Anda di halaman 1dari 62

EVALUASI GEOMETRI JALAN MENGGUNAKAN

FOTOGRAMETRI UDARA PADA JALAN AKSES


BENDUNGAN WAY SEKAMPUNG PRINGSEWU LAMPUNG

MUHAMMAD ALDIAN RASYID

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Evaluasi


Geometri Jalan Menggunakan Fotogrametri Udara Pada Jalan Akses Bendungan
Way Sekampung Pringsewu Lampung” adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain dan telah disebutkan
dalam teks, dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2022

Muhammad Aldian Rasyid

NIM F44160020

ABSTRAK
MUHAMMAD ALDIAN RASYID. Evaluasi Geometri Jalan Menggunakan
Fotogrametri Udara Pada Jalan Akses Bendungan Way Sekampung Pringsewu
Lampung. Dibimbing oleh SUTOYO dan SEKAR MENTARI.
Metode evaluasi yang dilaksanakan secara konvensional menggunakan metode
pengawasan manual menggunakan alat berupa Total Station yang membutuhkan
waktu relatif lama. Pekerjaan pengawasan atau monitoring merupakan kegiatan
untuk mengawal perjalanan pekerjaan dari awal hingga pekerjaan selesai dan
sesuai dengan rencana awal. Proyek konstruksi di Indonesia masih menggunakan
metode pengawasan secara konvensional yang dilakukan langsung oleh manusia.
Pemanfaatan teknologi mutakhir dalam bidang pengawasan dapat memanfaatkan
UAV atau drone. Pengadaan drone sebagai wahana pengambilan citra udara dapat
dilakukan dengan mengambil fotogrametri udara yang kemudian di proses
menggunakan aplikasi Agisoft Metashape. Hasil citra udara yang dihasilkan dari
proses fotogrametri kemudian diolah menjadi Orthophoto dengan akurasi sebesar
99,7% dengan koreksi terhadap GCP. Orthophoto yang dihasilkan dari kegiatan
fotogrametri udara termasuk kedalam peta ketelitian horizontal kelas 1. Hasil dari
analisis geometri jalan berdasarkan Orthophoto, kondisi alinyemen horizontal dan
alinyemen vertikal telah memenuhi ketetapan Dirjen Bina Marga 1997.
Kata kunci: fotogrametri udara, geometri jalan, pengawasan, UAV

ABSTRACT
MUHAMMAD ALDIAN RASYID. Road Geometric Evaluation using Aerial
Photogrammetry to the Access Road of Way Sekampung DAM Pringsewu
Lampung. Supervised by SUTOYO and SEKAR MENTARI.
The evaluation method carried out conventionally uses the manual supervision
method using a tool in the form of a Total Station which takes a relatively long
time. Supervision or monitoring work is an activity to ensure the work are running
in accordance with the initial plan. Construction projects in Indonesia still use
conventional supervision methods that are carried out directly by humans.
Utilization of the latest technology in the field of surveillance can take advantage
of UAVs or drones. Procurement of drones as a vehicle for taking aerial images
can be done by taking aerial photogrammetry which is then processed using the
Agisoft Metashape application. The results of aerial images generated from the
photogrammetric process are then processed into Orthophoto with an accuracy of
99.7% with corrections to GCP. The orthophoto generated from aerial
photogrammetry is included in the class 1 horizontal accuracy map. The results of
the road geometry analysis based on Orthophoto, the condition of the horizontal
alignment and vertical alignment have met the Dirjen Bina Marga 1997.
Keywords: aerial photogrammetry, monitoring, road geometry, UAV
EVALUASI GEOMETRI JALAN MENGGUNAKAN
FOTOGRAMETRI UDARA PADA JALAN AKSES
BENDUNGAN WAY SEKAMPUNG PRINGSEWU LAMPUNG

MUHAMMAD ALDIAN RASYID

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
Tim Penguji pada Ujian Skripsi:
1. Sutoyo, S.TP, M.Si
2. Sekar Mentari, S.T, M.T
3. Andik Pribadi, S.TP, M.Sc
4. Dr. Ir. Erizal, S.TP, M.Agr.IPM.
Judul Penelitian : Evaluasi Geometri Jalan Menggunakan
Fotogrametri Udara pada Jalan Akses
Bendungan Way Sekampung Pringsewu
Lampung
Nama : Muhammad Aldian Rasyid
NIM : F44160020

Disetujui oleh,

Pembimbing 1:
Sutoyo, S.TP, M.Si __________________
NIP. 19770212 200701 1 003

Pembimbing 2:

Sekar Mentari, S.T, M.T __________________

Diketahui Oleh,

Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan:


Dr. Ir. Erizal, S.TP, M.Agr, IPM. __________________
NIP. 19650106 199002 1 001

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


20-Mei-2022
PRAKATA

Puji syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Evaluasi Geometri Jalan
Menggunakan Fotogrametri Udara pada Jalan Akses Bendungan Way
Sekampung Pringsewu Lampung” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada:
1. Sutoyo, S.TP, M.Si dan Sekar Mentari, S.T, M.T selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan dukungannya
dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr., IPM selaku Ketua Departemen/Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan yang telah memberikan arahan dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Ayahanda Munasir dan Ibunda Siti Khomsiah atas perjuangan, kasih
sayang, doa, serta dukunganya dengan tanpa lelah dan tanpa henti.
4. Adinda Aulia Nur Fitriatsani dan Mutiara Fatmalillah atas segala
dukungan serta semangat yang terus diberikan selama penyusunan
skripsi ini.
5. Teman-teman SIL 53, KEMALA IPB, dan SIBERIAN yang telah
membantu penyelesaian penyusunan skripsi ini.
6. Saudaraku ATM-Family, Ghalyatama Ikram Fauzi, Miftahul Munir,
dan Ahmad Faidz Prawira yang telah berbagi suka maupun duka
bersama, terus memberikan dorongan untuk segera lulus dan semangat
tanpa padam hingga akhirnya terselesaikan skripsi ini.
7. Super Team PP-ASHFRI Bendungan Way Sekampung pada
umumnya, terutama Yanuar Aulia Kamal, Ahmad Faathir Surya,
Wahyu Afrizal, Frangky Arfan Pangaribuan, Azka Maulana
Chairurizal, Septiyan Hidayat, Muhammad Faisal Hanun, Arif
Rahman Maulana, dan Aditya Nugraha yang selalu memberikan ilmu
baru, memberikan dukungan penuh, kesempatan untuk terus belajar,
serta memberi warna pada proses penyusunan hingga akhirnya dapat
terselesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan
demi peningkatan kualitas pada tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang teknik sipil dan lingkungan.

Bogor, Februari 2022

Muhammad Aldian Rasyid


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................................

PRAKATA........................................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
DAFTAR TABEL...........................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................................................
1.2 Perumusan Masalah............................................................................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian................................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................
2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)..........................................................................................
2.2 Fotogrametri..........................................................................................................................................................
2.2.1 Alat Fotogrametri.........................................................................................................
2.2.2 Teknologi yang Digunakan..........................................................................................
2.2.3 DJI Assistance..............................................................................................................
2.2.4 Agisoft Photoscanner...................................................................................................
2.3 GCP (Ground Control Point) dan ICP (Independent Chek Point)........................................
2.4 Root Mean Square (RMSE)....................................................................................................
2.5 Geometri Jalan......................................................................................................................................................
2.5.1 Alinyemen Horizontal..................................................................................................
2.5.1.1 Panjang Bagian Lurus.......................................................................................
2.5.1.2 Jenis Tikungan..................................................................................................
2.5.2 Alinyemen Vertikal....................................................................................................
2.5.2.1 Kelandaian......................................................................................................
2.5.2.2 Panjang Landai Kritis.....................................................................................
2.5.2.3 Panjang Lengkung Vertikal............................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................................................
3.1 Waktu Dan Tempat............................................................................................................................................
3.2 Alat Dan Bahan...................................................................................................................................................
3.3 Prosedur Penelitian...........................................................................................................................................
3.3.1 Studi Pustaka..............................................................................................................
3.3.2 Pengumpulan Data dan Informasi..............................................................................
3.3.3 Kalibrasi Kamera Drone.............................................................................................
3.3.4 Pengolahan Data dengan Agisoft Photoscanner.........................................................
3.3.5 Pengolahan Data dengan ArcGIS...............................................................................
3.3.6 Analisis Data Primer dengan Data Sekunder.............................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................
4.1 Ground Control Point (GCP)................................................................................................
4.2 Fotogrametri Udara...............................................................................................................
4.3 Alinyemen Horizontal...........................................................................................................
4.4 Alinyemen Vertikal...............................................................................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN...............................................................................................
5.1 Simpulan................................................................................................................................
5.2 Saran......................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................
LAMPIRAN....................................................................................................................................
RIWAYAT HIDUP........................................................................................................................
DAFTAR TABEL
1 Panjang bagian lurus maksimum...................................................................... 9
2 Panjang jari-jari minimum................................................................................13
3 Jari-jari tanpa lengkung peralihan.....................................................................14
4 Jari-jari tanpa lengkung peralihan dan superelevasi.........................................14
5 Jari-jari tanpa peralihan.....................................................................................14
6 Kelandaian maksimum yang diizinkan.............................................................15
7 Panjang landai kritis..........................................................................................15
8 Koordinat BenchMark (BM).............................................................................23
9 Data Ina-CORS (Sumber: BIG 2020)...............................................................24
10 Koordinat GCP..................................................................................................26
11 Kesalahan koordinat UAV terhadap GCP........................................................26
12 Perbandingan hasil pengukuran profil jalan.....................................................29
13 Ketentuan ketelitian geometri peta RBI berdasarkan peraturan
BIG No.6 Th.2018......................................................................................30
14 Parameter hasil analisis alinyemen horizontal terhadap
Dirjen BM 1997.........................................................................................32
15 Perbandingan nilai alinyemen horizontal jalan terhadap
RSNI T-14-2004........................................................................................34
16 Uji kesesuaian alinyemen vertikal jalan terhadap RSNI T-14-2004................36

DAFTAR GAMBAR
1.1 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana............................................................10
1.2 Lengkung Spiral-Circle-Spiral........................................................................11
1.3 Lengkung Spiral-Spiral....................................................................................12
1.4 Diagram superelevasi tikungan full circle.......................................................13
1.5 Diagram superelevasi tikungan Spiral Circle Spiral.......................................13
2.1 Lengkung Vertikal Cembung...........................................................................16
2.2 Lengkung Vertikal Cekung..............................................................................16
3 Lokasi Penelitian..............................................................................................17
4 Proses kalibrasi lensa kamera Drone...............................................................19
5 Bagan Alir Penelitian.......................................................................................21
6 Proses pembuatan Bench Mark referensi Ina-CORS.......................................22
7 Kondisi Bench Mark........................................................................................23
8 Stasiun Ina-CORS GNSS.................................................................................23
9 Lokasi Bench Mark..........................................................................................24
10 Persebaran Ground Control Point (GCP)........................................................25
11 Peta jalur terbang 1..........................................................................................27
12 Peta jalur terbang 2..........................................................................................28
13 Tampak atas Tikungan-1..................................................................................33
14 Tampak atas Tikungan-2..................................................................................33
15 Tampak atas tikungan full circle......................................................................35
16 Potongan memanjang dan diagram superelevasi tikungan-2...........................36
17 Potongan memanjang dan diagram superelevasi tikungan-1............................37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan RMSE.............................................................................................41
2 Peta Lokasi Penelitian........................................................................................41
3 As-Built Drawing................................................................................................42
4 Stationing Jalan..................................................................................................43
5 Peta Orthophoto.................................................................................................44
6 Uji Ketelitian Akurasi Peta.................................................................................44
7 Uji Ketelitian Akurasi Peta (lanjutan)................................................................45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pekerjaan konstruksi merupakan keseluruhan atau sebagian kegiatan perencanaan
dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitekural, sipil,
mekanikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya dengan tujuan
mewujudkan suatu pembangunan (El-Reedy M A, 2011). Perkembangan pembangunan di
Indonesia yang semakin gencar dilakukan membuat para penyedia jasa pembangunan
(kontraktor) harus dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat dalam mengambil
keputusan penyelesaian suatu masalah. Dalam setiap pekerjaan konstruksi sangat erat
kaitannya dengan kemampuan manajerial yang baik dari tim proyek (Gunawan M A. et al,
2014).
Permasalahan yang timbul selama pelaksanaan kontrak pembangunan,
menyebabkan kontraktor harus dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat dalam
menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul. Dalam setiap pelaksanaan kegiatan
pembangunan konstruksi selalu melibatkan proses pemecahan masalah. Pemecahan
masalah merupakan sebuah proses dimana suatu situasi diamati kemudian bila ditemukan
ada masalah yang timbul untuk kemudian dibuatkan penyelesaian dengan cara
menentukan masalah, mengurangi atau menghilangkan masalah atau mencegah masalah.
Salah satu metode manajerial yang sering digunakan dalam penyelesaian masalah yang
timbul dalam pekerjaan konstruksi adalah PDCA (Plan-Do-Check-Act), PDCA berupa
suatu rangkaian siklus berulang dan memiliki tahapan Plan-Do-Check-Act dimana dalam
tahap Check menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) (El-Reedy M A, 2011).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi khusus yang mengelola
data dengan infomasi spasial (bereferensi keruangan). Praktisi memasukkan faktor orang
yang membangun dan mengoperasikan serta data dalam SIG. menurut Bernhardsen (2002)
menyebutkan SIG sebagai sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi geografi.
Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat lunak dan keras komputer yang berfungsi
sebagai akuisisi dan verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan
pembaharuan data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data, pemanggilan dan
presentasi data serta analisis data. Salah satu jenis dari SIG adalah fotogrametri (Haris S,
2007).
Fotogrametri merupakan metode pemetaan melalui foto udara. Hasil pemetaan
secara fotogrametrik berupa peta foto dan tidak dapat langsung dijadikan dasar atau
lampiran penerbit peta. Ada berbagai macam metode pengambilan data fotogrametri,
salah satunya adalah metode aerial photogrammetry (fotogrametri udara) menggunakan
wahana pesawat nir-awak (UAV) (Haris S, 2007).
Perkembangan Aerial Photogrammetry yang diawali dari penemuan pesawat udara
oleh Wright bersaudara pada tahun 1902. Pemetaan topografi menggunakan pesawat
udara pertama pada tahun 1913. Pergeseran wahana pengambilan data fotogrametri dari
pesawat udara menjadi UAV (Unmanned Aerial Vehicle) mengubah biaya lebih rendah,
mempermudah perolehan data / akses informasi dari udara, dan lebih praktis dari
sebelumnya (Anzalta N, 2017).
Data hasil fotogrametri menggunakan UAV berupa peta yang memuat informasi
spasial. Peta yang memuat informasi spasial dapat digunakan sebagai acuan dalam
metode pemecahan masalah PDCA, khususnya pada point Check.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan pada penelitian ini mencakup:

1. Dibutuhkannya pengambilan keputusan secara cepat dan tepat dalam


pemecahan permasalahan di lapangan dengan waktu yang relatif singkat

2. Pemanfaatan fotogrametri udara menggunakan UAV (Unmanned Aerial


Vehicle) sebagai metode dalam pengambilan informasi spasial

3. Analisis geometri jalan berdasarkan citra udara dalam bentuk


Orthophoto.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Melakukan analisis tingkat akurasi dan ketelitian fotogrametri.
2. Analisis geometri jalan menggunakan UAV berdasarkan peraturan
Direktorat Jendral Bina Marga 1997 (Dirjen BM 1997).
3. Melakukan identifikasi kesesuaian pekerjaan terhadap rencana
pekerjaan berdasarkan peta hasil fotogrametri.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk
melakukan identifikasi hasil pekerjaan konstruksi terhadap rencana pekerjaan
bagi tim proyek dalam pengambilan keputusan secara cepat dalam waktu
singkat dan meningkatkan efisiensi pengawasan pada proyek selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan data udara menggunakan Multi-rotor UAV berupa drone
DJI Phantom 4 berdasar titik kontrol dan titik uji (GCP),
2. Pengolahan data fotogrametri menggunakan aplikasi Agisoft
Photoscanner Professional dan dihasilkan data Orthophoto,
3. Pembandingan data Orthophoto terhadap shopdrawing untuk
mendapatkan hasil identifikasi dalam waktu singkat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)


Informasi geografis merupakan informasi mengenai tempat di permukaan bumi.
Teknologi informasi geografis meliputi Global Positioning System (GPS), remote
sensing dan Sistem Informasi geografis yang terintegrasi secara realtime. (Irwansyah E,
2013).
SIG tidak lepas dari data spasial. Data spasial merupakan sebuah data yang
mengacu pada posisi, objek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial
merupakan salah satu item dari informasi dimana didalamnya terdapat informasi
mengenai bumi, termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi, perairan,
kelautan dan bawah atmosfer (Irwansyah E, 2013).
SIG mempresentasikan data secara real world berdasarkan data spasial yang
terbagi atas 2 model data, yaitu data raster dan model data vektor. Kedua data tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda, selain itu dalam pemanfaatanya tergantung dari
masukan data hasil akhir yang akan dihasilkan (Irwansyah E, 2013).
Penggunaan data vektor dipresentasikan sebagai mosaik yang terdiri atas garis
(Arcline), polygon (daerah yang dibatasi oleh garis dimana berawal dan berkahir pada
titik yang sama), titik/point (node yang memiliki label), dan nodes (merupakan titik
perpotongan antara dua garis) (Elaksher A, 2008).

Data raster (disebut juga dengan sel grid) merupakan data yang dihasilkan dari
system penginderaan jarak jauh (Indraja). Pada data raster, obyek geografis
dipresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (Picture element).
Pada data raster, resolusi gambar berdasarkan pada pixel. Semakin kecil ukuran
permukaan bumi yang dipresentasikan oleh suatu sel, maka semakin tinggi resolusinya.
Data raster sangat baik dalam mempresentasikan batas-batas yang berubah secara
gradual, seperti jenis tanah, progress pekerjaan, kelembaban udara, vegetasi, suhu tanah,
dan lain sebagainya (Elaksher A, 2008).

2.2 Fotogrametri
Fotogrametri merupakan sebuah proses untuk memperoleh informasi metris
mengenai sebuah objek melalui pengukuran yang dibuat pada hasil foto baik dari udara
maupun dari permukaan tanah. Interpretasi foto didefinisikan sebagai ekstraksi dari
informasi kualitatif mengenai foto udara dari sebuah objek oleh analisis visual manusia
dan evaluasi fotografi (Wolf, 1993).
Disiplin ilmu fotogrametri mempelajari berbagai metode untuk mengklasifikasikan
dan menginterpretasi foto udara dengan berbagai metode. Dengan adanya perkembangan
teknologi fotogrametri, diharapkan dapat membuat kemudahan untuk melakukan
pemodelan tiga dimensi dari suatu objek. Dengan adanya teknologi otomatisasi image
matching, mempermudah dalam pengambilan titik sampel yang akan digunakan untuk
pembuatan digital surface model (DSM) (Fracer C, 2015).
Penggunaan metode fotogrametri wahana tanpa awak dalam pekerjaan konstruksi
mulai dikembangkan untuk menunjang keberhasilan suatu proyek konstruksi (Anzalta
2017). Kegiatan monitoring ini dituntut untuk dilakukan dalam waktu yang singkat dan
biaya yang relatif terjangkau. Hal ini menjadi penting karena dalam manajemen
konstruksi ketepatan biaya dan waktu menjadi kunci keberhasilan dalam suatu proyek
konstruksi. Untuk keperluan praktis, evaluasi menggunakan metode fotogrametri wahana
tanpa awak pun mulai dilakukan. Menggunakan metode fotogrametri wahana tanpa
awak, seorang pimpinan proyek tidak perlu datang langsung ke lokasi proyek untuk
melakukan pengecekan dan pemantauan perkembangan suatu pekerjaan konstruksi.
Sehingga, terpantau kondisi teraktual dari proyek dan langsung dapat ditindak lanjuti.

Penggunaan UAV dalam kegiatan konstruksi sendiri sudah banyak di gunakan di


sejumlah perusahaan konstruksi besar namun penggunaannya hanya sebatas
dokumentasi dan belum mengarah pada monitoring ataupun evaluasi. Penerapan
fotogrametri hasil UAV sendiri sudah banyak digunakan di berbagai penelitian seperti
pada Naufatunnisa (2017), yang meneliti mengenai fotogrametri untuk pemodelan 3
dimensi dan Anzalta (2017), yang meneliti mengenai metode paling baik untuk
monitoring geometri jalan.

2.2.1 Alat Fotogrametri


Pelaksanaan fotogrametri dapat dilakukan dalam berbagai metode, metode yang
telah banyak dilakukan dalam pengambilan data fotogrametri antara lain adalah Aerial
Photogrammetry (fotogrametri udara), fotogrametri terrestrial, dan fotogrametri ruang
angkasa (Husein R, 2006).
Aerial photogrammetry dilaksanakan melibatkan wahana pemotretan udara. UAV
atau drone dipasang kamera dan biasanya mengarah secara vertikal kearah tanah. Foto
udara diambil dari udara menggunakan kamera khusus yang dipasang pada wahana
pemotretan udara dengan sumbu kamera hampir vertikal. Hasil dari foto yang tumpang
tindih dan diambil sepanjang jalur penerbangan, kemudian di proses dalam plotter stereo
(instrument yang memungkinkan operator dapat melihat dua foto sekaligus dalam
tampilan stereo). Data foto hasil pemotretan udara digunakan dalam pemrosesan
otomatis untuk membuat peta DEM (Husein R, 2006).
Fotogrametri terrestrial merupakan cabang fotogrametri dimana foto diambil dari
posisi yang tetap dan biasanya diketahui diatas atau di dekat tanah dengan sumbu
kamera horizontal atau mendekati posisi seperti itu. Posisi dan orientasi kamera sering
dilakukan pengukuran secara langsung pada saat pencahayaan. Instrumen yang
digunakan untuk mengekspos foto tersebut adalah foto theodolite / total station (Husein
R, 2006).
Fotogrametri ruang angkasa mencakup semua aspek fotogrametri terrestrial dan
pengukuran selanjutnya di mana kamera dapat dipasang di bumi, terkandung dalam
satelit buatan yang diposisikan di bulan atau planet. Istilah intrepetasi foto diterapkan
pada cabang fotogrametri dimana foto udara atau terrestrial digunakan untuk evaluasi,
menganalisis, mengklasifikasikan, dan menafsirkan gambar objek yang dapat dilihat
pada foto. Fotogrametri dapat dianggap sebagai kombinasi pengukuran dan intrepetasi
(Husein R, 2006).

2.2.2 Teknologi yang Digunakan


Perkembangan teknologi pada ranah pemetaan wilayah dan tutupan lahan telah
berkembang dengan pesat. Pengukuran suatu wilayah yang dahulu menggunakan metode
fotogrametri terrestrial kini telah hadi opsional baru berupa aerial photogrammetry
(fotogrametri udara) yang memungkinkan pengambilan data tutupan lahan menjadi lebih
cepat serta efisien (Priyono E, 2011).
Penggunaan UAV sebagai wahana pengambilan citra udara yang digunakan
sebagai fotogrametri kini telah banyak dikembangkan. Kelebihan pada fotogrametri
udara menggunakan UAV yaitu lebih praktis, hemat biaya, serta pelaksanaanya yang
tidak terlalu memakan waktu (Priyono E, 2011).
Kehadiran UAV pada ranah pemetaan wilayah menjadi salah satu bukti kemajuan
teknologi dalam proses pemetaan wilayah dan tutupan lahan.
2.2.3 DJI Assistance
Pengambilan foto citra udara menggunakan kamera yang terpasang pada UAV.
Ketelitian kamera untuk setiap misi penerbangan harus melalui proses kalibrasi guna
menjamin kualitas citra yang diambil (Purnomo L, 2018).
Proses kalibrasi merupakan proses yang dilakukan untuk menghindari terjadinya
distorsi pada lensa. Distorsi adalah penyimpangan bentuk pada hasil pengambilan citra.
Distorsi dapat terjadi saat menggunakan lensa dengan jarak fokus telephoto (fokus
sangat lebar). Distorsi tercipta akibat pembesaran yang berbeda dalam arah yang
menjauhi sumbu lensa (Purnomo L, 2018).
UAV bermerek DJI Phantom 4 telah dilengkapi dengan GPS, proses kalibrasi
kamera pada UAV ini memiliki perletakan yang berbeda dengan sumbu utama posisi
(GPS). GPS yang telah tertanam pada UAV ini digunakan sebagai kalibrasi dengan
sebutan self-callibration. Perhitungan kalibrasi lensa dilakukan secara otomatis oleh
software DJI Assistance.

2.2.4 Agisoft Photoscanner


Perangkat lunak Agisoft photoscanner dibuat oleh perusahaan Agisoft LLC, yang
didirikan pada tahun 2006 sebagai perusahaan penelitian inovatif dengan fokus pada
teknologi visi komputer, secara intensif melakukan R&D dengan keahlian dalam
algoritma pengolahan citra menggunakan teknik fotogrametri digital.
Kemampuan yang dapat dilakukan oleh perangkat lunak agisoft photoscanner
antara lain berupa triangulasi fotogrametri, klasifikasi dan editing point cloud, DEM,
perhitungan jarak, perhitungan area, perhitungan volume, dan lain sebagainya. Produk
hasil dari perangkat lunak agisoft photoscanner memiliki ketelitian yang tinggi karena
data orthofoto telah menggunakan GCP (Ground Control Point). Pemrosesan pekerjaan
dapat dicatat dan dilaksanakan lebih cepat karena menggunakan bahasa pemrograman
phyton, dengan begitu proses alur kerja dapat dilakukan modifikasi karena bahasa
pemrograman phyton merupakan salah satu jenis bahasa pemrograman berjenis open
source (PT.SGT et al, 2016).

2.3 GCP (Ground Control Point) dan ICP (Independent Check Point)
Titik yang digunakan untuk memastikan ketelitian dari citra udara
dimanifestasikan dalam titik akurasi pada lapangan. Elemen terpenting yang perlu
diperhatikan dalam membuat orthofoto adalah ketelitian planimetrik.
GCP berfungsi untuk menentukan titik acuan dari orthofoto. Data GCP didapatkan
dengan cara penembakan langsung koordinat titik yang akan dimanifestasikan sebagai
GCP. Kendali dari akurasi orthofoto didasari dari ketelitian GCP yang diambil.
ICP berfungsi sebagai titik kendali pengujian akurasi. Penentuan titik ICP
didapatkan secara literatur. Penentuan ICP berdasarkan pada BM nasional yang terdapat
pada BIG (Badan Informasi Geospasial). Pengujian GCP terhadap ICP berdampak pada
akurasi hasil orthofoto.

2.4 Root Mean Square (RMSE)


Ketelitian planimetrik adalah ketelitian planimetrik peta orthofoto. Ketelitian
planimetric peta menurut Peraturan Kepala BIG No. 15 Tahun 2014 adalah nilai yang
menggambarkan ketidakpastian koordinat posisi komponen horizontal suatu objek
pengamatan pada peta dibandingkan dengan koordinat posisi objek yang dianggap posisi
komponen horizontal sebenarnya (Anzalta N, 2017).

Nilai ketelitian planimetrik posisi peta dasar adalah pada nilai CE90 untuk
ketelitian horizontal yang berarti bahwa kesalahan posisi peta dasar tidak melebihi nilai
ketelitian tersebut dengan tingkat ketelitian 90% dan nilai LE90 dimana kesalahan posisi
peta dasar tidak melebihi ketelitian tersebut dengan tingkat kepercayaan 90% (Anzalta
N, 2017).
Besaran nilai CE90 dan LE90 dapat diperoleh dengan melakukan perhitungan.
Perhitungan yang dilakukan mengacu pada standar US NMAS (United States National
Map Accuracy Standards) berupa RMSE (Root Meaning Square Equation) dengan
menggunakan persamaan (2.1), (2.2), (2.3), dan (2.4).
1
√ ∑𝑖 (𝑎𝑖 − 𝑎𝑖′)2………………………………………………… … (2.1)
𝑛 𝑖=1

Keterangan:
 n = Jumlah Pengamatan
 ai = nilai prediksi ke-i
 ai’ = nilai prediksi ke-i

RMSE = …… … (2.2)
CE90 = 1,5175 x RMSEr..................................................................................................(2.3)
LE90= 1,6499 × RMSEz.................................................................................................. (2.4)
2.5 Geometri Jalan
Geometri jalan merupakan penggambaran bentuk ataupun ukuran jalan yang
menyangkut penampang melintang, memanjang, maupun aspek lain yang berkaitan
dengan bentuk fisik suatu jalan (Hendarsin, 2000). Penentuan geometri jalan diperlukan
perencanaan terlebih dahulu guna mewujudkan infrastruktur yang aman, efisien, dan
memaksimalkan rasio tingkat penggunaan biaya pelaksanaan suatu pembangunan jalan
(Hendarsin, 2000).

Pelaksanaan geometrik jalan terdapat beberapa kriteria sebagai pertimbangan


untuk mengoptimalkan hasil perencanaan. Parameter- parameter ini merupakan penentu
tingkat kenyamanan dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan.
Parameter mencakup pada karakteristik kendaraan, jarak pandang, radius belokan dan
kecepatan rencana sebagaimana telah ditetapkan didalam Peraturan Direktorat Jenderal
Bina Marga No.03/T/BM tahun 1997 mengenai tata cara perencanaan geometri jalan
antar kota dan RSNI T-14 tahun 2004 mengenai pedoman perencanaan geometri jalan
perkotaan.

2.5.1 Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal merupakan proyeksi dari sumbu jalan terhadap bidang
horizontal. Alinyemen horizontal dikenal dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”.
Alinyemen horizontal berupa garis lurus yang dihubungkan dengan garis lengkung.
Garis lengkung dapat berupa busur lingkaran dan busur peralihan, busur peralihan saja
ataupun busur lingkaran saja (Sukiman, 1999). Dalam merencanakan alinyemen
horizontal, perlu dipertimbangkan aspek topografi, geografi, dan geologi lokasi. (Dirjen
BM, 1997).

2.5.1.1 Panjang Bagian Lurus

Mengacu peraturan Dirjen Bina Marga No.03/T/BM tahun 1997 tentang tata cara
perencanaan geometri jalan antar kota nilai Panjang bagian lurus sebagaimana dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Panjang bagian lurus maksimum (Sumber: Dirjen BM 1997)

Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)


Fungsi Pegununga
Datar Perbukitan
n
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500

2.5.1.2 Jenis Tikungan

Penentuan bentuk tikungan didasarkan pada keseimbangan gaya sentrifugal yang


bekerja pada kendaraan saat melintasi tikungan. Dalam menentukan desain tikungan
terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu kecepatan rencana, jari-jari
lengkung, pemilihan jenis lengkung, panjang kurva, pelebaran jalur, dan superelevasi
pada lengkung tikungan. Berdasarkan pada ketetapan Dirjen Bina Marga No. 03/T/BM
tahun 1997 terdapat beberapa bentuk tikungan yang terdiri dari lingkaran F-C (full
circle), S-C-S (spiral circle spiral), dan S-S (spiral-spiral).

1. Lengkung busur lingkaran sederhana (FC)

Jenis tikungan full circle merupakan tikungan dengan bentuk seperti busur
lingkaran secara penuh. Tikungan full circle memiliki satu titik pusat lingkaran
dengan jari-jari (r) yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan jari-jari (r)
yang kecil, dibutuhkan superlevasi yang besar (Hendarsin, 2000).

(FC)

Gambar 1.1 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana (full


circle)

Keterangan:
Δ = sudut dari tikungan O = titik pusat lingkaran
Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rc = jari-jari dari lingkaran
Lc = panjang busur dari lingkaran Ec = jarak luar PI - busur lingkaran

2. Lengkung Spiral-Circle-Spiral (SCS)


Tikungan dengan jenis spiral circle spiral merupakan tikungan yang terdiri
dari dua lengkung spiral atau peralihan dan satu lengkung lingkaran, tikungan jenis
ini bertujuan jika tidak dapat digunakan tikungan dengan jenis full circle karena
ruang kendaraan yang tidak memungkinkan, alternatif yang digunakan adalah
tikungan berjenis spiral circle spiral (Bethari, 2016). Tikungan ini mampu
menetralisir gaya sentrifugal dari kendaraan yang sedang melintas secara perlahan
sebelum masuk ke jalan lurus serta memberikan jarak pandang yang cukup ideal
bagi pengemudi ketika memasuki tikungan. Syarat untuk menggunakan tikungan
spiral circle spiral ialah ketika kondisi tikungan full circle tidak memungkinkan
untuk diterapkan dan nilai Lc>20 m.

Gambar 1.2 Lengkung Spiral-Circle-Spiral

Keterangan:
Xs = absis dari titik SC garis tangen, jarak dari titik TS - SC (jarak
lengkung peralihan)

Ys = ordinat dari titik SC garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak
lurus ke titik SC pada lengkung
Ls = panjang dari lengkung peralihan (panjang TS - SC atau SC - ST)
Lc = panjang dari busur lingkaran (panjang SC - CS)
Ts = panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS = titik dari tangen ke spiral
SC = titik dari spiral ke lingkaran
Es = jarak dari titik PI ke busur lingkaran
θs = sudut lengkung spiral
Rc = jari-jari lingkaran
p = pergeseran tangen terhadap spiral
k = absis dari p pada garis tangen spiral

3. Lengkung Spiral-Spiral (SS)


Bentuk dari tikungan spiral spiral terdiri dari dua lengkung peralihan,
bentuk yang dipakai pada tikungan tajam. Lengkung spiral-spiral mempunyai
nilai kurva lingkaran dan kurva spiral yang berguna menjaga gaya sentrifugal
kendaraan yang sedang melintasi tikungan akibat dari keluar masuk tikungan
berturut-turut dengan tidak mendadak. Tikungan jenis ini digunakan saat
tikungan berjenis spiral circle spiral (SCS) tidak dapat diterapkan karena tidak
memenuhi nilai pergeseran (S) sebesar 0,5 dan nilai Lc<20 m.

Gambar 1.3 Lengkung Spiral-Spiral

Untuk bentuk Spiral-Spiral ini berlaku rumus, sebagai berikut:


Lc = 0 dan θs = 1/2Δ
Ltot = 2 Ls

3.1 Superelevasi
Superelevasi merupakan profil kemiringan melintang yang terdapat pada
tikungan dengan fungsi untuk megimbangi gaya sentrifugal kendaraan saat berjalan
pada tikungan pada kecepatan Vr. Berdasarkan peraturan Dirjen Bina Marga No.
03/T/BM tahun 1997 nilai superelevasi maksimum ditetapkan sebesar 10% (Dirjen
BM, 1997). Superelevasi bisa untuk tidak digunakan apabila tikungan memiliki radius
jari-jari yang besar dari nilai jari-jari minimum tanpa superelevasi. Superelevasi
memiliki syarat yakni:
1. Superelevasi dibuat pada tikungan kecuali tikungan memiliki radius yang lebih
besar dari Rmin tanpa superelevasi. Besarnya direncanakan sesuai dengan nilai
kecepatan rencana (Vr).
2. Superelevasi berlaku untuk jalur lalu lintas dan bahu jalan
3. Perencanaan superlevasi ditetapkan sebesar 4%-10%
4. Perencanaan superelevasi harus memperhatikan drainase pada pencapaian
kemiringan.

Gambar 1.4 Diagram superelevasi tikungan full circle

Gambar 1.5 Diagram superelevasi tikungan Spiral Circle Spiral

3.2 Jari-jari Tikungan Minimum

Besarnya jari-jari tikungan minimum ditentukan berdasarkan pada nilai kecepatan


rencana (Vr), superlevasi maksimum serta koefisien gesek jalan. Besaran jari-jari
tikungan minimum diatur dalam ketetapan Dirjen Bina Marga No. 03/T/BM tahun
1997 sebagaimana terlampir pada tabel 2.

Tabel 2. Panjang jari-jari minimum


Kecepatan Rencana
20 30 40 50 60 80 100
(km/jam)
21
r minimum (m) 15 30 50 80 110 370
0

3.3 Lengkung Peralihan

Lengkung peralihan atau yang biasa disebut Ls adalah lengkung yang disisipkan
diantara bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan yang berjari-jari. Lengkung ini
berfungsi untuk mengantisipasi perubahan alinyemen jalan dari bentuk lurus ke bagian
jalan berjari-jari sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan berubah secara
berangsur. Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau spiral (clothoide).
Berdasarkan peraturan Dirjen Bina Marga No. 03/T/BM tahun 1997 terdapat tikungan
yang tidak memerlukan lengkung peralihan dengan kondisi terlampir pada tabel 3.

Tabel 3. Jari-jari tanpa lengkung peralihan


Kecepatan Rencana 20 30 40 50 60 80 100
(km/jam)
R minimum (m) 60 130 250 350 500 900 1500

Berdasarkan peraturan Dirjen Bina Marga No. 03/T/BM tahun 1997 lengkung
peralihan dan superelevasi tidak digunakan jika memenuhi kriteria dalam Tabel 4.

Tabel 4. Jari-jari tanpa lengkung peralihan dan superelevasi


Kecepatan Rencana (km/jam) 60 80 100 120
R minimum (m) 700 1250 2000 5000

Panjang tikungan atau Lt terdiri dari panjang busur lingkaran (Lc) dan panjang 2
lengkung spiral atau beberapa lengkung spiral. Untuk menjamin kelancaran dan
kemudahan mengendalikan kendaraan saat menikung pada jalan, maka panjang tikungan
sebaiknya tidak kurang 6 detik perjalanan (BSN, 2004). Berdasarkan Dirjen Bina Marga
No. 03/T/BM tahun 1997 nilai panjang bagian lengkung minimum dapat dilihat pada
Tabel 5.

Tabel 5. Jari-jari tanpa lengkung peralihan


Kecepatan Rencana 30 40 50 60 80 90 100
(km/jam)
Panjang tikungan (m) 55 70 85 105 135 155 170

2.5.2 Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
perkerasan jalan melalui sumbu jalan, yang umumnya biasa disebut dengan
profil/penampang memanjang jalan (Suharyanto, 2013). Alinyemen vertikal dapat
mempengaruhi beberapa penentuan desain konstruksi jalan seperti dimensi dari
inlet drainase jalan raya (Suharyanto, 2013).

2.5.2.1 Kelandaian
Kelandaian jalan adalah kemiringan jalan yan diukur dari dua garis horizontal.
Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk menghasilkan kendaraan bergerak terus tanpa
kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan
tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah
berdasarkan peraturan Dirjen Bina Marga No. 03/T/BM tahun 1997 nilai kelandaian
maksimum yang diizinkan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kelandaian maksimum yang diizinkan


Vr(km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40

Kelandaian maksimum (%) 3 3 4 5 8 9 10 10

2.5.2.2 Panjang Landai Kritis

Panjang landai kritis yaitu panjang landai maksimum sehingga kendaraan dapat
mempertahankan kecepatannya sedemikian rupa, yang ditetapkan atas dasar besarnya
landai (tanjakan) dan penurunan kecepatan kendaraan berat sebesar 15 km/jam. Panjang
landai kritis ditetapkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Panjang landai kritis
Vr (km/jam) Landai (%) Panjang Landai Kritis (m)
120 3 800
4 500
5 400
4 700
100 5 500
6 400
80 5 600
6 500
60 6 500

2.5.2.3 Panjang Lengkung Vertikal

Lengkung vertikal direncanakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari


dua macam kelandaian arah memanjang jalan pada setiap lokasi yang dibutuhkan. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi guncangan akibat perubahan kelandaian dan
menyediakan jarak pandang henti cukup, untuk keamanan dan kenyamanan pengendara.
Lengkung vertikal dikelompokan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Lengkung vertikal cembung, dimana lengkung yang membentuk titik
potong antara kedua tangen yang berada dibawah permukaan jalan.
2. Lengkung vertikal cekung, dimana lengkung yang membentuk titik
potong antara kedua tangen yang berada diatas permukaan jalan.

Gambar 2.1 Lengkung Vertikal Cembung

Gambar 2.2 Lengkung Vertikal Cekung


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan penelitian ini akan mulai dilaksanakan pada bulan April 2020
sampai dengan bulan Juli 2020. Pengambilan data primer dilakukan di Proyek
Pembangunan Bendungan Way Sekampung dengan pengambilan citra udara jalan
akses bendungan sepanjang 850m dimulai dari STA 0+775 hingga STA 1+625.
Data primer yang telah didapatkan dari pengambilan langsung di lapangan
selanjutnya diolah dan dianalisis secar intensif di Kantor Lapangan Kontraktor PP-
ASHFRI Konsorsium Proyek Pembangunan Bendungan Way Sekampung,
Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung.

Gambar 3. Lokasi Penelitian

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sebuah multirotor UAV
(drone) dengan merek DJI Phantom 4 warna putih. Seperangkat GPS GNSS/RTK,
seperangkat laptop yang telah dilengkapi Microsoft Office, ArcGIS, Agisoft
Photoscanner ATHENA, dan DJI Assistance. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni data sekunder dan data primer. Data
sekunder berupa rencana pekerjaan jalan akses Bendungan Way Sekampung, data
ukur tanah, serta data pendukung lainnya yang didapatkan dari kontraktor Paket-1
PP-ASHFRI Konsorsium. Data Primer didapatkan dari pengambilan langsung citra
udara hasil pekerjaan jalan akses Bendungan Way Sekampung menggunakan
UAV DJI Phantom 4 yang telah dilengkapi dengan GPS.

3.3 Prosedur Penelitian


Tahapan pertama dari penelitian ini adalah studi literatur mengenai
metode yang akan digunakan serta perangkat lunak yang akan digunakan,
kemudian kalibrasi kamera menggunakan aplikasi DJI Assistance. Data yang
diperlukan adalah data primer berupa fotogrametri jalan akses Bendungan Way
Sekampung menggunakan multi rotor UAV (drone) dan data sekunder berupa
shopdrawing dan as built drawing. Kemudian, hasil yang didapatkan dari multi
rotor UAV berupa drone diolah menggunakan agisoft photoscanner sehingga
didapatkan data model elevasi digital (DEM). Setelah didapatkan data DEM maka
data as built drawing dibandingkan dengan data DEM sehingga dapat terlihat
perbedaan atau kesamaan dari elevasi yang didapatkan dari citra drone dengan
realisasi proyek. Untuk hasil foto udara yang telah dilakukan bisa dibandingkan
juga dengan shop drawing dan as built drawing sehingga dapat terlihat
perbandingan antara gambar rencana dan realisasi di lapang.
3.3.1 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan pada langkah pertama pada penelitian ini. Studi
pusataka bertujuan untuk mempelajari metode dan teknik penelitian yang akan
dilakukan.
3.3.2 Pengumpulan Data dan Informasi.
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Sebelum melakukan pengambilan data primer, dilakukan
perencanaan jalur terbang menggunakan aplikasi Pix4D. Setelah memiliki jalur
terbang, lensa kamera pada drone dilakukan kalibrasi menggunakan software DJI
Assistance guna mengantisipasi distorsi foto hasil drone. Data primer berupa foto
jalan akses Bendungan Way Sekampung menggunakan drone DJI Phantom 4.

Data citra udara kemudian diolah menggunakan software agisoft photoscanner dan
arcGIS untuk menghasilkan orthofoto. Data sekunder berupa shop drawing jalan
akses Bendungan Way Sekampung yang kemudian di bandingkan hasilnya dengan
data primer sehingga dapat disimpulkan keadaan realisasi di proyek. Untuk data
primer dilakukan pengambilan pada Proyek Pembangunan Bendungan Way
Sekampung, Pringsewu, Lampung. Data sekunder diperoleh dari PT. PP (Persero)
Tbk selaku kontraktor pembangunan Bendungan Way Sekampung Paket-1.

3.3.3 Kalibrasi Kamera Drone


Kalibrasi lensa drone menggunakan bantuan perangkat lunak DJI
Assistance dan Agisoft Lens. Proses kalibrasi dilakukan dengan cara memasukkan
foto kalibrasi yang diambil dari lensa kamera drone. Pengambilan foto kalibrasi
dilakukan sebelum drone diterbangkan untuk melakukan pengambilan dataprimer.
Kalibrasi yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data panjang fokus lensa
(f), posisi titik utama foto (Xp dan Yp), koefisien distorsi radial (K1, K2, K3),
serta koefisien distorsi tangensial (P1 dan P2) yang merupakan parameter orientasi
dalam kamera.

Gambar 4. Proses kalibrasi lensa kamera Drone


3.3.4 Pengolahan Data dengan Agisoft Photoscanner
Pengolahan data dengan aplikasi agisoft photoscanner dilakukan dengan
cara menginput foto citra drone yang diambil di lokasi penelitian. Pengolahan data
ini dimaksudkan untuk menghasilkan data model elevasi digital (DEM). Data
DEM berisikan data elevasi yang dapat menggambarkan alinyemen horizontal dan
vertikal suatu ruas jalan.
3.3.5 Pengolahan Data dengan ArcGIS
Pengolahan data dengan aplikasi arcGIS dilakukan dengan cara
memasukkan data orthofoto dan data DEM yang telah dihasilkan. Pengolahan data
ini dimaksudkan analisis terhadap alinyemen horizontal dan vertikal berdasarkan
data DEM dapat dilakukan.
3.3.6 Analisis Data Primer dengan Data Sekunder
Analisis ini dimaksudkan untuk membandingkan orthofoto dan data DEM
hasil citra UAV terhadap gambar shop drawing sehingga dapat dilihat kesesuaian
gambar rencana terhadap realisasi di lapangan. Dengan adanya perbandingan
tersebut diharapkan dapat menjadi dasar tim proyek dalam mengambil keputusan
secara cepat terhadap keadaan yang terjadi.

3.3.6.1 Perbandingan antara Data Primer dan Data Sekunder


Dalam tahap ini data primer yang telah diolah menjadi DEM akan
dilakukan perbandingan kesesuaian terhadap data sekunder berupa gambar
rencana pekerjaan (Shopdrawing). Melalui tahap perbandingan ini, akan terlihat
bagaimana kesesuaian hasil pekerjaan yang telah dilakukan terhadap rencana awal
pelaksanaan pekerjaan.

3.3.6.2 Analisis Geometri Jalan


Proses analisis geometri jalan mencakup kesesuaian alinyemen horizontal
dan alinyemen vertikal jalan akses Bendungan Way Sekampung. Analisis
geometri jalan ini mengacu pada peraturan Direktorat Jendral Bina Marga 1997
(Dirjen BM, 1997) terkait parameter-parameter penentu tingkat kenyamanan dan
keamanan berkendara.

Analisis yang dilaksanakan berupa kegiatan membandingkan hasil citra


drone berupa Orthophoto dan data DEM (Digital Elevation Modelling) terhadap
kesesuaian dengan ketentuan Dirjen BM 1997 dan RSNI T-14 2004 yang di
tuangkan kedalam gambar terbangun (as-built drawing). Dalam kegiatan ini
dianalisis parameter yang berkaitan dengan geometri jalan, yaitu:
1. Panjang bagian lurus antar tikungan (Ec)

2. Panjang busur dari lingkaran (Lc)

3. Radius lingkaran (r)

4. Tangen lingkaran (Tc)

5. Sudut belokan (α)

6. Kelandaian tikungan

Parameter yang telah diamati dan didapatkan nilainya masing-masing,


kemudian dibandingkan dengan ketetapan Dirjen BM 1997 atau RSNI T-14 2004
untuk didapatkan hasil analisis geometri jalan.
Mulai

Studi Pustaka

Pengumpulan Data Sekunder dan Informasi untuk Penelitian

Kalibrasi Lensa Kamera Drone Menggunakan Software DJI Assistance dan


Agisoft Lens

Pengambilan Data

Data Primer: Data Sekunder:


- Citra Jalan Akses Bendungan - Shopdrawing
Way Sekampung menggunakan - As-Built Drawing
Drone

Pengolahan Data menggunakan Agisoft Photoscanner dan ArcGIS menjadi


Orthophoto

Analisa Perbandingan Antara Hasil Pekerjaan (DEM) terhadap Rencana


Awal Pekerjaan (Shopdrawing)

Analisa Geometri Jalan

Analisa Alinyemen Horizontal Analisa Alinyemen Vertikal


berdasarkan Data Primer Jalan Akses berdasarkan Data Primer Jalan Akses
Sesuai Peraturan Dirjen BM 1997 Sesuai Peraturan Dirjen BM 1997
Kesimpulan

Selesai

Gambar 5. Bagan Alir Penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan dengan menentukan titik acuan berupa titik kontrol bantu
sebagai referensi koordinat lokasi penelitian dan penentuan titik ground control point
(GCP). Pengambilan titik kontrol bantu berupa Bench Mark (BM) menggunakan
perangkat GPS geodetic dimana perangkat GPS mempunyai kemampuan untuk
menangkap signal L1, L2, dan GNSS. Pada penelitian kali ini, GPS geodetik mampu
merekam Raw data yang secara umum mempunyai format RINEX. Metode yang
dilakukan untuk menentukan titik BM adalah alat yang dijadikan sebagai Base Station
akan selalu berada pada titik ikat atau titik referensi sebagai dasar acuan atau referensi
koordinat dan elevasi, kemudian alat yang dijadikan Rover atau yang bergerak berada
pada titik-titik GPS (Global Positioning System) yang akan diukur koordinat dan
elevasinya menggunakan alat Total Station Topcon Type GR-5 Dual Frequency
berdasarkan titik acuan atau titik referensi yang telah ditentukan (Base Station).
Pelaksanaan penentuan titik kontrol bantu berupa Bench Mark yang ditarik sejauh 17,86
Km dari titik Ina-CORS seperti terlihat pada gambar 6, 7, dan 8.

Gambar 6. Proses pembuatan BenchMark referensi Ina-CORS


Gambar 7. Kondisi Bench Mark

Gambar 8. Stasiun Ina-CORS GNSS


Penentuan titik BM dikalibrasikan terlebih dahulu dengan Titik Kontrol Geodesi
Nasional (TKGN) berupa jaringan kontrol geodetik aktif di Indonesia atau disebut juga
Ina-CORS (Indonesia Continuosly Operating Reference Station) yang merupakan stasiun
Global Navigation Satellite System (GNSS) bersifat permanen dipermukaan bumi yang
dilengkapi alat perekam sinyal satellite GNSS, antena, dan system komunikasi data.
Koordinat referensi BM dan Ina-CORS terdapat pada tabel 8 dan 9.

Tabel 8. Koordinat Bench Mark (BM)


Kode Koordinat UTM Koordinat Lintang Bujur Elevasi
BenchMark N (Northing) E (Easting) φ (Latitude) λ (Longitude) (Z)
BMWS-07 9408917,45 490908,703 -5°20'51.17331" 104°55'04.59869" 135,604
Tabel 9. Data Ina-CORS (Sumber: BIG 2020)
URAIAN LOKASI
Uraian Lokasi Pilar : Pilar berada di halaman belakang STO Telkom Pringsewu
Alamat : STO Telkom Pringsewu, Jl. Jend. Sudirman, No.1
Kenampakan Menonjol : STO Telkom Pringsewu
Koordinat Kartesian (SRGI 2013 Epoch
Koordinat Geodetik (WGS-84)
2012.0)
Lintang : 5°21'18.66894" S X : -164055,422meter
6135051,700mete
104°58'15.00373" E
Bujur : Y : r
Tinggi Elipsoid : 124,770 m Z : -591312,908meter
PERANGKAT
Receiver : TRIMBLE NETR9 Radome : SCIS  
Antena : TRM59800.00 Tinggi Antena : 0.055  
Tahun Dibangun : 2018 Ket. Tinggi Antena : Bottom of Antena
Komunikasi Data : ONLINE        

Gambar 9. Lokasi BenchMark


Pada penelitian ini digunakan titik Bench Mark atau BM yang terletak dekat
dengan lokasi pengamatan yaitu titik BM berupa patok permanen, berbentuk kubus,
berbahan utama semen, berwarna biru, bertuliskan BMWS-07 dan berlokasi pada tepian
jalan tanah di areal kebun sawit, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 7. Koordinat
titik BM yang digunakan adalah 490908.703meter Timur dan 9408917.45meter Utara
atau -5°20'51.17331"LS dan 104°55'04.59869"BT. Titik BM mengacu pada Ina-CORS
dengan koordinat 5°21'18.66894"LS dan 104°58'15.00373"BT. Penggunaan BM
BMWS-07 sebagai referensi koordinat dikarenakan TKGN berupa Ina-CORS berjarak
17,86 Km dari lokasi penelitian sehingga tidak memungkinkan TKGN untuk dijadikan
titik referensi dalam penelitian ini.

4.1 Ground Control Point (GCP)


Penentuan lokasi GCP berdasarkan pada titik Benchmark yang telah dikalibrasi
terhadap referensi Ina-CORS. Persebaran Ground Control Point (GCP) yang digunakan
pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10. GCP yang digunakan pada Penelitian
ini berjumlah 9 titik dan tersebar disekitar lokasi penelitian. Penetapan GCP berdasarkan
pada area terbuka yang terjangkau oleh citra udara UAV (Unmanned Aerial Vehicle).

Gambar 10. Persebaran Ground Control Point (GCP)


GCP yang berada pada lokasi penelitian menggunakan objek-objek yang telah
tersedia di lokasi berupa pepohonan, bagian bangunan, dan beberapa penanda lainnya
untuk memudahkan dalam penandaan GCP. Pengambilan keputusan menggunakan objek-
objek tersebut sebagai GCP berdasarkan pada luasan lokasi penelitian yang relatif luas
sehingga terkendala pada pengawasan titik GCP yang berpotensi terjadi pergeseran
karena aktivitas manusia atau hewan saat UAV diterbangkan dan meminimalisir biaya
material penandaan GCP. Koordinat GCP yang digunakan pada penelitian ini terdapat
pada Tabel 10.

Posisi GCP berdasarkan nama dan lokasi penandaan adalah GCP1 terletak diluar
pagar kantor kontraktor PP-ASHFRI KSO berupa plastic Cor Hitam, GCP-2 terletak di
bahu jalan akses pada STA 0+090 berupa Box Culvert, GCP-3 terletak di perkebunan
singkong berupa pohon singkong baris pertama kolom kedua sebelah jalan tanah, GCP-4
terletak diluar pagar kantor UPB berupa terpal biru, GCP-5 terletak pada kebun pisang
berupa pohon kelapa, GCP-6 terletak pada ujung depan pagar rumah, GCP-7 terletak
pada simpangan gang pertama kebun jagung, GCP-8 terletak pada MCK di tengah areal
persawahan, dan GCP-9 terletak di bahu jalan pada STA 0+625 berupa Outlet gorong-
gorong yang mengarah ke areal persawahan. Lokasi ini dipilih sebagai GCP karena
memiliki visibilitas yang baik ketika dilakukan pengambilan citra udara menggunakan
UAV. Koordinat UAV sendiri memiliki error berupa selisih kesalahan koordinat baik
secara vertikal maupun horizontal jika dibandingkan dengan koordinat GCP, nilai
kesalahan koordinat tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 10. Koordinat GCP


Koordinat UTM
No Nama
. Titik Easting Northing Elevation
(meter) (meter) (meter)
1 GCP-1 491140,6706 9408976,385 143,411
2 GCP-2 491065,0076 9408814,117 144,928
3 GCP-3 491210,3494 9408809,198 144,948
4 GCP-4 491255,8143 9409010,555 139,990
5 GCP-5 491015,8762 9408803,394 152,092
6 GCP-6 490947,2914 9408789,404 147,914
7 GCP-7 490903,9677 9408639,077 147,607
8 GCP-8 490896,4510 9408555,712 151,401
9 GCP-9 490933,4356 9408501,005 151,005

Tabel 11. Kesalahan koordinat UAV terhadap GCP


No Nama Easting Northing Elevation
. Titik (meter) (meter) (meter)
1 GCP-1 0,233433 0,27 32,47
2 GCP-2 -0,395641 -0,42 29,30
3 GCP-3 0,194 -0,259400001 31,93
4 GCP-4 0,301389 0,32 30,89
5 GCP-5 0,525 0,257710001 29,89
6 GCP-6 0,1359 -0,35956 28,30
7 GCP-7 0,189 0,310190002 31,22
8 GCP-8 -0,316764 0,44623 30,59
9 GCP-9 -0,5532 0,571110001 30,77
Nilai RMS Error 0,345716418 0,508109827 30,62268514

Hasil dari perhitungaan kesalahan koordinat UAV terhadap GCP terdapat pada
Tabel 4. Koordinat Easting adalah koordinat bujur dan Northing adalah koordinat lintang.
Pada kesalahan koordinat Northing, terjadi kesalahan terbesar dengan nilai
0,571110001meter dan kesalahan terkecil dengan nilai -0,42608meter. Pada koordinat
Easting terjadi kesalahan terbesar dengan nilai -0.5532meter dan kesalahan terkecil terjadi
dengan nilai 0.525meter. Notasi yang dilambangkan dengan simbol minus (-) di depan
nilai pengukuran merupakan penandaan dari arah pergeseran koordinat yang terjadi,
berarti jika koordinat Easting bernilai minus maka arah pergeseran koordinat berada arah
kiri atau barat, begitu juga yang terjadi jika koordinat Northing bernilai minus, maka arah
pergeseran koordinat berada pada arah bawah atau selatan. Sedangkan pada nilai RMSE
dari koordinat Easting bernilai 0,345716418meter dan Northing bernilai
0,508109827meter. Besar nilai dari RMSE baik Northing maupun Easting dihitung
dengan menggunakan persamaan (2.2). Nilai RMSE terjadi akibat perbedaan perangkat
dalam pengambilan nilai koordinat, pengambilan nilai koordinat GCP menggunakan
tarikan Total Station dan GPS RTK dimana koordinat yang dihasilkan berupa meter
sehingga harus dikonversi kedalam UTM. Selain perbedaan format, kemungkinan
terjadinya kesalahan koordinat akibat penginputan data koordinat kedalam data
perhitungan pada saat proses pengolahan data.

4.2 Fotogrametri Udara


Perencanaan pembuatan peta terbang menggunakan perangkat lunak Drone
Deploy yang telah terpasang pada ponsel berbasis Android. Aplikasi ini bekerja secara
otomatis untuk menerbangkan dan mengarahkan UAV dengan acuan mengikuti peta
terbang yang telah ditentukan sebelumnya. Selain dapat menerbangkan dan mendaratkan
UAV secara otomatis, aplikasi ini juga dapat menampilkan informasi perkiraan jumlah
citra udara yang akan diambil berdasarkan peta terbang, perkiraan luasan peta terbang atau
disebut Flight Map, perkiraan durasi terbang untuk menyelesaikan peta terbang yang telah
ditentukan, informasi ketinggian terbang rencana, dan berbagai informasi perkiraan yang
dapat dijadikan patokan atau tolok ukur dalam pertimbangan melaksanakan peta terbang
tersebut. Penentuan peta terbang dilakukan setelah menentukan titik-titik GCP yang
berada pada lokasi sekitar penelitian.

Gambar 11. Peta jalur terbang 1.


Gambar 12. Peta jalur terbang 2.
Peta terbang yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian peta
terbang, yakni Map Plan dan Map Plan 2. Pembuatan peta terbang terbagi menjadi 2
bagian dikarenakan luas lokasi penelitian yang relatif luas atau panjang lintasan penelitian
yang relatif Panjang sehingga tidak bisa dijadikan menjadi 1 peta terbang, hal tersebut
juga berkorelasi terhadap kapasitas baterai UAV yang dibutuhkan untuk menyelesaikan 1
peta terbang. Pada peta terbang 1 atau Map Plan membutuhkan durasi terbang selama
12menit 27 detik jumlah citra udara yang diambil berjumlah 207 citra udara dengan luas
peta 28acres atau 113.312m2 pada ketinggian 320ft atau 100meter. Peta terbang 2 atau
Map Plan 2 membutuhkan durasi terbang selama 13menit 20detik jumlah citra udara yang
diambil berjumlah 210 citra udara dengan luas peta 25acres atau 101.171 m2 pada
ketinggian terbang 320ft atau 100meter. Jika UAV telah mencapai target atau indikator
baterai menyatakan baterai lemah, UAV akan secaraa otomatis Kembali ke lokasi awal
dimana UAV lepas landas untuk kemudian mengganti peta terbang jika sudah selesai atau
mengganti baterai jika baterai sebelumnya dinyatakan lemah. Tinggi terbang UAV
berpengaruh pada besar piksel citra udara yang diambil sehingga berpengaruh pada
kualitas citra yang diambil, semakin tinggi terbang UAV semakin rendah kualitas citra
yang dihasilkan begitu sebaliknya. Namun saat menentukan tinggi terbang UAV, perlu
dilakukan survey lokasi rencana penerbangan dan harus dipastikan ketinggian terbang
tidak boleh lebih rendah dari objek tertinggi yang berada dalam cakupan peta terbang
UAV karena dapat beresiko UAV menabrak objek tersebut. Besar satu piksel pada kedua
peta terbang sebesar 2.01 cm/px.
Peta terbang 1 dan 2 sudah cukup ideal dikarenakan waktu terbang untuk setiap
peta terbang tidak melebihi batas maksimal dari durasi maksimal yang dimiliki oleh 1
baterai, yaitu untuk 1 baterai UAV memiliki kapasitas terbang selama ±30 menit. Peta
terbang 1 dan 2 di atur untuk berpotongan guna meminimalisir error yang terjadi disaat
pengolahan citra menjadi orthophoto. Titik awal terbang dan akhir pengambilan citra
udara, posisi pilot diusahakan sedekat mungkin dengan titik awal penerbangan, hal ini
bertujuan guna efisiensi waktu terbang karena jika pilot menerbangkan UAV diluar peta
terbang atau jauh dari lokasi titik awal akan membuang waktu UAV untuk menuju titik
awal pengambilan citra udara.
Hasil orthophoto yang didapatkan setelah melakukan pengolahan data baik dengan
koreksi GCP maupun tidak dengan koreksi GCP hasilnya tidak terjadi perubahan karena
koordinat UAV dengan GCP memiliki deviasi yang kecil. Visual yang tergambarkan pada
hasil orthophoto berupa objek yang dibutuhkan dalam penelitian ini cukup baik sehingga
dapat digunakan sebagai dasar analisis geometri jalan berupa analisis alinyemen
horizontal dan alinyemen vertikal.
Hasil dari pengolahan data aerial fotogrametri berupa orthophoto perlu dilakukan
uji akurasi dan uji ketelitian peta. Uji akurasi dilakukan dengan membandingkan ukuran
yang didapatkan dari hasil pengukuran orthophoto dengan pengukuran yang dilakukan
dilapangan. Uji akurasi bertujuan untuk menentukan keselarasan orthophoto terhadap
kondisi riil lapangan. Uji ketelitian dilakukan dengan mengacu pada ketentuan ketelitian
peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari Badan Informasi Geospasial (BIG), Uji akurasi
bermaksud untuk menentukan klasifikasi hasil orthophoto terhadap penggolongan jenis
peta.
Kemungkinan perbedaan yang terjadi pada citra udara hasil UAV terhadap kondisi
riil lapangan sehingga dilakukan uji akurasi, uji akurasi dilakukan dengan
membandingkan beberapa titik sampel yang berada pada orthophoto dan As-Built
Drawing yang merupakan data kondisi riil lapangan yang diambil menggunakan alat Total
Station. Titik sampel untuk keperluan uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 12 dan
Lampiran 6.

Tabel 12. Perbandingan hasil pengukuran profil jalan


Nama Titik Hasil Pengukuran (meter)
No
(Lokasi) As-built (Gambar) Orthophoto
1 P-1 7,09 7
2 P-2 7,02 7
3 P-3 7 7
4 P-4 7,04 7
5 P-5 7 7
6 P-6 5 5
7 P-7 7 7
Berdasarkan Tabel 12 menampilkan perbandingan hasil pengukuran profil
melintang jalan berupa jarak antar segmen jalan dan lebar jalan, hasil pengukuran terlihat
adanya perbedaan jarak. Pengukuran jarak segmen jalan dan lebar jalan pada orthophoto
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS dan pengukuran jarak segmen
jalan dan lebar jalan pada As-Built drawing dilakukan menggunakan perangkat lunak
AutoCAD 2018. Pengukuran dilakukan dengan 7 titik sampel sebagai titik pengujian.
Selisih antara hasil pengukuran riil berdasarkan pada As-Built menggunakan perangkat
lunak AutoCAD 2018 dan pengukuran orthophoto menggunakan perangkat lunak ArcGIS
memiliki selisih terbesar dengan nilai 7,09meter dan 7meter yang terdapat pada sampel P-
1, sedangkan pada sampel P-3, P-5, P-6, dan P-7 tidak mengalami selisih pengukuran.
Berdasarkan nilai tersebut didapatkan nilai akurasi sebesar 99,7% untuk orthophoto. Nilai
akurasi yang didapatkan terbilang cukup dan baik, karena nilainya berada diatas 90%.
Hasil pengolahan titik pembanding dengan perangkat lunak AutoCAD 2018 dan perangkat
lunak ArcGIS dapat dilihat pada lampiran 6.
Ketelitian peta merupakan tingkat kerincian peta dan kelengkapan data
georeferensi sesuai dengan kondisi lapangan. Ketelitian peta dasar di Indonesia diatur
dalam Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 mengenai
pedoman teknis ketelitian peta dasar (Basemap). Perubahan peraturan BIG Nomor 6
Tahun 2018 membahas tentang pembaharuan ketelitian Peta RBI. Pengujian ketelitian
posisi dilakukan mengacu pada perbedaan koordinat (Easting, Northing, dan Azimuth)
antara titik uji terhadap lokasi sesungguhnya. Dalam hal ini, lokasi sesungguhnya
mengacu pada data titik kontrol geodesi nasional atau yang telah di proyeksikan menjadi
Ground Control Point. Pengukuran geometri peta menggunakan nilai CE90 untuk RMSE
horizontal daa LE90 untuk RMSE vertikal. Ketentuan ketelitian geometri peta RBI dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Ketentuan ketelitian geometri peta RBI berdasarkan Peraturan BIG No.6 Th.2018
Ketelitian Peta RBI
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Interval Hori- Verti- Hori- Verti- Hori- Verti-
No Skala kontur zontal(m zontal(m zontal(m
kal(m) kal(m) kal(m)
) ) )
1 1:1.000.000 400 300 200 600 300 900 400
2 1:500.000 200 150 100 300 150 450 200
3 1:250.000 100 75 50 150 75 225 100
4 1:100.000 40 30 20 60 30 90 40
5 1:50.000 20 15 10 30 15 45 20
6 1:25.000 10 7.5 5 15 7.5 22.5 10
7 1:10.000 4 3 2 6 3 9 4
8 1:5.000 2 1.5 1 3 1.5 4.5 2
9 1:2.500 1 0.75 0.5 1.5 0.75 2.3 1
10 1:1.000 0.4 0.3 0.2 0.6 0.3 0.9 0.4

Nilai RMSE yang didapatkan pada penelitian ini dibagi menjadi RMSEx, RMSEy,
dan RMSEz. Nilai untuk masing-masing RMSE sebesar; 0.346m untuk RMSEx; 0.508m
untuk RMSEy; dan 30.623m untuk RMSEz. Nilai RMSE ini dapat digunakan untuk
mencari ketelitian peta berdasarkan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor
15 Tahun 2014.
Geometri horizontal peta dihitung berdasarkan nilai RMSEx dan nilai RMSEy,
kedua nilai tersebut harus diubah menjadi RMSEr dengan persamaan (2.1), nilai RMSEr
yang didapatkan adalah 0.508110m. Setelah didapatkan nilai RMSEr, selanjutnya
menentukan nilai CE90 dengan persamaan (2.2) dan nilai RMSEr yang telah diketahui,
sehingga nilai CE90 didapatkan yaitu 0.771057m. Berdasarkan nilai CE90 yang
didapatkan dan Ketentuan ketelitian geometri peta RBI yang tertera pada tabel 13 maka
peta dapat digolongkan menjadi Peta berskala 1:2500 dengan ketelitian horizontal kelas 1,
hal tersebut menyatakan bahwa sedikitnya 90% kesalahan atau pergeseran posisi objek
pada peta RBI skala 1:2500 tersebut tidak lebih dari 2.3m untuk posisi horizontal.
Pergeseran yang dimaksud dalam hal ini adalah pergeseran objek pada peta terhadap
kondisi aslinya. Perhitungan nilai RMSEr dapat dilihat pada Lampiran 1.
Geometri vertikal dihitung berdasarkan nilai RMSEz dengan menggunakan
persamaan (2.3) sehingga didapatkan nilai LE90. Nilai LE90 yang dihitung menggunakan
persamaan (2.3) bernilai 50.524368m, mengacu pada tabel 6 mengenai Ketentuan
ketelitian geometri peta RBI maka dengan nilai LE90 hasil dari orthophoto yang diambil
menggunakan UAV DJI Phantom 4 tidak dapat dikategorikan dalam peta skala besar
seperti 1:1000 maupun 1:100.000.
4.3 Alinyemen Horizontal
Perencanaan alinyemen horizontal suatu ruas jalan memerlukan beberapa faktor
seperti besarnya kecepatan rencana, jari-jari lengkung, hubungan koefisien gesek
melintang, dan kemiringan jalan (superelevasi). Faktor lain yang tidak kalah penting
dalam suatu pertimbangan perencanaan alinyemen horizontal adalah pemilihan letak serta
panjang lintasan dari bagian-bagian alinyemen horizontal, sesuai dengan kondisi medan
sehingga terpenuhi kebutuhan akan pengoperasian lalu lintas yang aman (dari jarak
pandang dan sifat mengemudikan kendaraan di tikungan) (Sukirman, 1994).
Berdasarkan kondisi eksisting penelitian sebagaimana dapat dilihat pada gambar 3
berupa hasil Orthophoto, terdapat dua belokan yang termasuk dalam lingkup pengamatan.
Dua belokan ini dijadikan sebagai bahan analisis geometri jalan yang selanjutnya
ditentukan tipe serta kesesuaian tikungan terhadap Peraturan Direktorat Jenderal Bina
Marga 1997 (Dirjend BM, 1997). Belokan yang berada didalam lingkaran merah
merupakan tikungan pertama dan belokan yang berada didalam lingkaran biru merupakan
tikungan kedua, selanjutnya disebut sebagai Tikungan-1 dan Tikungan-2.
Berdasarkan klasifikasi jalan raya Dirjen BM 1990 Jalan Akses Bendungan Way
Sekampung termasuk sebagai jalan Lokal primer, dengan kecepatan rencana sebesar
20km/jam. Berdasarkan nilai kecepatan tersebut, evaluasi Jalan Akses Bendungan Way
Sekampung berupa kondisi as-built (terbangun) meliputi jenis tikungan, Panjang bagian
lurus, dan Panjang tikungan. Evaluasi dilaksanakan berbasis pada hasil orthophoto
terkoreksi oleh GCP. Gambar as-built drawing terdapat pada lampiran 3. Pelaksanaan
evaluasi hasil Orthophoto dirancang dalam pembagian stationing jalan. Stationing
merupakan penentuan titik-titik Panjang alinyermen horizontal yang bertujuan untuk
mempermudah titik acuan. Nilai Stationing melambangkan jarak dan titik acuan atau pada
umumnya titik awal rencana, penentuan nilai Stationing diawali dari STA 0+775 yang
menjadi titik 0 dan berakhir pada STA 1+625 sehingga Panjang lokasi pengamatan sejauh
850 m dengan interval antar stationing sebesar 25 m. Lokasi persebaran Stationing dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Kondisi lokasi penelitian sebagaimana yang dapat dilihat pada hasil orthophoto
terdapat dua tikungan yang letaknya terlampir pada Lampiran 4. Pengamatan kondisi
alinyemen horizontal berupa tikungan dimulai dari STA 0+911 hingga STA 0+933
(Tikungan-1) dan STA 1+242 hingga STA 1+288 (Tikungan-2). Berdasarkan hasil dari
parameter alinyemen maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua tikungan yang sedang
dianalisis termasuk kedalam klasifikasi tikungan lengkung busur lingkaran sederhana (full
circle) menurut Dirjen BM 1997. Berdasarkan nilai parameter yang diteliti, kondisi
eksisting pada tikungan lengkung busur lingkaran sederhana (full circle) sesuai dengan
Dirjen Bina Marga 1997 yang telah ditetapkan sebagai acuan standard perencanaan jalan.
Nilai parameter yang dimaksud tertuang dalam Tabel 14.
Tabel 14. Parameter hasil analisis alinyemen horizontal terhadap Dirjen BM 1997
Dirjen
N Bina
Parameter Nilai Sat Nilai Sat Ket
o Marga
1997
1 Sudut belokan Tikungan-1 31o derajat Sudut 31o derajat Sesuai
belokan
2 Sudut belokan Tikungan-2 26o derajat maksimu Sesuai
m
3 Radius belokan Tikungan-1 40 meter Radius Sesuai
belokan 30 meter
4 Radius belokan Tikungan-2 100 meter minimum Sesuai
5 Panjang belokan Tikungan-1 25,75 meter Panjang Sesuai
belokan 24,3 meter
6 Panjang belokan Tikungan-2 44,08 meter minimum Sesuai

Hasil dari pengamatan kondisi eksisting lapangan, dituangkan kedalam suatu


gambar terbangun (As-Built Drawing) dimana didalamnya terdapat informasi berupa
busur lingkaran (Lc), radius belokan (r), sudut belokan (α), tangen lingkaran (Tc), dan
jarak titik persimpangan menuju lengkung peralihan (Et) sebagaimana tergambarkan pada
Gambar 13, Gambar 14, dan Lampiran 2.

Gambar 13. Tampak atas Tikungan-1


Gambar 14. Tampak atas Tikungan-2

Berdasarkan Gambar 13 dan Gambar 14, didapatkan nilai untuk Tikungan-1


dengan radius lingkaran (r) sebesar 40 m, panjang busur lingkaran (Lc) sebesar 25,75 m,
tangen lingkaran (Tc) sebesar 1,98 m, sudut belokan (α) sebesar 31o, jarak titik
persimpangan ke lengkung peralihan (Et) sebesar 1,52 m. Nilai untuk Tikungan-2 dengan
radius lingkaran (r) sebesar 100 m, panjang busur lingkaran (Lc) sebesar 44,08 m, tangen
lingkaran (Tc) sebesar 2,91 m, sudut belokan (α) sebesar 26 o, jarak titik persimpangan ke
lengkung peralihan (Et) sebesar 0,79 m.
Tabel 15. Perbandingan nilai alinyemen horizontal jalan terhadap RSNI T-14-2004
Pengukuran
RSNI T-14-2004
N Orthophoto Keteranga
o Satua Nila Satua n
Parameter Nilai Keterangan
n i n
Sisipan antar Sisipan minimum
1 dua tikungan 310,62 meter antar dua tikungan 30 meter sesuai
balik arah balik arah
Radius belokan Radius tikungan
2 40 meter 30 meter sesuai
Tikungan-1 minimum
Panjang
Panjang tikungan 24,
3 belokan 25,75 meter Meter sesuai
minimum 3
Tikungan-1
Radius belokan Radius tikungan
4 100 meter 30 Meter sesuai
Tikungan-2 minimum
Panjang
Panjang tikungan 24,
5 belokan 44,08 meter Meter sesuai
minimum 3
Tikungan-2
Berdasarkan pada hasil analisis sudut belokan, radius belokan, panjang belokan,
dan panjang sisipan antar dua tikungan balik arah telah memenuhi ketetapan RSNI T-14-
2004 tentang Geometri Jalan Raya. Nilai perbandingan hasil analisis tertuang pada tabel
15 dan Gambar 15. Panjang sisipan antar kedua tikungan balik arah dengan jalan lurus
sepanjang 310,64 m memenuhi ketetapan SNI yang menetapkan panjang minimum
sepanjang 30 m. Fungsi dari sisipan antara kedua tikungan sendiri adalah memberikan
kesempatan kepada pengendara untuk melakukan manuver sesaat melewati tikungan, hal
ini menyebabkan kendaraan dapat mempertahankan gaya sentrifugal saat melintas.
Panjang radius dan panjang kedua tikungan sepanjang 25,75 m dan 44,08 m dikategorikan
aman berdasarkan pada kecepatan rencana (Vr) untuk kedua tikungan sebesar 30 km/jam.

Gambar 15. Tampak atas tikungan Full Circle

4.4 Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal merupakan perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik
tinjau, berupa profil memanjang. Perencanaan alinyemen vertikal mencakup parameter
kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negatif (turunan), sehingga kombinasinya
berupa lengkung cembung dan lengung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut
parameter lain dari alinyemen vertikal terdiri dari nilai kelandaian nol (datar) (Dirjen BM,
1997). Parameter yang diukur pada alinyemen vertikal yaitu nilai kelandaian dan Panjang
lengkung vertikal (Ls).
Penelitian kali ini dilakukan pengamatan serta evaluasi tikungan-1 dan tikungan-2
terhadap RSNI T-14-2004, pada tikungan-1 dimulai dari STA 0+911 hingga STA 0+933
dengan panjang lintasan sepanjang 22 meter. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan
nilai kelandaian pada lokasi penelitian sebesar 0% dimulai dari STA 0+911 hingga STA
0+933 yang berarti alinyemen vertikal pada tikungan-1 termasuk sebagai lengkung dengan
kelandaian nol (datar) mengacu pada Dirjen BM 1997. Bagian tikungan-2 dimulai dari
STA 1+242 hingga STA 1+288, berdasarkan hasil pengamatan didapatkan nilai
kelandaian pada lokasi penelitian sebesar -0,37% dari STA 1+242 hingga STA 1+288
dengan jarak 45 m yang berarti alinyemen vertikal pada tikungan-2 termasuk sebagai
lengkung kelandaian negatif (turunan) mengacu pada Dirjen BM 1997. Berdasarkan RSNI
T-14-2004 kelandaian maksimum bertujuan untuk memungkinkan kendaraan melaju tanpa
harus kehilangan kecepatan yang berarti. Nilai untuk kelandaian maksimum dengan
kecepatan rencana 30 km/jam hingga 50 km/jam sebesar 10%. Berdasarkan ketentuan
RSNI T-14-2004 kondisi eksisting tikungan-1 dengan nilai kelandaian sebesar 0% dan
tikungan-2 dengan nilai kelandaian sebesar 0,37% telah memenuhi ketetapan. Hasil
pengamatan terhadap alinyemen vertikal dengan parameter kelandaian jalan pada
tikungan-1 dan tikungan-2 terhadap RSNI T-14-2004 yang dimulai dari STA 0+911
hingga STA 0+933 untuk tikungan-1 dan STA 1+242 hingga STA 1+288 untuk tikungan-
2 dituangkan dalam bentuk gambar terbangun (As-built Drawing) dapat dilihat pada
gambar 16, gambar 17 dan Tabel 16.
Gambar 16. Potongan memanjang dan diagram superlevasi tikungan-2

Gambar 17. Potongan memanjang dan diagram superelevasi tikungan-1

Tabel 16. Uji kesesuaian alinyemen vertikal jalan terhadap RSNI T-14-2004
N As-Built referensi
RSNI T-14-2004 Keterangan
o Orthophoto
1 Parameter Nilai (%) Parameter Nilai (%)  
Kelandaian Kelandaian
0 10 sesuai
Eksisting tikungan-1 maksimum
Kelandaian Kelandaian
0,37 10 sesuai
Eksisting tikungan-2 maksimum

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Hasil dari pengujian tingkat akurasi fotogrametri yang diambil menggunakan


drone didapatkan nilai akurasi sebesar 99,7% untuk hasil orthophoto dengan
koreksi GCP. Hasil pengujian tingkat ketelitian peta Orthopthoto menunjukkan
bahwa peta Orthophoto yang dihasilkan tergolong dalam peta dengan ketelitian
horizontal kelas 1 dengan nilai CE90 sebesar 0.771057m.

2. Analisis geometri jalan yang dilakukan berdasarkan pada Orthophoto dan As-
Built Drawing dilakukan dengan meninjau alinyemen horizontal dan alinyemen
vertikal. Berdasarkan hasil tinjauan alinyemen horizontal didapatkan kedua
tikungan termasuk dalam klasifikasi tikungan lengkung busur lingkaran
sederhana (full circle) yang memenuhi ketetapan peraturan Direktorat Jenderal
Bina Marga 1997 (Dirjen BM, 1997). Berdasarkan hasil tinjauan alinyemen
vertikal didapatkan tikungan-1 dengan nilai kelandaian sebesar 0% mengacu
terhadap ketetapan Dirjen BM 1997 termasuk kedalam lengkung kelandaian nol
(datar), sedangkan tikungan-2 dengan nilai kelandaian sebesar -0,37% mengacu
terhadap ketetapan Dirjen BM 1997 termasuk kedalam lengkung kelandaian
negatif (turunan). Berdasarkan ketentuan RSNI T-14-2004 kedua tikungan yang
diamati telah memenuhi ketetapan dan standar.

3. Hasil dari fotogrametri berupa Orthophoto dengan akurasi sebesar 99,7% dan
tergolong kedalam peta dengan ketelitian horizontal kelas 1 dapat digunakan
sebagai metode pengambilan data guna pengawasan dan evaluasi pekerjaan
yang terbarukan.

Saran
Saran dari penelitian ini untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan
evaluasi serta kaji ulang terhadap geometri jalan eksisting agar didapatkan kondisi
geometri jalan yang lebih ideal berdasarkan Peraturan DirJend Bina Marga 1997.
Pengambilan citra udara sebagai bahan utama fotogrametri disarankan untuk menggunakan
VTOL (Vertical Take-Off Landing) karena pada saat drone menjelajah atau Cruising,
drone menggunakan teknologi Fixed Wing dan dapat diatur dalam mode Hover yang
memungkinkan drone dapat mengudara dengan waktu relatif lebih lama, pemantauan lahan
yang lebih luas dan kualitas citra yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

[BIG] Badan Informasi Geospasial. 2014. Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar.
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial No. 15 tahun 2014. Jakarta (ID):
Badan Informasi Geospasial.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2002. Jaring Kontrol Horizontal SNI 19-
6724-2002. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[Dirjen BM] Direktorat Jendral Bina Marga. 1997. Jalan. Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota. Peraturan Direktorat Jenderal Bina Marga No.
038/TBM/1997. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen
Pekerjaan Umum.
[Dirjen BM] Direktorat Jenderal Bina Marga. 2009. Jalan. Geometri Jalan Bebas
Hambatan Untuk Jalan Tol. Peraturan Direktorat Jenderal Bina Marga No.
007/BM/2009. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen
Pekerjaan Umum.
[KemenHub] Kementerian Perhubungan. 2015. Pengendalian Pengoperasian
Pesawat Tanpa Awak di Ruang Udara Yang Dilayani Indonesia. Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 90 Tahun 2015. Jakarta (ID): KemenHub.
[PRI] Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Jalan. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2004. Jakarta (ID): Pemerintah Republik Indonesia.
Agisoft. 2018. Agisoft Photoscan User Manual: Professional Edition.
St. Petersburg (RU): Agisoft LLC.
Anzalta N. 2017. Monitoring Geometri Konstruksi Jalan Tol Menggunakan
Fotogrametri Wahana Tanpa Awak [Skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi
Bandung.
Astawa IBM, Citra IPN. 2012. Analisis Tingkat Kepadatan Lalu Lintas di
Kecamatan Denpasar Barat. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 1(2): 1-11.
Bethary R T, Pradana M F, Indinar M B. 2016. Perencanaan Geometri Jalan
Alternatif Palima-Curug (studi kasus: kota Serang). Jurnal Fondasi. 5(2): 12-21.
Elaksher A. 2008. A Multi-Photo Least Square Matching Algorithm for Urban
Area DEM refinement Using Breaklines. The International Archives of the
Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information.China (CN): ISPRS.
39-44.
El-Reedy M A. 2011. Construction Management and Design of Industry Concrete
and Stell Structure. Florida (US): CRC Press.
Fahlifie A, Sukirman S, Haris S. 2007. Evaluasi Terhadap Perencanaan Geometrik
pada Jalan Alternatif Waduk Darma Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Jurnal
Teknik Sipil. 5(1): 42-47.
Fraser C. 2015. Advances in Close Range Photogrammetry. Berlin (DE): VDE
Verlag.
Gunawan M A, Afifuddin I A M. 2014. Critical Success Factors Pelaksanaan
Proyek Konstruksi Jalan dan Jembatan di Kabupaten Pidie Jaya. Jurnal Teknik
Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. 3(1):15-25.
Hanifa R. 2007. Studi Penggunaan Kamera Digital Low-Cost Non-Metrik
Autofocus Untuk Pemantauan Deformasi [Tesis]. Bandung (ID): Institut
Teknologi Bandung.
Harintaka, Subaryono, Susanto A, Hartono. 2009. Pemodelan Ketidakstabilan
Kamera Dan Gerakan Pesawat Pada Saat Pemotretan Foto Udara Format Kecil.
Yogyakarta (ID): Universitas Gajahmada.
Hasyim A W, Taufik M. 2009. Menentuan Titik Kontrol Tanah (GCP) dengan
Menggunakan Teknik GPS dan Citra Satelit untuk Perencanaan Perkotaan.
Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Hendarsin S L. 2000. Pedoman Teknik Jalan Raya. Bandung (ID): Politeknik
Negeri Bandung.
Hinz S, Baumgartner A, Mayer H, Wiedemann C, Ebner H. 2001. Road
Extraction Focussing on Urban Areas. Rotterdam (NL): Balkema Publisher.
Husein R. 2006. Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Jurnal Ilmu Komputer.
1(1):1-9.
Irwansyah E. 2013. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS: Prinsip Dasar dan
Pengembangan Aplikasi. Buku Digital. Yogyakarta [ID]: Penerbit Digibooks.
Kuswati, Atik S. 2009. Kajian Aksesbilitas dan Mobilitas di Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Jurnal Peran Transportasi. 21(1): 1-15.
Mulyono A T, Riyanto B. 2005. Telaah Teknis Terhadap Kinerja Mutu Perkerasan
Jalan Nasional dan Propinsi. Media Komunikasi Teknik Sipil, 13(1), 108-118.
Naufatunnisa S. 2017. Pemodelan 3 Dimensi Candi Wringinlawang Menggunakan
Metode Structure From Motion Untuk Dokumentasi Cagar Budaya. Surabaya
(ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Mustofa H A, Prasetyo Y, Hani’ah. 2016. Analisis Ketelitian Planimetrik
Orthofoto pada Topografi Perbukitan dan Datar Berdasarkan Kuantitas Titik
Kontrol Tanah. Jurnal Geodesi. Semarang [ID]: Universitas Diponegoro.
Nonami K. 2007. Prospect and Recent Research & Development for Civil Use
Autonomous Unmanned Aircraft as UAV and MAV. Design and Dynamics
Journal. 2(1):120-128.
Nugroho A S B. 2016. Kajian Pemanfaatan Drone Untuk Pekerjaan Pengawasan
Konstruksi. Yogyakarta (ID): Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Pribadi D, Paransa MJ, Sednow TK, Undap LJ. 2013. Tinjauan geometrik jalan
pada ruas jalan Airmadidi - Tondano menggunakan alat bantu GPS. Jurnal Sipil
Statik. 1(7): 49 – 505.
Priyono E. 2011. Pesawat terbang tanpa awak (PTTA) sebagai salah satu komponen
kekuatan udara. Jurnal Industri Elektro dan Penerbangan. 2(1): 42-49.
Purnomo L. 2018. Foto Udara dalam Pemetaan Menggunakan Drone. Jurnal
Ilmu Komputer. 3(1):10-28.
PT. Sarana Geospasial Terpadu (PT.SGT). 2016. Agisoft Photoscan. Buku Digital.
Cikeas [ID]: Penerbit agisoft.
Schenk T. 1992. Digital Photogrammetry. Ohio (US): Terra Science.
Sendow TK, Jefferson L. 2012. Studi pemetaan peta kota (studi kasus Kota
Manado). Jurnal Ilmiah Media Engineering. 2(1): 35 – 46.
Suharyanto A. 2013. Desain street inlet berdasarkan geometri jalan raya.
Jurnal Rekayasa Sipil. 7(3): 239-247.
Tamin OZ, Nahdalina. 1998. Analisis dampak lalu lintas. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota. 9 (3): 22-4.
Wijayanto B M. 2016. Pemodelan Waduk Bajulmati dengan Wahana Udara tanpa
Awak Aibotix [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
Wolf P R. 1993. Elemen Fotogrametri. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan RMSE

PERHITUNGAN RMSE
Notasi
GCP (DX) (DX)2 (DY) (DY)2 (DX)2+(DY)2
0,05449096
GCP-1 0,233433 5 0,27146 0,073690532 0,128181497
- 0,15653180
GCP-2 0,395641 1 -0,42608 0,181544166 0,338075967
-
GCP-3 0,194 0,037636 0,259400001 0,06728836 0,10492436
0,09083532
GCP-4 0,301389 9 0,3289 0,10817521 0,199010539
GCP-5 0,525 0,275625 0,257710001 0,066414444 0,342039444
GCP-6 0,1359 0,01846881 -0,35956 0,129283393 0,147752203
GCP-7 0,189 0,035721 0,310190002 0,096217837 0,131938837
- 0,10033943
GCP-8 0,316764 2 0,44623 0,199121213 0,299460644
GCP-9 -0,5532 0,30603024 0,571110001 0,326166633 0,632196873
Jumlah 2,323580367
Rata-rata 0,258175596
RMSEr 0,508109827
Akurasi Horisontal 0,771056662
Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian

45
Lampiran 3. As-Built Drawing

46
Lampiran 4. Stationing Jalan

47
Lampiran 5. Peta Orthophoto

Lampiran 6. Uji Ketelitian Akurasi Peta

48
Lampiran 6. Uji Ketelitian Akurasi Peta (lanjutan)

49
50
RIWAYAT HIDUP

51

Anda mungkin juga menyukai