Anda di halaman 1dari 12

BAB III

DASAR TEORI

3.1.Pengertian Pemboran Air Tanah

Air tanah (Groundwater) adalah air yang menempati rongga-rongga pada

lapisan geologi dalam keadaan jenuh dan jumlah yang cukup (identik dengan

akuifer). Air tanah merupakan salah satu sumber kebutuhan air bagi kehidupan

makhluk di muka bumi.

Pemboran air tanah adalah suatu kegiatan pemboran yang dilaksanakan

dengan tujuan sebagai sarana eksplorasi, pengambilan, pemakaian dan

paengusahaan, pemantauan air tanah.

3.2.Pengertian Mesin Bor

Secara umum dalam pelaksanaan pengeboran suatu lubang pada benda kerja

diperlukan suatu mesin bor yang bekerja baik dan teliti. Mesin dapat mengebor

benda kerja secara terus menerus dan mempunyai kecepatan poros yang dapat

disetel menurut kebutuhannya dan dapat melakukan bermacam–macam

pengeboran sesuai dengan kebutuhan.

Mesin bor adalah suatu jenis mesin yang gerakannya memutarkan alat

pemotong (mata bor) yang arah pemakaian mata bor hanya pada sumbu mesin

tersebut.

9
3.3.Jenis-jenis Mesin Pemboran

Didalam pemboran ada beberapa jenis mesin bor diantaranya adalah sebagai

berikut:

3.3.1.Mesin Bor Tumbuk

Mesin bor tumbuk biasanya disebut cable tool atau spudder rig yang

dioperasikan dengan cara mengangkat dan menjatuhkan alat bor berat secara

berulang- berulang ke dalam lubang bor. Mata bor akan memecahkan batuan

yang terkonsolidasi menjadi kepingan kecil, atau akan melepaskan butiran–

butiran pada lapisan. Kepingan atau hancuran tersebut merupakan campuran

lumpur dan fragmen batuan pada bagian dasar lubang, jika di dalam lubang

tidak dijumpai air, perlu ditambahkan air guna membentuk fragmen batuan

(slurry). Bila kecepatan laju pemboran sudah menjadi sangat lambat, slurry

diangkat ke permukaan dengan menggunakan timba (beller) atau sand pump.

Sumber: http://theg2s.blogspot.co.id/p/blog-page.html

Gambar 3.1. Mesin Bor Tumbuk

10
3.3.2.Mesin Bor Putar

Mesin bor putar merupakan jenis mesin bor yang mempunyai

mekanisme paling sederhana, untuk memecahkan batuan menjadi kepingan

kecil, mata bor hanya mengandalkan putaran mesin dan beban pada rangkaian

stang bor. Jika pemboran dilakukan pada formasi batuan yang cukup keras,

maka rangkaian stang bor dapat ditambah dengan stang pemberat. Kepingan

batuan yang hancur oleh gerusan mata bor akan terangkat ke permukaan

karena dorongan fluida.

Sumber: https://fileq.wordpress.com/tag/mesin-bor/

Gambar 3.2. Mesin Bor Putar

11
3.3.3.Mesin Bor Putar – Hidrolik (Hydraulic Rotary)

Dalam metode pemboran ini domana lubang bor terbentuk akibat

adanya mekanisme pemboran, digerakkan oleh air dan juga tergantung pada

rangkaian stang bor.

Dari ketiga jenis mesin bor diatas maka dalam kegiatan kerja praktek yang

dilaksanakan di Kelurahan Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang Provinsi

Nusa Tenggara Timur, menggunakan Mesin Bor Putar. Pada dasarnya berfungsi

untuk memecahkan batuan menjadi kepingan kecil, dan mata bor hanya

mengandalkan putaran mesin dan beban rangkaian stang bor. Jika pemboran

dilakukan pada formasi batuan yang cukup keras, maka rangkaian stang bor dapat

ditambah dengan stang pemberat.

3.4.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pemboran

3.4.1.Sifat Batuan

Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi pada

pemilihan metode pemboran.

1. Kekerasan

Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus

terhadap abrasi. Kekerasan dipakai untuk mengukur sifat–sifat teknis dari

material batuan dan juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya

tegangan yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada batuan.

Kekerasan batuan dapat juga di pakai untuk menyatakan besarnya

tegangan yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada batuan.

12
”Moh’s test” digunakan untuk menentukan nomor urutan macam-macam

mineral, yang menyatakan kekerasan relatif suatu mineral terhadap

mineral lain. Dalam skala Mohs, suatu mineral akan dapat menggores

semua mineral yang mempunyai nomor urutan lebih rendah.

Kuat Tekan Batuan


Klasifikasi Skala Mohs
(MPa)

Sangat Keras >7 >200

Keras 6-7 120 - 200

Sedang 4.5 – 6 60 – 120

Cukup Lunak 3 – 4.5 30 – 60

Lunak 2–3 10 – 30

Sangat Lunak 1–2 <10

Tabel 3.1. Skala Fredrich van Mohs (1882)

2. Kekuatan (Strength)

Pada prinsipnya kekuatan batuan adalah kemampuan batuan terhadap gaya

yang bekerja pada batuan tersebut baik secara statis maupun dinamis

tergantung pada komposisi mineral.

3. Elastisitas

Sifat elatisiatas dinyatakan dengan modulus elatisitas atau modulus Young

(E) dan nisbah poisson (u). Modulus elatisitas merupakan faktor

kesebandingan antara tegangan normal dengan regangan relatif,

sedangkan nisbah poisson merupakan kesebandingan regangan lateral dan

13
regangan aksial. Modulus elastisitas sangat tergantung pada komposisi

mineralnya, porositas, jenis perpindahan dan besarnya beban yang

diterapkan. Nilai modulus elastisitas untuk batuan yang sangat rendah,

seperti modulus elastisitas pada arah yang sejajar bidang perlapisan selalu

lebih besar dibandingkan dengan arah tegak lurus.

4. Plastisitas

Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan

deformasi tetap setelah tegangan dikembalikan kondisi awal, dimana

batuan tersebut belum hancur. Sifat plastis tergantung pada komposisi

mineral penyusun batuan dan diperbaharui oleh adanya pertambahan

kwarsa dan mineral lain.

5. Abrasifitas

Abrasivitas adalah sifat batuan yang menggores permukaan material lain,

ini merupakan suatu parameter yang mempengaruhi kehausan (umur)

mata bor dan batang bor.

6. Tekstur

Tektur suatu batuan menujukan hubungan antara minieral-mineral

penyusutan batuan, sehingga dapat di klafikasikan berdasarkan ikatan

antar butir, bobot isi, dan ukuran butir. Tekstur juga mempengaruri

pemboran. Jika butiran berbentuk lembaran, pemboran akan lebih sulit di

banding dengan permukaan bulat seperti batu pasir. Sedangkan batuan

mempunyai bobot isi rendah sehingga lebih mudah jika dibor.

14
7. Struktur Geologi

Struktur geologi seperti patahan, rekahan, kekar, bidang perlapisan

berpengaruh kepada penyesuaian kelurusan lubang. Adanaya rekahan dan

rongga–rongga dalam batuan seperti di batu gamping sering mempersulit

kinerja pemboran, karena batang bor dapat terjepit.

3.4.2.Rock Drillability

Drilabilitas batuan adalah kemampuan mudah tidaknya mata bor melakukan

penetrasi ke dalam batuan. Drilabilitas batuan dipengaruhi oleh sifat batuan

seperti komposisi mineral, tekstur, ukuran butir dan tingkat pelapukan.

3.4.3.Umur dan Kondisi Mesin Bor

Umur dan kondisi mesin bor sangat berpengaruh, karena semakin lama umur

alat bor maka pemakaian kemampuan alat semakin turun.

3.4.4.Keterampilan Operator

Keterampilan operator tergantung pada individu masing-masing yang dapat

diperoleh dari latihan dan pengalaman kerja.

3.5.Hambatan Dalam Pemboran

Hambatan dalam pemboran umumnya terjadi karena kondisi batuan dan tempat

kerja di lapangan pemboran, antara lain sebagai berikut :

a. Kondisi batuan

Dapat mempengaruhi aktivitas pemboran seperti adanya rongga atau rekahan,

adanya timbunan dan sisipan tanah. Hambatan ini terjadi pada saat

mengangkat batang bor.

15
b. Keadaan Cuaca

Hambatan yang muncul dari lapangan pada saat pemboran dipengaruhi oleh

cuaca terutama jika terjadi hujan yang menyebabkan medan menjadi basah

dan adanya genangan air yang akan mengakibatkan produksi pemboran

menurun.

c. Alat Bor

Hambatan yang sering muncul dari alat bor adalah dari Bit yang sudah aus,

tekanan dari lumpur bor pada pipa penghisap kurang,. Hal ini disebabkan

kecepatan masuknya Bit tidak seimbang dengan flushing cutting, sehingga

debu hasil pemboran tertumpuk di atas rod yang semakin lama semakin padat

yang akan mengkibatkan alat bor tidak dapat bergerak atau macet.

d. Kerusakan alat ( proprty Error ).

Alat yang digunakan mengalami kerusakan pada saat proses pemboran.

e. Pengisian bahan bakar dan service alat

Hambatan yang sering juga terjadi pada saat proses pemboran adalah mesin

yang digunakan mengalami kehabisan bahan bakar

3.6.Produktifitas Pemboran

Produktivitas pemboran merupakan kesanggupan alat bor untuk menghasilkan

lubang bor dengan kedalaman tertentu dalam waktu tertentu. Hal tersebut dapat

dipengaruhi oleh:

3.6.1.Efisiensi Kerja Alat Pemboran

16
Menurut Kamus Besar Bahasa Indoensia, Efisiensi adalah kemampuan

menjalankan tugas dengan baik dan tepat dengan tidak membuang waktu,

tenaga dan biaya.

Efisiensi kerja Alat pemboran adalah perbandingan antara waktu yang

digunakan oleh alat untuk produksi dengan waktu yang tersedia dikali seratus

persen, sehingga dinyatakan dalam %. Untuk lebih jelasnya dapat dirumuskan

sebagai berikut :
𝑇1
Eff = 𝑥100% ......................................................................... ( 3.1 )
𝑇2

Dimana :

Eff = Efiisiensi Kerja ( % )

T1 = waktu kerja efisiensi ( jam )

T2 = Total waktu yang tersedia ( jam )

3.6.2.Kecepatan Pemboran

Kecepatan pemboran adalah kedalaman yang dapat dicapai oleh suatu alat bor

dalam waktu tertentu. Kecepatan pemboran dapat diketahui apabila

kedalaman pemboran dan waktu membor dapat diketahui secara pasti.

Kecepatan pemboran dapat dirumuskan :


𝐻
Vb = ............................................................................................. ( 3.2 )
𝑊𝑏

Dimana :

Vb = Kecepatan Pemboran ( meter/menit )

H = Kedalaman lubang bor ( meter )

Wb = Waktu membor ( menit )

17
3.6.3.Waktu Edar Alat Bor (Cycle Time)

Cycle Time pemboran merupakan waktu yang dihitung untuk setiap satu

siklus kerja dari alat bor. Pada kegiatan pemboran dengan dua stang bor, cycle

Time dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

CT = Wb1 + Ws1,2 + Wb2 + Ws2,3 + Wb3 + Wa 1,2,3 ................ ( 3.3 )

Dimana :

CT : Cycle time ( menit )

Wb1 : Waktu membor dengan batang bor 1 ( menit )

WS1,2 : Waktu sambung batang bor 1 dan 2 ( menit )

Wb2 : Waktu membor dengan batang bor 2 ( menit )

WS2,3 : Waktu sambung batang bor 2 dan 3 ( menit )

Wb3 : Waktu membor dengan batang bor 3 ( menit )

Wa1,2,3 : Waktu angkat batang bor 1, 2, 3 ( menit )

3.6.4.Efisiensi Penggunaan Alat Bor

1. Efisiensi Operasional (Physycal of Availability / PA)

Adalah tingkat kemampuan alat untuk berproduksi yang dipengaruhi oleh

operator.
𝑤𝑒+𝑠
PA = 𝑥 100% ........................................................................... ( 3.4 )
𝑇

Dimana :

PA = Efisiensi Operasional (%)

We = Waktu Efektif (menit)

S = Waktu StandBy (menit)

18
T = Jumlah Waktu Tersedia (menit)

2. Efisiensi Mekanis (Mechanical of Availability / MA)

Adalah tingkat kemampuan alat untuk berproduksi yang dipengaruhi oleh

faktor mekanis seperti faktor pengisian bahan bakar dan perbaikan suku

cadang.

We
MA = We+R 𝑥 100% ......................................................................... ( 3.5 )

Dimana :

MA = Efisiensi mekanis (%)

We = Waktu Efektif ( menit )

R = Jumlah Waktu Repair ( menit )

3. Efisiensi Waktu (Use of Availability / UA)

Adalah tingkat penggunaan alat atau pemakaian alat dalam kondisi setiap

setiap pakai atau untuk mengetahui alat mekanis yang beroperasi pada saat

alat mekanis itu dapat digunakan. Yang mana jumlah jam kerja produktif

dan jumlah setiap pakai dipandang sebagai jam kerja sebagai jam kerja

keseluruhan.

We
UA = 𝑥 100% ......................................................................... ( 3.6 )
We+S

Dimana :

UA = Efisiensi waktu (%)

We = Waktu Efektif (menit)

S = Waktu StandBy (menit)

19
4. Efisiensi Kerja (Effective of Utilization / EU )

Adalah tingkat produktvitas alat ( jam kerja produktif ) atau waktu yang

digunakan alat - alat mekanis beroperasi dari waktu kerja yang disediakan.
𝑊𝑒
EU = 𝑊𝑒+𝑅+𝑆 𝑥100% ........................................................................ ( 3.7 )

Dimana :

EU = Efisiensi Kerja (%)

We = Waktu Efektif (menit)

S = Waktu StandBy (menit)

R = Jumlah Waktu Repair (menit)

5. Efisiensi Kerja Rata-rata


𝐸𝑈+𝑃𝐴+𝑈𝐴
Efisiensi Keerja rata – rata = 𝑥 100%................................( 3.8 )
3

Dimana :

EU = Efisieensi Kerja ( % )

PA = Efisiensi Operasional ( % )

UA = Efisiensi Waktu ( % )

20

Anda mungkin juga menyukai