Anda di halaman 1dari 57

IDENTIFIKASI KERENTANAN TANAH DAN KETEBALAN LAPISAN

PADA RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) UNIVERSITAS


LAMPUNG BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR

Oleh :
Denisa Permata Putri

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : Identifikasi Kerentanan Tanah Dan Ketebalan Lapisan

Pada Rumah Sakit Umum Pendidikan (RSUP)

Universitas Lampung Berdasarkan Data Mikrotremor

Nama : Denisa Permata Putri

NPM : 1755051001

Program Studi : Teknik Geofisika S-1

Jurusan : Teknik Geofisika

Fakultas : Teknik

Universitas : Universitas Lampung

Tempat PKL : Laboratorium Teknik Geofisika, Universitas Lampung

Waktu Pelaksanaan : 29 Agustus 2020 s.d 30 Oktober 2020

Bandar Lampung, 16 Oktober 2020

MENGESAHKAN

Ketua Jurusan Teknik Geofisika Dosen Pembimbing,


Fakultas Teknik
Universitas Lampung

Dr. Ir. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si Dr. Ir. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si
NIP. 197509112000121002 NIP. 197509112000121002

ii
IDENTIFIKASI KERENTANAN TANAH DAN KETEBALAN LAPISAN
PADA RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) UNIVERSITAS
LAMPUNG BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR

Oleh
Denisa Permata Putri

ABSTRAK

Praktik kerja lapangan ini dilakukan dengan menggunakan metode HVSR


dan data microtremor di area RSUP Universitas Lampung. Praktik kerja lapangan
ini bertujuan untuk mengetahui nilai frekuensi dominan, amplifikasi, dan periode
dominan untuk mengetahui ketebalan lapisan diarea pengukuran serta untuk
mengetahui kerentanan tanah area tersebut. Penelitian ini menggunakan software
geospy dan surfer dengan 10 titik pengukuran. Dari penelitian ini didapatkan nilai
frekuensi dominan sebesar 0,61 Hz – 1,3 Hz sehingga dapat diketahui ketebalan
lapisan daerah penelitian sebesar 30 m. Indeks kerentanan tanah pada area
penelitian cukup tinggi sehingga kemungkinan terjadi kerusakan akibat gempa
cukup besar.

Keywords : Metode HVSR, Ketebalan Lapisan, Indeks Kerentanan Bangunan.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan dengan

judul “Identifikasi Kerentanan Tanah Dan Ketebalan Lapisan Pada Rumah

Sakit Umum Pendidikan (RSUP) Universitas Lampung Berdasarkan Data

Mikrotremor” telah selesai dengan sebaik-baiknya. Terima kasihpenulis

sampaikan kepada semua pihak yang telah terlibat secara langsungmaupun tidak

langsung dalam penyusunan laporan ini. Penulis pun menyadarimungkin masih

terdapat kekurangan di dalam Laporan Praktik Kerja Lapanganini, sehingga sangat

diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga semuayang tertulis di dalam

laporan ini dapat memberikan manfaat kepada siapapun,baik kalangan umum

maupun akademisi untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Oktober 2020

Penulis,

Denisa Permata Putri


1755051001

iv
SANWACANA

Dengan penuh rasa syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan

Praktik Kerja Lapangan ini. Laporan Praktik Kerja Lapangan dengan judul

“Identifikasi Kerentanan Tanah Dan Ketebalan Lapisan Pada Rumah Sakit

Umum Pendidikan (RSUP) Universitas Lampung Berdasarkan Data

Mikrotremor” adalah salah satu syarat untuk memenuhi salah satu mata kuliah

wajib Praktik Kerja Lapangan jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung.

Penulis pun menyadari mungkin masih terdapat kekurangan dalam Laporan

Praktik Kerja Lapangan ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak. Dalam pelaksanaan dan penulisan laporan ini

penulis menyadari bahwa selesainya proses ini tidak lepas dari bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Nandi Haerudin S.Si., M.Si., selaku ketua Jurusan Teknik Geofisika

Universitas Lampung sekaligus pembimbing Praktik Kerja Lapangan.

2. Ibu Hesti, S.Si., M.Eng, selaku Pembimbing Lapangan Kerja Praktik Teknik

Geofisika Universitas Lampung.

v
3. Kedua orang tuaku yang telah memberikan doa, petuah dan dukungan dalam

menyelesaikan kerja praktik ini.

4. Kak Putri, Kak Haqqi, Kak Arief, dan Kak Eko yang telah memberikan ilmu

serta arahan selama penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan.

5. Muhammad David yang telah memberikan semangat, doa, dan membantu saat

kesulitan dalam menyelesaikan kerja praktik.

6. Vivi Anita Sari dan Devita Sari teman seperjuangan selama kerja praktik terima

kasih atas semnagat, dukungan, waktu dan candanya.

7. Intan, Rere, Alma, Danti, Tasya, Sukma, dan teman seperjuangan Teknik

Geofisika 2017. Terimakasih atas dukungan yang diberikan.

Demikian laporan Praktik Kerja Lapangan ini disusun dengan sebaik-

baiknya, harapan penulis agar laporan ini dapat berguna bagi pembaca. Dalam

penulisan laporan ini tidak terlepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar menjadi lebih baik

lagi kedepannya.

Bandar Lampung, 10 Oktober 2020

Penulis,

Denisa Permata Putri

vi
DAFTAR ISI

halaman
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ii

ABSTRAK .......................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

SANWACANA .................................................................................................. v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. x

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2

C. Batasan Masalah .................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lokasi Penelitian ................................................................................... 4

B. Struktur Geologi..................................................................................... 5

C. Stratigrafi ............................................................................................... 6

D. Mikrotremor ........................................................................................... 7

III. TEORI DASAR

A. Gempa Bumi .......................................................................................... 11

B. Mikrotremor ........................................................................................... 12

vii
C. Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) ..................................... 13

D. Frekuensi Dominan ................................................................................ 15

E. Periode Dominan ................................................................................... 17

F. Amplifikasi ............................................................................................ 18

G. Kecepatan Gelombang Geser ................................................................. 21

H. Indeks Kerentanan Tanah....................................................................... 21

I. Lapisan Sediman ................................................................................... 23

IV. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan tempat ................................................................................... 24

B. Alat dan Bahan ........................................................................................ 24

C. Prosedur Penelitian ................................................................................. 25

D. Diagram Alir

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan ................................................................................... 31

B. Pembahasan ............................................................................................ 34

1. Analisis sebaran nilai frekuensi dominan (f0) .................................. 36

2. Analisis sebaran nilai amplifikasi .................................................... 38

3. Analisis sebaran nilai periode dominan (T0) .................................. 39

4. Indeks Kerentanan Tanah (k0) ......................................................... 40

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................................. 41

B. Saran ........................................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii
DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Penetian ............................................................................ 4

Gambar 2. Peta Geologi Lokasi Penelitian .. ..................................................... .. 5

Gambar 3. Persebaran frekuensi resonansi di graben Bantul ............................. 8

Gambar 4. Konsep Dasar Amplifikasi Gelombang Seismik ............................ 19

Gambar 5. Input Data Mikrotremor ................................................................... 26

Gambar 6. Bandpass Filter............................................................................... 26

Gambar 7. Proses Pemilihan Window pada titik RSUM9 27 ........................... 27

Gambar 8.. Spektrum H/V Toolbox ................................................................... 27

Gambar 9. Hasil Akhir Pengolahan ................................................................... 28

Gambar 10. Nilai frekuensi dominan RSUM3 pada kurva HVSR .................... 28

Gambar 11. Nilai Amplifikasi, Periode Dominan dan Indeks Ketebalan

Lapisan ........................................................................................... 29

Gambar 12. Proses gridding nilai periode dominan .......................................... 29

Gambar 13. Pemodelan nilai periode dominan pada surfer............................... 30

Gambar 14. Diagram Alir ................................................................................. 31

Gambar 15. Kurva HVSR 10 Titik Pengukuran ................................................ 32

Gambar 16. Pemodelan Nilai Frekuensi Dominan (f0) .................................... 37

Gambar 17. Pemodelan Nilai Amplifikasi ........................................................ 38

Gambar 18. Pemodelan Nilai Periode Dominan ............................................... 39

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kalisifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Frekuensi Dominan Mikrotremor

Oleh Kanai ........................................................................................... 16

Tabel 2. Klasifikasi Tanah Kanai – Omote – Nakajima ..................................... 17

Tabel 3. Klasifikasi Nilai Amplifikasi .............................................................. 20

Tabel 4. Time Schedule Praktik Kerja Lapangan .............................................. 24

Tabel 5. Nilai Frekuensi Dominan, Periode Dominan, dan Amplifikasi,

Indeks Kerentanan Tanah ................................................................... 34

x
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana alam merupakan persitiwa yang disebabkan oleh alam yang

mengakibatkan dampak besar bagi manusia. Bencana alam dapat terjadi setiap

saat di permukaan bumi, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung

meletus, banjir, angin topan, dan tanah longsor. Salah satu bencana alam yang

tidak dapat diprediksi adalah gempa bumi.

Peristiwa gempa bumi sering kali menimbulkan kerusakan pada bangunan

yang terletak jauh dari sumber gempa yang dilewati oleh gelombang gempa.

Perbedaan tingkat kerusakan pada bangunan yang dilewati oleh gelombang

gempa mengidentifikasikan bahwa kondisi lapisan tanah memberikan

pengaruh yang nyata terhadap karakteristik gelombang seismik selama gempa.

Terdapat 4 faktor penyebab kerusakan bangunan akibat gempa bumi,

antara lain magnitude gempa, jarak bangunan terhadap sumber gempa, kualitas

bangunan dan karakteristik tanah dimana bangunan tersebut berdiri. Dari

keempat penyebab tingkat kerusakan bangunan tersebut, ada dua hal yang bisa

diupayakan untuk mengurangi jumlah korban akibat gempa bumi yaitu

meningkatkan kualitas bangunan dan mengetahui atau memetakan

karakteristik atau respon tanah terhadap getaran gempa bumi. Dengan

demikian, mengetahui tingkat kerentanan diperlukan sebagai langkah awal

1
untuk mengurangi resiko bencana alam khususnya gempa bumi. Daerah yang

amplifikasi tanahnya tinggi tidak cocok untuk pemukiman, bila terpaksa harus

dengan konstruksi yang khusus.

Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk menganalisis

struktur bawah permukaan dalam menjalarkan gelombang gempa pada suatu

daerah adalah mikrotremor. Data mikrotremor tersebut akan diolah dengan

menggunakan metode HVSR (Horizontal to Veltical Spectral Ratio).

Metode mikrotremor berkaitan erat dengan nilai frekuensi natural, dan

amplifikasi. Nilai frekuensi natural menyatakan frekuensi alami yang terdapat

pada suatu daerah. Hal ini menyatakan apabila terjadi gempa atau gangguan

berupa getaran yang memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi natural,

maka akan terjadi resonansi yang mengakibatkan amplifikasi gelombang

seismik di area tersebut. Amplifikasi merupakan perbesaran gelombang

seismik yang terjadi akibat adanya perbedaan yang signifikan antar lapisan.

Nilai resonansi bangunan digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan

bangunan akibat gempa bumi. Beberapa parameter yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah frekuensi natural, amplifikasi tanah dan indeks kerentanan

tanah melalui analisis HVSR.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan nilai frekuensi natural bangunan, amplifikasi, dan periode

dominan untuk mengetahui ketebalan lapisan di sekitar pembangunan

Rumah Sakit Pendidikan Universitas Lampung.

2
2. Mengetahui tingkat kerentanan tanah berdasarkan nilai indeks tanah di

sekitar pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Lampung.

C. Batasan Masalah

Adapun Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan data dilakukan dengan software geopsy 3.2.2.

2. Pengambilan data microtremor dilakukan pada pembangunan Rumah

Sakit Pendidikan Universitas Lampung.

3. Pengolahan data microtremor menggunakan metode Horizontal to

Vertical Spectral Ratio (HVSR).

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lokasi Penelitian

Luas Provinsi Lampung sekitar 35.376,50 km2yang terletak pada

koordinat 105°45'-103°48' BT dan 3°45'-6°45' LS dan terdiri dari dari 12

Kabupaten dan 2 Kota Madya. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Pendidikan Universitas Lampung yang berada pada 526.538 S dan 9.406.438

E.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

4
B. Struktur Geologi

Secara umum daerah lembar Tanjungkarang dibagi menjadi tiga satuan

morfologi, yaitu: dataran bergelombang di bagian Timur dan Timur Laut,

pegunungan kasar di bagian Tengah dan Barat Daya, daerah pantai berbukit

sampai datar. Daerah dataran bergelombang terdiri dari endapan

vulkanoklastika Tersier dan Kuater dan alluvium dengan ketinggian beberapa

puluh meter di atas muka laut. Pegunungan Bukit Barisan terdiri batuan alas

beku dan malihan serta batuan gunungapi muda. Lereng-lereng umumnya

curam dengan ketingian antara 500-1.680 m di atas muka laut. Daerah pantai

bertopografi beraneka ragam dan sering kali terdiri dari perbukitan kasar,

mencapai ketinggian 500 m di atas muka laut dan terdiri dari batuan gunungapi

Tersier dan Kuarter serta batuan (Mangga, 1993).

Berdasarkan peta geologi daerah penelitian (Gambar2) maka dapat

diketahui geologi penyusun Provinsi Lampung yaitu sebagai berikut :

1. Kg merupakan batuan terobosan kapur berupa granit dan granodiorit.

2. QTs merupakan sedimen darat plio pliosteen berupa sedimen

epiklastika berbatu apung, tuf, tuf pasiran dan batu pasir tufan.

3. QTsv merupakan sedimen tufan plio pliostosen berupa konglomerat

aneka bahan (batu pasir dan batu lempung tufaan, tufa pasiran berbatu

apung).

4. QTv merupakan batun gunung apli plio pliostosen (tuf, breksi gunung

api dan lava bersusunan riolit,dasit dan andesit)

5. Qa merupakan alluvium.

5
6. Qpb merupakan lava basal yang berongga mengandung olibine dan

trdmit.

7. Qs merupakan endapan rawa.

8. Qv merupakan batuan gunang api kuarter (breksi gunung api, lava, dan

tuf bersusun andesit-basal), Tas merupakan sedimen peralihan mio

pliosen (batu pasir, batu lumpur tufaan, tufa, konglomerat, dan banyak

moluska).

9. Tomv merupakan batuan gunung api oligo miosen (lava, breksi

gunung api dan tuf yang terdiri dari andesit basalt, bersisipan batu

pasir) pada umumnya terpropilitkan, termineralkan dan berwarna hijau

atau abu-abu kehijauan.

10. Tpov merupakan batuan gunung api paleosen oligosen (breksi gunung

api, lava, tuf dan tuf padu bersusun andesit basal, sisipan tuf, batu pasir

dan batu lanau) pada umumnya terubah dan berwarna kehijauan,

11. pCm merupakan batuan malihan pra karbon (sekis mika,sekis klorit,

sekis kuarsa, dan sekis grafit dengan genes, filit, kuarsit dan pualam

dan batu sabak).

C. Stratigrafi

Urutan Stratigrafi Lembar Tanjungkarang dapat dibagi menjadi tiga

bagian: PraTersier, Tersier dan Kuarter. Urutan Pra-Tersier: batuan yang

tersingkap adalah runtuhan batuan malihan derajat rendah-sedang, yang terdiri

dari sekis, genes, pualam dan kuarsit, yang termasuk kompleks Gunungkasih.

Urutan Tersier: Batuan yang tersingkap di lembar Tanjungkarang terdiri dari

6
runtuhan batuan gunungapi busur dan benua dan sedimen yang diendapkan di

tepi busur gunungapi, yang diendapkan bersama-sama secara luas, yaitu

formasi-formasi sabu, campang dan tarahan. Urutan Kuarter terdiri dari lava

Plistosen, breksi dan tuf bersusunan andesit-basal di lajur Barisan, Basal

Sukadana celah di Lajur Palembang, endapan batu gamping terumbu dan

sedimen alluvium Holosen (Mangga, 1993).

D. Mikrotremor

Mikrotremor dikenal sebagai getaran alam (ambient noise) yang berasal

dari dua sumber yaitu alam dan manusia. Nilai amplitudo ambient noise

seismik tidak besar tetapi terjadi secara terus menerus. Sumber mikrotremor

berupa alam menghasilkan nilai frekuensi rendah yaitu di bawah 1 Hz.

Gelombang laut menimbulkan ambient vibration dengan frekuensi sekitar 0,2

Hz sedangkan interaksi antara gelombang laut dan pantai menghasilkan nilai

frekuensi sekitar 0,5 Hz. Frekuensi tinggi yaitu lebih dari 1 Hz bisa ditimbulkan

oleh angin dan aliran air. Sumber utama yang menghasilkan nilai frekuensi

tinggi yaitu aktifitas manusia seperti lalu lintas kendaraan, mesin, dan lainnya

(Rahmatullah, 2013).

Pengujian mikrotremor telah banyak dilakukan diantaranya untuk

menentukan frekuensi natural bangunan dan menentukan rasio redamannya

(Ayi, 2012), mengetahui kerentanan dan menentukan karakteristik dinamis

bangunan (Hernanti, 2014) (Nashir, 2013)menentukan nilai frekuensi

dominan, amplifikasi, indeks kerentanan tanah dan percepatan tanah

maksimum.

7
Daryono (2009) melakukan penelitian dan pengukuran mikrotremor di

daerah Bantul dan sekitarnya untuk mengetahui karaktristik dinamis lapisan

sedimen permukaan, frekuensi resonansi (fo) dan nilai puncak rasio spektrum

HVSR (Ao) untuk mengetahui persebaran indeks kerentanan seismik (Kg) dan

mengungkap hubungan antara distribusi kerusakan gempa bumi Bantul 27 Mei

2006 dengan fenomena efek tapak lokal di Graben Bantul. Data mikrotremor

dianalisis menggunakan Metoda Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR).

Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran mikrotremor di

daerah Bantul menggunakan portable seismograf TDS 303. Hasil penelitian

salah satunya ditunjukkan Gambar 3, menunjukkan bahwa nilai frekuensi

resonansi (f0) berkisar antara 0,56 Hz hingga 14,0 Hz. Nilai puncak rasio

spektrum HVSR (Ao) berkisar antara 0,7 hingga 8,4. Indeks kerentanan seismik

(Kg) berkisar antara 0,04 hingga 29,22. Persebaran nilai indeks kerentanan

seismik sesuai dengan persebaran kerusakan yang membentuk pola “damage

belt”. Zona kerusakan parah yang terkonsentrasi di sepanjang Sesar Opak tidak

disebabkan oleh reaktivasi sesar seperti yang dipredikasi oleh para ahli ilmu

kebumian sebelumnya, tetapi merupakan cerminan adanya fenomena efek

tapak lokal di Graben (cekungan) Bantul (Daryono, 2009)

Gambar 3. Persebaran frekuensi resonansi di graben Bantul

8
Indeks kerentanan seismik dapat diperoleh dari analisis hasil

pengukuran sinyal mikrotremor menggunakan metode Horizontal to Vertical

Spectral Ratio (HVSR). Nakamura (1989) memaparkan bahwa metode HVSR

membandingkan antara komponen sinyal vertikal dengan komponen sinyal

horizontal yang diperoleh dari pengukuran sinyal mikrotremor. Parameter yang

dihasilkan pada metode HVSR berupa frekuensi predominan dan faktor

amplifikasi. Data frekuensi predominan dan faktor amplifikasi dimanfaatkan

untuk menentukan besarnya nilai indeks kerentanan seismik. Dalam penelitian

Nakamura (2000), daerah yang memiliki indeks kerentanan seismik sebesar 20

× 10−6 s 2 /cm hingga 100 × 10−6 s 2 /cm rentan mengalami kerusakan tinggi

akibat gempabumi, sedangkan untuk daerah yang mengalami kerusakan rendah

memiliki indeks kerentanan seismik kurang dari 5 × 10 −6 s 2 /cm. Pada

penelitian Daryono (2013) dengan menganalisis indeks kerentanan seismik

berdasarkan mikrotremor pada setiap satuan bentuk lahan di Zona Graben

Bantul, daerah dengan indeks kerentanan seismik 21,2 × 10−6 s 2 /cm memiliki

rasio kerusakan rumah sebesar 77%.

Penelitian-penelitian lainnya yang berkaitan dengan indeks kerentanan

seismik antara lain seperti yang dilakukan oleh Laberta et. al. (2013) dengan

melakukan mikrozonasi indeks kerentanan seismik di Kecamatan Jetis,

Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, Putri (2016) dengan

melakukan mikrozonasi indeks kerentanan seismik di kawasan jalur Sesar

Opak, Wahyuningsih (2015) dengan mikrozonasi indeks kerentanan seismik di

daerah Candi Ratu Boko, dan Putra (2013) yang menentukan tingkat

kerentanan gempabumi di daerah Candi Prambanan dan sekitarnya. Dari

9
penelitian yang sudah dilakukan, ada kemiripan pola antara indeks kerentanan

seismik berdasarkan pengukuran mikrotremor dengan kerusakan bangunan.

Dewi Wahyu Ratnasari (2017) melakukan penelitian indeks kerentanan

gempa bumi di Desa Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

Berdasarkan kondisi Geologi, Desa Gunung Gajah memiliki jenis batuan yang

komplek. Terdapat tiga jenis batuan yang muncul dipermukaan yaitu batu

metamorf, batu beku, dan batu sedimen dalam jumlah yang luas dan memiliki

umur yang berbeda dari umur pra-tersier hingga umur quarter. Dari kondisi

geologi ini membuktikan bahwa di daerah tersebut pernah terjadi aktivitas

tektonik yang sangat tinggi. Daerah ini juga terdapat banyak blok patahan yang

mana patahan-patahan tersebut bisa menjadi sumber getaran apabila terjadi

aktifitas tektonik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai persebaran

frekuensi dominan, amplifikasi, Kg, dan PGA yang mana nilai – nilai tersebut

menunjukkan karakteristik tanah bawah permukaan. Pendekatan yang

digunakan untuk mengetahui gerakan tanah pada penelitian ini adalah metode

Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR).

10
III. TEORI DASAR

A. Gempa Bumi

Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi

di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan

pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi

dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan

dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempa bumi sehingga efeknya

dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi.

Gempa bumi dengan kekuatan lebih dari 8 SR selalu menimbulkan deretan

gempa susulan yang biasa disebut dengan aftershock. Aftershock merupakan

pengulangan gempa bumi pada episenter yang sama dan terjadi setelah gempa

bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Frekuensi

suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa bumi yang di alami

selama periode waktu. Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat

seismometer. (Rahmad Hamid, 2017)

Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan

ke seluruh baguan bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat

menyebabkan kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat memicu

terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya yang

erusak pemukiman penduduk. Gempabumi juga menyebabkan bencana ikutan

11
berupa kebakaran, kecelakaan industry dan transpormasi serta banjir

akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan lainnya.

B. Mikrotremor

Mikrotremor merupakan getaran alami yang berasal dari dua sumber yaitu

alam dan manusia. Mikrotremor mempunyai frekuensi lebih tinggi dari

frekuensi gempa bumi, periodenya kurang dari 0,1 detik dan secara umum

antara 0,05-0,2 detik, untuk mikrotremor periode panjang dapat mencapai 5

detik. Amplitudo pergeseran mikrotremor sekitar 0,1-1 𝜇m dengan kecepatan

amplitudo sebesar 0,001 cm/s sampai 0,01 cm/s. Dalam kajian teknik

kegempaan, litologi yang lebih lunak mempunyai resiko yang lebih tinggi bila

digoncang gelombang gempabumi, karena akan mengalami penguatan

(amplifikasi) gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan batuan yang

lebih kompak (Kanai, 1983).

Metode mikrotremor berkaitan erat dengan nilai frekuensi natural,

amplifikasi, serta nilai resonansi. Nilai frekuensi natural menyatakan frekuensi

alami yang terdapat pada suatu daerah. Hal ini menyatakan apabila terjadi

gempa atau gangguan berupa getaran yang memiliki frekuensi yang sama

dengan frekuensi natural, maka akan terjadi resonansi yang mengakibatkan

amplifikasi gelombang seismik di area tersebut. Nilai resonansi bangunan

digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan bangunan akibat gempa bumi.

Tingkat kerentanan bangunan dapat diestimasi berdasarkan nilai indeks

kerentanan bangunan. Nilai indeks kerentanan bangunan mampu

menngklasifikasikan kerentanan sebuah bangunan. Jika nilai indeks kerentanan

12
bangunan tinggi maka bangunan tersebut lemah atau rentan, sedangkan nilai

indeks kerentanan bangunan rendah, maka bangunan tersebut kuat (Nashir,

2013)

Pengukuran mikrotremor pada bangunan dilakukan di setiap lantai

bangunan dengan alat seismometer tiga komponen yaitu dua komponen

horizontal arah Utara-Selatan (North-South) dan Timur-Barat (East-West) serta

satu komponen vertikal. Peralatan pengukuran dimungkinkan diletakkan di

dekat pusat massa bangunan dan dekat dengan dinding bangunan tersebut

(SESAME, 2004)

C. Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR)

Nakamura (1989) mengembangkan metode HVSR (Horizontal to Vertical

Spectral Ratio) untuk mengestimasi nilai frekuensi dan amplifikasi keadaan

geologi setempat dengan membandingkan spektrum horizontal dengan

spektrum vertikalnya untuk mendapatkan nilai frekuensi predominan pada

suatu daerah. Metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi frekuensi

dasar lapisan lunak. Metode ini dapat menunjukkan adanya korelasi yang tepat

dengan frekuensi alami dasar medium pada lapisan yang lunak (soft soil).

Mikrotremor terdiri dari ragam dasar gelombang Rayleigh, diduga bahwa

periode puncak perbandingan H/V mikrotremor memberikan dasar dari periode

gelombang S. Perbandingan H/V pada mikrotremor adalah perbandingan kedua

komponen yang secara teoritis menghasilkan suatu nilai. Mereka

menyimpulkan bahwa periode dominan suatu lokasi secara dasar dapat

diperkirakan dari periode puncak perbandingan H/V mikrotremor. Rasio antara

13
komponen horizontal dan vertikal rekaman dari ambient noise terkait erat

dengan frekuensi fundamental tanah dan dari sini diperoleh faktor amplifikasi.

(Nakamura, 2000)

Faktor amplifikasi dari komponen horizontal dan vertikal pada permukaan

tanah yang bersentuhan langsung dengan batuan dasar dilambangkan dengan

TH dan TV (Nakamura, 2000). Besarnya faktor amplifikasi horizontal TH adalah

𝑆𝐻𝑆 (1)
𝑇𝐻 =
𝑆𝐻𝐵

Dengan SHS adalah spektrum dari komponen gerak horizontal di

permukaan tanah dan SHB adalah spektrum dari komponen gerak horizontal

pada dasar lapisan tanah. Besarnya faktor amplifikasi vertikal TV adalah

𝑆𝑉𝑆 (2)
𝑇𝑉 =
𝑆𝑉𝐵

SVS adalah spektrum dari komponen gerak vertikal di permukaan tanah dan

SVB adalah spektrum dari komponen gerak vertikal pada dasar lapisan tanah.

Data mikrotremor tersusun atas beberapa jenis gelombang, tetapi yang utama

adalah gelombang Rayleigh yang merambat pada lapisan sedimen di atas

batuan dasar. Pengaruh dari gelombang Rayleigh pada rekaman mikrotremor

besarnya sama untuk komponen vertikal dan horizontal saat rentang frekuensi

0,2-20,0 Hz, sehingga rasio spektrum antara komponen horizontal dan vertikal

di batuan dasar mendekati nilai satu.

𝑆𝐻𝑆 (3)
=1
𝑆𝐻𝐵

Karena rasio spektrum antara komponen horisontal dan vertikal di batuan

dasar mendekati nilai satu, sehingga hanya ada pengaruh yang disebabkan oleh

struktur geologi lokal atau site effect (TSITE). TSITE menunjukkan puncak

14
amplifikasi pada frekuensi dasar dari suatu lokasi. Dari persamaan (2) dan (3)

maka didapatkan besarnya adalah

𝑇𝐻 (4)
𝑇𝑆𝐼𝑇𝐸 =
𝑇𝑉

Persamaan (4) menjadi dasar perhitungan rasio spektrum mikrotremor

komponen horizontal terhadap komponen vertikalnya atau Horizontal to

Vertical Spectral Ratio (HVSR) sebagai berikut:

√(𝑆𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎−𝑠𝑒𝑙𝑎𝑡𝑎𝑛 )2 − (𝑆𝑏𝑎𝑟𝑎𝑡−𝑡𝑖𝑚𝑢𝑟 )2 (5)


𝐻𝑉𝑆𝑅 =
𝑆𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙

Metode HVSR sangat berguna untuk mengidentifikasi respon resonansi

cekungan yang berisi material sedimen. Fenomena resonansi dalam lapisan

sedimen adalah terjebaknya gelombang seismik di lapisan permukaan karena

adanya kontras impedansi antara lapisan sedimen dengan batuan keras yang

lebih dalam. Interferensi antara gelombang seismik yang terjebak pada lapisan

sedimen berkembang menuju pola resonansi yang berkenaan dengan

karakteristik lapisan sedimen (Daryono S. P., 2009)

D. Frekuensi Dominan

Frekuensi dominan adalah nilai frekuensi yang kerap muncul sehingga

diakui sebagai nilai frekuensi dari lapisan batuan di wilayah tersebut sehingga

nilai frekuensi dapat menunjukkan jenis dan karakterisktik batuan tersebut.

Lachet dan Brad (1994) melakukan uji simulasi dengan menggunakan 6 model

struktur geologi sederhana dengan kombinasi variasi kontras kecepatan

gelombang geser dan ketebalan lapisan soil. Hasil simulasi menunjukkan nilai

puncak frekuensi berubah terhadap variasi kondisi geologi (Tabel 1).

15
Tabel 1. Tabel Kalisifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Frekuensi Dominan

Mikrotremor Oleh Kanai (Kanai, 1983)

Kalsifikasi Frekuensi
Klasifikasi Kanai Deskripsi
Tanah Dominan (Hz)

Tipe Jenis

Batuan tersier atau lebih Ketebalan sedimen

tua. Terdiri dari batuan permukaannya

Jenis I 6,667 – 20 Hard sandy, gravel, dll sangat tipis,

didominasi oleh

Tipe batuan keras

IV Batuan alluvial, dengan Ketebalan sedmien

ketebalan 5m. Terdiri permukaannya


Jenis
10 – 4 dari dari sandy-gravel, masuk dalam
II
sandy hard clay, loam, kategori menengah

dll. 5 – 10 meter

Batuan alluvial, dengan Ketebalan sedimen

ketebalan >5m. Terdiri permukaan masuk


Tipe Jenis
2,5 - 4 dari dari sandy-gravel, dalam kategori
III III
sandy hard clay, loam, tebal, sekitar 10 –

dll. 30 meter

Tipe Batuan alluvial, yang Ketebalan sedimen


Jenis
II <2,5 terbentuk dari permukaannya
IV
Tipe I sedimentasi delta, top sangatlah tebal

16
soil, lumpur,dll.Dengan

kedalaman 30m atau

lebih

E. Periode Dominan

Nilai periode dominan merupakan waktu yang dibutuhkan gelombang

mikrotremor untuk merambat melewati lapisan endapan sedimen permukaan

atau mengalami satu kali pemantulan terhadap bidang pantulnya ke

permukaan. Nilai periode dominan juga mengindikasikan karakter lapisan

batuan (Tabel 2) yang ada di suatu wilayah. Nilai periode dominan didapatkan

berdasarkan perhitungan berikut :

1
𝑇0 = (6)
𝑓0

Dimana :

T0 = Periode Dominan

f0 = Frekuensi Dominan

Tabel 2. Klasifikasi Tanah Kanai – Omote – Nakajima (Kanai, 1983)

Klasifikasi tanah

Omote - Periode (T) Keterangan Karakter


Kanai
Nakajima

Batuan tersier atau lebih Keras

Jenis I Jenis A 0.05-0/15 tua. Terdiri dari batuan

Hard sandy, gravel, dll

17
Batuan alluvial, dengan Sedang

ketebalan 5m. Terdiri

Jenis II 0.10-0.25 dari dari sandy-gravel,

sandy hard clay, loam,

dll.

Batuan alluvial, hampir Lunak

Jenis sama dengan jenis II,


Jenis B 0.25-0.40
III hanya dibedakan oleh

adanya formasi bluff.

Nilai periode dominan berkaitan dengan ketebalan endapan sedimen

permukaan dan litologi batuannya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa

gelombang geser (shear) terjebak pada lapisan berimpedan rendah

(soil/sedimen lunak) di permukaan. Frekuensi resonan gelombang pada lapisan

ini tergantung geometri lapisan tersebut. Dengan kata lain frekuensi/perioda

yang bersesuaian dengan puncak-puncak spektrum HVSR dapat

menggambarkan kedalaman reflektor (Nakamura, 2000)

F. Amplifikasi

Amplifikasi merupakan perbesaran gelombang seismik yang terjadi akibat

adanya perbedaan yang signifikan antar lapisan, dengan kata lain gelombang

seismik akan mengalami perbesaran, jika merambat pada suatu medium ke

medium lain yang lebih lunak dibandingkan dengan medium awal yang

dilaluinya. Semakin besar perbedaan itu, maka perbesaran yang dialami

gelombang tersebut akan semakin besar. Nilai faktor penguatan (amplifikasi)

18
tanah berkaitan dengan perbandingan kontras impedansi lapisan permukaan

dengan lapisan di bawahnya. Bila perbandingan kontras impedansi kedua

lapisan tersebut tinggi maka nilai faktor penguatan juga tinggi, begitu pula

sebaliknya. (Nakamura, 2000).

Faktor amplifikasi memberikan gambaran tentang perubahan

(pembesaran) percepatan gerakan tanah dari batuan dasar ke permukaan.

Pembesaran percepatan tanah dari batuan dasar ke permukaan disebabkan

karena perbedaan kecepatan gerakan gelombang geser (Vs) di batuan dasar dan

pada lapisan tanah (sedimen). Nilai Vs dari batuan dasar ke permukaan akan

makin mengecil. Nilai Vs yang makin mengecil menyebabkan makin kecilnya

nilai modulus geser (Gs) dan faktor redaman, sehingga percepatan tanah akan

makin membesar. Semakin besar nilai faktor amplifikasi, maka semakin besar

pula percepatan gerakan tanah di permukaan (Prasetyo, 2010)

Gambar 4. Konsep Dasar Amplifikasi Gelombang Seismik (Rahmad

Hamid, 2017)

Berdasarkan pengertian tersebut, maka amplifikasi dapat dituliskan pada

persamaan (9) sebagai suatu fungsi perbandingan nilai kontras impedansi,

yaitu:

19
𝐴𝑜 = {(𝜌𝑏 . 𝑣𝑏 )/(𝜌𝑠 . 𝑣𝑠 )} (7)

ρb = densitas batuan dasar (gr/ml).

vb= kecepatan rambat gelombang di batuan dasar (m/dt).

vs = kecepatan rambat gelombang di batuan lunak (m/dt).

ρs = rapat massa dari batuan lunak (gr/ml).

Amplifikasi berbanding lurus dengan nilai perbandingan spektral

horizontal dan vertikalnya (H/V). Nilai amplifikasi bisa bertambah, jika batuan

telah mengalami deformasi (pelapukan, pelipatan atau pesesaran) yang

mengubah sifat fisik batuan. Pada batuan yang sama, nilai amplifikasi dapat

bervariasi sesuai dengan tingkat deformasi dan pelapukan pada tubuh batuan

tersebut (Marjiyono, 2010).

Tabel 3. Klasifikasi Nilai Amplifikasi

Zona Klasifikasi Nilai Faktor Amplifikasi


1 Rendah A<3
2 Sedang 3<A<6
3 Tinggi 6<A<9
4 Sangat Tinggi A>9

Gejala amplifikasi pada suatu daerah disebabkan adanya gelombang

seismik yang terjebak di dalam suatu perlapisan sedimen. Besaran amplifikasi

tanah dapat dihitung secara teoritis, seperti yang dilakukan oleh Wakamatsu

(2006) dalam membuat hazardzoning map untuk wilayah Jepang. Amplifikasi

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝐿𝑜𝑔 𝐴𝑚𝑝 = 2,367 − 0,82𝑙𝑜𝑔𝑉𝑠30 ± 0,166 (8)

20
G. Kecepatan Gelombang Geser (Vs30)

Vs30 merupakan kecepatan gelombang geser hingga kedalaman 30 m dari

permukaan. Menurut Roser dan Gosar (2010) nilai Vs30 digunakan untuk

menentukan klasifikasi batuan berdasarkan kekuatan getaran gempabumi

akibat efek lokal serta digunakan untuk keperluan dalam perancangan

bangunan tahan gempa. Berikut merupakan persamaan Vs30 :

𝐿𝑜𝑔 𝑉𝑠30 = 𝑎 − 𝑏𝐿𝑜𝑔𝐸𝑣 + 𝑐𝐿𝑜𝑔𝑆𝑝 + 𝑑𝐿𝑜𝑔𝐷𝑚 ± 𝜎 (9)

Dimana :

Vs30 = Rata-rata kecepatan gelombang geser (m/s)

Ev = Elevasi (m)

Sp = Tangan dari slope *1000

Dm = Jarak (km) dari gunung atau bukit pra tersier atau tersier

H. Indeks Kerentanan Tanah

Analisis HVSR dan Tingkat Kerentanan Tanah Suatu daerah yang

memiliki karakteristik frekuensi natural rendah sangat rentan terhadap bahaya

getaran gelombang gempabumi periode panjang, sehingga dapat menyebabkan

kerusakan bangunan yang ada di atasnya. Amplifikasi tanah adalah kontras

parameter perambatan gelombang (densitas dan kecepatan) antara batuan dasar

(bedrock) dan sedimen di atasnya. Nilai amplifikasi perambatan gelombang

seismik akan semakin bertambah apabila perbedaan antara parameter tersebut

semakin besar. Nakamura (1989) menyebutkan bahwa efek lokal, amplifikasi

dan frekuensi natural merupakan faktor yang penting dalam mitigasi bencana

suatu tempat.

21
Pada kajian ini parameter yang digunakan adalah frekuensi natural,

amplifikasi tanah dan index kerentanan tanah. Secara sederhana analisis HVSR

atau H/V adalah merupakan analisis data getaran tanah untuk memperoleh nilai

frekuensi natural (f0), amplifikasi tanah(A0) dan index kerentanan tanah (Kg).

Data hasil observasi lapangan kemudian dilakukan windowing untuk

memilah antara data asli dan noise dengan menerapkan anti triggering pada

data mentah (waveform). Selain itu juga dilakukan smoothing data dengan

frequency of interest antara 0-15 Hz. Hasil yang diperoleh kemudian dilakukan

Fast Fourier Transform untuk mendapatkan kurva HVSR. Dari kurva HVSR

akan diperoleh informasi berupa frekuensi natural dan amplifikasi tanah.

HVSR merupakan sebuah kurva penggabungan antara komponen Horizontal

dan komponen vertikal.

Hasil ekstraksi frekuensi natural dan amplifikasi dari kurva HVSR untuk

setiap titik kemudiaan diplot dengan software GMT. Selanjutnya, analisis

karakteristik tanah dilakukan perhitungan Indeks Kerentanan Tanah

(Vurnerability Index). Nakamura (2000) memberikan persamaan indeks

kerentanan tanah (Kg) seperti pada persamaan (2). Dari hasil analisis, secara

keseluruhan akan diketahui sebaran frekuensi natural, amplifikasi tanah dan

tingkat kerentanan serta asosiasinya dengan kondisi geologi pada daerah

penelitian.

𝐴0 2
𝐾𝑔 = (10)
𝑓0

Dengan Kg adalah indeks kerentanan tanah, A0 adalah amplifikasi tanah

dan f0 adalah frekuensi natural.

22
I. Lapisan Sedimen

Ketebalan sedimen merupakan salah satu faktor penyebab adanya

pengaruh geologi lokal (local site effect) ketika terjadi gempa bumi. Periode

dominan memiliki pengaruh berbanding lurus dengan ketebalan lapisan

sedimen. Semakin besar nilai periode predominan suatu tempat maka makin

tebal pula lapisan sedimen di wilayah tersebut begitu juga sebaliknya. Nilai

periode predominan merupakan cerminan dari ketebalan sedimen itu sendiri.

Penguatan gelombang pada saat gempa bumi sangat dipengaruhi oleh

ketebalan sedimen dan litologi daerah setempat. Makin besar ketebalan

sedimen, makin besar pula kemampuan batuan memperbesar amplitudo

gelombang. Lapisan sedimen dengan ketebalan kurang dari 10 m cenderung

memiliki nilai amplifikasi tanah yang lebih kecil dibanding wilayah dengan

lapisan sedimen lebih dari 10 m (Hernanti, 2014)

Ketebalan sedimen dapat diestimasi dengan rasio spektrum H/V. Metode

HVSR didasari oleh terperangkapnya getaran gelombang SH pada medium

sedimen di atas bedrock.

23
IV. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Praktik kerja lapangan ini dilakukan selama 1 bulan dimulai dari tanggal

29 Agustus 2020 hingga 30 Oktober 2020 pada Laboratorium Teknik

Geofisika Universitas Lampung yang berlokasi di Jl. Prof. Dr. Ir.Sumantri

Brojonegoro, Gedong Meneng, Rajabasa, Bandar Lampung, Lampung.

Tabel 4. Time Schedule Praktik Kerja Lapangan

Bulan
Kegiatan Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Mikrotremor
Interpretasi Data
Penyusunan Laporan
Seminar Kerja Praktik

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktik kerja lapanan ini

merupakan data microtremor (.sac) pada Rumah Sakit Umum Pendidikan

24
Universitas Lampung yang kemudian diolah dengan menggunakan Software

Geopsy 3.2.2, Software Surfer 11, Software Microsoft Office Excel, Software

Microsoft Office Word.

C. Prosedur Penelitian

• Studi Literatur

Praktik kerja lapangan ini dimulai dengan melakukan studi literatur

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Analisa data microtremor

dengan metode Horizontal Spectral Rasio (HVSR), baik itu dari jurnal

maupun buku.

• Pengolahan data

Data hasil pengukuran microtremor berupa format berekstensi .SAC

diolah dengan menggunakan software Geopsy 3.2.2 yang memiliki 3

tampilan komponen yaitu komponen vertikal (Z) dan dua komponen

horizontal NS dan EW dalam domain waktu. Kemudian tahapan

pengolahan data microtremor selanjutnya adalah mencari nilai Vs30 dan

Amplifikasi pada excel. Kemudian hasil pengolahan tersebut diolah

dengan menggunakan software Surfer untuk mendapatkan sebaran titik

penelitian. Adapun tahapan pengolahan data pada laporan kerja praktik ini

adalah sebagai berikut :

1. Memilih data (RSUM1, RSUM2, RSUM3, RSUM4, RSUM5,

RSUM6, RSUM7, RSUM8, RSUM9 DAN RSUM10)

2. Input data (data microtremor dalam format sac) kedalam geopsy.

25
Gambar 5. Input Data Mikrotremor

3. Hitung rasio H/V dengan cara melakukan bandpass filter dengan

rentang frekuensi 0,5 Hz hingga 25 Hz.

Gambar 6. Bandpass Filter

4. Windowing Sinyal, sinyal akan dibagi menjadi beberapa window.

Untuk pemilihan window dapat dilakukan secara manual maupun

otomatis. Pemilihan ini dilakukan untuk memisahkan sinyal tremor

dengan event transien(sumber spesifik seperti Langkah kaki,

kendaraan, dan hal lainnya yang dianggap noise).

26
Gambar 7. Proses Pemilihan Window pada titik RSUM9

5. Kemudian lakukan analisis spektrum H/V. Pada proses ini

parameter yang digunakan adalah koreksi smoothing tipe Konno &

Ohmachi sebesar 57 bandwith.

Gambar 8. Spektrum H/V Toolbox

6. Setelah dilakukan pemilihan windowing dan analisis spektrum H/V,

maka didapatkan kurva HVSR pada gambar 8.

27
Gambar 9. Hasil Akhir Pengolahan

7. Dari kurva HVSR didapatkan nilai f0 dan kemudian diinput

software excel untuk dilakukan perhitungan.

Gambar 10. Nilai frekuensi dominan RSUM3 pada kurva HVSR

8. Pada software excel dilakukan perhitungan untuk mendapatkan

nilai periode dominan, vs30, amplifikasi, dan indeks ketebalan

lapisan.

28
Gambar 11. Nilai Amplifikasi, Periode Dominan dan Indeks

Ketebalan Lapisan

Proses perhitungan pada excel diawali dengan menghitung nilai

periode dominan dengan menggunakan persamaan 6. Nilai periode

dominan dan frekuensi dominan digunakan untuk menentukan

ketebalan lapisan.

9. Perhitungan dilanjutkan dengan menghitung nilai vs30 dan

amplifikasi.

10. Lakukan proses gridding pada software Surfer untuk membuat

pemodelan. Proses gridding dilakukan dengan memasukkan

koordinat dan nilai frekuensi natural, amplifikasi sertaa periode

dominan.

Gambar 12. Proses gridding nilai periode dominan

29
11. Kemudian buat pemodelan sebaran titik pengukuran berdasarkan

hasil grid yang telah dilakukan.

Gambar 13. Pemodelan nilai periode dominan pada surfer

• Interpretasi data

Interpretasi data dilakukan dari hasil pengolahan data, yaitu nilai

frekuensi dominan, amplifikasi, periode dominan dan Indeks ketebalan

lapisan untuk mengetahui karakteristik dan ketebalan lapisan pada titik

pengukuran.

30
D. Diagram Alir

Adapun diagram alir dari Praktik Kerja Lapangan ini adalah sebagai berikut :

Mulai

Data Mikrotremor Tiga


Komponen

Filtering

Windowing

Kurva HVSR

Frekuensi Dominan

Periode Vs30
Dominan

Indeks
Amplifikasi Kerentanan
Tanah

Peta Sebaran Nilai Frekuensi


dominan, Periode Dominan,
dan Amplifikasi

Analisa Ketebalan
Lapisan

Selesai

Gambar 14. Diagram Alir

31
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Penelitian ini menghasilkan nilai indeks kerentanan seismik (k0) dan

ketebalan sedimen dan di area pembangunan Rumah Sakit Umum Pendidikan

Universitas Pengukuran mikrotremor yang dilakukan menggunakan

seismograf menghasilkan data berupa sinyal gelombang seismik dalam domain

waktu yang kemudian diolah dan dianalisis menggunakan metode HVSR

sehingga diperoleh nilai frekuensi dominan dan faktor amplifikasi.

32
33
Gambar 15. Kurva HVSR 10 Titik Pengukuran

Tabel 5. Nilai Frekuensi Dominan, Periode Dominan, dan Amplifikasi,

Indeks Kerentanan Tanah

Indeks
Frekuensi Periode
Kerentanan
No Kode Dominan Dominan Amplifikasi
Tanah Kg
(Hz) (s)
(1/cm/s2)
1 RSUM1 0,732 1,364 5,135 35,991
2 RSUM2 0,870 1,148 4,432 22,557
3 RSUM3 1,386 0,721 2,983 6,419
4 RSUM4 0,734 1,360 5,122 35,711
5 RSUM5 0,674 1,482 5,510 45,012
6 RSUM6 1,213 0,823 3,341 9,198
7 RSUM7 1,274 0,784 3,204 8,054
8 RSUM8 0,618 1,617 5,935 56,984
9 RSUM9 1,083 0,923 3,680 12,504
10 RSUM10 1,244 0,803 3,270 8,591

B. Pembahasan

Mikrotremor merupakan getaran yang dihasilkan oleh aktivitas bumi.

Getaran ini yang akan direspon oleh tanah yang akan mampu dirasakan oleh

kita. Tanah yang bergetar akan membuat kita ikut bergetar. Aktivitas bumi

yang dimaksud sangat banyak, misalkan aktivitas tektonik maupun vulkanik.

34
Aktivitas seperti ini akan berdampak pada terjadinya gemoa bumi. Gempa

bumi berarti tanah yang diinjak oleh manusia akan bergetar, tepatnya dilapisan

kerak. Misalkan aktivitas tektonik, yakni aktivitas pergerakan lempeng kerak

bumi. Maka ketika lempeng bergerak, maka tanah akan menerima respon

berupa getaran.

Setiap tanah yang berbeda akan memiliki kemampuan menahan respon

tersebut. Hal ini bergantung pada amplifikasi dan frekuensi dominan. Lapisan

kerak bumi tidak serta merta terdiri hanya dari 1 lapisan saja. Akan tetapi,

lapisan kerak bumi terdiri dari beberapa lapisan tanah lagi. Setiap lapisan tanah

akan merespon getaran, namun kuat dan lemahnya gelombang seismik

bergantung pada seberapa banyak dan setebal apa lapisan-lapisan dalam tanah

yang sedang disurvei. Semakin banyak lapisan tanah dalam tanah yang sedang

diukur nilai amplifikasinya maka nilai amplifikasi akan semakin besar, begitu

juga dengan ketebalannya. Sedangkan frekuensi dominan menandakan bahwa

bahwa setiap tanah memiliki frekuensi respon naturalnya sendiri-sendiri.

Frekuensi dominan tersebut menjadi batas frekuensi di mana dia mampu

menerima respon dari getaran dan menahannya. Jika frekeuensi dominan

kurang dari frekuensi getaran dari gempa maka tanah akan dengan mudah

retak. Jika frekuensi dominan tanah melebihi frekuensi getaran gempa bumi

yang sedang terjadi maka tanah akan dengan mudah mampu menahannya

tampa mengalami kerusakan tanah.

Pada hasil pengukuran mikrotremor diperoleh data berupa gambar yang

mengilustrasikan sebuah getaran. Gambar tersebut selanjutnya diolah

menggunakan software Geopsy untuk diperoleh nilai amplifikasi dan frekuensi

35
dominan. Karena pengukuran dilakukan pada 10 titik maka setiap amplifikasi

dan frekuensi dominan yang diperoleh memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai

frekuensi dominan ini yang selanjutnya digunakan sebagai penentu jenis tanah

pada titik tersebut. Kemudian dari nilai amplifikasi dan frekuensi natural

dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai periode dominan dan indeks

kerentanan tanah nilai periode dominan digunakan sebagai penentu

karakteristik tanah di area pengukuran.

1. Analisis Sebaran nilai frekuensi dominan(f0)

Data mikrotremor diolah dengan menggunakan metode HVSR

(Horizontal Vertical Spectral Ratio) untuk dianalisa perubahan frekuensi

yang terjadi. Tiap data memiliki durasi yang berbeda dan pengamatan

terhadap perubahan frekuensi diamati setiap event nya, melalui

perhitungan rasio H/V.

Prastowo (2015) menyatakan bahwa semakin tebal lapisan sedimen

akan menghasilkan nilai frekuensi predominan yang kecil. Hal ini

didukung oleh Ventura et.al (2004) bahwa rendahnya nilai frekuensi

predominan disebabkan oleh tebalnya material sedimen halus di dataran

aluvial. Sedangkan tingginya frekuensi dominan disebabkan oleh tipisnya

sedimen pada singkapan batuan dasar.

Frekuensi dominan (f0) di area pembangunan RSUP Unila diperoleh

dari sumbu horizontal puncak kurva H/V. Dari nilai frekuensi dominan

(f0) dapat ditentukan nilai periode dominan daerah penelitian. Dari nilai

frekuensi dominan (f0) di setiap titik penelitian dapat dibuat pemodelan

sebaran nilai frekuensi dominan seperti yang ditunjukkan Gambar 15.

36
Gambar 16. Pemodelan Nilai Frekuensi Dominan (f0)

Berdasarkan pemodelan nilai frekuensi dominan pada Gambar 15,

dapat dinterpretasikan bahwa di area RSUP Unila nilai frekuensi dominan

cukup bervariasi dengan nilai minimum sebesar 0,61 Hz dan nilai

maksimum sebesar 1,3 Hz yang dibuktikan dengan data perhitungan pada

Tabel 5. dan kurva H/V dari masing-masing titik .

Mengacu pada Tabel 1 terdapat klasifikasi tanah yang menyebutkan

nilai frekuensi dibawah 2,5 Hz tersusun dari batual alluvial yang terbentuk

dari sedimentasi delta, top soil, lumpur, dan lain-lain serta ketebalan

sedimen pada permukaannya sangat tebal yaitu dengan kedalaman 30 m

atau lebih. Sehingga pada rentang nilai frekuensi dominan 0,61 Hz – 1,3

Hz dapat diketahui bahwa daerah pengukuran yang berada di area RSUP

Unila termasuk ke dalam tipe IV memiliki lapisan sedimen yang sangat

tebal (30 meter atau lebih).

37
2. Analisis Sebaran nilai amplifikasi (A0)

Hasil pengolahan data microtremor ini tidak hanya menunjukkan

nilai frekuensi dominan dari suatu titik penelitian tetapi juga memberikan

informasi mengenai amplifikasi. Amplifiksi diperoleh dari sumbu vertical

puncak kurva H/V. Nilai amplifikasi dipengaruhi oleh kecepatan

gelombang, apabila kecepatan gelombang kecil maka factor amplifikasi

semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa faktor amplifikasi

berhubungan dengan tingkat kepadatan batuan, dimana berkurangnya

kepadatan batuan akan meningkatkan nilai faktor amplifikasi. Hal ini

disebabkan oleh sedimen lunak yang memperlambat durasi gelombang

yang menjalar di daerah tersebut, sehingga terjadi goncangan terhadap

bangunan, begitu juga sebaliknya (Hartati, 2014).

Gambar 17. Pemodelan Nilai Amplifikasi

38
Berdasarkan pemodelan nilai amplifikasi di RSUP Unila pada

Gambar 16. diketahui bahwa nilai amplifikasi di area RSUP Unila yang

diperoleh berkisar 2,98 sampai dengan 5,51 yang tersebar di 10 titik

pengukuran yang dapat dibuktikan dari data perhitungan pada Tabel 5.

Zona amplifikasi tanah menurut Marjiyono (2010) dapat dibagi menjadi 4

keterangan resiko yaitu kategori resiko rendah dengan nilai amplifikasi

(0<A0<3 kali), kategori resiko sedang dengan nilai amplifikasi (3<A0<6

kali), kategori resiko tinggi dengan nilai amplifikasi (6< A0 < 9 ), dan

kategori resiko sangat tinggi dengan nilai amplifikasi (A0 > 9 ). Oleh

karena itu berdasarkan nilai perhitungan amplifikasi, dapat diketahui

bahwa faktor amplifikasi berada di zona 2 (3<A0<6) dengan katagori

resiko sedang yang mengindikasikan bahwa daerah tersebut disusun

satuan geologi yang lunak.

3. Analisis Sebaran nilai Periode Dominan (T0)

Gambar 18. Pemodelan Nilai Periode Dominan

39
Berdasarkan pemodelan nilai periode dominan pada Gambar 17.

dapat diketahui bahwa nilai periode dominan di area RSUM berkisar

antara 0,7 s sampai dengan 1,6 s. Berdasarkan acuan tabel klasifikasi tanah

menurut Kanai, periode dominan dari penelitian ini dapat diklasifikasikan

menurut jenisnya yang ditunjukkan pada Tabel 2. Klasfikasi tanah terbagi

menjadi 4 jenis yaitu jenis A dengan nilai frekuensi antara 0.05 – 0.10 s

yang mengindikasikan karakter jenis batuan sedimennya keras, jenis A

dengan nilai periode 0.10 – 0.25 s mengindikasikan karakter batuan

sedimennya sedang, jenis B dengan nilai periode 0.25 – 0.4 s

mengindikasikan karakter jenis batuan sedimennya lunak, dan jenis C

dengan nilai periode lebih dari 0.4 s mengindikasikan karakter jenis batuan

sedimennya sangat lunak. Persebaran nilai periode dominan pada area

RSUP Unila lebih dari 0,4 s.Oleh karea itu daerah tersebut merupakan

daerah dengan klasifikasi jenis C menurut Omote-Nakajima dengan

indikasi karakter jenis batuan sedimennya sangat lunak berupa Bahan

aluvial, yang terbentuk dari sedimentasi delta, topsoil, lumpur.

4. Analisis Nilai Indeks Kerentanan Tanah

Indeks kerentanan tanah merupakan nilai dari kekuatan tanah

terhadap guncangan gempa bumi. Dimana nilai indeks kerentanan tanah

ini sangat bergantung pada besarnya amplifikasi tanah suatu daerah.

Hasil analisis data microtremor dengan metode HVSR,

menghasilkan nilai indeks kerentanan tanah pada area RSUP Unila sebesar

8,0 – 56,98 (1/cm/s2). Nilai ini diperoleh dari perhitungan menggunakan

40
Persamaan 10 dengan parameternya yaitu nilai frekuensi dominan (f0)

dan amplifikasi (A).

Berdasarkan Tabel 5. dapat dilihat bahwa nilai indeks kerentanan

tanah pada 10 titik pengukuran di area RSUP Unila termasuk daerah yang

agak rentan terjadi kerusakan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa titik yang

memiliki nilai indeks diatas 20. Titik RSUM3, RSUM6, RSUM7, RSUM9

dan RSUM10 memiliki nilai indeks kerentanan tanah berkisar 6,41 s2/cm

sampai dengan 12,5 s2/cm ini tergolong kedalam daerah yang akan

mengalami sedikit kerusakan. Titik RSUM1,RSUM4, RSUM5,dan

RSUM8 memiliki nilai indeks kerentanan tanah tinggi yaitu 35,9 s2/cm

sampai dengan 56 s2/cm ini rentan mengalami kerusakan yang cukup

besar. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kekuatan struktur bangunan

yang akan dibangun di daerah RSUM1,RSUM4, RSUM5,dan RSUM8

agar tidak terjadi kerusakan dan korban saat terjadi gempa bumi.

41
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pengolahan data dan interpretasi data mikrotremor

di area Rumah Sakit Umum Pendidikan Universitas Lampung, maka

didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada percobaan ini diperoleh nilai frekuensi dominan sebesar 0,61 Hz –

1,3 Hz, nilai amplifikasi sebesar 2,9 – 5,9. nilai periode dominan sebesar

0,72 s – 1,6 s. Ketebalan lapisan pada daerah penelitian adalah sebesar 30

m.

2. Pada percobaan ini diperoleh nilai indeks kerentanan tanah sebesar 8,0

s2/cm – 56,98 s2/cm. Daerah yang tingkat kerentanan terjadinya kerusakan

rendah berada pada titik RSUM3, RSUM6, RSUM7, RSUM9 dan

RSUM10 sedangkan daerah yang kemungkinan mengalami kerusakan

cukup besar berada pada titik RSUM1,RSUM4, RSUM5,dan RSUM8.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian kerja praktik

ini adalah sebagai berikut :

1. Diperlukannya data tambahan untuk mendapat keakuratan hasil

pengolahan data.

42
2. Diperlukannya analisis lebih lanjut terhadap hasil interpretasi untuk

mengetahui karakteristik tanah yang ada diarea penelitian.

3. Diperlukannya penelitian lebih lanjut terkait tata ruang bangunan, baik dari

geotekniknya sendiri serta perancangan bangunan terhadap gempa.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ayi, V. d. (2012). Analisis Mikrotremor untuk Evaluasi Kekuatan Bangunan Studi


Kasus Gedung Perpustakaan ITS. Jurnal Sains dan Seni ITS, 52 - 26.
Daryono. (2009). Indeks kerentanan seismik berdasarkan mikrotremor pada
setiap satuan bentuk lahan di zona Graben Bantul Daerah Istimewa
Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
Daryono, S. P. (2009). Data Mikrotremor dan Pemanfaatannya untuk Pengkajian
Bahaya Gempabumi. Yogyakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika.
Dewi A, Y. (2016). Mikrozonasi Indeks Kerentanan Tanah di Kawasan Jalur
Sesar Opak Berdasarkan Pengukuran Mikrotremor. Skipri. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Hernanti, H. S. (2014). Evaluasi Kerentanan Bangunan dengan Pengujian
Mikrotremor dan Kinerja Dinamik Bangunan terhadap Gempa disertai
Metode Rehabilitasi Bangunan Rusunawa Lubuk Buaya Padang. Jurnal
Teknik Sipi, 2.
Kanai, K. (1983). Seismilogy in Engineering. Japan: Tokyo University.
Laberta S., W. N. (2013). Mikrozonasi Indeks Kerentanan Seismik berdasarkan
Analisis Mikrotremor di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Prosiding.
Mangga, S. A. (1993). Peta Geologi Lembar Tanjung Karang. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi.
Marjiyono. (2010). Estimasi Karakteristik Dinamika Tanah Dari Data
Mikrotremor Wilayah Bandung. Bandung: Thesis ITB.
Nakamura, Y. (1989). A Method for Dynamic Charateristics Estimation of
Subsurface using Microtremor on the Ground Surface. Japan: Quarterly
Report of Railwy Technical Research Institute (RTRI), Vol. 30, No.1.
Nakamura, Y. (2000). Clear Identification of Fundamental Idea of Nakamura’s
Technique Its Applications. Japan: System and Data Research.
Nashir, M. d. (2013). Karakterisasi Kekuatan Bangunan Wilayah Surabaya Jawa
Timur Menggunakan Analisis Mikrotremor. Jurnal Sains dan Seni Pomits,
1-6.

Prasetyo, W. (2010). Analisis Mikrotremor Kawasan Universitas Brawijaya


Berdasarkan Metode HVSR. Malang: Universitas Brawijaya.
Putra. (2013). Analisis Frekuensi dan Amplifikasi Mikrotremor dalam
Menentukan Tingkat Kerentanan Gempa Bumi di Daerah Candi
Prambanan dan Sekitarnya, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah.
Skripsi, Yogyakarta: UGM.
Rahmad Hamid, S. N. (2017). Percepatan Tanah Berdasarkan Data Mikroseismik
Wisata Bantir Sumowono Semarang. Unnes Physics Journal.
Rahmatullah, F. (2013). Studi Potensi Likuifaksi Berdasarkan Indeks Kerentanan
Seismik dan Percepatan Tanah Maksimum Kota Makasar. Tesis, Makasar :
Universitas Hasanuddin.
SESAME. (2004). Guidelines for The Implementation of The H/V Spectral Ratio
Technique on Ambient Vibrations Measurements, Processing and
Interpretation. European Commission – Research General Directorate
Project .
Thomson. (2006). Geology of The Oceans. Utah : Brooks/Cole Publising
Company.
Wahyuningsih, A. (2015). Mikrozonasi Indeks Kerentanan Seismic di Kawasan
Candi Ratu Boko Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: UIN.
Y.D.A, P. (2016). Analisis Frekuensi dan Amplifikasi Mikrotremor dalam
Menentukan Tingkat Kerentanan Gempa Bumi di Daerah Candi
Prambanan dan Sekitarnya, Kabupaten Klaten. Skripsi, Yogyakarta: UGM.

Anda mungkin juga menyukai