Anggota Magang
Andi Atikah Khairana, S.KH CO34171005
Aminul Rahman, S.KH C034171021
Muhammad Agus Harinda, S.KH C034171034
Degi Prasetya Himawan S.KH C034171041
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN Co-Asistensi BIDANG MAGANG KERUMAHSAKITAN
Angkatan : II (Dua)
Tahun Ajar : 2017/2018
Nama Mahasiswa :
1. Andi Atikah Khairana (C034171005)
2. Aminul Rahman (C034171021)
3. Muhammad Agus Harianda (C034171034)
4. Degi Prasetya Himawan (C034171041)
Menyetujui,
Koordinator Bidang
Pembimbing Magang Kerumahsakitan
Tanggal Pengesahan :
Tanggal Ujian :
KATA PENGANTAR
A2
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun Laporan Co-
Asistensi Magang Kerumahsakitan, dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan penyusunan laporan ini untuk memenuhi tugas Co-
Asistensi bidang Kerumahsakitan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Gelombang ke-2.
Kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dari
berbagai pihak untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi guna meningkatkan ilmu dan
pengetahuan untuk kedepannya dan demi penyusunan laporan yang lebih baik lagi.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
3.37. Judul Kasus VIII” Hepatic lipidiosis pada kucing” oleh Muhammad Agus
Harianda S.KH.......................................................................................82
3.38 Tinjauan Pustaka.......................................................................................82
3.39 Tinjauan Kasus..........................................................................................85
3.40 Pembahasan...............................................................................................85
3.41 Kesimpulan dan saran...............................................................................86
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KEGIATAN MAGANG
PASIEN VAKSINASI
Pasien baru atau lama didaftarkan di meja administrasi
Selanjutnya pasien ditimbang dan diukur suhu tubuhnya
Dibawa ke Ruang Periksa;
Dilakukan pemeriksaan oleh Dokter.
Jika hewan dalam kondisi sehat maka akan dilakukan vaksinasi, jika tidak
maka akan ditunda dengan memberikan terapi sesuai dengan keadaan
pasiennya
2.4. Gambaran Umum Rutinitas Di Tempat Magang
WAKTU AKTIVITAS TEMPAT
08.00.09.00 Membersihkan seluruh kandang
WITA pasien rawat inap
Memberi pakan yang sesuai untuk
penyakit pasien
Pengobatan pagi
Membersihkan ruang periksa dan
rawat inap
09.00 –12.00 Pendataan pasien yang datang
WITA Melakukan pemeriksaan terhadap
pasien
Pemeriksaan pasien rawat inap
secaa bergantian
Menyiapkan seluruh perlengkapan
dan pelaksaan operasi (jika ada)
12.00- 16.30 Istirahat
WITA Pengobatan sore
Pemberian pakan
didapatkan beberapa kasus yang disebabkan oleh parasit darah pada kucing. Kasus
yang ditangani yaitu Suspect Babesiosis pada kucing. Kasus lain yang ditemukan
yaitu kasus pada ternak besar sapi yaitu Antraks dan Septicemia Epizootica (SE).
Gambaran kasus lainnya yaitu,
No. Signalement Gejala Klinis Diagnosa Penanganan
1. Kucing Ada kerak Scabies Pemberian scabies cream,
ditelinga ivormectin, dan vitol 140.
2. Kucing Demam, Suspect Injektamin, analgin
Anorexia calicivirus/
stomatitis
3. Kucing Lethargi, Kecelakaan Glukortin 0,1 cc
anemia Infus RL
Ferrum 0,1 cc
4. Kucing Ketuban sudah Distokia Caesar, Vet-Oxy,
pecah sejak 2 Injektamin, Glukortin
hari, anoreksia
5. Kucing Radang mata Konjungtiviti Hypets, vitol 1 cc
dan sariwan s dan
stomatitis
6 Kucing Muntah, dan Gastritis dan Hypets, viusid, ranitidine
lemas Ginggivitis 1/4tab.
BAB III
KASUS MANDIRI
3.2.1 Etiologi
Mata merupakan alat indra yang secara konstan menyesuaikan pada jumlah
cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta
menghasilkan gambaran yang dengan segera di hantarkan pada otak. Mata merupakan
organ penglihatan dan alat indra yang kompleks. Mata pada kucing mempunyai suatu
perbedaan dengan hewan yang lainnya, mata kucing memiliki karakteristik khusus.
Karakteristik khusus pada mata kucing yaitu mempunyai mata yang berkukuran besar,
hal ini dapat dilihat pada kornea mata kucing yang merupakan bagian mata terdepan
yang memiliki ukuran yang cukup besar. Bola mata terletak pada bantalan lemak yang
melindungi bola mata dalam tulang orbita mata. Mata kucing mempunyai pergerakan
yang terbatas, hal ini disebabkan oleh letak bola mata yang dalam dalam orbita mata.
Mata kucing memiliki lebih banyak sel peka cahaya (rod cell) sehingga dapat melihat
dalam kondisi cahaya minim, sedangkan mata pada anjing mempunyai kombinasi
antara penglihatan, pendengaran, dan penciuman untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya (Eldredge et al. 2008).
Mata merupakan organ yang sangat penting bagi manusia maupun hewan.
Penyakit mata tidak hanya terjadi pada manusia, kelainan pada mata juga sering terjadi
pada hewan (Eldredge et al. 2008). Salah satu teknik operasi yang dilakukan pada mata
adalah enukleasi, merupakan operasi untuk pengambilan atau pengangkatan dan
pembuangan bola mata dengan cara mengangkat bola mata dan syaraf mata. Enukleasi
lebih sering digunakan untuk membuang mata yang buta dan sakit yang tidak dapat
disembuhkan melalui pengobatan (Wyman et. al. 2007).
12
3.2.2 Diagnosa
3.2.3 Penanganan
merupakan hal yang sangat penting untuk dicatat pada awal dilakukannya pemeriksaan
fisik. Adapun signalement dari pasien yang diperiksa yaitu :
Nama : Menni
Breed : Persia
Umur : 3 bulan
Berat : 0,4 kg
3.3.2 Anamnesa
3.3.3.2 Bahan
14
Bahan-bahan yang digunakan dalam operasi enukleasi adalah alcohol 70%, iodin
tincture 3%, atropine sulfat, xylazine HCL2%, ketamine HCL 10%, glucortin, dan
Vet-oxy.
absorbable ukuran 2/0 atau 4/0 dnegan simple interrupted untuk menajhit kelopak
mata (Khrone, 2009).
3.3.3.4 Anastesi
Setelah operasi yang paling pertama dilakukan adalah melindungi luka jahitan
operasi yang ada. Bisanya dilakukan penutupan dengan kassa ataupun pembalutan area
operasi untuk mencegah pasien menggaruk jahitan. Pemberian antibiotik dan vitamin
pasca operasi juga diberikan. Perawatan operasi hari 1 dan ke 2 dilakukan penekanan
pada daerah mata yang dioperasi, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
akumulasi cairan yang dapat menghambat penyembuhan. Jahitan akan dilepas setelah
melihat luka operasi telah sembuh.
3.4 Pembahasan
2. Dilakukan pencukuran
rambut pada daerah sekitar
mata
7 Setelah dilakukan
penjahitan
3.4.1 Pengobatan
19
Glukortid 20
Vet-Oxy SB
3.5.2 Saran
Tindakan operasi enukleasi sebaiknya dilakukan dengan hati hati dan dalam selalu
dalam keadaan aseptis sehingga meminimalisir terjadinya kontaminasi yang dapat
menyebabkan infeksi. Penanganan pasca operasi juga harus selalu diperhatikan untuk
memperoleh persembuhan luka yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Eldredge DM,Carlson LD, Giffin JM. 2007. Dog Owners Home Veterinary
Hnadbook. New Jersey : Wiley Publishing.
Fossum, T. W. Small Animal Surgery. Mosbyins USA.
21
LAMPIRAN KASUS I
KASUS PROLAPS BULBI DENGAN ENUKLEASI
22
Nim : C034171005
3.7.1 Etiologi
Enteritis merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan terjadinya
peradangan pada mukosa usus yang menyebabkan gangguan fungsi usus yang dimna
peristaltic dan sekresi usus meningkat, namun fungsi dan absorbsi usus berkurang
segingga menimbulkan gejala klinis berupa diare. Diare adalah meningkatnya
frekuensi dan perubahan konsitensi feses (Triakoso, 2016 ; Bhat 2013).
3.7.2 Penyebab
Enteritis dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor penyebab dengan
tingkat keparahan yang bervariasi tergantung dari agen penyebab dan faktor dari
inang yang terinfeksi seperti imunitas, stress, kondizi gizi dan umur. Beberapa agen
penyebab terjadinya enteritis adalah sebagai berikut (Bhat, 2013).
1. Agen infeksi, berupa virus ( parvovirus, coronavirus, rotavirus, distemper
virus). Agen infeksi berupa bakteri yang menyebabkan enteritis adalah E.Coli,
Salmonellosis spp. Clostridium perferingen dan Mycobacterium
paratuberculosae. Agen infeksi parasit dan protozoa yang dapat menyebabkan
diare contohnya, Ascaris, Giardia, Koksidia, Ancylostoma, Strongyloides.
2. Keracunan karena bahan kimia seperti insektisida, logam berat, dan perawatan
berkebun.
3. Agen fisik yaitu menelan sejumlah besar pasir atau debu. Hal yang biasa
terjadi pada kuda (sand kolik).
4. Memakan makanan yang berlebihan berupa biji-bijian yang menghasilkan
sejumlah asam laktat yang dapat memicu enteritis, bahan makanan yang
25
busuk, makan pakan yang berlebihan atau perubahan pakan mendadak atau
intolerean terhadap bahan pakan seperti laktosa atau bahan aditif makanan
(Bhat, 2013 ; Triakoso 2016).
3.7.4 Diagnosis
Diagnosis enteritis pada kondisi ringan dapat dilakukan dengan pemeriksaan
feses terhadap infestasi parasite, dan juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen
parvovirus. Enteritis pada kondisi sedang dan berat, dapat dilakukan dengan
pemeriksaan feses, hemogram, eletrolit dan biokimia. Bila ditemukan azotemia,
jumlah leukosit meningkat, aktivitas enzim hepar meningkat diduga tidak hanya
berkaitan dengan masalah saluran gastrointestinal. Biasanya terjadi gangguan elektrolit
dan dehidrasi. Anjing penderita enteritis parvoviral biasanya mengalami hipoprotemia
setelah dehidrasi (Triakoso, 2006)
3.7.5 Penanganan
26
Penanganan yang dilakukan pada kasus enteritis antara lain adalah Terapi
cairan, tipe cairan yang digunakan bergantung pada kondisi asam-basa dan elektrolit
penderita. Terapi awal umumnya menggunakan Lactated Ringer’s. Pemberian cairan
bergantung pada kondisi penderita (IV,SC,PO).Pemberian pakan harus dibatasi dalam
24 jam, pakan yang diberikan adalah pakan yang mudah dicerna dan jangan
mengandung serat, lemak atau laktosa. Peningkatan frekuensi dan jumlah pakan
dilakukan secara bertahap sampai mencapai kondisi yang kembali normal. Penanganan
lainnya adalah pemberian agen antikolinergik, seperti Chlorpromazine mampu
menghambat aktivitas calmodulin intraseluler sehingga meningkatkan kapasitas dan
memperlambat waktu transit absorpsi sehingga meningkatkan waktu absorbsi bahan
pakan. Pemberian antibiotik diberikan bila ada indikasi terjadi infeksi atau inflamasi
pada saluran cerna berdasarkan pemeriksaan feses, dan adanya indikasi invasi bakteri
pada mukosan saluran cerna dengan adanya bercak darah pada feses (Triakoso, 2016).
3.8.2 Anamnesis
27
3.8.4 Diagnosis
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis yang dilakukan pasien yang
bernama coco di diagnosa mengalami enteritis akut.
3.8.5 Pengobatan
Intertrim LA
Injectamin
3.9 Pembahasan
Pada tanggal 28 mei 2018 di Puskeswan Kota Makassar, salah seorang klien
membawa seekor kucing yang bernama coco. Berdasarkan keterangan klien, kucing
bernama coco telah mengalami diare setelah diberikan susu top growth sejak tanggal
26 mei 2018, terlihat kucing mengalami penurunan nafsu makan dan terlihat lesu.
Hasil inspeksi daerah sekitar anus, anus terlihat kotor dan sedikit berbau. Berdasarkan
hasil pemeriksaan klinis, kucing bernama coco di diagnosa mengalami enteritis.
Enteritis merupakan suatu kondisi medis, yang menyebabkan terjadinya
peningkatan frekuensi dan perubahan konsistensi feses, serta terjadinya peradangan
pada mukosa usus sehingga menyebabkan gangguan fungsi usus yang dimana
peristaltik dan sekresi usus meningkat dan absorbsi usus berkurang sehingga
menimbulkan gejala klinis berupa diare. Gejala klinis yang umum ditemukan pada
enteritis adalah sakit pada abdomen, diare, dan biasanya disertai dengan disentri.
Enteritis disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah adanya agen infeksi
berupa virus atau bakteri, keracunan bahan kimia, memakan agen fisik seperti pasir,
29
dan penyebab lainnya berasal dari makanan misalnya memakan makanan yang busuk,
perubahan pakan mendadak atau intolerean terhadap bahan pakan seperti laktosa.
Informasi dari klien, kucing mengalami diare selama 3 hari setelah diberikan
susu top growth, berdasarkan keterangan tersebut diatas kucing bernama coco
didiagnosa mengalami enteritis akut akibat mengkonsumsi susu top growth. Beberapa
tindakan yang telah dilakukan untuk memastikan penyebab terjadinya enteritis
diantaranya adalah pemeriksaan mikroskop untuk memeriksa segmen cacing dan telur
cacing menggunakan pemeriksaan feses uji natif dan hasil yang didapatkan adalah
tidak ditemukannya segmen cacing ataupun telur cacing pada pemeriksaan tersebut.
Terapi dan tindakan yang diberikan pada kasus enteritis ini adalah pemberian
intertrim LA 0,05 cc secara intramuskular (IM), injeksi injectamin 0,25 secara
intramuscular (IM), dan menghentikan sementara pemberian susu top growth untuk
melihat respon yang terjadi setelah di lakukannya pengobatan dan penghentian
pemberian susu. Setelah 3 hari pasca penanganan, klien menginformasikan bahwa
kondisi kucing coco mulai normal kembali, coco terlihat sudah nafsu makan dan tidak
mengalami diare lagi.
3.10.2 Saran
Pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksan makroskopis untuk mengetahui
secara pasti agen penyebab terjadinya kasus enteritis.
DAFTAR PUSTAKA
Bhat, Abid A, and Wadwa Des R.2013. Haematological and biochemical analysis in
canine enteritis. India: Negi College of Veterinary and Animal Sciences.
Indeks Obat Hewan Indonesia (IOHI). 2013. Asosiasi Obat Hewan Indonesia. PT
Gallus Indonesua Utama. Jakarta.
LAMPIRAN II
kerusakan sperma. Proses ini hanya bisa dilakukan oleh kucing yang memasuki masa
dewasa (Aspinall, 2009).
sehingga testis masih terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Pengikatan dan
penyayatan pada funiculus spermaticus. Menurut (Waluyo,2009)
euntungan medis lain dari kebiri adalah jarangnya kucing terluka akibat berkelahi
dengan kucing lain. Semakin jarang terluka semakin kecil juga kemungkinan terkena
penyakit yang dapat menular melalui luka/kontak.
5. Peningkatan Genetik
Beberapa kucing dikebiri mempunyai/membawa cacat genetic. Diharapkan
kucing-kucing cacat tersebut tidak dapat lagi berkembang biak, sehingga jumlah
kucing-kucing cacat dapat dikurangi.
6. Mengurangi Resiko Tumor dan Gangguan Prostat
Tumor dan gangguan prostat lebih sering terjadi pada anjing, pada kucing
jarang sekali terjadi. Sebagian besar gangguan pada prostat berhubungan dengan
hormon testosterone yang dihasilkan oleh testis. Tindakan kebiri menyebabkan hewan
tidak lagi menghasilkan hormon tersebut, sehingga resiko tumor dan gangguan pada
prostat dapat dikurangi.
7. Cenderung Lebih Manja
Sebagian besar perilaku agresif pada kucing jantan dipengaruhi hormone
testosterone. Kucing yang dikebiri cenderung tidak agresif dan lebih manja.
3.13.1 Signalement
Nama Hewan : Andy
Jenis hewan : kucing
Ras : Domestic
Jenis kelamin : Jantan
Umur : ± 2 tahun
Berat badan : 2,96 kg
Warna : Hitam Putih
3.13.2 Anamnesa
Pasien kucing Domestik dalam kondisi sehat. Klien datang ke klinik dengan
keluhan kemampuan reproduksinya yang sangat cepat, dan mengeong dengan suara
yang keras ketika memasuki masa birahi.Atas permintaan klien agar kucing
dikastrasi.
3.13.3.1 Alat:
Alat-alat yang digunakan antara lain stetoskop dan thermometer, scalpel,
pinset anatomis/chirugis, gunting lurus tumpul-runcing, gunting lurus runcing-
runcing, gunting
Bengkok, needle holder, towel clamp, tang arteri bengkok, tang arteri
anatomis, tang arteri chirugis, jarum, cat gut chromik 3.0 dan silk, lap, kapas, tampon,
kain penutup, gurita, perlengkapan alat bedah steril (baju bedah, hand skun steril,
masker dan topi bedah).
3.13.3.2 Bahan:
37
Bahan yang digunakan antara lain larutan desinfektan yaitu alkohol 70% dan
iodin tinctur 3%, penicilin streptomycin, atropine sulfat, ketamin 10%, dan xylazin
2%.
3.14 Pembahasan
38
BB x kg BB
Atropine Sulfat : mg
Sediaan
ml ( )
=
Ketamin 10% :
BB x kg BB
Ketamin 10% : mg
Sediaan
ml ( )
=
mg
2,96 kg x 10
kg
mg
Xylazine 2% : 100
ml
BB x kg BB
Xylazine10% : mg
Sediaan
ml ( )
mg
2,96 kg x 2
kg
=
mg
20
ml
39
cord di bagian cranial dan ekor epididymis di bagian caudal, diinsisi dan spermatic
cord dipotong dan diligasi menggunakan alice forceps.
Gambar 2. Memotong spermatic cord dan
melakukan ligasi
Testis lainnya dibuang dengan cara yang sama melalui insisi kulit yang sama.
Bila diinginkan jaringan subkutan dijahit dengan benang catgut 3-0 dengan jahitan
secara interrupted atau continuous. Kulit ditutup dengan jahitan interrupted sederhana
menggunakan benang non absorbable. (Houlton, J., Edwards, B. 2009)
Setelah dilakukan operasi, dilakukan pengobatan, perawatan, dan observasi.
Penanganan pasca operasi yang umum adalah hewan ditempatkan dalam kandang
yang bersih dan kering. Luka operasi diolesi iodin tincture dan dikontrol
kebersihannya, diperiksa secara kontinyu selama 4-6 hari. Hewan diberikan antibiotik
Penstrep dan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup. Jahitan luka dapat
dibuka setelah bekas operasi kering dan benar-benar telah tertutup. (Firth, E.G.,
Fontijne,2008)
dilakukan dengan hanya mengangkat duktus deferens (vasectomy) atau testisnya saja
(kastrasi).
3.15.2 Saran
Penanganan luka setelah operasi sangat penting dilakukan untuk
menghindari terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Boden E. 2005. Black’s Veterinary Dictionary 21st Edition. London: Black Publisher.
Katzung BG, 2007. Basic and Clinical Pharmacology 10th ed., San Francisco: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Kaur SP, Rao R dan Nanda S, 2011. Amoxicillin : A Broad Spectrum Antibiotic.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3(3): 30-37.
Komang Wiarsa Sardjana dan Diah Kusumawati, (2011). Bedah Veteriner. Surabaya :
Airlangga University Press
Plumb, D. C., 2008. Plumb’s Veterinary Drug Handbook 6th edition. The IOWAState
University Press. Ames.
Ronald M. Bright, DVM, MS, DACVS. 2011. Castration of Male Cats. Saunders, an
imprint of Elsevier
42
Sarjana I Komang dan Kusumawati. 2011. Ilmu Bedah Umum. Gadjah Mada
University Press.
3.17.3Diagnosis
Untuk penegakan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan
pengecatan langsung atau kultur terhadap specimen yang diambil. Hal ini tergantung
44
dari manifestasi klinis yang terjadi pada penderita tersebut. Kesulitan dalam isolasi
Bacillus anthracis dari kultur ini umumnya adalah banyaknya bakteri pencemar
berupa genus Bacillus yang non pathogen misalnya Bacillus cereus. Beberapa sifat
dari Bacillus anthracis yang berbeda dengan Bacillus cereus dapat digunakan untuk
membedakan keduanya misalnya kemampuan membentuk capsule, sensitive terhadap
penicillin, non motil dan kemampuan melisis bakteriophaga merupakan sifat Bacillus
anthracis yang tidak dimiliki oleh Bacillus cereus. Immunodiagnostik berupa test
PCR atau Elisa juga dapat dilakukan sebagai diagnosa laboratoris selain Test ascoli
yang merupakan test serologis khususnya terhadap hewan yang mati tersangka
antraks (Weyant, dkk. 2001)
Bacillus anthracis dapat tumbuh pada hampir semua media pertumbuhan
bakteri pada umumnya tetapi akan sangat baik tumbuhnya dan akan menunjukkan ciri
khasnya secara baik apabila dikultur pada Blood Agar Plate dengan kandungan darah
bebas antibiotika. B. Anthracis adalah bakteri yang dapat tumbuh di media sederhana.
bakteri fakultatif anaerob. Tumbuh pada suhu 37°C dan pH 7.0–7.4, setelah masa
inkubasi 24 jam, koloni kuman tampak sebagai koloni yang besar, opak, putih-keabu-
abuan dengan tepi tak beraturan. Di bawah mikroskop, koloni tersusun seperti
susunan rambut sehingga sering disebut sebagai bentuk kaput medusa. Koloni kuman
bersifat sticky sehingga jika diangkat dengan sengkelit akan membentuk formasi
seperti stalaktit (beaten egg-whites appearance). Menurut Jawetz (2010), kuman
antraks tidak menyebabkan hemolisis darah domba dan reaksi katalasanya positif.
Provinsi Sulawesi Selatan. Pada sekitar Bulan Juni-Juli 2013 telah terjadi wabah
Anthrax di Kabupaten Maros dan Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Pada tahun 2014 telah terjadi wabah Anthrax di Provinsi Sulawesi Selatan
(Kecamatan Bon Sel dan Patalasang Kabupaten Gowa, Kecamatan Tampobulu dan
Kecamatan Cendrana Kabupaten Maros, Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru,
Kecamatan Watang pulu Kabupaten Sidrap, Kabupaten Barru dan Kecamatan
Libureng Kabupaten Bone)..
Tahun 2015 wabah Anthrax terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu di
Kecamatan Watang Tredo dan Watang Pulu Kabupaten Sidrap, Kecamatan Camba
Kabupaten Maros, Kecamatan Kulo Kabupaten Sidrap dan Kecamatan Bajeng
Kabupaten Gowa. Tahun 2016, wabah Anthrax telah terjadi di Provinsi Sulawesi
Selatan (Kecamatan Kulo Kabupaten Sidrap, Kecamatan Somba Opu Kabupaten
Gowa, dan Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cenrana
Kabupaten Maros (Ditjen PKH, 2016).
3.18.1 Anamnesa
3.19 Pembahasan
Pemilik sapi mengalami penyakit antrax kulit di kaki bagian kanan, luka
terebut terlihat setelah kejadian 2 ekor kerbauanya mati mendadak. Penyakit antrax
berifat zoonosis dan penularaan pada manusia bisa kontak langsung yang ada ditanah,
tanaman maupun dari bahan hewan terinfeksi antrax. Antraks pada manusia dikenal
dalam tiga bentuk yaitu: Antraks Kulit, Antraks Gastrointestinal dan Antraks Inhalasi
(Parker et al., 2002). Penularan pada manusia terjadi ketika spora masuk lewat kulit
yang luka atau lecet. Bintil kecil muncul dalam waktu satu sampai tiga hari. Masa
inkubasi tersingkat dilaporkan 12 jam dan terlama 19 hari, masa inkubasi beberapa
jam sampai 3 minggu sering 2-6 hari. Dalam 24 sampai 36 jam cincin vesikel
bertambah lebar diikuti ulcerasi, mengering membentuk eschar hitam sampai
menutup seluruh vesikel. Pada hari kelima atau keenam sebuah eschar hitam tebal
tegas melekat pada jaringan yang mendasarinya. Bila tidak diobati 10-20% pasien
akan mengalami septikemia dan mati, tetapi bila diobati dengan antibiotika tingkat
kematian < 1% (Babamahmoodi et al., 2006).
48
Pengobatan tidak hanya terhadap hewan sakit tetapi juga hewan tersangka
atau diduga menderita Anthrax. Dilakukan penyuntikan antibiotika secara intra
muskuler (IM) selama 4-5 hari berturut-turut dengan Penicilline atau Oxytetracycline
atau derivatnya. Anthrax pada hewan ternak sangat menular dan fatal, maka pada
prinsipnya pengendalian penyakit didasarkan kepada pengobatan seawal mungkin
disertai pengendalian yang ketat.
Hewan penderita Anthrax harus diisolasi agar tidak dapat saling kontak
dengan hewan sehat. Hewan yang sekandang, sepangonan atau hewan yang
digolongkan tersangka Anthrax diisolasi di kandang/ tempat isolasi tersendiri. Hewan
penderita maupun tersangka Anthrax tidak boleh meninggalkan halaman kandang
atau tempat hewan diisolasi dan hewan-hewan lain tidak boleh dibawa masuk ke
tempat tersebut (Ditjen PKH, 2016).
3.20.1 Kesimpulan
Antraks adalah penyakit yang disebabkan oleh Bacillus anthracis yang dapat
menyerang hewan domestik maupun liar seperti sapi dan dapat zoonosis. Penularan
pada manusia terjadi ketika spora masuk lewat kulit yang luka atau lecet. Bila tidak
diobati 10-20% pasien akan mengalami septikemia dan mati, tetapi bila diobati
dengan antibiotika tingkat kematian <1%.
3.2.2 Saran
Hewan penderita Anthrax harus diisolasi agar tidak dapat saling kontak
dengan hewan sehat. Hewan penderita maupun tersangka Anthrax tidak boleh
meninggalkan halaman kandang atau tempat hewan diisolasi dan hewan-hewan lain
tidak boleh dibawa masuk ke tempat tersebut.
49
DAFTAR PUSTAKA
Dixon TC, Meselson M, Guillemin J, Hanna PC. Anthrax. N Engl J Med 1999; 341:
815-826 [PMID: 10477781 DOI: 10.1056/ NEJM199909093411107]
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Medical Microbiology, 25th ed, Mc Graw Hill,
New York, 2010.
50
Office International Des Epizooties (OIE) . 2000 . Anthrax. In: Manual of Standards
Diagnostic and Vaccines, World Health Organization. pp . 235 - 239.
Parker R, Mathis C,Looper M, Sawyer J. 2009. Anthrax and Livestock. Guide B-120.
Reviewed on 9th October 2009. http:// aces.nmsu.edu/pubs/_b/B-120.pdf
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Medical Microbiology, 25th ed, Mc Graw Hill,
New York, 2010.
World Health Organization (WHO). 1998. Guidelines for the surveillance and control
of anthrax in humans and animals, 3`d Ed. Departement of Communicable
Disease Surveillance and Response .
Weiss MM, Weiss PD and Weiss JB (2007): Anthrax vaccine and public health
policy. American-Journalof-Public-Health 97(11) : 1945-1951
World Organization for Animal Health(OIE), 2008. Terrestrial Manual, OIE listed
diseases and other diseases of importance to international trade. Part-2,
Chapter 2-1.1.Anthrax. pp. 135144.
51
Etiologi
Vulnus atau luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh adanya
cedera atau pembedahan ( Karakata dan Bob, 1992 ). Menurut Kozier (2004), vulnus
merupakan suatu gangguan dari kondisi normal pada jaringan yaitu terjadi kerusakan
kontinyuitas kulit, mukosa membran, tulang atau organ tubuh lain. Secara umum luka
dapat dibagi menjadi 2, yaitu simplek dan komplikatum. Dikatakan simplek jika luka
52
Vulnus Laceratum (Luka Robek) : Jenis luka ini disebabkan oleh karena
benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan
perdarahan sedikit serta meningkatkan resiko infeksi.
Vulnus Excoriasi (Luka Lecet) : Penyebab luka ini karena kecelakaan atau jatuh
yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit, dan yang mengalami cedera
hanya daerah kulit.
Vulnus Punctum (Luka Tusuk) : Penyebabnya adalah benda runcing atau
sesuatu yang masuk ke dalam kulit, dari luar tampak kecil tetapi jaringan
dibawahnya dapat mengalami kerusakan berat. Jika yang mengenai
abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak) : Penyebabnya adalah tembakan. Pada
pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak teratur dan kadang
ditemukan corpora alienum.
Vulnus Morsum (Luka Gigitan) : Penyebabnya adalah gigitan hewan lain dan
kemungkinan terjadinya infeksi sangat besar. Bentuk luka tergantung dari
bentuk gigi.
Vulnus Amputatum (Luka Terpotong) : Penyebabnya adalah benda tajam
ukuran besar/berat, seperti gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan
53
organ yang dipotong. Terjadi perdarahan hebat dan resiko infeksi tinggi.
Vulnus Combustion (Luka Bakar) : Penyebabnya adalah thermis, radiasi,
elektrik ataupun zat kimia. Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai
dari lepuh (bula – carbonisasi/hangus).
Berdasarkan tingkat kontaminasi, luka atau vulnus dibagi menjadi empat jenis
(Kozier, 2004) yaitu :
Clean Vulnus (Luka Bersih) : Clean Vulnus (Luka bersih) yaitu luka bedah
tidak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan
infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi.
Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan
dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
Clean - contamined Vulnus (Luka Bersih Terkontaminasi) : Clean-contamined
Vulnus (Luka bersih terkontaminasi) merupakan luka pembedahan dimana
saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi
terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% – 11%.
Contamined Vulnus (Luka Terkontaminasi) : Contamined Vulnus (Luka
terkontaminasi) termasuk luka terbuka, luka akibat kecelakaan dan operasi
dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran
54
cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
Dirty or Infected Vulnus (Luka kotor atau infeksi) : adalah terdapatnya
mikroorganisme pada luka. Dan tentunya kemungkinan terjadinya infeksi
pada luka jenis ini akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme
tersebut.
Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dibagi menjadi (Kozier, 2004) :
Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema), yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka Partial Thickness, hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka Full Thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada
lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul
secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak
jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Berdasarkan waktu penyembuhan, luka dibedakan menjadi dua yaitu luka akut
dan luka kronis (Kozier,2004) :
Luka Akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
Luka kronis : yaitu luka mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor estrogen dan endogen.
Luka dapat berasal dari berbagai macam faktor seperti yang telah
dikemukakan oleh Walton (1940), yaitu : mekanis atau traumatis, perubahan suhu,
zat kimia, ledakan, sengatan listrik, gigitan hewan.
1) Luka Insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam.
Misalnya yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya
tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat.
2) Luka Memar (Contusion wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
3) Luka Lecet (Abraded wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4) Luka Tusuk (Punctured wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5) Luka Lacerasi (Lacerated wound), luka karena benturan yang luas sehingga
menyebabkan terjadinya memar.
6) Luka Tembus (Penetrating wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya luka akan melebar.
7) Luka Bakar (Combustio) adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas,
arus listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam.
Dekubitus (Luka akibat penekanan, ulkus kulit) adalah kerusakan kulit yang
terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang
yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi
roda, gips, atau benda keras lainnya dalam jangka panjang. Penyebab berkurangnya
aliran darah ke kulit adalah tekanan. Jika tekanan menyebabkan terputusnya aliran
darah, maka kulit yang mengalami kekurangan oksigen pada mulanya akan tampak
merah dan meradang lalu membentuk luka terbuka (ulkus).
Proses Penyembuhan
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses
peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling),
56
kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired
function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati
dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase
ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi
sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga
mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler
vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh
darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi
kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex
action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin).
Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma
darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi
oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan: eritema, hangat pada kulit,
oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar
pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk
struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas
sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah
terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah
luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi
(kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan
dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik
57
adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan
dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag,
pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki
kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan
baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah
terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor
yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu.
Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari
jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut
akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan
terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang
berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan
jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal.
Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau
hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu,
lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat
dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus)
(David, 2007).
Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka:
- Usia, semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan
jaringan.
58
- Infeksi, Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat
juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan
menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
- Hipovolemia, Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
- Hematoma, Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka
secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika
terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat
diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
- Benda asing, Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul
dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang
membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).
- Iskemia, Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai
darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat
terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat
faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
- Diabetes, Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan
gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga
akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
- Pengobatan Steroid akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh
terhadap cedera. Antikoagulan dapat mengakibatkan perdarahan, Antibiotik :
efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup,
tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular (Brown, 1995).
3.33.4 Diagnosa
Diagnosa pada kasus vulnus atau luka dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik dan anamnesis.
3.33.5 Penanganan
Tindakan yang dapat dilakukan pada kasus vulnus yakni tergantung pada
jenis luka dan tingkat kerusakannnya dilakukan pada kasus ini adalah menutup
59
kembali kulit pada. Tindakan yang perlu dilakukan pertama kali adalah persiapan
alat dan bahan operasi.
Signalement
Nama : Batman
Jenis Hewan / Spesies : Kucing
Ras / Breed : Domestic
Warna Bulu & Kulit : Hitam putih
Jenis Kelamin : Jantan
Umur : - bulan
Berat Badan : 1 kg
Anamnesa
Pada tanggal 23 Mei 2018 pasien datang. Pada kasus ini anamnesa yang
didapatkan dari pemilik yaitu kucing tersebut merupakan kucing rescue. Kucing
yang ditemukan dalam kondisi kulit pada bagian leher terbuka hingga terlihat
otot atau musculus dan pembuluh darah. Kucing dalam kondisi bergerak lincah
dan aktif seperti biasanya. Nafsu makan baik.
60
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan berikutnya yaitu mengukur suhu rektal, frekuensi nafas dan
frekuensi jantung. Dari hasil pengukuran diperoleh suhu rektal 37,9ºC, frekuensi
nafas 32x/menit dan frekuensi jantung 112x/menit. Suhu rektal dan frekuensi
jantung berada dalam angka yang normal sedangkan frekuensi nafas termasuk
cepat atau berada diatas normal jika didasarkan pada pendapat Widodo (2012),
yang menyatakan bahwa suhu rektal normal pada kucing adalah 38-39,3ºC, rata-
rata frekuensi nafas normal kucing berkisar 20-30 kali per menit dan rata-rata
frekuensi jantung normal kucing adalah 110-130 kali per menit. Peningkatan
frekuensi nafas bisa disebabkan karena stress perjalanan saat pasien di bawa ke
klinik.
Temuan klinis
Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter hewan temuan
klinis yang didapatkan adalah sebagai berikut:
Kucing tidak terlihat aktif
Berjalan dengan normal
Luka terbuka pada daerah leher hingga mencapai muskulus atau otot dan
terlihat pembuluh darah (Vulnus laceratum)
Pada bagian luka tidak nampak rasa sakit saat palpasi.
Prognosis
Prognosis dari penanganan vulnus ini adalah fausta. Luka masih dapat
ditangani karena jenis luka yang terbuka, sederhana, dan tidak membahayakan
organ lainnya sehingga kemungkinan kesembuhan lebih besar.
Terapi
Tindakan yang dapat dilakukan pada kasus ini adalah menutup kembali
kulit pada leher sebelah kiri tersebut dengan cara dijahit. Serta diberikan
pengobatan berupa antibiotic sebagai pencegahan terhadap infeksi sekunder dan
pemberian vitamin. Tindakan yang perlu dilakukan pertama kali adalah persiapan
alat dan bahan operasi.
Alat Operasi
Scalpel, pinset, catgut, silk, needle holder, 1 set infus, intravena cateter, jarum
jahit operasi dengan ujung bulat dan segitiga Alat yang digunakan adalah
spuit 1 ml, blade, pinset anatomis dan chirurgis, gunting tumpul-tumpul,
gunting tajam-tumpul, gunting tajam-tajam, arteri clamp.
Metode operasi
Pre Operasi
Operasi
Pasca Operasi
Anaestesi
Penghitungan Dosis Obat
1. Atropin Sulfat
Dosis anjuran : 0,02-0,04 mg/kg berat badan
Sediaan : 0,25 mg/ml
Berat badan : 15 kg
Jumlah obat yang diberikan = Dosis anjuran x berat badan
Sediaan
= (0,02-0,04) mg/kg bb x 1 kg
0,25 mg/ml
= 0,08 ml
2. Xylazine
Dosis anjuran : 1-3 mg/kg berat badan
Sediaan : 20 mg/ml
Berat badan : 15 kg
Jumlah obat yang diberikan = Dosis anjuran x berat badan
Sediaan
64
= (1-3) mg/kg bb x 1 kg
20 mg/ml
= 0,1 ml
3. Ketamine
Dosis anjuran : 10-15 mg/kg berat badan
Sediaan : 100 mg/ml
Berat badan : 15 kg
Jumlah obat yang diberikan = Dosis anjuran x berat badan
Sediaan
= (10-15) mg/kg bb x 1 kg
100 mg/ml
= 0,1 ml
3.25 Pembahasan
sekunder pada luka bekas operasi seperti infeksi bakteri pada luka yang dapat terjadi
pada saat trauma, selama pembedahan maupun setelah pembedahan.
Pengobatan
Injectamin
Keterangan
Nama paten Injectamin
Indikasi Mencegah dan mengobati defisiensi vitamin pada hewan
seperti gangguan pertumbuhan, reproduksi, otot,
penyembuhan karena infeksi bakteri, anemia, kelemahan
Rute IM
Dosis Sapi kuda kerbau 2,5-5 ml 100-300 kgbb
Anak sapi, kuda, kerbau 1-2 ml/ 40-80 kgbb
Domba kambing babi 1-2 ml / 40-80 kgbb
Kucing unggas 0,1-0,2 ml/ 1-2 kgbb
Frekuensi q24
Sediaan 20, 50, 100 ml
Vet-oxy
Keterangan
Nama paten Vet-oxy SB
Komposisi Oxytetracycline 50 mg & Lidocaine 2 %
66
Kesimpulan
67
Saran
Untuk menangani kasus vulnus laceratum sebaiknya dibersihkan dahulu area
sekitar luka sebelum dilakukan penjahitan untuk menutup lukanya. Dan untuk
mendukung proses kesembuhan sebaiknya dikandangkan untuk mengurangi
pergerakan sehingga membantu proses kesembuhannya.
SE dengan melakukan vaksinasi masal setiap tahun selama tiga tahun berturut-turut
(Sudana et al. 1981). Dilaporkan bahwa program tersebut telah memberikan hasil
yang memuaskan (Sudana et al. 1982). Putra et al. (2003) menyatakan bahwa dengan
kekebalan kelompok sekitar 60% atau lebih diduga tetap mampu menekan terjadinya
wabah SE di lapangan pada sistem peternakan yang bersifat tradisional/semiintensif.
Etiologi
Kejadian penyakit di lapangan atau pun secara percobaan pada sapi ditandai
dengan kedunguan, hipersalivasi (mulut berbui), serta demam yang mencapai sekitar
40-420C. Pada waktu penyakit berkembang hewan terlihat berbaring, malas bergerak,
serta mengalami kesukaran bernafas. Penyakit dengan bentuk tenggorokan yang
umum, ditandai dengan busung yang meluas kedaerah leher bagian ventral sampai ke
gelambir dan kadang-kadang juga satu atau dua kaki muka. Derajat kematian bentuk
ini dapat mencapai 90 % dan berlangsung cepat (3 hari – 1 minggu). Sebelum mati,
hewan terlihat mengalami gangguan pernapasan, sesak napas (dyspneu), suara ngorok
dengan gigi gemeretak. Tekanan pembuluh darah balik menurun dan dalam keadaan
terminal diikuti dengan shock endotoksin. Kuman pasteurela dapat diisolasi dari tinja,
kemih, air susu, dan saliva sebelum selama hewan dalam keadaan sekarat. Dalam
keadaan demikian hewan sakit merupakan sumber penularan bagi hewan yang sehat.
Penyakit yang berjalan kronis, hewan menjadi kurus dan sering batuk, nafsu makan
terganggu dan terus menerus mengeluarkan air mata, suhu badan normal tetapi terjadi
mencret bercampur darah (Anonimus, 2001)
Fibrinogen darah meningkat semejak gejala mulai tampak. Dalam percobaan
infeksi terhadap hewan percobaan, adanya kuman di dalam darah (bakterimia), yang
hanya dapat dikenal secara penanaman kuman, dan tidak secara mikroskopik, terjadi
69
dalam waktu 12 jam. Masa inkubasinya sekitar 10- 14 hari, pada hewan yang sangat
rentan, biasanya mengalami kematian dalam waktu 24 – 48 jam setelah terjadinya
infeksi.
Penularan
Diduga pintu gerbang infeksi bakteri ke dalam tubuh hewan adalah daerah
tenggorokan. Ternak sehat akan tertular oleh ternak sakit melalui kontak atau melalui
makanan, minuman dan alat tercemar. Ekskreta ternak penderita (saliva, kemih dan
feces) juga mengandung bakteri. Bakteri yang jatuh ke tanah apabila keadaan serasi
untuk pertumbuhan bakteri (lembab, hangat, teduh) maka akan tahan sekitar 1
minggu dan dapat menulari ternak yang digembalakan di tempat tersebut. Sapi yang
menderita penyakit SE harus diisolasi pada tempat yang terpisah. Apabila sapi itu
mati atau dapat sembuh kembali, kandang dan peralatan yang digunakan untuk
perawatan sapi itu harus dihapushamakan. Jangan gunakan kandang tsb selama
minimal 2 minggu.
Diagnosa
1. Pengiriman bahan
Sediaan ulas darah jantung yang difiksasi metil alkohol
Cairan oedema dan darah dari jantung yang dimasukan kedalam pipet pasteur
Potongan organ tubuh seperti jantung, limpa, ginjal, kelenjar limfe dan susmsum
tulang. Organ dimasukan ke dalam larutan gliserin NaCl 50%. Sumsum tulang
dianggap organ yang paling baik untuk dikirimkan.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Preparat ulas darah diwarnai dengan metilen blue atau giemsa sehingga
terlihat bakteri bipolar. Dengan pewarnaan gram terlihat bentuk gram batang
negatif.
Bahan yang diperoleh dari hewan seperti darah, cairan oedema atau suspensi
organ disuntikkan ke hewan percobaan. Isolasi agen penyebab dapat
menggunakan agar triptosa, agar darah atau agar serum darah.
70
3. Percobaan Biologi
Hewan percobaan yang peka yaitu kelinci, perkutut dan mencit yang disuntik
secara subkutan (SC) atau intra muscular (IM). Pada kelinci dapat dilakukan
dengan menggoreskan bahan tersangka pada kulit telinga, terutama jika bahan
yang dikirim telah busuk. Hewan yang disuntik dengan bakteri ini akan
memperlihatkan gejala perdarahan pada pembuluh darah paru-paru dan jantung.
Diagnosa Banding
1. Contangiosa Bovine Pleuro Pneumonia (CBPP).
2. Penyakit Jembrana (Khusus Sapi Bali) pada stadium awal.
3. Leptospirosis akut.
4. Anthraks.
Signalement
Nama :-
Jenis Hewan / Spesies : Sapi Bali (Bos sondaicus)
Warna Bulu & Kulit : Merah bata (coklat)
71
Pemeriksaan Klinis
Temuan klinis menunjukan gejala sura ngorok, radang pada daerah leher dan
wajah, hipersalivasi berbusa disertai perdarahan akut, daerah rahang dan gigi nampak
gemetar. Suhu 42 0C, lemah, malas bergerak, nafas cenderung lambat 18 kali
permenit. Tempramen cenderung agresif.
Diagnosa
Dari hasil anamnesa serta pemeriksaan klinis yang dilakukan, pasien yang
diperiksa didiagnosa mengalami Septicemia Epizootika (SE)
Pengobatan
72
Keterangan
Nama paten Injectamin
Indikasi Mencegah dan mengobati defisiensi vitamin pada hewan
seperti gangguan pertumbuhan, reproduksi, otot,
penyembuhan karena infeksi bakteri, anemia, kelemahan
Rute IM
Dosis Sapi kuda kerbau 2,5-5 ml 100-300 kgbb
Anak sapi, kuda, kerbau 1-2 ml/ 40-80 kgbb
Domba kambing babi 1-2 ml / 40-80 kgbb
Kucing unggas 0,1-0,2 ml/ 1-2 kgbb
Frekuensi q24
Sediaan 20, 50, 100 ml
Keterangan
Nama paten Vetadryl
Indikasi Antihistamin mengobati reaksi alergi, gatal, kemerahan,
sesak nafas, muntah dan mual
Rute IM
Dosis Sapi kuda kerbau 1,25-2,25 ml 100 kgbb
Frekuensi q24
Sediaan 20, 50, 100 ml
Keterangan
73
3.30 Pembahasan
Umunya kasus SE bersifat aku dan dapat menyebabkan kematian hewan dalam
waktu singkat. Dalam pengamatan, hewan mengalami peningkatan suhu tubuh,
oedemasubmandibular yang dapat menyebar ke daerah dada, dan gejala pernafasan
dengan suara ngorok atau keluarnya eksudat dari hidung. Umumnya, hewan
kemudian mengalami kelesuan atau lemah dan kematian. Biasanya kerbau lebih peka
terhadap penyakit SE dibandingkan dengan sapi. Lama atau jalanya penyakit sampai
pada kematian pada kerbau lebih pendek dibandingkan dengan sapi, kisaran
waktunya mulai kurang dari 24 jam dalam kejadian perakut sampai 2 – 5 hari. Gejala
penyakit timbul setelah masa inkubasi 2 – 5 hari. Gambaran klinis menunjukkan
adanya 3 fase. Fase pertama adalah kenaikan suhu tubuh, yang diikuti fase gangguan
pernafasan dan diakhiri oleh fase terakhir yaitu kondisi hewan melemah dan hewan
berbaring di lantai. Septicaemia dalam banyak kasus merupakan tahap kejadian
paling akhir. Berbagai fase penyakit di atas tidak selamanya terjadi secara berurutan
dan sangat tergantung pada lamanya penyakit (Natalia & Priadi 2006).
Kasus SE yang ditemukan terjadi pada tanggal 7 juni 2018 di diwilayah kerja
dinas kota Makassar. Kondisi kandang yang kurang baik, vaksinasi, lalu lintas ternak
74
yang tidak terkontrol bisa menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut. Kondisi
pasien masih cenderung baik karena langsung dilaporkan oleh pemilik. Pengobatan
dilakukan dengan pemberian preparat sulfa sebanyak 10 ml sehari sekali dan selama 5
hari. Dan pencegahan terhadap sapi lainnya sebanyak 5 ml. juga diberikan anti
histamine dan pemberian multi vitamin.
Kesimpulan
Saran
Perlu adanya edukasi terhadap masyarakat tentang biosecurity meliputi
kebersihan kandang, operator, manajemen kandang yang baik, vaksinasi, membeli
ternak yang terdata sebelumnya dan edukasi terhadap penggunaan obat-obatan yang
benar.
75
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Jennifer. (2011). Emergency Care for Equine Wound and Laceration.
http://www.vetmed.vt.edu/emc/docs/WoundCare.pdf. Tanggal akses 19
Januari 2012.
Sjamsuhidajat dan Wim De Jong. (2002). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.
Carter GR dan De Alwis MCL. 1989. Haemorrhagic Septicaemia. Oleh Rutter JM.
Pasteurella and Pasteurellosis. Harcourt Brace Jovanovich: Academic Press
Keryln Carville, 1998, Wound care manual 3rd edition. Silver chain foundation.
Western Australia
76
Morris PJ and Malt RA,1995, eds: Oxford Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound
healing. New York-Oxford-Tokyo Oxford University Press: 1995.
Wajan Juni Udjianti, 2007, Pengkajian Pasien dan Luka. Short course wound care
update. JW Marriot Surabaya.
Nim : C034171034
Kasus mandiri V
Etiologi
Rektum merupakan organ terakhir dari usus besar pada mamalia yang
nantinya akan berakhir di anus (Wikipedia, 2013). Salah satu gangguan yang sering
terjadi pada rektum adalah prolapsus rektum. Prolapsus rektum merupakan protrusion
atau keluarnya satu atau lebih lapisan rektum melalui anal orifisium. (Greiner, T.P. et
al., 1983). Pada hewan kecil, seperti anjing, prolapsus rektum sering terjadi karena
adanya gangguan pada sistem digesti, seperti diare, tenesmus, gangguan prostat dan
saluran urinaria bagian bawah yang terjadi secara terus-menerus (Sherding, 1996).
Tingkat prevalensi tertinggi terjadinya prolapsus rektum pada hewan biasanya pada
hewan yang berumur muda, yang ditandai dengan adanya diare berat (Johnston,
1985).
Diagnosa
Pemeriksaan klinis secara secara umum dilakukan untuk melihat kondisi dari
hewan. Pengamatan dapat dilakukan pada bagian rectum yang keluar guna
77
menentukan tingkan keparahan dari prolapsus rectum yang di tandai dengan warna
mukosa rectum yang keluar. Prolapsus rektum adalah protrusio atau keluarnya satu
atau lebih lapisan rectum melalui anal orifisium. Prolapsus yang terjadi dapat bersifat
parsial atau komplet bergantung pada struktur yang terlibat. Pada prolapsus rektum
parsial, hanya lapisan mukosa yang keluar, sementara pada prolapsus rektum komplet
semua blapisan rektum ikut keluar. Prolapsus rektum ini dapat terjadi pada semua
bangsa anjing dan tidak tergantung jenis kelamin. Sebagian besar kasus terjadi pada
hewan yang lebih muda. Prolapsus rektum seringkali disebabkan oleh adanya tumor
pada rektum ataupun anus, dapat pula akibat adanya benda asing, cystitis, obstruksi
urethra, dan distokia. Pada hewan kecil, seperti anjing, prolapsus rektum sering
terjadi karena adanya gangguan pada sistem digesti, seperti diare, tenesmus,
gangguan prostat dan saluran urinaria bagian bawah yang terjadi secara terus-menerus
(Sherding, 1996).
Penanganan
Prolapsus rektum pada hewan dapat disembuhkan dengan melakukan tindakan
pembedahan. Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah dengan melakukan
amputasi atau reposisi pada rektum. Amputasi rektum dilakukan apabila prolapsus
yang terjadi sudah menjadi nekrosis. Sedangkan reposisi rektum dapat dilakukan
apabila prolapsus rektum yang terjadi belum berat dan bagian mukosa hanya
mengalami sedikit kerusakan. (Sudisma, I.G.N., et al., 2006).
Sinyalemen
Nama :I
Jenis Hewan / Spesies : Kucing
Ras / Breed : Persia
Warna Bulu & Kulit : Putih
Jenis Kelamin : Betina
Umur : 3 bulan
78
Anamnesis
Kucing datang dengan keadaan kotor dan rectum keluar dari anus.
Diagnosa
3.35 Pembahasan
Reposisi Rectum
80
Penjahitan anus
3.36 Kesimpulan
Prolapsus rectum merupakan kasus yang sering terjadi pada hewan kecil baik
umur muda dan umur tua. Penanganan pada prolapsus rectum dapat dilakukan dengan
mereposisi rectum dan dan memberiakan jahitan purse string pada anus.
Saran
Sumber:
Cech, Svatopluk ., Jan, Zbynek., Mala, Eva., Dolezel, R. 2010. Inovation of Surgical
Correcion of Rectal Prolapse in Sows. ACTA VET. BRNO 2010,79: 121-125.
81
Corgozinho, K.B. et al..2010. Silicone Elastomer Sling for Rectal Prolapse in Cats.
Can Vet J2010 (51) : 506-510.
Kasus mandiri VI
Etiologi
Hepatik lipidosis merupakan penyakit hati yang umum terjadi pada kucing,
yaitu terjadinya akumulasi lemak yang berlebihan pada hati yang dapat menyebabkan
gagal fungsi hati (Allen 2011). McGavin dan Zachary (2007) menyatakan bahwa
lipidosis merupakan akumulasi trigliserida dan metabolit lipid lainnya pada sel-sel
parenkim, dan lipidosis paling sering terjadi di hati dikarenakan hati merupakan organ
utama yang memetabolisme lipid.
Patogenesis
82
McGavin dan Zachary (2007) lebih lanjut menjelaskan bahwa hepatic lipidosis
dapat terjadi sebagai hasil dari salah satu mekanisme berikut.
83
1. Kelebihan pengantaran asam lemak bebas dari usus atau dari jaringan adiposa.
2. Menurunnya β-oksidasi dari asam lemak ke keton dan substansi lainnya
karena kerusakan mitokondria (toksin, hipoksia).
3. Gangguan sintesin apoprotein (toksin CCL4, aflatoksikosis).
4. Gangguan penggabungan trigliserida dan protein dalam membentuk
lipoprotein (jarang terjadi).
5. Gangguan pelepasan lipoprotein dari hepatosit (jarang terjadi).
Diagnosa
Pemeriksaan fisik dapat di lihat dengan gejala klinis kucing dehidrasi, gemuk
dan bagian tubuh tampak terlihat kekuningan. Dapat pula di jumpai adanya bau
aseton pada mulut. Pemeriksaan lanjutan dapat di lakukan dengan pemeriksaan serum
darah, urinalisis, USG, Citology, Histophatology (Webb, 2018).
Gejala klinis pada pemeriksaan fisik tampak adanya kekuningan pada berbagai
tempat. (Webb, 2018).
Penaganan
dapat dikurangi secara dramatis menjadi sesedikit 10% dari volume aslinya (. Untuk
menghindari muntah, sebaiknya menggunakan infus laju kontinyu (CRI) atau berikan
sedikit makanan waktu, dengan selang waktu 2,5 hingga 3 jam antara waktu makan
(Armstrong and Blanchard 2009).
Dukungan nutrisi harus bertujuan untuk memberikan jumlah nutrisi yang cukup
makanan seimbang untuk memenuhi persyaratan energi istirahat kucing pada
beratnya saat ini ketika BCS adalah 3/5 (5/9) atau kurang. Pada kebanyakan kucing,
50 hingga 60 kkal / kg BB / hari mendekati energy istirahat kucing. Kucing dengan
BCS lebih besar dari 3/5 (atau> 5/9) umumnya memiliki massa otot yang sama
seperti mereka dengan BCS 3/5; oleh karena itu, energy istirahat kucing dihitung
berdasarkan perkiraan optimal berat badan untuk mencegah overfeeding. Ini adalah
pertimbangan penting karena banyak kucing masih mengalami obesitas saat proses
diet. Memberi makan sekitar 20% dari energy istirahat kucing pada hari ke 1 (dalam
pemberian makan terbagi) dan kemudian meningkatkan jumlah hingga 10% setiap 24
jam dapat ditolerir dengan lebih baik dari jadwal yang mencapai energy istirahat
kucing lebih cepat. Beberapa kucing, terutama yang berpengalaman periode anoreksia
yang relatif singkat, akan mentoleransi mencapai pemberian makan penuh lebih cepat
(3–5 hari) (Armstrong and Blanchard 2009).
Sinyalemen
Nama : Hazo
Jenis Hewan / Spesies : Kucing
Ras / Breed : domestik
Warna Bulu & Kulit : red
Jenis Kelamin : jantan
Umur : -/+ 2 tahun
Anamnesis
Kucing jantan bernama hazo datang ke puskeswan dengan keadaan lemah,
kurang nafsu makan sejak 2 hari.
3.30 Pembahasan
Kucing Hazo di periksa secara menyeluruh dengan pengamatan tanda klinis
kulit telinga, mata, mukosa mulut berwarna kuning, Terasa demam dengan Suhu
badan 40,5oC dan berat badan 3,9 kg.
85
Dari hasil pemeriksaan klinis dan gejala klinis yang sangat menciri dapat di
diagnose pasien mengalami hepatic lipidiosis dikarenakan tidak adanya penunjang
diagnose diagnosa sementra yaitu saspek hepatic lipidiosis.
Treatment
86
Kesimpulan
Hepatik lipidosis merupakan penyakit hati yang umum terjadi pada kucing,
yaitu terjadinya akumulasi lemak yang berlebihan pada hati yang dapat menyebabkan
gagal fungsi hati. Di hati asam lemak bebas diesterifikasi menjadi trigliserida, lalu
diubah menjadi kolesterol atau fosfolipid, atau dioksidasi menajdi keton. Trigliserida
dapat dibawa keluar dari hepatosit apabila sudah diubah oleh apolipoprotein menjadi
lipoprotein. Perubahan di satu atau lebih proses biokimia di atas dapat menyebabkan
akumulasi trigliserida yang menyebabkan hepatic lipidosis.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Webb, C.B., 2018. Hepatic lipidosis: Clinical review drawn from collective
effort. Journal of feline medicine and surgery, 20(3), pp.217-227.
Allen DG. 2011. Disorders of the liver and gallbladder in cats [internet]. Tersedia
pada: http://www.merckmanuals.com/pethealth/cat_disorders_and_diseases/
digestive_disorders_of_cats/disorders_of_the_
liver_and_gallbladder_in_cats.html
Center SA. 2015. Feline hepatic lipidosis [internet]. Tersedia pada:
http://www.merckvetmanual.com/mvm/digestive_system/hepatic_disease_in_sma
ll_ animals/feline_hepatic_lipidosis.html?qt=hepatic%20lipidosis%20cat&alt=sh
87
McGavin MD, Zachary JF. 2007. Pathologic Basis of Veterinary Disease 4th Ed.
USA: Mosby Elsevier.
LAMPIRAN