Anda di halaman 1dari 64

ANALISA KUALITAS AIR PADA SUMUR DANGKAL

(SUMUR GALI) BERDASARKAN TINGKAT


KEKERUHAN DI KECAMATAN LHOKNGA
KABUPATEN ACEH BESAR BERBASIS SIG
Halaman Judul

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan


memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Komputer

Oleh:

DEDE PUTRA NAJAMUDDIN


1208107010061

JURUSAN INFORMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
SEPTEMBER, 2016

i
PENGESAHAN

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim, Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan


ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Salawat
beriring salam penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisa
Kualitas Air Pada Sumur Dangkal (Sumur Gali) Berdasarkan Tingkat
Kekeruhan Di Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar Berbasis SIG ”.
guna memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer di
Jurusan Informatika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Syiah Kuala.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material.
Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Teuku Mohamad Iqbalsyah, S.Si, M.Sc selaku Dekan Fakultas
FMIPA Universitas Syiah Kuala.
2. Bapak Dr. Muhammad Subianto selaku ketua Jurusan Informatika FMIPA
yang telah memberi dukungan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini
hingga selesai.
3. Bapak Muzailin Affan, M.Sc., selaku dosen wali yang telah mendidik,
menginspirasi, dan terus memantau penulis dalam penyusunan Tugas
Akhir ini hingga selesai.
4. Bapak Dr. Nizamuddin, M.Info.Sc selaku dosen pembimbing I dan Bapak
Marwan. S.Si, M.T selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam
penyelesaian Tugas Akhir ini.
5. Orang tua (Ayahanda Najamuddin dan ibu tercinta Maryati dan Adikku
tersayang Dinda Maryna Najamuddin yang tak henti-hentinya memberikan
dukungan, motivasi dan doa kepada penulis dari awal masa studi hingga
penulisan Tugas Akhir ini selesai.
6. Seluruh Dosen Jurusan Informatika yang telah berkenan membagi ilmu
pengetahuan kepada penulis.
iii
7. BAPPEDA Aceh yang telah membantu dalam pengadaan data dan
Aplikasi Desktop SIG (Sistem Informasi Geografis).
8. Teman seperjuangan yang sangat teristimewa Amelia, terima kasih atas
segala dukungan, doa, dan semangat yang tidak pernah henti diberikan.
9. Teman-teman seperjuangan jurusan informatika khususnya leting 2012
Sani, Furqan, Aal, Tri, Hijria, Hendra, Rifka, Icut, Dara, Ayu, Zia dan
banyak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah menemani penulis
ketika senang maupun susah. Harapan penulis semoga tulisan ini
memberikan manfaat bagi Universitas Syiah Kuala juga bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan Tugas Akhir ini. Walaupun demikian, harapan penulis semoga tulisan
ini bisa bermanfaat bagi penulis untuk melakukan penelitian dan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.

Banda Aceh, September 2016

Dede Putra Najamuddin

iv
v
ABSTRAK

Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dalam hal sumber daya air, sebagian
besar masyarakat di Lhoknga telah menggunakan fasilitas air bersih sumur bor
dan pelayanan air bersih PDAM. Ada juga masyarakat yang menggunakan sumur
gali atau sumur dangkal sebagai sumber air bersih, salah satu alasan dari mereka
yaitu karena pelayanan air bersih dari PDAM belum sepenuhnya menjangkau
seluruh daerah di Lhoknga, sedangkan untuk sumur bor tidak memungkinkan dari
segi biaya dari masyarakat kecil. Kecamatan Lhoknga memiliki luas kecamatan
yaitu sebesar 87,95 Km2 (8,795 Ha) dengan 28 kelurahan. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk memetakan status kekeruhan air pada sumur dangkal (sumur gali)
dan menganalisasi perbandingan air menggunakan metode interpolasi Inverse
Distance Weighted (IDW) dan Kriging dalam ArcGIS. Metode yang digunakan
adalah metode Interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging.
Pendekatan yang berbeda dalam interpolasi dapat menghasilkan hasil yang
berbeda. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode interpolasi IDW
lebih akurat dalam mengestimasi nilai yang dekat dengan sampel yang tersedia
dibandingkan dengan Kriging. Walaupun demikian Kriging lebih akurat dalam
memprediksi nilai dari lokasi yang jauh dari titik sampel.
Kata Kunci: Kekeruhan, Interpolasi, Inverse Distance Weighted (IDW), Kriging

v
ABSTRACT

To cover the daily life in terms of water resources, most people in


Lhoknga sub district have been using the wellbore clean water facilities and water
services from the Regional Water Company (PDAM). But there are also people
who use wells or shallow wells as their source of clean water, one of the reasons
is because the water service from PDAM has not fully reached the whole area of
Lhoknga, while the wellbore is still unaffordable for some people, meanwhile the
wellbore is impossible for little community in term of the cost. Lhoknga sub
district has an area of 87.95 Km2 (8.795 Ha) with 28 villages. The method used is
the method of interpolation Inverse Distance Weighted (IDW) and Kriging.
Different approaches in the interpolation can produce the different result of data.
The purpose of this study was to map the status of water turbidity in shallow wells
(wells), and to analyze the comparison of water using interpolation Inverse
Distance Weighted (IDW) method and Kriging in ArcGIS. The results showed
that the IDW interpolation method is more accurate in estimating the close value
with the sample that provided compare to Kriging.
Keywords: Turbidity, Interpolation, Inverse Distance Weighted (IDW), Kriging

vi
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul.......................................................................................................... i
Pengesahan Tugas Akhir ......................................................................................... ii
Kata Pengantar ....................................................................................................... iii
Abstrak .................................................................................................................... v
Abstract .................................................................................................................. vi
Daftar Isi................................................................................................................ vii
Daftar Tabel ........................................................................................................... ix
Daftar Gambar ......................................................................................................... x
Daftar Lampiran ..................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4


2.1. Pengertian Air ...................................................................................... 4
2.2. Sumber Air ........................................................................................... 5
2.1.1. Air Hujan .................................................................................... 5
2.1.2. Air Permukaan............................................................................ 5
2.1.3. Air Tanah.................................................................................... 5
2.3. Sarana Air Bersih ................................................................................. 6
2.3.1. Sumur Gali (Sumur Dangkal) .................................................... 6
2.3.2. Sumur Bor (Sumur Dalam) ........................................................ 9
2.4. Peranan Air Dalam Kehidupan Manusia ............................................ 10
2.5. Kualitas Air ........................................................................................ 11
2.5.1. Standar Kualitas Air ................................................................. 11
2.5.2. Syarat Kualitas Air ................................................................... 11
2.6. ArcGIS ............................................................................................... 12
2.7. Interpolasi ........................................................................................... 15
2.7.1. Invesrse Distance Weighted (IDW) ......................................... 16
2.7.2. Kriging ..................................................................................... 18
2.8. TDS .................................................................................................... 22
2.9. Penelitian Terkait ............................................................................... 22

BAB III METODELOGI PENELITIAN .......................................................... 23


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 23
3.1.1. Waktu Pelaksanaan Penelitian ................................................. 23
3.1.2. Tempat Pelaksanaan Penelitian ................................................ 23
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 23
vii
3.3. Metode Penelitian ............................................................................... 25
3.3.1. Identifikasi Masalah ................................................................. 25
3.3.2. Studi Literatur .......................................................................... 26
3.3.4. Interpolasi Data ........................................................................ 26
3.3.5. Analisa Data ............................................................................. 28
3.4. Cara Kerja........................................................................................... 28
3.4.1. Interpolasi ................................................................................. 28
3.4.1. Analisa dan Perbandingan ........................................................ 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 30


4.1. Inverse Distance Weighted (IDW) ..................................................... 31
4.1.1. Parameter Power ...................................................................... 31
4.1.2. Parameter Jumlah Sampel ........................................................ 32
4.2. Kriging................................................................................................ 34

BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 42


5.1. Kesimpulan......................................................................................... 42
5.2. Saran ................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43

LAMPIRAN ......................................................................................................... 46

viii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2. 1. Pembagian kategori air menurut total zat padat yang terkandung di
dalamnya (TDS) ............................................................................... 122
Tabel 4. 1. Statistik metode IDW dengan perubahan nilai power dan Jumlah
Sampel.................................................................................................33
Tabel 4. 2. Perbandingan nilai RMSE....................................................................33
Tabel 4. 3. Statistik Metode Kriging Menggunakan Model Spherical,
Eksponensial, Gaussian, Linier dan Circular dengan Perubahan
Jumlah Sampel......................................................................................39
Tabel 4. 4. Perbandingan Nilai RMSE...................................................................40

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2. 1. Sumur Gali Tanpa Pompa Tangan.....................................................7
Gambar 2. 2. Sumur Gali Dengan Pompa Tangan...................................................9
Gambar 3. 1. TDS 3...............................................................................................23
Gambar 3. 2. Skema Kerja.....................................................................................25
Gambar 3. 3. Peta Kecamatan Lhoknga.................................................................27
Gambar 4. 1. Peta sebaran titik sumur dangkal di Kecamatan Lhoknga
Kabupaten Aceh Besar..................................................................... 30
Gambar 4. 2. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variabel
Search Radius dengan Perubahan Nilai Power ................................ 31
Gambar 4. 3. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variabel
Search Radius dengan Perubahan Nilai Sampel ............................. 32
Gambar 4. 4. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model
Spherical dengan Perubahan Nilai Sampel ...................................... 35
Gambar 4. 5. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model
Eksponensial dengan Perubahan Nilai Sampel ................................ 36
Gambar 4. 6. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model
Gaussian dengan Perubahan Nilai Sampel ...................................... 37
Gambar 4. 7. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model
Circular dengan Perubahan Nilai Sampel ........................................ 38
Gambar 4. 8. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model
Linier dengan Perubahan Nilai Sampel ........................................... 39

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Tabel Data Air Sumur Dangkal .................................................. 46
Lampiran 2. Citra Satelit Batas Kecamatan Lhoknga...................................... 49
Lampiran 3. Peta Sebaran Sumur Dangkal Kecamatan Lhoknga Kabupaten
Aceh Besar .................................................................................. 50
Lampiran 4. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variabel
Search Radius dengan Nilai Power 3 ......................................... 51
Lampiran 5. Peta Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Circular
dengan Nilai Sampel 36 ............................................................... 52

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lhoknga merupakan salah satu kecamatan di Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Kecamatan Lhoknga memiliki luas kecamatan yaitu sebesar 87,95 Km2 (8,795
Ha). Kecamatan Lhoknga berbatasan dengan sebelah utara Kecamatan Peukan
Bada, sebelah selatan Kecamatan Leupung, Sebelah Barat Samudra Indonesia dan
sebelah Timur Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Darul Kamal dan Kecamatan
Simpang Tiga.
Kecamatan Lhoknga terdiri dari 28 kelurahan yaitu Mon Ikeun, Naga
Umbang, Lambaro Kueh, Lam Ateuk, Aneuk Paya, Lampaya, Lamkruet,
Weuraya, Meunasah Lambaro, Mon Cut, Meunasah Manyang, Meunasah
Karieng, Lamgaboh, Tanjong, Kueh, Nusa, Seubun Keutapang, Seubun Ayon,
Lambaro Seubun, Meunasah Mesjid Lamlhom, Meunasah Baro, Meunasah
Mesjid Lampuuk, Meunasah Balee, Lamgirek, Meunasah Beutong, Lamcok,
Meunasah Blang, Meunasah Cut.
Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dalam hal sumber daya air,
masyarakat di Kecamatan Lhoknga sebagian besar telah menggunakan fasilitas air
bersih sumur bor dan pelayanan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), namun ada juga masyarakat yang menggunakan sumur gali atau sumur
dangkal sebagai sumber air bersih, salah satu alasan dari mereka yaitu karena
pelayanan air bersih dari PDAM belum sepenuhnya menjangkau seluruh daerah di
Kecamatan Lhoknga, sedangkan untuk sumur bor tidak memungkinkan dari segi
biaya dari masyarakat kecil.
Namun yang menjadi permasalahannya adalah masyarakat sekitar tidak
tahu apakah air sumur tersebut layak atau tidak untuk dipergunakan sebagai
sumber air bersih untuk kehidupan sehari-hari. Kehidupan di alam ini
berkepentingan kepada air. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kualitas air
sangat penting dan berpengaruh sangat besar terhadap tingkat kesehatan makhluk
hidup dan peningkatan lingkungan hidup yang sehat. Untuk menjaga kualitas dari
air tersebut, yaitu dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan mutu air yang

1
diinginkan maka perlu adanya pelestarian untuk memelihara fungsi air sehingga
kualitasnya tetap memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan.
Sering dijumpai bahwa banyak penduduk yang terpaksa memanfaatkan air
yang kurang baik kualitasnya. Tentu saja hal ini dapat mengakibatkan dampak
negatif bagi kesehatan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan
uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “ANALISA KUALITAS
AIR PADA SUMUR DANGKAL (SUMUR GALI) BERDASARKAN
TINGKAT KEKERUHAN DI KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN
ACEH BESAR BERBASIS SIG ”

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, yaitu bagaimana tingkat kekeruhan air pada sumur gali di
Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar berdasarkan Standar Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 416/MEN.KES/PER/IX/1990 dan bagaimana
menginterpolasikan seluruh lokasi Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar
menggunakan data sampel titik yang akan didapatkan di lokasi.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk memetakan status kekeruhan air pada sumur dangkal (sumur gali)
di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.
2. Untuk menganalisa perbandingan air menggunakan metode interpolasi
Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging dalam ArcGIS dari tingkat
kekeruhan air pada sumur dangkal di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten
Aceh Besar.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Bagi instansi pemerintahan/perusahaan yaitu sebagai data dokumentasi
peta sebaran kualitas air bersih dari tingkat kekeruhan di Kecamatan
Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.

2
2. Sebagai pedoman bagi instansi pendidikan yaitu sebagai bahan rujukan
atau sebagai bahan pembelajaran.
3. Sebagai media untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis
dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Air


Menurut Indarto (2010), air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan
gas (uap air). Air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di
permukaan bumi dalam wujud ketiganya tersebut. Air adalah substansi kimia
dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang
terikat secara kovalensi pada atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. Pada prinsipnya, jumlah air di alam
ini tetap dan dalam mengikuti suatu aliran yang dinamakan “Cyclus Hydrologie”.
Laut merupakan tempat penampungan air terbesar di bumi. Sinar matahari yang di
pancarkan ke bumi memanaskan suhu air di permukaan laut, danau, atau yang
terikat pada permukaan tanah. Kenaikan suhu memacu perubahan wujud air dari
cair menjadi gas, peristiwa ini dikenal sebagai proses evaporasi (evaporation).
Sedangkan air yang terperangkap di permukaan tanaman yang juga berubah
wujud menjadi gas dikenal sebagai proses transpirasi (transpiration). Air yang
menguap melalui proses evaporasi dan transpirasi selanjutnya naik ke atmosfer
membentuk uap air.
Uap di atmosfer selanjutnya menjadi dingin dan terkondensasi membentuk
awan (clouds). Awan yang terbentuk selanjutnya dibawa oleh angin mengelilingi
bumi, sehingga awan terdistribusi ke seluruh penjuru dunia. Ketika awan sudah
tidak mampu lagi menampung air, maka awan akan menyebabkan titik-titik air
yang jatuh kebumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir ke dalam tanah,
jika menjumpai lapisan rapat air, maka peresapan akan berkurang, dan sebagian
air akan mengalir di atas lapisan rapat air ini. Jika air ini keluar pada permukaan
bumi, umumnya berbentuk sungai-sungai dan jika melalui suatu tempat rendah
(cekung) maka air akan berkumpul, membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi
banyak di antaranya yang mengalir ke laut kembali dan kemudian akan mengikuti
siklus hidrologi ini. (Indarto, 2010:5)
Air merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan
untuk melarutkan banyak zat kimia, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa

4
jenis gas dan banyak macam molekul organik sehingga air disebut sebagai pelarut
universal. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di
bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat
dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan)
dengan sebuah ion hidroksida (OH-) (Hanafiah, A.K., 2004:99).

2.2. Sumber Air


Untuk keperluan air minum, rumah tangga dan industri, secara umum
dapat digunakan sumber air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur,
dan air hujan yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas racun, atau kuman-
kuman yang berbahaya bagi kesehatan. Menurut Harmayani. K. D dan
Konsukartha. I. G. M, (2007), sumber air yang dapat kita manfaatkan pada
dasarnya digolongkan sebagai berikut :

2.1.1. Air Hujan


Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni yang
ketika turun dan melalui udara akan melalui benda-benda yang terdapat di udara,
di antara benda-benda yang terlarut dari udara tersebut adalah: gas O2, CO2, N2,
juga zat-zat renik dan debu.

2.1.2. Air Permukaan


Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengaliran.
Dibandingkan dengan sumber lain air permukaan merupakan sumber air yang
tercemar berat. Keadaan ini terutama berlaku bagi tempat-tempat yang dekat
dengan tempat tinggal penduduk. Hampir semua air buangan dan sisa kegiatan
manusia dilimpahkan kepada air atau dicuci dengan air, dan pada waktunya akan
dibuang ke dalam badan air permukaan

2.1.3. Air Tanah


Sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi akan menyerap ke
dalam tanah dan akan menjadi air tanah. Air tanah adalah air yang tersimpan
/tertangkap di dalam lapisan batuan yang mengalami pengisian/penambahan
secara terus menerus oleh alam.

5
2.3. Sarana Air Bersih
2.3.1. Sumur Gali (Sumur Dangkal)
Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas
dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah- rumah
perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan
tanah. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif
dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi
melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran
manusia kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena
lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air. Dari segi kesehatan
sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara pembuatannya tidak
benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan ini dapat dipenuhi
dengan memperhatikan syarat-syarat fisik (Notoatmodjo, 2003).
Syarat konstruksi pada sumur gali tanpa pompa meliputi dinding sumur,
bibir sumur, lantai sumur, serta jarak dengan sumber pencemar. Sumur gali sehat
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Syarat Lokasi atau Jarak


Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah
jarak sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah (cesspool, seepage
pit), dan sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut tergantung pada
keadaan serta kemiringan tanah.
a. Lokasi sumur pada daerah yang bebas banjir.
b. Jarak sumur >11 meter dari sumber pencemaran seperti kandang ternak,
tempat sampah, dan sebagainya. Selain itu konstruksinya dibuat lebih
tinggi dari sumber pencemaran (Chandra, 2007).

6
1. Dinding sumur/pipa beton
2. Batu koral
3. Permukaan air
4. Alas/lantai sumur
5. Katrol
6. tali
7. Timba
8. Saluran Pembuangan

. Gambar 2.1. Sumur Gali Tanpa Pompa Tangan


(Sumber: http://inspeksisanitasi.blogspot.co.id/2009/08/sumursehat.html )

2. Dinding Sumur Gali


a. Jarak kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur gali harus
terbuat dibuat dari tembok yang kedap air (disemen). Hal tersebut
dimaksudkan agar tidak terjadi perembesan air / pencemaran oleh bakteri
dengan karakteristik habitat hidup pada jarak tersebut. Selanjutnya pada
kedalaman 1,5 meter dinding berikutnya terbuat dari pasangan batu bata
tanpa semen, sebagai bidang perembesan dan penguat dinding sumur
(Entjang, 2000).
b. Pada kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur harus dibuat
dari tembok yang tidak tembus air, agar perembesan air permukaan yang
telah tercemar tidak terjadi. Kedalaman 3 meter diambil karena bakteri pada
umumnya tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut. Kira-kira 1,5

7
meter berikutnya ke bawah, dinding ini tidak dibuat tembok yang tidak
disemen, tujuannya lebih untuk mencegah runtuhnya tanah (Azwar, 1995).
c. Dinding sumur bisa dibuat dari batu bata atau batu kali yang disemen. Akan
tetapi yang paling bagus adalah pipa beton. Pipa beton untuk sumur gali
bertujuan untuk menahan longsornya tanah dan mencegah pengotoran air
sumur dari perembesan permukaan tanah. Untuk sumur sehat, idealnya pipa
beton dibuat sampai kedalaman 3 meter dari permukaan tanah. Dalam
keadaan seperti ini diharapkan permukaan air sudah mencapai di atas dasar
dari pipa beton (Entjang, 2000).
d. Kedalaman sumur gali dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang
mengandung air cukup banyak walaupun pada musim kemarau (Entjang,
2000).

3. Lantai Sumur Gali


Beberapa persyaratan konstruksi lantai sumur antara lain :
a) Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air ± 1,5 m lebarnya dari
dinding sumur. Dibuat agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas
permukaan tanah, bentuknya bulat atau segi empat.
b) Lantai sumur dibuat dari pasangan bata/batu belah diplester dengan
adukan 1 PC : 2 PS atau beton tumbuk 1 PC : 3 PS : 5 kerikil.

4. Saluran Pembuangan Air Limbah


Saluran Pembuangan Air Limbah dari sekitar sumur, dibuat dari pasangan
bata diplester adukan 1 PC : 3 PS. Panjang saluran pembuangan air limbah
(SPAL) sekurang-kurangnya 10 m. Sedangkan pada sumur gali yang dilengkapi
pompa, pada dasarnya pembuatannya sama dengan sumur gali tanpa pompa, tapi
air sumur diambil dengan mempergunakan pompa. Kelebihan jenis sumur ini
adalah kemungkinan untuk terjadinya pengotoran akan lebih sedikit disebabkan
kondisi sumur selalu tertutup.

5. Kebersihan lingkungan sekitar sumur


Kebersihan sekitar sumur merupakan hal yang sangat penting sehingga
tidak menimbulkan gangguan kesehatan serta menurunkan nilai estetika. Sumur
dangkal adalah salah satu konstruksi yang paling umum dipergunakan untuk

8
mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah-rumah perorangan sebagai
air minum. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan air tanah yang
relatif dekat dari tanah permukaan, oleh karena itu dengan mudah terkontaminasi
melalui rembesan (Kusnoputranto, 2000).

1. Pompa Tangan
2. tutup sumur
3. lubang pemeriksaan
4. Lantai sumur
5. Dinding sumur
6. Koral

Gambar 2.2. Sumur Gali Dengan Pompa Tangan


(Sumber: http://inspeksisanitasi.blogspot.co.id/2009/08/sumursehat.html )

2.3.2 Sumur Bor (Sumur Dalam)


Dengan cara pengeboran, lapisan air tanah yang lebih dalam ataupun
lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai sehingga sedikit
dipengaruhi kontaminasi. Umumnya air ini bebas dari pengotoran mikrobiologi
dan secara langsung dapat dipergunakan sebagai air minum. Air tanah ini dapat
diambil dengan pompa tangan maupun pompa mesin (Notoatmodjo, 2003).

9
2.4. Peranan Air Dalam Kehidupan Manusia
Semua makhluk hidup memerlukan air, karena air merupakan kebutuhan
dasar bagi kehidupan. Tidak satu pun kehidupan yang ada di dunia ini dapat
berlangsung terus tanpa tersedianya air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan
akan air ini amat mutlak, karena sebenarnya zat pembentuk tubuh manusia
sebagian besar terdiri dari air, yang jumlahnya sekitar 73 % dari bagian tubuh
tanpa jaringan lemak. Tubuh manusia sebagian terdiri dari air, berkisar 50-70%
dari seluruh berat badan. Jika tubuh tidak cukup mendapat air atau kehilangan air
hanya sekitar 5% dari berat badan (pada anak besar dan dewasa) maka keadaan ini
dapat menyebabkan dehidrasi berat. Sedangkan kehilangan air untuk 15 % dari
berat badan dapat menyebabkan kematian. Karenanya orang dewasa perlu minum
minuman 1,5-2 liter air sehari atau 2200 gram setiap harinya (Soemirat, 2000).
Kegunaan air bagi tubuh manusia antara lain untuk proses pencernaan,
metabolisme, mengangkat zat-zat makanan dalam tubuh, mengatur keseimbangan
suhu tubuh dan menjaga tubuh jangan sampai kekeringan. Air yang dibutuhkan
oleh manusia untuk hidup sehat harus memenuhi syarat kualitas. Disamping itu
harus pula dapat memenuhi secara kuantitas (jumlahnya). Diperkirakan untuk
kegiatan rumah tangga yang sederhana paling tidak membutuhkan air sebanyak
100 L/orang/hari. Angka tersebut misalnya untuk :
a) Berkumur, cuci muka, sikat gigi, wudhu : 20L/orang/hari
b) Mandi/mencuci pakaian dan alat rumah tangga : 45L/orang/hari
c) Masak, minum : 5L/orang/hari
d) Menggelontor : 20L/orang/hari
e) Mengepel, mencuci kendaraan : 10L/orang/hari

Jumlah air untuk keperluan rumah tangga per hari per kapita tidaklah sama
untuk tiap negara. Pada umumnya, dapat dikatakan pada negara-negara yang
sudah maju, jumlah pemakaian air per hari per kapita lebih besar dari pada negara
berkembang. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air sangat bervariasi
sehingga rata-rata pemakaian air per orang per hari berbeda untuk satu negara
dengan negara lainnya, satu kota dengan kota lainnya, satu desa dengan desa
lainnya (Soemirat, 2000).

10
2.5. Kualitas
Menurut Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 ada beberapa cara
melihat kualitas dari air yaitu :
2.5.1. Standar Kualitas Air
Kualitas Air adalah Karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan tertentu dari sumber – sumber air. Dengan adanya standar kualitas
air, orang dapat mengukur kualitas dari berbagai macam air. Setiap jenis air dapat
diukur konsentrasi kandungan unsur yang tercantum di dalam standar kualitas,
dengan demikian dapat diketahui syarat kualitasnya, dengan kata lain standar
kualitas dapat digunakan sebagai tolak ukur. Standard kualitas air bersih dapat
diartikan sebagai ketentuan-ketentuan berdasarkan standar kualitas air minum
yang biasanya dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang
menunjukkan persyaratan–persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak
menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta gangguan
dalam segi estetika.
2.5.2. Syarat Kualitas Air
Persyaratan air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air
yang mempunyai kualitas yang baik sebagai sumber air minum maupun air baku
(air bersih), antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik, tidak berbau,
tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna. Adapun sifat-sifat air secara fisik
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah kekeruhan.
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak
partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur
dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat,
lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang
tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan
dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan
mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan
mengurangi efektivitas usaha desinfeksi.
Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium
dengan metode pengukuran melalui alat tes laboratorium yang di namakan TDS 3.

11
Untuk standar air bersih kekeruhan yang diperbolehkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Pembagian kategori air dari tingkat kekeruhan yang terkandung di
dalamnya (TDS)
No Skala (TDS) Keterangan
>500 ppm berbahaya bagi kesehatan
1 140-500 ppm air biasa atau air bersih
2 40 - 140 ppm air minum yang sangat segar dan menyehatkan (organik)
3 1 - 40 ppm air demineralized
4 0 ppm air murni
Sumber : Keputusan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
416/MEN.KES/PER/IX/1990

2.6. ArcGIS
Menurut Arronof (1989), SIG adalah sistem informasi yang didasarkan
pada kerja komputer yang memasukkan, mengelola, memanipulasi dan
menganalisis data serta memberi uraian atau sistem yang dapat mendukung
pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi
lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi
tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan,
yaitu data spasial perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi.
Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris
Geographic Information System (GIS) merupakan sistem informasi khusus yang
mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi ruangan). Atau
dalam arti yang lebih sempit adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan
untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi
bereferensi geografis atau data geospasial untuk mendukung pengambilan
keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan suatu wilayah, misalnya data yang
diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database (Adam, 2012).
Menurut Eddy Prahasta (2011), ArcGIS adalah produk sistem software
yang merupakan kumpulan (terintegrasi) dari produk-produk software lainnya
dengan tujuan untuk membangun Sistem Informasi Geografi (SIG) yang lengkap.
ArcGIS merupakan software GIS yang dibuat oleh ESRI (Environmental System
12
Research Institute) yang berpusat di Redlands, California, United State of
America (USA). Software ini sangat populer dikalangan pengguna GIS dan
merupakan salah satu software GIS yang paling banyak digunakan di seluruh
dunia. ArcGIS terdiri dari beberapa Framework (sistem), di antaranya adalah
sebagai berikut.
 ArcMap merupakan aplikasi pembuat peta yang komprehensif di dalam
software ArcGIS. ArcMap digunakan untuk mengolah (membuat atau
create, menampilkan atau viewing, memilih atau query, editing,
composing serta publishing) peta.
 ArcCatalog merupakan aplikasi yang dapat membantu para pengguna
ArcGIS untuk mengorganisasi dan mengelola berbagai macam data spasial
yang digunakan dalam pekerjaan SIG. Aplikasi ini mencakup beberapa
alat bantu (tool) yang berfungsi untuk menjelajah (browsing), mengatur
(organizing), membagi (distribution) dan menyimpan (documentation)
data-data SIG.
 ArcToolbox dan Model Builder berfungsi untuk geoprocessing yang
berguna untuk manajemen data, konversi data, geocoding, analisis statistik
dan sebagainya.
 ArcScene merupakan aplikasi yang digunakan untuk mengolah dan
menampilkan peta-peta ke dalam bentuk 3D.
 AcrGlobe merupakan aplikasi yang berfungsi untuk menampilkan peta-
peta secara 3D ke dalam bola dunia dan dapat dihubungkan langsung
dengan internet.
Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat mempresentasikan dunia nyata di
atas monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat mempresentasikan dunia
nyata di atas kertas. Tetapi, sistem informasi geografis memiliki kekuatan lebih
fleksibel dari pada lembaran peta kertas. Peta merupakan representasi grafis dari
dunia nyata, objek-objek yang direpresentasikan di atas peta disebut unsur peta.
Peta menggunakan titik, garis, dan poligon, dalam mempresentasikan objek-objek
dunia nyata.

13
Menurut Nurpilihan, (2011), Fungsi analisis spasial terdiri :
1. Klasifikasi (reclassify) : fungsi ini mengklasifikasikan kembali suatu data
spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan
kriteria tertentu. Misalnya dengan menggunakan data spasial ketinggian
permukaan bumi (topografi), dapat diturunkan data spasial kemiringan
atau gradien permukaan bumi yang dinyatakan dalam persentase nilai-
nilai kemiringan. Nilai-nilai persentase kemiringan ini dapat
diklasifikasikan hingga menjadi data spasial baru yang dapat digunakan
untuk merancang perencanaan pengembangan suatu wilayah. Adapun
contoh kriteria yang digunakan adalah 0-14% untuk pemukiman; 15-29%
untuk pertanian dan perkebunan; 30-44% untuk hutan produksi, dan 45%
ke atas untuk hutan, lindung dan taman nasional. Contoh lain dan manfaat
analisis spasial kesuburan tanah dari data spasial kesuburan tanah dari data
spasial kadar air atau kedalaman air tanah, kedalaman efektif, dan
sebagainya.
2. NetWork (jaringan) : fungsi ini merujuk data spasial titik-titik (point) atau
garis-garis (lines) sebagai suatu jaringan yang tidak terpisahkan. Fungsi ini
sering digunakan, di dalam bidang-bidang transportasi dan utility
(misalnya aplikasi jaringan kabel listrik, komunikasi - telepon, pipa
minyak dan gas, air minum, saluran pembuangan). Sebagai contoh, dengan
fungsi analisis spasial network, untuk menghitung jarak terdekat antara dua
titik tidak menggunakan selisih absis dan koordinat titik awal dan titik
akhirnya. Tetapi menggunakan cara lain yang terdapat di dalam lingkup
network. Pertama, cari seluruh kombinasi jalan-jalan (segmen- segmen)
yang menghubungkan titik awal dan titik akhir yang dimaksud. Pada setiap
kombinasi, hitung jarak titik awal dan akhir dengan mengakumulasikan
jarak-jarak segmen-segmen yang membentuknya. Pilih jarak terpendek
(terkecil) dari kombinasi – kombinasi yang ada.
3. Overlay : fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data
spasial yang menjadi masukannya. Sebagai contoh, bila untuk
menghasilkan wilayah-wilayah yang sesuai untuk budi daya tanaman
tertentu (misalnya padi) diperlukan data ketinggian permukaan bumi,

14
kadar air tanah, dan jenis tanah, maka fungsi analisis spasial overlay akan
dikenakan terhadap ketiga data spasial (dan atribut) tersebut.
4. Buffering : fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk
poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi
masukannya. Data spasial titik akan menghasilkan data spasial baru yang
berupa lingkaran – lingkaran yang mengelilingi titik – titik pusatnya.
Untuk data spasial garis akan menghasilkan data spasial baru yang berupa
poligon-poligon yang melingkupi garis-garis. Demikian pula untuk data
spasial poligon akan menghasilkan data spasial baru yang berupa poligon-
poligon yang lebih besar dan konsentris.
5. 3D analyst : fungsi ini terdiri dari sub-sub fungsi yang berhubungan
dengan presentasi data spasial dalam ruang 3 dimensi. Fungsi analisis
spasial ini banyak menggunakan fungsi interpolasi. Sebagai contoh, untuk
menampilkan data spasial ketinggian, tataguna tanah, jaringan jalan dan
utility dalam bentuk model 3 dimensi, fungsi analisis ini banyak
digunakan.
6. Digital image processing : (pengolahan citra digital), fungsi ini dimiliki
oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster. Karena data spasial
permukaan bumi (citra digital) banyak didapat dari perekaman data satelit
yang berformat raster, maka banyak SIG raster yang juga dilengkapi
dengan fungsi analisis ini. Fungsi analisis spasial ini terdiri dari banyak
sub-sub fungsi analisis pengolahan citra digital. Sebagai contoh adalah sub
fungsi untuk koreksi radiometri, geometrik, filtering, clustering dan
sebagainya.

2.7. Interpolasi
Menurut Anderson (2001) interpolasi adalah suatu metode atau fungsi
matematika yang menduga nilai pada lokasi – lokasi yang datanya tidak tersedia.
Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa atribut data bersifat kontinu di dalam
ruang (space) dan atribut ini saling berhubungan (dependence) secara spasial.
Logika dalam interpolasi spasial adalah bahwa nilai titik observasi yang

15
berdekatan akan memiliki nilai yang sama atau mendekati dibandingkan dengan
nilai di titik yang lebih jauh.
Menurut Prasati dkk, (2005), Interpolasi data spasial secara khusus
bertujuan untuk interpolasi dari dua titik. Interpolasi spasial adalah prosedur
dalam memperkirakan nilai sebuah variabel lapangan yang tidak termasuk dalam
sampel penelitian dan berlokasi di dalam area yang dicakup oleh lokasi sampel
atau dalam kata – kata sederhana, diberikan dalam rangka untuk menentukan nilai
– nilai yang dihasilkan pada bagian yang tidak di sampel. Tipe interpolasi terbagi
dua:
a. Interpolasi diskret (Discrete Interpolasi) adalah interpolasi yang
menggunakan asumsi bahwa nilai di antara titik kontrol diketahui nilainya
bukan merupakan nilai yang kontinu. Tipe interpolasi diskret antara lain:
Zero-order interpolation, thiessen polygons, voronoi polygons dan
Dirichlet cells.
b. Interpolasi kontinu (Continues interpolation) adalah interpolasi dengan
menggunakan asumsi bahwa nilai di antara titik kontrol yang diketahui
nilainya adalah kontinu. Tipe interpolasi kontinu antara lain: Inverse
distance, kriging dan spline.

2.7.1. Invesrse Distance Weighted (IDW)


Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode
deterministic yang sederhana dengan mempertimbangkan titik di sekitarnya
(NCGIA, 1997). Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip
pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan
berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak
akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Asumsi yang dipakai dalam metode
IDW adalah titik yang lokasinya lebih dekat dari lokasi yang diperkirakan akan
lebih berpengaruh dari pada titik yang lebih jauh jaraknya. Oleh karena itu, titik
yang jaraknya lebih dekat diberi bobot yang lebih besar. Karena itu jarak
berbanding terbalik dengan nilai rata-rata tertimbang (weighting average) dari
titik data yang ada di sekitarnya. Efek penghalusan dapat dilakukan dengan faktor
pangkat (Johnston dkk, 2001).

16
Kerugian dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada
nilaiyang ada pada data sampel. Pengaruh dari data sampel terhadap hasil interpol
asi disebut sebagai isotropic. Dengan kata lain, karena metode ini menggunakan
rata-rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimum
atau lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak
dapat ditampilkan dari hasil interpolasi model ini. Untuk mendapatkan hasil yang
baik, sampel data yang digunakan harus rapat yang berhubungan dengan variasi
lokal. Jika sampelnya agak jarang dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar
tidak sesuai dengan yang diinginkan (Philip dan Watson, 1985).
Fungsi umum pembobotan adalah inverse dari kuadrat jarak, dan
persamaan ini digunakan pada metode Inverse Distance Weighted (IDW) dalam
formula berikut ini (Azpurua dan Ramos, 2010).

Di mana (i = 1,2,3, ... N) merupakan nilai ketinggian data yang ingin


diinterpolasi sejumlah N titik, dan bobot (weight) yang dirumuskan sebagai:

p adalah nilai positif yang dapat diubah-ubah yang disebut dengan


parameter power (biasanya bernilai 2) dan merupakan jarak dari sebaran titik
ke titik interpolasi yang dijabarkan sebagai:

√ ........................................................................ (2.3)

(x,y) adalah koordinat titik interpolasi dan ( , ) adalah koordinat untuk


setiap sebaran titik. Fungsi peubah weight bervariasi untuk keseluruhan data
sebaran titik sampai pada nilai yang mendekati nol di mana jarak bertambah
terhadap sebaran titik. Kelebihan dari metode interpolasi IDW adalah karakteristik
interpolasi dapat dikontrol dengan membatasi titik-titik masukkan yang digunakan
dalam proses interpolasi. Titik-titik yang terletak jauh dari sampel dan
diperkirakan memiliki korelasi spasial yang kecil atau bahkan tidak memiliki
korelasi spasial dapat dihapus dari perhitungan. Titik-titik yang digunakan dapat

17
ditentukan secara langsung, atau ditentukan berdasarkan jarak yang ingin
diinterpolasi. Kelemahan dari interpolasi IDW adalah tidak dapat mengintimasi
nilai di atas nilai maksimum dan di bawah minimum dari titik-titik sampel
(Pramono, 2008).

2.7.2. Kriging
Menurut Suprajitno (2005), metode kiging adalah estimasi stochastic yang
mirip dengan Inverse Distance Weighted (IDW) dimana menggunakan kombinasi
linear dari weight untuk memperkirakan nilai di antara sampel data. Metode
Kriging ditemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan
tambang. Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data
menunjukkan korelasi spasial yang penting dalam hasil interpolasi (ESRI, 1996).
Metode Kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960, untuk
menonjolkan metode khusus dalam moving average (weighted moving average)
yang meminimalkan variasi dari hasil estimasi. Metode Kriging adalah estimasi
stochastic yang mirip dengan IDW, di mana menggunakan kombinasi linear dari
weight untuk memperkirakan nilai di antara sampel data.
Kriging menghasilkan taksiran yang akan tetap mendekati nilai sampel
data yang diinterpolasi, walaupun sampel diperbesar menuju tak terhingga.
Metode estimasi ini mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
akurasi estimasi, yaitu: banyaknya sampel, posisi sampel, jarak antar sampel
dengan titik yang akan diestimasi, kontinuitas spasial dari variabel – variabel yang
terlibat dll. Dengan kata lain metode ini digunakan untuk mengintimasi besarnya
nilai karakteristik dari estimator (Z) pada titik tidak bersampel berdasarkan
informasi dari titik-titik bersampel yang berada di sekitarnya. Tujuan dari kriging
adalah menentukan nilai koefisien pembobotan 𝜆𝑖 yang meminimalkan estimasi
variansi.
Pada metode Kriging, bobot tidak hanya didasarkan pada jarak antara
ukuran dan lokasi titik prediksi tetapi juga pada keseluruhan letak titik-titik yang
diukur (ESRI, 2011). Kriging menimbang nilai yang terukur di sekitarnya untuk
memperoleh prediksi di lokasi yang tidak terukur. Point Kriging merupakan
metode mengestimasi suatu nilai dari sebuah titik pada tiap-tiap grid. Rumus
umum Kriging adalah sebagai berikut :
18

Keterangan :
= Nilai prediksi
= Nilai terukur pada lokasi pengamatan ke - i
= bobot pada lokasi ke - i
Tidak seperti metode IDW, Kriging memberikan ukuran error dan
confidence. Salah satu yang terdapat dalam metode ini adalah Ordinary Kriging,
yang di dalamnya memiliki model semivariogram yang merepresentasikan
perbedaan spasial dan nilai di antara semua pasangan sampel data. Semivariogram
dipakai untuk menentukan jarak di mana nilai-nilai data pengamatan menjadi
saling tidak tergantung atau tidak ada korelasinya. Semivariogram adalah
perangkat dasar dari geostatistik untuk visualisasi, permodelan dan eksploitasi
autokorelasi spasial dari variabel teregionalisasi. Semivariogram juga
menunjukkan bobot (weight) yang digunakan dalam interpolasi. Semivariogram
dihitung berdasarkan sampel semivariogram dengan jarak h, beda nilai z dan
jumlah sampel dan data n. Jenis kriging yang bisa dilakukan adalah dengan cara
spherical, circular, exponential, gaussian dan linear (ESRI, 1999).
Menurut Largueche (2006), metode Kriging memiliki beberapa
keunggulan, antara lain sebagai interpolator, metode Kriging memadukan korelasi
spasial antara data, hal mana tidak dilakukan oleh prosedur statistik klasik.
Keunggulan Kriging dibandingkan teknik konturisasi lainnya adalah
kemampuannya untuk menguantifikasi variansi dari nilai yang di estimasi
sehingga dapat diketahui. Metode Kriging tetap dapat digunakan meskipun tidak
ditemukan korelasi spasial antar data. Pada pengamatan yang saling bebas, proses
estimasi Kriging akan mirip dengan estimasi menggunakan analisa regresi kuadrat
terkecil. Kelemahan Kriging yaitu banyaknya metode yang membangun teknik
ini, sehingga menghendaki banyak asumsi yang jarang sekali dapat dipenuhi.
Kriging mengasumsikan data menyebar normal sementara kebanyakan data
lapangan tidak memenuhi kondisi tersebut. selain itu, semivariogram yang
dihitung untuk suatu himpunan data tidak berlaku untuk himpunan data lainnya.

19
Dengan demikian estimasi semivariogram akan sulit bila titik sampel yang
digunakan tidak mencukupi.

2.7.2.1. Ordinary kriging


Metode ordinary kriging dapat digunakan apabila data yang ada
merupakan data yang bersifat stasioner. Suatu data dikatakan memiliki sifat
stasioner apabila data tersebut tidak memiliki kecenderungan terhadap trend
tertentu. Atau dengan kata lain, apabila fluktuasi data berada disekitar suatu nilai
rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi
tersebut.

2.7.2.2. Universal Kriging


Universal kriging adalah bentuk umum dari simple kriging sebagai salah
satu cara perluasan dari metode ordinary kriging. Universal kriging merupakan
kriging dari data yang mempunyai kecenderungan trend tertentu. Metode ini tepat
jika digunakan pada nilai-nilai di titik sampel yang memang mempunyai
kecenderungan tertentu. Misalnya tebal lapisan bertambah dengan berubahnya
arah atau nilai permeabilitas yang berkurang dengan menjauhnya lokasi dari
chanel sand.

2.7.2.3. Variogram dan Semivariogram


Menurut Suprajitno, (2005), pada geostatistika, terdapat suatu perangkat
dasar dari geostatistika untuk visualisasi, permodelan dan eksploitasi autokorelasi
spasial dari variabel teregionaisasi yang biasa dikenal sebagai semivariogram,
Sedangkan semivariogram adalah setengah dari variogram, dengan simbol N.
Sesuai dengan namanya, Variogram adalah ukuran dari variansi. Variogram
digunakan untuk menentukan jarak dimana nilai-nilai data pengamatan menjadi
tidak saling tergantung atau tidak ada korelasinya. Simbol dari variogram adalah
2N. Semivariogram ini digunakan untuk mengukur korelasi spasial berupa
variansi error pada lokasi u dan lokasi u + h.

A. Spherical

*( ) ( ) + Untuk h ≤ a

Untuk h > a

20
B. Eksponensial
Pada model eksponensial terjadi peningkatan dalam semivariogram yang
sangat curam dan mencapai nilai sill secara asimtotik, dirumuskan sebagai
berikut:

* ( )+

C. Gaussian
Model Gaussian merupakan bentuk kuadrat dari eksponensial sehingga
menghasilkan bentuk parabolik pada jarak yang dekat dan dirumuskan sebagai
berikut:

* ( ) +

D. Circular

( ( ) √ )

E. Linear

( )

Keterangan:
h = jarak lokasi antar sampel
C = sill, yaitu nilai variogram untuk jarak pada saat besarnya konstan (tetap).
Nilai ini sama dengan nilai variasi data
a = range, yaitu jarak pada nilai variogram mencapai sill

2.7.3. RMSE
RMSE (Root Mean Square Error) adalah suatu angka yang menunjukkan
akurasi suatu data dalam kaitannya dengan sistem koordinat. Semakin besar nilai
RMSE maka dipastikan semakin besar pula kesalahan letak (informasi posisi)
pada data tersebut (Indrabayu dkk, 2011). Rumus umum RMSE pada penelitian
ini adalah sebagai berikut :


21
Keterangan :
= Nilai aktual kekeruhan(ppm) ke - i
= Nilai hasil kekeruhan(ppm) ke – i
n = Banyak data
Bobot ini tidak hanya didasarkan pada jarak antara titik yang diukur dan
lokasi prediksi, tetapi juga penataan ruang keseluruhan di antara poin yang diukur
dan juga menggunakan pengaturan tata ruang dari berat. Untuk memberikan
prediksi akurat pada model, nilai dari Root Mean Square Error (RMSE) harus
mendekati 0, dan sebaran data yang diprediksi tidak bias. Jika standar
kesalahannya akurat dan nilai prediksi RMSE kecil, maka nilai yang diprediksi
harus dekat dengan nilai yang diukur (Chaidir, 2012). RMSE paling sering
digunakan untuk membandingkan akurasi antara 2 atau lebih model dalam analisis
spasial. Semakin kecil nilai RMSE suatu model menandakan semakin akurat
model tersebut (ESRI, 2011).

2.8. TDS
TDS (Total Dissolved Solids) atau ” Padatan Terlarut ” mengacu pada
setiap mineral, garam, logam, kation atau anion yang terlarut dalam air. Ini
mencakup apa pun yang ada dalam air selain molekul air murni ( H20 ) dan
limbah padat. ( Limbah padat adalah partikel / zat yang tidak larut dan tidak
menetap dalam air, seperti bulir kayu dll).
Secara umum, total konsentrasi padatan terlarut adalah jumlah antara ion
kation ( bermuatan positif ) dan anion ( bermuatan negatif ) dalam air. Parts per
Million (ppm) adalah rasio berat ke berat dari setiap ion ke air (MultiMeterDigital,
2016).
2.9. Penelitian Terkait
Merujuk terhadap judul penelitian yang diangkat terdapat beberapa dasar
teori maupun metode seperti penelitian yang dilakukan oleh Putri Rizka Mastura
Jurusan Informatika Universitas Syiah Kuala tahun 2015 dengan judul “Analisa
Perbandingan Metode Interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging
dalam ArcGIS Untuk Pemetaan Salinitas Air Di Kota Banda Aceh”. Penelitian ini
menggunakan metode Interpolasi (Mastura, 2015).

22
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


3.1.1. Waktu Pelaksanaan Penelitian
Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini selama kurang lebih 7 bulan
mulai dari bulan Februari sampai bulan September 2016.
3.1.2. Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh
Besar, Provinsi Aceh dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium SIG dan
Data Spasial Jurusan Informatika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Syiah Kuala.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Perangkat Keras
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Laptop ASUS X450J
b. Printer
c. GPS
d. TDS 3
TDS 3 ini digunakan sebagai alat cek kemurnian air dan kadar
mineral yang ideal untuk semua aplikasi pemurnian air seperti pengecekan
air sumur dangkal. Alat ini bisa kita lihat pada gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3.1. TDS 3

23
3.2.2. Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Software ArcGIS
b. Microsoft Word dan Excel
c. Peta administrasi batas wilayah Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh
Besar.

24
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan skema kerja seperti yang ditunjuk pada
Gambar 3.2 berikut.

Gambar 3.2. Skema Kerja

3.3.1. Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah merupakan langkah awal untuk menjabarkan apa saja
masalah, tujuan, dan manfaat dari penelitian ini. Tujuannya untuk
mengidentifikasi masalah yang akan diangkat menjadi tema penelitian, latar
belakang, objek penelitian, serta merumuskan cara memecahkan permasalahan
tersebut.

25
3.3.2. Studi Literatur
Studi Literatur yaitu pengumpulan referensi baik buku, jurnal, maupun
artikel yang terkait dengan penelitian. Studi Literatur dilakukan untuk
mendapatkan konsep teoritis yang berhubungan dalam metode penelitian yang
dapat membantu pemecahan masalah dan menyusun dasar teori yang digunakan
dalam penelitian.
3.3.3. Pengumpulan Data
Cara memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terbagi dua
jenis yaitu data primer dan data sekunder:
3.3.3.1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung didapatkan atau
dikumpulkan dari lapangan, yaitu berupa data hasil survei dan observasi di
lapangan. Pengambilan data dilakukan dengan tinjauan langsung ke setiap
desa pada Kecamatan Lhoknga dan daerah yang ditinjau ditetapkan
melalui Google Maps secara acak untuk mengetahui koordinat pada titik –
titik sumur dangkal tersebut agar terposisi pada proses pemetaan dan
menganalisis langsung tingkat kekeruhan air pada sumur dangkal setiap
desa dengan cara mengukur parameter air menggunakan TDS 3.
3.3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dibutuhkan untuk membangun
sebuah peta yaitu data spasial yang didapat dari kantor BAPPEDA Aceh
Besar dan juga beberapa data yang lain yang dibutuhkan dan dianggap
penting pada saat pengolahan data dan analisa data dilakukan.
3.3.4. Interpolasi Data
Dalam interpolasi data, data yang memiliki jarak yang berdekatan
diasumsikan memiliki nilai yang mirip atau sama. Sebelum dilakukannya
interpolasi data maka harus dilakukan terlebih dahulu digitasi. Berikut adalah
gambaran Kecamatan Lhoknga yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

26
Gambar 3.3. Peta Kecamatan Lhoknga

Digitasi adalah proses mengonversi obyek geografis dari peta analog atau
cetak ke format digital. Proses digitasi bertujuan untuk menghasilkan data baru
dalam bentuk, data vektor, yaitu dalam bentuk shapefile. Sebelum melakukan
digitasi di ArcMap, terlebih dahulu dibuat shapefile atau feature class kosong
yang akan menampung data hasil digitasi. Shapefile atau feature class ini dibuat
melalui ArcCatalog.
Interpolasi merupakan salah satu menu yang disediakan ArcToolbox pada
software ArcGIS, yang memiliki kemampuan mencari nilai di antara beberapa
titik data yang telah diketahui. Metode Interpolasi yang digunakan yaitu metode
Inverse Distance Weighted (IDW) dan Krigging.
Pada Metode IDW dilakukan variasi dua parameter dengan search radius
optional-nya variabel, yang berarti radius akan berubah sesuai sampel yang akan

27
didapat dari survei nanti agar dapat mencakup jumlah sampel yang digunakan
untuk interpolasi. Pada Metode Kriging terdapat variasi parameter semivariogram
dengan perubahan nilai sampel. Adapun variasi semivariogramnya yaitu
Spherical, Eksponensial, Gaussian, Circular dan Linier (Mastura, 2015).

3.3.5. Analisa Data


Setelah melakukan survei di lapangan, maka data yang ada dikumpulkan
dan diolah kemudian dianalisis untuk memperoleh kesimpulan yang sesuai
dengan kondisi aktual yang ada di lokasi survei. Tahapan analisis data yang
dilakukan adalah dengan mengelola data dari hasil tinjauan lokasi dan
pengumpulan data yang terkait dengan masalah kualitas air pada sumur dangkal
kemudian dikelola ke dalam program Microsoft Excel, untuk mengetahui tingkat
kualitas sumur dangkal yang ada di Kabupaten Aceh Besar.

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Interpolasi
Interpolasi merupakan salah satu menu yang disediakan ArcToolbox pada
software ArcGIS, yang memiliki kemampuan mencari nilai di antara beberapa
titik data yang telah diketahui. Metode Interpolasi yang digunakan yaitu metode
Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging. Pada Metode IDW dilakukan
variasi dua parameter dengan search radius optional nya variabel, yang berarti
radius akan berubah sesuai sebaran sampel agar dapat mencakup jumlah sampel
yang digunakan untuk interpolasi. Pertama adalah power dengan nilai power 0.5,
1, 2 dan 3. Adapun yang kedua adalah jumlah titik sampel terdekat yang akan
digunakan untuk melakukan interpolasi, variasi jumlah titik sampel yang
digunakan adalah 6, 12, 18 dan 24. Ilustrasi penentuan metode interpolasi,
perubahan nilai power dan jumlah sampel pada metode IDW.
Pada metode Kriging terdapat variasi parameter semivariogram dengan
perubahan nilai sampel. Adapun variasi semivariogram nya yaitu Spherical,
Eksponensial, Gaussian, Circular dan Linier. Nilai sampel yang digunakan 6, 12,
18 dan 24.

28
3.4.1. Analisa dan Perbandingan
Analisa pada penelitian ini dilakukan dengan melihat perbandingan
metode Interpolasi IDW dan Kriging. Kedua metode ini nantinya akan
dibandingkan berdasarkan kekeruhan (ppm). Dengan melihat perbedaan output
peta yang dihasilkan dan perbandingan nilai RMSE dari setiap metode. Kemudian
menyimpulkan metode mana yang baik digunakan dan lebih akurat dalam
pengukuran. Cara mencari nilai RMSE dengan Extract multi value by point yang
terdapat dalam ArcGIS, guna mengambil nilai yang telah diinterpolasi.
Kemudian selisih nilai kekeruhan (ppm) dari data sampel yang digunakan
untuk interpolasi dikurangi dengan kekeruhan (ppm) hasil interpolasi dengan
menggunakan field calculator dan hasilnya yang didapatkan dikuadratkan lagi.
Hasil yang telah dikuadratkan kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan
rata-rata dari nilai error kuadrat, selanjutnya hasil rata-rata diakarkan secara
manual menggunakan alat calculator. Dalam mencari nilai RMSE pada 107 data
yang tergabung dalam satu tabel atribut digunakan selected by atribut, guna
mendapatkan data yang telah dipisahkan.

29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada proses penelitian ini saya lakukan dengan cara menginterpolasikan


data sampel air dengan tingkat kekeruhan(ppm) pada sumur dangkal yang saya
cari langsung di beberapa sumur di daerah kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh
Besar. Dalam pengujian ini data sampel yang saya ambil 107 titik di mana ada
daerah yang airnya bagus dan tidak bagus. Semua sebaran sumur dangkal bisa
dilihat di Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4. 1. Peta sebaran titik sumur dangkal di Kecamatan Lhoknga Kabupaten


Aceh Besar

Interpolasi ini saya lakukan dengan dua metode yaitu Inverse Distance
Weighted (IDW) dan Kriging, yang berguna untuk mendapatkan seluruh sebaran
kekeruhan yang ada di Kecamatan Lhoknga. Setelah semuanya selesai dilakukan
perbandingan hasil dari kedua metode tersebut dimana melihat akurasi dari nilai
RMSE dan output peta yang dihasilkan nantinya.

30
4.1 Inverse Distance Weighted (IDW)

Dalam interpolasi saya menggunakan metode Inverse Distance Weighted


(IDW), di mana ada variasi pada parameter power dan jumlah sampel. Maka hasil
yang diperoleh pun akan berbeda-beda.

4.1.1 Parameter Power


Power digunakan untuk menentukan pentingnya nilai sampel data pada
perhitungan interpolasi. Dengan mengubahnya nilai power maka interpolasi bisa
berubah dari interpolasi lokal menjadi interpolasi global. Nilai power yang saya
gunakan pada perhitungan ini adalah 0.5, 1, 2, 3, dengan parameter tetap yaitu 30.
Untuk penentuan nilai power kita harus menggunakan nilai yang positif dan
beberapa nilai power ini gunanya untuk melihat perbedaan yang dihasilkan.

Pada Gambar 4.2 terlihat jelas bahwa semakin tinggi nilai power, maka
wilayah di sekitar titik sampel terlihat semakin terpusat dan membesar. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Philip dan Watson, 1985), bahwa nilai power pada
interpolasi IDW ini menentukan pengaruh terhadap titik-titik yang dimasukkan, di
mana pengaruh akan lebih besar pada titik-titik yang lebih dekat sehingga
menghasilkan permukaan yang lebih bagus. Hasil perubahan nilai power dapat
dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4. 2. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variabel Search


Radius dengan Perubahan Nilai Power

31
4.1.2 Parameter Jumlah Sampel
Dalam pengujian ini jumlah sampel data yang saya gunakan hanya 36 dan
48 dengan power tetap yaitu 2. Sampel data di sini adalah titik-titik yang nilainya
digunakan untuk memperkirakan nilai baru suatu lokasi menurut persamaan (2-1).
Sebagai contohnya jumlah sampel yang diinputkan adalah 12, maka 12 titik
sampel terdekat dengan lokasi yang digunakan dalam perhitungan. Sesuai dengan
pernyataan (Watson dan Philip, 1985), bahwa metode IDW menggunakan rata-
rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimal atau
lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak dapat
ditampilkan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang digunakan
harus rapat yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika sampelnya agak jarang
dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan yang
diinginkan.
Pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa sebaran kekeruhan air dengan
menggunakan metode IDW dengan jumlah sampel yang berbeda-beda dengan
power tetap yaitu 2, terlihat apabila nilai sampel data semakin besar mendekati
seluruhnya maka yang dihasilkan perubahan makin bagus, hasil perubahan sampel
data bisa dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini.

Gambar 4. 3. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variabel Search


Radius dengan Perubahan Nilai Sampel

32
Nilai pada tingkat kekeruhan (ppm) pada sumur dangkal yang mencakup
nilai maksimal dan minimal dari sel raster yang dihasilkan menggunakan metode
IDW dengan variable search radius dan perubahan nilai power serta jumlah
sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada tabel terlihat bahwa tidak ada nilai
interpolasi yang negatif atau terlalu besar. Nilai minimal pada power 2 sama
dengan nilai minimal pada sampel yang digunakan untuk interpolasi. Sedangkan
nilai maksimal pada kedua power tersebut berbeda tipis dari nilai sampel. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa berubah nilai power tidak berubah secara
drastis hasil interpolasi. Nilai hasil interpolasi masih dalam kisaran sampel data.
Pada parameter jumlah sampel, nilai minimal pada setiap jumlah sampel
masukkan beda dengan nilai minimal pada sampel yang digunakan untuk
interpolasi, ini disebabkan karena saya untuk nilai power tetap memasukkan
jumlah sampel 30. Sedangkan nilai maksimal pada setiap sampel masukkan
tersebut berbeda tipis dari nilai sampel yang digunakan untuk interpolasi. Oleh
karena itu dapat dinyatakan bahwa dengan berubah jumlah nilai sampel data tidak
memiliki efek yang berarti dalam proses interpolasi.

Tabel 4.1. Statistik metode IDW dengan perubahan nilai power dan Jumlah
Sampel
IDW
Power Data Sampel Data Uji Jumlah
Max Min Max Min Sampel Max Min Min Min
0,5 225,983 108,812 189,847 113,066 12 365,799 63,653 286,704 73,329
1 274,060 91,680 181,590 105,577 24 355,778 63,791 265,788 73,840
2 355,556 63,831 262,233 73,984 36 106,703 1,521 95,536 8,860
3 355,556 63,831 262,233 73,984 48 354,982 63,88 252,236 74,148

Perbandingan nilai RMSE dari 107 data yang digunakan untuk interpolasi
kekeruhan (ppm) dengan metode IDW dan nilai RMSE dari 53 data yang
digunakan untuk pengujian akurasi dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perbandingan nilai RMSE


IDW
Parameter Power Parameter Jumlah Sampel
Data Data Uji Jumlah Data Sampel Data Uji
Power Sampel sampel
0,5 37,039 87,935 12 4,326 95,176
1 23,781 88,994 24 4,052 94,474
2 4,084 94,471 36 101,434 137,043
3 4,084 94,471 48 4,185 94,042
33
Pada tabel terlihat bahwa nilai RMSE terkecil dari data sampel yaitu 4,084
diperoleh pada interpolasi IDW dengan nilai power 2 dan 3. Namun demikian
nilai RMSE dari 53 data yang digunakan untuk pengujian akurasi tidak begitu
kecil, yaitu sebesar 87,935 untuk nilai power sama dengan 0,5. Dilihat dari tingkat
akurasi pada 107 data yang diuji menggunakan metode IDW dengan perubahan
jumlah sampel, maka interpolasi IDW dengan menggunakan 24 sampel
memberikan RMSE yang paling kecil dibandingkan jika menggunakan jumlah
sampel lainnya yaitu 4,052. Walaupun demikian nilai RMSE terkecil dari 53 data
yang digunakan untuk pengujian akurasi yaitu 94,042, yang diperoleh pada
jumlah sampel sama dengan 48.
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa hasil interpolasi IDW pada lokasi
titik sampel mengikuti jumlah sampel. Akurasi meningkat dengan meningkatnya
nilai power. Hal ini sesuai dengan pendapat (Chaidir, 2012), untuk memberikan
prediksi akurat, nilai dari Root Mean Square Error (RMSE) mendekati 0.
Semakin besar nilai RMSE maka dipastikan semakin besar pula kesalahan letak
informasi posisi pada data tersebut. Metode IDW kurang baik dalam memprediksi
nilai selain sampel. Hal ini terlihat dari nilai RMSE yang cenderung besar yaitu
lebih dari 0.5.
Dari kedua variasi parameter power dan jumlah sampel diatas, dapat
dinyatakan bahwa parameter power lebih berpengaruh dalam ketepatan hasil
interpolasi data kekeruhan dengan menggunakan metode IDW dari pada
parameter jumlah sampel. Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan Root Mean
Square Error (RMSE) yang terdapat dalam setiap variasi parameter. Oleh karena
itu untuk mengukur tingkat kekeruhan dengan menggunakan metode IDW,
parameter power dapat diterapkan karena parameter power memiliki kesalahan
lebih kecil dibandingkan parameter jumlah sampel.

4.2. Kriging

Pada interpolasi ini menggunakan metode kriging, dilakukan variasi


parameter semivariogram dengan perubahan jumlah sampel, berikut ini variasi
yang saya gunakan yaitu Spherical, Eksponensial, Gaussian, Circular dan Linier.

34
4.2.1. Parameter Model Semivariogram

Dari beberapa model di atas, masing-masing diuji berdasarkan jumlah


sampel untuk menentukan nilai RMSE yang terkecil, sehingga membentuk sebuah
peta kontur. Nilai sampel yang digunakan dalam pengujian yaitu 12, 24, 36, 48.

1. Spherical

Gambar 4. 4. menunjukkan bahwa peta sebaran kekeruhan (ppm) yang ada


di Kecamatan Lhoknga menggunakan metode kriging dengan model
semivariogram Spherical dan sampel yang digunakan 12, 24, 36 dan 48. Dari
gambar tersebut bisa kita lihat semakin besar nilai sampel maka gambar peta yang
dihasilkan semakin halus dan rapi, tidak ada nilai yang terpusat membentuk
lingkaran seperti percobaan sebelumnya (IDW). Hasil perubahannya dapat dilihat
pada Gambar 4. 4.

Gambar 4. 4. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model


Spherical dengan Perubahan Nilai Sampel

2. Eksponensial
Gambar 4. 5. menunjukkan bahwa peta sebaran kekeruhan (ppm) yang ada
di Kecamatan Lhoknga menggunakan metode kriging dengan model
semivariogram Eksponensial dan sampel yang digunakan 12, 24, 36 dan 48. Dari
gambar tersebut bisa kita lihat semakin besar nilai sampel maka gambar peta yang
35
dihasilkan semakin halus dan rapi, tidak ada nilai yang terpusat membentuk
lingkaran seperti percobaan sebelumnya (IDW). Hasil perubahannya dapat dilihat
pada Gambar 4. 5.

Gambar 4. 5. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model


Eksponensial dengan Perubahan Nilai Sampel

3. Gaussian

Gambar 4. 6. menunjukkan bahwa peta sebaran kekeruhan (ppm) yang ada


di Kecamatan Lhoknga menggunakan metode kriging dengan model
semivariogram Gaussian dan sampel yang digunakan 12, 24, 36 dan 48. Dari
gambar tersebut bisa kita lihat semakin besar nilai sampel maka gambar peta yang
dihasilkan semakin halus dan rapi, tidak ada nilai yang terpusat membentuk
lingkaran seperti percobaan sebelumnya (IDW). Hasil perubahannya dapat dilihat
pada Gambar 4. 6.

36
Gambar 4. 6. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model
Gaussian dengan Perubahan Nilai Sampel

4. Circular
Gambar 4. 7. menunjukkan bahwa peta sebaran kekeruhan (ppm) yang ada
di Kecamatan Lhoknga menggunakan metode kriging dengan model
semivariogram Circular dan sampel yang digunakan 12, 24, 36 dan 48. Dari
gambar tersebut bisa kita lihat semakin besar nilai sampel maka gambar peta yang
dihasilkan semakin halus dan rapi, tidak ada nilai yang terpusat membentuk
lingkaran seperti percobaan sebelumnya (IDW). Hasil perubahannya dapat dilihat
pada Gambar 4. 7.

37
Gambar 4. 7. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model
Circular dengan Perubahan Nilai Sampel

5. Linear

Gambar 4. 8. menunjukkan bahwa peta sebaran kekeruhan (ppm) yang ada


di Kecamatan Lhoknga menggunakan metode kriging dengan model
semivariogram Linier dan sampel yang digunakan 12, 24, 36 dan 48. Dari gambar
tersebut bisa kita lihat semakin besar nilai sampel maka gambar peta yang
dihasilkan semakin halus dan rapi, hanya saja warna yang di hasilkan agak
berbeda dan bentuk peta yang dihasilkan tidak sempurna. Hasil perubahannya
dapat dilihat pada Gambar 4. 8.

38
Gambar 4. 8. Peta Hasil Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Linier
dengan Perubahan Nilai Sampel

Nilai pada tingkat kekeruhan (ppm) pada sumur dangkal yang mencakup
nilai maksimal dan minimal dari sel raster yang dihasilkan menggunakan metode
Kriging dengan beberapa model variasi semivariogram yaitu Spherical,
Eksponensial, Gaussian, Circular dan Linear dengan perubahan sampel dapat
dilihat pada Tabel 4.3. Pada tabel terlihat dari nilai maksimal dan minimal dari
interpolasi mendekati dengan nilai sampel dari data.

Tabel 4.3. Statistik Metode Kriging Menggunakan Model Spherical,


Eksponensial, Gaussian, Linier dan Circular dengan Perubahan Jumlah Sampel.
Kriging
Spherical Gaussian Exponensial
Jumlah Data Sampel Data Uji Data Sampel Data Uji Data Sampel
Sampel Max Min Max Min Max Min Max Min Max Min
12 291,281 101,737 264,190 104,793 274,,339 105,843 261,372 108,883 106,542 1,560
24 280,829 101,699 250,059 104,678 262,838 110,758 248,022 109,111 316,663 80,590
36 106,703 1,521 251,139 104,882 262,020 110,932 249,054 107,351 316,283 80,749
48 278,212 101,831 247,911 104,867 259,451 110,912 245,672 111,721 315,317 80,728

39
Exponensial Linier Circular
Data Uji Data Sampel Data Uji Data Sampel Data Uji
Max Min Max Min Max Min Max Min Max Min
104,170 2,442 284,120 104,682 260,339 109,441 287,851 103,769 262,643 107,033
244,286 84,583 270,324 104,430 243,796 109,798 276,884 103,561 248,497 106,814
245,213 84,982 280,262 101,841 251,139 104,882 276,301 103,695 249,691 106,988
242,035 84,298 267,308 104,546 241,691 109,876 274,119 103,683 246,447 106,972

Perbandingan nilai RMSE dari 107 data yang digunakan untuk interpolasi
kekeruhan (ppm) menggunakan metode Kriging dengan beberapa model variasi
semivariogram yaitu Spherical, Eksponensial, Gaussian, Circular dan Linier dan
nilai RMSE dari 53 data yang digunakan untuk pengujian akurasi dapat dilihat
pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Perbandingan Nilai RMSE


Perbandingan RMSE
Spherical Circular Gaussian Exponensial Linnier
Jumlah Data Data Data Data Data Data Data Data Uji Data Data
Sampel Sampel Uji Sampel Uji Sampel Uji Sampel Sampel Uji
12 28,933 89,371 30,121 88,941 35,247 88,556 101,233 136,780 31,336 83,350
24 29,626 88,593 30,798 88,101 35,942 87,700 15,597 91,695 32,302 87,260
36 101,435 88,504 30,801 88,119 36,081 87,781 15,760 91,721 29,628 88,504
48 29,822 88,154 30,988 87,694 36,229 87,333 15,797 91,374 32,516 86,794

Pada tabel diatas bisa dilihat bahwa nilai RMSE dari 107 data yang ada
dan 53 data yang digunakan untuk pengujian akurasi tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Dapat dilihat dari yang pengujian menggunakan metode Kriging
model Spherical dengan perubahan jumlah sampel, maka interpolasi Kriging
dengan menggunakan 12 sampel nilai RMSE yang paling kecil jika kita
bandingkan dengan yang lain yaitu 29,822. Namun demikian nilai RMSE terkecil
dari 53 data pengujian akurasi yaitu 88,154 yang diperoleh pada jumlah sampel
48.
Pada model Eksponensial dengan perubahan jumlah sampel, maka
interpolasi Kriging dengan menggunakan 24 sampel nilai RMSE yang paling kecil
jika kita bandingkan dengan yang lain yaitu 15,597. Namun demikian nilai RMSE
terkecil dari 53 data pengujian akurasi yaitu 91,347 yang diperoleh pada jumlah
sampel 48. Pada model Gaussian dengan perubahan jumlah sampel, maka
interpolasi Kriging dengan menggunakan 12 sampel nilai RMSE yang paling kecil
jika kita bandingkan dengan yang lain yaitu 35,247. Namun demikian nilai RMSE
terkecil dari 53 data pengujian akurasi yaitu 87,7 yang diperoleh pada jumlah

40
sampel 24. Pada model Circular dengan perubahan jumlah sampel , maka
interpolasi Kriging dengan menggunakan 12 sampel nilai RMSE yang paling kecil
jika kita bandingkan dengan yang lain yaitu 30,121. Namun demikian nilai RMSE
terkecil dari 53 data pengujian akurasi yaitu 87,694 yang diperoleh pada jumlah
sampel 48. Pada model Linier dengan perubahan jumlah sampel, maka interpolasi
Kriging dengan menggunakan 36 sampel nilai RMSE yang paling kecil jika kita
bandingkan dengan yang lain yaitu 29,628. Namun demikian nilai RMSE terkecil
dari 53 data pengujian akurasi yaitu 83,350 yang diperoleh pada jumlah sampel
12.
Dari beberapa model semivariogram dapat kesimpulan bahwa dengan
melakukan percobaan menggunakan model variogram dan perubahan jumlah
sampel sangat berpengaruh pada output peta, dari percobaan yang telah dilakukan,
dengan bertambahnya jumlah sampel maka hasil permukaan pada peta akan lebih
rapi dan halus. Menurut pendapat Suprajitno (2005), Kriging menghasilkan
taksiran yang akan tetap mendekati nilai sampel data yang diinterpolasi, walaupun
sampel diperbesar menuju tak terhingga. Jika dilihat dari RMSE setiap model
variogram, model Circular baik digunakan dan lebih akurat dibandingkan dengan
model variogram lainnya dalam metode Kriging.

41
BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa kualitas air pada sumur dangkal (sumur gali)
berdasarkan tingkat kekeruhan di kecamatan Lhoknga dengan menggunakan
metode interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging dalam ArcGIS
dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Untuk di daerah Kecamatan Lhoknga tingkat kekeruhan air pada sumur dangkal
yang diuji langsung tiap desa, tidak terlalu bahaya dalam penggunaan sehari-hari
walaupun ada beberapa sumur yang mendekati nilai maksimal bahaya untuk
dikonsumsi. Desa yang mendekati titik maksimal untuk dikonsumsi yaitu Desa
Lamcok, Desa Meunasah Mesjid Lamlhom, Meunasah Balee dan Lampaya.

2. Dalam penelitian menggunakan metode interpolasi IDW, parameter power


sangat berpengaruh, semakin besar nilai yang dimasukkan maka permukaan peta
yang dihasilkan akan semakin membesar, halus dan terpusat. Sedangkan dengan
Kriging semakin besar jumlah sampel yang digunakan tiap-tiap model variogram
maka semakin halus permukaan yang dihasilkan pada output peta.

3. Dari kedua metode interpolasi yang digunakan metode Kriging menghasilkan


keluaran peta yang bagus dengan nilai RMSE terkecil dalam pengujiannya.

5.2. Saran
Untuk penelitian yang selanjutnya coba bandingkan dengan metode
interpolasi yang lain, ada kemungkinan metode lain akan menghasilkan output
peta yang lebih baik.

42
DAFTAR PUSTAKA

Adam, S., dan Ricky, A. T. 2012, Penggunaan Quantum GIS Dalam Sistem
Informasi Geografis, Quantum GIS, Bogor.
Anderson, S. 2001. An Evaluation of Spatial Interpotion Methods on Air
Temperature in Phonix. Department of Geography, Arizona State
UnArizona State University.
Arifin, dan Munir. 2009. Sumur Sehat. Tersedia pada:
http://inspeksisanitasi.blogspot.co.id/2009/08/sumursehat.html#sthash.w5
HQvfxq.dpuf Tanggal akses 9 Mei 2016

Arronof, S. 1993. Geographical Information Systems. WDL Publication, Ottawa.

Azpurua, M., and Ramos, K. D. 2010. A Comparizon of Spatial Interpolation


Methods for Estimation of Average Electromagnetic Field
Magnitude".

Azwar A, 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT. Mutiara sumber


Widya, Jakarta.
BPS. 2014. Statistik Daerah Kabupaten Aceh Besar 2014. Biro Pusat Statistik
Provinsi Aceh. Banda Aceh.
Chaidir, W. 2012. Analisis Sebaran Iklim Klasifikasi SCHMIDT-FERGUSON
Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Banteng
Sulawesi Selatan. Skripsi. Makassar.
Chandra, dan Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Depkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Entjang, I., 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

ESRI. 2011. How Kriging Works. http://webhelp.esri.com/arcgisdesktop/9.3/

Hanafiah, K. A. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit PT. Raja Grafindo


Persada. Jakarta

Harmayani, K.D., dan Konsukartha, I.G.M., 2007. Pencemaran Air Tanah Akibat
Pembuangan Limbah Domestik Di Lingkungan Kumuh, Jurnal Pemukiman
Batah.

43
Indarto. 2010. Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Penerbit
Rineka Cipta. Jember.

Indrabayu., Harun, N., Pallu, M.S., Achmad. A., Fikha, C.L. 2011. Prediksi curah
Hujan Dengan Jaringan Saraf Tiruan. Hasil penelitian Fakultas Teknik.
Vol. 6, 978-979-127255-06

Johnston, K., Ver Hoef, J.M., Krivoruchko, K., and Lucas, N.. 2001. Using
ArcGIS Geostatistical Analyst. GIS by ESRI.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2005. Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No.115 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air Dengan
Metode Indeks Pencemaran. Deputi MENLH. Jakarta.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82


Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta.

Kusnoputranto, 2000. Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia, Jakarta.

Largueche, F.Z.B. 2006. Estimating Soil Contamination with Kriging


Interpolation Method. American Journal of Applied Sciences: Vol.3, No.
6. Hal:1894-1898.

MultiMeterDigital, 2016. Apakah Itu TDS (Total Dissolved Solids). Tersedia pada:
http://multimeter-digital.com/apakah-itu-tds-total-dissolved-solids.html
Tanggal Akses 24 Mei 2016.

NCGIA. 2007. Interpolation Inverse Distance Weighting.


http://www.ncgia.ucsb.edu/pubs/spherekit/inverse.html/
Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, PT Rineka Cipta,
Bandung.
Nurpilihan, B., Kharista, A., Boy, M. P., 2011, Buku Ajar Sistem Informasi
Geografis, Jurusan Teknik Manajemen industry Pertanian FTIP UNPAD,
Bandung.
Mastura, P. R. 2015. Analisa Perbandingan Metode Interpolasi Inverse Distance
Weighted (IDW) dan Kriging dalam ARCGIS Untuk Pemetaan Salinitas
Air Di Kota Banda Aceh. Skripsi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Prahasta, dan Eddy. 2011. TUTORIAL ArcGIS Desktop untuk Bidang Geodesi &
Informatika. Penerbit Informatika. Bandung.

Pramono, G. H. 2008. Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi


Sebaran Sedimen Tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan, Forum
Geografi, Vol. 22, No, 1, pp.145-158.

44
Prasati, I., wijayanto, H., Christianto, M. 2005. Analisis Penerapan Metode
Kriging dan Inverse Distanse Pada Interpolasi Data Dugaan Suhu, Air
Mampu Curah (AMC) Dan Indeks Stabilitas Atmosfer (ISA) Dari Data
NOAA-TOVS. Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk
Peningkatan Kesejahteraan Bangsa.
Soemirat, Juli, 2000. Epidemiologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta

Suprajitno, M. 2005. Pengantar Geostatistik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Watson, D.F. dan Philip, G.M. 1985. A Refinement of Inverse Distance Weighted
Interpolation. Geo-Processing 2: 315-327

45
LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Data Air Sumur Dangkal


MUKIM DESA X Y ID Kekeruhan Ket.
(TDS) Warna
Air
Kueh Aneuk 5,48417 95,259354 1 184 Jernih
Paya 5,485276 95,25956 2 135 Jernih
5,4867 95,259846 3 169 Jernih
5,486786 95,259286 4 106 Jernih
Kueh 5,489004 95,263212 5 131 Jernih
5,489424 95,262264 6 107 Jernih
5,490113 95,26391 7 102 Jernih
5,490786 95,264446 8 122 Jernih
Lam 5,486559 95,262485 9 117 Jernih
Ateuk 5,486034 95,262824 10 112 Jernih
5,487504 95,262008 11 107 Jernih
5,486942 95,263956 12 98 Jernih
Lambaro 5,481304 95,265682 13 157 Jernih
Kueh 5,479819 95,266287 14 134 Jernih
5,483819 95,262466 15 115 Jernih
5,484466 95,26153 16 106 Jernih
Lambaro 5,508019 95,254291 17 76 Jernih
Seubun 5,508528 95,255959 18 104 Jernih
5,508797 95,257842 19 163 Jernih
5,507866 95,257292 20 166 Jernih
Lamgaboh 5,490039 95,260466 21 137 Jernih
5,486197 95,256243 22 109 Jernih
5,48713 95,255933 23 122 Jernih
5,487737 95,259779 24 87 Jernih
Naga 5,46883 95,258284 25 138 Jernih
Umbang 5,465681 95,26026 26 251 Jernih
5,465681 95,264155 27 149 Jernih
5,468653 95,263177 28 107 Jernih
Nusa 5,494063 95,267937 29 104 Jernih
5,495652 95,26783 30 109 Sedikit
Keruh
5,494034 95,269645 31 98 Sedikit
Keruh
5,495423 95,269079 32 119 Sedikit
Keruh
Seubun 5,504747 95,261253 33 71 Jernih
Ayon 5,504804 95,26044 34 119 Sedikit
Keruh
5,505095 95,262376 35 130 Jernih

46
5,504535 95,263029 36 127 Jernih
Seubun 5,498846 95,263785 37 149 Jernih
Keutapang 5,503033 95,264625 38 102 Jernih
5,503641 95,263216 39 128 Jernih
5,501652 95,266651 40 115 Jernih
Tanjong 5,495189 95,26209 41 167 Jernih
5,496324 95,260839 42 279 Sedikit
Keruh
5,495946 95,262326 43 74 Jernih
5,494699 95262323 43 63 Jernih
Lamcok 5,492578 95,260508 44 417 Sedikit
Hitam
5,492251 95,260123 45 117 Sedikit
Keruh
5,490578 95,26106 46 93 Jernih
5,49335 95,260741 47 68 Jernih
Lamlhom Meunasah 5,502739 95,252969 48 304 Sedikit
Mesjid Hitam
Lamlhom 5,503015 95,252074 49 176 Jernih
5,503313 95,250189 50 237 Jernih
5,504833 95,250534 51 93 Jernih
Meunasah 5,497213 95,237471 52 201 Sedikit
Cut Keruh
5,498267 95,237206 53 54 Jernih
5,496727 95,236333 54 82 Jernih
5,49717 95,235998 55 141 Jernih
5,500124 95,248821 56 295 Sedikit
Keruh
Meunasah 5,500736 95,248331 57 134 Jernih
Manyang 5,500608 95,249584 58 191 Jernih
5,50043 95,249085 59 87 Jernih
Lamgirek 5,507716 95,237744 60 174 Jernih
5,507654 95,237144 61 156 Jernih
5,50617 95,238053 62 131 Jernih
5,506858 95,238361 63 270 Jernih
Meunasah 5,501355 95,24585 64 198 Jernih
Baro 5,502607 95,246693 65 152 Jernih
5,502975 95,248463 66 107 Jernih
5,502608 95,249269 67 132 Jernih
Meunasah 5,507842 95,252959 68 292 Sedikit
Beutong Keruh
5,506199 95,252244 69 127 Jernih
5,506199 95,250423 70 119 Jernih
5,505144 95,249373 71 96 Jernih
Meunasah 5,486021 95,241579 72 103 Jernih
Karieng. 5,501613 95,251056 73 289 Sedikit
Keruh
47
5,500108 95,250516 74 197 Jernih
5,502014 95,252653 75 156 Jernih
Lampuuk Meunasah 5,497109 95,233474 76 128 Jernih
Balee 5,495539 95,234048 77 136 Jernih
5,499155 95,235639 78 391 Sedikit
Hitam
5,50015 95,232286 79 147 Jernih
Meunasah 5,495814 95,23881 80 111 Jernih
Mesjid 5,495996 95,23697 81 110 Jernih
Lampuuk 5,496365 95,23582 82 84 Jernih
5,495536 95,235944 83 133 Jernih
Meunasah 5,499694 95,236693 84 124 Sedikit
Blang Keruh
5,497892 95,236956 85 104 Jernih
5,498921 95,237309 86 182 Sedikit
Keruh
5,498465 95,23628 87 100 Jernih
Mon Cut 5,494254 95,239839 88 274 Jernih
5,496399 95,239381 89 138 Jernih
5,493785 95,241203 90 147 Jernih
5,494218 95,241639 91 102 Jernih
Lhoknga Lamkruet 5,478619 95,245579 92 278 Jernih
5,476026 95,244678 93 192 Jernih
5,476762 95,24439 94 132 Jernih
5,477651 95,24472 95 90 Jernih
Lampaya 5,482575 95,251583 96 117 Jernih
5,481209 95,253091 97 359 Sedikit
Keruh
5,477794 95,250027 98 370 Sedikit
Keruh
5,479399 95,248479 99 256 Sedikit
Keruh
Mon 5,470735 95,243624 100 109 Jernih
Ikeun 5,465806 95,244452 101 123 Sedikit
Keruh
5,479381 95,240915 102 119 Sedikit
Keruh
5,476193 95,24095 103 92 Jernih
Weu Raya 5,475696 95,243999 104 132 Jernih
5,474462 95,242888 105 101 Jernih
5,477919 95,243169 106 113 Jernih
5,480414 95,243452 107 197 Sedikit
Keruh

48
Lampiran 2. Citra Satelit Batas Kecamatan Lhoknga

49
Lampiran 3. Peta Sebaran Sumur Dangkal Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar

50
Lampiran 4. Peta Hasil Interpolasi Metode IDW menggunakan Variabel Search Radius dengan Nilai Power 2

51
Lampiran 5. Peta Interpolasi Metode Kriging menggunakan Model Circular dengan Nilai Sampel 12

52

Anda mungkin juga menyukai