Anda di halaman 1dari 75

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/299485852

PEMODELAN SINTETIK METODE GAYABERAT MIKRO SELANG WAKTU


LUBANG BOR

Thesis · June 2009


DOI: 10.13140/RG.2.1.1287.5923

CITATIONS READS

2 1,882

1 author:

Andika Perbawa
King Abdullah University of Science and Technology
21 PUBLICATIONS 26 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Andika Perbawa on 30 March 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PEMODELAN SINTETIK METODE GAYABERAT MIKRO
SELANG WAKTU LUBANG BOR

Tugas Akhir

Diajukan sebagai syarat untuk menempuh ujian sarjana


Program Studi Teknik Geofisika-Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung

Oleh :

ANDIKA PERBAWA
123 05 029

Program Studi Teknik Geofisika


Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung
2009

i
HALAMAN JUDUL
PEMODELAN SINTETIK METODE GAYABERAT MIKRO
SELANG WAKTU LUBANG BOR

Tugas Akhir

Diajukan sebagai syarat untuk menempuh ujian sarjana


Program Studi Teknik Geofisika-Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung

Oleh :

ANDIKA PERBAWA
123 05 029

Program Studi Teknik Geofisika


Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung
2009

i
HALAMAN PENGESAHAN
PEMODELAN SINTETIK METODE GAYABERAT MIKRO
SELANG WAKTU LUBANG BOR

Tugas Akhir

Diajukan sebagai syarat untuk menempuh ujian sarjana


Program Studi Teknik Geofisika-Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan
Institut Teknologi Bandung

Oleh :

ANDIKA PERBAWA
123 05 029

disetujui dan disahkan:


Bandung, 29 Juni 2009

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Wawan Gunawan A. Kadir Dr. Susanti Alawiyah


NIP : 132 056 550 NIP : 132 207 752

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, yang telah mencurahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Salawat serta salam selalu tercurah
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para
sahabatnya, para tabi’in dan umatnya hingga akhir zaman yang senantiasa
istiqomah dan berjuang di jalan-Nya.
Tugas akhir yang berjudul Pemodelan Sintetik Metode Gayaberat
Mikro Selang Waktu Lubang Bor ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan dalam jenjang pendidikan sarjana di Program Studi Teknik Geofisika,
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung.
Penyusunan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih
dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Wawan Gunawan A.Kadir, selaku dosen pembimbing I dan Dr. Susanti
Alawiyah, selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan arahannya selama
penulis mengerjakan Tugas Akhir.
2. Dr. Darharta Dahrin, selaku Ketua Program Studi Teknik Geofisika dan
Setianingsih, M.T., selaku dosen wali penulis, yang telah memberikan
bimbingannya selama masa studi di ITB.
3. Mamah, Papah, Adik dan Nenekku tercinta, yang telah banyak memberikan
nasihat, motivasi dan do’a yang tiada hentinya kepada penulis, “Ya Allah
ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan sayangilah mereka, sebagaimana
mereka menyayangi kami sejak kecil”.
4. Seluruh dosen di lingkungan Program Studi Teknik Geofisika atas segala ilmu
pengetahuan yang diberikan selama perkuliahan.
5. Mbak Lilik, Bu Ning, staf Tata Usaha dan seluruh karyawan Program Studi
Teknik Geofisika ITB yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran
kepada penulis selama masa studi.

iii
6. Seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan dan do’a
kepada penulis.
7. Indah Hermansyah Putri, yang selalu menemani dan mendukung baik dalam
susah maupun senang, “Ya Allah semoga kami selalu dipertemukan dan
dijodohkan sampai akhir hayat. Amin”
8. Ana, Teh Asri, Ibin, Eko dan penghuni laboratorium Gravity yang telah banyak
berdiskusi, membantu dan menambah pengetahuan kepada saya khususnya
tentang metode gayaberat.
9. Sami dan Ilfan yang rumah/kostannya selalu diganggu oleh kehadiran saya
untuk mengerjakan Tugas Akhir ini, ”Thanks guys!!!”
10. Teman-teman TG 2005 atas kerjasama, pembelajaran, organisasi dan
kegembiraannya selama masa studi di Teknik Geofisika, ”maaf tidak bisa
disebutkan satu per satu, let’s freaking out together!”
11. Teman-teman HIMA TG ”TERRA” ITB, ”TERRA kan tetap JAYA...TERRA
TERRA TERRA...!!!”
12. Kang Andri yang sering nginep bareng dan telah banyak mengajarkan dan
memberi pengetahuan tentang komputasi, statistik dan software geofisika.
13. Sensei Huda, Sensei Anna dan teman-teman AIKIDO ITB,
14. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran dari
semua pihak untuk memperbaikinya. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang
tidak berkenan di hari pembaca. Kesalahan datang dari saya sendiri namun
kebenaran itu datang dari Allah SWT. Akhir kata, penulis berharap agar tugas
akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandung, 29 Juni 2009

Penulis

iv
ABSTRAK

Saat ini, penggunaan teknologi gayaberat mikro selang waktu di


permukaan dalam memonitoring perubahan densitas fluida reservoir telah
berkembang pesat. Namun masih memiliki keterbatasan resolusi terhadap variasi
densitas secara vertikal. Salah satu alternatif yang dapat digunakaan untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan teknologi pengukuran
gayaberat pada lubang bor.
Untuk mendapatkan efektifitas pengukuran gayaberat pada lubang bor,
dalam penelitian ini dilakukan pembuatan program untuk pemodelan ke depan
gayaberat lubang bor dari beberapa model sintetik kemudian menganalisis
karakteristik respon anomalinya terkait dengan amplitudo, panjang gelombang,
jarak pengukuran, dan geometri bodi anomali.
Hasil pemodelan sintetik menunjukkan bahwa batas bodi anomali secara
vertikal serta kedalamannya dapat diidentifikasi dengan jelas. Dalam hal ini,
kedalaman pusat bodi anomali ditunjukkan oleh nilai respon gayaberat nol. Top
dan base bodi direpresentasikan oleh amplitudo maksimum dan minimum. Selain
itu, dihasilkan pula crossplot hubungan antara parameter amplitudo dan panjang
gelombang terhadap variabel-variabel pengukuran. Amplitudo akan membesar
secara linier terhadap ketebalan bodi, serta berkurang dan bertambah secara tidak
linier terhadap jarak pengukuran dan diameter bodi. Sedangkan panjang
gelombang akan memanjang dan memendek secara tidak linier terhadap
perbedaan ketebalan dan diameter bodi, namun akan memanjang secara linier
terhadap jarak pengukuran. Sebagai rekomendasi survey, jarak optimum
pengukuran antara lubang bor dengan bodi anomali adalah kurang dari panjang
diameter bodi anomalinya, dengan asumsi bodi anomali berupa silinder.

Kata kunci: Gayaberat mikro selang waktu lubang bor, program pemodelan ke
depan gayaberat lubang bor, crossplot, rekomendasi survey.

v
ABSTRACT

Now a day, the application of surface microgravity time-lapse technology


for density changes of fluid reservoir monitoring is rapidly develop. But, it still
has a resolution limitation in vertical density variation. Alternatively, borehole
gravity measurement technology can resolve this problem.
In this research, to get effectiveness in measuring borehole microgravity
time-lapse response, a forward modeling code program has been created for
borehole gravity modeling from some models. And then, a characteristic analysis
of gravity anomaly response has been done relates to amplitude, wavelength,
measurement distance and body anomaly geometry.
The result of synthetic modeling showed the border of anomaly body
vertically with its depth can be clearly identified. In this case, the depth of
anomaly body showed by zero gravity response value. Top and base of body
represented by maximum and minimum amplitude. Beside that, it produces some
crossplots about relation of amplitude and wavelength parameters related to
measurement variables. Amplitude will increase linearly toward body thickness,
also decrease and increase non-linearly toward measurement distance and body
diameter. While wavelength will become longer and shorter non-linearly toward
thickness and diameter of body, also will become longer linearly toward
measurement distance. As a survey recommendation, the optimum measurement
distance between borehole and anomaly body is less than the length of body
diameter with assumption the body is cylinder.

Keywords: Borehole microgravity time-lapse, forward modeling borehole gravity


code program, crossplot, measurement survey recommendation.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ v
ABSTRACT ......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
1.3. Batasan masalah ...................................................................................... 2
1.4. Metodologi penelitian .............................................................................. 3
1.5. Sistematika penulisan............................................................................... 5
BAB II TEORI DASAR......................................................................................... 6
2.1. Sejarah Perkembangan Metode Gayaberat Lubang Bor ............................ 6
2.2. Prinsip Gayaberat .................................................................................... 8
2.3. Potensial dan Medan Gravitasi ................................................................. 9
2.4. Persamaan gayaberat 3D untuk model prismatik .................................... 10
2.5. Persamaan gayaberat mikro selang waktu .............................................. 11
2.6. Anomali gayaberat mikro selang waktu lubang bor ................................ 14
2.7. Pemodelan ke depan anomali gayaberat mikro selang waktu lubang bor 15
BAB III PEMBUATAN DAN PENGUJIAN PROGRAM PEMODELAN KE
DEPAN GAYABERAT LUBANG BOR ............................................................. 17
3.1. Pendahuluan .......................................................................................... 17
3.2. GUI ....................................................................................................... 18
3.3. Diagram alir program............................................................................. 19
3.3.1. Input model bodi anomali ............................................................... 20

vii
3.3.2. Input Dimensi ................................................................................. 20
3.3.3. Grid Size ........................................................................................ 21
3.3.4. Show Model ................................................................................... 21
3.3.5. Plot Surface Measurement .............................................................. 22
3.3.6. Measurement Parameter Coordinate................................................ 22
3.3.7. Plot BHGM .................................................................................... 23
3.3.8. Save Output .................................................................................... 24
3.4. Pengujian Program................................................................................. 24
BAB IV PEMODELAN SINTETIK, HASIL DAN ANALISIS ........................... 27
4.1. Pemodelan Sintetik Dengan Lubang Bor Menembus Bodi Anomali. ..... 27
4.1.1. Hasil dan analisis untuk model perlapisan ....................................... 27
4.1.2. Hasil dan analisis untuk model sesar ............................................... 32
4.2. Pemodelan Sintetik Dengan Lubang Bor Tidak Menembus Bodi
Anomali ................................................................................................... 35
4.2.1. Hasil pemodelan untuk 4 model silinder ......................................... 39
4.2.2. Analisis log dan crossplot ............................................................... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 49
5.1. Kesimpulan............................................................................................ 49
5.2. Saran ..................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51
LAMPIRAN A .................................................................................................... 52
LAMPIRAN B ..................................................................................................... 57
LAMPIRAN C ..................................................................................................... 59

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Diagram alir metodologi penelitian………………………………...4


Gambar 2.1. Instrumen gravimeter lubang bor.(Goodell, R. R., 1964)………….7
Gambar 2.2. Skema Gaya tarik menarik antara dua buah benda……………….. 8
Gambar 2.3. Sketsa pengaruh gayaberat di titik P oleh suatu benda di titik Y…12
Gambar 2.4. Anomali gayaberat selang waktu akibat perubahan densitas……...15
Gambar 3.1. Program BHGM AP2009 yang dikemas dalam GUI……………..18
Gambar 3.2. Diagram alir program BHGM AP2009…………………………...19
Gambar 3.3. Parameter input model bodi anomali……………………………...20
Gambar 3.4. Sketsa bodi anomali dengan panjang sisi sebesar 2Gx,2Gy,2Gz…..21
Gambar 3.5. Tampilan dari bodi anomali densitas bawah permukaan………….21
Gambar 3.6. Tampilan respon gayaberat di permukaan dan konturnya………...22
Gambar 3.7. Log borehole gravity………………………………………………23
Gambar 3.8. File output dari hasil pengukuran…………………………………24
Gambar 3.9. Penampang bodi anomali dengan panjang = 1000 m, tebal 200 m,
dan strike ke arah y = 200 m……………………………………………………..25
Gambar 3.10. Respon gayaberat di permukaan menggunakan program BHGM
AP2009…………………………………………………………………………...25
Gambar 3.11. Penampang dan respon gayaberat menggunakan Geomodel…….26
Gambar 4.1. Desain akuisisi pada model perlapisan……………………………28
Gambar 4.2. Log gayaberat lubang bor untuk model perlapisan. Untuk jarak 80
m, separasi bodi berdasarkan respon anomali dapat dibedakan dengan baik……28
Gambar 4.3. Log gayaberat lubang bor untuk model perlapisan dengan jarak 20
m. Bentuk seperti di atas adalah batas minimum bahwa kedua perlapisan dapat
dipisahkan……………………………………………………..............................29
Gambar 4.4. Crossplot antara ketebalan bodi dengan jarak antar bodi…………31
Gambar 4.5. (a) Penampang horizontal, (b) Penampang vertikal. (c) Desain
pengukuran gayaberat mikro selang waktu lubang bor untuk model sesar dengan
menggunakan 13 lubang bor yang sejajar………………………………………..32

ix
Gambar 4.6. Log respon gayaberat yang diukur pada lubang bor nomor 3, 5, 7, 9
dan 11…………………………………………………………………………….33
Gambar 4.7. Penampang gayaberat mikro selang waktu lubang bor untuk model
sesar………………………………………………………………………………34
Gambar 4.8. Penerapan teknik atribut amplitudo pada log gayaberat. (A)
menggunakan amplitudo absolut. (B) menggunakan energi amplitudo………….34
Gambar 4.9. Ilustrasi untuk distance, sudut α dan ∆h ditunjukkan oleh tulisan dan
anak panah berwarna ungu……………………………………………………….36
Gambar 4.10. Model silinder yang didekati oleh 68 buah prisma………………37
Gambar 4.11. Desain survey untuk model dengan lubang bor tidak menembus
bodi anomali……………………………………………………………………...38
Gambar 4.12. Log gayaberat lubang bor pada Model 1, 2 dan 3 serta diukur pada
koordinat (2000, 3250) dan (2000, 3500)………………………………………..39
Gambar 4.13. Sketsa log gayaberat pada kedalaman tertentu…………………..40
Gambar 4.14. Log gayaberat lubang bor pada jarak tertentu…………………...41
Gambar 4.15. Log gayaberat lubang bor dengan kontras densitas yang berbeda.41
Gambar 4.16. Crossplot antara amplitudo terhadap tebal bodi anomali untuk
model 1…………………………………………………………………………...42
Gambar 4.17. Crossplot antara amplitudo dengan distance untuk keempat model
dengan ketebalan 40 dan 60 meter……………………………………………….43
Gambar 4.18. Crossplot antara amplitudo terhadap diameter bodi dengan
ketebalan 20 m, 40 m, 60 m, dan 80 m pada distance 1250 m…………………..44
Gambar 4.19. Crossplot antara panjang gelombang vs tebal bodi anomali untuk
model 1…………………………………………………………………………...45
Gambar 4.20. Crossplot antara panjang gelombang vs distance………………..46
Gambar 4.21. Crossplot antara panjang gelombang vs diameter bodi anomali...47
Gambar 4.22. Crossplot antar distance terhadap sudut…………………………48

x
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Skema hasil pengukuran untuk model perlapisan……………………30


Tabel 4.2. Geometri dan parameter densitas untuk keempat bodi anomali……...37
Tabel 4.3. Parameter survey untuk keempat model yang tidak ditembus lubang
bor. (X dan Y adalah koordinat dari lubang bor)………………………………...38

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, perkembangan keilmuan geofisika semakin meningkat dengan


pesat. Berbagai metode geofisika tumbuh seiring dengan perkembangan zaman
dan teknologi. Bukan hanya dari segi perangkat lunak dalam mengolah data
geofisika namun instrumentasinya pun turut berkembang dengan pesat. Baik
dalam industri migas dan tambang mineral, metode geofisika tidak hanya
digunakan dalam tahap eksplorasi semata melainkan dalam tahap monitoring atau
pemantauan kondisi lapangan.
Metode gayaberat merupakan salah satu metode geofisika yang
memanfaatkan perbedaan medan gayaberat yang terukur karena adanya perbedaan
densitas di bawah permukaan bumi. Dengan mengetahui bahwa adanya perbedaan
gayaberat tersebut maka kita dapat memprediksi lokasi, geometri, dan densitas
dari anomali gayaberat bawah permukaan. Nilai gayaberat yang terukur dapat
dalam orde mGal bahkan μGal bergantung kepada besarnya geometri dan kontras
densitas relatif terhadap sekelilingnya.
Khusus untuk pemantauan gayaberat di suatu lokasi dalam selang waktu
tertentu dan dikenal sebagai metode gayaberat selang waktu, orde yang digunakan
dapat mencapai μGal. Untuk mengukur metode gayaberat selang waktu
diperlukan akuisisi minimal dua kali (Kadir, 2003). Adapun target anomali
densitas dalam gayaberat selang waktu ini dapat berupa perubahan densitas akibat
pergantian massa di dalam reservoir yang merepresentasikan aliran fluida dalam
reservoir.
Metode gayaberat selang waktu permukaan sudah lazim digunakan dalam
memantau pergerakan fluida di dalam reservoir migas. Namun sekarang mulai
dikembangkan metode gayaberat selang waktu lain untuk memantau pergerakan
fluida tersebut melalui skema baru yaitu metode gayaberat lubang bor (Borehole
Gravity). Idenya adalah dengan menangkap respon gayaberat yang diukur di

1
dalam lubang bor sehingga diharapkan resolusi vertikal dan ketebalan area yang
terjadi perubahan densitas akan terpetakan lebih baik daripada pengukuran yang
dilakukan di permukaan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:


1. Membuat program untuk menghitung respon gayaberat di dalam lubang
bor,
2. Melakukan pemodelan sintetik respon gayaberat lubang bor dengan cara
lubang bor yang menembus bodi anomali dan tidak menembus bodi
anomali.
3. Menganalisis respon gayaberat hasil pemodelan serta identifikasi geometri
dan posisi target anomali,
4. Menghasilkan rekomendasi desain survey metode gayaberat yang efektif.

1.3. Batasan masalah

Dalam tugas akhir ini penulis membatasi masalah mulai dari pembuatan
program pemodelan ke depan untuk menghitung respon gayaberat di lubang bor,
aplikasi program pada beberapa model sintetik untuk mengidentifikasi geometri
dan kedalaman dari bodi anomali. Selain itu, dilakukan pula analisis dari beberapa
crossplot untuk mengetahui hubungan antara parameter besar amplitudo dan
panjang gelombang dengan variabel jarak pengukuran, ketebalan dan besar
diameter bodi anomali yang berbeda-beda. Kemudian mengajukan rekomendasi
desain survey gayaberat lubang bor yang lebih baik.

2
1.4. Metodologi penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui berbagai tahap yakni:


1. Studi pustaka mengenai metode gayaberat lubang bor, kegunaan dan
desain akuisisinya,
2. Pembuatan program forward modeling untuk menghitung respon anomali
gayaberat lubang bor dengan pendekatan model anomali sederhana
berbentuk prismatik kemudian menganalisis responnya,
3. Mencari hubungan antara parameter amplitudo dan panjang gelombang
terhadap variabel jarak pengukuran, ketebalan dan besar diameter bodi
anomali yang berbeda-beda baik secara kualitatif maupun secara analisa
crossplot.
4. Menarik kesimpulan.

Diagram alir dalam metodologi penelitian ini ditunjukkan oleh


Gambar 1.1 di bawah ini:

3
DIAGRAM ALIR METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 1.1. Diagram alir metodologi penelitian.

4
1.5. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN
Bab I menjelaskan latar belakang, tujuan penelitian, batasan masalah,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. TEORI DASAR


Bab II menjelaskan konsep dasar gayaberat, satuan gayaberat, konsep
pengukuran lubang bor, pemodelan ke depan, dan asumsi yang digunakan
dalam penelitian ini.

BAB III. PEMBUATAN DAN PENGUJIAN PROGRAM PEMODELAN


KE DEPAN GAYABERAT LUBANG BOR
Bab III menjelaskan seluk beluk dari program pemodelan ke depan
gayaberat lubang bor (BHGM AP2009) dan menguji kelayakan program
dengan membandingkannya terhadap program geomodel.

BAB IV. PEMODELAN SINTETIK, HASIL DAN ANALISIS


Bab IV menjelaskan pemodelan sintetik yang dilakukan, menampilkan
hasilnya kemudian menganalisis respon gayaberatnya.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


Bab V berisi kesimpulan dari ulasan yang dibahas sebelumnya kemudian
ditutup dengan saran untuk penelitian selanjutnya.

5
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Sejarah Perkembangan Metode Gayaberat Lubang Bor

Metode gayaberat lubang bor pertama kali dikembangkan sejak akhir


tahun 1950an untuk memenuhi kebutuhan informasi densitas bulk sebagai fungsi
kedalaman. Metode ini digunakan dalam industri minyak dan gas bumi untuk
menambah informasi dari downhole gravity. Karena BHGM hanya alat logging
densitas dimana sampelnya begitu besar maka tidak akan terpengaruh oleh efek
near-borehole seperti drilling mud, fluid invasion, formation damage dan casing
atau cement inhomogeneties (Nabighian et.al., 2005).
Instrumen pertama untuk mengukur gayaberat dalam lubang bor telah
dikembangkan oleh Esso untuk eksplorasi minyak (Howwell et al., 1966, op cit.
Nabighian et.al., 2005). Mereka menggunakan sensor vibrating-filament dimana
frekuensi dari vibrasi itu berhubungan dengan tension pada filament kemudian
frekuensi diubah menjadi variasi gayaberat. Resolusi instrument ini mencapai 0,01
mGal dengan pembacaan sekitar 20 menit. Instrumen ini dikontrol oleh
thermostatistik untuk pengoperasiannya pada 1250C dan hanya dapat dioperasikan
pada sudut kurang dari 40 dari sumbu vertikal.
Beberapa waktu kemudian, L&R meminimaturkan dan mengadopsi
instrumen gayaberat permukaan mereka, G-meter, menjadi alat logging untuk
menghasilkan instrumen gayaberat lubang bor ini. L&R BHGM (Borehole
Gravity Measurement) dapat digunakan secara rutin dengan resolusi mencapai 5 –
20 μGal bahkan 1 μGal. Oleh karena itu, L&R BHGM dapat mendeteksi kontak
fluida yang penting di dalam pipa karena kebanyakan gas-air dan gas-minyak
dibedakan sebesar 2 dan 5 μGal sedangkan kontak minyak dan air dapat
dibedakan sebesar 0.7 dan 3 μGal. L&R BHGM dikontrol juga secara
thermostatik pada suhu 1250C. instrument ini dapat diakses pada casing dengan
diameter 5,5 inch dan dengan kemiringan mencapai 14 0 dari sumbu vertikal.
Beberapa instrumen BGHM memiliki keterbatasan akses pada sumur minyak dan

6
hampir tidak memiliki akses pada lubang bor pertambangan. Disamping beberapa
keterbatasan, L&R BHGM telah terbukti sebagai alat yang berharga dalam
berbagai aplikasi. L&R memproduksi 16 buah instrumen BHGM dimana 13
diantaranya masih digunakan hingga sekarang.
Sejak 1970, sekitar 1100 sumur telah dan masih
di-logging oleh instrumen L&R, dan diprediksikan akan
meningkat terus (LaFehr, 1980, op cit. Nabighian et.al.,
2005) namun masih belum terjadi karena keterbatasan
secara fisik dari alat BGHM itu sendiri. Kesulitannya
yaitu mengurangi keterbatasan dalam hal temperatur,
ukuran lubang sumur dan deviasinya.
BHGM telah digunakan dalam eksplorasi,
evaluasi formasi, pengembangan lapangan baru dan tua,
EOR, dan deliniasi struktur (Chapin dan Ander, 1999a,
b, op cit. Nabighian et.al., 2005). Secara praktis,
perusahaan minyak mengunakan BHGM dalam beberapa
tahun dalam memonitoring produksi minyak pada selang
waktu tertentu (Schultz, 1989; Popta et al., 1990, op cit.
Nabighian et.al., 2005). BHGM pun menjadi alat yang
luar biasa dalam eksplorasi bypass minyak dan gas, serta
mengindikasikan kenampakan endapan terdahulu.
Sebagai tambahan, BHGM telah memainkan perannya
dalam studi kelayakan untuk pembuangan nuklir dan
memberikan konfirmasi yang menarik mengenai
penggunaan koreksi free-air (LaFehr dan Chan, 1986, op
Gambar 2.1. Instrumen
gravimeter lubang bor. cit. Nabighian et.al., 2005).
(Goodell, R. R., 1964). Namun BHGM yang dimaksudkan dalam Tugas
Akhir ini bukan seperti BHGM yang dijelaskan di atas persis. BHGM di sini
menangkap langsung sinyal anomali gayaberat dan tidak meng-convert-nya ke
densitas bulk. Proses mendapatkan densitas bulk didapatkan melalui inversi atau
pemodelan ke belakang namun pada Tugas Akhir ini hanya membatasi sampai

7
pemodelan ke depannya saja. Diharapkan dengan melakukan pemodelan ke depan
ini dapat menjadi penuntun atau guide bagi tim lapangan sebelum melakukan
akuisisi agar data yang diperoleh akan lebih berkualitas dan interpretable. Selain
itu, dengan melakukan pemodelan ke depan kita akan mendapatkan suatu pola
dari anomali gayaberat dalam lubang bor sehingga dapat disimpulkan secara kasar
mengenai gambaran anomali gayaberat di bawah permukaan bumi.

2.2. Prinsip Gayaberat

Teori dasar gaya tarik-menarik antara dua massa mengikuti hukum yang
dijabarkan oleh Sir Isaac Newton yaitu Universal Law of Gravitation dan Second
Law of Motion. Universal Law of Gravitation menyatakan bahwa gaya tarik-
menarik antara dua buah benda m2 ke m1 adalah sebanding dengan perkalian
kedua massa benda tersebut dikalikan dengan suatu konstanta gravitasi dan
berbanding terbalik dengan jarak kuadrat antara keduanya.

Gambar 2.2. Skema gaya tarik menarik antara dua buah benda.

Persamaannya ditunjukkan di bawah ini.


m1m2
F G r1 (2.1)
r2
dengan
F: gaya pada m2 (kg m s-2)
r1 : arah vektor dari m2 ke m1
r : jarak antara m1 dan m2
G : konstanta gravitasi (6.672 x 10-11 Nm2/kg2 atau 6.672 x 10-8 dyne cm2/g2)

8
Sedangkan Second Law of Motion menyatakan bahwa gaya yang dialami oleh
benda m2 adalah sebanding dengan massanya dan percepatan gravitasinya.
Dinyatakan pula oleh persamaan di bawah ini:
F m2 . g (2.2)
Sehingga dapat kita nyatakan bahwa percepatan gravitasi yang di alami oleh
benda m2 oleh benda m1 adalah sebagai berikut:
m1
g G r1 (2.3)
r2
dengan g dinyatakan dalam satuan m/s2. Untuk metoda gayaberat, satuan yang
digunakan adalah Gal dimana: 1 Gal = 1 cm/s2

2.3. Potensial dan Medan Gravitasi

Seperti yang disebutkan di atas bahwa gaya gravitasi adalah vektor dimana
berarah disepanjang lintasan antara dua titik pusat dua massa. Gravitasi
dipengaruhi oleh medan konservatif yang diturunkan dari potensial skalar fungsi
U(x,y,z), disebut potensial tiga dimensi. Persamaannya dinyatakan sebagai
berikut.
F(x, y, z)
U(x, y, z) g ( x, y , z ) (2.4)
m2
Gaya bekerja pada perpindahan unit massa dari jarak tak hingga menuju
titik dengan jarak r dari titik massa yang menghasilkan medan gravitasi. Dengan
menggunakan persamaan (2.4) dalam bentuk skalar, diperoleh persamaan.
r
1 m
U (r ) G m dr G (2.5)
r2 r
Dari persamaan (2.5), potensial yang disebabkan oleh elemen massa dm di
titik (x,y,z) dengan jarak r dari titik P(0,0,0) adalah.
dm dxdydz
dU G G (2.6)
r r
dimana ρ(x,y,z) adalah densitas , dan r 2 = x2 + y2 + z2 . Potensial dari total massa m
adalah.

9
U G dxdydz (2.7)
x y z
r

Karena gaya gravitasi ada pada arah z (nilai positif ke bawah), dan diasumsikan ρ
konstan, maka.
U z
g G dxdydz (2.8)
z x y z
r3

Sedangkan untuk medan potensialnya digunakan persamaan Laplace


dengan koordinat kartesian sebagai berikut.
2 2 2
2 U U U
U 0 (2.9)
x2 y2 z2
U
Karena g , maka
z
2
g 0 (2.10)

2.4. Persamaan gayaberat 3D untuk model prismatik

Dengan menggunakan persamaan (2.8) maka dapat dituliskan kembali


seperti di bawah ini.
z 2 y 2x 2
zdxdydz
g G (2.11)
z1 y1 x1
( x y 2 z 2 )3 / 2
2

Secara numerik, gayaberat yang terukur dapat dijabarkan dengan


persamaan sebagai berikut,
z2
x2 y2
xy
gz G x ln( y r ) y ln( x r ) z arctan (2.12)
zr x1 y1
z1

dengan

r x2 y2 z 2 adalah jarak dari titik pengamatan terhadap massa prisma.

x1, y1, z1 adalah posisi titik pusat anomali dikurangi grid kotak.
x2, y2, z2 adalah posisi titik pusat anomali ditambah grid kotak.

10
Dengan menganggap gaya tarik ke arah pusat massa adalah positif dan
gaya tarik menjauhi pusat massa bumi adalah negatif maka dengan menggunakan
bahasa pemrograman matlab, persamaan (2.12) dapat diubah menjadi persamaan
di bawah ini (Plouff, 1976).
2 2 2
xi y i
g m , n ,o G m , n ,o i , j ,k Z k arctan xi log( Rijk xi ) y i log( Rijk yi )
i 1 j 1 k 1 z k Rijk
(2.13)
dengan
2 2 2
Rijk xi yj zk

ijk ( 1) i ( 1) j ( 1) k
∆ρm,n,o : kontras densitas pada bodi di koordinat m,n,o
Persamaan (2.13) inilah yang akan menjadi formula dalam perhitungan anomali
gayaberat dalam Tugas Akhir ini.

2.5. Persamaan gayaberat mikro selang waktu

Gayaberat mikro selang waktu merupakan metode pengembangan dari


metode gayaberat dengan memanfaatkan waktu sebagai dimensi keempatnya.
Dengan demikian kita dapat menganggap bahwa perubahan nilai gayaberat di
bawah permukaan diakibatkan oleh perubahan massa dan perbedaan geometri dan
waktu (x,y,z,t). Anomali gayaberat yang terjadi dikarenakan hal seperti ini dapat
dikatakan sebagai anomali gayaberat selang waktu (time-lapse). Bila selang
waktunya terjadi beberapa kali dapat dikatakan sebagai anomali gayaberat 4D.
Anomali gayaberat selang waktu terjadi akibat perbedaan nilai gayaberat
antara dua pengukuran pada titik yang sama dan dalam interval waktu tertentu
(Kadir, 1999). Artinya untuk menghasilkan anomali ini, minimal terdapat dua
akuisisi data. Kadir (1999) menyatakan bahwa anomali gayaberat mikro di
permukaan pada titik P(x,y,z) oleh benda pada titik (α,β,γ) dengan beda densitas
∆ρ dan dalam waktu tertentu ∆t, maka persamaan untuk gayaberat mikro selang
waktu ini adalah.

11
( , , , t )( z )
g ( x, y, z, t ) G 3/ 2
d d d (2.14)
2 2
0 (x ) (y ) (z )2

Gambar 2.3. Sketsa pengaruh gayaberat di titik P oleh suatu benda di titik Y.

Jika perubahan gayaberat tidak diikuti dengan perubahan geometri dan


volume sumber maka persamaan (2.14) dapat didekati oleh.
g ( x, y, z, t ) K. ( x, y, z, t ) (2.15)
dengan
K : fungsi Green

(z )
K G 3/ 2
d d d (2.16)
0 (x )2 (y )2 (z )2
∆ρ : kontras densitas
Maka kita dapat nyatakan bahwa.
g ( x, y, z, t ) g ( x, y, z, t1 ) g ( x, y, z, t 0 ) (2.17)
Persamaan (2.15) menunjukkan bahwa anomali gayaberat berbanding
lurus dengan kontras densitas Δρ dan fungsi Green, sehingga bentuk, ukuran dan
jarak terhadap titik pengamatan dari benda anomali direpresentasikan dalam
fungsi Green. Berdasarkan hubungan ini, jika fungsi Green tidak mengalami
perubahan, maka anomali gayaberat yang diamati sepenuhnya tergantung pada
perubahan atau kontras densitas Δρ yang diakibatkan oleh perubahan material
yang mengisi volume pori sumber anomali pada selang waktu tersebut.

12
Rapat massa (ρ) merupakan perbandingan massa terhadap volume suatu
benda. Suatu batuan dengan pori-pori yang terisi oleh fluida (air, minyak dan gas)
dapat direpresentasikan oleh rapat massa dengan n komponen. Fraksi dan rapat
massa fraksi masing-masing Vi dan ρi dapat dinyatakan dengan persamaan
(Schön, 1995).
n
Vi
bulk i (2.18)
i 1 V

Bila terdapat dua bagian fraksi dalam satu tubuh yaitu fraksi matriks dan fraksi
fluida maka persamaan (2.18) dapat ditulis menjadi:
Vm Vf
bulk m f
(2.19)
V V
Jika saturasi fluida sama dengan rasio volume fluida Vf dengan volume
pori Vp dan porositas ф sama dengan rasio volume pori Vp dan volume total Vt
maka diperoleh persamaan:

bulk (1 ) m Sf f (2.20)

dengan ,
ρbulk : rapat massa reservoir
ρm : rapat massa matriks
ρf : rapat massa fluida
Sf : saturasi fluida, merupakan perbandingan antara volume fluida Vf dengan
volume pori Vp
Φ : porositas
Persamaan (2.20) menjelaskan perubahan rapat massa pada reservoir yang
dipengaruhi oleh perubahan saturasi fluida atau perubahan massa komponen-
komponennya, apabila rapat massa komponen pembentuknya tetap dan porositas
reservoir tidak berubah (tidak ada perubahan temperatur atau tekanan). Dengan
demikian perubahan rapat massa pada reservoir hanya dipengaruhi oleh
pergantian fluida yang terjadi selama rentang waktu tertentu. Pergantian fluida
yang dimaksudkan adalah sebagai akibat dari adanya proses injeksi atau produksi
yang dilakukan (ρ2) yang akan menyebabkan terjadinya pengurangan atau

13
penambahan fluida dari kondisi awal (ρ1) sebelum adanya proses injeksi ataupun
produksi.
Kontras rapat massa yang terjadi pada daerah penelitian selama rentang
waktu tertentu diberikan oleh persamaan sebagai berikut:

2 1 (2.21)
dimana

1 (1 ) m So o (2.22)

2 (1 ) m (S o o Sw w ) (2.23)

Untuk ρ1 dianggap Sw = 0 sehingga komponen airnya tidak ada sehingga:


Sw w (2.24)
dengan
ρm : densitas matriks
Sw : saturasi air
So : saturasi minyak
ρw : densitas air
ρo : densitas minyak

2.6. Anomali gayaberat mikro selang waktu lubang bor

Anomali gayaberat mikro selang waktu didefinisikan sebagai selisih harga


pembacaan gayaberat setiap stasiun pada waktu yang berbeda (Kadir, 1999).
Anomali gayaberat mikro selang waktu disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
1. Dinamika fluida bawah permukaan,
2. Perbedaan musim,
3. Amblesan tanah,
4. Perubahan topografi dan bangunan di sekitar titik amat

Pada pengukuran gayaberat mikro selang waktu, secara umum pengukuran


diasumsikan dilakukan pada titik yang sama dan tidak ada perubahan topografi
serta perbedaan elevasi dengan begitu beberapa koreksi dapat dihilangkan, maka

14
dapat dikatakan bahwa anomali gayaberat yang muncul hanya berasal dari
perubahan densitas di bawah permukaan bumi saja.

Gambar 2.4. Anomali gayaberat selang waktu akibat perubahan densitas.

2.7. Pemodelan ke depan anomali gayaberat mikro selang waktu

lubang bor

Dalam melakukan pemodelan ke depan anomali gayaberat lubang bor


mikro selang waktu digunakan persamaan (2.13) sebagai formula perhitungannya.
Dengan menggunakan software matlab dibuatlah sebuah program perhitungan
anomali gayaberat lubang bor yang diberi nama BHGM AP2009. Program ini
akan memberikan gambaran tentang respon gayaberat di dalam lubang bor dengan
karakterisitiknya.
Alur kerjanya yaitu kita membuat model terlebih dahulu dengan
menentukkan posisi pusat dari kotak-kotak bodi anomali kemudian memberikan
masukkan nilai densitasnya tiap-tiap kotak. Setelah itu kita tentukan berapa besar
ukuran dari kotak anomali kita. Langkah terakhir adalah menentukkan posisi
lubang bor kita untuk dianalisa respon gayaberatnya. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada bab selanjutnya.

15
Model dari bodi anomali gayaberat adalah anomali selang waktu dimana
terjadi perubahan densitas pada zona target. Oleh karena itu, kita tidak perlu
memberikan nilai densitas pada setiap kedalaman di bawah permukaan, hanya
perubahan densitasnya saja yang dihitung. Dalam tugas akhir ini dibuat bodi
anomali sesederhana mungkin agar proses penyampaian informasi dalam studi ini
lebih mudah dipahami.

16
BAB III
PEMBUATAN DAN PENGUJIAN PROGRAM PEMODELAN
KE DEPAN GAYABERAT LUBANG BOR

3.1. Pendahuluan

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui respon anomali gayaberat lubang


bor, dibuat program pemodelan ke depan (BHGM AP2009) dengan menggunakan
bahasa pemrograman Matlab. Program yang dibuat merupakan program yang user
friendly karena didesain sedemikian rupa sehingga user dapat melakukan input
data dan memilih parameter pengukuran dengan mudah.
Penulis membuat program ini untuk melihat respon dari anomali gayaberat
lubang bor lebih mudah dan cepat karena tidak perlu melakukan eksekusi program
berulang kali. Cukup dengan sekali eksekusi kemudian tinggal merubah-rubah
parameter model atau parameter pengukurannya saja. Untuk melakukan analisis
amplitudo dari respon anomali gayaberat maka data output dari program ini dapat
diolah melalui software lain seperti Microsoft® Excel.
Konsep perhitungan anomali gayaberat dalam program ini menggunakan
pendekatan Plouff (1967) sesuai dengan persamaan (2.13). Setiap kotak adalah
sebangun dan identik baik grid horizontal maupun vertikal oleh karena itu,
pemakai harus mendesain terlebih dahulu bodi anomali agar sesuai dengan
keinginan. Model yang dibuat pemakai bisa berupa bodi dengan densitas yang
homogen dan dapat juga yang heterogen.
Program ini hanya akan dieksekusi pada komputer yang telah ter-install
Matlab. Program ini tidak bisa dijadikan stand alone program karena keterbatasan
software dan keterbatasan pembuat program. Sebelum melakukan akuisisi di
lapangan, program ini dapat dijadikan simulasi awal agar data yang akan
diperoleh lebih baik lagi. Script perhitungan dasar untuk menghitunga gayaberat
pada lubang bor yang digunakan terlampir pada LAMPIRAN A. Untuk tampilan
programnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.

17
3.2. GUI

GUI (Graphic User Interface) adalah suatu interface dimana program


dapat dijalankan dengan sangat friendly. Dengan desain yang khusus pengguna
program akan disuguhkan dengan kemudahan dalam pengoperasian program.
Dengan menekan tombol-tombol yang tersedia dan melakukan input parameter
yang diinginkan maka informasi tentang respon gayaberat akan didapatkan
dengan mudah. Ilustrasinya ditunjukkan oleh Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Program BHGM AP2009 yang dikemas dalam GUI.

18
3.3. Diagram alir program

Diagram alir program BHGM AP2009 mengikuti bagan di bawah ini.

Gambar 3.2. Diagram alir program BHGM AP2009.

19
3.3.1. Input model bodi anomali
Dengan menggunakan program ini, pemakai dapat melakukan
input dalam bentuk *.txt atau *.dat. Untuk input data terdiri dari 4 kolom
dengan rincian sebagai berikut:
Kolom 1: posisi koordinat-x titik pusat untuk 1 kotak bodi anomali.
Kolom 2: posisi koordinat-y titik pusat untuk 1 kotak bodi anomali.
Kolom 3: posisi koordinat-z titik pusat untuk 1 kotak bodi anomali.
Kolom 4: nilai Δρ untuk 1 kotak bodi anomali.
Untuk satu kotak bodi anomali, direpresentasikan dalam satu baris.
Bila terdapat dua baris artinya terdapat 2 bodi dan seterusnya. Ilustrasi
untuk input bodi dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Parameter input model bodi anomali.

Untuk me-load data input yang telah dibuat di notepad tersebut,


pemakai tinggal meng-klik tombol “input data” kemudian pilih file yang
berisi data-data bodi anomali telah kita buat. Data input kita akan disimpan
pada suatu alamat yang diberi nama handles.inputdata_pushbutton.

3.3.2. Input Dimensi


Input dimensi menunjukkan suatu batas area yang ingin
diobservasi secara 3D. Bila input ini diberi nilai default atau 0 semua,
maka program akan men-set ukuran area observasi sebesar maksimumnya
bodi yang dimasukkan.

20
3.3.3. Grid Size
Grid size adalah ukuran lebar dari bodi anomali. Besar nilai yang
dimasukkan adalah setengah dari panjang sisi baik ke arah sumbu-x,
sumbu-y maupun sumbu-z. Grid size ini juga menunjukkan sampling
interval stasiun pengukuran gayaberat di permukaan. Ilustrasinya
ditunjukkan oleh Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Sketsa bodi anomali dengan panjang sisi sebesar 2G x,2Gy,2Gz.

3.3.4. Show Model


Dari berbagai input yang user tentukan , maka untuk menampilkan
model yang telah dibuat tinggal klik tombol “show model”. Display dalam
cube (Montagnon, 2007) 3D akan ditunjukkan sebagai quality control dari
input yang user masukkan. Bila terjadi kesalahan dalam memasukkan
input maka akan terlihat disini.

Gambar 3.5. Tampilan dari bodi anomali densitas bawah permukaan.

21
3.3.5. Plot Surface Measurement
Setelah kita tahu posisi dari bodi anomali densitas berada dimana
maka untuk melihat respon gayaberatnya tinggal meng-klik tombol “plot
surface measurement”. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan di
permukaan ini adalah topografi permukaan yang datar. Untuk formula
perhitungan gayaberatnya digunakan rumus Plouff (1976). Display
disajikan dalam tampilan surf dan contour. Pada kedua tampilan ini, nilai
gayaberat yang lebih tinggi direpresentasikan dengan warna merah
sedangkan yang lebih rendah direpresentasikan dengan warna biru.

Gambar 3.6. Tampilan respon gayaberat di permukaan dan konturnya.

3.3.6. Measurement Parameter Coordinate


User dapat menempatkan posisi dari lubang bor dimana saja
dengan asumsi pengeboran adalah vertikal. Selain itu, user harus
memasukkan posisi awal pengukuran, posisi akhir pengukuran dan stasiun
intervalnya. Semakin kecil jarak interval maka log yang dihasilkan

22
semakin smooth namun waktu yang diperlukan dalam perhitungan
semakin lama.
Ada keterbatasan program dalam melakukan perhitungan dimana
saat lubang bor harus menembus bodi. User harus menghapus satu atau
beberapa bodi yang menghalangi jalur pengukuran. Bila hal ini tidak
dilakukan maka hasil yang diperoleh akan memperoleh nilai tak hingga
atau hasilnya divergen. Hal ini realistis karena pada pengukuran
sebenarnya di lapangan, jalur pengukuran akan bebas dari segala jenis
batuan atau dapat dikatakan di dalam lubang bor tersebut kosong.

3.3.7. Plot BHGM


Tombol ini menginstruksikan untuk menghitung nilai anomali
gayaberat di dalam lubang bor. Sesuai dengan input parameter pengukuran
yang ditentukan sebelumnya maka tampilan yang muncul berupa log
gravity curve. Secara kualitatif kita dapat melihat adanya perubahan nilai
gayaberat mengikuti fungsi sinus. Nilai gayaberat nol artinya titik pusat
anomali densitas bawah permukaan.

Gambar 3.7. Log borehole gravity.

23
3.3.8. Save Output
User dapat menyimpan data log boreholenya di dalam suatu file
berformat *.txt yang isinya terdapat 2 kolom angka. Kolom pertama
merupakan posisi stasiun pengukuran dalam lubang bor (dalam satuan
meter) sedangkan kolom kedua merupakan nilai anomali gayaberatnya
(dalam satuan mGal). Untuk pengolahan data lebih lanjut, data yang sudah
disimpan tadi dapat dibuka lagi di Microsoft Excel.

Gambar 3.8. File output dari hasil pengukuran.

3.4. Pengujian Program

Untuk menguji apakah program BHGM AP2009 sudah benar dan layak
digunakan atau tidak maka penulis membandingkannya dengan program yang
sudah popular digunakan saat ini yaitu Geomodel. Langkah pengujiannya yaitu
dengan membandingkan nilai gayaberat dalam satu lintasan sepanjang 4000
meter, dengan bodi berukuran panjang = 1000 meter, tebal = 200 meter dan strike
= 200 meter ditunjukkan oleh Gambar 3.9. Respon gayaberat yang terukur oleh
program BHGM AP2009 ditunjukkan oleh Gambar 3.10 sedangkan oleh program
Geomodel ditunjukkan oleh Gambar 3.11.

24
Gambar 3.9. Penampang bodi anomali dengan panjang = 1000 m, tebal 200 m,
dan strike ke arah y = 200 m.

Gambar 3.10. Respon gayaberat di permukaan menggunakan program BHGM


AP2009.

25
Gambar 3.11. Penampang dan respon gayaberat menggunakan Geomodel.

Dari kedua respon diatas, dicuplik data anomali gayaberat setiap 50 meter
sepanjang penampang kemudian dihitung RMSerror-nya antara BHGM AP2009
dan Geomodel dan didapat error sebesar: 0,04 μGal. Dengan error yang sekecil itu
maka kita dapat meyakini bahwa program BHGM AP2009 ini layak digunakan
dan dapat dipercayai kebenaran perhitungannya. Untuk tabel perhitungan E RMS
dapat dilihat di Lampiran B.

26
BAB IV
PEMODELAN SINTETIK, HASIL DAN ANALISIS

4.1. Pemodelan Sintetik Dengan Lubang Bor Menembus Bodi

Anomali.

Untuk pemodelan sintetik dengan lubang bor yang menembus bodi


anomali akan dibagi menjadi dua buah skenario, yaitu model perlapisan dan
model sesar. Kedua model tersebut akan menunjukkan kelebihan metode
gayaberat lubang bor dalam mengidentifikasi geometri bodi.
Pada model perlapisan, akan ditunjukkan apakah metode gayaberat mikro
selang waktu lubang bor ini dapat digunakan untuk membedakan dua buah bodi
secara vertikal dan seberapa jauh jarak yang bisa diidentifikasi. Model dibuat
dengan ketebalan yang berbeda-beda dan dengan jarak antara keduanya yang
berbeda pula, sehingga dapat diidentifikasi seberapa besar pengaruh ketebalan
bodi terhadap jarak antara kedua bodi.
Sedangkan untuk model sesar, akan ditunjukkan apakah metode gayaberat
mikro selang waktu lubang bor ini dapat mengidentifikasi satu bodi dengan bodi
yang lainnya baik ke arah vertikal maupun horizontal dan seberapa besar
pengaruh satu bodi dengan bodi yang lainnya. Pada pemodelan ini akan
diterapkan sebagian dari konsep seismik atribut yaitu atribut amplitudo yang
fungsinya untuk memperjelas geometri dari bodi anomali.

4.1.1. Hasil dan analisis untuk model perlapisan


a. Hasil

Untuk model perlapisan, bodi yang dibuat berupa dua buah lapisan
yang horizontal dengan geometri panjang sebesar 400 m, lebar sebesar 100
m dan tebal dari 20 m hingga 160 m. Jarak antar kedua bodi pun berbeda –
beda. Lubang bor diposisikan di tengah-tengah bodi anomali sehingga

27
respon yang diukur adalah respon gayaberat yang maksimum. Ilustrasi
surveynya ditunjukkan oleh Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Desain akuisisi pada model perlapisan.

Hasil dari pemodelan ini secara umum ditunjukkan oleh Gambar


4.2. dan Gambar 4.3

Gambar 4.2. Log gayaberat lubang bor untuk model perlapisan. Untuk
jarak 80 m, separasi bodi berdasarkan respon anomali dapat dibedakan
dengan baik.

28
Gambar 4.3. Log gayaberat lubang bor untuk model perlapisan dengan jarak 20
m. Bentuk seperti di atas adalah batas minimum bahwa kedua perlapisan dapat
dipisahkan.

Dengan cara pengukuran seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.2 dan


4.3, maka dilakukan pula pengukuran untuk berbagai bodi anomali dengan
ketebalan dan jarak antar bodi anomali yang berbeda – beda (Tabel 4.1).
Pada tabel ini menunjukkan bahwa batas lapisan antar kedua bodi anomali
ada yang masih dapat dipisahkan dengan jelas, ada yang kurang jelas
(perlu analisa lebih lanjut), dan ada pula yang tidak jelas sama sekali.
Untuk jarak antar bodi lebih besar dari 20 meter, maka interval
pengukurannya sebesar 10 meter. Sedangkan untuk jarak anar bodi kurang
dari sama dengan 20 meter, maka interval pengukurannya sebesar 1 meter.
Hal ini dilakukan untuk menjaga agar sinyal respon gayaberat lubang bor
yang terukur tidak hilang atau dikenal dengan aliasing.

29
Tabel 4.1. Skema hasil pengukuran untuk model perlapisan.
Posisi bodi (m) Batas kedua bodi anomali
Tebal bodi
Jarak lapisan Bodi Top Bottom yang dapat dipisahkan
1 700 720
40 Jelas
2 760 780
20 m
1 700 720
20 kurang jelas
2 740 760
1 700 740
80 Jelas
2 820 860
1 700 740
60 Jelas
2 800 840
1 700 740
40 m 40 Jelas
2 780 820
1 700 740
20 Jelas
2 760 800
1 700 740
10 tidak jelas
2 750 790
1 700 780
20 Jelas
2 800 880
1 700 780
80 m 10 Jelas
2 790 870
1 700 780
5 tidak jelas
2 785 865
1 700 860
5 Jelas
2 865 1025
160 m
4 1 700 860
kurang jelas
2 864 1024

b. Analisa

Berdasarkan hasil pemodelan sintetik di atas dapat dianalisa bahwa


semakin jauh jarak antar kedua bodi, maka batas base dari bodi yang
berada di atas dan top dari bodi yang berada dibawahnya dapat
diidentifikasi lebih jelas. Hal ini terjadi karena pengaruh superposisi dari
respon gayaberat satu bodi terhadap bodi yang lainnya sangat kecil. Di
satu sisi, suatu titik akan mengalami harga yang negatif besar akibat bodi
di atasnya sedangkan kontribusi harga positif dari bodi di bawahnya sangat
kecil sekali, begitu pun sebaliknya.

30
Pada jarak tertentu batas antar kedua bodi anomali akan sulit
teridentifikasi yaitu pada saat jaraknya semakin pendek. Hal ini terjadi
karena kontribusi yang saling berlawanan antara kedua bodi anomali
relatif sama. Semakin tebal bodi anomali maka jarak minimum antar
keduanya semakin pendek. Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan
bahwa batas paling minimum kedua bodi dapat dipisahkan yaitu sekitar 5
meter dengan ketebalan bodi sebesar 160 meter. Lihat Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Crossplot antara ketebalan bodi dengan jarak antar bodi.

Zona merah pada Gambar 4.4. menunjukkan batas minimal jarak


antar bodi yang masih dapat teridentifikasi pada ketebalan tertentu. Zona
biru di atas zona merah menunjukkan jarak yang aman agar batas kedua
lapisan teridentifikasi dengan jelas. Sedangkan zona kuning di bawah zona
merah menunjukkan jarak yang tidak dapat memperlihatkan batas lapisan
dengan jelas. Hal ini berlaku untuk model perlapisan pada Tugas Akhir ini.

31
4.1.2. Hasil dan analisis untuk model sesar
a. Hasil

Hasil pemodelan untuk bodi anomali yang terpisah baik secara


horizontal dan vertikal yang ditunjukkan oleh Gambar 4.5. Dalam geologi,
keadaan seperti ini merepresentasikan suatu bodi yang terjadi pada
keadaan patahan/sesar (fault). Geometri dari bodi anomali memiliki
panjang 200 meter, lebar 60 meter, dan tebal 40 meter. Kemudian
dilakukan pengukuran untuk melihat respon gayaberat lubang bornya
dengan pengukuran sejajar pada sumbu-y yang konstan.

Gambar 4.5. (a) Penampang horizontal, (b) Penampang vertikal. (c) Desain
pengukuran gayaberat mikro selang waktu lubang bor untuk model sesar dengan
menggunakan 13 lubang bor yang sejajar.

Pengukuran dilakukan dengan interval 10 meter. Spasi antar


lubang bor sebesar 20 meter. Panjang pengukuran dilakukan dari
permukaan hingga kedalaman 1500 meter. Dengan desain pengukuran
seperti di atas, maka log gayaberat yang terukur pada lubang bor nomor
akan ditunjukkan oleh Gambar 4.6.

32
Gambar 4.6. Log respon gayaberat yang diukur pada lubang bor nomor 3, 5, 7, 9
dan 11.

Berdasarkan log respon gayaberat pada kelima contoh Gambar 4.6.


maka, dapat diidentifikasi bahwa posisi dari bodi anomali terpisah dengan
baik. Top dari bodi di sebelah kiri atas berada di kedalaman sekitar 500
meter dan base berada di kedalaman sekitar 540 meter. Sedangkan top
untuk bodi di sebelah kanan bawah berada di kedalaman sekitar 700 meter
dan base berada di kedalaman sekitar 740 meter.
Data log gayaberat untuk lubang bor nomor 3 dan 5 menunjukkan
dengan jelas top dan base dari bodi sebelah kiri, begitu pun juga untuk
lubang bor nomor 9 dan 11 menunjukkan dengan jelas bodi sebelah kanan.
Namun untuk lubang bor nomor 7, log gayaberat begitu meragukan. Bila
dilihat besar amplitudonya yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan log
lubang bor yang lainnya, dapat disimpulkan secara kasar bahwa lubang bor
nomor 7 tidak menembus bodi anomali.
Bila semua data respon gayaberat dari ke-13 lubang bor tersebut
diambil maka akan terlihat suatu kemenerusan seperti yang ditunjukkan
oleh Gambar 4.7. Warna merah menunjukkan amplitudo positif yang
merepresentasikan top dari bodi anomali, sedangkan warna biru adalah
base-nya.

33
Gambar 4.7. Penampang gayaberat mikro selang waktu lubang bor untuk model
sesar.

Dengan mengadopsi teknik atribut amplitudo dari


penginterpretasian data seismik refleksi, maka dapat diubah penampang
respon gayaberat tersebut dengan tampilan yang lain yaitu absolut
amplitudo dan energi amplitudo (amplitudo kuadrat). Ilustrasinya
ditunjukkan Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Penerapan teknik atribut amplitudo pada log gayaberat. (A)
menggunakan amplitudo absolut. (B) menggunakan energi amplitudo.

34
b. Analisis

Dalam penerapannya pada model sesar di atas, metode gayaberat


mikro selang waktu lubang bor nampaknya tidak mengalami kesulitan
dalam memetakan bodi anomali dengan baik. Batas – batas bodi pun dapat
diidentifikasi dengan mudah. Log pada lubang bor yang tidak menembus
bodi akan menunjukkan respon gayaberat yang kecil sekali dengan lubang
bor yang menembus bodi. Oleh karena itu, efek gaya tarik-menarik pada
Gambar 4.9 akan terkonsentrasi di dekat bodi itu sendiri. Bila
dibandingkan dengan respon di lubang bor yang menembus bodi, maka
respon di lubang bor yang tidak menembus bodi dapat diabaikan.
Dengan menerapkan analisis atribut amplitudo absolut, diperoleh
tampilan penampang yang berbeda. Top dan base akan direpresentasikan
oleh warna merah yang menunjukkan nilai maksimum amplitudo positif.
Jika diperhatikan lebih seksama, kontur maksimum amplitudo masih bias
atau smearing. Oleh karena itu, diterapkanlah atribut energi amplitudo
dimana amplitudo akan diperkuat dengan cara dikuadratkan sehingga
amplitudo yang kecil akan tetap kecil sedangkan amplitudo yang besar
akan semakin besar. Dengan teknik ini , maka proses pengidentifikasian
top dan base menjadi lebih mudah lagi karena nilai maksimum semakin
fokus di top dan base dari bodi anomali.

4.2. Pemodelan Sintetik Dengan Lubang Bor Tidak Menembus Bodi

Anomali

Dalam metode gayaberat lubang bor mikro selang waktu ini, ada
beberapa istilah yang penulis tetapkan. Istilah – istilah ini dibuat sebagai
penamaan identitas saja agar informasi dari penulis dapat tersampaikan
kepada pembaca dengan mudah. Beberapa istilah yang dibuat adalah:

35
a. Distance (d)

Distance (d) adalah jarak antara koordinat posisi lubang bor


dengan titik pusat bodi anomali densitas. Distance ditarik secara horizontal
dan tegak lurus dengan lintasan pengukuran lubang bor. Untuk lebih
jelasknya diilustrasikan pada Gambar 4.9.

b. Sudut α

Sudut α definisikan sebagai sudut antara garis vertikal (lintasan


lubang bor) pada titik maksimum amplitudo dengan koordinat pusat bodi
anomali densitas. Dengan memahami sudut ini maka kita dapat
menentukan posisi pengukuran gayaberat lubang bor yang lebih efektif.
Untuk lebih jelasnya diilustrasikan pada Gambar 4.9.

c. ∆h

∆h didefinisikan sebagai jarak antara nilai nol dengan nilai


maksimum amplitudo. Nilai maksimum ini bernilai absolut dan biasanya
panjang dari ∆h sama panjang, baik dari nol ke maksimum maupun dari
nol ke minimum amplitudo. ∆h dapat dikatakan juga sebagai setengah
panjang gelombang. Untuk lebih jelasnya diilustrasikan pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9. Ilustrasi untuk distance, sudut α dan ∆h ditunjukkan oleh tulisan dan
anak panah berwarna ungu.

36
Model pendekatan silinder oleh 68 buah prisma
Pada pemodelan sintetik dimana lubang bor tidak menembus bodi
dibuatlah 4 buah model silinder yang didekati oleh 68 buah prisma.
Koordinat pusat dari keempat model ini berada pada (2000 m, 2000 m).
Pemilihan model ini dimaksudkan agar seakan – akan pengukuran yang
dilakukan pada jarak antar bodi dengan lubang bor (distance) yang sama
akan menghasilkan respon gayaberat yang sama pula. Ilustrasi Bodinya
ditunjukkan oleh Gambar 4.10 sedangkan geometri untuk keempat bodi
anomalinya ditunjukkan oleh Tabel 4.2.

Gambar 4.10. Model silinder yang didekati oleh 68 buah prisma.

Tabel 4.2. Geometri dan parameter densitas untuk keempat bodi anomali.
Parameter Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Diameter (m) 1000 1000 500 2000
∆ρ (gr/cc) 0.04 0.03 0.04 0.04
Kedalaman (m) 1000 1000 1000 1000

Berdasarkan geometri dan parameter densitas yang disebutkan


pada Tabel 4.2, maka dibuat suatu desain survey (Gambar 4.11) untuk
mengidentifikasi parameter amplitudo dan panjang gelombang terhadap

37
perubahan variabel distance, ∆h, dan sudut. Selain itu akan ditunjukkan
pula hubungan antar variabel itu sendiri. Parameter distance pada desain
survey ini untuk setiap bodi berbeda – beda, maka ditunjukkan pada Tabel
4.3

Gambar 4.11. Desain survey untuk model dengan lubang bor tidak menembus
bodi anomali.

Tabel 4.3. Parameter survey untuk keempat model yang tidak ditembus lubang
bor. (X dan Y adalah koordinat dari lubang bor dalam meter).
Lubang Bor Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
X Y X Y X Y X Y
1 2000 2600 2000 2600 2000 2350 2000 3100
2 2000 2750 2000 2750 2000 2500 2000 3250
3 2000 3000 2000 3000 2000 2750 2000 3400
4 2000 3250 2000 3250 2000 3000 2000 3550
5 2000 3500 2000 3500 2000 3250 2000 3700
6 2000 3750 2000 3750 2000 3500 2000 3850

38
4.2.1. Hasil pemodelan untuk 4 model silinder
Gambar 4.14 di bawah ini adalah sebagian dari hasil pengukuran
gayaberat di lubang bor. Untuk keseluruhan hasil pengukuran terlampir
pada LAMPIRAN C. Kurva yang amplitudonya paling kecil adalah model
dengan ketebalan 20 m sedangkan kurva yang amplitudonya paling besar
memiliki tebal 200 m. increment tiap kurva adalah 20 m.

Gambar 4.12. Log gayaberat lubang bor pada Model 1, 2 dan 3 serta diukur pada
koordinat (2000, 3250) dan (2000, 3500).

39
4.2.2. Analisis log dan crossplot
Secara kualitatif, analisis log gayaberat lubang bor ini dibagi
menjadi beberapa 4 poin yakni:
1. Respon gayaberat akan bernilai nol pada kedalaman dimana pusat
bodi anomali berada. Hal ini terjadi karena vektor gayaberat akan
berarah horizontal sehingga komponen di sumbu-z akan tidak ada. Hal
ini berlaku untuk bodi anomali tunggal dengan kontras densitas
homogen.

Gambar 4.13. Sketsa log gayaberat pada kedalaman tertentu.

2. Semakin jauh distance maka amplitudo semakin kecil juga.


Ilustrasinya ditunjukkan oleh Gambar 4.14.

3. Panjang gelombang akan semakin pendek bila diameter bodi semakin


besar, ketebalan bodi semakin tipis dan jarak pengukuran semakin
dekat dengan bodi anomali. Sebaliknya, panjang gelombang akan
semakin panjang bila diameter bodi semakin kecil, ketebalan bodi
semakin tebal dan jarak pengukuran semakin jauh dengan bodi
anomali. Ilustrasinya ditunjukkan oleh Gambar 4.14.

40
Gambar 4.14. Log gayaberat lubang bor pada jarak tertentu.

4. Perbedaan kontras densitas hanya mempengaruhi besar amplitudo saja,


sedangkan panjang gelombangnya relatif tidak berubah (Gambar 4.15).

Gambar 4.15. Log gayaberat lubang bor dengan kontras densitas yang berbeda.

Selain analisa secara kualitatif diatas, dilakukan pula analisa


berdasarkan crossplot antar parameter amplitudo, panjang gelombang,
gradien dan sudut terhadap variabel distance, ketebalan dan sudut. Dari
crossplot tersebut dapat menjadi rekomendasi survey gayaberat lubang
bor.

41
Amplitudo vs ketebalan bodi.

Crossplot (A)
Amplitudo vs Tebal Bodi Untuk Model 1
60
50
Amplitudo (μGal)

40
30
20
10
0
0 50 100 150 200 250
Ketebalan bodi (m)

d = 600 d = 750 d =1000 d = 1250 d = 1500 d =1750

Gambar 4.16. Crossplot antara amplitudo terhadap tebal bodi anomali untuk
model 1.

Berdasarkan crossplot (A) pada Gambar 4.16 dapat diketahui


bahwa hubungan antara ketebalan dengan amplitudo adalah linier. Slope
tertinggi dimiliki oleh lubang bor dengan distance paling dekat yaitu 600
m. sedangkan slope terrendah dimiliki oleh lubang bor dengan distance
paling jauh yaitu 1750 m. Artinya, perubahan amplitudo paling cepat
terhadap ketebalan bodi terjadi bila pengukuran dilakukan pada distance
yang dekat. Secara umum, trend seperti ini terjadi pula pada model yang
lain.

42
Amplitudo vs distance.

Crossplot (B)
Amplitudo vs Distance
25.000

20.000
Amplitudo (μGal)

15.000

10.000

5.000

0.000
0 500 1000 1500 2000 2500
Distance (m)

Model 1 - 40 m Model 1 - 60 m Model 2 - 40 m Model 2 - 60 m


Model 3 - 40 m Model 3 - 60 m Model 4 - 40 m Model 4 - 60 m

Gambar 4.17. Crossplot antara amplitudo dengan distance untuk keempat model
dengan ketebalan 40 dan 60 meter.

Berdasarkan hasil analisis crossplot (B) antara amplitudo terhadap


distance dapat ditunjukkan bahwa amplitudo akan semakin mengecil
secara tidak linier terhadap jarak pengukuran. Semakin tebal bodi anomali,
maka perubahan amplitudo terhadap jarak semakin cepat. Semakin besar
diameter dari bodi anomali, maka perubahan amplitudo terhadap distance-
nya semakin cepat. Perbedaan kontras densitas hanya mempengaruhi
besarnya amplitudo saja sedangkan perubahan amplitudo terhadap
distance-nya sama saja dengan bodi lain yang sebangun.
Kurva di atas membuktikan bahwa hukum Newton berlaku.
Newton menyatakan bahwa gaya gravitasi akan berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak antara kedua titik massa. Oleh karena itu, semakin
jauh distance maka amplitudo semakin mengecil namun tidak akan pernah
melewati nilai 0

43
Amplitudo vs diameter bodi anomali.

Crossplot (C)
Amplitudo vs Diameter Bodi Pada Distance 1250 m
20.000
Amplitudo (μGal)

15.000

10.000

5.000

0.000
0 500 1000 1500 2000 2500
Diameter bodi (m)

Tebal = 40 m Tebal = 60 m Tebal = 80 m Tebal = 20 m

Gambar 4.18. Crossplot antara amplitudo terhadap diameter bodi dengan


ketebalan 20 m, 40 m, 60 m, dan 80 m pada distance 1250 m.

Crossplot (C) menunjukkan hubungan antar amplitudo terhadap


diameter bodi. Sampel data ini dilakukan pada jarak yang sama yaitu 1250
m. Untuk distance yang berbeda, maka trend-nya akan sama. Yang
berbeda adalah besar amplitudonya saja. Berdasarkan analisis crossplot
(C) dapat diketahui bahwa hubungan antara keduanya adalah berbanding
secara tidak linier. Semakin besar diameter bodi anomali maka semakin
besar pula amplitudo dari respon gayaberat lubang bornya. Untuk bodi
yang lebih tebal maka slope perubahan amplitudonya semakin cepat
daripada yang lebih tipis.
Bila crossplot (C) dikombinasikan dengan crossplot (A) dan
crossplot (B), maka dapat diambil kesimpulan bahwa ketebalan, distance,
dan besar diameter bodi anomali akan memberikan kontribusi yang
berbeda – beda terhadap amplitudo. Namun, trend-nya tetap sama yaitu
semakin tebal bodi, semakin dekat, dan semakin besar diameter bodi,
maka amplitudo gayaberat lubang bor akan semakin besar.

44
Panjang gelombang vs ketebalan.

Crossplot (D)
Panjang Gelombang vs Tebal Bodi Untuk Model 1
1200
Panjang gelombang (m)

1000
800
600
400
200
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Tebal bodi anomali (m)

Distance = 750 Distance = 1000

Gambar 4.19. Crossplot antara panjang gelombang vs tebal bodi anomali untuk
model 1.

Crossplot (D) menunjukkan bahwa panjang gelombang akan


mengalami perubahan secara tidak linear terhadap tebal bodi anomali. Jika
diperhatikan lebih detail, seakan-akan ada dua trend garis lurus yang
dipisahkan oleh bodi dengan ketebalan ± 200 m. Ketika tebal bodi di
bawah 200 m, maka perubahan panjang gelombang akan relatif kecil.
Namun, ketika ketebalan bodi diatas 200 m, maka perubahan panjang
gelombang terhadap ketebalan relatif lebih cepat.
Semakin pendek distance maka kurva di atas hampir linier. Hal ini
berasosiasi dengan pengukuran ketika menembus bodi. Ketika lubang
bor menembus bodi anomali, maka panjang gelombang akan
memiliki panjang yang sama dengan ketebalan bodi. Dengan begitu,
ketika ingin mengukur ketebalan suatu bodi dengan tepat, maka
pengukuran harus dilakukan dengan cara menembus bodi anomali.

45
Panjang gelombang vs distance.

Crossplot (E)
Panjang Gelombang vs Distance
3000
Panjang gelombang (m)

2500
2000
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500
Distance (m)

Model 1 dan 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.20. Crossplot antara panjang gelombang vs distance.

Crossplot (E) menujukkan bahwa panjang gelombang akan


berbanding lurus dan mendekati linier terhadap distance. Untuk Model 1
dan 2 yang notabene hanya berbeda densitasnya, maka panjang
gelombangnya sama besar. Untuk model 3, dimana diameternya lebih
kecil daripada model 1, memiliki slope relatif lebih landai daripada model
1,2 dan 4. Sedangkan untuk model 4, dimana diameternya paling besar
diantara keempatnya, memiliki slope yang curam dibandingkan model
yang lainnya.
Dari hasil analisis di atas, maka dapat dikatakan pula bahwa besar
geometri dari bodi berkontribusi terhadap slope dari perubahan panjang
gelombang terhadap distance. Oleh karena itu, pada crossplot selanjutnya
akan ditampilkan crossplot antara panjang gelombang terhadap diameter
bodi anomali.

46
Panjang gelombang vs diameter bodi anomali.

Crossplot (f)
Panjang Gelombang vs Diameter Anomali
2500
Panjang gelombang (m)

2000

1500

1000

500

0
0 500 1000 1500 2000 2500
Diameter bodi anomali (m)

Distance = 1250 m Distance = 1500 m

Gambar 4.21. Crossplot antara panjang gelombang vs diameter bodi anomali.

Crossplot (f) menunjukkan hubungan antara panjang gelombang


terhadap tebal bodi anomali. Semakin kecil diameter dari bodi anomali,
maka besar panjang gelombang akan semakin konvergen ke suatu nilai
tertentu. Contohnya bila pengukuran dilakukan pada jarak 1500 meter,
maka panjang gelombang untuk bodi dengan diameter 50 meter berkisar
sekitar 2100 m.
Ketika diameter bodi anomali diperbesar, seakan – akan kurva di
atas akan melewati titik 0. Padahal dalam kenyataannya tidak ada panjang
gelombang yang bernilai negatif. Oleh karena itu, ketika besar dari
diameter menunjukkan nilai yang tinggi, maka panjang gelombangnya
akan konstan. Hal ini akan dikontrol juga oleh ketebalan bodi.

47
Crossplot distance vs sudut.

Crossplot(G)
distance vs sudut
80.000
75.000
Sudut (derajat)

70.000
65.000
60.000
55.000
50.000
0 500 1000 1500 2000 2500
distance (meter)

Model 1 dan Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.22. Crossplot antar distance terhadap sudut.

Dari kurva di atas, terlihat bahwa untuk setiap distance ≤ besar


diameternya, maka slope dari sudutnya semakin tajam. Sedangkan untuk
distance yang jaraknya lebih besar dari lebar diameter bodi, slope dari
sudutnya relatif lebih landai.
Distance dengan slope sudut yang tajam berarti memiliki
sensitifitas pengukuran yang lebih akurat dari pada yang slope-nya landai.
Sebagai contoh, distance sebesar 1000 dan 1500 memiliki sudut yang
sama yaitu 550. Oleh karena itu, bila diketahui suatu kedalaman bodi
adalah “x” meter, maka prediksi akan distance lubang bor terhadap pusat
bodi anomali akan bias sekali.
Berdasarkan analisa di atas, maka dalam melakukan survey
gayaberat mikro selang waktu sebaiknya menempatkan posisi lubang bor
sedekat mungkin dengan bodi anomali, minimal panjang distance sama
besarnya dengan diameter bodi anomali. Namun, Bila pengukuran
gayaberat lubang bor dilakukan hingga menembus bodi anomali, bukan
hanya dapat didentifikasi posisi dari bodi anomali, bahkan ketebalan dan
batas lapisannya pun dapat dipetakan dengan baik.

48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Program BHGM AP2009 memiliki RMSerror sebesar ± 0.04 μGal sehingga


program ini sudah layak digunakan dalam pemodelan sintetik metode
gayaberat.
2. Secara umum, kedalaman pusat bodi anomali ditunjukkan saat nilai respon
gayaberatnya nol.
3. Metode gayaberat lubang bor untuk pengukuran menembus bodi dapat
menunjukkan posisi dan bentuk geometri bodi anomali, dimana top dan
base dari bodi direpresentasikan oleh amplitudo maksimum dan minimum.
4. Spasi pengukuran yang digunakan harus lebih kecil dari ketebalan bodi
maupun jarak antar bodi.
5. Berdasarkan hasil analisa crossplot ketebalan bodi terhadap jarak antar
kedua bodi menunjukkan bahwa semakin tebal bodi anomali, maka jarak
antar bodi yang bisa dipisahkan oleh gayaberat lubang bor semakin
pendek. Untuk bodi yang memiliki ketebalan 160 m, jarak antar bodi yang
masih dapat dipisahkan respon gayaberatnya yaitu sebesar ±5 m.
6. Analisa atribut amplitudo dapat menghasilkan respon amplitudo gayaberat
yang lebih fokus dan mengurangi smearing sehingga batas dari bodi dapat
terlihat lebih jelas.
7. Amplitudo gayaberat mikro selang waktu lubang bor akan semakin besar
secara linier terhadap ketebalan bodi (Crossplot (A)), serta berkurang dan
bertambah secara tidak linier terhadap jarak pengukuran (Crossplot (B))
dan diameter bodi anomali (Crossplot (C)).
8. Panjang gelombang (2∆h) gayaberat mikro selang waktu lubang bor akan
memanjang dan memendek secara tidak linier terhadap ketebalan

49
(Crossplot (D)) dan diameter bodi (Crossplot (F)), namun akan
memanjang secara linier terhadap jarak pengukuran (Crossplot (E)),
9. Untuk ketebalan bodi di bawah 200 m, perubahan panjang gelombang
relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan ketebalan diatas 200 m.
10. Crossplot (G) dapat digunakan sebagai rekomendasi survey gayaberat
mikro selang waktu lubang bor dimana jarak antar lubang bor dengan bodi
anomali sebaiknya ditempatkan ≤ lebar diameter bodi anomali (distance ≤
lebar diameter target) atau pada saat sudutnya lebih dari 550.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan pemodelan gayaberat mikro selang waktu dengan contoh


model yang lebih banyak lagi dan lebih kompleks baik secara geometri
ataupun dengan densitas yang heterogen.
2. Diperlukan data lapangan yang real agar studi ini dapat dipercayai dan
diyakini kebenarannya.
3. Untuk pembuatan program dan analisa selanjutnya, dibuat skenario
tambahan untuk pengukuran dalam lubang bor yang miring dan tampilan
respon gayaberat secara 3D.
4. Akan lebih baik lagi bila dalam pemodelan sintetik disertai juga dengan
proses inversi gayaberat mikro selang waktu lubang bor sehingga dapat
diketahui besar geometri beserta sebaran kontras densitas dalam bodi
anomali yang lebih detail.

50
DAFTAR PUSTAKA

Goodell, R. R., dan C. H. Fay., 1964, Borehole Gravity Meter and Its Application:
Geophysics, 29, 774-782

Kadir, W.G.A., 1999, Survey Gayaberat 4 Dimensi dan Dinamika Sumber Bawah
Permukaan: Prosiding HAGI XXIV, Surabaya.

Kadir, W.G.A., Setianingsih., 2003, Penerapan Metode Gayaberat Mikro 4-D


Untuk Proses Monitoring: JTM, 10, 170-179.

Montagnon, T., 2007, Plotcube. http://www.mathworks.com/matlabcentral


/fileexchange/ 15161. Tanggal download: 27 Februari 2009.

Nabighian, M. N., M. E. Ander., V. J. S. Grauch., R.O. Hansen., T. R. LaFehr., Y.


Li., W. C. Pearson., J. W. Peirce., J. D. Philips., dan M. E. Ruder., 2005.
Historical development of the gravity method in exploration: Geophysics,
70, No. 6 (November- Desember 2005); P. 63ND–89ND

Plouff, D., 1976. Gravity and magnetic fields of polygonal prisms and application
to magnetic terrain correction: Geophysics, 41, 727-741

Schön, J.H., 1995, Seismic Exploration, Physical Properties of Rock,


Fundamental theory and Principles of Petrophysics: Pergamon.

Telford, W.M., L. P. Geldart., R. E. Sherriff., dan D.A. Keys., 1990. Applied


Geophysics Second Edition. United Kingdom : Cambridge University
Press, 7-9

51
LAMPIRAN A

clear,clc

% Input area pengukuran


bx=input('masukkan batas bawah x = ');
by=input('masukkan batas bawah y = ');
bz=input('masukkan batas bawah z = ');

ax=input('masukkan batas atas x = ');


ay=input('masukkan batas atas y = ');
az=input('masukkan batas atas z = ');

gx=input('masukkan grid x = ');


gy=input('masukkan grid y = ');
gz=input('masukkan grid z = ');

% Gridding size
x0=[bx:gx:ax];
y0=[by:gy:ay];

% Perhitungan banyaknya data secara horizontal


nx0=length(x0);
ny0=length(y0);

% Input kedalaman yang ingin diukur


z0=0;

% Load data model


data=load('silinder.txt');
x=data(:,1);
y=data(:,2);
z=data(:,3);
ro=data(:,4);
number=length(x);

% Koordinat pengukuran lubang bor


xx=input('koordinat X yang ingin diukur= ');
yy=input('koordinat Y yang ingin diukur= ');
ab=input('masukkan kedalaman minimal lubang bor= ');

52
bb=input('masukkan kedalaman maksimal lubang bor= ');
ii=input('masukkan interval pengukuran di dalam lubang bor= ');
ii0=[ab:ii:bb];
nii=length(ii0);

% Perhitungan respon gayaberat di lubang bor


glog(nii)=0;
for q=1:number
xb=x(q)-gx; xa=x(q)+gx;
yb=y(q)-gy; ya=y(q)+gy;
zb=z(q)-gz; za=z(q)+gz;
rho=ro(q);
g=logborehole(xb,yb,zb,xa,ya,za,rho,xx,yy,ii0,nii,q);
glog=glog+g;
end

% Perhitungan respon gayaberat di permukaan


gsurface(ny0,nx0)=0;
for q=1:number
xb=x(q)-gx; xa=x(q)+gx;
yb=y(q)-gy; ya=y(q)+gy;
zb=z(q)-gz; za=z(q)+gz;
rho=ro(q);
gp=kotaksurface(x0,y0,z0,xb,yb,zb,xa,ya,za,nx0,ny0,rho);
gsurface=gsurface+gp;
end

% Plot bodi anomali


figure(1)
tt=[bx by bz;ax by bz;ax ay bz;bx ay bz;bx ay -az;bx by -az;ax ay -az;ax ay -az];
plot3(tt(:,1),tt(:,2),tt(:,3),'-w'); grid on;
title('Posisi anomali', 'fontweight', 'bold', 'fontsize', 18);
xlabel ('X');
ylabel ('Y');
zlabel ('kedalaman'); hold on;
for m=1:number
bbb=plotcube([x(m) y(m) -z(m)],[2*gx 2*gy 2*gz],[0 0 0],[1 1 1 1 1 1 1
1],0.5,1);hold on;
end
hold on

53
% Plot lubang bor
vv = ab:ii:bb;
for lb = 1:length(vv)
ccc = plotcube([xx yy -vv(lb)],[0.5*gx 0.5*gy ii],[0 0 0],[0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
0.2 0.2],1,0);hold on;
end

% Plot respon gayaberat lubang bor


figure (2)
plot(glog,-ii0); hold on;
title('log borehole', 'fontweight', 'bold', 'fontsize', 18);
xlabel ('mGal');
ylabel ('depth');
hold on;

% Plot respon gayaberat di permukaan


figure (3)
subplot (2,1,1)
colormap jet
surf(x0,y0,gsurface); hold on;
shading interp;
title('Surface Anomali Gravity', 'fontweight', 'bold', 'fontsize', 18);
xlabel ('X');
ylabel ('Y');
zlabel ('mGal');
hold on;

subplot (2,1,2)
contourf(x0,y0,gsurface); hold on;
colormap jet
colorbar('location','southoutside')
title('Kontur Respon Gravity', 'fontweight', 'bold', 'fontsize', 18);
xlabel ('X');
ylabel ('Y');
hold on;

54
% Untuk fungsi perhitungan disimpan dalam file yang berbeda,
% Kecuali untuk GUI, fungsi ini dapat disimpan langsung dalam 1 file.

% fungsi untuk menghitung gayaberat di lubang bor


function g=logborehole(xb,yb,zb,xa,ya,za,rho,xx,yy,ii0,nii,q)
G=6.670e-8;
m2cm=1e2;
cgs2mig=1e3;
isign=[-1 1];
for n=1:nii
sum=0;
for i=1:2
for j=1:2
for k=1:2
x(1)=xx-xb; x(2)=xx-xa;
y(1)=yy-yb; y(2)=yy-ya;
z(1)=ii0(n)-zb; z(2)=ii0(n)-za;
rijk=sqrt((x(i).^2)+(y(j).^2)+(z(k).^2));
ijk=isign(i)*isign(j)*isign(k);
arg1=atan2((x(i)*y(j)),(z(k)*rijk));
if lt(arg1,0.)
arg1=arg1+(2*pi);
end
if (y(j)==-rijk)
y(j) = rijk;
end
arg2=rijk+y(j);
arg2=log(arg2);
if (x(i)==-rijk)
x(i) = rijk;
end
arg3=rijk+x(i);
arg3=log(arg3);
sum = sum + ijk*((z(k)*arg1)-(x(i)*arg2)-(y(j)*arg3));
end
end
end
g(n)=rho*G*sum*cgs2mig*m2cm;
end

55
% fungsi untuk menghitung gayaberat di permukaan
function gp=kotaksurface(x0,y0,z0,xb,yb,zb,xa,ya,za,nx0,ny0,rho)
G=6.670e-8;
m2cm=1e2;
cgs2mig=1e3;

isign=[-1 1];
for n=1:ny0;
for m=1:nx0;
sum=0;
for i=1:2;
for j=1:2;
for k=1:2;
x(1)=x0(m)-xb; x(2)=x0(m)-xa;
y(1)=y0(n)-yb; y(2)=y0(n)-ya;
z(1)=z0-zb; z(2)=z0-za;
rijk=sqrt(x(i)^2+y(j)^2+z(k)^2);
ijk=isign(i)*isign(j)*isign(k);
arg1=atan2((x(i)*y(j)),(z(k)*rijk));
if lt(arg1,0.)
arg1=arg1+(2*pi);
end
if (y(j)==-rijk)
y(j) = rijk;
end
arg2=rijk+y(j);
arg2=log(arg2);
if (x(i)==-rijk)
x(i) = rijk;
end
arg3=rijk+x(i);
arg3=log(arg3);
sum = sum + ijk*((z(k)*arg1)-(x(i)*arg2)-(y(j)*arg3));
end
end
end
gp(n,m)=rho*G*sum*cgs2mig*m2cm;
end
end

56
LAMPIRAN B
Pengujian Program BHGM AP2009
Spasi (meter) BHGM AP2009 (μGal) geomodel (μGal) missfit2 (μGal)
0 13.2 13.18 0.0004
50 14.0 13.98 0.0004
100 14.8 14.85 0.0025
150 15.8 15.78 0.0004
200 16.8 16.78 0.0004
250 17.9 17.86 0.0016
300 19.0 19.02 0.0004
350 20.3 20.27 0.0009
400 21.6 21.62 0.0004
450 23.1 23.06 0.0016
500 24.6 24.62 0.0004
550 26.3 26.29 0.0001
600 28.1 28.08 0.0004
650 30.0 30.01 0.0001
700 32.1 32.07 0.0009
750 34.3 34.27 0.0009
800 36.6 36.63 0.0009
850 39.1 39.13 0.0009
900 41.8 41.78 0.0004
950 44.6 44.59 0.0001
1000 47.5 47.54 0.0016
1050 50.6 50.63 0.0009
1100 53.8 53.86 0.0036
1150 57.2 57.21 0.0001
1200 60.6 60.65 0.0025
1250 64.1 64.16 0.0036
1300 67.7 67.72 0.0004
1350 71.3 71.30 0.0000
1400 74.8 74.85 0.0025
1450 78.3 78.33 0.0009
1500 81.7 81.71 0.0001
1550 84.9 84.94 0.0016
1600 87.9 87.97 0.0049
1650 90.7 90.76 0.0036
1700 93.2 93.27 0.0049
1750 95.4 95.47 0.0049
1800 97.3 97.31 0.0001
1850 98.7 98.77 0.0049
1900 99.8 99.83 0.0009
1950 100.4 100.48 0.0064
2000 100.6 100.69 0.0081
2050 100.4 100.48 0.0064
2100 99.8 99.83 0.0009
2150 98.7 98.77 0.0049
2200 97.3 97.31 0.0001
2250 95.4 95.47 0.0049
2300 93.2 93.27 0.0049
2350 90.7 90.76 0.0036
2400 87.9 87.97 0.0049
2450 84.9 84.94 0.0016
2500 81.7 81.71 0.0001
2550 78.3 78.33 0.0009
2600 74.8 74.85 0.0025
2650 71.3 71.30 0.0000

57
2700 67.7 67.72 0.0004
2750 64.1 64.16 0.0036
2800 60.6 60.65 0.0025
2850 57.2 57.21 0.0001
2900 53.8 53.86 0.0036
2950 50.6 50.63 0.0009
3000 47.5 47.54 0.0016
3050 44.6 44.59 0.0001
3100 41.8 41.78 0.0004
3150 39.1 39.13 0.0009
3200 36.6 36.63 0.0009
3250 34.3 34.27 0.0009
3300 32.1 32.07 0.0009
3350 30.0 30.01 0.0001
3400 28.1 28.08 0.0004
3450 26.3 26.29 0.0001
3500 24.6 24.62 0.0004
3550 23.1 23.06 0.0016
3600 21.6 21.62 0.0004
3650 20.3 20.27 0.0009
3700 19.0 19.02 0.0004
3750 17.9 17.86 0.0016
3800 16.8 16.78 0.0004
3850 15.8 15.78 0.0004
3900 14.8 14.85 0.0025
3950 14.0 13.98 0.0004
4000 13.2 13.18 0.0004
RMS error = 0.0405

58
LAMPIRAN C

59
60
61
62

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai