Anda di halaman 1dari 95

006/TA-30/UNW/BP/II/2022

ANALISIS PENENTUAN LOKASI SEKOLAH MENENGAH


ATAS NEGERI BARU BERDASARKAN SISTEM ZONASI DI
KOTA BANDUNG MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL
HIERARCHY PROCESS (AHP)

TUGAS AKHIR

Diajukan guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar


Sarjana Teknik Geodesi

ZAKY NUR MUHAMMAD ERSYAD


NPM 4122.3.16.13.0022

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK, PERENCANAAN DAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
BANDUNG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN LOKASI SEKOLAH MENENGAH ATAS DAN


SEKOLAH MENENGAN KEJURUAN NEGERI BARU
BERDASARKAN SISTEM ZONASI DI KOTA BANDUNG
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Diajukan guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar


Sarjana Teknik Geodesi

ZAKY NUR MUHAMMAD ERSYAD


NPM 4122.3.16.13.0022

Disetujui,

Raden Gumilar S.T., M.T.


NIPY. 17400121
Pembimbing I

Mengetahui dan Disahkan


Ketua Program Studi Teknik Geodesi
Fakultas Teknik, Perencanaan dan Arsitektur

Raden Gumilar S.T., M.T.


NIPY. 17400121
MOTTO
PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada :

Ibu Zainab Wahid dan Bapak Burhanudin tercinta yang selalu memberikan kasih

sayang dan dukungan dalam bentuk apapun (materiil dan non materiil). Semoga

Ibu dan Bapak diberikan kesehatan dan dilindungi oleh Allah SWT dimanapun

berada. Tidak lupa kepada adikku Zakya Nurbayanti yang selalu memberikan

semangat. Teman – teman Teknik Geodesi Universitas Winaya Mukti yang selalu

menemani dan berjuang bersama selama masa perkuliahan. Rekan – rekan

Himpunan Mahasiswa Geodesi yang selalu mengingatkan akan target kelulusan.


PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir ini adalah karya tulis
saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka. Semua referensi yang dirujuk dan dikutip pada Tugas Akhir ini
telah saya nyatakan benar sesuai yang tertera pada daftar pustaka.

Nama : Zaky Nur Muhammad Ersyad

NPM : 4122.3.16.13.0022

Tanda Tangan : ............................................ (diatas materai)

Tanggal : .............................................
ABSTRAK

Efektifitas sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru di Kota Bandung


masih banyak dipertanyakan masyarakat karena Sekolah Menengah Atas Negeri
(SMAN) yang ada dianggap masih belum tersebar merata, lalu sistem zonasi ini
adalah pembatas yang membuat siswa tidak bebas dalam memilih sekolah yang
diinginkan. Namun demikian kebijakan zonasi ini tetap diberlakukan sampai saat
ini walaupun berbeda dengan harapan masyarakat pada umumnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analytic
Hierarchy Process (AHP). Metode AHP digunakan untuk membuat urutan
alternatif keputusan dan pemilihan alternatif terbaik dalam menentukan lokasi
baru SMAN berdasarkan data kepadatan penduduk, distribusi sekolah,
penggunaan lahan, jarak dan aksesibilitas yang menjadi parameter, melalui
skema perbandingan parameter, pembobotan prioritas sampai dengan
penghitungan consistency ratio.
Penelitian yang dilakukan menghasilkan 5 klasifikasi untuk penentuan
lokasi SMAN baru yaitu sangat tidak sesuai, tidak sesuai, kurang sesuai, sesuai,
dan sangat sesuai. Dari hasil analisis terdapat beberapa kecamatan yang masih
memerlukan sebaran fasilitas Pendidikan khususnya SMAN antara lain
Kecamatan Astana Anyar dan Kecamatan Batununggal dengan persentase 100%
dari luas wilayah, juga terdapat satu kecamatan dengan persentase 58,19% dari
luas wilayah Kecamatan Sukajadi.

Kata kunci : SMAN, Zonasi, AHP, SIG

i
ABSTRACT

The effectiveness of this zoning system is still questionable in Bandung.


Becouse,there found a complaints that Bandung citizen can not find any high
school in the zoning region. So that the zoning system is a barrier that makes
students can not choose the preference high school freely. However, this zoning
policy does not meet the expectations of society in general.
The Geographic Information System in this study became a process to
combine all the data and also the Analytic Hierarchy Process (AHP) in the
overlay process to determine of new schools in bandung.
By the results of this study, we found 5 classifications; very inappropriate,
not appropriate, less appropriate, appropriate, and very appropriate.The analysis
results shows there are several sub-districts that still require the distribution of
Education facilities (SMA and SMK) including Astana Anyar and Batununggal
with a percentage of 100% of the area, there is also one sub-district with a
58.19% percentage of the area of Sukajadi.

Keyword: Education, Zoning, AHP, GIS

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas

Akhir ini yang berjudul “PENENTUAN LOKASI SEKOLAH MENENGAH

ATAS NEGERI BERDASARKAN SISTEM ZONASI DI KOTA BANDUNG

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS”. Penyusunan

Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

mencapai jenjang Strata-1 Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Perencanaan dan Arsitektur Universitas Winaya Mukti Bandung.

Dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa

Tugas Akhir ini tidak akan berlangsung dengan baik tanpa adanya dukungan dari

berbagai pihak yang bersangkutan. Untuk itu apresiasi dan terima kasih ingin

penulis sampaikan kepada :

1. Alm. Bapak Ir. Edy Martoyo, M.T selaku Ketua Program Studi Teknik

Geodesi sebelumnya.

2. Bapak Raden Gumilar, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Teknik

Geodesi sekaligus Dosen Pembimbing.

3. Bapak Ir. Achmad Ruchlihadiana T, MM selaku Dosen yang telah

memberikan banyak sekali pelajaran dan pengalaman selama masa

perkuliahan.

4. Bapak Ir. Hidayat Mustafa selaku Dosen wali Akademik.

iii
vi

5. Dosen – dosen Teknik Geodesi lainnya yang telah memberikan

masukkan yang sangat berharga dalam penulisan Tugas Akhir ini.

6. Rekan – rekan Angkatan 2016 yang telah berjuang bersama selama masa

perkuliahan khususnya kepada Imam juniaji.

7. Rekan – rekan Himpunan Mahasiswa Geodesi Universitas Winaya Mukti

yang telah menyediakan ruang diskusi terkait tugas – tugas perkuliahan.

8. Orang Tua yang telah memberikan do’a, sehingga penulis diberikan

kelancaran dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

9. Alke Lofke Azkia yang telah memberi semangat dan motivasi selama

masa perkuliahan dan penyusunan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini jauh dari sempurna karena

keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga laporan Tugas

Akhir ini dapat bermanfaat baik untuk diri penulis maupun pembaca.

Bandung, ........... 2022

Penulis,
Zaky Nur Muhammad Ersyad
DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................................i
ABSTRACT...............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
DAFTAR TABEL................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................ix
DAFTAR ISTILAH.................................................................................................x
DAFTAR SIMBOL................................................................................................xi
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah...............................................................................3
1.3 Rumusan Masalah..................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................4
BAB 2 DASAR TEORI...........................................................................................5
2.1. Pendidikan....................................................................................................5
2.1.1.Jenjang Pendidikan..................................................................................5
2.1.2.Sarana Prasarana Pendidikan...................................................................7
2.1.3.Lokasi......................................................................................................8
2.1.4.Aksesibilitas............................................................................................9
2.2. Peraturan Zonasi.........................................................................................10
2.2.1.Peraturan Zonasi Sekolah......................................................................11
2.3. Sistem Informasi Geografis........................................................................14
2.3.1.Ciri – Ciri SIG.......................................................................................15
2.3.2.Subsistem SIG.......................................................................................16
2.3.3.Komponen SIG......................................................................................16
2.3.4.Manipulasi Data.....................................................................................18
2.3.5.Manajemen Data SIG............................................................................19
2.4. Analisis Spasial..........................................................................................22
2.5. Analiytc Hierarchy Process (AHP)............................................................27

v
2.6. Penelitian sebelumnya...............................................................................31
BAB 3 METODE PENELITIAN..........................................................................35
3.1. Metode Penelitian.......................................................................................35
3.2. Kerangka Pemikiran...................................................................................36
3.3. Oprasional Penelitian.................................................................................38
3.3.1. Lokasi Penelitian..................................................................................38
3.3.2. Data Penelitian......................................................................................39
3.4. Rancangan Penelitian.................................................................................43
3.5. Tahapan Pembobotan.................................................................................45
3.6. Tahap Analisis Data...................................................................................48
3.7 Batasan Penelitan........................................................................................53
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................54
4.1. Peta Persebaran SMAN dan SMKN di Kota Bandung..............................54
4.2. Peta Kepadatan Penduduk menurut Umur 16 – 18 tahun di Kota Bandung.
.................................................................................................................55
4.3. Peta Penggunaan Lahan Terhadap Persebaran SMAN dan SMKN di Kota
Bandung.....................................................................................................56
4.4. Peta Radius SMAN ke Permukiman..........................................................57
4.5. Hasil Analisis AHP....................................................................................58
4.6 Validasi Hasil Analisis dengan Data Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)63
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................66
5.1. Kesimpulan.................................................................................................66
5.2 Saran............................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................68
LAMPIRAN...........................................................................................................69

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Ilustrasi Sistem Informasi Geografis.................................................15


Gambar 2. 2 Tampilan Data Raster dan Vektor.....................................................19
Gambar 2. 3 Prinsip Proses Overlay......................................................................23
Gambar 2. 4 Buffer terbangun dari elemen titik, garis, dan poligon......................25
Gambar 2. 5 Bentuk buffer yang berangkat dari elemen titik dalam peta.............26
Gambar 2. 6 Bentuk buffer yang berangkat dari elelmen garis.............................26
Gambar 2. 7 Bentuk buffer yang terbuat dari unsur poligon.................................27
Gambar 3. 1 Kerangka Pemikiran
Gambar 3. 2 Wilayah Administrasi Kota Bandung
Gambar 3. 3 Rancangan Penelitian
Gambar 4. 1 Peta Persebaran SMAN dan SMKN di Kota Bandung
Gambar 4. 2 Peta Kepadatan Pendududk dengan persebaran SMAN di Kota
Bandung
Gambar 4. 3 Peta Persebaran SMAN dan SMKN Terhadap Pengunaaan Lahan di
Kota Bandung
Gambar 4. 4 Peta Radisu terjauh Peserta didik baru
Gambar 4. 5 Perkalian Parameter dengan bobot parameter
Gambar 4.6 Klasifikasi hasil dari Analitical Hierachy process (AHP) penentuan
lokasi SMAN dan SMKN baru
Gambar 4. 7 Peta Potensi SMAN dan SMKN baru di Kota Bandung
Gambar 4. 8 Validasi Hasil Analisis dengan Peta RDTR di Kec. Sukajadi
Gambar 4. 9 Validasi Hasil Analisis dengan Peta RDTR di Kec. Astana Anyar
Gambar 4. 10 Validasi Hasil Analisis dengan Peta RDTR di Kec. Batunuggal

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Standar Jarak Dalam Kota (Chapin, 2009).............................................9


Tabel 2. 2 Penelitian Sebelumnya..........................................................................31
Tabel 3. 1 Data Shapefile
Tabel 3. 2 Titik Koordinat sebaran SMAN dan SMKN di Kota Bandung
Tabel 3. 4 Jumlah Penduduk usia 16 - 18 tahun
Tabel 3. 6 Bobot AHP SMAN
Tabel 3. 7 Klasifikasi dan bobot kepadatan penduduk menurut usia
Tabel 3. 8 Klasifikasi dan bobot distribusi sekolah
Tabel 3. 9 Klasifikasi dan bobot penggunaan lahan
Tabel 3. 10 Klasifikasi dan bobot jarak sekolah ke permukiman
Tabel 3. 11Klasifikasi dan bobot jarak jalan ke permukiman
Tabel 3. 12 Skala Perbandingan perpasangan
Tabel 3. 13 Nilai Ri berdasarkan ordo
Tabel 3. 14 Tabel Matriks Perbandingan
Tabel 4. 1 Matrik Perbandungan Berpasangan......................................................58
Tabel 4. 2 Tabel Matrik Eigenvektor.....................................................................58
Tabel 4. 3 Kriteria potensi lokasi SMAN dan SMKN baru di Kota Bandung.......60
Tabel 4. 4 Tabel klasifikasi potensi SMAN dan SMKN baru...............................62

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1. 1 Peraturan Zonasi...................................................................................69


Tabel 1. 2 Radius SMAN di Kota Bandung...........................................................70
Lampiran 1.1 Peta Persebaran SMA dan SMk Negeri di Kota Bandung
Lampiran 1.2 Peta Kepadatan Peduduk Usia 16 - 18 tahun di Kota Bandung
Lampiran 1.3 Peta Guna Lahan Kota Bandung
Lampiran 1.4 Peta Radius SMAN di Kota Bandung
Lampiran 1.5 Peta Potensi SMAN dan SMKN di Kota Bandung
DAFTAR ISTILAH

Permen = Peraturan Pemerintah

Pergub = Peraturan Gubernur

SIG = Sistem Informasi Geografis

AHP = Analitical Hierachy Process

UU = Undang Undang

UUD = Undang – Undang Dasar

SD = Sekolah Dasar

Mi = Madrasah Ibtidaiyah

SMP = Sekolah Menengah Pertama

MTs = Madrasah Tsanawiyah

SLTP = Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SMA = Sekolah Menengah Atas

SMK = Sekolah Menengah Kejuruan

RDTR = Rencana Detail Tata Ruang

SPU = Sarana Pelayanan Umum

x
DAFTAR SIMBOL

K = jumlah kelas yang dicari

n = jumlah set data

Ki = Kelas Interval

Xt = Data Tertinggi

Xr = Data Terendah

k = Jumlah Kelas yang diinginkan

A = elemen matriks

n = jumlah ordo matriks

CI = Consistency Index

λ max = nilai eigen maksimum

n = ordo matriks

CR = Consistency Ratio

RI = Random Index

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan komitmen Negara yang

tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang memiliki nilai dan tuntunan

penyelenggaraan Pendidikan Indonesia. Pendidikan sudah seharusnya menjadi

prioritas Negara dalam penyelenggaraan guna menciptakan Negara maju dan

bersaing pada masa yang akan datang.

1.1 Latar Belakang

Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB adalah penerimaan peserta

didik untuk jenjang taman kanak – kanak , sekolah dasar, sekolah menengah

pertama dan sekolah menengah atas yang di laksanakan pada awal tahun pelajaran

baru. PPDB jenjang SMA dilakukan secara online, prioritasnya adalah anak usia

16 – 18 tahun. Seleksi dilakukan melalui jalur zonasi, jalur afirmasi, perpindahan

orang tua dan anak guru serta jalur prestasi. Dalam implementasinya sejak tahun

2018, Provinsi Jawa Barat telah menerapkan jalur zonasi dengan nama Jalur WPS

(Warga Penduduk Sekitar) dan sejak Tahun 2019 mulai dipergunakan sistem

zonasi.

Melalui sistem zonasi ini diharapkan semua warga Provinsi Jawa Barat

bisa mendapatkan pendidikan yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal.

Kelebihan sistem zonasi ini menurut Dinas Pendidikan adalah pemerataan

pendidikan, lebih hemat waktu, lebih hemat biaya trasnportasi, kondisi peserta

1
didik lebih bugar, serta mengurangi kemacetan (Dian Purwanti, Ira Irawati, Jossy

Adiwisastra, Herijanto Bekti. 2019).

2
2

Selain pemerataan akses, masalah yang ingin diselesaikan oleh kebijakan

ini ialah pemerataan kualitas pendidikan. Dari kebijakan yang dikeluarkan,

mendikbud ingin agar semua sekolah menjadi sekolah favorit (Pratama, 2017).

Dengan kata lain kebijakan zonasi dipandang sebagai solusi untuk menyelesaikan

dua masalah pokok pendidikan, yaitu pemerataan akses dan kualitas pendidikan.

Pada hakikatnya pemerataan pendidikan memiliki dua dimensi yaitu keadilan dan

inklusi (OECD, 2008:2).

Untuk mengatasi pemerataan pendidikan di Indonesia pemerintah

mengeluarkan kebijakan sistem zonasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019. Kebijakan sistem zonasi

ini sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang

ditindaklanjuti oleh Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2019

tentang Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Sekolah Menengah Atas,

Sekolah Menengah Kejuruan, Dan Sekolah Luar Biasa.

Efektifitas sistem zonasi ini masih dipertanyakan di Kota Bandung

dikarenakan banyak dari masyarakat yang memiliki keluhan seperti tidak adanya

SMA Negeri diwilayah tersebut, lalu sistem zonasi ini adalah pembatas yang

membuat siswa tidak bebas dalam memilih sekolah yang diinginkan. Namun

demikian kebijakan zonasi ini berbeda dengan harapan masyarakat pada

umumnya. Hal ini karena masyarakat menginginkan sekolah berkualitas bagi

anak-anaknya. Seperti yang dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Andini (2009) bahwa dalam memilih sekolah hal pertama yang paling

menentukan ialah kualitas sekolah dan lokasi menjadi pertimbangan yang

terakhir (Andini, 2009)


3

1.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan Penelitian yang penulis ajukan ini dapat diidentifikasikan

sebagai berikut:

1. Belum meratanya persebaran Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah

Menengah Kejuruan Negeri tiap kecamatan di Kota Bandung.

2. Tidak adanya Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah Menengah

Kejuruan Negeri di kecamatan tertentu.

1.3 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat di angkat dari permasalahan di atas adalah:

1. Bagaimana peta persebaran Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah

Menengah Kejuruan Negeri di Kota Bandung ?

2. Dimana lokasi yang tepat untuk didirikan Sekolah Menengah Atas Negeri dan

Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di Kota Bandung ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan Penelitian ini adalah:

1. Mengetahui persebaran Sekolah Menengah Atas Negeri dan Sekolah

Menengah Kejuruan Negeri di Kota Bandung.

2. Mengetahui lokasi yang tepat untuk pendirian Sekolah Menengah Atas

Negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri baru dengan metode AHP di

Kota Bandung.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk membantu pemerintah mengetahui

wailayah yang tidak mendapat pemerataan zonasi sekolah dan efektifitas

diberlakukannya zonasi tersebut. Dan juga supaya masyarakat tidak bingung


4

memilih sekolah serta adanya peningkatan kualitas disetiap sekolah dan tidak ada

lagi sekolah yang di anggap favorit.


BAB 2

DASAR TEORI

2.1. Pendidikan

Secara umum, yang dimaksud dengan pendidikan adalah mengikuti

kegiatan proses pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan.

Peserta didik sekaligus mengikuti kebiasaan dari sekumpulan besar manusia dari

satu generasi kegenerasi yang lain dengan melalui proses pengajaran oleh guru,

pelatihan dan juga penelitian (https://www.kozio.com).

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Pendidikan adalah proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara

dan pembuatan mendidik. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,

nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang

dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal

adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (KBBI).

2.1.1. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan

yang dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (UU No. 20, 2003).

5
6

1. Jenjang Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain

yang sederajat (UU No. 20, 2003).

2. Jenjang Pendidikan Menengah Pertama

Pengertian Pendidikan Dasar SMP Sekolah Menengah Pertama (disingkat

SMP) adalah jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia

setelah lulus dari Sekolah Dasar (SD atau sederajat). Sekolah menengah pertama

ditempuh dalam kurun waktu 3 tahun (kelas 7 sampai kelas 9). Dulunya sekolah

menengah pertama ini pernah disebut sebagai Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(SLTP), hingga pada tahun ajaran 2003-2004 SLTP diganti dengan sebutan

Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selain itu ada juga Madrasah Tsanawiyah

(MTs) dan Program Paket B (UU No. 20, 2003).

3. Jenjang Pendidikan Menengah Atas

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan

menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan

menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas

(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan

Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan

dan perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan


7

peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan

kerja (UU No. 20, 2003).

4. Jenjang Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,

spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau

profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan

ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian (UU No. 20, 2003).

2.1.2. Sarana Prasarana Pendidikan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mendefinisikan sarana

pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara

langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah seperti: gedung

sekolah, ruangan, meja, kursi, alat peraga dan lain-lain sedangkan prasarana

pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara

tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah seperti:

jalan menuju sekolah, halaman sekolah, lokasi/tempat, bangunan sekolah.

Menteri Pekerjaan Umum dalam keputusan No.378/KPTS/1987 membagi

jenis fasilitas pendidikan sebagai berikut :

1. Taman Kanak-Kanak, merupakan fasilitas pendidikan yang paling dasar

yang diperuntukkan bagi anak-anak usia 5-6 tahun.


8

2. Sekolah Dasar, merupakan fasilitas pendidikan yang disediakan untuk

anak- anak usia antara 6-12 tahun.

3. Sekolah Menengah Pertama, merupakan fasilitas pendidikan yang

berfungsi sebagai sarana untuk melayani anak-anak lulusan Sekolah

Dasar, usia antara 12-15 tahun.

4. Sekolah Menengah Atas, merupakan fasilitas pendidikan yang berfungsi

sebagai sarana untuk melayani anak-anak lulusan SMP, usia antara 15-18

tahun.

2.1.3. Lokasi

Pengertian lokasi menurut KBBI adalah letak atau tempat. Sedangkan

pengertian lokasi menurut para ahli sebagai berikut:

“Lokasi adalah tempat dimana suatu usaha atau aktivitas usaha dilakukan”.

Faktor penting dalam pengembangan suatu usaha atau fasilitas umum adalah letak

terhadap daerah perkotaan, cara pencapaian dan waktu tempuh ke tujuan.

(Swastha 2002:24).

Salah satu faktor yang turut mempengaruhi apakah suatu lokasi menarik

untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas

merupakan tingkat kemudahan di dalam mencapai dan menuju arah suatu lokasi

di tinjau dari lokasi lain di sekitarnya. tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak,

kondisi prasarana transportasi, ketersediaan berbagai sarana penghubung

termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan, serta kenyamanan untuk melalui

jalur tersebut. (Tarigan 2006).


9

2.1.4. Aksesibilitas

Menurut beberapa pakar, Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau

kemudahan lokasi tata guna lahan dalam berinteraksi satu sama lain, dan mudah

atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi (Black, 1981). Pendapat

lain, aksesibilitas adalah ukuran kemudahan yang meliputi waktu, biaya, dan

usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan dari

sebuah sistem (Magribi, 1999).

Dalam pengukuran aksesibilitas, jarak merupakan unsur yang penting. Ada

tiga dimensi dalam ukuran jarak, yaitu :

1. Jarak fisik/geometrik yang diukur dengan satuan panjang.

2. Jarak waktu dengan satuan ukuran waktu tempuh bisa jam, menit, dll.

3. Jarak ekonomi yaitu dihitung dengan biaya yang dibutuhkan untuk

memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain. Suharjdo

(1988) dalam Darsono (2017).

Jarak sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi aksesibilitas tersebut,

maka dalam suatu analisis tentang kota atau rencana kota dikenal suatu standar

lokasi (Jayadinata, 1992), yaitu sebagai berikut pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. 1 Standar Jarak Dalam Kota (Chapin, 2009)


Jarak dari Tempat Tinggal
No. Prasarana (Berjalan Kaki)
1 Pusat tempat kerja 20 – 30 Menit
2 Pusat Kota (Pasar,dsb) 30 – 45 Menit
3 Pasar local 1/4 km atau 10 Menit
4 Sekolah Dasar (SD) dan TK 1⁄ km atau 10 Menit
4
5 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 km atau 20 Menit
6 Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 1⁄2 km atau 20 – 30 Menit
7 Tempat Olahraga (Rekreasi)
10

2.2. Peraturan Zonasi

Peraturan zonasi hakikatnya merupakan instrumen pengendalian pemanfaatan

lahan sehingga bahasan ini akan melihat kedudukan peraturan zonasi dalam

perencanaan kota. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kota meliputi tiga tahapan,

yaitu:

1) perencanaan tata ruang wilayah kota;

2) pemanfaatan ruang wilayah kota; dan

3) pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.

Pelaksanaan pemanfaatan lahan agar sesuai dengan perencanaan lahan yang

telah dibuat, memerlukan aturan yang mengendalikan pemanfaatan lahan (land-

use control). Salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan lahan adalah

peraturan zonasi (zoning regulation).

Peraturan zonasi itu sendiri disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk

setiap zona pemanfaatan ruang kota dan disusun sebagai pedoman pengendalian

pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi telah diakui sebagai salah satu instrumen

untuk mengatur penggunaan lahan, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga

banyak negara lainnya (Gallion dan Eisner, 1994 dan Lang, 1994). Pada beberapa

negara peraturan zonasi (zoning regulation) dikenal juga dengan istilah land

development code, zoning code, zoning ordinance, zoning resolution, zoning by-

law, urban code, panning act, dan lain-lain (Lang, 1994).

Zonasi sendiri menurut Babcock (1979: 416) didefinisikan sebagai: “Zoning is

the division of a municipality into districts for the purpose of regulating the use of

private land”. Pembagian wilayah menjadi beberapa kawasan dengan aturan-

aturan hukum yang ditetapkan lewat peraturan zonasi, pada prinsipnya bertujuan
11

memisahkan pembangunan kawasan industri dan komersial dari kawasan

perumahan (Lang, 1994).

Konsep zonasi mulai dikembangkan di Jerman pada akhir abad ke-19 (Leung,

1989: 158) dan menyebar ke negara lain seperti Amerika Serikat dan Canada pada

awal abad ke-20 sebagai respon atas industrialisasi dan meningkatnya pengaduan

masyarakat yang mengalami gangguan privasi. Gangguan ini merupakan dampak

buruk dari urbanisasi dan pertumbuhan populasi penduduk sehingga pemerintah

harus segera bertindak mencari cara penyelesaian (Lang, 1994).

Peraturan zonasi merupakan perangkat bagi pemerintah selaku pemegang

kewenangan (police power) untuk melindungi kesehatan, keamanan, dan

kesejahteraan publik (Gallion dan Eisner, 1994) Pandangan serupa dikemukakan

Lai dan Schultz (dalam Lang, 1994), peraturan zonasi merupakan salah satu

peraturan yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kota terkait dengan

kepentingan publik. Peraturan zonasi fokus pada penyehatan lingkungan,

pengaturan distribusi peruntukan lahan dan menciptakan pola sirkulasi yang

efisien (Lang, 1994).

2.2.1. Peraturan Zonasi Sekolah

Kebijakan sistem zonasi merupakan kebijakan dalam rangka manajemen

peserta didik yang mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2017/2018. Kebijakan ini

dituangkan melalui Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang penerimaan

peserta didik baru pada TK, SD, SMP, SMA, SMK atau bentuk lain yang

sederajat. Seiring berjalanya waktu kebijakan tersebut diperbaharui. Pada tahun

2018 zonasi diatur dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang

penerimaan peserta didik baru pada TK, SD, SMP, SMA, SMK atau bentuk lain
12

yang sederajat. Sedangkan untuk tahun ajaran 2019/2020 kebijakan ini tertuang

dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik

baru pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK yang diperbaharui kembali menjadi

Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 tentang perubahan atas Permendikbud

Nomor 51 Tahun 2018. Tujuan Permendikbud yang baru ialah mendorong

peningkatan akses layanan pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan fokus

utama dari kebijakan zonasi ialah pemerataan akses layanan pendidikan

(Permendikbud, 2018:51).

Selain pemerataan akses, masalah yang ingin diselesaikan oleh kebijakan ini

ialah pemerataan kualitas pendidikan. Dari kebijakan yang dikeluarkan,

mendikbud ingin agar semua sekolah menjadi sekolah favorit (Pratama, 2017).

Dengan kata lain kebijakan zonasi dipandang sebagai sulusi untuk menyelesaikan

dua maslaah pokok pendidikan, yaitu pemerataan akses dan kualitas pendidikan.

Pada hakikatnya pemerataan pendidikan memiliki dua dimensi yaitu keadilan dan

inklusi (OECD, 2008:2). Keadilan berkaitan dengan keadaan pribadi dan sosial

siswa yang seharusnya tidak mempengaruhi kesempatan dalam menjalani

pendidikan.

Sedangkan inklusi berkaitan dengan persamaan standar pendidikan untuk

semua. Praktiknya pemerataan pendidikan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

penawaran dan permintaan. Penawaran berada di tangan pemerintah sebagai

otoritas publik yang menyediakan pendidikan. Hal ini seringkali dipengaruhi

kebijakan yang dibuat pemerintah. Sementara permintaan datang dari masyarakat

yang merupakan pengguna layanan pendidikan. Oleh karena itu, untuk mencapai

pemerataan pendidikan diperlukan keseimbangan antara penawaran dan


13

permintaan. Salah satu langkah yang yang diambil pemerintah saat ini adalah

dengan menerapkan kebijakan sistem zonasi (Cummings, 2008:66).

Pada PERGUB PPDB tahun 2021 BAB II Pasal 11 menyebutkan bahwa

Satuan Pendidikan Menengah Atas wajib menerima calon Peserta Didik sesuai

kuota berdasarkan ketentuan sebagai berikut :

a. Jalur zonasi, sebesar 50% dari daya tampung sekolah.

b. Jalur Afirmas, sebesar 20% dari daya tampung sekolah dengan rincian:

1. 15% bagi afirmasi keluarga ekonomi tidak mampu dan Disabilitas; dan

2. 5% bagi afirmasi kondisi tertentu.

c. Jalur perpindahan tugas orang tua/wali , sebesar 5% dari daya tampung

sekolah.

d. Jalur prestasi sebesar 25% dari daya tampung sekolah.

e. Dalam hal terdapat sisa kuota hurup b, dan huruf c, maka sisa kuota dialihkan

pada jalur prestasi.

Penyelenggaraan PPDB untuk SMK dilaksanakan dengan ketentuan:

a. Jalur Afirmasi, sebesar 20% dari daya tampung sekolah dengan rincian

1. 15% bagi afirmasi keluarga ekonomi tidak mampu dan disabilitas; dan

2. 5% bagi afirmasi kondisi tertentu.

b. Pesertas didik berdomisili terdekat satuan Pendidikan, dengan kuota10% dari

seluruh daya tampung.

c. Peserta didik dari orang tua/ wali yang berpindah tugas, atau anak guru dengan

kuota 5% dari seluruh daya tampung.

d. Peserta didik yang memiliki prestasi nilai rapor dan prestasi kejuaraan, dengan

kuota sebesar 65% dari seluruh daya tampung, dengan rincian:


14

1. Prestasi nilai rapor, terdiri atas nilai rapor unggulan (persiapan kelas industri)

sebanyak 35% , dan prestasi nilai rapor umum sebanyak 25% ; dan

2. Prestasi kejuaraan sebanyak 5%.

2.3. Sistem Informasi Geografis

SIG atau Sistem Informasi Geografis adalah sistem komputer yang digunakan

untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan, dan menganalisa informasi

- informasi yang berhubungan dengan per-mukaan bumi (Prahasta, 2002:55).

Pada dasarnya, istilah sistem informasi geografi merupakan gabungan dari tiga

unsur pokok yaitu sistem, informasi, dan geografi. Dengan demikian, pengertian

terhadap ketiga unsur-unsur pokok ini akan sangat membantu dalam memahami

SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG merupakan salah

satu sistem informasi. SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur

informasi geografi. Istilah “geografis” meru-pakan bagian dari spasial

(keruangan). Kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian atau tertukar

hingga timbul istilah yang ketiga, geospasial. Ketiga istilah ini mengandung

pengertian yang sama didalam konteks SIG. Penggunaan kata “geografis”

mengandung pengertian suatu persoalan mengenai bumi: permukaan dua atau tiga

dimensi. Istilah “informasi geografis” mengandung pengertian informasi

mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai

posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi, dan informasi mengenai

keterangan keterangan (atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya

diberikan atau diketahui.

SIG digunakan untuk memberi nilai, dengan melakukan pengaturan dan

memperlihatkan data secara tepat, menggabungkannya dengan data lain,


15

melakukan analisis terhadap data, dan menghasilkan data baru yang

berguna, pada gilirannya SIG dapat membantu untuk pengambilan keputusan

(Heywood ,2002).

Gambar 2. 1 Ilustrasi Sistem Informasi Geografis (http//GuruPendidikan.com)


2.3.1. Ciri – Ciri SIG

Ciri-ciri SIG adalah sebagai berikut (Demers, 2003:12):

a. SIG memiliki sub sistem input data yang menampung dan dapat mengolah data

spasial dari berbagai sumber. Sub sistem ini juga berisi proses transformasi

data spasial yang berbeda jenisnya, misalnya dari peta kontur menjadi titik

ketinggian.

b. SIG mempunyai subsistem penyimpanan dan pemanggilan data yang

memungkinkan data spasial untuk dipanggil, diedit, dan diperbaharui.

c. SIG memiliki subsistem manipulasi dan analisis data yang menyajikan peran

data, pengelompokan dan pemisahan, estimasi parameter dan hambatan, serta

fungsi permodelan.
16

d. SIG mempunyai subsistem pelaporan yang menyajikan seluruh atau sebagian

dari basis data dalam bentuk tabel, grafis dan peta.

2.3.2. Subsistem SIG

Subsistem yang dimiliki oleh SIG yaitu data input, data output, data

management, data manipulasi dan analisis. Subsistem SIG tersebut dijelaskan

dibawah ini (Prahasta, 2002):

a. Data Input

Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial

dan data atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggung jawab

dalam mengkonversi atau mentransformasi format data-data aslinya ke dalam

format yang digunakan oleh SIG.

b. Data Output

Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian

basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy seperti: tabel,

grafik, peta dan lain-lain.

c. Data Management

Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam

sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, dan diedit.

d. Data manipulasi dan analisis

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG.

Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan permodelan data untuk

menghasilkan informasi yang diharapkan.

2.3.3. Komponen SIG


17

SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan

lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan

jaringan. Menurut Gistut, komponen SIG terdiri dari perangkat keras,

perangkat lunak, data dan informasi geografi, serta manajemen (Prahasta,

2002). Komponen SIG dijelaskan di bawah ini:

a. Perangkat keras

Pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari

PC desktop, workstations, hingga multiuser host yang dapat digunakan oleh

banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer yang luas,

berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (harddisk) yang besar, dan

mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar. Walaupun demikian,

fungsionalitas SIG tidak terikat secara ketat terhadap karakteristik fisik perangkat

keras ini sehingga keterbatasan memori pada PC pun dapat diatasi. Adapun

perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse,

digitizer, printer, plotter, dan scanner.

b. Perangkat lunak

Bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang

tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap

subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri

dari beberapa modul, hingga tidak mengherankan jika ada perangkat SIG yang

terdiri dari ratusan modul program yang masing- masing dapat dieksekusi sendiri.

c. Data dan informasi geografi

SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan

baik secara tidak langsung dengan cara mengimpornya dari perangkat – perangkat
18

lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendigitasi data

spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel – tabel dan

laporan dengan menggunakan keyboard.

d. Manajemen

Suatu proyek SIG akan berhasil jika diatur dengan baik dan dikerjakan

oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.

2.3.4. Manipulasi Data

Manipulasi data merupakan pokok dalam SIG dalam memperoleh hasil analisis

yang bermanfaat (Prahasta, 2002). Adapun manipulasi SIG antara lain adalah:

a. . Data Integration

Fungsi ini menggabungkan sekumpulan data geografis yang berbeda, agar

dapat diperoleh hasil analisis yang bermanfaat. Walaupun prinsipnya sangat

sederhana, tetapi kenyataannya membutuhkan komputerisasi dalam melakukan

suatu tahapan proses over laying dari data (layar) secara operasi aritmatik dan

relasi data (layar) tersebut.

b. . Cartographic Function

Manipulasi ini pertama yang dilakukan, ketika Sistem Informasi Geografis

mulai bekerja. Contoh manipulasi ini antara lain adalah: mengubah skala peta,

mengkonversi model data dari raster ke vektor atau dari vektor ke raster.

Mengubah proyeksi atau penambahan pada peta (penambahan judul, skala, mata

angin dan sejarah peta).

c. . Spatial Searching

Fungsi ini melakukan pencarian sejumlah lokasi yang penting dari suatu data
19

geografis dengan menggunakan beberapa kriteria pencarian tertentu, lokasi-lokasi

ini dapat berupa titik, garis atau area. Sedangkan empat kriteria pencarian dasar

yang mungkin digunakan adalah jarak antar obyek, sudut antar obyek, interaksi

antar obyek dan apakah suatu obyek terletak diantara obyek lain.

2.3.5. Manajemen Data SIG

Data merupakan hal yang paling utama dalam merancang suatu sistem

informasi, tanpa adanya data sistem informasi tidak akan berjalan sesuai dengan

yang diharapkan. Data merupakan informasi yang dikumpulkan, disimpan dan

dimanipulasi (Prahasta, 2002).

Pengolahan data pada sistem informasi geografis tidaklah sama halnya dengan

data yang diolah oleh sistem lainnya, hal ini dikarenakan data pada sistem

informasi geografis mempunyai sifat-sifat tertentu atau khusus seperti struktur

yang rumit, berisi informasi posisi, informasi yang berhubungan dengan peta dan

data geografis yang berkaitan dengan posisi geografis menggunakan standar

sistem koordinat yang ada.

Data geografis pada dasarnya tersusun oleh dua komponen penting yaitu data

spasial dan data atribut. Perbedaan antara dua jenis data tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Data Spasial

Data Spasial adalah sebagai suatu data yang mengacu pada posisi, objek dan

hubungan diantaranya dalam ruang bumi (Irwansyah, 2013:14). Data spasial

terbagi atas dua model data yaitu model data raster dan model data vector, berikut

penjelasannya :
20

Gambar 2. 2 Tampilan Data Raster dan Vektor (Irwansyah, 2013)


a. Model Data Vektor

Model ini berbasiskan pada titik/point dengan nilai koordinat (x,y) untuk

membangun objek spasialnya. Objek yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian

lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon).

b. Model Data Raster

Data raster adalah data yang dihasilkan dari sistem Penginderaan Jauh. Pada

data raster, objek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang

disebut dengan pixel (picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual)

tergantung pada ukuran pixel-nya.

Data spasial membutuhkan sumber data yang digunakan untuk memodelkan

bentuk permukaan bumi yang di antaranya ialah Irwansyah (2013:17-20):

1. Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah)

Peta analog adalah peta dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog

dibuat dengan teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial

seperti koordinat, skala, arah mata angin, dan lain – lain.

2. Data dari sistem penginderaan jauh (antara lain citra satelit, foto udara, dsb.)

Data Penginderaan Jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang

terpenting bagi SIG karena ketersediaannya secara berskala. Data ini biasanya

direpresentasikan dalam format raster.

3. Data hasil pengukuran lapangan


21

Hasil pengukuran lapangan adalah berupa data batas administrasi, batas

kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dan sebagainya

yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri. Pada umumnya data

ini merupakan sumber data atribut.

4. Data GPS

Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi

SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya

teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vektor. Dalam data

spasial terdapat entitas-entitas yang membangun data tersebut. Data spasial yang

dibangun terbagi menjadi tiga bagian yaitu berupa titik (point), garis (line), dan

area (polygon), (Irwansyah, 2013) berikut penjelasannya :

1. Titik (point)

Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu

objek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk

simbol baik pada peta maupun dalam layar monitor. Contoh: Lokasi Fasilitas

Kesehatan, Lokasi Fasilitas Kesehatan.

2. Garis (line)

Garis merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik

dan merepresentasikan objek dalam satu dimensi. Contoh: Jalan, Sungai.

3. Area (Polygon)

Poligon merupakan representasi objek dalam dua dimensi, Contoh: Danau,

Persil Tanah.

2. Data Atribut
22

Data atribut adalah data yang mendeskripsikan karakteristik atau

fenomena yang dikandung pada suatu objek data dalam peta dan tidak

mempunyai hubungan dengan posisi geografi. Data atribut dapat berupa

informasi numerik, foto, narasi, dan lain sebagainya, yang diperoleh dari data

statistik, pengukuran lapangan dan sensus, dan lain-lain.

Atribut dapat dideskripsikan secara kualitatif dan kuantitatif. Pada

pendeskripsian secara kualitatif, kita mendeskripsikan tipe, klasifikasi, label suatu

objek agar dapat dikenal dan dibedakan dengan objek lain, misalnya: sekolah,

rumah sakit, hotel, dan sebagainya. Bila dilakukan secara kuantitatif, data objek

dapat diukur atau dinilai berdasarkan skala ordinat atau tingkatan, interval atau

selang, dan rasio atau perbandingan dari suatu titik tertentu. Contohnya, populasi

atau jumlah siswa di suatu sekolah 500-600 siswa, berprestasi, jurusan,

dan sebagainya (https://miguelrondonuwu-unsrat.blogspot.com).

2.4. Analisis Spasial

Tipe dasar dari analisis spasial yang dapat digunakan untuk

mengeksplorasi karakteristik spasial dan atribut dari penggabungan layer data

adalah overlay. Menurut Eko Budiyanto (2010) overlay adalah proses tumpang-

susun beberapa buah peta tematik dalam rangkaian kegiatan pengambilan

kesimpulan secara spasial. Overlay digunakan untuk menjawab pertanyaan

tentang fitur geografis terletak di atas fitur geografis lainnya. Dalam

geoprocessing, overlay adalah persimpangan geometrik beberapa dataset untuk

menggabungkan, menghapus, mengubah, atau memperbarui fitur dalam dataset

output. Secara singkatnya, overlay yaitu menampalkan suatu peta digital pada

peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan
23

keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut

(http://www.guntara.com/).

Gambar 2. 3 Prinsip Proses Overlay (Esri,2017)

Overlay merupakan proses menggabungkan dua layer atau lebih termasuk

juga pembentukan kembali topologi dari titik – titik yang digabungkan untuk studi

kesesuaian, perkiraan, dan evaluasi suatu potensi (Diyono, 2002).

Ada beberapa jenis overlay data grafis yang dapat dilakukan pada perangkat

lunak Arcgis, yaitu :

1. Dissolve

Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan batas antara poligon yang

mempunyai data atribut yang identik atau sama dalam poligon yang berbeda. Peta

input yang telah di digitasi masih dalam keadaan kasar, yaitu poligon-poligon

yang berdekatan dan memiliki warna yang sama masih terpisah oleh garis

poligon. Kegunaan dissolve yaitu menghilangan garis-garis poligon tersebut dan


24

menggabungkan poligon-poligon yang terpisah tersebut menjadi sebuah poligon

besar dengan warna atau atribut yang sama.

2. Merge

Merge themes yaitu suatu proses penggabungan 2 atau lebih layer menjadi 1

buah layer dengan atribut yang berbeda dan atribut-atribut tersebut saling mengisi

atau bertampalan, dan layer-layernya saling menempel satu sama lain.

3. Clip

Clip yaitu proses menggabungkan data namun dalam wilayah yang kecil,

misalnya berdasarkan wilayah administrasi desa atau kecamatan. Suatu wilayah

besar diambil sebagian wilayah dan atributnya berdasarkan batas administrasi

yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan yaitu layer dengan luas yang

kecil beserta atributnya.

4. Intersect

Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer input

atau masukan dengan atribut dari tema atau overlay untuk menghasilkan output

dengan atribut yang memiliki data atribut dari kedua theme.

5. Union

Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon dari

tema overlay untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan atau kelas

atribut.

6. Buffer
25

Buffer merupakan konsepsi fungsi atau fasilitas yang dapat ditemui pada

setiap aplikasi SIG termasuk ArcView. Fasilitas ini sering digunakan dalam

pekerjaan analisis yang berkaitan dengan ‘regulasi’ lingkungan (Prahasta, 2002).

Secara anatomis buffer merupakan sebentuk zona yang mengarah keluar dari

sebuah obyek pemetaan apakah itu sebuah titik, garis, atau area (poligon).

Dengan membuat buffer, akan terbentuk suatu area yang melingkupi atau

melindungi suatu obyek spasial dalam peta (Buffered object) dengan jarak

tertentu. Jadi zona-zona yang terbentuk secara grafis ini digunakan untuk

mengidentifikasi kedekatan-kedekatan spasial suatu obyek peta terhadap obyek-

obyek yang berada di sekitarnya (Prahasta, 2002).

Dalam teori perkotaan yang diutarakan oleh Kevin Lynch, menyebutkan

bahwa kota atau kawasan dapat lahir dari elemen-elemen seperti titik (dot/point),

garis (line/path), dan poligon (area). Dari ketiga elemen tersebut yang juga

menjadi elemen peta sebagai representasi kota atau kawasan, buffer juga dapat

terbentuk dari ketiga unsur tersebut. Bentuk buffer akan menyesuaikan dengan

bentuk elemen yang ada.

Gambar 2. 4 Buffer terbangun dari elemen titik, garis, dan poligon


(Prahasta, 2002)
26

Buffer yang terbentuk dari titik biasanya menggambarkan kondisi

mengenai cakupan atau jangkauan pelayanan dari sebuah fungsi di titik tersebut.

Sementara pada buffer yang terbentuk dari unsur garis dan poligon lebih banyak

menggambarkan kondisi dampak dari fenomena yang terkandung dalam unsur

peta tersebut.

Gambar 2. 5 Bentuk buffer yang berangkat dari elemen titik dalam peta
(DeMers, 2009)
Buffer elemen titik dapat berhierarki dalam skala tertentu untuk

menunjukkan pengaruh suatu nilai terhadap area yang dilingkupinya

(DeMers, 2009).

Gambar 2. 6 Bentuk buffer yang berangkat dari elelmen garis (DeMers, 2009)
27

Buffer elemen garis dapat menggambarkan nilai yang terkandung dalamgaris

tersebut sebagai kondisi tertampung contohnya dalam sungai atau kanal

(DeMers, 2009)

Gambar 2. 7 Bentuk buffer yang terbuat dari unsur poligon (DeMers, 2009)

Buffer elemen Poligon seperti contohnya merepresentasikan dampak

keberadaan danau atau suatu kawasan yang mewadahi suatu kegiatan (DeMers,

2009).

2.5. Analiytc Hierarchy Process (AHP)

Analiytc Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung

keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung

keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang

kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan

sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam

suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti

level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level

terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat

diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi

suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan
28

sistematis. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah

dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut :

1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih,

sampai pada subkriteria yang paling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi

berbagai kriteria dan alternative yang dipilih oleh pengambil keputusan.

3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensivitas pengambilan

keputusan.

Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut

(Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani, 1998):

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita

pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada

kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi

dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita

kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.

2. Membuat struktur herarki yang diawali dengan tujuan utama.

Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level

hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria- kriteria yang cocok untuk

mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan

alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda.

Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan).


29

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau

kriteria yang setingkat di atasnya.

Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat

untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin

dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu

menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan

pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam

prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan

berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat

kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai

proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas

hirarki misalnya K dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang

akan dibandingkan misalnya E1,E2,E3,E4,E5.

4. Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah

penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah

banyaknya elemen yang dibandingkan.

Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1

sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen.

Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka

hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa

membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan

pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala


30

perbandingan perbandingan berpasangan dan maknanya yang (Saaty,1993),

bisa dilihat di bawah.

Intensitas kepentingan :

1 = Kedua elemen sama pentingnya, dua elemen mempunyai pengaruh yang

sama besar

3 = Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya,

pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan

elemen yang lainnya

5 = Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya, pengalaman dan

penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang

lainnya

7 = Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, satu

elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek.

9 = Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, Bukti yang

mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memeliki tingkat

penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang

berdekatan, Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan

Kebalikan = Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan

aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i.

1. Menghitung nilai eigen dengan menguji konsistensi

Jika nilai eigen yang dihasilkan adalah termasuk dalam nilai yang tidak

konsisten maka pengambilan data diulangi.

2. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.


31

Mengihitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan

yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-elemen

pada tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan

lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai

dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh

normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai- nilai dari setiap baris dan

membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata.

3. Memeriksa konsistensi hirarki

Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index

konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar

menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai

yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10

%.

2.6. Penelitian sebelumnya

Penelitian – penelitian yang serupa telah dilakukan sebelumnya, , sebab

penelitian-penelitian terdahulu dirasa sangat penting dalam sebuah

penelitian yang akan dilakukan. Beberapa Penelitain terdahulu yang mendasari

penelitian ini pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. 2 Penelitian Sebelumnya

No Penulis Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian


1 Nugi EVALUASI Metode yang Hasil dari penelitian
Qiyada LOKASI digunakan ini adalah terdapat 2
SEKOLAH adalah kriteria skolah dari
Timor
MENENGAH kuantitatif hasil tersebut di
MENGGUNAKAN dengan dapat 45 sekolah
SISTEM kriteria sesuai dengan
INFORMASI skoring untuk peraturan UU no 24
32

GEOGRAFIS menentukan tahun 2007 dan 4


BERDASARKAN lokasi yang sekolah tidak
sesuai sesuai dengan UU
PERMENDIKNAS
menurut UU no 24 tahun 2007
NO 24 TAHUN
No 24 tahun
2007 DAN NO 40 2007
TAHUN 2008
(Studi Kasus : Kota
Malang, Jawa
Timur) 2019

Tabel 2. 3 Penelitian Sebelumnya (lanjutan)

No Penulis Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian

2 Mardi ARAHAN Metode Faktor prioritas untuk


PENEMPATAN yang menentukan
LOKASI digunakan penempatan lokasi SMP
SEKOLAH adalah di Kabupaten Rembang
MENENGAH Kualitatif adalah faktor penduduk
PERTAMA dengan dan faktor distribusi
BERDASARKAN kriteria sekolah, Sedangkan
KARKTERISTIK pengambilan kriteria yang paling
WILAYAH DI keputusan menentukan dalam
KABUPATN AHP menempatkan lokasi
REMBANG tahun SMP di Kabupaten
2009 Rembang adalah jumlah
lulusan SD dan jumlah
SMP yang sudili ada.
Wilayah prioritas
penambahan unit SMP
di Kabupaten Rembang
adalah• kecamatan
Sarang, Kragan, Sedan,
Kaliori, Sale, Guneni,
Bulu d
33

3 Agnes ANALISIS Metode Lokasi yang tepat untuk


Shelvira POTENSI yang di mendirikan Puskesmas
Herwieany LOKASI gunakan baru di kota Bekasi.
PUSKESMAS yaitu Lokasi yang tepat
BARU metode berada di beberapa desa
BERBASIS kualitatif Cikiwul, Ciketingudik
SISTEM dengan dan Sumurbatu yang
INFORMASI mementukan berada di kecamatan
GEOGRAFIS nilai bobot Bantar Gebang
(STUDI KASUS: AHP untuk kemudian di Kecamatan
KOTA BEKASI) menentukan Mustika Jaya terdapat
tahun 2019 lokasi yang di Desa Cimuning,
sesuai kemudian di Kecamatan
Jatiasih terdapat pada
desa Jatikarya.

Tabel 2. 4 Penelitian Sebelumnya (lanjutan)

No Penulis Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian


4 Erna SISTEM Penelitian ini Hasil dari penelitian
Kharistiani INFORMASI menggunaka ini adalah sebuah
, Eko GEOGRAFIS n metode aplikasi Sistem
Aribowo PEMETAAN pengumpula Informasi Geografis
POTENSI n data Pemetaan Potensi
SMA/SMK dengan cara SMA/SMK
BERBASIS WEB observasi, Berbasis Web di
(Studi Kasus : studi kabupaten
Kabupaten literatur, dan Kebumen yang
Kebumen) wawancara. dapat memberikan
informasi tentang
SMA/SMK.
34

5 Muhsin PENENTUAN Metode yang Berdasarkan peta


Nur LOKASI di gunakan persebaran SMAN
Alamsyah SEKOLAH yaitu metode di Kabupaten
MENENGAH kualitatif Gunungkidul.
ATAS NEGERI dengan Masih terdapat
BERDASARKAN mementukan kecamatan yang
SISTEM ZONASI nilai bobot belum terdapat
MENGGUNAKA AHP untuk SMAN di
N SISTEM menentukan kecamatannya.
INFORMASI lokasi yang Kecamatan tersebut
GEOGRAFIS sesuai antara lain
METODE Girisubo, tepus,
ANALYTICAL Saptosari,
HIERARCHY Purwosari, Ponjong,
PROSES (STUDI Gedangsari, Nglipar
KASUS serta Ngawen.
KABUPATEN Dalam hal ini dapat
GUNUNGKIDUL disimpulkan bahwa
PROVINSI di Kabupaten
DAERAH Gunungkidul perlu
ISTIMEWA adanya penambahan
YOGYAKARTA) SMAN baru
sebagai Pendidikan
penduduk usia dini
agar terjaminnya
standar Pendidikan
Indonesia.
BAB 3

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mencari data sebagaimana yang

diungkapkan Sudikan (dalam Bungin 2003(a) : 53) metode yaitu “salah satu

kegiatan rangkaian ilmiah baik untuk keperluan mengumpulkan data ataupun

untuk menarik kesimpulan dari gejala-gejala tertentu”.

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan

Analisis. Metode penelitian kualitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang

bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Landasan teori

dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai fakta di lapangan.

Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam –

dalamnya melalui pengumpulan data sedalam – dalamnya. Penelitian kualitatif

menekankan pada kedalaman data yang di dapatkan. Semakin dalam dan

detail data yang didapatkan, maka semakin baik kualitas dari penelitian kualitatif

ini (Kriyanto,2006).

Metode Analisis penelitian ini dengan cara menganalisis lokasi yang akan

dijadikan pembangunan sekolah. Analisis ini meliputi tingkat kepadatan

penduduk, jarak sekolah, jumlah siswa di lingkungan tersebut serta tingkat

aksesbilitas penduduk ke sekolah. Dari hasil analisis ini nanti dapat ditarik

kesimpulan tentang lokasi yang strategis untuk pendirian sekolah (Mardi,2009).

35
36

3.2. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang laksanakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari

diagram dibawah:

Gambar 3. 1 Kerangka Pemikiran


37

Adapun penjelasan diagram alir di atas adalah:

i. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Identifikasi adalah tahap awal untuk mengidentifikasi suatu masalah terkait

persoalan yang terjadi di dalam sebuah penelitian. Setelah dilakukan idetifikasi

masalah selanjutnya dilakukan perumusan masalah.

ii. Permasalahan Zonasi

Permasalahan zonasi disini berkaitan dengan banyaknya orang tua murid

yang ini anaknya masuk kesekolah yang di anggap favorit di Kota Bandung. Oleh

karena itu banyak yang memalsukan identitas atau domisili peserta didik yang

ingin ke sekolah yang di anggap favorit.

iii. Studi Literatur

Studi Literatur dilakukan untuk mendapat referensi yang berhubungan

dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan tugas akhir. Referensi yang

di gunakan dalam penelitian ini adalah referensi yang terkait dibidang sistem

informasi geografis khususnya dalam bidang persebaran sekolah dan efektifiatas

kebujakan penerimaan peserta didik baru.

iv. Pengumpulan data Sekunder

Pengumpulan data adalah tahap mengumpulkan sejumlah data yang dibagi

menjadi data spasial dan data atribut yang akan digunakan dalam mengerjakan

tugas akhir. Data spasial yang di gunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah

peta batas administrasi, peta jaringan jalan, peta persebaran permukiman, peta

penggunaan lahan, koordinat lokasi SMAN. Lalu ada data atribut untuk

melengkapi data yang dibutuhkan berupa data jumlah penduduk di setiap

kecamatan dan data PPDB tahun 2020/2021


38

v. Pengolahan Data

Setelah didapatkan data sekunder dari pemerintah Kota Bandung terkait

kemudian dilakukan proses pengolahan data pada software arcgis menggunakan

metode buffering.

vi. Analisis Data

Pengembangan dari metode buffering kemudian dilakukan analisis dan

penyesuaian dengan peraturan zonasi yang berlaku di Kota Bandung tentang

persebaran fasilitas Pendidikan (SMAN)

vii. Zonasi Pendiikan Kota Bandung

Hasil akhir dari analisis data tersebut berupa Kawasan yang tercover oleh

zonasi Pendidikan kota bandung dan selain itu dapat dikembangkan menjadi

acuan terkait zonasi Pendidikan (SMAN) Kota Bandung.

3.3. Oprasional Penelitian

Operasional penelitian terdiri dari lokasi penelitian, data, dan rancangan

penelitian. Lokasi penelitian ialah subjek tempat dimana kegiatan penelitian itu

dilaksanakan. Data penelitian ialah unsur terpenting dalam penelitian yang

merupakan objek penelitian. Rancangan penelitian merupakan proses atau

tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini.

3.3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di wilayah Kota Bandung. Kota Bandung terletak

pada posisi 107°36′59.3″ Bujur Timur dan 06°54′12.9″ Lintang Selatan. Luas

wilayah Kota Bandung adalah 16.729,65 Ha. Sebelah Utara berbatasan dengan

Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, sebelah Barat berbatasan

dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi, sebelah Timur berbatasan
39

dengan Kabupate Bandung, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten

Bandung. Kota Bandung memiliki 30 kecamatan dan 151 kelurahan.

Gambar 3. 2 Wilayah Administrasi Kota Bandung (Google Maps 2022)

3.3.2. Data Penelitian

1. Data Shapefile

Data Shapefile yang diperlukan pada penelitian ini dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 3. 1 Data Shapefile

No. Jenis Data Format Data Sumber Data Tahun

Shapefile Dinas PUPR Kota


1. Peta Administrasi 2016
(.shp) Bandung

Shapefile Dinas PUPR Kota


2. Peta Jaringan Jalan 2016
(.shp) Bandung
Peta Persebaran Shapefile Dinas PUPR Kota
3. 2016
Permukiman (.shp) Bandung

Shapefile Dinas PUPR Kota


4. Peta Penggunaan Lahan 2016
(.shp) Bandung
40

2. Koordinat SMAN dan SMKN di Kota Bandung

Koordinat lokasi sekolah untuk melihat letak SMAN di Kota Bandung. Data

koordinat ini didapat dari pengamatan GPS handheld. Dari data tersebut dapat

diperoleh data persebaran SMAN di Kota Bandung pada tabel dibawah sebagai

berikut.

Tabel 3. 2 Titik Koordinat sebaran SMAN dan SMKN di Kota Bandung

NO NAMA SEKOLAH X Y
1 SMA NEGERI 1 788680 9237020
2 SMA NEGERI 2 787718 9237690
3 SMA NEGERI 3 788981 9235141
4 SMA NEGERI 4 787188.5 9234376
5 SMA NEGERI 5 789051.3 9235172
6 SMA NEGERI 6 787080.2 9235247
7 SMA NEGERI 7 788978.5 9233944
8 SMA NEGERI 8 790199.7 9232201
9 SMA NEGERI 9 785759.5 9236390
10 SMA NEGERI 10 792125.9 9236196
11 SMA NEGERI 11 788476.3 9232009
12 SMA NEGERI 12 792400.7 9231917
13 SMA NEGERI 13 783478.7 9236168
14 SMA NEGERI 14 791297.1 9236176
15 SMA NEGERI 15 784495 9238941
16 SMA NEGERI 16 793583.3 9233539
17 SMA NEGERI 17 784557.4 9231862
18 SMA NEGERI 18 785655.7 9232296
19 SMA NEGERI 19 789160 9239406
20 SMA NEGERI 20 789805.2 9236054
21 SMA NEGERI 21 795212.4 9230146
22 SMA NEGERI 22 790692.5 9231850
23 SMA NEGERI 23 794504 9235073
24 SMA NEGERI 24 797129.8 9235544
25 SMA NEGERI 25 794530.6 9229143
26 SMA NEGERI 26 801137.7 9234504
27 SMA NEGERI 27 799155.5 9229903
28 MAN 1 784183.1 9234002
29 MAN 2 800207.6 9233438
30 SMK NEGERI 1 788289.1 9235073
31 SMK NEGERI 2 789878.9 9235850
Tabel 3. 3 Titik Koordinat sebaran SMAN dan SMKN di Kota Bandung (lanjutan)
41

NO NAMA SEKOLAH X Y
32 SMK NEGERI 3 790274.1 9232130
33 SMK NEGERI 4 790512.1 9231904
34 SMK NEGERI 5 792429.8 9237674
35 SMK NEGERI 6 796147.6 9231984
36 SMK NEGERI 7 793926.1 9231967
37 SMK NEGERI 8 790408.7 9232058
38 SMK NEGERI 9 793599.8 9232074
39 SMK NEGERI 10 793695 9229336
40 SMK NEGERI 11 782765.9 9237605
41 SMK NEGERI 12 786497.1 9235820
42 SMK NEGERI 13 793599.7 9232167
43 SMK NEGERI 14 793703.9 9229446
44 SMK NEGERI 15 789365 9233987
45 SMK NEGERI 16 793585.8 9233568

3. Data Jumlah Penduduk Tiap Kecamatan

Data sensus penduduk ini diperoleh dari website BPS Kota Bandung tahun

2019. Untuk mendapatkan data kepadatan penduduk maka perlu melakukan

pengolahan data terlebih dahulu yaitu jumlah penduduk dibagi dengan luas area

kecamatan. Setelah data di dapat lalu melakukan pengolahan di aplikasi

pengolahan data SIG agar diperoleh data spasial yang diinginkan. Data tersebut

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 4 Jumlah Penduduk usia 16 - 18 tahun (BPS Kota Bandung Tahun 2019)

JIW
N PENDUDUK USIA 16-18 LUAS
KECAMATAN A/
O TAHUN (Km²)
Km²
1 ANDIR 4579 4.2051 851
2 ANTAPANI 3371 4.8116 595
3 ARCAMANIK 3805 6.8599 422
ASTANA
4 3592 2.6449 1075
ANYAR

Tabel 3. 5 Jumlah Penduduk usia 16 - 18 tahun (BPS Kota Bandung Tahun 2019)
(lanjutan)
42

N PENDUDUK USIA 16-18 LUAS JIWA


KECAMATAN
O TAHUN (Km²) / Km²
BABAKAN
5 1048 7.2211 145
CIPARAY
BANDUNG
6 3085 5.2917 490
KIDUL
BANDUNG
7 7128 6.8553 749
KULON
BANDUNG
8 1383 3.5085 323
WETAN
BATUNUNGG
9 6131 4.8509 1061
AL
BOJONG
10 6470 3.0705 1622
KALER
BOJONG
11 4432 4.8835 699
KIDUL
12 BUAH BATU 4850 7.1299 553
CIBEUNYING
13 3363 4.604 596
KALER
CIBEUNYING
14 5700 4.0869 1124
KIDUL
15 CIBIRU 3951 6.8463 414
16 CICENDO 4866 7.6774 499
17 CIDADAP 2577 7.7108 275
18 CINAMBO 1223 4.1955 236
19 COBLONG 5576 7.0961 629
20 GEDEBAGE 2058 9.593 178
KIARACONDO
21 6484 5.6832 940
NG
22 LENGKONG 3579 5.7358 516
MANDALAJAT
23 3648 4.752 602
I
43

PANYILEUKA
24 1792 5.0692 315
N
25 RANCASARI 3985 7.4563 452
26 REGOL 3907 4.7588 648
27 SUKAJADI 4991 5.207 782
464.9
28 SUKASARI 3680 6.2332
3
SUMUR 480.9
29 2076 3.4452
BANDUNG 6
UJUNGBERUN 576.0
30 4586 6.128
G 4

3.4. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian secara garis besar terbagi menjadi tiga tahapan yaitu

tahap identifikasi awal dan rumusan masalah, tahap pengumpulan data dan tahap

pengolahan data. Adapun diagram alir rancangan penelitian dapat dilihat pada

gambar 3.3 dibawah ini


44

Gambar 3. 3 Rancangan Penelitian


a. Tahap Persiapan dan Pengumpulan data

Tahapan ini meliputi melakukan studi literatur sebelum melakukan penelitian

sebagai perbandingan

b. Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini melakukan pengolahan dengan menggunakan perangkat lunak

atau aplikasi pemetaan dan pemberian skoring dan pembobotan berdasarkan

rumus AHP yang sudah di tentukan dan data yang sudah dikumpulkan.
45

c. Skoring

Pemberian skoring pada setiap parameter data sebelum melakukan proses

overlay dalam penentuan parameter yang akan digunakan untuk menentukan

lokasi sekolah baru menggunakan metode AHP seperti Penduduk, Distribusi

Sekolah, Lahan, Jarak, Aksebilitas.

d. Overlay

Tahap ini merupakan tahap penggabungan dari semua parameter

menggunakan toolbox intersect pada perangkat lunak sistem informasi

geografis. Atribut skoring dari tiap parameter nantinya akan di overlay yang

menghasilkan layer baru sehingga mendapatkan kalkulasi skor secara

otomatis. Dari hasil tersebut terdapat lima klasifikasi untuk penentuan lokasi

sekolah baru sangat tidak sesuai, tidak sesuai, kurang sesuai, sesuai, sangat

sesuai.

e. Pembuatan klasifikasi untuk lokasi sekolah baru hasil overlay dari 5 (lima)

parameter pembobotan menggunakan AHP dapat menginformasikan sebaran

lokasi kecamatan yang klasifikasinya sangat tidak sesuai, tidak sesuai, kurang

sesuai, sesuai, sangat sesuai.

f. Hasil akhir dari analisis ini berupa gambar atau peta lokasi potensi sekolah

baru di Kota Bandung.

3.5. Tahapan Pembobotan.

Dalam Tahapan Penelitian terdapat beberapa langkah diantaranya:

1. Menentukan Kriteria

Kriteria yang dibuat merupakan rincian dari permasalahan penentuan lokasi

SMAN baru yang akan dibangun berdasarkan factor-faktor di bawah ini:


46

a) Jumlah dan kepadatan penduduk

b) Jenis penggunaan lahan

c) Fungsi jalan/Aksesbilitas

d) Jarak SMAN dari Pemukiman

e) Distribusi SMAN di Gunungkidul

2. Pembobotan Parameter.

Faktor yang dominan untuk penentuan lokasi SMAN baru adalah Jumlah atau

kepadatan penduduk, sedangkan Dsitribusi sekolah adalah setelahnya, kemudian

fungsi Lahan, jarak dan jalan atau aksesbilitas. (Mardi, 2009) dapat dilihat pada

tabel 3.4.

Tabel 3. 6 Bobot AHP SMAN (Mardi, 2009)

No Parameter Bobot
1 Penduduk 10,29283
2 Distribusi Sekolah 5,095618
3 Lahan 2,511952
4 Jarak 1,01992
5 Aksebilitas 1

3. Klasifikasi dan Pembobotan Sub Parameter.

Proses klasifikasi dilakukan untuk mengelompokan kelas-kelas kerentanan.

Bobot adalah nilai yang diberikan terhadap poligon peta untuk mempresentasikan

tingkat kedekatan, keterkaitan atau beratnya dampak tertentu pada suatu fenomena

secara spasial. Skor diberikan pada peta-peta tematik yang menjadi indicator

dalam proses analisis spasial. Pembobotan sub parameter adalah pemberian bobot

pada peta detail terhadap masing-masing parameter yang berpengaruh terhadap


47

penentuan lokasi SMAN baru. Semakin besar pengaruh parameter terhadap

penentuan lokasi potensi SMAN baru maka bobot yang diberikan semakin tinggi.

a. Jumlah Penduduk atau kepadatan penduduk.

Jumlah penduduk usia 16 – 18 tahun mempengaruhi penentuan lokasi potensi

SMAN karena semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak

kemungkinan masyarakat yang bersekolah ke jenjang SMAN. Berikut

pengkelasan dan bobot jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3. 7 Klasifikasi dan bobot kepadatan penduduk menurut usia

No Jumlah Penduduk Nilai Total Bobot (Nilai Bobot *


Bobot 10,293)
1 145 – 323 Jiwa/Km2 1 10,293

2 323 – 516 Jiwa/Km2 2 20,586

3 516 – 699 Jiwa/Km2 3 30,879

4 699 – 940 Jiwa/Km2 4 41,172

5 940 – 1622 Jiwa/Km2 5 51,465

b. Distribusi Sekolah

Distribusi sekolah menentukan faktor penentuan lokasi sekolah baru. Dimana

bila di suatu kecamatan sudah ada SMAN atau belum ada SMAN bisa untuk

bobot pembanding dalam penentuan Lokasi yang strategis dapat dilihat pada tabel

3.6.

Tabel 3. 8 Klasifikasi dan bobot distribusi sekolah

No Lokasi Sekolah di Nilai Total Bobot (Nilai


48

Kecamatan Bobot Bobot * 5,096)


1 Tidak terdapat sekolah 5 25,48
2 Terdapat sekolah 1 5,096

c. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan mempengaruhi penentuan lokasi potensi SMAN karena

letak SMAN dipengaruhi oleh letak dari penduduk itu sendiri yaitu daerah

pemukiman. Berikut kelas serta bobot penggunaan lahan pada tabel 3.7.

Tabel 3. 9 Klasifikasi dan bobot penggunaan lahan

No Penggunaan Nilai Total Bobot (Nilai


Lahan Bobot Bobot * 2,152)
1 Permukiman 5 10,76
2 Selain Permukiman 1 2,152

d. Jarak Sekolah dengan pemukiman

Jarak sekolah dengan pemukiman menentukan lokasi yang tepat untuk

mendirikan SMAN baru. Semakin jauh jarak dari SMAN yang sudah ada maka

semakin bagus untuk mendirikan rencana lokasi SMAN baru pada tabel 3.8.

Tabel 3. 10 Klasifikasi dan bobot jarak sekolah ke permukiman

No Jarak Nilai Bobot Total Bobot (Nilai Bobot * 1,02)


1 >7000m 5 5,1
2 1– 1 1,02
7000m
e. Jarak Jalan

Jarak jalan mempengaruhi dalam penentuan lokasi potensi SMAN baru

karena lokasi SMAN yang baik adalah yang aksesibiltasnya bagus, dengan ini

kegunaan lahan pemukiman dengan jarak paling dekat memiliki nilai bobot paling

besar seperti dilihat pada tabel 3.11


49

Tabel 3. 11Klasifikasi dan bobot jarak jalan ke permukiman

No Jarak Jalan Nilai Total Bobot


Bobot (Nilai Bobot * 1)
1 0 – 300m 5 5
2 300 – 600m 4 4
3 600 – 1200m 3 3
4 1200 – 3000m 2 2
5 >3000 1 1

3.6. Tahap Analisis Data

Tahapan analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Comparative Judgement (Penilaian perbandingan)

Prinsip ini mengandung arti membuat penilaian tentang kepentingan relatiF

dua unsur pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat atasnya.

Agar lebih terstruktur, hasil dan penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks

perbandingan berpasangan atau Pairwise Comparison.

Adapun skala dasar yang digunakan untuk membandingkan unsur-unsur yang

ada menurut L.Saaty (1991).

Tabel 3. 12 Skala Perbandingan perpasangan (L. Saaty, 1991)

Skala Unsur yang


dibandingkan
1 Sama penting
3 Sedikit lebih penting
5 Lebih penting
7 Sangat penting
9 Mutlak lebih penting
50

2,4,6,8 Nilai yang berdekatan

2. Bobot Proritas

Setiap elemen hierarki memiliki bobot prioritas. Bobot tersebut

menggambarkan sebesar apa solusi tersebut dapat dipandang sebagai penyelesaian

masalah yang sedang dihadapi. Untuk memperoleh bobot prioritas tersebut maka

perlu dilakukan perhitungan eigenvector. Perhitungan bobot prioritas dilakukan

dengan cara berikut:

a) Menghitung nilai eigenvector dengan rumus berikut; Eigenvector = (A1 x A2

x A3 x ….. x An)1/n…………………………………….……………..(3.1)

Keterangan: A = elemen matriks

n = jumlah ordo matriks

b) Menjumlahkan semua nilai eigenvector untuk memperoleh eigen total

c) Membagikan eigenvector masing-masing elemen dengan eigen total untuk

memperoleh bobot prioritas. Semakin besar bobot prioritas yang diperoleh,

maka semakin dipandang layak unsur matriks tersebut untuk dijadikan solusi

dari masalah yang ingin dipecahkan.

3. Logical Consistency (Konsistensi Logis)

Hasil dari perhitungan bobot prioritas tidak dapat secara langsung digunakan

untuk mengambil keputusan melainkan perlu terlebih dahulu dilakukan uji

konsistensi. Untuk mengetahui apakah perhitungan yang kita lakukan konsisten,


51

maka perlu dihitung Consistency index (CI) dan Consistency Ratio (CR).

Perhitungan CI dan CR dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

λ max−n
CI = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. (3.2)
n−1

CI = Consistency Index

λ max = nilai eigen maksimum

n = ordo matriks

Eigen maksimum (λmax) merupakan hasil rerata pembagian dari bobot

sintesis dengan bobot prioritas. Bobot sintesis diperoleh dengan cara

menjumlahkan masing-masing elemen matriks normalisasi berdasarkan baris

matriks.

Nilai Consistency Ratio (CR) merupakan nilai yang menunjukkan apakah

hasil perhitungan matrik yang kita buat adalah konsisten. Hasil perhitungan

dianggap kosisten apabila nilai CR < 0,1. Rumus perhitungan CR adalah sebagai

berikut:

CI
CR= ………………………………………………………………….
RI

(3.3)

CR = Consistency Ratio

CI = Consistency index

RI = Random Index
52

Nilai Random Index (RI) sendiri tergantung pada ordo matriks yang kita buat.

Nilai random indeks berdasarkan ordo matriks disajikan sebagai berikut:

Tabel 3. 13 Nilai Ri berdasarkan ordo (L.Saaty, 1991)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
RI 0 0 5.8 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51

Saaty (1991) menyarankan bahwa hasil penilaian yang dapat diterima adalah

jika nilai CR tidak lebih dari 10% atau nilai CR tidak melebihi dari 0,1. Apabila

didapat nilai rasio konsistensi yang lebih tinggi, maka perlu dilakukan

perhitungan ulang.

4. Mengambil keputusan

Keputusan akhir diambil dengan cara membandingkan masing-masing

parameter yang telah diuji konsistensi rasionya dengan kandidat atau alternatif

jenis SMAN yang akan dipilih. Setelah mendapatkan bobot untuk seluruh

parameter dan skor untuk masing-masing kandidat, maka langkah selanjutnya

adalah menentukan total skor atau keputusan untuk seluruh parameter tersebut.

Semakin tinggi nilai skor, maka wilayah atau area tersebut akan semakin cocok

untuk dipilih menjadi calon lokasi SMAN baru.

5. Penyusunan Rencana Lokasi Potensi SMAN Baru di Kota Bandung

menggunakan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP).

Penyusunan rencana lokasi potensi SMAN baru di Kota Bandung dimulai

dengan membuat matrik perbandingan melalui skema perbandingan pasangan

antar parameter terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan pembobotan prioritas

untuk menentukan hinggan Consistency Ratio. Berikut penjelasannya:


53

a) Matriks Perbandingan

Dari nilai perbandingan pasangan, kemudian digunakan untuk membuat tabel

matriks perbandingan, sehingga didapatkan matriks perbandingan.

Tabel 3. 14 Tabel Matriks Perbandingan

Faktor Jarak Pendudu Tranportasi Lahan Distribusi


k Sekolah
Jarak 1,0000 0,1478 0,9441 0,2717 0,1928
Penduduk 6,7656 1,0000 8,1393 5,5467 3,3227
Transportas 1,0592 0,1229 1,0000 0,3264 0,1803
i
Lahan 3,6801 0,1803 3,0639 1,0000 0,3009
Distribusi 5,1857 0,3009 5,5467 3,3227 1,0000
Sekolah
Jumlah 17,6906 1,7519 18,694 10,4675 4,9967

b) Bobot Prioritas

Keunggulan menggunakan Tools AHP pada ArcGis salah satunya ialah

seluruh perhitungan Eigenvalue, Eigenvector, bobot kriteria, hingga Consistency

Ratio dapat dilakukan secara otomatis setelah seluruh matriks perbandingan terisi

oleh skala-skala yang sudah ditentukan.

6. Kriteria Potensi Lokasi SMAN Baru

Analisis Potensi Lokasi SMAN baru ditujukan untuk penentuan nilai Potensi

lokasi tertentu untuk dijadikan sebagai SMAN baru. Nilai Potensilokasi suatu

daerah untuk SMAN baru ditentukan dari total penjumlahan skor seluruh

parameter yang berpengaruh terhadap potensi lokasi. Nilai Potensi ditentukan

dengan menggunkan persamaan sebagai berikut:


54

K= (Wi x Xi)…………………………………………………. (3.4)

Keterangan

K = Potensi Lokasi SMAN baru

Wi = Bobot untuk parameter i

Xi = Bobot tiap kelas sub parameter i

Menurut Kingma, 1991 (dalam Purnama, 2008) untuk menentukan kelas

interval masing-masing kelas dilakukan dengan membagi sama banyak nilai-nilai

yang didapat dengan jumlah interval kelas yang ditentukan dengan persamaan

sebagai berikut:

i = R│n …………………………………………………………...……………

(3.5)

Keterangan:

i = kelas interval

R = Selisih nilai bobot tertinggi dan nilai bobot terendah

n = Jumlah kelas potensi lokasi puskemas baru

3.7 Batasan Penelitan

Ruang lingkup dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya mencakup wilayah administrasi Kota Bandung.

2. Penelitian ini hanya mencakup SMA dan SMK Negeri di Kota Bandung.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Peta Persebaran SMAN dan SMKN di Kota Bandung

Persebaran Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan Negri

di Kota Bandung tahun 2021 berjumlah 44 sekolah. Di Kota Bandung persebaran

SMA dan SMK sendiri belum merata disetiap kecamatanya contohnya di

kecamatan lengkong ada 3 SMAN dan 4 SMKN sedangkan di kecamatan

Bojongloa Kidul tidak terdapat SMAN dan SMKN.

Gambar 4. 1 Peta Persebaran SMAN dan SMKN di Kota Bandung


Dari hasil di atas SMA Negeri di bagian timur kota bandung jumlahnya

sangat sedikit dibandingkan di bagian barat. Dari peta Persebaran SMAN dan

54
SMKN di Kota Bandung, terdapat kecamatan yang belum memiliki SMAN dan

SMKN.

55
55

Kecamatan tersebut antara lain Bojongloa Kidul, Bandung Kidul,

Batununggal, Astana Anyar, Arcamanik, Cinambo, Panyileukan, Mandalajati,

Cibeunying Kaler, Cidadap, dan Sukajadi. Akan tetapi peraturan zonasi PPDB

SMAN dengan SMKN memiliki Perbedaan yaitu peraturan zonasi pada SMAN

adalah 50% dari kuota setiap SMAN sedangkan Pada peraturan zonasi SMKN

hanya 0% dari kuota PPDB setiap SMKN.

4.2. Peta Kepadatan Penduduk menurut Umur 16 – 18 tahun di Kota

Bandung

Jumlah penduduk usia 16 – 18 di Kota Bandung sangat bervariasi antara 145

– 1622 jiwa/Km2. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah

Kecamatan Kiaracondong. Untuk Kecamatan Kiaracondong sendiri terdapat 2

SMAN yaitu SMAN 12 dan SMAN 16 Kota Bandung. Dengan semakin

banyaknya anak usia 16 – 18 dan kepadatan yang semakin meningkat di Kota

Bandung itu berpengaruh terhadap lokasi atau keberadaan sekolah disetiap

kecamatan. Berikut adalah peta Kepadatan Penduduk beserta persebaran SMAN

dan SMKN di Kota Bandung.


56

Gambar 4. 2 Peta Kepadatan Pendududk dengan persebaran SMAN di Kota


Bandung
Dari hasil di atas dapat dilihat Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk

tertinggi adalah Kecamatan Bojongloa Kaler. Sementara kecamatan yang tidak

padat penduduk adalah Kecamatan Babakan Ciparay, Bandung Wetan, Cidadap,

Cinambo, Panyileukan, dan Gedebage.

4.3. Peta Penggunaan Lahan Terhadap Persebaran SMAN dan SMKN di

Kota Bandung

Pendidikan yang dicapai merupakan salah satu indikator kualitas hidup

manusia serta menunjukan status sosial dan status kesejahteraan seseorang.

Fasilitas Pendidikan sebagai penunjang pendidikan Penduduk yang seharusnya

berada dekat dengan permukiman atau berada di permukiman di perkotaan

maupun di pedesaan. Penentuan lokasi ini sangat penting karna jika sekolah

berada dekat dengan permukiman mempermuda akses penduduk untuk

mendapatkan Pendidikan.
57

Gambar 4. 3 Peta Persebaran SMAN dan SMKN Terhadap Pengunaaan Lahan di

Kota Bandung

Peta diatas merupakan Peta Persebaran SMAN dan SMKN terhadap

Penggunaan lahan. Dapat dilihat bahwa lokasi SMAN dan SMKN berada di dekat

permukiman.

4.4. Peta Radius SMAN ke Permukiman

Jarak permukiman menuju sekolah adalah salah satu faktor yang sangat

penting dikarnakan ini merupakan nilai terbesar seleksi masuk SMAN dalam

sistem zonasi sekolah. PPDB tahun 2020 memiliki radius berbeda – beda disetiap

SMAN dengan jarak terkecil adalah SMAN 14 Bandung 300m dan jarak tejauh

2,3km untuk SMAN 27 Bandung. Dari data ini mamtinya akan didapat

permukiman yang sudah berada dalam zonasi SMAN dan juga permukiman yang

tidak berada dalam Zonasi SMAN tertentu.


58

Gambar 4. 4 Peta Radisu terjauh Peserta didik baru

Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa masih ada permukiman yang tidak

berada dalam zonasi tersebut atau belum mencakupi seluruh permukiman yang

ada di Kota Bandung. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa perlu adanya

penambahan SMAN supaya mencakupi seluruh permukiman di Kota Bandung.

4.5. Hasil Analisis AHP

1. Matrik Perbandingan Berpasangan

Matriks perbandingan pasangan adalah proses dari AHP untuk mengetahui

rasio konsistensi dari perbandingan pasangan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4. 1 Matrik Perbandungan Berpasangan

Parameter Jarak Penduduk Transportasi Lahan Distribusi


Sekolah
Jarak 1 0,15 0,94 0,27 0,19
Penduduk 6,77 1 9,14 5,55 3,32
Trasnportsi 1,06 0,12 1 0,33 0,18
Lahan 3,68 0,18 3,06 1 0,30
59

Distribusi 5,19 0,30 5,55 3,32 1


Sekolah
Jumlah 17,6 1,7519 19,694 10,467 4,9967
9 5

Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa parameter jumlah penduduk cenderung

lebih penting dari parameter lain. Diantaranya adalah tata guna lahan, Distibusi

sekolah, jarak sekolah dan transportasi atau jalan.Kemudian melakukan perkalian

pada matriks tersebut sehingga menghasilkan nilai eigen, jumlah eigen dan ratat-

rata.

Tabel 4. 2 Tabel Matrik Eigenvektor

Parameter Jara Penduduk Transportasi Laha Distribusi Total Bobot


k n Sekolah Proiritas
Jarak 0,06 0,08 0,05 0,03 0,04 0,2534 0,0507
Penduduk 0,38 0,57 0,46 0,53 0,66 2,6122 0,5224
Trasnportsi 0,06 0,07 0,05 0,03 0,04 0,2481 0,0496
Lahan 0,21 0,10 0,16 0,10 0,06 0,6223 0,1245
Distribusi 0,29 0,17 0,28 0,32 0,20 1,2641 0,2528
Sekolah
2. Logical Consistency (Konsistensi Logis)

Konsistensi logis adalah proses untuk pengambilan keputusan dalam proses

AHP. Sebelum menghitung Konsistensi Logis terlebih dahulu harus menghitung

Konsistensi index dengan menggunakan rumus 3.2

CI = 0,056

Setelah memeperoleh nilai CI, hasil tersebut digunakan untuk proses

berikutnya yaitu menghitunng Konsistensi Logis menggunakan rumus 3.3:

CR = 4,9%
60

Dari hasil tersebut nilai CR adalah sebesar 0,049 atau kurang dari 10%, maka

dapat disimpulkan bahwa perhitungan matriks tersebut sudah konsisten.

3. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara melakukan overlay pada

semua parameter yang telah dibuat untuk mencari menentukan daerah yang

memiliki nilai hasil bobot tertinggi. Hasil tersebut tersaji dalam Gambar 4.6.

Setelah melakukan overlay dengan proses intersect dan buffer pada setiap

shapefile yang ada atau dalam hal ini adalah parameter yang telah ditentukan,

kemudian menghitung nilai total tersebut untuk mengetahui lokasi potensi

pendirian SMAN dengan cara mengalikan dengan bobot pada setiap parameter.

Proses tersebut dilakukan dengan cara, membuat field baru atribut shapefile

hasil Overlay, kemudian klik kanan pada field baru tersebut dan klik pada field

Calculator , kemudian mengalikan setiap bobot sub parameter dengan bobot

parameter.

Gambar 4. 5 Perkalian Parameter dengan bobot parameter


61

Proses selanjutnya adalah menentukan kelas interval untuk penentuan SMA

dan SMK Negeri baru di Kota Bandung.

Kelas interval : 14,2.

Berdasarkan kelas interval di atas maka di peroleh kelas potensial sebagai

berikut pada tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Kriteria potensi lokasi SMAN dan SMKN baru di Kota Bandung

No Kelas Jumlah Total


1 Sangat Tidak Sesuai 19,5 – 33,8
2 Tidak Sesuai 33,9 – 48,1
3 Kurang Sesuai 48,2 – 62,3
4 Sesuai 62,4 – 76,5
5 Sangat Sesuai 76,6 – 93,7

Setelah memperoleh kelas interval potensi SMAN dan SMKN baru kemudian

dilakukan klasifikasi untuk memperoleh hasil spasial dan kriteria yang telah

dilakukan pembobotan. Penyajian dari data di atas adalah berbentuk peta.

Gambar 4.6 Klasifikasi hasil dari Analitical Hierachy process (AHP) penentuan

lokasi SMAN dan SMKN baru


62

Gambar 4. 7 Peta Potensi SMAN dan SMKN baru di Kota Bandung

Dari hasil analisis diatas maka untuk wilayah Kota Bandung memiliki lima

kelasifikasi dengan rincian merah sangat tidak sesuai, orange tidak sesuai, kuning

kurang sesuai, hijau muda sesuai dan, hijau tua sangat sesuai. Untuk lebih jelas

terkait luasan masing - masing klasifikasi dicantumkan pada table dibawah ini.

Tabel 4. 4 Tabel klasifikasi potensi SMAN dan SMKN baru

KLASIFIKASI (ha)
KECAMATAN Kurang Sangat Sangat Tidak Tidak Total
Sesuai
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Andir 144.06   276.46   420.51
Antapani 389.37       91.80 481.17
Arcamanik 252.77     433.23   686.00
Astana Anyar 264.50   264.50
Babakan Ciparay     722.12     722.12
Bandung Kidul 193.13   336.05   529.18
Bandung Kulon 216.65     468.88   685.53
Bandung Wetan 350.85 350.87
Batununggal    485.09     485.11
63

Bojongloa Kaler 307.05 307.05


Bojongloa Kidul       488.36   488.36
Buahbatu     713.00 713.00
Cibeunying
Kaler       460.40   460.40
Cibeunying
Kidul   408.71 408.76
Cibiru     370.08   314.55 684.63
Cicendo     371.25   396.49 767.75
Cidadap 382.28 388.81 771.09
Cinambo 116.94       302.62 419.55
Coblong 462.59       247.03 709.62
Gedebage     959.30     959.30
Kiaracondong 234.11     334.21   568.32
Lengkong     244.35   329.23 573.58
Mandalajati   475.22 476.35
Panyileukan 193.08       313.84 506.92
Rancasari   271.25 474.39 745.63
Regol 319.96   155.92 475.88
Sukajadi 413.48   107.22 520.71
Sukasari   156.74 466.59 623.33
Sumur Bandung 207.21 137.31 344.52
Ujungberung 350.25     262.55 613.89
4809.9 16763.6
Total
3256.10 1163.13 3653.17 1 3881.35 5

Dapat dilihat dari hasil overlay dan pembobotan parameter penentu potensi

lokasi SMA dan SMK baru di Kota Bandung bahwa ada beberapa kecamatan

yang masuk kedalam klasifikasi sangat sesuai diantaranya kecamatan

Batununggal, Astana Anyar dan sebagian wilayah di Kecamatan Sukajadi.

Diketahui untuk kecamatan Batununggal dan Astana Anyar masuk kedalam

klasifikasi sangat sesuai dikarenakan beberapa parameter yang mendukung hasil

tersebut diantaranya kepadatan penduduk, penggunaan lahan eksisting dan yang

paling penting yaitu tidak adanya SMA dan SMK di kecamatan tersebut untuk
64

saat ini. Sedangkan untuk kecamatan Sukajadi hanya Sebagian wilayah saja yang

masuk kedalam klasifikasi sangat sesuai karena dilihat dari parameter kepadatan

penduduk saja.

4.6 Validasi Hasil Analisis dengan Data Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Tahap validasi dilakukan untuk mengetahui keselarasan hasil analisis dengan

Data Rencana Pola Ruang. Hasil dari analisis AHP menjelaskan bahwa ada

beberapa kecamatan yang memiliki klasifikasi sangat sesuai untuk potensi SMA

dan SMK Negeri baru. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Batununggal,

Kecamatan Astana Anyar, dan Kecamatan Sukajadi.

Di Kecamatan Sukajadi dengan klasifikasi sangat sesuai adalah sebesar

413.48 Ha dari luas wilayah. Pada Peta RDTR Kota Bandung di Kecamatan

Sukajadi lebih didominasi oleh Zona Perumahan, sebagian kecil Zona

Perdagangan Jasa, Zona Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) dan Zona Sarana

Pelayanan Umum (Kesehatan).

Gambar 4. 8 Validasi Hasil Analisis dengan Peta RDTR di Kec. Sukajadi


65

Dapat dilihat dari gambar diatas bahwa di Kecamatan Sukajadi memiliki

rencana pembangunan sarana pelayanan umum (SPU) untuk pendidikan. Maka

hasil analisis penyusun sesuai dengan rencana pola ruang Kota Bandung.

Untuk Kecamatan Astana Anyar dengan klasifkasi sangat sesuai sebesar

264.50 Ha. Pada Peta RDTR Kecamatan Astana Anyar didominasi oleh Zona

Perdagangan Jasa dan sebagian zona Perumahan.

Gambar 4. 9 Validasi Hasil Analisis dengan Peta RDTR di Kec. Astana Anyar

Dapat dilihat dari gambar diatas bahwa di Kecamatan Astana Anyar tidak

memiliki rencana pembangunan sarana pelayanan umum (SPU) untuk pendidikan.

Maka hasil analisis penyusun kurang sesuai dengan rencana pola ruang Kota

Bandung.

Untuk Kecamatan Batununggal dengan klasifikasi sangat sesuai sebesar

485.09 Ha. Pada Peta RDTR Kecamatan Batununggal didominasi Zona

Perumahan sebagian Zona Perdagangan Jasa dan Sebagian Kecil Zona Ruang

Terbuka Hijau.
66

Gambar 4. 10 Validasi Hasil Analisis dengan Peta RDTR di Kec. Batunuggal

Dapat dilihat dari gambar diatas bahwa di Kecamatan Batununggal tidak

memiliki rencana pembangunan sarana pelayanan umum (SPU) untuk pendidikan.

Maka hasil analisis penyusun kurang sesuai dengan rencana pola ruang Kota

Bandung.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang di peroleh dari penelitian ini adalah:

1. Dari hasil penelitian ini memiliki 5 klasifikasi yaitu sangat tidak sesuai, tidak

sesuai, kurang sesuai, sesuai, dan sangat sesuai untuk penentuan lokasi baru

SMAN dan SMKN di Kota Bandung. Di Kota Bandung tedapat beberapa

Kecamatan yang belum memiliki SMA dan SMK Negeri seperti Bojongloa

Kidul, Bandung Kidul, Batununggal, Astana Anyar, Arcamanik, Cinambo,

Panyileukan, Mandalajati, Cibeunying Kaler, Cidadap, dan Sukajadi.

2. Dari hasil analisis terdapat beberapa kecamatan yang memiliki klasifikasi

sangat tinngi artinya masih memerlukan Sarana Pelayanan Umum untuk

Pendidikan (SMA dan SMK Negeri) antara lain Kecamatan Astana Anyar dan

Kecamatan Batununggal dengan persentase 100% dari luas wilayah, juga

terdapat satu kecamatan dengan persentase 58,19% dari luas wilayah yaitu

Kecamatan Sukajadi. Hasil analisis untuk potensi SMA dan SMK baru ini

selanjutnya divalidasi dengan Peta Rencana Detail Tata Ruang dan didapati

bahwa di Kecamatan Astana Anyar dan Kecamatan Batununggal tidak ada

rencana pembangunan Sarana Pelayanan Umum untuk Pendidikan namun di

Kecamatan Sarijadi ada rencana pembangunan untuk Sarana Pelayanan Umum

Untuk Pendidikan.

66
67

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian ini peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Diharapkan dari hasil penelitian ini terhadap instansi terkait bila mana kuota

untuk siswa baru disetiap sekolah di Kota Bandung banyak yang melebihi dari

kuota aslinya karena sistem zonasi sekolah tersebut, maka penulis memberi

saran bahwa lebih baik menambah jumlah SMAN baru untuk menunjang

fasilitas Pendidikan disetiap kecamatan.

2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat membantu masyarakat mengerti

tentang peraturan zonasi sekolah karena masih banyak masyarakat yang

berfikir bahwa masih ada sekolah yang difavoritkan.


DAFTAR PUSTAKA

UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003: Pengertian Pendidikan


Zakky. 2018. Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli dan Secara Umum
Prahasta, Eddy. 2005. Konsep – Konsep Dasar SIG. Bandung : Penerbit
Informatika Bandung.
Pahasta, Eddy, 2009. Sistem Informasi Geografis: Konsep – Konsep Dasar
(Prespektif Geodesi & Geomatika). Bandung : Penerbit Informatika
Bandung.
DeMers, M.N., 2009. GIS For Dummies. Indianapolis: Wiley Publishing Inc
Esri. 2010., ArcGIS Geodatabase Topology Rules. United State of America.
Badan Informasi Geospatial. 2016. Kajian Produk Peta Desa Badan Informasi
Geospasial. Bogor
Saaty, T. L. 1991. Some Mathematical Concept of the Analytical Hierarchy
Process. Behaviormatrika. 29.
Herwieany, Agnes Shelvira. 2019. Analisis Potensi Lokasi Puskesmas Baru
Berbasis SIG ( Studi Kasus Kota Bekasi)
Iskandar, M., 2009. Evaluasi Sebaran Lokasi Fasilitas Pendidikan Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Kota Bogor, Tesis
Program Studi Perencanaan Wilayah Kota, Sekolah Arsitektur
Perencanaandan Pengembangan Kebijakan. Bandung Institut Teknologi
Bandung.
Mardi, 2009. Arahan Penempatan Lokasi Sekolah Menengah Pertama
Berdasarkan Karakteristik Wilayah di Kabupaten Rembang. Rembang
Miarsih., 2009. Kajian Penentuan Lokasi Gedung SD-SMP Satu Atap Di
Kabupaten Demak. Semarang. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Sensus Penduduk Kota Bandung Tahun 2019
https://www.bps.go.id/sp2020
Guntara, I., 2013. Pengertian Overlay Dalam Sistem Informasi Geografi.
http://www.guntara.com/2013/01/pengertian-overlay-dalam-sistem.html.

68
69

LAMPIRAN

Tabel 1. 1 Peraturan Zonasi

No Peraturan Jalur Zonasi Peraturan Zonasi Sekolah Pergub Peraturan Zonasi Sekolah

Sekolah Pasal 18 Pergub Pasal 13 Pergub Pasal 11 Tahun 2021

Tahun 2019 Tahun 2020

1 Penerimaan calon Peserta jalur zonasi, sebesar paling sedikit Satuan Pendidikan Sekolah

Didik melalui jalur zonasi 50% (lima puluh persen) dari Daya Menengah Atas wajib

sebagaimana dimaksud Tampung sekolah; menerima calon Peserta Didik

dalam Pasal 12 ayat (1) (1) Domisili calon Peserta Didik sesuai kuota berdasarkan

huruf a, berbasis: dibuktikan berdasarkan alamat pada ketentuan sebagai berikut:

a. jarak domisili ke kartu keluarga atau surat keterangan a. jalur zonasi, sebesar 50%

sekolah, dengan kuota domisili dari RT/RW, dilegalisir (lima puluh persen) dari Daya

paling sedikit 55% (lima oleh Lurah/Kepala Desa setempat Tampung sekolah.

puluh lima persen) dari yang menerangkan bahwa peserta b. jalur Afirmasi, sebesar 20%

Daya Tampung sekolah; didik tersebut telah berdomisili (dua puluh persen) dari Daya

b. keluarga ekonomi tidak paling singkat 1 (satu) tahun sejak Tampung sekolah dengan

mampu (KETM), dengan tanggal pendaftaran PPDB. rincian:

kuota sebesar 20% (dua (2) Sekolah memprioritaskan Peserta 1. 15% (lima belas persen)

puluh persen) dari Daya Didik yang memiliki kartu keluarga bagi afirmasi keluarga

Tampung sekolah; dalam Zona pada satu wilayah ekonomi tidak mampu; dan

c. kombinasi, dengan dalam Daerah Kabupaten/Kota yang Disabilitas; dan

kuota paling banyak 15% sama dengan sekolah yang dituju. 2.5% (lima persen) bagi

(lima belas persen dari (3) Zona sekolah calon Peserta afirmasi kondisi tertentu.

Daya Tampung sekolah. Didik dari daerah bencana nasional c. jalur perpindahan tugas

dan daerah, mengikuti tempat orang tua/wali, sebesar 5%

domisili (lima persen) dari Daya

sementara dengan dibuktikan surat Tampung sekolah

keterangan dari Desa/Kelurahan.


70

Tabel 1. 2 Radius SMAN di Kota Bandung

Jarak (m)
N NAMA Daya
Terdeka Terjau
O SEKOLAH Tampung
t h
1 SMA NEGERI 1 200 900 156
2 SMA NEGERI 2 100 700 172
3 SMA NEGERI 3 100 1200 173
4 SMA NEGERI 4 80 900 150
5 SMA NEGERI 5 90 1500 173
6 SMA NEGERI 6 30 1200 155
7 SMA NEGERI 7 100 1200 161
8 SMA NEGERI 8 100 600 175
9 SMA NEGERI 9 90 700 139
10 SMA NEGERI 10 60 500 175
11 SMA NEGERI 11 100 700 166
12 SMA NEGERI 12 95 1000 155
13 SMA NEGERI 13 170 800 156
14 SMA NEGERI 14 40 300 104
15 SMA NEGERI 15 71 700 191
16 SMA NEGERI 16 25 700 191
17 SMA NEGERI 17 90 1000 189
18 SMA NEGERI 18 50 700 170
19 SMA NEGERI 19 4 900 158
20 SMA NEGERI 20 250 1000 154
21 SMA NEGERI 21 70 1200 149
22 SMA NEGERI 22 60 1000 188
23 SMA NEGERI 23 55 600 155
24 SMA NEGERI 24 45 700 154
25 SMA NEGERI 25 112 1000 197
26 SMA NEGERI 26 81 900 154
27 SMA NEGERI 27 86 2300 190
71

Lampiran 1. 1 Peta Persebaran SMA dan SMk Negeri di Kota Bandung


72

Lampiran 1. 2 Peta Kepadatan Peduduk Usia 16 - 18 tahun di Kota Bandung


73

Lampiran 1. 3 Peta Guna Lahan Kota Bandung


74

Lampiran 1. 4 Peta Radius SMAN di Kota Bandung


75

Lampiran 1. 5 Peta Potensi SMAN dan SMKN di Kota Bandung

Anda mungkin juga menyukai