif cair yaitu karakterisasi,
pengumpulan, pengelompokan, dan pengolahan.
4. Ada 3 cara pengolahan limbah radioaktif cair di Kawasan Nuklir Yogyakarta,
yaitu penukaran ion, evaporasi, dan koagulasi-flokulasi.
5. Dari hasil yang kami dapat, terbaca pada waktu 0 menit, grafik hubungan antara
COD dan waktu mengalami kenaikkan sebesar 1500 mg/l dan grafik hubungan
antara gross beta dan waktu pada waktu 0 menit mengalami kenaikkan pula sebesar
62,188 Bq/l.
6. Pada waktu 10 menit, grafik hubungan antara gross beta dan waktu mengalami
penurunan sebesar 27,56 Bq/l. pada waktu 10 menit pula, grafik hubungan antara
COD dan waktu mengalami penurunan sebesar 808,489 mg/l.
7. Untuk grafik hubungan antara gross beta dan waktu berhenti di waktu 20 menit,
karena sudah tidak memenuhi syarat MDA. Pada waktu 20 menit pula, grafik
hubungan antara COD dan waktu mengalami penurunan kembali sebesar 501,569
mg/l.
8. Pada waktu 30 menit grafik hubungan COD dan waktu mengalami kenaikkan
sebesar 542,753 mg/l.
9. Pada waktu 40 menit grafik hubungan COD dan waktu mengalami kenaikkan yang
cukup drastis, yaitu sebesar 2341,722 mg/l.
10. Pada waktu 50 menit grafik hubungan COD dan waktu mengalami penurunan
kembali sebesar 1081,307 mg/l.
11. Pada waktu 60 menit grafik hubungan COD dan waktu boleh dikatakan berhenti
sebesar 0 mg/l
30
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

3.2 Saran

a. Saran-saran penulis untuk Kawasan Nuklir Yogyakarta dalam Pengolahan


Limbah Radioaktif, yaitu :
1) Diperlukan studi lanjutan untuk reduksi radioaktivitas beta gamma pada sludge agar
hasil yang didapatkan lebih efektif.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Handini, T., Sukarna, I. M., & Yuniyanti, A. D. (2019). Pemisahan Itrium dengan
Cara Ekstraksi Menggunakan Solven TOPO. Eksplorium: Buletin Pusat Teknologi
Bahan Galian Nuklir, 39(2), 105-112.
2. Sofyatin, T., Hendrayati, D., & Pratomo, U. (2016). Pemisahan Unsur Tanah
Jarang dari Senotim dengan Metode Pengendapan Melalui Destruksi
Menggunakan Akua Regia. Jurnal ICA (Indonesian Chemia Acta), 6(1), 25-29.
3. Dianggoni, I., Saputra, E., & Pinem, J. A. (2017). Pengolahan Zat Warna Tekstil
(Rhodamine B) dengan Teknologi AOP (Advance Oxidation Processes)
menggunakan Katalis Ce@ Carbon Sphere dan Oksidan
Peroxymonosulfate (Doctoral dissertation, Riau University).
4. Setiawan, Budi. 2016. Pengelolaan Limbah Radioaktif Volume 1. Jakarta:
BATAN Press.
5. Sardjono, Ignatius Djoko. 2013. Pengelolaan dan Transportasi Limbah Radioaktif.
Yogyakarta: BATAN
6. Swantomo, Deni & Prayitno. 2010. Teknologi Pengolahan Limbah Cair. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir

32
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

LAMPIRAN
FOTO KEGIATAN

Kegiatan sampling udara di dalam reaktor

33
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

Pembuatan larutan ATR

34
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

Inspeksi limbah

35
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

Pengoperasian alat UV-Vis

Menimbang NaOH

36
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

Karakterisasi limbah

Penggunaan tabung pemanas

Tampak halaman depan

Penggunaan pipet ukur

37
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

38
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIREKTORAT PENGELOLAAN FASILITAS
KETENAGANUKLIRAN

39

Anda mungkin juga menyukai