Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No.

2 2015, ISSN 02160733


Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA


TERHADAP KOEFISIEN ALIRAN PADA DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK
DARMA, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

Arif Ismail1, Eko Kuratmoko2, Sobirin2


1
Prodi Survey Pemetaan dan Informasi Geografis-Universitas Pendidikan Indonesia, 2Departemen
Geografi - Universitas Indonesia

Email : arifismail@upi.edu

ABSTRACT
The research was conducted in The Darma’s Lake catchment area (2.903 Ha), Kuningan Regency, West
Java Province. This study discusses the influence of land use change on hydrological characteristic in the period
1991 to 2008. Landsat 5 TM years 1991 and Landsat 7 ETM years 2008 were used to determine land use
distribution and their changing. Land use, slope, soil type, and drainage density were used to determine distribution
of runoff coefficient with Cook’s method. Trend analysis on annual runoff coefficient, direct runoff, base flow and
river regime coefficient, were done to know actual hydrological condition.
The research results show that the land use has been changed particularly, forest, cultivated, and settlement
area. Its changes dominant occurs on the slope > 15 %. Based on the Cook’s methods, land use change causes an
increase in the runoff coefficient. Hydrological data analysis in time series 1991 – 2008, indicate a tendency of
increase of annual runoff coefficient, direct runoff, and river regime coefficient, while the base flow tends to
decrease. The results of scenarios 1a, 1b, 2a, and 2b show the influence, land use changes on hydrological
characteristics particularly, run off coefficient, direct run off, and base flow.

Keywords: land use change, runoff coefficient, river regime coefficient, direct runoff, base flow

LATAR BELAKANG ikut berperan pula terhadap terjadinya degradasi


tanah dan air (USEPA, 2001).
Penggunaan lahan memiliki dimensi ruang Waduk Darma merupakan salah satu waduk
yang berkaitan dengan pola penggunaan lahan dan buatan yang terletak di bagian hulu daerah aliran Ci
dimensi waktu yang berkaitan dengan perubahan pola Sanggarung dibawah pengelolaan Balai Pengelolaan
penggunaan lahan. Dengan demikian penggunaan Sumberdaya Air (PSDA) Ci Manuk, Ci Sanggarung,
lahan di suatu wilayah bersifat dinamis dari waktu ke Ci Tanduy. Lokasi waduk terletak di wilayah
waktu. Menurut Brandt (2006) dalam kurun waktu 20 administrasi Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa
tahun terakhir, perubahan penggunaan lahan terjadi Barat. Waduk Darma dibangun tahun 1962, dengan
dengan cepat di negara-negara berkembang. Pesatnya daya tampung maksimal ± 40 juta meter kubik. Debit
pertumbuhan penduduk dan pembangunan telah air sebanyak itu, dapat menyuplai ke areal pesawahan
mendorong perubahan penggunaan lahan dari seluas 22.060 ha di sembilan daerah pengairan di
pertanian produktif menjadi non pertanian. Sampai Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon. Rata-
dengan tahun 2001 konversi lahan pertanian rata debit air yang dikeluarkan adalah 100 – 300 lt/dt
produktif di Pulau Jawa telah mencapai 40.000 (Dinas PSDA WS Ci Manuk – Ci Sanggarung, 2008).
Ha/tahun, hutan lindung sebesar 19.000 Ha/tahun, Menurut Balai Pengelolaan Sumber Daya
penjarahan hutan di Jawa telah mencapai 350.000 Ha Air (2008) Wilayah Sungai (WS) Ci Manuk - Ci
sehingga luas hutan tersisa 23% saja dari luas daratan Sanggarung, persediaan air di Waduk Darma yang
Pulau Jawa. Selain itu, terjadi konversi lahan semula sekitar 40 juta meter kubik, telah menyusut
pertanian untuk penggunaan non-pertanian mencapai sampai dengan 30 juta meter kubik. Menurunnya
50.100 ha/tahun (Dardak, 2008). volume air yang ditampung waduk, tentunya dapat
Dampak perubahan penggunaan lahan dari mengganggu fungsi waduk sebagai penyedia air
hutan ke non hutan dan pertanian ke non pertanian khususnya pada musim kemarau. Roeslan, et.al
telah memberi keuntungan baik secara sosial maupun (2007) mengemukakan dua indikator penting dalam
ekonomi (Tang, 2005). Perubahan penggunaan lahan mengindikasikan kerusakan lahan adalah dengan
dari hutan ke pertanian lahan kering atau tegalan, membandingkan bentuk penggunaan lahan dan
memberikan keuntungan sosial dan ekonomi bagi kondisi hidrologi aliran permukaan pada waktu yang
masyarakat setempat, konversi penggunaan lahan berbeda.
dari sawah ke industri memberikan nilai tambah Penelitian mengenai penggunaan lahan yang
ekonomi yang lebih besar dan harga tanah yang akan ditekankan pada monitoring perubahan penggunaan
meningkat (Kodoatie, 2005). Disisi lain konversi lahan secara spasial dan temporal pada lingkup
penggunaan lahan untuk tujuan budidaya tersebut, daerah aliran sungai (DAS) sangat penting dilakukan,

1
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

sebagai langkah preventif timbulnya permasalahan titik pengukuran dan pengambilan sampel di
lingkungan yang akan ditimbulkan akibat aktivitas lokasi penelitian.
manusia memanfaatkan lahan. Peranan data hidrologi 8) Abney level untuk pengukuran kemiringan
temporal sangat penting sebagai indikator pendukung lereng di lokasi penelitian
informasi baik buruknya kualitas daerah aliran sungai 9) Alat tulis, kamera foto untuk dokumentasi
(DAS). Pemanfaatan data penginderaan jauh dan gambar obyek lapangan yang berhubungan
analisis spasial dengan bantuan sistem informasi dengan penelitian.
geografi (SIG) dapat digunakan untuk memperoleh 10) Seperangkat computer beserta perangkat lunak
informasi penggunaan lahan aktual dan temporal yang terdiri atas Microsoft Word 2003, Microsoft
serta mengkaji akibat yang ditimbulkan. Excel 2003, Arc-GIS versi 9.1, Er Mapper versi
Secara garis besar tujuan dari penelitian ini 7.
adalah memberikan informasi spasial dan temporal
kondisi bio-fisik dan hidrologi daerah tangkapan air
(DTA) Waduk Darma, yang mencakup karakteristik Cara Pengolahan Data
penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan, dan 1) Batas Daerah Aliran Sungai
pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap Batas Daerah Tangkapan Air (DTA)
karakteristik hidrologi daerah tangkapan air (DTA) dilakukan secara visual dengan memperhatikan
Waduk Darma. Hasil analisis tersebut akan struktur jaringan sungai dan igir dari perbukitan. Data
digunakan sebagai dasar dalam pembuatan model jaringan sungai dan kontur ketinggian dari peta Rupa
simulasi perubahan penggunaan lahan dan Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 digunakan dalam
pengaruhnya terhadap debit aliran yang dihasilkan. membuat batas DAS. Outlet yang digunakan adalah
Outlet utama dari Waduk Darma. Sedangkan untuk
menentukan sub-DAS dibuat Outlet pada masing-
METODE PENELITIAN masing sungai utama yang masuk pada Waduk
Darma.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini 2) Penggunaan Lahan
antara lain : Informasi penggunaan lahan diperlukan
1) Citra digital, Landsat 5 TM akuisisi 5 Juli 1991 untuk memperoleh informasi perkembangan struktur
dan Landsat 7 ETM+ akuisisi 6 April 2008, dan pola penggunaan lahan di daerah penelitian.
path/row 121/065 yang diperoleh dari hasil Perubahan penggunaan lahan dapat diketahui dengan
download website www.landsat.usgs.gov. membandingkan informasi penggunaan lahan aktual
Digunakan untuk memperoleh informasi dengan penggunaan tahun sebelumnya. Untuk
penggunaan lahan tahun 1991 dan tahun 2008 memperoleh informasi penggunaan lahan aktual
2) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Kabupaten dilakukan interpretasi citra satelit Landsat 7 ETM+
Kuningan dan sekitarnya, skala 1 : 25.000 akuisisi 6 April 2008 path/row 121/065 dan data
terbitan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan terdahulu dari citra satelit Landsat 5 TM akuisisi 5
Nasional (BAKOSURTANAL). Digunakan Juli 1991 path/row 121/065. Untuk mempermudah
sebagai peta dasar dan acuan interpretasi citra menentukan obyek pada citra, maka dibuat komposit
Landsat untuk penggunaan lahan tahun 2008. citra dengan menggunakan komposisi band 542.
3) Peta Penggunaan lahan skala 1 : 50.000 tahun Skala pemetaan dalam melakukan interpretasi adalah
1990 yang diterbitkan oleh Kantor Dinas 1 : 50.000.
Pertanahan Nasional Kabupaten Kuningan. Data acuan atau referensi diperlukan sebagai
Digunakan sebagai acuan interpretasi citra alat untuk membantu melakukan interpretasi
Landsat untuk penggunaan lahan tahun 1991. penggunaan lahan dari data citra satelit Landsat.
4) Curah hujan harian stasiun Waduk Darma dan Dalam penelitian ini acuan interpretasi yang
Stasiun Gunung Sirah 1991 – 2008, Dinas digunakan adalah peta penggunaan lahan dari peta
Pertambangan dan Sumberdaya Air Kabupaten rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000, data ini
Kuningan. Digunakan untuk mengetahui curah merupakan hasil dari pengolahan foto udara 1 :
hujan tahunan periode tahun 1991 sampai 2008. 50.000 tahun 1993/1994 secara fotogrametri dan
5) Data hidrologi Waduk Darma tahun 1991 – survey lapangan tahun 1999. Informasi lain yaitu peta
2008, UPTD Waduk Darma, Kabupaten penggunaan lahan skala 1 : 50.000 Kecamatan Darma
Kuningan. Digunakan untuk mengetahui tebal yang diperoleh dari Dinas Pertanahan Kabupaten
aliran inflow Waduk Darma. Kuningan.
6) Peta jenis tanah skala 1 : 100.000 Dinas Langkah selanjutnya adalah penentuan kelas
Pertanahan Kabupaten Kuningan. Digunakan penggunaan lahan yang akan digunakan dalam proses
untuk mengetahui sebaran jenis tanah di daerah klasifikasi. Kelas penggunaan lahan yang digunakan
penelitian. dalam penelitan ini didasarkan pada klasifikasi
7) Satu unit alat global positioning system (GPS) penggunaan lahan oleh Sandy (1977), yang
Garmin 56 CSX untuk menentukan koordinat membedakan antara penggunaan lahan pedesaan dan
daerah perkotaan. Pada skala pemetaan 1 : 50.000
penggunaan lahan dibedakan kedalam 10 kelas

2
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

dengan beberapa sub kategori (Purwadhi, 2008). Pa : hujan di stasiun A (mm).


Selanjutnya, metode klasifikasi citra dilakukan La : luas Poligon Thiessen stasiun A (ha)
dengan metode klasifikasi citra visual, dengan teknik
digitasi on screen menggunakan perangkat lunak
ArcGIS 9.1. Hasil interpretasi dicek kebenarannya di
lapangan dengan menggunakan metode survey 7) Debit Aliran
lapangan. Data debit yang digunakan dalam analisis
adalah data tebal aliran dalam satuan (mm). data ini
3) Kemiringan lahan diperoleh dengan menggunakan Persamaan (3) dan
Kemiringan lahan diperoleh dari analisis Persamaan (4) (Asdak, 1993)
peta kontur RBI skala 1 : 25.000. metode analisa
N
dilakukan dengan cara klasifikasi tingkat kerapatan
antar garis kontur. Teknik digitasi on screen Vd  Q
n 1
n t
dilakukan untuk melakukan pengelompokan garis
tingkat kerapatan garis kontur. Besarnya kemiringan (3)
lahan diperoleh dengan cara menghitung beda tinggi Vd
dan jarak antar kontur yang dihitung. Rd  1000 (4)
L
4) Infiltrasi Tanah Keterangan,
Kondisi tanah yang diwakili oleh nilai Vd : volume aliran (m3) Qn : debit aliran (m3/det)
tekstur Badan Pertanahan Kabupaten Kuningan. Nilai t : interval waktu (dt) Rd : tebal aliran (mm)
tersebut kemudian dilakukan pengecekan agar nilai L : luas DAS (ha)
yang ada sesuai dengan klasifikasi berdasarkan
USDA. Hasil penilaian tekstur tanah kemudian diolah 8) Koefisien Aliran Metode Cook’s
sebagai pendekatan yang menyatakan nilai infiltrasi Informasi penggunaan lahan, kemiringan
tanah. lahan, jenis tanah, dan kerapatan aliran, selanjutnya
digunakan untuk perhitungan nilai koefisien aliran
5) Simpanan Air Permukaan dengan menggunakan metode Cook’s. Bobot masing-
Simpanan air permukaan diolah berdasarkan masing parameter disajikan pada G 1. Metode
data dari luas DAS dengan jumlah panjang sungai tumpang susun peta digunakan dengan tujuan agar
dalam DAS. Simpanan air permukaan ini informasi yang dimiliki suatu peta dapat
menggambarkan kondisi DAS dalam mengatuskan dikombinasikan dengan informasi pada peta lainnya.
air setelah terjadinya hujan. Pengukuran kerapatan Hasilnya digunakan untuk mengetahui nilai koefisien
aliran didapat dari Persamaan (1). aliran. Perhitungan koefisien aliran dengan metode
rerata timbang dari nilai unit area hasil tumpang
Dd = L.A-1 (1)
susun.
Keterangan,
Dd : Kerapatan aliran (mile/mile2)
Tabel 1. Nilai bobot parameter Metode Cook’s
L : Jumlah total panjang sungai (mile) Faktor Klasifikasi Koefisien Aliran
A : Luas daerah aliran sungai (mile2) Relief Curam Berbukit Bergelombang Datar
Bobot 25 20 10 5
6) Hujan Rerata Wilayah Infiltrasi Dapat Rendah Sedang Tinggi
Hujan rerata wilayah yang dihitung Tanah diabaikan
Bobot 20 15 10 5
berdasarkan dua stasiun yang terdapat di dalam lokasi Kurang Jelek – Sedang – baik, Baik –
penelitian. Metode yang digunakan untuk Penutup
baik sedang, sangat
Lahan
menghitung hujan wilayah adalah metode polygon baik
thiessen. Menurut Sri Harto (1993) Metode polygon Bobot 20 15 10 5
Simpanan Dapat Sedikit Sedang Banyak
thiessen dipandang baik dan banyak digunakan untuk Permukaan diabaikan
analisis dibandingkan cara isohyet atau rerata aljabar. Bobot 20 15 10 5
Cara Polygon Thiessen yang digunakan memberikan Sumber : Hudson (1993) dengan modifikasi
nilai tertentu untuk setiap stasiun hujan.
Pengertiannya setiap stasiun hujan dianggap Nilai akhir dari hasil perhitungan jumlah
mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas pembobotan dari masing-masing parameter
tertentu, luas ini dijadikan faktor koreksi. Dengan selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan kriteria nilai
metode ini, hujan wilayah dihitung dengan koefisien aliran dengan Metode Cook’s, sebagaimana
Persamaan (3.2) (Sri Harto, 1993). disajikan pada Tabel 2.

(Pa x L a ) + (Pb x L b ) + …+ (Pn x L n ) Tabel 2. Klasifikasi koefisien aliran Metode


P Cook’s
La  Lb  ..  Ln
Nilai Koefisien Aliran (%) Klasifikasi
(2) 0 – 25 Rendah
Keterangan, 25 – 50 Sedang
P : hujan rerata wilayah (mm) 50 – 75 Tinggi

3
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

75 - 100 Ekstrim penggunaan lahan yang terbatas, yaitu dua


periode data tahun 1991 dan tahun 2008.
9) Koefisien Aliran Tahunan
Koefisien aliran tahunan merupakan 2. Kriteria penyusunan skenario didasarkan pada
bilangan yang menunjukkan perbandingan antara dua kondisi yaitu kondisi kondisi aktual dan
jumlah aliran permukaan langsung dengan jumlah kondisi konservasi. Kondisi aktual yaitu kondisi
curah hujan dalam periode waktu satu tahun (Asdak, yang mana perubahan penggunaan lahan yang
1993). Debit aliran langsung diperoleh dari data debit telah dan sedang terjadi dibiarkan terus
inflow rerata harian dikurangi dengan debit aliran berlangsung dengan pola mengikuti pola
dasar. Triatmojo (2008) menjelaskan perhitungan perubahan yang telah terjadi selama periode tahun
debit aliran dasar menggunakan metode penarikan 1991 sampai tahun 2008. Kondisi konservasi
garis lurus dimana aliran langsung mulai terjadi (A) yaitu kondisi ada kebijakan pemerintah
sampai akhir dari aliran langsung (B). apabila titik B pemerintah dalam meredam perubahan
tidak diketahui, maka tarik garis horizontal dari titik penggunaan lahan yang telah terjadi, dengan
A. Dalam penelitian ini debit aliran minimum pada tujuan untuk menjaga kualitas daerah tangkapan
setiap bulan ditetapkan sebagai debit aliran dasar air (DTA) Waduk Darma.
pada bulan yang bersangkutan. Curah hujan diperoleh
dari jumlah hujan rerata wilayah periode waktu tahun
1991 sampai tahun 2008.
HASIL PENELITIAN
10) Koefisien Regim Sungai
Koefisien regim sungai (KRS) yaitu Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian
koefisien yang merupakan perbandingan antara debit Daerah penelitian merupakan daerah
harian rata-rata maksimum dan debit harian rata-rata tangkapan air (DTA) Waduk Darma yang terletak di
minimum (Asdak, 1993). Parameter debit harian rata- bagian hulu daerah aliran Ci Sanggarung. Secara
rata maksimum dan minimum di peroleh dari data geografis terletak antara 6o55’47” LS sampai 7o3’40”
inflow harian Waduk Darma Periode tahun 1991 LS dan 108o22’54” BT sampai 108o25’28” BT.
sampai tahun 2008. Berdasarkan analisis batas DAS dan peta kontur
topografi skala 1 : 25.000, daerah tangkapan air
Cara Analisis Data waduk (DTA) Darma memiliki luas 2903 ha dengan
Metode pendekatan analisis hasil luas genangan 400 ha. Secara administratif
pengolahan data dilakukan secara deskriptif- merupakan bagian dari wilayah Kabupaten
komparatif, analisis deskriptif-spasial dan analisis Kuningan. Gambaran lokasi penelitian disajikan pada
statistik. Analisa deskriptif merupakan penjelasan Gambar 1.
secara ilmiah terhadap hasil dari pengolahan data
baik berupa peta maupun tabel. Analisis deskriptif- Kondisi Iklim
komparatif dilakukan untuk mengetahui jenis, Besarnya curah hujan sangat berpengaruh
persebaran dan perubahan penggunaan lahan dari terhadap hasil air di lokasi penelitian. Data curah
tahun 1991 sampai tahun 2008. Analisis deskriptif- hujan diperoleh dari Dinas Pertambangan dan
spasial dilakukan untuk menganalisa persebaran Pengairan Kabupaten Kuningan. Di lokasi penelitian
penggunaan lahan di daerah penelitian dan mengkaji terdapat dua stasiun penakar hujan yang letaknya
pengaruh persebaran jenis penggunaan lahan dan cukup mewakili kondisi topografi di daerah
variabel lereng, tanah, dan kerapatan aliran terhadap penelitian, yaitu stasiun Darma (712 mdpal) dan
nilai koefisien aliran yang dihasilkan. Analisis stasiun Gunung Sirah (1079 mdpal). curah hujan
statistik deskriptif dilakukan untuk melihat tahunan di daerah tangkapan air Waduk Darma
kecenderungan/trend terhadap hasil pengolahan data adalah sebesar 2490 mm/tahun pada stasiun hujan
hidrologi hasil pengukuran yang terdiri atas data Darma dan 2273 mm/tahun pada stasiun hujan
curah hujan wilayah, dan data debit aliran/inflow Gunung Sirah. Sebaran curah hujan mengikuti
yang masuk kedalam Waduk Darma. kondisi morfologi daerah penelitian di lokasi
Hasil analisis deskriptif – komparatif dan penelitian, semakin kearah lereng atas Gunung
deskriptif spasial, kemudian digunakan dalam Ciremai curah hujan semakin tinggi, hal ini
pembuatan simulasi perubahan penggunaan lahan dan menunjukkan Sifat hujan di lokasi penelitian bersifat
pengaruhnya terhadap volume air yang dihasilkan orografis
oleh daerah tangkapan air (DTA) Waduk Darma.
Pembuatan simulasi perubahan penggunaan lahan Kondisi Geomorfologi
dilakukan dengan empat skenario perubahan Kondisi geomorfologi daerah penelitian
penggunaan lahan. Asumsi-asumsi yang digunakan dibedakan menjadi dua macam bentukan asal, yaitu
adalah sebagai berikut : bentuklahan asal vulkanik dan bentuklahan asal
1. Skenario berlangsung dalam periode waktu 10 struktural. Klasifikasi atas morfogenesis ini dapat
tahun. Periode waktu 10 tahun ditentukan memberikan gambaran tentang kenampakan
berdasarkan pertimbangan jumlah data permukaannya (morfologi), struktur dan batuan
penyusunnya serta proses yang mengakibatkan

4
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

terbentuknya bentuklahan (Verstappen, 1983). menutupi formasi-formasi batuan yang lebih tua
Berdasarkan hasil analisis data kontur dan litologi berada dengan ketebalan yang berbeda-beda.
batuan penyusun, daerah penelitian terdiri atas empat Berdasarkan ciri-ciri litologi yang membedakan
satuan bentuklahan, lereng tengah vulkan, lereng kaki batuan penyusunnya, maka geologi daerah tangkapan
vulkan, lereng kaki perbukitan struktural, dan lereng air Waduk Darma adalah Endapan Gunung Api Muda
perbukitan struktural. Masing-masing satuan (Qvr), Endapan gunung api Lava, Endapan Gunung
bentuklahan memiliki karakteristik morfologi dan api Tua, Aluvial, dan Formasi Halang .
proses geomorfologi yang berbeda. Kondisi geologi
di lokasi penelitian didominasi oleh formasi-formasi
batuan yang berupa hasil letusan gunungapi muda
dan endapan aluvial. Material gunungapi tersebut

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Kondisi Tanah perbukitan struktural dan lereng kaki vulkan.Podsolik


Daerah penelitan meliputi tiga tipe tanah Merah Kuning adalah tanah dengan perkembangan
yaitu asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, sangat lanjut atau tergolong tanah kelompok tua.
latosol coklat kemerahan, dan komplek podsolik Tanah ini berkembang pada bahan induk yang berasal
merah kekuningan. Jenis tanah asosiasi andosol dari pelapukan batupasir Formasi Halang dan
coklat dan regosol coklat Regosol merupakan tanah merupakan tanah yang mudah tererosi karena
yang belum berkembang atau termasuk kelompok rendahnya kandungan organik dan tingginya
tanah muda. Tanah ini berasal dari bahan induk yang kandungan lempung. Tanah ini banyak terdapat pada
baru diendapkan, kurang lebih 60 % berasal dari abu bentuk lahan Pegunungan Monoklinal dan daerah–
vulkanik. Warna tanah umumnya coklat kehitaman. daerah perbukitan.
Jenis tanah ini berada pada lereng tengah vulkan
sehingga mempunyai potensi menjadi tanah yang Kondisi Hidrologi
produktif karena adanya ketersediaan air serta Sejak dibangun 1938 dan dioperasikan tahun
mineral dapat lapuk yang masih melimpah. Latosol 1962 Waduk Darma melayani kebutuhan air untuk
coklat kemerahan merupakan tanah yang telah operasionalisasi Pabrik Gula Tersana dan areal irigasi
berkembang dan termasuk kelompok tanah dewasa. dengan luas 22.060 ha, mencakup wilayah
Latosol terbentuk pada bahan induk volkanik yang Kabupaten Kuningan 6.697 ha dan Kabupaten
terletak pada kondisi relief yang memungkinkan Cirebon 15.363 ha. Namun dengan adanya alih fungsi
terbentuknya drainase baik. Latosol mempunyai areal pertanian menjadi berbagai kepentingan, maka
persebaran Jenis tanah ini terletak pada lereng kaki daerah layanan irigasi menjadi berkurang.

5
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Berdasarkan data tahun 2006/2007 areal yang pisang, ketela, kopi, melinjo. Pada umumnya kebun
dilayani menjadi 19.684 Ha, dengan rincian campur berasosiasi dengan pemukiman penduduk.
Kabupaten Kuningan 6.400 ha dan kabupaten Tegalan merupakan lahan pertanian lahan
Cirebon 13.284 ha. Selain itu Waduk Darma juga kering yang ditanami berbagai jenis tanaman
melayani kebutuhan air baku untuk PDAM palawija atau tanaman musiman seperti jagung,
Kabupaten Kuningan sebanyak 80 Liter/dt (Anonim, kacang dan lain sebagainya. Kenampakan objek
2008).Waduk Darma mendapat pasokan air dari Ci tegalan pada citra yaitu berwarna hijau muda dengan
Sanggarung, Ci Nangka dan beberapa sungai kecil bercak bercak merah. Pada tegalan dengan tingkat
(Ci Landak, Ci Kalapa, Ci Reunyit) serta beberapa kerapatan tanaman yang tinggi akan memberikan
mata air. Debit di Dam utama selalu dipantau dengan tekstur yang lebih halus pada citra. Persebaran jenis
alat ukur debit Cippoleti, rata-rata debit terbesar penggunaan lahan tegalan terdapat pada lereng kaki
adalah 71 liter/dt (Anonim, 2008). vulkan dan lereng tengah vulkan. Komoditas yang
ditanam antara lain jagung, padi huma, ketela, pisang,
sayuran.
Karakteristik Penggunaan Lahan Semak belukar merupakan wilayah dengan
1) Jenis dan Persebaran Penggunaan Lahan sedikit tanaman pertanian dan juga terdapat berbagai
Kenampakan obyek sawah pada citra dapat jenis rumput dan terdapat berbagai macam campuran
dikenali dengan melihat warna, rona, bentuk, dan tanaman. Semak belukar dicirikan dengan warna
asosiasinya. Rona pada penggunaan lahan sawah juga hijau terang pada citra dengan tekstur halus sampai
bervariasi, ada rona gelap dan juga terdapat rona dengan kasar. Belukar lebih memiliki tekstur kasar
yang terang. Rona gelap tersebut menandakan bahwa dan rona yang agak gelap. Persebaran jenis
tanaman padi masih berumur muda dan penggunaan lahan ini adalah pada lereng atas vulkan.
merepresentasikan genangan air dan atau keadaan Semak dan belukar tumbuh secara alami pada lokasi-
tanah yang basah, sedangkan sawah dengan rona lokasi hutan yang telah dibuka yang nantinya
terang menandakan bahwa tanaman padi tersebut dimanfaatkan sebagai lahan pertanian lahan kering.
sudah berumur dewasa. Daerah penelitian merupakan wilayah dengan
Di daerah penelitian persebaran sawah pemukiman yang masih relatih jarang dan lebih
berasosiasi dengan sumber sumber air seperti sungai mengidentifikasikan bahwa pemukiman yang ada di
dan tepi waduk/tubuh air, tersebar pada satuan daerah penelitian merupakan pemukiman desa. Pola
bentuklahan lereng kaki vulkan dan lereng kaki persebaran pemukiman di daerah penelitian yaitu
perbukitan struktural. Berdasarkan hasil survey menyebar dan berkelompok. obyek pemukiman pada
lapangan dan informasi peta tematik penggunaan citra lebih mudah dikenali dengan melihat warna dan
lahan skala 1 : 25.000, jenis sawah di daerah asosiasinya. Pemukiman memiliki warna merah agak
penelitian terdiri atas sawah dengan masa tanam padi terang dan berasosiasi dengan jalan dan tubuh air.
dua kali dalam satu tahun dan satu kali dalam satu Persebaran pemukiman terdapat pada satuan
tahun. Sawah dengan masa tanam satu kali dalam bentuklahan lereng kaki vulkan dengan morfologi
satu tahun, memanfaatkan sumber air hujan dan mata relatif datar.
air yang muncul pada perbedaan tekuk lereng pada Hutan merupakan lahan bervegetasi dengan
satuan bentuklahan yang berbeda untuk memenuhi kerapatan tinggi, atau daerah tersebut lebih dari 90%
kebutuhan air dalam satu kali tanam. Setelah masa tertutup oleh tanaman keras. Pada citra satelit dapat
tanam berakhir, maka tanah dibiarkan kosong, dan dikenali dengan melihat warna dan teksturnya. Hutan
ditumbuhi semak dan belukar. Jenis sawah seperti ini dicirikan dengan warna hijau tua dengan tekstur kasar
diberi nama dengan nama sawah tadah hujan. Sawah hingga halus. Variasi tekstur dipengaruhi jenis hutan,
dengan masa tanam padi dua kali dalam satu tahun yakni hutan campuran atau hutan sejenis. Pada hutan
memanfaatkan sumber air irigasi untuk memenuhi dengan jenis tanaman campuran kenampakan tekstur
kebutuhan air dalam masa tanam. Pola tanam pada pada citra lebih kasar dari hutan dengan jenis
sawah irigasi adalah padi-padi-palawija. tanaman yang sama. Pada daerah penelitian lahan
Kebun campur merupakan lahan yang ditanami hutan tersebar pada lereng tengah vulkan dan lereng
berbagai jenis tanaman pertanian yang umumnya perbukitan struktural, dan terletak pada ketinggian
berkayu. Kenampakan obyek kebun campur pada lahan lebih dari 1000 m.
citra dapat dibedakan dengan melihat warna, tekstur, Informasi penggunaan lahan hasil interpretasi
dan rona. Pada kombinasi citra 542 kenampakan citra, selanjutnya dihitung luasan serta persentase dari
kebun campur memiliki warna hijau dengan tekstur setiap penggunaan lahannya. Tabel 3 menyajikan
kasar, hal ini dikarenakan kebun campur dengan luasan jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian.
tanaman jarang memiliki tekstur yang lebih kasar Berdasarkan Tabel 3, tahun 1991 luasan terbesar
apabila dibandingkan dengan kebun campur tanaman adalah jenis penggunaan lahan kebun campur yaitu
rapat. Persebaran kebun campur di lokasi penelitian seluas 851 Ha dengan persentase 29,31 %. Pada
dominan terdapat di lereng kaki dan lereng tengah tahun 2008 jenis penggunaan lahan kebun campur
vulkan dengan morfologi bergelombang sampai menunjukkan kenaikan menjadi 854 Ha atau 29,.41%
berbukit. Tanaman yang ditanam pada penggunaan Penggunaan lahan kebun campur memiliki tingkat
lahan kebun campur antara lain cengkeh, bambu, kerapatan vegetasi yang cukup tinggi, sehingga

6
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

cukup baik dalam mengontrol aliran permukaan. hutan (255 Ha), semak belukar (27 Ha), sawah tadah
Sedangkan luasan penggunaan lahan yang paling hujan (26 Ha), dan sawah irigasi (4 Ha).
kecil di lokasi penelitian adalah adalah berupa semak
belukar yang memiliki luasan sebesar 93 Ha atau 2) Akurasi Hasil Interpretasi
3,19 % pada tahun 1991 dan 65 Ha atau 2,26 % pada Untuk mengetahui tingkat akurasi atau
tahun 2008. kebenaran hasil intepretasi citra penginderaan jauh
maka dilakukan uji ketelitian. Tingkat akurasi
Tabel 3. Penggunaan Lahan di DTA Waduk interpretasi citra menentukan apakah hasil
Darma. interpretasi layak digunakan atau tidak untuk proses
Jenis
analisis selanjutnya. Uji ketelitian dilakukan terhadap
Luas (Ha) Perubahan
No Penggunaan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM tahun 2008,
(Ha) sehingga data yang digunakan dapat langsung dicek
Lahan 1991 2008
kebenarannya di lapangan. Survey lapangan
1 Hutan 395 139 -255
dilakukan pada tanggal 13 – 15 April 2009. Adapun
2 Kebun campur 851 854 3
hasil interpretasi citra Landsat 5 TM tahun 1991,
3 Pemukiman 146 213 68 tingkat akurasinya mengikuti prosedur yang telah
4 Sawah irigasi 168 164 -4 dilakukan pada hasil interpretasi Landsat 7 ETM
5 Sawah tadah hujan 279 253 -26 tahun 2008.
6 Semak belukar 93 65 -27 Jumlah sampel uji lapangan adalah 40
7 Tegalan 599 842 243 sampel dengan metode pemilihan sampel purposive
8 Tubuh air 372 372 0.00
sampling. Pemilihan titik- titik sampel didasarkan
pada lokasi-lokasi yang sulit untuk ditentukan nama
Jumlah 2903 2903
objeknya, sehingga distribusi jumlah titik sampel
Sumber : Hasil analisis data 2009
tidak merata dari setiap jenis penggunaan lahan.
Jenis penggunaan lahan sawah irigasi Hasil uji ketelitian untuk intepretasi penutup lahan
mempunyai luasan 168 Ha atau 5,70% di tahun 1991 didapatkan nilai sebesar 82,5 %. Dengan demikian
dan 164 ha atau 5,65% pada tahun 2008. Adapun hasil uji ketelitian interpretasi menunjukkan hasil
sawah tadah hujan pada tahun 1991 memiliki luas interpretasi yang cukup akurat, dan informasi
279 ha atau 9,60 % dan 253 Ha pada tahun 2008 atau penggunaan lahan dapat digunakan untuk proses
sekitar 8,71 %. Penggunaan lahan sawah merupakan analisis selanjutnya.
salah satu penggunaan lahan yang dapat
meningkatkan nilai koefisien aliran, hal ini 3) Pola Perubahan Jenis Penggunaan Lahan
ditunjukkan oleh Tan (2000) bahwa penggunaan Pola perubahan jenis penggunaan lahan yang
lahan sawah selama periode 10 tahun meningkatkan akan dikaji berikut ini berkaitan dengan pola
volume aliran permukaan sebesar 40 %. Penggunaan perubahan suatu jenis penggunaan lahan ke jenis
lahan berupa tegalan merupakan penggunaan lahan penggunaan lahan lainnya. Hal ini penting untuk
yang memiliki jenis tanaman musiman dan tingkat diketahui karena setiap jenis tutupan lahan akan
kerepatan vegetasi yang jarang. Luasan jenis berpengaruh terhadap koefisien aliran daerah
penggunaan lahan tegalan pada tahun 1991 adalah tangkapan air. Informasi perubahan suatu jenis
599 Ha atau 20,64 % dan pada tahun 2008 sebesar penggunaan lahan ke penggunaan lahan lainnya
842 Ha atau 29,01 %. Dengan karakteristik kerapatan disajikan dalam Tabel 4.
vegetasi yang jarang maka penggunaan lahan tegalan Berdasarkan Tabel 4 maka dapat dilakukan
dapat cenderung meningkatkan volume aliran suatu analisa kecenderungan pola perubahan suatu
permukaan. jenis penggunaan lahan ke penggunaan lahan lainnya.
Jenis penggunaan lahan pemukiman di lokasi Kecenderungan perubahan dikaji dalam periode
penelitian merupakan tipe pemukiman pedesaan. waktu tahun 1991 sampai dengan tahun 2008. Selama
Karakteristik pemukiman desa biasanya memiliki periode tersebut hutan merupakan jenis penggunaan
tutupan vegetasi dan masih menyediakan ruang lahan yang banyak berkurang luasnya. Pola
resapan air. Pada tahun 1991 luas lahan pemukiman perubahan jenis penggunaan lahan hutan secara
adalah 146 Ha atau 5,02 % dan di tahun 2008 berurutan berdasarkan luasan adalah hutan – tegalan
meningkat menjadi 213 ha atau 7,35 %. Penggunaan – kebun campur – semak belukar. Perubahan hutan
lahan tubuh air yaitu berupa genangan Waduk Darma. menjadi tegalan merupakan perubahan dengan luasan
Hasil perhitungan, luas genangan relatif tetap 372 yang paling tinggi yaitu sebesar 209 Ha. Hal ini
atau 12,81 %. menunjukkan bahwa kebutuhan lahan untuk
Perubahan jenis penggunaan lahan pertanian lahan kering di lokasi penelitian semakin
dikategorikan menjadi dua yaitu perubahan yang meningkat, sehingga konversi lahan hutan menjadi
bersifat bertambah dan perubahan yang bersifat non hutan cenderung meningkat. Berdasarkan hasil
berkurang. Jenis penggunaan lahan yang bertambah wawancara dengan masyarakat di lokasi penelitian,
luas antara lain Tegalan (242 Ha), pemukiman (68 diketahui bahwa peranan masyarakat sangat
Ha), dan kebun campur (3 Ha). Sedangkan jenis signifikan dalam merubah jenis penggunaan lahan
penggunaan lahan yang luasnya berkurang adalah hutan menjadi tegalan dan kebun campur. Perubahan

7
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

jenis penggunaan hutan ke non hutan terjadi di lereng Perangkat lunak sistem informasi geografi (SIG)
tengah vulkan. digunakan untuk mempermudah analisa, sehingga
diperoleh sebaran nilai koefisien aliran secara spasial
Tabel 4. Matrik Pola Perubahan Jenis Penggunaan di daerah tangkapan air (DTA) Waduk Darma.
Lahan (Ha) Tahun 1991 – 2008 Sebaran secara spasial berguna untuk
mengetahui lokasi-lokasi yang memiliki koefisien
aliran yang besar. Metode tumpang susun dan
pembobotan dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak sistem informasi geografi (SIG).
skoring dan klasifikasi hasil akhir tumpang susun
menggunakan nilai yang telah ditentukan dalam
metode Cook’s.

5) Kemiringan lahan
Faktor relief yang didekati dengan kemiringan
lereng merupakan faktor yang memiliki nilai relatif
Sumber : Hasil analisis 2009 besar dibandingkan nilai dari faktor lainnya
Berdasarkan metode Cook’s. Peta kemiringan lahan
Keterangan
pada Peta 5 dikelaskan berdasarkan klasifikasi
htn : Hutan metode Cook’s. Berdasarkan Peta 5 dapat dilihat nilai
kbc : Kebun campur dan sebaran keruangan kemiringan lahan di daerah
pmk : Pemukiman penelitian.
swi : Sawah irigasi Relief datar (0–5%) dengan mempunyai luasan
std : Sawah tadah hujan
710,762 Ha atau sekitar 24,28% dari total area. Relief
bergelombang (5–10%) mempunyai luasan 666,70
smk : Semak belukar
Ha atau 22,96 % dari total area, relief berbukit (10–
tgl : Tegalan 30%) sebesar 821,450 Ha atau 28,29 %, dan relief
tba : Tubuh air/genangan waduk curam (>30%) sebesar 704,22 atau 24,26 %. Kelas
lereng dengan yang paling besar adalah relief
Perubahan jenis penggunaan lahan kebun berbukit dengan kelerangan 10 – 30 %.
campur ke jenis penggunaan lahan lainnya seperti
tegalan, pemukiman, sawah tadah hujan dan sawah 6) Penutup Lahan
irigasi terjadi pada lereng kaki vulkan dan lereng kaki Faktor penutup lahan merupakan parameter
perbukitan struktural. Berdasarkan luasan, jenis berikutnya dalam penilaian menggunakan metode
penggunaan lahan kebun campur berubah menjadi Cook. Peta penggunaan lahan hasil interpretasi citra
tegalan, pemukiman, sawah tadah hujan, dan sawah Lansat 7 ETM dan Landsat TM pada Peta 6 dan Peta
irigasi. Perubahan jenis penggunaan lahan kebun 7, disesuaikan Berdasarkan parameter penutup lahan
campur menjadi tegalan adalah 41 Ha. Jenis yang menjadi dasar dalam analisis metode Cook’s.
penggunaan lahan kebun campur berada di sebelah penyesuaian kelas penggunaan lahan dengan kelas
barat dan selatan Waduk Darma dengan kemiringan penutup lahan metode Cook’s dilakukan atas dasar
lereng 0 – 10 %, berasosiasi dengan persebaran karakteristik tutupan vegetasi pada masing-masing
pemukiman penduduk, sawah tadah hujan, tegalan jenis penggunaan lahan.
dan sawah irigasi. Berdasarkan hasil penyesuaian kelas
Pertumbuhan jumlah penduduk di lokasi penggunaan lahan dengan tutupan lahan metode
penelitian, mengakibatkan meningkatnya kebutuhan Cook’s maka diperoleh hasil pada tahun 1991 luas
lahan untuk permukiman. Perubahan jenis area dengan kriteria baik – sangat baik 1192.25 ha
penggunaan lahan sawah irigasi dan sawah tadah atau 41,06 %, sedangkan pada tahun 2008 memiliki
hujan menjadi penggunaan lahan pemukiman terjadi luas 1134.15 Ha atau 39,07 %. Luas area dengan
pada lereng 5 – 10 % dan berada di lereng kaki kriteria sedang – baik adalah 1530.29 Ha atau 52.71
vulkan dan lereng kaki perbukitan struktural. Selain %, sedangkan pada tahun 2008 memiliki luas
itu perubahan jenis penggunaan lahan sawah juga 1435.23 ha atau 49.43 luas area dengan kriteria jelek
berubah menjadi jenis penggunaan lahan kebun - sedang 238.69 Ha atau 8.22 %, sedangkan pada
campur. tahun 2008 memiliki luas 275.84 ha atau 9.50 %.
Dengan demikian terdapat peningkatan luasan kelas
4) Distribusi Koefisien Aliran dengan kriteria jelek – sedang, sedangkan untuk
Distribusi koefisien aliran daerah tangkapan kriteria baik – sangat baik dan sedang – baik
air didapat dari beberapa faktor fisik yang dihitung mengalami penurunan luasan.
berdasarkan metode Cook’s yang menggunakan
pembobotan untuk setiap faktornya. Faktor–faktor 7) Kerapatan Aliran
tersebut adalah kemiringan lahan, infiltrasi tanah, Nilai Simpanan permukaan didekati dari
simpanan air permukaan dan penutup lahan. kerapatan aliran yang merupakan perbandingan

8
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

antara panjang total sungai dengan luas DTA. Hasil koefisien aliran dengan klasifikasi tinggi mempunyai
dari perhitungan ini menghasilkan nilai sebesar 4,69 luasan terbesar yaitu sebesar 1317 Ha. Sedangkan
mile/mil2 yang berarti pengatusan termasuk kelas yang memiliki nilai luasan terendah yaitu klasifikasi
sedang. Hasil diatas Berdasarkan perhitungan ekstrim dengan luasan sebesar 312 Ha dan untuk
panjang sungai total sebesar 52,48 mile dan luas DTA klasifikasi sedang/normal sebesar 903 Ha. Menurut
sebesar 11,21 mile2. Nilai ini merupakan hasil pembobotan metode Cook’s ini, di DTA Darma
perhitungan dari keseluruhan daerah tangkapan tidak terdapat unit koefisien aliran yang
air. Untuk melihat variasi secara spasial dari memiliki klasifikasi rendah atau dengan nilai
kerapatan aliran didaerah tangkapan air, maka koefisien antara 0 hingga 25 %. Persebaran nilai
dilakukan perhitungan nilai kerapatan aliran koefisien aliran ditunjukkan pada Peta 9 untuk
berdasarkan unit analisa kemiringan lahan. koefisien aliran tahun 1999 dan Peta 10 untuk
Berdasarkan hasil analisa kerapatan aliran, maka koefisien aliran tahun 2008.
diperoleh peta sebaran nilai kerapatan aliran
seperti ditunjukkan oleh Peta 8. distribusi Tabel 5. Klasifikasi Koefisien Aliran DTA Waduk
sebaran nilai kerapatan aliran di lokasi Darma
penelitian berasosiasi dengan tingkat Luas (Ha)
Klasifikasi Nilai Koefisien Aliran
kemiringan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa 1991 2008
tingkat pengeringan yang sangat cepat terjadi
Kelas II (Normal) : 25 – 50 % 943 903
pada lereng dengan kemiringan yang besar dan
jaringan sungai yang rapat. Kelas III (Tinggi) : 50 – 75 % 1351 1317
Kelas IV (Ekstrim) : > 75 % 237 312
Waduk 372 372
8) Infiltrasi Tanah
Jumlah 2903 2903
Berdasarkan peta tanah skala tinjau diketahui
Sumber : Hasil analisis 2009
bahwa di daerah penelitian terdapat tiga jenis tanah
yaitu asosiasi regosol dan andosol, latosol, dan Hasil penelitian menunjukkan bahwa unit
podsolik merah kuning. Selanjutnya, informasi jenis koefisien aliran yang mempunyai klasifikasi ekstrim
tanah akan digunakan untuk mengetahui besarnya berada dibagian lereng yang curam dengan nilai
kapasitas infiltrasi berdasarkan pendekatan tekstur koefisien aliran mencapai 75%. Unit koefisien aliran
tanah. Titik sampel tekstur tanah kemudian di plot dengan klasifikasi tinggi merupakan unit yang
pada peta jenis tanah. Satu titik sampel dianggap dominan. Klasifikasi lainnya adalah klasifikasi
mewakili poligon pada luasan tertentu. Informasi sedang dengan nilai koefisien aliran antara 45 hingga
tekstur tanah tersebut kemudian disesuaikan dengan 50 %. Nilai koefisien aliran yang tinggi ini
klasifikasi metode Cook’s. disebabkan oleh kondisi topografi daerah penelitian
yang mempunyai relief yang berbukit. Keadaan ini
9) Sebaran Koefisien Aliran memiliki pengaruh yang besar terhadap penilaian
Metode tumpang susun digunakan untuk besarnya koefisien aliran karena pendekatan dengan
memperoleh sebaran nilai koefisien aliran. Hasil metode Cook memberikan bobot yang relatif besar
keseluruhan nilai koefisien aliran di DTA Waduk pada relief yang didekati dengan nilai kemiringan
Darma dari rerata timbang tiap unit koefisien aliran lereng. Walaupun kondisi penutup lahannya yang
menghasilkan nilai koefisien aliran rerata timbang dinilai baik mempunyai luasan 41,06 % di tahun
tahun 1991 di DTA Darma ini sebesar 52,73 %, yang 1991 dan 39,07 % di tahun 2008 namun kurang
menunjukkan 52,73 % hujan yang jatuh pada DTA ini memberikan pengaruh terhadap nilai koefisien aliran.
akan menjadi aliran permukaan. Sedangkan tahun Hal tersebut jika didasarkan pada teori seharusnya
2008 nilai koefisien aliran adalah 54,63 %. Nilai ini daerah yang bervegetasi penutup baik cenderung
termasuk kelas tinggi pada klasifikasi metode Cook memiliki nilai koefisien aliran yang rendah. Air hujan
karena berada diantara 50% hingga 75%. Suyono yang jatuh akan tertahan oleh vegetasi di bawah
(1996) menyebutkan bahwa perhitungan dengan permukaan tanah sehingga aliran menjadi kecil. Teori
metode Cook merupakan perhitungan untuk koefisien juga menyebutkan bahwa semakin besar nilai
aliran puncak sehingga hasil pada DTA Waduk kemiringan lereng maka akan mengakibatkan air
Darma ini adalah tinggi. yang berasal dari hujan akan cepat mengalir menjadi
Tabel 5 menunjukkan kelas nilai koefisien aliran akibat adanya gravitasi bumi. Uraian tersebut
aliran berdasarkan metode Cook’s. Tahun 1991 nilai memperkuat argumentasi bahwa faktor lereng
koefisien aliran dengan klasifikasi tinggi mempunyai memiliki peranan yang cukup signifikan terhadap
luasan terbesar yaitu sebesar 1351 Ha. Sedangkan peningkatan nilai koefisien aliran, nilai persebaran
yang memiliki nilai luasan terendah yaitu klasifikasi koefisien aliran pada skala tinggi di DTA waduk
ekstrim dengan luasan sebesar 237 Ha dan untuk memiliki luasan yang cukup dominan pada lereng 10
klasifikasi sedang/normal sebesar 943 Ha. Proporsi % - 30 % dan persebaran koefisien aliran ekstrim
luasan koefisien aliran tahun 2008 yaitu nilai berasosiasi dengan lereng > 30 %. Perubahan luasan

9
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

hutan menjadi non hutan pada lereng > 10 % Debit aliran (Q) Koefisien
meningkatkan nilai koefisien aliran permukaan dari Hujan (mm/tahun) aliran
Thn
kelas tinggi menjadi ekstrim. Perubahan jenis (mm) Q Q Q Tahunan
penggunaan lahan hutan terjadi pada lereng tengah total dasar langsung (%)
vulkan pada lereng 10 - 30 % dan > 30 %.
2002 2141 1550.22 461.27 1088.95 50.84

10) Karakteristik Koefisien Aliran 2003 2018 1376.77 341.02 1035.74 51.30
Nilai persebaran koefisien aliran pada uraian
di atas merupakan nilai koefisien aliran estimasi 2004 2457 2085.25 476.98 1608.27 65.45
berdasarkan metode Cook’s dengan
mempertimbangkan faktor fisik dan penggunaan 2005 2887 1983.44 405.51 1577.93 54.65
lahan. Berdasarkan hasil analisis memperlihatkan
bahwa perubahan penggunaan lahan telah 2006 2272 1833.29 428.05 1405.24 61.85
meningkatkan nilai koefisien aliran. Untuk
2007 2284 1699.91 371.11 1328.80 58.17
memperkuat hasil estimasi tersebut, maka nilai
koefisien aliran DTA Waduk Darma berdasarkan data 2008 2336 1665.48 265.48 1400.00 59.91
hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai
perbandingan. Koefisien aliran tahunan dihitung Sumber : Hasil pengolahan data 2009
berdasarkan jumlah hujan tahunan dan debit aliran
langsung dalam satu tahun. Pendekatan yang Tabel 6 menunjukkan bahwa untuk koefisien
digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien aliran aliran tahunan terendah adalah pada tahun 1996 yaitu
tahunan adalah berdasarkan masukan air (hujan 44,82 % sedangkan yang tertinggi adalah pada tahun
tahunan) dan keluarannya (debit inflow) saja tanpa 2004 yaitu 65,45. Nilai ini dari tahun ke tahun
melihat proses yang terjadi didalamnya. menunjukkan nilai yang fluktuatif, namun memiliki
Data hujan yang digunakan adalah hujan kecenderungan yang terus meningkat sebagaimana
rerata wilayah yang dihitung dengan menggunakan ditunjukkan oleh Gambar 2. Jika dilihat dari besarnya
metode poligon Thiessen pada stasiun pengamatan nilai koefisien aliran berdasarkan data terukur dan
hujan Darma dan Gunung Sirah. Hasil perhitungan berdasarkan metode Cook’s dapat perbedaan yang
polygon thiessen memperlihatkan pengaruh stasiun cukup signifikan. Faktor yang mempengaruhi
hujan Darma adalah 1,456 dan stasiun Gunung Sirah perbedaan ini adalah karena proses pengalihragaman
adalah 2,431. Debit aliran merupakan debit inflow hujan menjadi aliran sangat dipengaruhi oleh banyak
Waduk Darma yang dikuantifikasikan dalam nilai faktor, antara lain evapotranspirasi dan laju infiltrasi.
tebal aliran (mm). Nilai koefisien aliran dihitung Selain itu nilai debit inflow merupakan jumlah dari
dalam periode pengukuran data tahun 1991 sampai aliran langsung dan aliran dasar (baseflow). Terlepas
2008, ditunjukkan pada Tabel 6. dari perbedaan nilai koefisien aliran, jika dilihat dari
trend/kecenderungan nilai koefisien aliran tahunan
Tabel 6 Koefisien Aliran Tahunan DTA Darma dari tahun 1991 sampai tahun 2008 cenderung naik.
Debit aliran (Q)
Kecenderungan naiknya nilai koefisien
Koefisien
Hujan (mm/tahun) aliran aliran ini merupakan salah satu indikasi adanya
Thn faktor-faktor yang menimbulkan kenaikan nilai
(mm) Q Q Q Tahunan
total dasar langsung (%) tersebut. Faktor penggunaan lahan merupakan faktor
1991 2548 2036.05 754.01 1282.04 50.32 yang mengalami perubahan luasan pada setiap jenis
penggunaan lahannya. Sebagaimana hasil analisis
1992 2983 1936.63 465.70 1470.93 49.31 perubahan penggunaan lahan bahwa terjadi
penurunan luasan hutan dan kenaikan luas
1993 2384 2116.82 920.97 1195.85 50.16 permukiman. Demikian pula jenis penggunaan lahan
tegalan mengalami kenaikan luasan. Hal ini
1994 2159 1858.01 735.55 1122.47 51.99
menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan
1995 3433 2385.17 689.70 1695.47 49.39 pada daerah tangkapan air Waduk Darma telah
berpengaruh terhadap kondisi koefisien aliran, baik
1996 2494 1600.82 482.94 1117.88 44.82 itu dari hasil perhitungan faktor biofisik, maupun dari
analisis data hidrologi debit inflow Waduk Darma.
1997 1808 1346.55 406.15 940.40 51.99

1998 3101 2244.22 493.34 1750.88 56.46

1999 2323 1951.50 703.13 1248.38 53.73

2000 2288 1655.01 404.28 1250.73 54.66

2001 2700 2152.65 489.37 1663.28 61.58

10
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Koefisien Regim Sungai Keputusan Menteri


Kehutanan No. 52/Kpts-II/2001, Koefisien Regim
Sungai (KRS) < 50 (baik), 50 – 120 (sedang), >120
(jelek)
Salah satu akibat dari semakin tingginya
rasio debit rata-rata harian maksimum dan minimum
adalah menurunnya aliran dasar pada musim kering,
dikarenakan kemampuan menyimpan air pada daerah
tangkapan air semakin berkurang. Menurunnya aliran
dasar pada musim kering tentunya mengurangi
pasokan air ke dalam Waduk Darma.

Sumber : Hasil pengolahan data 2009

Gambar 2. Grafik Kecenderungan Nilai Koefisien


Aliran Tahunan

Dampak dari naiknya nilai koefisien aliran


adalah menurunnya jumlah debit aliran dasar
(baseflow) dan naiknya debit aliran langsung (direct
runoff). Gambar 3 menunjukkan kecenderungan nilai
debit aliran dasar dan aliran langsung. Debit aliran
langsung cenderung naik selama periode tahun 1991
sampai tahun 2008. Sendangkan debit aliran dasar Sumber : Hasil pengolahan data 2009
mengalami cenderung turun. Berdasarkan data Gambar 4. Kecenderungan Nilai Koefisien Regim
pengukuran debit inflow dan hasil analisis dapat Sungai
dijelaskan bahwa kenaikan nilai koefisien aliran
berpengaruh terhadap kecenderungan naik dan 12) Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan
turunnya debit aliran langsung dan debit aliran dasar. Hasil analisis perubahan penggunaan lahan
Debit aliran dasar sangat penting peranannya untuk dan evaluasi penggunaan aktual terhadap
menjaga volume air waduk di musim kemarau. perencanaan penataan ruang di daerah tangkapan air
(DTA) Waduk Darma, selanjutnya akan dijadikan
sebagai dasar dalam pembuatan model simulasi
sederhana perubahan penggunaan lahan. Simulasi
perubahan penggunaan lahan terdiri atas 4 skenario
perubahan penggunaan lahan yang mana penggunaan
lahan tahun 2008 dijadikan sebagai awal dari
penyusunan skenario. Kriteria perubahan penggunaan
lahan yang terdiri atas empat skenario disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7. Skenario Perubahan Penggunaan Lahan

Skenario
Tahun 2008
Sumber : Hasil pengolahan data 2009 1a 1b 2a 2b
Gambar 3. Grafik Kecenderungan Debit Aliran Hutan Hutan Tegalan Hutan Hutan
Langsung dan Aliran Dasar Semak Semak Tegalan Kebun Hutan
belukar belukar campur
11) Koefisien Regim Sungai Kebun Kebun Tegalan Kebun Hutan
Kecenderungan nilai koefisien aliran campur campur campur
Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan Hutan
tahunan yang semakin meningkat, akan berpengaruh
pula terhadap variasi temporal debit maksimum dan Sawah tadah Tegalan pemuki Sawah tadah Tegalan
minimum. Berdasarkan perbandingan antara nilai hujan man hujan
sawah irigasi pemukim pemuki sawah irigasi sawah
debit maksimum dan debit minimum dari data debit an man irigasi
inflow Waduk Darma diperoleh hasil kecenderungan pemukiman pemukim pemuki pemukiman pemuki
yang sama dengan nilai koefisien aliran. an man man
Kecenderungan perbandingan debit harian rata-rata Sumber : Hasil analisis data 2009
maksimum dan minimum mengalami kenaikan, Keterangan
sebagaimana ditunjukkan dengan Gambar 4. Skenario 1a : tanpa rehabilitasi dan konservasi
Sehingga kisaran debit aliran sungai semakin besar tahun 2009 - 2013
Skenario 1b : tanpa rehabilitasi dan konservasi
dan penimbunan air di dalam daerah tangkapan air
tahun 2014 - 2018
semakin buruk. Berdasarkan kriteria penilaian nilai

11
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Skenario 2a : dengan rehabilitasi dan konservasi cukup dominan di sebelah timur dan selatan Waduk
tahun 2009 - 2013 Darma. Sedangkan penggunaan lahan tegalan masih
Skenario 2b : dengan rehabilitasi dan konservasi terlihat pada lereng tengah vulkan dan sebagian pada
tahun 2014 - 2018 lereng kaki perbukitan struktural. Pola penggunaan
lahan pada skenario 2a cukup sesuai dengan
Skenario 1a dan skenario 1b didasarkan peruntukannya berdasarkan petunjuk penataan ruang
pada kondisi perubahan penggunaan lahan aktual dan pada Master Plan Kabupaten Kuningan 2030.
tahun sebelumnya, dan tidak ada intervensi Skenario 2b didominasi oleh penggunaan lahan
pemerintah dalam mengelola setiap perubahan hutan, dengan tetap menyediakan ruang untuk
penggunaan lahan. Sedangkan skenario 2a dan penggunaan lahan pemukiman, tegalan, dan lahan
skenario 2b, didasarkan pada kondisi adanya sawah. Penggunaan lahan hutan tersebar di lereng
intervensi dari pemerintah untuk melakukan tindakan tengah vulkan dan lereng perbukitan struktural
rehabilitasi dan konservasi lahan di daerah tangkapan dengan kemiringan lahan 10 – 30 %. Sebagian
air Waduk Darma. menempati pada lereng kaki vulkan dan lereng kaki
Skenario perubahan penggunaan lahan pada perbukitan struktural dengan kemiringan lahan 5 – 15
Tabel 7, selanjutnya dipetakan dengan unit analisis %. Sawah irigasi, pemukiman dan tegalan terletak
penggunaan lahan aktual Tahun 2008. Dengan memiliki luasan yang sempit yang tersebar pada
menggunakan perangkat lunak sistem informasi lereng kaki vulkan dan lereng kaki perbukitan
geografi, pemetaan perubahan penggunaan lahan struktural dengan kemiringan lahan 0 – 5 %.
pada skenario 1a, 1b, 2a, dan 2b dapat dilakukan Penggunaan lahan hutan pada skenario 4 cukup
dengan cepat. Gambar 5 menyajikan peta simulasi dominan dan apabila dinilai dengan peruntukannya
perubahan penggunaan lahan skenario 1a, skenario berdasarkan petunjuk penataan ruang pada Master
1b, skenario 2a, skenario 2b. Pada skenario 1a dan Plan Kabupaten Kuningan 2030, kurang sesuai,
skenario 1b dapat dilihat bahwa sebaran perubahan terutama pada lokasi budidaya lahan sawah.
penggunaan lahan lebih dominan terjadi di bagian
selatan dan Timur Waduk Darma, yaitu pada satuan Analisis perubahan penggunaan lahan
bentuklahan lereng kaki vulkan, lereng kaki dengan 2b skenario di atas, kemudian digunakan
perbukitan struktural, dan lereng perbukitan untuk menghitung persebaran nilai koefisien aliran
struktural. Pada skenario 1b penggunaan lahan dengan menggunakan metode Cook’s. Hasil analisis
pemukiman tersebar pada bagian timur dan selatan koefisien aliran dengan menggunakan metode Cook’s
dari Waduk Darma, demikian pula penggunaan lahan disajikan dengan peta sebaran koefisien aliran pada
tegalan dominan tersebar pada lereng tengah vulkan Gambar 6. Pada skenario 1a dan skenario 1b sebaran
dan lereng perbukitan struktural. Apabila kondisi ini koefisien aliran memiliki pola yang relatif sama
dinilai dengan kriteria kesesuaian lahan, maka dengan kondisi aktual. Nilai koefisien aliran pada
skenario 1b merupakan model penggunaan lahan kriteria tinggi (50 – 75 %) memiliki penambahan
yang harus dicegah, karena sebagian besar tidak luas yang cukup signifikan pada bagian barat dan
sesuai dengan peruntukannya. utara Waduk Darma. Nilai koefisien rerata timbang
pada skenario 1a adalah 56,00 % dan pada skenario
1b adalah 60,47 %. Hal ini menunjukkan bahwa
perubahan penggunaan lahan pada skenario 1a dan 1b
meningkatkan nilai koefisien aliran. Pada skenario 2a
sebaran nilai koefisien aliran pada kelas ekstrim dan
tinggi berkurang di sebelah barat dan utara Waduk
Darma. Hasil perhitungan nilai koefisien rerata
timbang pada skenario 2a yaitu 55,34 %, masih di
atas dari kondisi tahun 2008. Pada skenario 2b
sebagan nilai koefisien aliran didominasi oleh kelas
normal (25 – 50 %) dan tinggi (50 – 75 %). Sebaran
nilai koefisien tinggi terletak pada lereng tengah
vulkan pada kemiringan lahan > 15 %. Sedangkan
koefisien aliran normal tersebar pada lereng kaki
vulkan, lereng kaki perbukitan struktural dan lereng
perbukitan struktual. Hasil simulasi skenario 1a, 1b,
2a, dan 2b menujukkan bahwa ada pengaruh dari
Sumber : Hasil analisis data 2009 perubahan penggunaan lahan terhadap sebaran
koefisien aliran di daerah tangkapan air (DTA)
Gambar 5. Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan Waduk Darma.

Penggunaan lahan pada Skenario 2a dan


skenario 2b lebih didominasi oleh jenis penggunaan
lahan kebun campur dan hutan. Persebaran
penggunaan lahan kebun campur pada skenario 2a

12
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Sumber : Hasil analisis data 2009

Gambar 7. Simulasi Volume Air

Pengaruh variasi koefisien aliran terhadap


debit aliran yang dihasilkan disajikan pada Gambar 7.
Sumber : Hasil analisis data 2009
debit aliran lansung pada skenario 1 a, skenario 1b,
Gambar 6. Simulasi Perubahan Sebaran Koefisien dan skenario 2a cenderung naik dari kondisi aktual
Aliran tahun 2008. Naiknya volume air yang dihasilkan
mengakibatkan turunnya volume aliran dasar yang
Nilai koefisien aliran selanjutnya digunakan dihasilkan pada skenario 1 a, skenario 1b, dan
untuk menghitung debit aliran langsung dan aliran skenario 2a. Skenario 2b menunjukkan nilai koefisien
dasar berdasarkan rerata jumlah hujan tahunan dari aliran yang paling kecil dan termasuk pada kelas
tahun 1991 – 2008 dari stasiun pengukuran curah normal. Pada skenario 2b jenis penggunaan lahan
hujan Darma dan stasiun Gunung Sirah. Hasil dari hutan mampu untuk mengurangi volume aliran
analisis polygon Thiessen diperoleh nilai curah hujan langsung dan meningkatkan volume aliran dasar.
rerata wilayah tahunan sebesar 2382 mm/tahun. Sehingga dapat dilihat pada Gambar 7. nilai aliran
Besarnya nilai evapotranspirasi aktual diperoleh dasar pada skenario 2b lebih besar dari aliran
berdasarkan hasil perhitungan Tabel 5.7, yang mana langsung.
nilai evapotranspirasi aktual merupakan besarnya
curah hujan dikurangi dengan debit total/debit inflow. KESIMPULAN
Hasil perhitungan diperoleh nilai evapotransporasi 1 Perubahan penggunaan lahan terjadi di daerah
aktual rata-rata selama periode tahun 1991 sampai tangkapan air (DTA) Waduk Darma selama
tahun 2008 sebesar 619 mm/tahun. Tabel 8 periode waktu tahun 1991 sampai tahun 2008.
menunjukkan nilai simulasi koefisien aliran dan Jenis penggunaan lahan yang dominan berubah
volume air yang dihasilkan oleh daerah tangkapan air adalah hutan, tegalan, dan pemukiman. Jenis
(DTA) Waduk Darma berdasarkan curah hujan rerata penggunaan lahan yang bertambah luas antara
wilayah tahunan. lain tegalan (242 Ha), pemukiman (68 Ha), dan
kebun campur (3 Ha). Sedangkan jenis
Tabel 8. Simulasi Koefisien Aliran dan Volume air penggunaan lahan yang luasnya berkurang adalah
hutan (255 Ha), semak belukar (27 Ha), sawah
Debit aliran tadah hujan (26 Ha), dan sawah irigasi (4 Ha).
Debit aliran dasar
Skenari Koefisi langsung
Perubahan jenis penggunaan lahan kebun campur
o en mm/tah m3/tahu mm/tah m3/tahu
un n un n ke jenis penggunaan lahan lainnya seperti tegalan,
Tahun 27.951. 23.2137 pemukiman, sawah tadah hujan dan sawah irigasi
2008 54,63 963 644 800 31 terjadi pada lereng kaki vulkan dan lereng kaki
Skenario 28.652. 22.512. perbukitan struktural. Jenis penggunaan lahan
1a 56,00 987 610 776 765
Skenario 30.939. 20.225.
kebun campur berada di sebelah barat dan selatan
1b 60,47 1066 702 697 673 Waduk Darma dengan kemiringan lereng 0 – 10
Skenario 28.314. 22.850. %, berasosiasi dengan persebaran pemukiman
2a 55,34 975 919 787 456 penduduk, sawah tadah hujan, tegalan dan sawah
Skenario 24.559. 26.605.
irigasi. Perubahan jenis penggunaan lahan sawah
2b 48,00 846 380 917 995
Sumber : Hasil analisis data 2009 irigasi dan sawah tadah hujan menjadi
penggunaan lahan pemukiman terjadi pada lereng
Berdasarkan Tabel 8, nilai koefisien aliran 5 – 10 % dan berada di lereng kaki vulkan dan
aktual tahun 2008, skenario 1a, skenario 1b, skenario lereng kaki perbukitan struktural.
2a termasuk pada kelas tinggi, sedangkan nilai 2 Perubahan penggunaan lahan pada daerah
koefisien aliran pada skenario 2b termasuk pada skala tangkapan air (DTA) Waduk Darma selama
normal. periode waktu tahun 1991 sampai tahun 2008
mempengaruhi kondisi koefisien aliran, baik itu
dari hasil perhitungan faktor biofisik, maupun

13
Jurnal Ilmu Kehutanan, Wanakarsa, Vol 9 No. 2 2015, ISSN 02160733
Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

dari analisis data hidrologi debit inflow waduk USEPA. 2001. Our Built and Natural Environment:
Darma. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien A Technical Review of the Interaction Between
aliran tahunan dan koefisien regim sungai yang land Use, Transportation, and Environmental
cenderung naik dari tahun 1991 sampai tahun Quality. 2001 p.4.
2008. Besarnya debit aliran langsung cenderung (www.epa.gov/livability/pdf/built.pdf ,
naik sedangkan aliran dasar cenderung turun didownload tanggal 28 Januari 2009)
selama periode penelitian.
3 Hasil simulasi skenario 1a, 1b, 2a, dan 2b
menujukkan bahwa ada pengaruh dari perubahan
penggunaan lahan karakteristik hidrologi daerah
tangkapan air (DTA) Waduk Darma yang meliputi
koefisien aliran, aliran langsung, dan aliran dasar.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor :
Penerbit IPB.
Asdak, C. 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press..
Brandt J.S., Philip A. T. Land Use Land Cover
conversion, Regeneration and Degradation.
Landscape Ecology. 21: 607 – 623.
Dardak H. 2008. Strategi Implementasi Rencana Tata
Ruang Pulau Jawa – Bali dan Sumatera. Dirjen
Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum
(www.penataanruang.net/taru/Makalah/DirjenP
R_120705.pdf,
didownload tanggal 29 Desember 2008)
Dinas PSDA WS Cimanuk – Cisanggarung. 2008.
Brosur Waduk Darma. Cirebon
Hudson, N.W. 1993. Field Measurement Of Soil
Erosion & Runoff, Food & agricultural
Organization of The United States.
www.fao.org/docrep/T0848E/T0848E00.htm
Kodoatie R.J. dan Roestam S. 2005. Pengelolaan
Sumberdaya Air Terpadu. Penerbit Andi.
Yogyakarta
Pemkab Kuningan. 2008. Mater Plan Kabupaten
Kuningan 2030
Purwadhi. 2008. Pengantar Interpretasi Citra
Penginderaan Jauh. LAPAN – Jurusan
Geografi Universitas Negeri Semarang
Sandy I. M. _____. Tanah Muka Bumi, UUPA 1960 –
1995. Penerbit PT Indograph bakti – FMIPA –
UI. Jakarta
Soehoed A. R. 2006. Tinjauan Ulang gagasan
Pengelolaan Air Van Blommestein untuk Pulau
Jawa – Peranan Waduk-Waduk Besar. Jakarta.
Penerbit Djambatan
Sri-Harto, 1993, Analisis Hidrologi, Jakarta :
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Tang Z, B.A. Engel, B.C. Pijanowski. K.J.Lim. 2005.
Forecasting Landuse Change and Its
Environmental Impac at a Watershed Scale.
Journal of Environmental Management. 76 : 35
– 45
(www.ltm.agriculture.purdue.edu/ Tang et al
JEM 2005.pdf, didownload tanggal 2 Januari
2009)

14

Anda mungkin juga menyukai