Oleh:
Fransisco Surya Pratama Sipayung
101116028
Oleh:
Fransisco Surya Pratama Sipayung
101116028
MENGESAHKAN
Pembimbing I Pembimbing II
MENGETAHUI,
Ketua Program Studi
Universitas Pertamina - i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Relokasi Hiposenter
Gempa Ambon 26 September 2019 Menggunakan Metode Double-Difference ini
adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung
materi yang ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang
sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya
ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya
bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Universitas Pertamina - ii
ABSTRAK
Universitas Pertamina - iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat meneyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan
judul “Relokasi Hiposenter Gempa Ambon 29 September 2019 Menggunakan
Metode Double-Difference” ini dengan baik. Hasil penulisan ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam studi ilmu kegempaan, khususnya mengenai studi
relokasi gempa.
Pelaksanaan dan penyusunan laporan tugas akhir ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan saudara dari penulis, beserta seluruh keluarga yang memberikan
motivasi dan dorongan untuk menyelesaikan pengerjaan Tugas Akhir ini.
2. Ibu Iktri Madrinovella, sebagai dosen pembimbing yang selalu sabar dalam
mengajar dan membimbing penulis.
3. Seluruh dosen Program Studi Teknik Geofisika yang telah berdedikasi dalam
memberikan ilmu.
4. Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika, Jakarta, yang telah memberikan
izin untuk memeroleh data sebagai bahan penelitian bagi penulis.
5. Bapak Yusuf Haidar Ali, sebagai pembimbing dari instansi dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta, yang telah meluangkan
waktunya untuk mengajar dan membimbing penulis.
6. Rafael Reynara, Puguh Ari Subakti, Afviya Nabila, Jeremy Adi Padma Nagara,
Gamaliel Rhema Ginting, dan Sari Atikah Anugrah, sebagai teman-teman
seperjuangan bimbingan Ibu Iktri Madrinovella.
7. Iqbal Sulaiman dan Puguh Ari Subakti sebagai teman untuk berdiskusi dengan
penulis.
8. Seluruh teman- teman Teknik Geofisika angkatan 2016.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungan yang
diberikan selama pengerjaan hingga penyelesaian Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa mendatang. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan bisa
menjadi referensi bagi penelitian – penelitian selanjutnya.
Jakarta, 18 Agustus 2020
Universitas Pertamina - v
DAFTAR ISI
Universitas Pertamina - vi
2.11 Ray tracing ................................................................................................ 15
2.12 Mekanisme Fokus...................................................................................... 17
2.13 Tektonik Maluku ....................................................................................... 18
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 22
3.1 Bentuk Penelitian ........................................................................................ 22
3.2 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 22
3.3. Perangkat Lunak ......................................................................................... 23
3.4 Metode Analisis Data .................................................................................. 24
3.4.1 Persiapan Data dan Seleksi Azimuthal Gap .......................................... 24
3.4.2 Proses Relokasi Data Gempa ................................................................ 26
3.5 Perbandingan Penggunaan Damping........................................................... 27
3.6 Diagram Alir Penelitian............................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 30
4.1 Seismisitas Gempa Bumi Ambon 26 September 2019 ................................... 30
4.1.1 Gempa Bumi Daerah Penelitian ........................................................... 30
4.1.2 Gempa Bumi Daerah Penelitian ........................................................... 31
4.2 RMS residual .............................................................................................. 32
4.3 Travel Time Residual .................................................................................. 33
4.4 Diagram Compass dan Diagram Rose ......................................................... 34
4.5 Mekanisme Fokus........................................................................................ 35
4.7 Hasil Penelitian yang Terkait ...................................................................... 36
4.8 Data Katalog ISC dan USGS ....................................................................... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 39
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 39
5.2 Saran................................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40
FORM BIMBINGAN TUGAS AKHIR ............................................................... 42
Universitas Pertamina - ix
insets menunjukkan perkiraan area litosfer yang tersubduksi yang
direkonstruksi kembali ke permukaan. (Hall et al., 2010) ............... 20
Gambar 2. 15. Sesar - sesar yang terdapat di Pulau Seram dan sekitarnya (Xi
Zhugang et al., 2016) ....................................................................... 21
Gambar 3. 1. Peta seismisitas sebelum relokasi di daerah penelitian ................... 22
Gambar 3. 2. Peta stasiun ...................................................................................... 23
Gambar 3. 3. Data dengan azimuthal gap lebih dari 180° .................................... 24
Gambar 3. 4. Data dengan azimuthal gap kurang dari 180° ................................. 24
Gambar 3. 5. Data fasa (arrival time).................................................................... 25
Gambar 3. 6. Informasi histogram mengenai data gempa yang dimiliki. Simbol
bintang berwarna kuning adalah hiposenter gempa utama .............. 25
Gambar 3. 7. Perbandingan damping dengan condition number .......................... 27
Gambar 3. 8. Perbandingan nilai residual antara damping 30 dan damping 40.... 27
Gambar 3. 9. Diagram alir penelitian .................................................................... 28
Gambar 3. 10. Grafik model kecepatan 1-D ......................................................... 29
Gambar 4. 1. Peta distribusi gempa awal setelah dilakukan sorting azimuthal gap
......................................................................................................... 30
Gambar 4. 2. Peta sebelum dan setelah relokasi gempa menggunakan model
kecepatan PREM, model kecepatan AK135, dan model kecepatan
lokal Kepulauan Maluku .................................................................. 31
Gambar 4. 3. RMS residual sebelum relokasi ....................................................... 32
Gambar 4. 4. RMS residual sesudah relokasi ....................................................... 33
Gambar 4. 5. Travel time residual sebelum relokasi ............................................. 33
Gambar 4. 6. Travel time residual sesudah relokasi ............................................. 34
Gambar 4. 7. Diagram compass ............................................................................ 34
Gambar 4. 8. Diagram rose ................................................................................... 35
Gambar 4. 9. Solusi mekanisme fokus di daerah penelitian (GCMT, 2019) (gambar
kiri) dan hasil relokasi gempa yang dipilih menggunakan model
kecepatan PREM (gambar kanan) ................................................... 36
Gambar 4. 10. Proses rupture dan distribusi slip gempa Ambon 26 September 2019
(Sianipar et al., 2019) ....................................................................... 37
Gambar 4. 11. Peta seismisitas katalog gempa, sebelah kiri dari USGS dan sebelah
Universitas Pertamina - x
kanan dari ISC ................................................................................. 38
Universitas Pertamina - xi
BAB I PENDAHULUAN
Gempa bumi merupakan sebuah peristiwa gempa yang disebabkan oleh adanya pergeseran
tektonik. Pergeseran tektonik terjadi akibat adanya interaksi antar lempeng yang ada di dunia. Lokasi
gempa bumi biasanya terdapat di zona subduksi, zona tumbukan, zona sesar, dan daerah vulkanik.
Setiap gempa memiliki nilai frekuensi yang beragam tergantung pada ukuran kekuatan gempa yang
terjadi. Dalam pendeteksian gempa, frekuensi waktu merupakan faktor yang dijadikan sebagai acuan.
Ketika suatu gempa bumi terjadi, gelombang seismik akan menjalar melalui bumi ke segala
arah. gelombang seismik yang mengarah ke stasiun akan terekam datanya dan ditransmisikan ke
penyimpanan data komputer. Kemudian, dari data mentah tersebut akan diproses untuk mengetahui
nilai dari parameter gempanya. Terdapat beberapa parameter gempa, yaitu waktu awal tiba gempa,
episenter gempa, kedalaman gempa, magnitudo gempa, mekanisme fokus gempa, dan intensitas
gempa.
Ada terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan relokasi hiposenter
gempa, seperti metode Joint Hypocenter Determination (Douglas,1967), metode Master Technique
of Event (Fitch, 1975), metode Modified Joint Hypocenter Determination (Hurukawa and Imoto,
1992) yang merupakan modifikasi dari metode Joint Hypocenter Determination, dan Metode
Double-Difference (Waldhauser and Ellsworth, 2000). Dari beberapa metode yang ada, Metode
Double-Difference merupakan metode yang paling sering digunakan dalam melakukan relokasi
hiposenter gempa. Metode ini merupakan suatu metode yang dapat merelokasi posisi relatif dari
hiposenter gempa. Adapun data yang digunakan dalam metode ini adalah data waktu tempuh antara
pasangan gempa ke stasiun pengamat.
Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah jika jarak antara dua buah gempa yang
dipasangkan lebih kecil dibandingkan dengan jarak kedua hiposenter dengan stasiun, maka panjang
ray path dan waveform dianggap identik. Hal ini dapat diartikan bahwa selisih waktu tempuh kedua
gempa yang terekam di stasiun yang sama dapat dianggap sebagai fungsi jaraknya. Pada tahun 2000,
Waldhauser dan Ellsworth menggunakan program komputer yang mengimplementasikan penerapan
Metode Double-Difference.
Indonesia bagian timur terletak di antara pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Eurasia,
lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Akibat adanya interaksi dari ketiga lempeng tersebut
menjadikan Indonesia bagian timur berada di zona konvergen yang memiliki struktur geologi yang
kompleks. Pulau Seram dan sekitarnya yang berada di wilayah Indonesia timur dikelilingi oleh
tatanan tektonik yang kompleks, terdapat ada beberapa sesar yang sudah teridentifikasi di wilayah
Universitas Pertamina - 1
tersebut, yaitu sesar mendatar Tarea-Aiduna, sesar mendatar Kawa, sesar mendatar Buru, dan
struktur geologi kompleks lainnya.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa Ambon yang
terjadi pada tanggal 26 September 2019, memiliki koordinat 128,39˚E, 3,53˚S dengan kedalaman 10
km. Lokasi ini berada sekitar 42 km dari Timur Laut Kota Ambon. Adapun penyebab gempa ini dicurigai
diakibatkan oleh adanya pergerakan dari sesar lokal, yaitu sesar mendatar. Pulau Ambon yang
memiliki tatanan tektonik kompleks termasuk daerah yang memiliki banyak potensi untuk terjadinya
gempa. Guncangan gempa utama yang terjadi memiliki magnitudo 6,5 dan gempa susulan memiliki
magnitudo terkuat 5,6.
Kemudian, apabila dilihat dari laporan badan yang berbeda, seperti dari International
Seismological Center (ISC) dan United States Geological Survey (USGS), terdapat adanya
perbedaan posisi hiposenter gempa. Menurut USGS gempa tersebut berada pada koordinat
128,370°E, 3,453°S, dengan kedalaman 12,3 km. Pada data katalog BMKG, dalam menentukan letak
hiposenter awal, terdapat beberapa kelemahan karena program yang digunakan yaitu SeisComP3
yang memiliki pengaturan kedalaman fixed depth sebesar 10 km. Apabila hasil analisis kedalaman
tidak terpusat dengan baik, maka software SeisComP3 secara otomatis akan membuat kedalaman
kejadian gempa bumi tersebut berada pada kedalaman fixed depth (Tjahjono et al., 2019). Hal ini
sering terjadi untuk gempa-gempa yang dangkal yang pada dasarnya tidak memiliki resolusi
mendalam.
Ketentuan fixed depth yang diatur sedemikian rupa dapat menyederhanakan proses iterasi
dalam pencarian kedalaman gempa bumi, sehingga waktu yang diperlukan untuk komputasinya
menjadi lebih singkat. Jika waktu komputasinya semakin singkat, maka waktu yang digunakan untuk
diseminasi informasi gempa bumi juga semakin cepat, sehingga informasi yang diterima oleh
masyarakat dari BMKG bisa lebih cepat tersampaikan.
Berangkat dari kenyataan di atas, pada penelitian ini relokasi hiposenter dilakukan dengan
menggunakan metode double-difference untuk mendapatkan lokasi hiposenter yang lebih tepat.
Adapun pengolahan data yang dilakukan menggunakan software hypoDD. Hasil relokasi hiposenter
yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam studi gempa bumi lebih lanjut,
khususnya gempa bumi di Pulau Ambon dan sekitarnya.
1. Bagaimana efek model kecepatan dan damping terhadap hasil relokasi hiposenter gempa Ambon
26 September 2019 dengan menggunakan metode double-difference?
1.3 Hipotesis
Universitas Pertamina - 2
2. Mengolah data hiposenter dengan menggunakan software hypoDD.
4. Memberikan kesimpulan beserta solusi yang dapat membantu penelitian lebih lanjut, setelah
relokasi hiposenter berhasil dilakukan.
1. Penelitian difokuskan kepada pengolahan data gempa yang diperoleh dengan menggunakan
software hypoDD.
2. Data katalog gempa yang digunakan memiliki rentang periode dari 18 September 2019 – 05
Febuari 2020 dengan koordinat 128° BT – 128°.5 BT dan -4° LS – -3.2° LS. Data diperoleh dari
Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika.
5. Hasil akhir berupa suatu informasi data yang menunjukkan lokasi hiposenter setelah direlokasi.
1. Menjalin kerjasama antara Universitas Pertamina dengan Badan Meteorologi dan Klimatologi
Geofisika.
Universitas Pertamina - 3
1.6.2 Bagi Mahasiswa
1. Melatih kemampuan berpikir kreatif dan inovatif mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi dalam dunia kegeofisikaan, khususnya mengenai metode relokasi gempa.
Penelitian dilakukan secara mandiri dengan data diambil dari BMKG Indonesia yang
beralamat di Jl.Angkasa 1 No.2, Gn.Sahari Selatan, Kec.Kemayoran, Kota Jakarta Pusat, Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta.
Waktu pelaksanaan perancangan atau penelitian tugas akhir ini adalah 6 bulan, terhitung
sejak Maret 2020 hingga Agustus 2020.
Universitas Pertamina - 4
Universitas Pertamina - 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Gelombang seismik adalah gelombang yang merambat pada medium bumi akibat adanya
gangguan di bagian dalam bumi, gangguan ini dapat diakibatkan oleh pergerakan lempeng, letusan
gunung api, patahan sesar, dan sebagainya. Energi yang terlepas akibat gangguan tersebut kemudian
membentuk gelombang yang menjalar ke segala arah sampai terekam di seismometer. Efek yang
ditimbulkan oleh gelombang seismik ini kemudian dikenal sebagai peristiwa gempa bumi.
A. Gelombang P
ĸ + 4⁄3 𝜇 (2.1)
𝑉𝑝 = √
𝜌
Dimana:
Vp = Kecepatan gelombang P
ĸ = Modulus Bulk
𝜇 = Modulus Geser
𝜌 = Densitas
B. Gelombang S
Gelombang ini merupakan gelombang transversal, yaitu pergerakan partikel yang dilewatinya
tegak lurus dengan arah rambatnya. Gelombang ini tiba di seismometer setelah gelombang P tiba
lebih dulu. Berbeda dengan gelombang P, gelombang ini hanya dapat merambat pada satu medium
saja, yaitu medium padat. Pada gelombang S, dibagi menjadi dua jenis, yaitu gelombang secondary
vertikal (SV) yang arah rambatnya secara vertikal, dan gelombang secondary horizontal (SH) yang
arah rambatnya secara horizontal. Adapun persamaan yang dimiliki oleh gelombang S adalah:
Universitas Pertamina - 5
𝜇 (2.2)
𝑉𝑠 = √
𝜌
Dimana:
𝜇 = Modulus Geser
𝜌 = Densitas
Gambar 2. 1. Ilustrasi arah penjalaran gelombang P dan gelombang S (Lay and Wallace, 1995)
Gambar 2. 2. Ilustrasi penjalaran gelombang seismik pada medium yang ada di dalam bumi
(Havskov, J. and Ottemöller, L, 2010, p.21)
Universitas Pertamina - 6
2.2 Klasifikasi Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan sebuah peristiwa bergoncangnya bumi akibat adanya pergerakan di
bawah bumi, sehingga terjadi pelepasan energi gelombang seismik ke permukaan. Berdasarkan
sumbernya, gempa bumi diklasifikasikan (Subardjo dan Ibrahim, 2004) menjadi:
1. Gempa bumi tektonik, merupakan gempa bumi yang disebabkan oleh pergeseran lempeng
tektonik.
2. Gempa bumi vulkanik, merupakan gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas vulkanik dalam
gunung api.
3. Gempa bumi runtuhan, merupakan gempa bumi yang disebabkan oleh adanya reruntuhan seperti
longsor.
4. Gempa bumi buatan, yaitu gempa bumi yang terjadi secara sengaja akibat adanya aktivitas
peledakan oleh manusia, seperti penggunaan dinamit.
Menurut Gare (dalam Wijaya, 2016) tipe gempa bumi berdasarkan letak hiposenternya
diklasifikasikan menjadi:
1. Gempa bumi dangkal, apabila letak hiposenter gempa memiliki kedalaman kurang dari 100 km
yang dihitung dari permukaan bumi.
2. Gempa bumi menengah, apabila letak hiposenter gempa memiliki kedalaman sekitar 100 km –
300 km yang dihitung dari permukaan bumi.
3. Gempa bumi dalam, apabila letak hiposenter gempa memiliki kedalaman sekitar 300 km – 700
km yang dihitung dari permukaan bumi.
Tipe gempa bumi berdasarkan kekuatan magnitudonya (M) diklasifikasikan (Subardjo dan Ibrahim,
2004) menjadi:
Tipe gempa bumi berdasarkan getaran gelombang diklasifikasikan Mogi (1967) (dalam
Subardjo dan Ibrahim, 2004) menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Tipe I : Gempa bumi utama (main shock) terjadi tanpa adanya gempa pendahuluan (fore shock),
tetapi memiliki jumlah gempa susulan yang sangat banyak.
Universitas Pertamina - 7
2. Tipe II : Gempa bumi utama (main shock) terjadi dengan diawali oleh gempa pendahuluan (fore
shock) yang cukup, dan disusul oleh gempa susulan yang sangat banyak.
3. Tipe III : Gempa bumi utama (main shock) tidak terjadi. Mulai dari awal kedatangan getaran
sampai akhir kedatangannya memiliki pola yang tidak teratur. Oleh karena itu, gempa ini biasa
disebut sebagai gempa swarm.
Mekanisme terjadinya gempa pertama kali dijelaskan oleh seorang Seismolog dari
Amerika bernama Reid yang dikenal sebagai Teori Elastisitas (Elastic Rebound Theory).
Dalam teori elastisitas, Reid mengatakan bahwa gempa bumi terjadi karena adanya energi
yang terlepas akibat interaksi di bagian litosfer bumi, sehingga terjadi deformasi batuan. Hal
ini dapat terjadi karena batuan memiliki nilai keelastisan maksimum untuk dapat menahan
tekanan maupun regangan. Apabila sebuah batuan telah mencapai nilai maksimum
keelastisannya maka akan terjadi patahan pada batuan tersebut. Penjelasan mengenai teori
elastic rebound dapat dijelaskan dengan menggunakan ilustrasi gambar di bawah berikut:
Gambar 2. 3. Ilustrasi model menurut teori elastic rebound. Garis merah akhir adalah bidang sesar
yang terbentuk akibat adanya gesekan yang terjadi secara terus menerus dari dua arah yang
berlawanan, sedangkan garis vertikal putus-putus menunjukkan pergeseran posisi batuan setelah
nilai batas maksimum keelastisan batuan terlewati (Wijaya, 2016)
Saat masih dalam fase relaxed, batuan menerima tekanan yang terjadi secara terus menerus
dari dua arah yang berlawanan. Namun, dalam fase ini batuan belum mengalami perubahan bentuk
geologi karena nilai tekanan yang diterima masih dalam toleransi nilai elastisitas batuan.
Pada fase stressed, batuan yang tadinya menerima tekanan secara terus-menerus dan
berlangsung dalam waktu yang lama akan mengalami perubahan bentuk geologinya. Tekanan yang
datang dari dua arah yang berlawanan membuat batuan menyimpan akumulasi energi dari gesekan
yang terjadi.
Kemudian pada fase released, batuan sudah tidak mampu lagi menahan tekanan yang
diterima, sehingga terjadi patahan, dan energi yang tadinya tertumpuk dilepaskan ke permukaan
bumi. Pada fase inilah dikenal sebagai peristiwa terjadinya gempa bumi. Batuan yang sudah patah
tadi kemudian mengalami perpindahan posisi dari posisi sebelumnya.
Universitas Pertamina - 8
2.4 Geometri Patahan
Dalam proses terjadinya gempa bumi, terbentuk patahan-patahan yang sangat kompleks.
Namun, dengan menggunakan asumsi sederhana, sebagian besar patahan dapat dijelaskan melalui
ilustrasi gambar berikut:
Gambar 2. 4. Geometri patahan gempa bumi (Havskov, J. and Ottemöller, L, 2010, p.194)
Garis horizontal 𝑥1 menunjukkan arah dari strike, garis horizontal 𝑥2 merupakan garis tegak
lurus dari garis horizontal 𝑥1 dan berada pada bidang permukaan, sedangkan garis horizontal 𝑥3
merupakan garis vertikal dari bidang permukaan.
Strike (∅) : sudut antara arah utara dengan garis horizontal (𝑥1 ) dari bidang sesar. Nilai besar
sudutnya diukur searah jarum jam dari utara (0° – 360°).
Dip (𝛿) : sudut antara bidang horizontal (𝑥2 ) dengan bidang patahan. Orientasi nilai sudutnya
berkisar dari 0° – 90°.
Rake (𝜆) : sudut antara bidang horizontal dengan arah slip (d). Nilai besar sudutnya diukur
berlawanan arah jarum jam dari strike (-180° – 180°).
Dalam geologi, sesar atau patahan merupakan sebuah ketidakmenerusan pada deformasi
suatu batuan yang mengalami pergeseran posisi akibat adanya pergerakan tektonik di dalam bumi.
Umumnya sesar dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1. Sesar dip-slip, yaitu sesar yang perpindahannya mengikuti arah dipnya. Umumnya, sesar dip-slip
terbentuk akibat gaya compression dari pergerakan tektonik.
a. Jika bagian dari hangingwall mengalami kenaikan posisi terhadap footwall, maka sesar ini disebut
sesar naik (normal dip-slip fault).
b. Jika bagian hangingwall mengalami penurunan posisi terhadap footwall, maka sesar ini disebut
sesar turun (reverse dip-slip fault).
Universitas Pertamina - 9
Gambar 2. 5. Ilustrasi mekanisme terbentuknya sesar dip-slip (Panchuk, K., 2018)
2. Sesar strike-slip, yaitu sesar yang perpindahannya mengikuti arah strikenya. Umumnya, sesar
strike-slip terbentuk akibat gaya extention dari pergerakan tektonik.
a. Jika terjadi pergeseran menjauh ke kanan dari posisi semula, maka sesar ini disebut sesar
menganan.
b. Jika terjadi pergeseran menjauh ke kiri dari posisi semula, maka sesar ini disebut sesar mengiri.
Dalam peristiwa gempa bumi terdapat beberapa informasi yang terkandung di dalamnya.
Dari informasi tersebut kemudian dijadikan sebagai parameter gempa bumi. Beberapa parameter
tersebut adalah:
2. Hypocenter, yaitu lokasi pusat gempa yang terjadi di dalam bumi. Biasanya disimbolkan sebagai
titik pusat gempa.
Universitas Pertamina - 10
3. Epicenter, yaitu proyeksi dari titik hiposenter pada bagian permukaan bumi.
5. Magnitude, yaitu ukuran kekuatan gempa bumi atau besaran energi seismik yang dilepaskan saat
terjadinya gempa bumi.
Dalam metode Geiger, lapisan bumi diasumsikan datar dan homogen, sehingga dilakukan
linearisasi dengan cara membuat model awal mengenai lokasi hiposenter dan origin time gempa.
Asumsi yang digunakan adalah nilai hiposenter sebenarnya, dianggap memiliki nilai yang cukup
dekat dengan nilai yang diperkirakan, sehingga waktu residual pada uji coba hiposenter adalah
sebuah fungsi linear dari koreksi hiposenter yang harus dibuat dalam jarak hiposenter. Adapun
persamaan untuk mencari nilai residual pada metode Geiger adalah:
Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa nilai residual didapatkan dari
turunan parsial waktu (𝜕𝑡𝑘𝑡𝑟𝑎 ) terhadap posisi x (longitude), y (latitude), dan z (depth), serta
penjumlahan dengan selisih waktu dari waktu observasi dan waktu perhitungan. Apabila ditulis ke
dalam bentuk matriks, maka persamannya akan menjadi:
r = G*x (2.4)
Dimana:
r = matriks data (vektor residual)
x = matriks model (vektor koreksi yang tidak diketahui dalam lokasi dan waktu waktu awal)
Sesuai dengan namanya, metode ini menggunakan grid untuk mencari posisi hiposenter
gempa. Pada metode grid search nilai keakuratannya akan semakin baik apabila grid yang dibuat
semakin rapat. Akan tetapi, kekurangan dari pembuatan grid yang semakin rapat adalah waktu yang
diperlukan dalam komputasi menjadi lebih lama. Metode grid search cenderung membutuhkan waktu
yang lama, karena mencari nilai root mean square paling kecil sebagai solusi akhir.
Nilai yang menjadi acuan dalam metode grid search adalah mencari nilai residual akar e dari
banyaknya observasi (n) yang paling kecil. Adapun persamaan residualnya pada satu peristiwa i
adalah sebagai berikut:
𝒏
(2.5)
𝒆 = ∑(𝒓𝒊 )𝟐
𝒊=𝟏
Dimana:
Universitas Pertamina - 11
𝑟𝑖 = (𝑡𝑖𝑜𝑏𝑠 − (𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎 + 𝑡0 )
𝑟𝑖 = waktu residual
𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎 = waktu tempuh gelombang gempa ke stasiun pengamat, dan 𝑡0 adalah waktu peristiwa gempa
terjadi.
Hal ini dapat diartikan bahwa selisih waktu tempuh kedua gempa yang terekam di
stasiun yang sama dapat dianggap sebagai fungsi jaraknya. Kemudian, sejak
kemunculannya, metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
melakukan relokasi hiposenter gempa bumi.
Keterangan:
i dan j = lokasi awal dua buah peristiwa gempa yang letaknya saling berdekatan.
k dan l = dua buah stasiun perekam yang merekam peristiwa gempa i dan j.
dt = perbedaan waktu tempuh antara peristiwa gempa i dan j yang diamati di masing-masing stasiun
k dan l.
Dengan mengekspresikan teori sinar menggunakan fungsi integral pada penjalarannya, maka
waktu kedatangan untuk gempa i dan j sampai di stasiun k dan l dapat dituliskan ke dalam persamaan
Universitas Pertamina - 12
berikut:
𝑘
(2.6)
𝑇𝑘𝑖 = 𝜏 𝑖 + ∫ 𝑢 𝑑𝑠
𝑖
T merupakan waktu tiba gelombang di stasiun. Waktu tiba gelombang didapatkan dari
penjumlahan waktu terjadinya gempa (𝜏) ditambah dengan waktu tempuh gelombang atau disebut
sebagai slowness (u) yang merupakan kebalikan dari kecepatan (1⁄𝑣). Nilai 𝑖 sebagai satu event
gempa, sedangkan nilai k sebagai stasiun perekam. Akan tetapi, karena adanya persamaan yang
nonlinear antara waktu tempuh dengan lokasi kejadian, maka digunakan ekspansi Taylor orde
pertama untuk melinearkan persamaan tersebut, sehingga persamaan baru yang diperoleh sebagai
berikut:
𝜕𝑡𝑘𝑖 (2.7)
∆m𝑖 = 𝑟𝑘𝑖
𝜕m
Dimana 𝑟𝑘𝑖 adalah nilai residual yang diperoleh dari turunan waktu tempuh terhadap suatu
matriks m dan dikalikan dengan delta m. Fungsi delta adalah jarak dari stasiun ke hiposenter. Secara
sederhana nilai residual dapat dituliskan sebagai 𝑟𝑘𝑖 = (𝑡 𝑜𝑏𝑠 − 𝑡 𝑐𝑎𝑙 )𝑖𝑘 , yaitu nilai yang diperoleh dari
perbedaan antara waktu observasi dengan waktu kalkulasi. Kemudian untuk double-difference waktu
residual yang digunakan melibatkan dua events gempa, dengan melihat perbedaan dari dua buah
events gempa yang dipasangkan, sehingga persamaan yang diperoleh menjadi seperti berikut:
𝑖𝑗
𝜕𝑡𝑘 𝑖𝑗 (2.8)
∆m𝑖𝑗 = 𝑟𝑘
𝜕m
Dimana ∆m𝑖𝑗 = (∆x 𝑖𝑗 , ∆y 𝑖𝑗 , ∆z 𝑖𝑗 , ∆𝜏 𝑖𝑗 ), yaitu perubahan relatif hiposenter antara dua events
gempa. Pada persamaan ini sumber gempa merupakan pusat dari dua hiposenter, dengan asumsi nilai
vektor slownessnya konstan. Kemudian dari sini didefinisikan persamaan double-difference sebagai
berikut:
𝑖𝑗 𝑗 𝑗
𝑑𝑟𝑘 = (𝑡𝑘𝑖 − 𝑡𝑘 )𝑜𝑏𝑠 − (𝑡𝑘𝑖 − 𝑡𝑘 )𝑐𝑎𝑙 (2.9)
𝑖𝑗
Dimana 𝑑𝑟𝑘 merupakan waktu tempuh residual dari pasangan gempa i dan j yang terekam di stasiun
k.
Universitas Pertamina - 13
[𝐺] (2.12)
𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑇𝑘2 𝜕𝑇𝑘2 𝜕𝑇𝑘2
1 − − − −1 0 0 0 0 ⋯ 0
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑇𝑘3 𝜕𝑇𝑘3 𝜕𝑇𝑘3
1 0 0 0 0 − − − −1 ⋯ 0
= 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
𝜕𝑇𝑘𝑛−1 𝜕𝑇𝑘𝑛−1 𝜕𝑇𝑘𝑛−1 𝜕𝑇𝑘𝑛 𝜕𝑇𝑘𝑛 𝜕𝑇𝑘𝑛
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ − − − 1 − − − −1
[ 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 ]
Atau apabila ditulis ke dalam bentuk persamaan linear yang lebih sederhana, menjadi:
WGm = Wd (2.15)
Keterangan:
W = matriks diagonal yang berisi pembobotan dari waktu tiba gelombang P dan S. Pembobotan ini
bersifat apriori, yaitu berdasarkan nilai parameter yang telah digunakan dari penelitian sebelumnya.
Selain jarak dari episenter ke stasiun gempa, nilai lain yang memiliki pengaruh dalam
mereloksi hiposenter adalah azimuthal gap. Azimuthal gap merupakan sudut horizontal antara dua
stasiun yang dilihat dari proyeksi sumber gempa ke permukaan (Horstman et al., 2005). Hal ini
merupakan pengukuran secara tidak langsung terhadap heterogenitas dari jarak antar stasiun.
Pada umumnya, kemampuan dalam mendeteksi gempa oleh stasiun sangat dipengaruhi oleh
jarak dari stasiun ke titik pusat kejadian gempa. Semakin dekat jarak stasiun ke pusat gempa, maka
nilai dari azimuthal gap-nya akan semakin kecil. Dalam cakupan jarak yang cukup kecil dari titik
mana pun, jaringan seismik mencakup tidak lebih dari dua stasiun, dengan nilai azimuthal gap
setidaknya 180°.
Universitas Pertamina - 14
Gambar 2. 8. Ilustrasi mengenai azimuthal gap (Gempa.de, 2017)
Secara umum, penggunaan nilai azimuthal gap di bawah 180° menunjukkan hasil
perhitungan lokasi hiposenter yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena nilai azimuthal gap
yang lebih dari 180° memiliki nilai error yang lebih tinggi pada ellipsoid dan kedalamannya.
Dalam Prinsip Fermat dikatakan bahwa gelombang memiliki sifat rambat untuk mencari
jalur tercepat ketika melewati suatu medium. Tujuan yang ingin didapatkan dari pemrograman ray
tracing adalah untuk mengetahui waktu tempuh kalkulasi dari gelombang. Definisi dari waktu
tempuh kalkulasi, dapat diekspresikan dengan menggunakan persamaan integral berikut:
𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑟
1 (2.16)
𝑇= ∫ 𝑑𝑙
𝑠𝑜𝑢𝑟𝑐𝑒 𝑣
Dimana v adalah kecepatan gelombang dan dl adalah lintasan yang dilalui oleh gelombang.
Untuk menghitung travel time dilakukan somasi numerik di sepanjang segmen lintasan
gelombangnya, dan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
𝑛 1 1 (2.17)
+( )
𝑉 𝑉
𝑇 = ∑|𝑋⃑𝑘 − 𝑋⃑𝑘 − 1 | 𝑘 𝑘−1
2
𝑘=2
Keterangan :
Universitas Pertamina - 15
𝑋⃑𝑘 = vektor posisi pada titik k
Gambar 2. 9. Ilustrasi ray tracing dengan pertubasi dua titik (Thurber, 1987)
Pada prosesnya, pseudo-bending dimulai dari dua titik yang tegak lurus (𝑋⃑𝑘 − 1 dan 𝑋⃑𝑘 + 1 ).
Selanjutnya, dilakukan pertubasi di titik tengah antara titik 𝑋⃑𝑘 − 1 dan 𝑋⃑𝑘 + 1 , yaitu titik 𝑋⃑𝑘 , sehingga
nilai 𝑋⃑𝑘 = 𝑋⃑𝑚𝑖𝑑 . Nilai 𝑋⃑𝑘 ′ diperoleh dengan cara menekuk vektor ∇𝑉 yang ada pada titik 𝑋⃑𝑚𝑖𝑑
dengan arah ⃑⃑⃑⃑
𝑛′ sepanjang R. Adapun ⃑⃑⃑⃑𝑛′ adalah vektor anti normal dari titik 𝑋⃑𝑘 − 1 dan 𝑋⃑𝑘 + 1 dan
paralel dengan vektor ∇𝑉.
𝑛⃑⃑ (2.19)
𝑛̂ =
|𝑛⃑⃑|
Dimana:
𝐿 = |𝑋⃑𝑘 − 𝑋⃑𝑚𝑖𝑑 | (2.21)
1 1 (2.22)
+ ( )
𝑉𝑘 𝑉𝑘−1
𝑐=
2
Kemudian dari persamaan tersebut diperoleh sebuh titik raypath baru yang dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut:
Universitas Pertamina - 16
𝑋⃑′𝑘 = 𝑋⃑𝑚𝑖𝑑 + ⃑⃑⃑⃑
𝑛′𝑅𝑐 (2.23)
Mekanisme dari sebuah gempa menggambarkan deformasi batuan di area kejadian gempa
yang memancarkan gelombang seismik. Dalam kaitan yang berhubungan dengan patahan, hal ini
mengacu pada orientasi bidang patahan yang tergelincir dengan arah vektor gelincirnya. Hal ini
dikenal sebagai solusi bidang patahan.
Mekanisme fokus berasal dari sebuah moment tensor untuk gempa bumi yang diperkirakan
dari hasil pengamatan terhadap bentuk gelombang seismik. Mekanisme fokus dapat diperkirakan
dengan mengamati bentuk gelombang P pertama yang tiba, apakah naik atau turun. Solusi moment
tensor biasanya direpresentasikan dalam bentuk grafis menggunakan bola pantai yang bertujuan
sebagai proyeksi seismografik hemisphere bagian bawah.
Pada gambar bola pantai, terdapat dua nodal plane, yaitu fault plane dan auxiliary plane.
Selain itu, bola pantai juga menunjukkan bagian antara tension dan compression, dimana tension
menunjukkan pergerakan yang menjauhi episenter dan compression mendekati episenter. Pada
umumnya, tension (T) ditandai sebagai area yang diarsir, sedangkan compression (P) ditandai
sebagai area yang tidak diarsir.
Gambar 2. 10. Tampilan penampang dari focal spheres untuk mekanisme sesar turun dan sesar naik
(Gambar: Science.earthjay.com)
Pada bola pantai, solusi strike, dip, dan rake yang diberikan ada dua. Bidang patahan yang
berkorelasi dengan peristiwa gempa akan sejajar dengan salah satu bidang nodal plane, sedangkan
yang satunya lagi dianggap sebagai bidang bantu. Untuk menentukan mekanisme fokus mana yang
merupakan bidang patahan sebenarnya, diperlukan informasi tambahan berupa informasi geologi
ataupun geofisika lainnya agar keambiguitasan dapat dihilangkan.
Universitas Pertamina - 17
2.13 Tektonik Maluku
Maluku berada di bagian Indonesia timur. Daerah Maluku merupakan tempat pertemuan dari
tiga lempeng besar dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik,
sejak periode Oligosen Akhir (Hall and Sevastjanova, 2012). Karena berada di antara lempeng-
lempeng tersebut, Maluku memiliki tatanan geologi yang kompleks akibat interaksi dari ketiganya.
Berdasarkan evolusi tektoniknya, wilayah Indonesia timur berasal dari kerak Australia yang
bergerak ke arah utara dengan kecepatan 7,5 cm/tahun, bertumbukan dengan Lempeng Eurasia
membentuk Palung Sunda. Kemudian di waktu yang bersamaan, Lempeng Pasifik bergerak ke arah
barat dengan kecepatan 12 cm/tahun, bertumbukan dengan Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-
Australia.
Sejak periode Miosen Tengah hingga Plistosen, tumbukan antara Lempeng Australia
terhadap Lempeng Eurasia membuat Laut Proto Banda yang pernah menempati Banda Embayment,
berumur Jurassic, mengalami subduksi ke bawah Lempeng Eurasia. Dalam perjalanan waktu
subduksinya, Laut Proto Banda mengalami proses yang disebut rollback, yaitu kondisi dimana slab
yang telah menunjam mengalami pergerakan mundur yang disebabkan oleh adanya gaya tarik
gravitasi oleh slab itu sendiri, sehingga kemiringan subduksi menjadi semakin curam.
Gambar 2. 12. Rekonstruksi tektonik wilayah timur Indonesia yang menggambarkan pembentukan
Laut Banda modern selama rollback Busur Banda (Pownall et al., 2018)
Untuk masa sekarang, 0 juta tahun, zona subduksi aktif berada pada daerah selatan Pulau
Universitas Pertamina - 18
Jawa – Sumatera yang dikenal sebagai Palung Sunda. Masuk ke daerah Laut Banda sudah tidak
ditemukan lagi ada subduksi di permukaan, melainkan bentukan lengkungan geometri berupa
concave spoon yang terdiri dari Timor Trough, Tanimbar Trough, Aru Trough, dan Seram Trough.
Lengkungan geometri ini terbentuk akibat adanya proses delaminasi. Weber deep yang memiliki
kedalaman 7,2 km terbentuk oleh sesar normal yang diakibatkan mekanisme rollback, slab tear, dan
delaminasi (Pownall et al., 2018).
Gambar 2. 13. Konfigurasi Laut Banda masa sekarang yang menunjukkan lokasi banda detachment
yang berada di Weber Deep. Warna merah menunjukkan kerak benua afinitas Australia (Pownall et
al., 2018)
Delaminasi adalah proses terkelupasnya mantel litosfer karena pada suatu lempeng yang
tengah menyubduksi, dimana lempeng tersebut akan terus masuk ke dalam mantel dan meninggalkan
kerak litosfer di permukaan bumi. Oleh sebab itu, pada tepi bagian Banda terbentuk palung karena
tertariknya mantel litosfer yang menunjam ke bawah. Rollback adalah kondisi dimana slab yang telah
menunjam mengalami pergerakan mundur yang disebabkan oleh adanya gaya tarik gravitasi oleh
slab itu sendiri, sehingga kemiringan subduksi menjadi semakin curam.
Selain rollback, terdapat juga mekanisme slab tear di sekitar bawah Pulau Buru dan Pulau
Ambon. Mekanisme slab tear terjadi akibat perubahan orientasi dari slab yang deformasinya
membentuk lengkungan serta rollback yang terjadi secara bersamaan. Adanya slab tear ditandai oleh
low velocity dan aseismic zone (Spakman, 2010). Slab tear adalah proses sobeknya suatu lempeng
litosferik secara vertikal yang masuk menyubduksi di bawah lempeng litosferik lain.
Universitas Pertamina - 19
Gambar 2. 14. Situasi pada 15 (a), 7 (b), 4 (c) dan 0 (d) jutaan tahun yang lalu, dengan lampiran
insets dari rekonstruksi tektonik. Garis magenta di insets menunjukkan perkiraan area litosfer yang
tersubduksi yang direkonstruksi kembali ke permukaan. (Hall et al., 2010)
Pada 15 juta tahun yang lalu, Laut Proto Banda yang mulai menyubduksi lempeng Eurasia
dan mengalami rollback dalam proses penyubduksiannya. Pada waktu 7 juta tahun lalu subduksi ini
membuat terkelupasnya mantel litosfer, sehingga menunjam ke bawah yang disebut sebagai
delaminasi. Kemudian ketika di waktu 4 juta tahun lalu, terdapat slab tear di bagian bawah Pulau
Buru yang diakibatkan berotasinya Lempeng Litosfer dari arah subduksinya. Delaminasi ini
menimbulkan terbentuknya Palung Banda di sekitar Maluku.
Pulau Seram, Ambon, dan Haruku yang menjadi area penelitian, memiliki beberapa sesar
yang terbentuk akibat tumbukan tektonik yang cukup kompleks di sekitarnya. Beberapa sesar yang
sudah teridentifikasi di antaranya adalah Sesar Mendatar Tarea-Aiduna, Sesar Mendatar Kawa, dan
Sesar Mendatar Buru. Berdasarkan daftar sesar yang sudah teridentifikasi tersebut, Sesar Mendatar
Kawa berada dekat dengan hiposenter gempa utama Ambon 26 September 2019, sehingga pada saat
awal kejadian sesar ini diduga menjadi sumber terjadinya gempa. Sesar ini mempunyai orientasi arah
Timur – Barat dengan mekanisme sesar geser mengiri. Sesar Kawa terbentuk akibat adanya interaksi
antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke
arah utara terdorong oleh pergerakan Lempeng Pasifik yang mengarah ke Barat.
Pada sebelah utara dari Pulau Seram terdapat Seram Trough yang merupakan deformasi
depan dari fold and thrust belt Seram. Penyebab amblesan terjadi akibat adanya pembebanan dari
fold and thrust belt Seram yang terbentuk karena konvergensi intraplate miring antara Seram dan
Kepala Burung. Lalu di tengah Pulau Seram terdapat Kawa Shear Zone yang terbentuk akibat
terjadinya robekan pada ujung Weber deep akibat adanya sesar normal yang dipengaruhi oleh
rollback.
Universitas Pertamina - 20
Gambar 2. 15. Sesar - sesar yang terdapat di Pulau Seram dan sekitarnya (Xi Zhugang et al., 2016)
Gambar 2. 18. Kawa Shear Zone yang terbentuk akibat terjadinya robekan pada ujung Weber deep
akibat adanya sesar normal yang dipengaruhi oleh rollback. (Hall et al., 2012)
Universitas Pertamina - 21
Universitas Pertamina - 22
BAB III METODE PENELITIAN
Bentuk penelitian yang dilakukan berupa penelitian laboratorium dengan basis komputasi.
Data gempa bumi diambil dari website BMKG, dengan menggunakan jaringan internal dari
kantor BMKG pusat, Jakarta. Data yang diperoleh berupa katalog gempa dalam format txt. Adapun
keterangan informasi dari data gempa yang diperoleh yaitu:
Tabel 3. 1. Informasi data gempa
Universitas Pertamina - 22
Kemudian untuk informasi data stasiun yang digunakan yaitu:
Tabel 3. 2. Data Stasiun
Dalam proses relokasi gempa menggunakan software hypoDD, ada terdapat beberapa
software bantuan yang digunakan dalam melakukan relokasi hiposenter gempa. Adapun beberapa
software tersebut adalah Notepad++, Microsoft Excel, Cygwin, GMT, Python, dan Matlab.
Notepad++ dan Microsoft Excel digunakan untuk mengedit data, Cygwin digunakan untuk
menjalankan program hypoDD, GMT digunakan untuk plotting dan pemetaan dari data gempa,
Python digunakan untuk mengonversi data katalog menjadi data fasa dan membantu dalam
pembuatan histogram, dan Matlab untuk membuat diagram rose dan diagram compass untuk
membantu menganalisis hasil relokasi gempa yang sudah dilakukan.
Universitas Pertamina - 23
3.4 Metode Analisis Data
Setelah data tersedia, hal pertama kali yang dilakukan adalah sorting azimuthal gap. Data
gempa yang dipilih untuk diolah adalah data yang memiliki nilai azimuthal gap kurang dari 180°,
dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpastian dari letak hiposenter, sehingga kualitas data yang
dimiliki lebih baik untuk dilakukan interpretasi nantinya. Data yang nilai azimuthal gap lebih dari
180°, memiliki ketidakpastian terhadap koordinat dan kedalaman hiposenter gempa yang cukup
besar.
Sementara itu, data nilai azimuthal gap kurang dari 180°, memiliki ketidakpastian terhadap
koordinat dan kedalaman hiposenter gempa yang relatif kecil. Adapun nilai kedalaman yang bernilai
10 km ini berupa fixed depth, yaitu suatu ketetapan nilai kedalaman yang dimiliki oleh BMKG dalam
melakukan iterasi untuk pencarian dari letak hiposenter.
Universitas Pertamina - 24
Setelah selesai melakukan sorting azimuthal gap, data katalog gempa yang masih dalam
format txt kemudian dikonversi menjadi data fasa dalam format pha. Data dikonversi dengan
menggunakan script pada Python. Adapun tampilan data fasa adalah sebagai berikut:
Format pada data fasa tersusun dari header dan stasiun perekam. Pada header, informasi
yang terdapat di dalamnya, dari kiri ke kanan (setelah tanda pagar), meliputi tahun, bulan, hari, jam,
menit, detik, latitude, longitude, kedalaman, magnitudo, horizontal error, depth error, root mean
square (rms), dan ID (urutan data kejadian gempa), sedangkan pada stasiun perekam, informasi yang
terdapat di dalamnya, dari kiri ke kanan, meliputi nama stasiun, waktu tiba gelombang, bobot, dan
jenis gelombang yang tiba (P/S). Selain itu, data lain yang diperlukan adalah data stasiun. Dalam
data stasiun, terdapat nama stasiun, latitude dan longitude.
Dari data yang dimiliki, banyaknya data berdasarkan magnitude berada pada interval
magnitude 2-2,9, sementara hiposenter gempa utama berada pada interval magnitude 6-6,9. Data dari
bulan September hingga Oktober tahun 2019 mengalami peningkatan yang cukup banyak, namun
dari bulan November 2019 hingga bulan Februari tahun 2020 data gempa mengalami penurunan
jumlah.
Gambar 3. 6. Informasi histogram mengenai data gempa yang dimiliki. Simbol bintang berwarna
kuning adalah hiposenter gempa utama
Universitas Pertamina - 25
3.4.2 Proses Relokasi Data Gempa
Setelah memiliki data fasa dan data stasiun, langkah selanjutnya adalah merelokasi gempa
tersebut menggunakan program hypoDD. Adapun program dalam hypoDD dilakukan dalam 2 tahap,
yaitu yang pertama adalah input ph2dt dan kedua yang kedua input hypoDD.
Dalam ph2dt, data stasiun dan data fasa digunakan sebagai data input. Tujuan dari ph2dt
adalah untuk memasangkan antara gempa satu dengan gempa lainnya berdasarkan parameter yang
ada. Beberapa parameter tersebut adalah MINWGHT (minimal picking bobot yang diperbolehkan),
MAXDIST (jarak maksimum antara pasangan gempa dengan stasiun dalam satuan km), MAXSEP
(jarak maksimum antar hiposenter dalam km), MAXNGH (jumlah maksimum hiposenter yang dapat
dijadikan tetangga), MINLNK (jumlah minimum hubungan yang diperlukan untuk menentukan
sebuah tetangga), MINOBS dan MAXOBS (jumlah minimum dan maksimum hubungan per pasang
gempa yang disimpan).
Berdasarkan pengertian dari setiap parameter tersebut, nilai efektif yang ditentukan adalah
MAXDIST 500, MAXSEP 25, MAXNGH 8, MINLINK 1, MINOBS 1, dan MAXOBS 50.
Penentuan parameter ini sudah berdasarkan syarat dari metode double-difference, yaitu jarak antara
dua buah gempa yang dipasangkan harus lebih kecil dibandingkan dengan jarak kedua hiposenter
dengan stasiun. Data-data hasil keluaran dari Ph2dt adalah event.dat (berisi informasi gempa), dt.ct
(katalog perbedaan waktu tempuh), dan dt.cc (cross-correlation dari data waveform). Dari ketiga
data keluaran tersebut, dua diantaranya, yaitu event.dat dan dt.ct digunakan sebagai data input pada
program hypoDD, sedangkan dt.cc tidak digunakan karena data yang digunakan hanya berupa data
katalog saja.
Di dalam program hypoDD, parameter yang digunakan bersifat apriori, yaitu mengacu
kepada parameter yang sudah digunakan pada penelitian sebelumnya. Adapun nilai parameter yang
dirubah hanya nilai damping saja. Pada penelitian ini iterasi yang dipilih adalah conjugate gradient
method. Alasan memilih conjugate gradient method yaitu adanya terdapat input redaman dalam
merelokasi hiposenter, sehingga diharapkan nilai RMS residual yang dihasilkan juga kecil. Nilai
RMS residual yang kecil dan mendekati nol mengindikasikan bahwa relokasi yang dilakukan sudah
cukup baik.
Perubahan terhadap nilai damping berkorelasi langsung dengan nilai condition number
(CND) yang akan didapatkan. Condition number adalah nilai yang menunjukkan rasio dari nilai
terbesar ke nilai terkecil dari Eigen value. Dalam buku panduan hypoDD (Waldhauser, 2001),
dikatakan bahwa nilai perubahan dari damping yang baik berada di interval 1-100, dan hasil dari nilai
condition number yang baik berada di interval 40-80. Nilai perubahan pada damping berkorelasi
terbalik dengan nilai condition number yang dihasilkan. Apabila nilai condition number lebih besar
dari 80 (underdamped) maka nilai dampingnya perlu ditingkatkan agar nilai condition numbernya
berada di bawah 80 (overdamped), dan begitupun sebaliknya untuk nilai condition number yang lebih
kecil dari 40, dampingnya harus diturunkan. Nilai underdamped atau overdamped mengindikasikan
perubahan yang diberikan terlalu kecil atau terlalu besar.
Universitas Pertamina - 26
3.5 Perbandingan Penggunaan Damping
Pada penelitian ini dilakukan analisis damping yang digunakan dan pengaruhnya terhadap
nilai residual yang diperoleh. Fungsi dari damping sendiri adalah agar matriks tidak dalam ill-
conditioned dan mencegah agar matriks tidak menjadi singular. Damping yang dibandingkan adalah
damping 20, 30, dan 40. Untuk mengetahui apakah damping yang diberikan sudah baik atau belum
dapat dilihat dari interval condition number dan nilai residual yang dihasilkan. Berdasarkan
penggunaan ketiga damping tersebut, nilai damping 30 dan 40 masih berada di dalam interval
condition number yang di ideal, sedangkan damping 20 memiliki nilai condition number yang tinggi,
sehingga dapat disimpulkan dampingnya underdamped.
Untuk mengetahui nilai damping mana yang lebih baik antara damping 30 dan damping 40
dapat dicek dari nilai residual yang dihasilkan. Berdasarkan hasil residual dari kedua damping,
damping 30 memiliki nilai residual yang lebih kecil, sehingga dapat disimpulkan nilai damping 30
lebih baik dibandingkan damping 40.
Universitas Pertamina - 27
3.6 Diagram Alir Penelitian
Start
Event catalogue
(event data, station data, arrival time/phase data)
Parameter determination
(Ph2dt)
Fit?
Yes
End
Adapun model kecepatan yang digunakan pada penelitian ini adalah PREM (Anderson et al.,
1981), AK135 (Kennet et al., 1995), dan kecepatan lokal Kepulauan Maluku (Supardiyono et al.,
2013), dengan batas kedalaman yang digunakan berada di bawah 100 km. Hal ini dikarenakan data
gempa kebanyakan berada pada kedalaman yang dangkal. Rasio untuk nilai Vp/Vs yang digunakan
adalah 1,73. Nilai rasio Vp/Vs tersebut merupakan nilai Poisson dalam keadaan padat. Nilai ini
adalah sebuah perkiraan yang baik untuk kondisi rata-rata di kerak bumi (Havskov and Ottomoler,
2010). Pada model kecepatan lokal Kepulauan Maluku, Supardiyono dan kawan-kawan mengambil
data dari WebDC dari tahun 2009 – 2012, dengan area penelitian berada pada koordinat 5° LS – 3°
LU dan 124° BT – 132° BT, dan Magnitudo ≥ 5. Metode inversi yang digunakan adalah inversi
algoritma gentika dan pemodelan dilakukan menggunakan perangkat lunak Velest33.
Universitas Pertamina - 28
1-D VELOCITY MODEL
VELOCITY (KM/S)
0 2 4 6 8 10
0
20
40
DEPTH (KM)
60
80
100
120
Universitas Pertamina - 29
Universitas Pertamina - 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari BMKG, pusat gempa Ambon 26 September berada
pada koordinat -3,42°LS dan 128,45°BT, kedalaman 10 km, dan magnitudo gempa 6,5. Kemudian
dari data tersebut di-plotting pada peta GMT dan dilakukan cross-section untuk melihat kedalaman
dan trend persebarannya. Data yang diplotting adalah koordinat dan kedalaman dari gempa. Jumlah
event awal sebanyak 542 buah, jumlah gelombang P 10807 buah, dan jumlah gelombang S 6021
buah.
Gambar 4. 1. Peta distribusi gempa awal setelah dilakukan sorting azimuthal gap
Pada peta distribusi gempa sebelum relokasi, persebaran hiposenter tampak saling
berdekatan dan terlihat seperti membentuk suatu grid. Hal ini disebabkan karena adanya pembatasan
dua angka dibelakang koma pada data latitude dan longitude dari BMKG. Kemudian pada cross-
section, terlihat banyak gempa berada di kedalaman 10 km. Hal ini disebabkan karena adanya
Universitas Pertamina - 30
konfigurasi fixed depth sebesar 10 km dari BMKG.
Parameter penentuan pasangan gempa yang digunakan adalah MAXDIST 500 km (jarak
maksimum antara pasangan gempa dengan stasiun dalam satuan km), MAXSEP 25 km (jarak
maksimum antar hiposenter dalam km), MAXNGH 8 buah (jumlah maksimum hiposenter yang dapat
dijadikan tetangga), MINLNK 1 (jumlah minimum hubungan yang diperlukan untuk menentukan
sebuah tetangga), MINOBS 1 dan MAXOBS 50 (jumlah minimum dan maksimum hubungan per
pasang gempa yang disimpan). Pada proses relokasi ini digunakan damping terbaik yaitu 30 karena
nilai residual yang diberikan paling kecil dalam interval condition number yang diizinkan.
Jumlah pasangan gempa yang berhasil dipasangkan sebanyak 2796 buah, dengan jumlah
pasangan gelombang P adalah 7954 buah dan jumlah pasangan gelombang S adalah 5188 buah.
Kemudian jumlah event gempa yang berhasil direlokasi menggunakan model kecepatan PREM
sebanyak 524 buah, model kecepatan AK135 adalah 498 buah, dan model kecepatan lokal Kepulauan
Maluku adalah 5188 buah.
Gambar 4. 2. Peta sebelum dan setelah relokasi gempa menggunakan model kecepatan PREM,
model kecepatan AK135, dan model kecepatan lokal Kepulauan Maluku
Pada peta hasil relokasi terlihat bahwa pergeseran hiposenter gempa utama dari ketiga model
kecepatan mengarah ke Utara dengan pergeseran terdekat adalah model kecepatan PREM dan
pergeseran terjauh adalah model kecepatan lokal Kepulauan Maluku. Kemudian persebaran gempa
terlihat banyak berkumpul seperti membentuk kemenerusan Utara – Selatan yang berada di antara
Pulau Ambon dan Pulau Haruku, sedangkan sisanya banyak berkumpul di Pulau Ambon. Pada cross-
section kedalaman gempa yang semula banyak berada di kedalaman 10 km mengalami pergeseran
dari kedalaman fixed depth dengan persebaran kedalaman yang bervariasi mulai dari kedalaman 0 –
30 km. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diduga bahwa penyebab terjadinya gempa disebabkan oleh
mekanisme sesar strike-slip. Adapun ciri dari sesar strike-slip adalah sepanjang sesar kedalamannya
sama (mirip) dan dangkal sekitar 5 – 20 km.
Universitas Pertamina - 31
Tabel 4. 1. Letak hiposenter gempa utama sebelum dan sesudah relokasi
Dalam melakukan relokasi hiposenter gempa, parameter RMS residual menjadi salah satu
acuan untuk mengetahui apakah hasil relokasi yang dilakukan sudah cukup baik atau tidak. RMS
residual merupakan nilai root mean square dari data event yang terekam di semua stasiun. Nilai RMS
residual yang nilainya kecil dan mendekati nol mengindikasikan bahwa hasil relokasi yang dilakukan
sudah cukup baik.
Universitas Pertamina - 32
Gambar 4. 4. RMS residual sesudah relokasi
Hasil RMS residual sesudah relokasi dari ketiga model kecepatan memiliki nilai yang lebih
kecil dan mendekati nol dibandingkan nilai RMS residual awal. Nilai RMS residual yang semakin
kecil membuat data hasil perhitungan dengan data hasil observasi semakin berhimpit. Hal ini
mengindikasikan bahwa hasil relokasi menggunakan metode double-difference memiliki keakuratan
yang cukup baik dan mendekati parameter yang sebenarnya. Dari ketiga model kecepatan tersebut,
nilai RMS residual paling kecil ditunjukkan oleh model kecepatan PREM dengan nilai rata-ratanya
adalah 0,837 ms.
Selain data RMS residual, salah satu parameter lain yang dapat dianalisa adalah nilai travel
time residual. Travel time residual merupakan nilai residual dari data event per stasiun. Sama seperti
RMS residual, travel time residual yang nilainya kecil dan mendekati nol, juga mengindikasikan
bahwa hasil relokasi yang dilakukan sudah cukup baik.
Universitas Pertamina - 33
Gambar 4. 6. Travel time residual sesudah relokasi
Hasil travel time residual sesudah relokasi terlihat memiliki nilai yang lebih kecil dan
mendekati nol. Nilai travel time residual yang negatif menandakan bahwa waktu tiba fasa gelombang
primer observasi lebih cepat daripada perkiraan waktu tiba fasa gelombang primer teoretis,
sedangkan nilai travel time residual yang positif menandakan hal yang sebaliknya. Dari ketiga model
kecepatan tersebut, nilai travel time residual paling kecil ditunjukkan oleh model kecepatan PREM
dengan nilai rata-ratanya adalah -0,029 ms.
Diagram compass digunakan untuk melihat besar jarak pergeseran hiposenter gempa dari
posisi sebelum relokasi ke posisi setelah relokasi dengan interval pergeserannya ditunjukkan oleh
deret angka yang berada dari pusat lingkaran menuju ke bagian luar lingkaran. Kemudian skala
lingkaran dari 0° – 330° merupakan besar sudut, dimana angka nol menandakan arah Utara.
Berdasarkan hasil plotting yang dilakukan pada diagram compass tersebut, perpindahan
hiposenter terjadi ke segala arah. Namun untuk pergeseran terjauh dengan sudutnya dari ketiga model
kecepatan dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4. 2. Pergeseran terjauh hiposenter dengan sudutnya setelah direlokasi
Universitas Pertamina - 34
Selanjutnya untuk melihat orientasi persebaran dominan dari hasil relokasi hiposenter
digunakan diagram rose, dengan skala sudut lingkaran yang sama yaitu 0°-330°, dimana angka nol
sebagai arah Utara. Kemudian untuk skala jumlah event gempa yang terelokasi adalah deret angka
yang berada dari pusat lingkaran menuju ke bagian luar lingkaran.
Berdasarkan hasil plotting pada diagram rose tersebut, perpindahan hiposenter terjadi ke
segala arah. Nilai rentang 0 – 40 menunjukkan banyaknya data hiposenter gempa setelah direlokasi.
Persebaran dominan yang paling banyak untuk model kecepatan PREM berada pada arah Utara –
Selatan, model kecepatan AK135 berada pada arah Timur – Barat, dan model kecepatan lokal
Kepulauan Maluku berada pada arah Utara – Selatan.
Pada daerah penelitian ini, solusi mekanisme fokus yang diberikan adalah strike-slip fault,
dengan dua solusi nodal plane yang cenderung bearah antara Utara – Selatan atau Timur – Barat.
Data mekanisme fokus di ambil dari data Global Centroid-Moment-Tensor (GCMT), dari tanggal
25 – 26 September, 10 Oktober, dan 12 November 2019. Namun dari data gempa yang dimiliki pada
penelitian ini, persebaran gempa lebih cenderung berada pada arah sesar Utara – Selatan.
Universitas Pertamina - 35
Gambar 4. 9. Solusi mekanisme fokus di daerah penelitian (GCMT, 2019) (gambar kiri) dan hasil
relokasi gempa yang dipilih menggunakan model kecepatan PREM (gambar kanan)
Menurut penelitian dari Sianipar dan kawan-kawan pada tahun 2019, bidang nodal yang
paling cocok dalam pemodelan menggunakan rekaman displacement observasi teleseismik adalah
bidang nodal yang memiliki strike 347° dan dip 70°. Pemodelan dengan bidang nodal tersebut
memiliki nilai error yang kecil, yaitu 0,3182973, sehingga hasil pemodelan ini bisa dikatakan cukup
baik.
Dalam peristiwa gempa, area yang mengalami pergeseran disebut asperity. Biasanya gempa
besar memiliki asperity yang besar, sedangkan gempa kecil memiliki asperity yang kecil. Hal yang
dapat diketahui dari asperity adalah arah pergeseran yang terjadi kebanyakan berada di area mana.
Universitas Pertamina - 36
Gambar 4. 10. Proses rupture dan distribusi slip gempa Ambon 26 September 2019 (Sianipar et al.,
2019)
Berdasarkan hasil asperity yang diperoleh, terlihat bahwa pecahan terdapat banyak pada arah
yang cenderung Utara – Selatan berlawanan arah jarum jam. Bintang biru sebagai initial brake dari
gempa. Adapun bar warna menunjukkan amplitudo slip, sedangkan arah panah adalah rake dari
gempa pada masing – masing sub-fault. Kemudian pada bagian kanan bawah terdapat informasi
mengenai fungsi laju momen.
Dengan adanya informasi tambahan dari penelitian Sianipar dan kawan-kawan, dapat
disimpulkan bahwa kemungkinan dari mekanisme terjadinya gempa Ambon 26 September 2019
adalah strike-slip dengan arah cenderung Utara – Selatan. Hal ini juga didukung oleh trend
persebaran gempa susulan dalam penelitian ini. Adapun mekanisme terbentuknya sesar geser dengan
solusi arah Utara – Selatan, masih memiliki keterkaitan dengan sesar yang ada pada Kawa Shear
Zone karena memiliki kesamaan deformasi, tectonic setting, dan area yang terdekat.
Universitas Pertamina - 37
Gambar 4. 11. Peta seismisitas katalog gempa, sebelah kiri dari USGS dan sebelah kanan dari ISC
Universitas Pertamina - 38
Universitas Pertamina - 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang bisa diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Parameter penentuan pasangan gempa yang dipakai adalah jarak maksimum pasangan
gempa ke stasiun (MAXDIST) 500 km, jarak antara dua hiposenter (MAXSEP) 25 km,
model kecepatan PREM dengan damping 30.
2. Penggunaan model kecepatan PREM memiliki keakuratan yang lebih baik untuk
merelokasi gempa-gempa dangkal dibandingkan dengan model kecepatan lainnya. Hal
ini dapat terlihat pada batas lapisan PREM yang lebih banyak pada kedalaman di bawah
30 km.
3. Hasil relokasi menggeser fixed depth ke kedalaman yang sebenarnya dengan persebaran
kedalamannya yang bervariasi.
4. Nilai RMS residual dari model kecepatan PREM kecil dan mendekati 0, yaitu -0,029
ms, sehingga mengindikasikan adanya perbaikan posisi relatif hiposenter gempa utama
dan berdasarkan diagram compass dan rose dapat disimpulkan bahwa gempa
terdistribusi di antara Pulau Ambon dan Haruku dengan orientasi persebarannya Utara
– Selatan.
5. Berdasarkan distribusi gempa di daerah penelitian dan data mekanisme fokus, maka
interpretasi yang paling mendekati adalah bahwa gempa 26 September 2019 ini dipicu
oleh sesar geser menganan dengan strike 345 dan dip 78 berdasarkan data CMT.
5.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme sesar penyebab
terjadinya gempa Ambon 26 September 2019, seperti melakukan pemodelan rekaman
displacement dan persebaran stress drop yang dilakukan oleh Sianipar dan kawan-
kawan dalam penelitiannya.
Universitas Pertamina - 39
Universitas Pertamina - 40
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L.N., Tjahjono, A., & Sabtaji, A. (2019). Relokasi Hiposenter Gempa Bumi dan
Model Struktur Kecepatan 1 Dimensi Gelombang P dengan Menggunakan Metode
Coupled Velocity – Hypocenter di Daerah Sulawesi Tengah dan Sekitarnya. Vol II,
No.1, April 2019.
Earthjay Science. (2017). Geol 308: Natural Hazards, Activity 06: Focal Mechanism.
Retrieved from
https://www.science.earthay.com/instruction/HSU/2017/GEOL_308/activities/activ
ity_06/GEOL_308_activity_06.pdf?fbclid=IwAR1_EjuZzwPpu-2jhqZN0mzM-
bNuSu75sbL-KHkJbwseUVTp5WieVc715Sc.
Gempa. (n.d). Sceval: Module to evaluate origins received from messaging. Retrieved from
https://docs.gempa.de/sceval/jakarta-2017.124/2019.329/
Gilang, R. (2019, Mei 13). Kenalan dengan 3 Lempeng Aktif Indonesia. Retrieved from
http://siagabencana.com/post/kenalan-dengan-3-lempeng-aktif-di-indonesia-yuk
Gomberg, J.S., Shedlock K.M., & Roecker, S.W. (1990). The Effect of S-wave Arrival
Times on The Accuracy of Hypocenter Estimation, Bulletin of the Seismological
Society of America, Vol 80, No.6, pp.1605–1628, 1990.
Hall, R., & Sevastjanova, I. (2012). Australian Crust in Indonesia. Australian Journal of
Earth Sciences (2012) 59, (827–844). doi:10.1080/08120099.2012.692335
Hall, R., Patria, A. (2018). Oblique Intraplate Convergence of The Seram Trough,
Indonesia. Bulletin of The Marine Geology, Vol.33, No.1, pp.41-58. mod.
doi:10.29118/IPA.50.17-19-G
Hall, R., Pownall, J.M., Lister, G.S., & Trihatmojo, A. (2018). Geological Aspects of
Banda Sea Ecosystem and How They Shape The Oceanographical Profile. IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science 184 (2018) 012005. doi:10.1088/1755-
1315/184/1/012005
Horstmann, T., Harrington, R. M., and Cochran, E. S.: Using a modified time-reverse
imaging technique to locate low-frequency earthquakes on the San Andreas Fault
near Cholame, California, Geophys. J. Int., 203, 1207–1226.
doi:10.1093/gji/ggv337,2015.
Kennett, B.L.N., Engdahl E.R., & Buland R. (1995). Constraints on Seismic Velocities in
the Earth from Travel Times. Geophys. J.Int, Vol.122, No.1.
Lay, T, & Wallace, T.C. (E.d). (1995). Modern Global Seismology. San Diego, California,
USA: Academic Press.
Universitas Pertamina - 40
Panchuk, K. (2019). Physical Geology. Saskatoon: University of Saskatchewan.
Rahmawati, D.N. (2016). Estimasi Model Kecepatan 1-D Hasil Relokasi Gempa Bumi
Wilayah Maluku Utara dengan Menggunakan Metode Double-Difference. Tugas
Akhir Sarjana, ITS, Semarang.
Sekine, S., & Koketsu, K. (1997). Pseudo-bending Method for Three-dimensional Seismic
Ray Tracing in a Spherical Earth with Discontinuites. Geophys. J. Int. (1998) 132,
339–346. doi:10.1046/j.1365-246x.1998.00427.x
Sianipar, D., Halauwet, Y., Daryono, & Karnawati, D. (2019). Studi Sumber Gempa
Ambon 26 September 2019. doi:10.31227/osf.io/6e9nm
Spakman, W. (2010). Surface Deformation and Slab-Mantle Interaction During Banda Arc
Subduction Rollback. Nature Geoscience. doi:10.1038/ngeo917
Stein, S., & Wysession, M. (2003). An Introduction to Seismology, Earthquakes, and Earth
Structure. Oxford: Blackwell Publishing.
Subardjo, & Ibrahim, G. (2004). Pengalaman Seimologi. Jakarta: Badan Meteorologi dan
Geofisika.
Supardiyono, Madlazim, & Jannah, I.F. (2013). Analisis Model Kecepatan Lokal
Gelombang Primer 1-D dan Koreksi Stasiun di Kepulauan Maluku. Jurnal Fisika,
Volume 02 Nomor 02.
Um, J., & Thurber, C. (1987). A Fast Algorithm for Two-point Seismic Ray Tracing. Bull.
seism. Soc. Am., 77, 972–986
Wijaya, A.S. (2016). Relokasi Hiposenter Data Gempa Jepang Menggunakan HypoDD.
Tugas Akhir Magister, ITS, Semarang.
Zhugang, X., Xiaolin, H., Yong, F., Xinyi, Y., & Hongyu, D. (2016). Tectonic Evolution
of North Seram Basin, Indonesia, and Its Control over Hydrocarbon Accumulation
Conditions. China Petroleum Exploration, Vol 21, Issue 6.
Universitas Pertamina - 41
Universitas Pertamina - 42
FORM BIMBINGAN TUGAS AKHIR
Paraf Pembimbing
Paraf Pembimbing
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 42
Form TA-2 Bimbingan Tugas
Paraf Pembimbing
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 43
Form TA-2 Bimbingan Tugas
Paraf Pembimbing
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 44
Form TA-2 Bimbingan Tugas
• Membuat latar belakang, diagram alir, dan metodologi (cicilan draft penulisan tugas akhir).
• Menghitung jumlah fasa P dan S input dan jumlah pasangan gempa P dan S.
• Mencari tahu mengenai fix depth dari BMKG.
• Membahas mengenai histogram RMS Residual, teori double-difference, dan focal mechanism.
Paraf Pembimbing
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 45
Form TA-2 Bimbingan Tugas
Paraf Pembimbing
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 46
Form TA-2 Bimbingan Tugas
Paraf Pembimbing
Paraf Pembimbing
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 47
Form TA-2 Bimbingan Tugas
Paraf Pembimbing
Paraf Pembimbing
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 48
Form TA-2 Bimbingan Tugas
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 49
Form TA-2 Bimbingan Tugas
Paraf Pembimbing
• Penggunaan konfigurasi fix depth 10 km yang berkaitan dengan penyederhaan iterasi untuk
mempersingkat waktu.
Paraf Pembimbing
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 50
Form TA-2 Bimbingan Tugas
Paraf Pembimbing
• Penggunaan damping, perbandingan nilai damping dengan memerhatikan nilai CND dan hasilnya
pada plot peta dan penampang, serta penambahan histogram residual.
• Nilai minus pada nilai residual yang berkaitan dengan perhitungan antara data observasi dan
teoritis.
Paraf Pembimbing
UP-SPMI/FR154/R00
Universitas Pertamina - 51