LABORATORIUM INTRUKSIONAL
TEKNIK KIMIA II
PERCOBAAN III
PERPINDAHAN PANAS
Dosen Pengampu :
Dr. Padil, MT.
Kelompok 6
Dini Febriana (1707111227)
Rachmad Aidil Azhar (1707111297)
Sheren Nadya (1707113924)
Thasya Nurfadillah Siregar (1707110888)
Dr. Padil, MT
NIP. 19730616 199903 1 002
i
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II
Perpindahan Panas
Kelompok 6
Catatan Tambahan :
Dr. Padil, MT
NIP. 19730616 199903 1 002
ii
ABSTRAK
Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang disebabkan oleh perbedaan
temperatur. Panas berpindah dari suatu titik yang bersuhu tinggi menuju titik lain
yang bersuhu rendah. Perpindahan panas secara konduksi termasuk peristiwa
perpindahan panas dengan perantara yang bersifat konduktor. Tujuan dari
percobaan ini adalah menentukan konduktivitas termal dari bahan stainless steel,
alluminium dan brass. Metode percobaan yang dilakukan adalah dengan
mengalirkan panas dari tegangan listrik (v) sesuai data yang diberikan dan
selanjutnya dilakukan pengukuran perbedaan temperatur sepanjang bahan. Dari
percobaan didapatkan nilai k untuk masing-masing bahan secara laminar yaitu
0,570 W/m°C stainless steel 25 mm; 0,562 W/m°C brass 13 mm; 1,29 W/m°C
aluminium 25 mm; 1,17 W/m°C brass 25 mm dan secara radial yaitu 15,73
W/m°C brass 25 mm. nilai Pada konduktivitas literatur bahan yaitu 16,3 W/m°C
stainless steel 25 mm, 140 W/m°C brass 13 mm dan 25 mm, 206 W/m°C
aluminium 25 mm. Persentasi error yang didapat pada aliran laminar adalah
99,561% brass 13 mm, 99,56% stainless steel, 99,09% brass 25 mm dan 991%
aluminium 25 mm. pada aliran radial persentasi error yang didapat adalah 87,89%
brass 25 mm dari data yang didapat dapat dilihat bahwa k percobaan yang didapat
lebih rendah dari k literatur serta persentase error yang didapat juga tinggi.
Kata Kunci : Konduksi, Konduktivitas Termal, Konduktor
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
brass, stainless steel, dan aluminium untuk metode linier dan brass untuk metode
radial. Dari bahan yang berbeda-beda tersebut kita tentukan konduktivitas termal
untuk masing-masing bahan.
2.2 Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan kalor dari suatu bagian benda padat atau
material ke bagian lainnya. Pada perpindahan kalor secara konduksi tidak ada bahan
3
4
dari logam yang berpindah. Yang terjadi adalah molekul-molekul logam yang
diletakkan diatas nyala api membentur molekul-molekul yang berada didekatnya dan
memberikan sebagian panasnya. Molekul-molekul terdekat kembali membentur
molekul molekul terdekat lainnya dan memberikan sebagian panasnya, dan begitu
seterusnya di sepanjang bahan sehingga suhu logam naik.
Perpindahan kalor secara konduksi termasuk peristiwa perpindahan panas
dengan perantara yang bersifat konduktor. Perpindahan kalor konduksi merupakan
perpindahan kalor yang terjadi jika dalam suatu bahan yang bersifat kontinu terdapat
gradient suhu, dimana kalor akan mengalir tanpa disertai oleh suatu gerakan zat.
Prinsip dasarnya adalah jika ada dua benda dengan suhu yang berbeda dan kalor
menyentuh langsung bidang permukaan zat, maka kalorakan mengalir dari benda
yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Setiap benda
mempunyai konduktivitas termal (kemampuan mengalirkan panas) tertentu yang akan
mempengaruhi panas yang dihantarkan dari sisi yang panas ke sisi yang lebih dingin.
Semakin tinggi nilai konduktivitas termal suatu benda, maka semakin cepat benda
tersebut mengalirkan panas yang diterima dari satu sisi ke sisi yang lain.
Pada zat padat, energi kalor tersebut dipindahkan hanya akibat adanya vibrasi
dari atom-atom zat padat yang saling berdekatan. Hal ini disebabkan karena zat padat
merupakan zat dengan gaya intermolekular yang sangat kuat, sehingga atom-atomnya
tidak dapat bebas bergerak, oleh sebab itu perpindahan kalor hanya dapt terjadi
melalui proses vibrasi. Sedangkan proses konduksi pada fluida disebabkan karena
pengaruh secara langsung karena atom-atomnya dapat lebih bebas bergerak
dibandingkan dengan zat padat. Konduksi merupakan suatu proses perpindahan kalor
secara spontan tanpa disertai perpindahan partikel media karena adanya perbedaan
suhu, yaitu dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah.
Tenaga panas dari suatu bagian benda bertemperatur lebih tinggi akan
mengalir melalui zat benda itu ke bagian lainnya yang bertemperatur lebih rendah.
Zat atau partikel zat dari benda yang dilalui panas ini sendiri tidak mengalir sehingga
tenaga panas berpindah dari satu partikel ke lain partikel dan mencapai bagian yang
dituju. Perpindahan panas secara ini disebut konduksi panas (arus panasnya adalah
arus panas konduksi dan zatnya itu mempunyai sifat konduksi panas). Konduksi
panas ini bergantung kepada zat yang dilaluinya dan juga kepada distribusi
temperatur dari bagian benda sedangkan, menurut penyelidikan, selanjutnya juga
5
molekul yang langsung berdekatan lebih lambat, mereka mentransfer sebagian energi
ke molekul-molekul lain, yang lajunya kemudian bertambah. Molekul-molekul ini
kemudian juga mentransfer sebagian energi mereka dengan molekul-molekul lain
sepanjang benda tersebut. Dengan demikian, energi gerak termal ditransfer oleh
tumbukan molekul sepanjang benda. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya
konduksi.
Ditinjau dari sudut teori molukuler, yakni benda atau zat terdiri dari molekul,
pemberian panas pada zat menyebabkan molekul itu bergetar. Getaran ini makin
bertambah jika panas ditambah, sehingga tenaga panas berubah menjadi tenaga
getaran. Molekul yang bergetar ini tetap pada tempatnya tetapi getaran yang lebih
hebat ini akan menyebabkan getaran yang lebih keeil dari molekul di sampingnya,
bertambah getarannya, dan demikian seterusnya sehingga akhirnya getaran molekul
pada bagian lain benda akan lebih hebat. Sebagai akibatnya, temperatur pada bagian
lain benda itu akan naik dan kita lihat bahwa panas berpindah ke tempat lain. Jadi
pada konduksi panas, tenaga panas dipindahkan dari satu partikel zat ke partikel di
sampingnya, berturut-turut sampai mencapai bagian lain zat yang bertemperatur lebih
rendah (Ridwan, 2013).
Jika padatan adalah logam, maka perpindahan energi kalor dibantu oleh
elektron-elektron bebas, yang bergerak diseluruh logam sambil menerima dan
memberi energi kalor ketika bertumbukan dengan atom-atom logam. Dalam gas,
kalor dikonduksikan oleh tumbukan langsung molekul-molekul gas. Molekul di
bagian yang lebih panas dari gas mempunyai energi rata-rata yang lebih tinggi
bertumbukan dengan molekul berenergi rendah, maka sebagian energi molekul
berenergi tinggi ditransfer ke molekul berenergi rendah (Buchori, 2004). Suatu
material bahan yang mempunyai gradient, maka kalor akan mengalir tanpa disertai
oleh suatu gerakan zat. Aliran kalor seperti ini disebut konduksi atau hantaran.
Konduksi termal pada logam-logam padat terjadi akibat gerakan elektron yang terikat
dan konduksi termal mempunyai hubungan dengan konduktivitas listrik. Pemanasan
pada logam berarti pengaktifan gerakan molekul, sedangka pendinginan berarti
pengurangan gerakan molekul (Mc. Cabe,1993).
Dalam proses perpindahan kalor secara konduksi terdapat laju hantaran kalor.
Laju hantaran kalor menyatakan seberapa cepat kalor dihantarkan melalui medium
itu. Terdapat besaran-besaran yang mempengaruhi dalam laju hantaran kalor yaitu
luas permukaan benda, panjang atau tebal benda, perbedaan suhu antar ujung benda
7
dan juga dipengaruhi oleh suatu besaran k yang disebut konduktivitas termal
(Holman, 1994). Laju perpindahan kalor secara konduksi sebanding dengan gradien
suhu dan dengan konstanta kesetimbangan (konduksi), maka menjadi persamaan
Fourier.
𝑑𝑇
𝑞 = −𝑘𝐴 ........................................................ (2.1)
𝑑𝑥
Dimana:
q = Laju perpindahan panas konduksi (W)
k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.℃)
A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m2)
𝑑𝑇
𝑑𝑋
= Gradien temperatur pada penampang tersebut (℃/m)
Tanda (-) digunakan untuk memenuhi hukum II Termodinamika yaitu “kalor
mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala temperatur” (Holman, 2002).
2.3 Jenis Aliran Konduksi Panas pada Keadaan Tetap yang Simetris
2.3.1 Keping Plan-Paralel
Pada Gambar 2.1. terlihat suatu keping datar plan-paralel, dengan luas kedua
per-mukaan bidang yang berhadapan adalah masing-masing mempunyai temperatur
tetap (t dan t2 (t) > t2). Tebal keping adalah I dan arus panas q mengalir dari t1 ke t2.
Setelah mencapai keseimbangan, maka menurut hasil eksperimen dari Biot dan
Fourier, arus panas tetap q berbanding lurus dengan luas penampang yang tegak lurus
pada arah arus panas, berbanding lurus dengan beda temperatur tetap itu (t1-t2), dan
berbanding terbalik dengan panjang jalan yang ditempuh arus panas.
Dimana,
q = Laju perpindahan kalor (W)
k = Konduktivitas termal bahan (W/m°C)
A = Luas permukaan bidang hantaran (m2)
dT/dx = Gradien suhu kearah perpindahan kalor (°C/m)
Gambar 2.2 Konduksi panas radial pada bola berongga (Geankoplis, 1997)
Berbeda dengan keping plan-paralel, luas permukaan tegak lurus pada arah arus dari
bola ini tidak tetap, melainkan merupakan fungsi dari jari-jari bola atau juga arah arus
panas.
Luas permukaan
𝐴 = 4𝜋𝑟 2 ................................................................ (2.4)
Sehingga hukum fourier menjadi :
𝑑𝑇 𝑑𝑇
𝑞 = 𝑘𝐴𝑟 (− 𝑑𝑟 ) = −𝑘4𝜋𝑟 2 𝑑𝑟 ......................... (2.5)
Dimana,
R = Tahanan perpindahan panas (W)
T = Suhu perpindahan panas (℃)
A = Luas Permukaan hantaran (m2)
Dengan Δ𝜏 sebagai waktu perpindahan panas yang dipandang. Karena arus panas
dapat berubah-ubah menurut waktu, maka arus panas pada setiap saat adalah sebagai
berikut.
Perpindahan panas dapat kita ketahui melalui perubahan temperatur. Oleh karenanya,
perlu ditentukan hubungan antara arus panas dan perubahan atau perbedaan
temperatur.
∆𝑞 𝑑𝑞
𝐻 = lim∆𝜏→0 ∆𝜏 = 𝑑𝜏
............................................ (2.9)
Jika arus panas dan temperatur kita pandang analoginya pada arus dan potensial
listrik maka kita dapat mencari sesuatu analogi pula dari hambatan listrik untuk arus
panas ini. Besaran ini disebut hambatan panas Rp.
10
∆𝑉
𝑖= 𝑅
................................................................(2.10)
Dimana :
I = arus listrik (A)
V = beda potensial/ tegangan (volt)
R = Hambatan listrik (ohm)
∆𝑇
𝑞= .............................................................................. (2.11)
𝑅𝑝
Dimana:
q = Panas yang diserap (c)
T = Suhu (℃)
Rp = Hambatan panas (ohm)
Jadi hambatan panas bergantung kepada zat dan juga bentuk benda yang terbuat dari
zat tersebut. Karena konduktivitas panas juga bergantung kepada temperatur maka
arus panas juga bergantung kepada temperatur (Naga, 1991).
udara (Mc. Cabe, 1999). Data-data konduktivitas terman berbagai jenis logam dapat
dilihat pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Konduktivitas Termal Bahan
No Bahan Konduktivitas Termal Konduktivitas Termal
Literaur (W/m℃) Percobaan (W/m℃)
1 Stainless Steel 25 mm 16,3 0,506
2 Alumunium 206 0,996
3 Brass 13 mm 104 0,567
4 Brass 25 mm 104 1,198
Sumber : Geankoplis (1993)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
12
13
6. Pada saat temperature sudah stabil. Catat : T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8,
dan catat juga V dan I.
7. Lakukan kembali pada variasi tegangan pemanas sesuai yang diberikan
Dosen/Asisten, dan ulangi kegiatan diatas.
8. Kemudian lakukan praktikum dengan menggunakan bahan yang berbeda.
9. Langkah-langkah diatas diulangi menggunakan HT12 Radial Heat
Conductivity Accessor menggunakan modul yang disediakan yaitu brass
sesuai dengan variasi egangan yang diberikan Dosen/Asisten.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
30
25
Temperatur (℃)
20
3 Volt
15 5 Volt
7 Volt
10
9,5 Volt
5 12 Volt
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)
14
15
4.1.2 Brass 13 mm
Pada percobaan kedua yaitu menentukan temperatur T1, T2, T3, T6, T7 dan
T8 untuk bahan brass berdiameter 13 mm dengan variasi tegangan 3, 5, 7, 9.5, dan
12 volt. Temperatur tertinggi terdapat pada T8 dengan tegangan 12 volt yaitu
45℃ dan temperatur terendah terdapat pada T1 dengan tegangan 3 volt yaitu
29ºC. Sementara itu perbedaan temperatur untuk setiap variasi tegangan pada
percobaan ini tidak begitu besar.
50
45
40
Temperatur (℃)
35
30 3 Volt
25 5 Volt
20 7 Volt
15 9,5 Volt
10 12 Volt
5
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)
Dapat dilihat dari grafik diatas hubungan antara temperatur dengan jarak
thermocouple, besarnya jarak thermocouple berbanding terbalik dengan
temperatur, jadi semakin besar jarak thermocouple maka temperatur akan semakin
16
kecil sesuai dengan hukum Fourier. Semakin tinggi tegangan yang diberikan pada
modul, maka besar temperatur yang berpindah untuk setiap bahannya dengan
jarak thermocouple tertentu akan menyebabkan semakin besar, hal ini sesuai
dengan teoritisnya dimana panas akan merambat melalui suatu bahan yang
memiliki niai konduktivitas termal tertentu untuk terjadi fenomena konduksi
(Kern, 1965).
Maka didapatkan efisiensi errornya secara keseluruhan sebesar
99,5669%. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan pembacaan atau mengukur
perubahan temperatur, alat yang digunakan tidak baik, sehingga menghasilkan
pengukuran yang tidak akurat, dan menyebabkan perubahan temperatur tidak
terbaca secara tepat yang dapat mempengaruhi perhitungan konduktivitas termal
suatu bahan. Dan juga T4 dan T5 pada percobaan ini juga tidak bisa diukur karena
pada bahan selain brass 25 mm tidak terdapat tempat pengukur suhunya sehingga
tidak ada nilainya. Selain itu terdapat juga kesalahan pada alat DC- Constantor
dimana tegangan (V) tidak konstan dan cenderung naik sehingga menyebabkan
konduktivitas termalnya juga ikut naik. Selain itu label pada thermocouple tidak
sesuai nilainya sehingga nilai T nya tidak jelas.
4.1.3 Aluminium 25 mm
Pada percobaan kedua yaitu menentukan temperatur T1, T2, T3, T6, T7 dan
T8 untuk bahan alumunium berdiameter 25 mm dengan variasi tegangan 3, 5, 7,
9.5, dan 12 volt. Temperatur tertinggi terdapat pada T8 dengan tegangan 12 volt
yaitu 41℃ dan temperatur terendah terdapat pada T1 dengan tegangan 3 volt yaitu
27ºC.
17
45
40
35
Temperatur (ºC) 30
3 Volt
25
5 Volt
20
7 Volt
15
9,5 Volt
10
12 Volt
5
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)
yaitu 41℃ dan temperatur terendah terdapat pada T1 dengan tegangan 3 volt
yaitu 27ºC. Sementara itu perbedaan temperatur untuk setiap variasi tegangan
pada percobaan ini tidak begitu besar.
50
45
40
35
Temperatur (℃)
30 3 Volt
25 5 Volt
20 7 Volt
15 9,5 Volt
10 12 Volt
5
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)
konduktivitas termalnya juga ikut naik. Selain itu label pada thermocouple tidak
sesuai nilainya sehingga nilai T nya tidak jelas.
25
Temperatur (ºC )
20
3 Volt
15 5 Volt
7 Volt
10
9,5 Volt
5 12 Volt
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)
Dapat dilihat dari grafik diatas hubungan antara temperatur dengan jarak
thermocouple dimana semakin besar jarak thermocouple maka temperatur yang
mengalir di dalam bahan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan prinsip Hukum
Fourier yaitu suhu berbanding terbalik dengan jarak. Sehingga, apabila jarak antar
thermocouple nya semakin besar maka temperatur yang mengalir didalam bahan
akan semakin kecil (Kern, 1965). Hal ini yang membuat nilai konduktivitasnya
rendah.
20
Maka didapatkan efisiensi error secara keseluruhan sebesar 87,898%. Hal ini
diakibatkan karena pada saat pembacaan atau mengukur perubahan temperatur,
alat yang digunakan tidak akurat, menyebabkan perubahan temperatur tidak
terbaca secara tepat yang dapat mempengaruhi terhadap perhitungan
konduktivitas termal suatu bahan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Konduktivitas panas percobaan semakin meningkat dengan meningkatnya
temperatur karena konduktifitas (k) berbanding lurus dengan perbedaan
temperatur (dT).
2. Konduktivitas panas aliran radial bahan Brass cenderung lebih stabil
dibandingkan konduktivitas panas aliran linier bahan Brass. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan laju perpindahan panas pada aliran radial
akan seragam pada masing-masing lapisan, karena berada dalam keadaan
steady state dimana laju perpindahan panas berbanding lurus dengan
konduktivitas panas yang sesuai dengan Hukum Fourier.
5.2 Saran
1. Sebaiknya sebelum memulai praktikum, pastikan semua alat yang akan
digunakan pada percobaan dalam keadaan siap untuk dioperasikan.
2. Diharapkan praktikan lebih teliti dalam mengukur temperatur
menggunakan termokopel agar tidak terjadi kesalahan dalam mengukur
temperatur.
21
DAFTAR PUSTAKA
Buchori, L., & ST, M. (2011). Perpindahan Panas (Heat Transfer). Semarang:
Universitas Diponegoro.
Cengel, Y. A., Klein, S., & Beckman, W. (1998). Heat transfer: a practical
approach (Vol. 141). Boston: WBC McGraw-Hill.
Holman, J. P. (1994). Perpindahan kalor. Erlangga: Jakarta.
Holman, J.P. (1995). Perpindahan Kalor. Erlangga: Jakarta.
Holman, J.P. (2002). Perpindahan Kalor. Erlangga: Jakarta
Kern, Donald. Q. (1965). Process Heat Transfer. Mc Graw-Hi Book Company:
New York.
McCabe, W. L., Smith, J. C., & Harriott, P. (1999). Operasi Teknik Kimia Jilid
2. Edisi Keempat.
Naga, Dali, S. (1991). Fisika : Ilmu Panas. Edisi 2. Gunadarma: Jakarta.
Tim Penyusun, 2016, Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II,
Universitas Riau, Pekanbaru.