Materi :
WETTED WALL COLUMN
Disusun Oleh :
Nindia Anggela Yastiza Putri (21030118130210)
Group : 7 Rabu
Rekan Kerja : Iwang Septo Priogo (21030118130160)
Puja Chrisdianto Manapa (21030118140187)
ii
RINGKASAN
Perpindahan massa dijumpai dalam berbagai proses dalam teknik kimia.
Praktikum Wetted Wall Column merupakan praktikum yang membahas tentang
perpindahan massa antar fasa yaitu gas da cairan. Tujuan dari praktikum ini
adalah menentukan besarnya nilai kgl dan pengaruh bilangan tak
berdimensireynold terhadap bilangan tak berdimensi sherwoud.
Pada dasarnya susunan alat Wetted Wall column terdiri dari tiga bagian
utama, yaitu kolom perpindahan massa , sistem aliran dan pengukuran laju alir
fase gas serta sistem aliran fase cair. Humidifikasi adalah proses perpindahan
atau penguapan air dari fase cair ke dalam campuran gas yang terdiri dari udara
dan uap air karena adanya kontak antara cairan yang temperaturnya lebih tinggi
dengan campurannya.
Praktikum ini terdapat dua tahap yaitu , tahap persiapan dan tahap
operasi dalam tahap persiapan terdapat kalibrasi rotameter udara dan rotameter
air. Pada tahap operasi dilakukan dengan cara mengalirkan air dan udara sesuai
variabel dan membaca suhu wet bulb serta dry bulb.
Peningkatan laju alir udara akan meningkatkan nilai Kgl yang disebabkan
bertambahnya jumlah massa udara yang terdistribusi didalam kolom. Hal ini
terjadi karena jumlah udara yang terdistribusi didalam kolom semakin banyak.
Sehingga, udara yang mengalami perpindahan massa juga akan semakin banyak.
menujukan semakin besar nilai bilangan Reynold (NRe) maka nilai bilangan
Sherwood (NSh) juga akan semakin besar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar laju alir maka koefisien
perpindahan massa dan bilangan Reynold akan semakin besar dan semakin besar
bilangan Reynold maka nilai bilangan Sheerwood juga akan semakin besar.
Saran untuk praktikum ini termometer diusahakan tidak saling bersentuhan ketika
mengukur suhu, kapas yang digunakan untuk pengukuran wet bulb dibasahi
secara merata dan skala rotameter yang digunakan harus selalu konstan saat
operasi Wetted Wall Column berlangsung.
iii
PRAKATA
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan
praktikum operasi teknik kimia dengan materi Wetted Wall Column.
Dalalm penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan
baik secara teknis maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini.
Dalam penulisan laporan resmi ini penulis ingin mengungkapkan rasa
terima kasih kami kepada pihak pihak yang membantu dalam menyelesaikan
laporan ini, khususnya kepada :
1. Dr. Ir. Didi Dwi Anggoro, M. Eng. selaku dosen penanggung jawab
Laboratorium Operasi Teknik Kimia.
2. Dani Puji Utomo S.T., M.T. selaku dosen pembimbing materi Wetted Wall
Column.
3. Laboran Laboratorium operasi teknik kimia.
4. Anisa Widia Utami selaku asisten pembimbing materi aliran fluida.
5. Seluruh asisten laboratorium operasi teknik kimia.
6. Seluruh teman teman 2018 yang mendukung.
Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam
menambah ilmu pengetahuan yang baru bagi pembaca.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 27
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 27
5.2 Saran ........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 28
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Laporan Sementara
Lembar Perhitungan
Referensi
Lembar Asistensi
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
terhadap bilangan Sheerwood.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Humidifikasi
Humidifikasi adalah proses perpindahan atau penguapan air dari fase
cair ke dalam campuran gas yang terdiri dari udara dan uap air karena
adanya kontak antara cairan yang temperaturnya lebih tinggi dengan
campurannya. Dalam proses humidifikasi, tergantung pada beberapa
parameter, diantaranya:
• Temperature Dry Bulb
Temperature dry bulb adalah temperatur yang terbaca pada
termometer terkena udara bebas namun terlindung dari radiasi dan
kelembapan. Temperatur dry bulb sering disebut sebagai temperatur
udara, sehingga tidak menujukkan adanya jumlah uap air di udara.
• Temperature Wet Bulb
Temperature wet bulb adalah temperatur kesetimbangan yang
dicapai apabila sejumlah kecil cairan diuapkan ke dalam jumlah besar
campuran uap gas yang tidak jenuh.
Metode yang dapat digunakan untuk mengukur temperature wet
bulb adalah dengan menggunakan termometer yang diselubungi kapas
atau kain basah kemudian dialirkan gas yang mempunyai properties T
dry dan humidity H. Pada keadaan steady state, air akan menguap ke
dalam aliran gas. Kapas atau kain basah akan mengalami pendinginan
hingga suhu konstan. Suhu inilah yang disebut T wet bulb. Dalam
penerapannya, T wet bulb digunakan untuk menentukan humidity dari
campuran air-udara.
• Dew point
Dew point adalah temperatur udara saat saturasi atau temperatur
dimana uap air mulai mengembun ketika campuran udara dan uap air
didinginkan.
• Enthalpi
Enthalpi adalah banyaknya kalor (energi) yang ada dalam udara setiap
satu satuan massa.
2
• Relative humidity
Relative humidity adalah perbandingan antara fraksi mol uap dengan
fraksi mol udara basah pada suhu dan tekanan yang sama (%).
• Persen humidity
Persen humidity adalah besarnya kandungan uap air dalam udara
kering.
% humidity = beratberat uap air (basis kering)
campuran udara dan uap air
x 100% . . . (1)
3
akan selalu lebih tinggi dari cairan masuk. Proses pendinginan ini akan
berlanjut sampai laju transfer panas dari gas ke cairan hanya setara dengan
panas laten yang dibutuhkan untuk menguapkan cairan.
4
μ = viskositas absolut fluida dinamis
v =viskositas kinematik fluida: v = μ/ρ
ρ = kerapatan (densitas) fluida
• Bilangan Schmidt
Bilangan Schmidt merupakan rasio dari momentum dan difusivitas
massa. Bilangan ini digunakan untuk menentukan sifat aliran-aliran
fluida dimana pada aliran tersebut proses konveksi-difusi momentum dan
massa berlangsung secara simultan. Dengan perumusan sebagai berikut.
V μ
Sc= D = . . . (3)
ρD
5
Gambar 2.2. Pengaruh koefisien perpindahan massa dari fase gas ke fase cair
atau dari fase cair ke fase gas
Koefisien perpindahan massa dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya:
1. Kondisi Operasi
Kondisi operasi dapat berupa laju alir, temperatur dan tekanan.
2. Kondisi Alat
Kondisi alat meliputi diameter dan tinggi/panjang alat.
3. Sifat Bahan
Sifat bahan dapat berupa densitas, viskositas, diffusivitas.
Bila terjadi perpindahan massa dari fase cair ke fase gas pada bidang
selang film cair – gas dalam hal ini adalah penguapan air dari permukaan
cairan ke permukaan atau aliran udara, maka kecepatan perpindahan massa
persatuan luas permukaan perpindahan massa dalam arah y dinyatakan oleh
hukum Fich ke 2 sebagai berikut :
NAy = JAY + XA ( NAy + NBy) . . . (5)
dimana :
NAy = fluks massa komponen A (dalam hal ini air) dalam arah y karena
terbawa aliran fluida (gr mole / cm2 det)
NBy = fluks massa komponen B (dalam hal ini udara) dalam arah y
karena dimana aliran fluida (gr mole / cm2 det)
XA = fraksi mol uap air difase gas yang merupakan fungsi dari y dan z
JAY = fluks massa komponen A dalam arah y karena difusi molekuler
(gr mol / cm2 det)
Maka persamaan (5) dapat ditulis kembali sebagai berikut :
NAy – XA ( NAy + NBy ) = JAy . . . (6)
Menurut Hukum Fich pertama, maka
6
JAy = – C DAB XA / y . . . (7)
Pemecahan persamaan (7) untuk menentukan besarnya JAy
memerlukan persyaratan bahwa XA/y diketahui lebih dulu. Guna
memecahkan persoalan – persoalan yang rumit pada alirannya, maka
penggunaan persamaan (7) akan sangat menyulitkan. Oleh karena itu,
didefinisikan koefisien perpindahan massa sebagai berikut :
JAy ∝ = kg. LoC ( XAo– XA) . . . (8)
Dimana ( XAo – XA) adalah beda konsentrasi dan dinyatakan dengan
fraksi mol dalam arah perpindahan massa y. Pendefinisian ( XAo – XA) ini
menentukan definisi yang tepat dari kg.LoC (tanda LoC dari fase gas
diganti huruf g). Pernyataan lokal disini dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa kg dapat berbeda-beda dari satu posisi lain pada permukaan bidang
selang dimana perpindahan massa terjadi.
Agar lebih memudahkan pemakaian, maka didefinisikan kg rata-rata
yang dinyatakan dengan kgl sebagai berikut :
S kg LoC ds
kgl= ∫So S . . . (9)
∫So ds
Menurut definisi diatas maka kgl = harga rata-rata kg. LoC untuk
seluruh permukaan perpindahan massa s. Tentang ( XAo – XA) pada
umumnya dilakukan pendefinisian sebagai berikut :
XAO = fraksi mol komponen A pada fase gas tepat dipergunakan bidang
selang
XAO = fraksi mol rata-rata komponen A di fase gas atau dengan rumus:
XA LoC dA
XA = . . . (10)
𝑑𝐴
7
Gambar 2.3. Penampang membujur dari wetted wall column untuk bagian
dimana perpindahan massa fasa diukur/ditelaah.
Kita tinjau sistem setinggi dz. Neraca material komponen A yang dilakukan
terhadap segmen tersebut menghasilkan persamaan differensial sebagai
berikut :
d(W.XA)
=JAy.π.D . . .(11)
dz
Ruas kiri adalah definisi koefisien perpindahan massa (kgl) sedang ekspansi
parsiil, ruas kanan dapat dengan mudah diintegrasikan.
8
W (XAo-ZA)o(1-XA)L
kgl= = ln (X . . .(16)
π.D.L(1-XAo) Ao-XA)L(1-XA)o
Dengan persamaan ini maka kgl dapat ditentukan dari data percobaan.
Korelasi empiris dimensi dapat diketahui bahwa kgl dipengaruhi oleh
NRe, NSc, dan faktor geometris kolom (L/D). Pengaruh faktor-faktor tersebut
dapat dinyatakan sebagai berikut
𝑘𝑔𝑙 Dx
NSh = =f(NRe, NSc, L/D) . . .(17)
𝐶 𝐷AB
9
1. Tekanan
2. Temperatur
3. Komposisi Sistem
Koefisien diffusivitas masing-masing fase berbeda-beda. Koefisien
diffusivitas untuk gas lebih tinggi, yaitu antara 5.10-6 – 10-5 m2/s , untuk
liquid 10-10– 10-9 m2/s dan untuk solid 10-14 -10-10 m2/s.
Perpindahan massa konvektif termasuk perpindahan antara fluida
yang bergerak atau dua fluida yang bergerak yang tidak tercampur. Model ini
tergantung pada mekanisme perpindahan dan karakteristik gerakan fluida.
Persamaan laju perpindahan massa konvektif sebagai berikut:
NA = kτ.∆τA ) . . .(19)
dimana, NA = perpindahan massa molar zat
∆τA = perbedaan konsentrasi antara permukaan dengan konsentrasi
rata- rata fluida
kτ = koefisien perpindahan massa konvektif
Mekanisme perpindahan massa antar permukaan dan fluida
termasuk perpindahan massa molekul melalui lapisan tipis fluida stagnan
dan aliran laminar.
Beberapa operasi perpindahan massa yang termasuk difusi suatu
komponen gas ke suatu komponen yang tidak berdifusi antara lain adalah
absorbsi dan humidifikasi. Persamaan yang digunakan untuk
menggambarkan koefisien perpindahan massa konvektif adalah:
DAB P PA1PA2
NA,Z = A . . .(20)
RT(Z2-Z1)lnPB
10
diasumsikan terjadi dalam suatu stagnan film atau laminar film tebal.
Dengan kata lain, menunjukkan tebal lapisan liquid.
1. Transfer massa dari gas ke film falling liquid
2. Transfer massa dalam wetted wall column
Kebanyakan data dari transfer massa antara permukaan pipa dan aliran
fluida telah ditentukan dengan menggunakan wetted wall columns. Alasan
mendasar untuk menggunakan kolom-kolom ini untuk penyelidikan transfer
massa adalah untuk mengontakkan luas area antara 2 fase sehingga dapat
dihitung dengan tepat.
Koefisien transfer massa konvektif untuk jatuhnya liquid film
dikorelasikan oleh Vivian dan pecamenet dengan korelasi:
1
1
𝐾𝑍 𝜌 2𝑔𝑍 3 6
= 0,433 (𝑆𝑐 ) (
2 ) (𝑅𝑒)0,4 . . .(21)
𝐷 𝜇2
dimana :
Z = panjang
DAB = diffusivitas massa antara komponen A dan B
ρ = densitas liquid B
μ = viskositas liquid B
g = percepatan gravitasi
Sc = schimdt number (dievaluasikan pada temperatur film
liquid)
Re = reynold number
11
Z
(a) (b)
Gambar 2.4. Teori Penetrasi
Mula-mula partikel gas terlarut tidak seragam dan mula-mula arus
eddy dianggap diam, jika arus eddy dibiarkan berkontak dengan gas pada
permukaannya, konsentrasi liquid permukaan gas CA yang berada pada
kelarutan keseimbangan gas dari liquid selama partikel liquid menjadi
penentu difusi unsteady state atau penetrasi solute pada arah Z.
Untuk waktu yang pendek dan difusinya berlangsung pelan di dalam
molekul solute yang larut tidak pernah mencapai kedalaman Zp sesuai
dengan ketebalan arus eddy. Keadaan puncak yang ada pada fenomena
transfer massa dalam dinding kolom yang dibasahi adalah:
CA0 pada ketebalan arus eddy = 0 , untuk semua Z
CA pada Z = 0 , ketebalan arus eddy > 0
CA0 pada Z = ∞ , untuk semua ketebalan arus eddy
2.7. Teori Film
Gambar di berikut ini memperlihatkan cairan yang sedang jatuh pada
lapisan (film) dengan aliran laminer ke dasar pada permukaan rotameter yang
vertikal berkontak dengan gas A yang larut ke dalam cairan dengan
konsentrasi A yang seragam CA0 dari pada A pada puncaknya.
12
dalam keseimbangan dengan tekanan A pada fase gas karena CA > CA0 gas
terlarut ke dalam cairan. Koefisien perpindahan massa Kgl dengan sejumlah
gas terlarut setelah liquid terjenuh sejauh L dan dihitung.
Masalah ini dapat dipecahkan dengan penyelesaian simultan
persamaan kontinuitas. Untuk komponen A dengan persamaan yang
menggambarkan liquid yaitu persamaan laminer.
Persamaan simultan dan jumlah persamaan diferensial partikel
menjadi lebih mudah dengan beberapa asumsi :
1. Tidak ada reaksi kimia
2. Pada arah A kondisinya tidak berubah
3. Kondisinya steady state
4. Kecepatan adsorbsi gas sangat kecil
5. Difusi A pada arah yang diabaikan dibandingkan dengan gerakan ke
dasar
6. Sifat-sifat fisiknya konstan.
13
BAB III
METODE PERCOBAAN
Menyalakan Blower
Mengalirkan Air
Pengelolahan Data
14
Variabel Berubah : Laju Alir Rotameter Udara = 800, 900, 1000, 1100,1200
Laju Alir Rotameter Air = 50, 60, 70, 80
3.5 Respon
1. Kalibrasi Rotameter Udara
Waktu yang dibutuhkan (detik) untuk 1 kali putaran dengan volume wet
gas meter 10 L.
2. Kalibrasi Rotameter Air
Volume air yang ditampung (ml) dalam waktu 10 detik pada setiap laju
alir.
3. Tahap Operasi
Suhu (0C) Wet Bulb dan Dry Bulb di dasar dan puncak kolom pada
variabel laju alir air dan variabel laju alir udara pada waktu 10 menit.
4. Analisa Data Hasil Percobaan
Mahasiswa diharapakan dapat :
15
a. Membuat kurva hubungan koefisien transfer massa (kgl) dengan laju
alir dan dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi.
b. Mengetahui pengaruh NRe terhadap NSh.
c. Mencari konstanta a dan b dari persamaan bilangan tak berdimensi
yang telah disusun.
3.6 Data yang Dibutuhkan
1. Waktu untuk 1 kali putaran jarum wet gas meter (sekon)
2. Volume air selama 10 detik (ml)
3. Td dan Tw input
4. Td dan Tw output
16
• Mengulangi langkah diatas untuk skala rotameter air yang lain.
B. Tahap Operasi
1. Mengalirkan air dari kran air pada penunjukkan skala rotameter
tertentu.
2. Mengalirkan udara pada penunjukkan skala rotameter udara tertentu.
3. Mengukur suhu wet bulb (ujung termometer diselubungi kapas basah)
dan dry bulb pada puncak dan dasar kolom.
4. Membaca dan mencatat suhu pada termometer setelah 10 menit.
5. Ulangi langkah 1-4 sebanyak 4 skala lainnya.
17
Vm Tdi (1+Ym)
= 𝑥 . . . (26)
Vk Tdo (1+Yk)
D = Diameter Kolom
3. Perhitungan Tebal Lapisan film
3.μa.Qa
δ= [ ] . . . (30)
ρa.g.π.D
Dimana:
18
Kgl = koefisien transfer massa udara (mol/m2.s)
Pm = tekanan parsiil rata-rata udara (N/m2)
Pt = tekanan total = 1,0132 x 105 N/m2
R = konstanta gas ideal = 8,314 Nm/kmol.K
T = temperature absolut = 303 K
DAB = diffusivitas air udara, interpolasi dari data yang didapat pada
Treyball table 2-1, yaitu 2,6384 x 105 m2/s
YA1 = X*A1
YA2 = X*A2
1-P2
Pm = P . . . (34)
ln( 1)
P2
X*A1
PA1 = (1+Y x Pt . . . (35)
A1)
X*A2
PA2 = (1+Y x Pt . . . (36)
A2)
P1 = Pt – PA1
P2 = Pt – PA2
7. Perhitungan Bilangan Sherwood (Persamaan)
NSh = a(NRe)b . . . (37)
a dan b dicari dengan persamaan Least Square.
8. Perhitungan Persentase Kesalahan:
(NSh)p-(NSh)h
(NSh)p
%kesalahan (%𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟) = | | 𝑥 100% . . . (38)
n data
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hubungan Laju Alir Udara dan Laju Alir Air terhadap Koefisiensi
Perpindahan Massa (Kgl)
4.1.1 Hubungan Laju Alir Air terhadap Kgl
Dari percobaan telah dilakukan sebelumnya, didapatkan
hubungan laju alir air terhadap koefisien perpindahan massa (Kgl).
Kemudian data – data yang dapat diolah dalam bentuk grafik pada
gambar 4.1 sebagai berikut:
3,00E-05
Koefisien perpindahan massa
2,50E-05
2,00E-05
(mol/m3s)
1,50E-05
1,00E-05
5,00E-06
0,00E+00
1,20E-05 1,40E-05 1,60E-05 1,80E-05 2,00E-05 2,20E-05 2,40E-05
Q air (m3/s)
20
terdapat di dalam air akan semakin banyak yang terdistribusi ke segala
arah. Sehingga, perpindahan massa air juga akan semakin besar (Bird,
1968).
6
Koefisien perpindahan massa
4
(mol/m3s)
0
1,00E-04 3,00E-04 5,00E-04 7,00E-04 9,00E-04
Q udara (m3/s)
Dari Gambar 4.2 diatas dapat terlihat hubungan laju alir udara
terhadap koefisien perpindahan massa (Kgl) pada udara. Pada gambar
4.2 menunjukan bahwa hubungan laju alir udara terhadap koefisien
perpindahan massa (Kgl) mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat
pada grafik saat laju alir mula-mula 2,05 x 10-4 m3/s koefisien
perpindahan massa (KgL) air yang diperoleh sebesar 1,82 mol/m3s
Selanjutnya, pada laju alir 3,70 x 10-4 m3/s; 5,88 x 10-4 m3/s; 6,67 x 10-4
m3/s; dan 9,68 x 10-4 m3/s diperoleh KgL sebesar 2,25 mol/m3s; 3,14
mol/m3s; 3,34 mol/m3s dan 5,19 mol/m3s.
Fenomena ini terjadi peningkatan laju alir udara akan
meningkatkan nilai koefisien perpindahan massa (Kgl) yang disebabkan
bertambahnya jumlah massa udara yang terdistribusi didalam kolom.
Sehingga semakin besar laju alir perpindahan massa udara, akan
21
meningkatkan koefisien perpindahan massa semakin meningkat
(Kumoro dan Hadiyanto,2000). Hal ini sesuai dengan persamaan :
W X*A1-XA1
Kgl= ln (X* ) . . . (39)
π.D.L A2-XA2
4.2 Hubungan Laju Alir Udara dan Laju Alir Air terhadap Bilangan
Sherwood
4.2.1 Hubungan Laju Alir Air terhadap Bilangan Reynold
Dari percobaan telah dilakukan sebelumnya, didapatkan
hubungan laju alir air terhadap Bilangan Reynold (NRe) Dengan skala
air yang digunakan ialah 50, 60, 70, 80 dan 90. Kemudian data – data
yang dapat diolah dalam bentuk grafik pada gambar 4.3 sebagai berikut:
7,04E+02
6,04E+02
5,04E+02
4,04E+02
NRe
3,04E+02
2,04E+02
1,04E+02
3,50E+00
1,20E-05 1,50E-05 1,80E-05 2,10E-05 2,40E-05
Q air
Pada gambar 4.3 dapat diketahui hubungan antara laju alir air
dengan bilangan Reynold. Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa
semakin besar laju alir air makan Bilangan Reynold yang didapat juga
22
akan semakin besar. Hal ini dibuktikan pada grafik, pada laju alir air 1,3 x
10-5 m3/s, bilangan Reynold yang diperoleh sebesar 3309,91. Selanjutnya,
pada laju alir 1,6 x 10-5 m3/s, bilangan Reynold yang diperoleh
mengalami peningkatan menjadi 4073,74. Kemudian pada laju alir 1,9 x
10-5 m3/s, bilangan Reynold yang diperoleh semakin meningkat menjadi
4837,56. Bilangan Reynold terus mengalami peningkatan menjadi
5346,78 dan 5855,99 untuk laju alir masing-masing 2,1 x 10-5 m3/s dan
2,3 x 10-5 m3/s.
Hal ini disebabkan semakin besar laju alir cairan yang digunakan
maka bilangan reynold fluida tersebut menjadi semakin besar pula.
Dengan meningkatnya bilangan reynold, aliran fluida tersebut akan
semakin turbulen. Pada aliran turbulen, molekul-molekul di dalam fluida
bergerak ke segala arah sehingga menyebabkan tumbukan antar partikel
yang semakin besar pula (Hasnan dkk, 2012 dalam Putri dkk, 2016).
2000
1500
NRe
1000
500
0
0,00E+00 2,00E-04 4,00E-04 6,00E-04 8,00E-04 1,00E-03 1,20E-03
Q udara (m3/s)
23
bahwa semakin besar laju alir udara, maka semakin besar pula bilangan
reynold. Selanjutnya, pada laju alir 2,05 x 10-4 m3/s, bilangan Reynold
yang diperoleh mengalami peningkatan menjadi 449,44. Kemudian pada
laju alir 3,7 x 10-4 m3/s, bilangan Reynold yang diperoleh semakin
meningkat menjadi 909,88. Bilangan Reynold terus mengalami
peningkatan menjadi 1342,82; 1613,53 dan 2284,3 untuk laju alir masing-
masing 5,88 x 10-4 m3/s; 6,67 x 10-4 m3/s dan 9,68 x 10-4 m3/s.
Hal ini terjadi karena jumlah udara yang terdistribusi didalam
kolom semakin banyak. Sehingga, udara yang mengalami perpindahan
massa juga akan semakin banyak. Oleh karena itu, bilangan Reynold yang
diperoleh lama kelamaan akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan
persamaan seperti yang telah dinyatakan oleh R.B. bird, dkk.(1968).
4.ρu.Qum
NRe udara = . . . (41)
(D-2δ).π.μu
-10,1
2,55 2,6 2,65 2,7 2,75 2,8
-10,3
-10,5
Log NSh
-10,7
-10,9
-11,1
-11,3
-11,5
-11,7
Log NRe
Gambar 4.5 Hubungan laju alir air terhadap bilangan Reynold terhadap
Bilangan Sherwood
24
Gambar 4.5 menunjukkan hubungan pengaruh bilangan Reynold
terhadap bilangan Sherwood dengan variasi laju alir udara. Dapat dilihat
dari grafik, data Log NSh yang didapat adalah -10,64; -10,78; -10,63;
-10,28 dan -11,54 serta data Log NRe yang didapat adalah 2,65; 2,96;
3,13; 3,21 dan 3,36 yang menujukan semakin besar nilai bilangan
Reynold (NRe) maka nilai bilangan Sherwood (NSh) juga akan semakin
besar. Hal ini sesuai dengan persamaan seperti yang telah dinyatakan
oleh R.B.Bird (1968) :
NSh = a(NRe)b . . .(42)
dimana NSh berbanding lurus dengan NRe.
Pada hasil percobaan, diperoleh NSh berbanding lurus dengan NRe
pada variasi laju alir udara sebagai berikut :
NSh = 0,00000336(NRe)-1,19801
Dari persamaan diatas, diperoleh % kesalahan (% error) sebesar 16,37%
untuk hubungan bilangan Reynold terhadap bilangan Sherwood udara.
-4,8
-5,2
-5,6
Log NRe
25
Gambar 4.6 menunjukkan hubungan pengaruh bilangan Reynold
terhadap bilangan Sherwood dengan variasi laju alir udara. Dapat dilihat
dari grafik, data Log NSh yang didapat adalah -5,15; -5.44; -4.66; -5,46
dan -4,85 serta data Log NRe yang didapat adalah 2,65; 2,96; 3.13; 3,21;
dan 3,34 yang menujukan semakin besar nilai bilangan Reynold (NRe)
maka nilai bilangan Sherwood (NSh) juga akan semakin besar. Hal ini
sesuai dengan persamaan seperti yang telah dinyatakan oleh R.B.Bird
(1968) :
NSh = a (NRe)b . . . (43)
dimana NSh berbanding lurus dengan NRe
Pada hasil percobaan, diperoleh NSh berbanding lurus dengan NRe
pada variasi laju alir udara sebagai berikut :
NSh = 5,4 x 10-6 (NRe)-0,0341
Dari persamaan diatas, diperoleh % kesalahan (% error) sebesar 12,67%
untuk hubungan bilangan Reynold terhadap bilangan Sherwood udara.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Semakin Besar laju alir udara maupun air, maka nilai koefisien
perpindahan massa (Kgl) udara maupun air akan semakin besar.
2. Semakin besar laju alir air dan udara, maka nilai bilangan Reynold akan
semakin besar.
3. Semakin besar bilangan Reynold (NRe) air dan udara, maka nilai bilangan
Sherwood (NSh) yang diperoleh semakin besar.
5.2 Saran
1. Pengukuran suhu Td dan Tw pada input maupun output harus dilakukan
dengan cermat.
2. Kapas yang digunakan untuk pengukuran wet bulb dibasahi secara merata.
3. Termometer tidak bersentuhan dengan dinding pipa input maupun output.
4. Termometer diusahakan tidak saling bersentuhan ketika mengukur Td dan
Tw.
5. Skala rotameter udara dan air harus selalu konstan pada saat operasi WWC
berlangsung.
27
DAFTAR PUSTAKA
Bird, RB. Stewart, Wt and Light Foote, E.N. Transport Phenomena. John
Willey and Jason. 1968.
Brown, GG. Unit Operations. John Wiley & Sons, Inc. New York. 1950
Mc Cabe, WL and J Smith. Unit Operation. Mc Graw Hill. New York. 1956.
Kumoro dan Hadiyanto, 2000. Absorpsi Gas Karbondioksida dengan Larutan
Soda Api dalam Unggun Tetap. Forum Teknik, 24(2), 186-195.
Putri, Finka Pertama dkk, 2016. Absorpsi gas CO2 dari Modifikasi Gas Buang
PLTU Tarahan Menggunakan Absorben NaOH dengan Variasi Laju Alir.
Seminar Nasional Riset dan Industri.
Treybal, RE. .Mass Transfer Operation. 3rd ec. Mc Graw Hill Book Co. Book of
Japan.1980.
28
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA
Materi :
WETTED WALL COLUMN
Disusun Oleh :
Nindia Anggela Yastiza Putri (21030118130210)
Group : 7 Rabu
Rekan Kerja : Iwang Septo Priogo (21030118130210)
Puja Chrisdianto Manapa (21030118140187)
A-1
1. Kalibrasi Rotameter Udara (V = 0,01 m3)
Waktu (s)
Skala udara
I II III
800 49 49 48
900 27 27 27
1000 16 18 17
1100 15 15 15
1200 10 10 11
A-2
80 32,5 28,4 26 27,30
90 32,5 28,5 26,5 27
A-3
LEMBAR PERHITUNGAN
Vm Td in (1+Ym)
=
Vk Tdo (1+Yk)
Skala Tw Td Tw Quk(m3 Qum(
Tdi Ym' Yk' Ym Yk Vm/Vk
Udara i o o /s) m3 /s)
28 25, 2,04E- 2,08E- 3,28E- 3,35E- 1,14E+ 2,05E- 2,34E-
800 26 25
5 5 02 02 02 02 00 04 04
900 31, 27 24, 25, 2,19E- 2,09E- 3,52E- 3,36E- 1,28E+ 3,70E- 4,74E-
B-1
3 5 5 02 02 02 02 00 04 04
26, 2,00E- 2,18E- 3,22E- 3,51E- 1,19E+ 5,88E- 6,99E-
1000 31 26 26
5 02 02 02 02 00 04 04
31, 27, 2,03E- 2,00E- 3,27E- 3,22E- 1,26E+ 6,67E- 8,40E-
1100 25 25
5 5 02 02 02 02 00 04 04
2,09E- 2,18E- 3,36E- 3,51E- 1,23E+ 9,68E- 1,19E-
1200 32 27 26 26
02 02 02 02 00 04 03
3.μa.Qa 1/3
σ= ( )
ρa.g.π.D
4.ρu.Qum
NRe udara = (D-2σ).π.μu
Skala
Y' W XA1* XA2* XA1 XA2 Kgl
udara
B-2
800 0.0399142 1,13623E-05 0,034603056 0,033154556 0,03283 0,033476 1,82650421
900 0,0473177 2,03369E-05 0,036695333 0,033154556 0,03525 0,033637 2,24846617
1000 0,0466739 3,23196E-05 0,035407778 0,034603056 0,03219 0,035086 3,13682040
1100 0,0474786 3,66008E-05 0,037178167 0,031706056 0,03267 0,032189 3,34405184
1200 0,0494099 5,30495E-05 0,036695333 0,034603056 0,03364 0,035086 5,19480194
X' A1
PA1 = (1+Y x Pt
A1)
P1 = P1.PA1
P2 = P1.PA2
NSh = a(NRe)b
Skala
PA1 PA2 P1 P2 Pm NSh
udara
800 3388,7215 3251,4202 97931,2785 98068,5798 69996531,38 7,13461E-06
900 3586,3682 3251,4202 97733,6318 98068,5798 28663895,89 3,59662E-06
1000 3464,8340 3388,7215 97855,1660 97931,2785 125954473,3 2,20484E-05
1100 3631,8657 3113,7333 97688,1343 98206,2667 18564576,71 3,46E-06
1200 3586,3682 3388,7215 97733,6318 97931,2785 48474146,53 1,40525E-05
B-3
7. Perhitungan Persentase Kesalahan
log a a b
-5,265 0,0000054 0,0341
B. Variabel Air
1. Kalibrasi Rotameter Udara (t= 10s)
Skala volume (ml) Volume rata -
Q air (m3/s)
Air I II III rata (ml)
50 140 140 135 138,333 1,38E-05
60 155 155 155 155,000 1,55E-05
70 175 180 180 178,333 1,78E-05
80 210 210 215 211,667 2,12E-05
90 230 240 240 236,667 2,37E-05
Vm Td in (1+Ym)
=
Vk Tdo (1+Yk)
Skala Quk Qum
Tdi Twi Tdo Two Ym' Yk' Ym Yk Vm/Vk
Udara (m3/s) (m3/s)
50 32 28 26,5 26 0,0226 0,0214 0,0364 0,0344 1,2098 1,38E-05 1,67E-05
60 32,5 28 27 26 0,0207 0,0209 0,0333 0,0336 1,2033 1,55E-05 1,87E-05
B-4
70 32 28,3 26 26,7 0,0234 0,0223 0,0377 0,0359 1,2329 1,78E-05 2,20E-05
80 32,5 28,4 26 27,3 0,023 0,0223 0,0370 0,0359 1,2514 2,12E-05 2,65E-05
90 32,5 28,5 26,5 27 0,024 0,0221 0,0386 0,0356 1,2300 2,37E-05 2,91E-05
3.μa.Qa 1/3
σ= ( )
ρa.g.π.D
4.ρu.Qum
NRe udara = (D-2σ).π.μu
Skala
Y' W XA1* XA2* XA1 XA2 Kgl
udara
50 0.049571 7,58E-07 0,038626667 0,034603056 0,0364 0,0344 1,63E-05
60 0,051180 8,48E-07 0,038626667 0,034603056 0,0333 0,0336 1,18E-05
70 0,049571 9,77E-07 0,0391095 0,0362125 0,0377 0,0359 1,20E-05
80 0,051180 1,16E-06 0,039431389 0,036695333 0,0370 0,0365 2,56E-05
B-5
90 0,051180 1,29E-06 0,039753278 0,036534389 0,0386 0,0356 1,63E-06
X' A1
PA1 = (1+Y x Pt
A1)
P1 = P1.PA1
P2 = P1.PA2
NSh = a(NRe)b
Skala
PA1 PA2 P1 P2 Pm NSh
udara
50 3768.104548 3388,721472 97551,89545 97931,27853 25230036,36 2,30E-11
60 3768,104548 3388,721472 97551,89545 97931,27853 25230036,36 1,66E-11
70 3813,433079 3540,828257 97506,56692 97779,17174 35022619,8 2,35E-11
80 3843,628704 3586,368197 97476,3713 97733,6318 37079877,75 5,30E-11
90 3873,805633 3571,192931 97446,19437 97748,80707 31525226,67 2,87E-12
7. Persentase Kesalahan
log a a b
-5,473 3,36512E-06 -1,9801
B-6
Skala udara NSh teoritis % error
50 2,8557E-11 4,834512025
60 2,27974E-11 7,433314426
70 1,72702E-11 5,274110241
80 1,23009E-11 15,35707218
90 9,86127E-12 48,78508025
%Error rata-rata 0,815448311
B-7
C-1
C-2
C-3
C-4
C-5
DIPERIKSA
TANDA
KETERANGAN
TANGAN
NO TANGGAL
C-6