Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM INTRUKSIONAL
TEKNIK KIMIA II

PERCOBAAN III
PERPINDAHAN PANAS

Dosen Pengampu :
Dr. Padil, MT.

Kelompok 6
Dini Febriana (1707111227)
Rachmad Aidil Azhar (1707111297)
Sheren Nadya (1707113924)
Thasya Nurfadillah Siregar (1707110888)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
Lembar Penugasan LABTEK II
Semester Genap Tahun Ajaran 2020

Modul Praktikum : Perpindahan Panas


Kelompok/Kelas : 6/A
Nama Praktikan : 1. Dini Febriana
2. Rachmad Aidil Azhar
3. Sheren Nadya
4. Thasya Nurfadillah Siregar
No Penugasan

Pekanbaru, Juli 2020


Dosen Pengampu

Dr. Padil, MT
NIP. 19730616 199903 1 002

i
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II

Perpindahan Panas

Dosen pengampu praktikum dengan ini menyatakan bahwa :

Kelompok 6

Dini Febriana 1707111227


Rachmad Aidil Azhar 1707111297
Sheren Nadya 1707113924
Thasya Nurfadillah Siregar 1707110888

1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh Dosen


pengampu / Asisten Praktikum
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum Perpindahan Panas dari
praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II yang disetujui oleh
Dosen Pengampu / Asisten Praktikum.

Catatan Tambahan :

Pekanbaru, Juli 2020


Dosen Pengampu

Dr. Padil, MT
NIP. 19730616 199903 1 002

ii
ABSTRAK
Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang disebabkan oleh perbedaan
temperatur. Panas berpindah dari suatu titik yang bersuhu tinggi menuju titik lain
yang bersuhu rendah. Perpindahan panas secara konduksi termasuk peristiwa
perpindahan panas dengan perantara yang bersifat konduktor. Tujuan dari
percobaan ini adalah menentukan konduktivitas termal dari bahan stainless steel,
alluminium dan brass. Metode percobaan yang dilakukan adalah dengan
mengalirkan panas dari tegangan listrik (v) sesuai data yang diberikan dan
selanjutnya dilakukan pengukuran perbedaan temperatur sepanjang bahan. Dari
percobaan didapatkan nilai k untuk masing-masing bahan secara laminar yaitu
0,570 W/m°C stainless steel 25 mm; 0,562 W/m°C brass 13 mm; 1,29 W/m°C
aluminium 25 mm; 1,17 W/m°C brass 25 mm dan secara radial yaitu 15,73
W/m°C brass 25 mm. nilai Pada konduktivitas literatur bahan yaitu 16,3 W/m°C
stainless steel 25 mm, 140 W/m°C brass 13 mm dan 25 mm, 206 W/m°C
aluminium 25 mm. Persentasi error yang didapat pada aliran laminar adalah
99,561% brass 13 mm, 99,56% stainless steel, 99,09% brass 25 mm dan 991%
aluminium 25 mm. pada aliran radial persentasi error yang didapat adalah 87,89%
brass 25 mm dari data yang didapat dapat dilihat bahwa k percobaan yang didapat
lebih rendah dari k literatur serta persentase error yang didapat juga tinggi.
Kata Kunci : Konduksi, Konduktivitas Termal, Konduktor

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENUGASAN ...................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Pernyataan Masalah ..................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan .....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Perpindahan Panas ....................................................................................3
2.2 Konduksi ...................................................................................................3
2.3 Jenis Aliran Konduksi Panas pada Keadaan Tetap yang Simetris ...........7
2.3.1 Keping Plan-Paralel ........................................................................7
2.3.2 Bola Berongga ................................................................................8
2.3.3 Keping Plan-Paralel Gabungan ......................................................8
2.4 Hambatan Panas Konduksi pada Keadaan Tetap .....................................9
2.5 Konduktivitas Termal (Daya Hantar Panas) ...........................................10
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ..........................................................12
3.1 Alat-Alat yang digunakan .......................................................................12
3.2 Prosedur Percobaan ................................................................................12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................14
4.1 Konduksi Panas Pada Aliran Linear .......................................................14
4.1.1 Brass 25 mm ...................................................................................14
4.1.2 Brass 13 mm .......................................................................................... 15
4.1.3 Alumunium 25 mm................................................................................... 16
4.1.4 Stainless Steel 25 mm ............................................................................... 17
4.2 Konduksi Panas Pada Aliran Radial ................................................................. 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................21
5.1 Kesimpulan .............................................................................................21
5.2 Saran .......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konduksi panas pada keping plan-paralel .........................................7


Gambar 2.2 Konduksi panas radial pada bola berongga ......................................8
Gambar 2.3 Konduksi panas pada gabungan keping plan-paralel.........................9
Gambar 4.1 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada
Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Brass (D = 25 mm) .....14
Gambar 4.2 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada
Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Brass (D = 13 mm) .....15
Gambar 4.3 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada
Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Alumunium (D = 25
mm)........................................................................................................17
Gambar 4.4 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada
Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Stainless steel (D = 25
mm)........................................................................................................18
Gambar 4.5 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada
Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Brass (D = 25 mm) .....19

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konduktivitas Termal Bahan.................................................................11

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Panas merupakan salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari suatu
tempat ke tempat lain. Energi ini tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama
sekali. Panas ini biasanya berpindah dari benda yang bertemperatur tinggi ke
benda yang temperaturnya rendah sehingga di dalam suatu proses, panas dapat
mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan,
reaksi kimia dan kelistrikan.
Perpindahan panas merupakan salah satu proses perpidahan yang
fundamental dalam bidang ilmu teknik kimia selain perpindahan masa dan
perpindahan momentum. Perpindahan panas berhubungan dengan prinsip-prinsip
akumulasi dan perpindahan dari panas dan energi dari satu tempat ke tempat
lainnya (Tim Penyusun, 2016).
Perpindahan panas merupakan ilmu untuk meramalkan perpindahan energi
dalam bentuk panas yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda
atau material. Dalam proses perpindahan energi tersebut tentu ada kecepatan
perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih dikenal dengan laju perpindahan
panas. Maka ilmu perpindahan panas juga merupakan ilmu untuk meramalkan laju
perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Perpindahan kalor
dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpindahnya suatu energi (kalor) dari
satu daerah ke daerah lain akibat adanya perbedaan temperatur pada daerah
tersebut. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi (Holman, 1995).
Di dalam Industri teknik kimia perpindahan panas sering terjadi di unit-unit
operasi seperti distilasi, evaporasi, dan pengeringan. Perpindahan panas ini terjadi
karena adanya perbedaan temperatur sebagai driving force yang terjadi dari
temperatur tinggi ke temperatur rendah. Ada tiga mekanisme dasar dalam
perpindahan panas yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.dalam praktikum ini
mekanisme yang lebih difokuskan adalah perpindahan panas secara konduksi
dengan metode linier dan radial. Bahan yang digunakan praktikum ini adalah

1
2

brass, stainless steel, dan aluminium untuk metode linier dan brass untuk metode
radial. Dari bahan yang berbeda-beda tersebut kita tentukan konduktivitas termal
untuk masing-masing bahan.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Mahasiswa mampu memahami proses perpindahan panas secara konduksi
pada aliran linier dari berbagai bahan.
2. Mahasiswa mampu memahami proses perpindahan panas secara konduksi
pada aliran radial dari berbagai bahan.
3. Mahasiswa dapat memahami penggunaan Hukum Fourier pad perpindahan
panas konduksi.
4. Mahasiswa mampu mengetahui bahwa setiap bahan memiliki konduktivitas
yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perpindahan Panas
Definisi penukar kalor panas atau kalor merupakan suatu bentuk energi yang
berpindah karena adanya perbedaan temperatur. Panas atau kalor tersebut akan
bergerak dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Ketika panas atau
kalor bergerak maka akan terjadi pertukaran panas dan kemudian akan berhenti ketika
kedua tempat tersebut sudah memiliki temperatur yang sama. Contohnya, kopi panas
ke lingkungan yang mempunyai suhu 20℃, hingga terjadi kesetimbangan atau
kesamaan suhu pada gelas dan lingkungan (Cengel, 2003). Mekanisme perpindahan
panas yang terjadi dapat berupa konduksi, konveksi atau radiasi. Dalam aplikasinya,
ketiga mekanisme ini dapat terjadi secara simultan.
Secara umum proses perpindahan panas dari suatu sistem atau benda ke
sistem atau benda lain terdiri atas tiga mekanisme yaitu perpindahan panas/ energi
secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Ilmu konsep perpindahan panas berbeda
dengan termodinamika. Ilmu termodinamika hanya menjelaskan bagaimana cara
energi itu berpindah dari suatu benda ke benda lain, sedangkan pada ilmu
perpindahan panas selain menjelaskan bagaimana cara energi panas tersebut
berpindah juga dapat memprediksi laju alir perpindahan panas yang terjadi pada
kondisi-kondisi tertentu (Yusnimar, 2007).
Konduksi dapat didefinisikan sebagai perpindahan kalor dari suatu daerah
yang memiliki temperatur lebih tinggi ke daerah yang memiliki temperatur lebih
rendah di dalam suatu medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium yang
berlainan kontak fisik secara langsung. Pada aliran kalor secara konduksi, molekul-
molekul pada daerah bertemperatur tinggi akan memindahkan bagian dar energi yang
dimilikinya kepada molekul–molekul bertemperatur rendah. Perpindahan energi
tersebut dapat berlangsung dengan tumbukan elastis (elastic impact), misalnya dalam
fluida atau dengan difusi dari elektron-elektron yang bergerak lebih cepat dari daerah
yang bertemperatur lebih rendah misalnya pada logam-logam. Perpindahan kalor
induksi pada akhirnya akan menuju kesetimbangan temperatur (Yusnimar, 2007).

2.2 Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan kalor dari suatu bagian benda padat atau
material ke bagian lainnya. Pada perpindahan kalor secara konduksi tidak ada bahan

3
4

dari logam yang berpindah. Yang terjadi adalah molekul-molekul logam yang
diletakkan diatas nyala api membentur molekul-molekul yang berada didekatnya dan
memberikan sebagian panasnya. Molekul-molekul terdekat kembali membentur
molekul molekul terdekat lainnya dan memberikan sebagian panasnya, dan begitu
seterusnya di sepanjang bahan sehingga suhu logam naik.
Perpindahan kalor secara konduksi termasuk peristiwa perpindahan panas
dengan perantara yang bersifat konduktor. Perpindahan kalor konduksi merupakan
perpindahan kalor yang terjadi jika dalam suatu bahan yang bersifat kontinu terdapat
gradient suhu, dimana kalor akan mengalir tanpa disertai oleh suatu gerakan zat.
Prinsip dasarnya adalah jika ada dua benda dengan suhu yang berbeda dan kalor
menyentuh langsung bidang permukaan zat, maka kalorakan mengalir dari benda
yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Setiap benda
mempunyai konduktivitas termal (kemampuan mengalirkan panas) tertentu yang akan
mempengaruhi panas yang dihantarkan dari sisi yang panas ke sisi yang lebih dingin.
Semakin tinggi nilai konduktivitas termal suatu benda, maka semakin cepat benda
tersebut mengalirkan panas yang diterima dari satu sisi ke sisi yang lain.
Pada zat padat, energi kalor tersebut dipindahkan hanya akibat adanya vibrasi
dari atom-atom zat padat yang saling berdekatan. Hal ini disebabkan karena zat padat
merupakan zat dengan gaya intermolekular yang sangat kuat, sehingga atom-atomnya
tidak dapat bebas bergerak, oleh sebab itu perpindahan kalor hanya dapt terjadi
melalui proses vibrasi. Sedangkan proses konduksi pada fluida disebabkan karena
pengaruh secara langsung karena atom-atomnya dapat lebih bebas bergerak
dibandingkan dengan zat padat. Konduksi merupakan suatu proses perpindahan kalor
secara spontan tanpa disertai perpindahan partikel media karena adanya perbedaan
suhu, yaitu dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah.
Tenaga panas dari suatu bagian benda bertemperatur lebih tinggi akan
mengalir melalui zat benda itu ke bagian lainnya yang bertemperatur lebih rendah.
Zat atau partikel zat dari benda yang dilalui panas ini sendiri tidak mengalir sehingga
tenaga panas berpindah dari satu partikel ke lain partikel dan mencapai bagian yang
dituju. Perpindahan panas secara ini disebut konduksi panas (arus panasnya adalah
arus panas konduksi dan zatnya itu mempunyai sifat konduksi panas). Konduksi
panas ini bergantung kepada zat yang dilaluinya dan juga kepada distribusi
temperatur dari bagian benda sedangkan, menurut penyelidikan, selanjutnya juga
5

bergantung sedikit banyak kepada temperatur itu sendiri. Berlangsungnya konduksi


panas melalui zat dapat diketahui oleh perubahan temperatur yang terjadi.
Konduksi atau hantaran kalor pada banyak materi dapat digambarkan sebagai
hasil tumbukan molekul-molekul. Sementara satu ujung benda dipanaskan, molekul-
molekul di tempat itu bergerak lebih cepat. Sementara itu, tumbukan dengan molekul-
molekul yang langsung berdekatan lebih lambat, mereka mentransfer sebagian energi
ke molekul-molekul lain, yang lajunya kemudian bertambah. Molekul-molekul ini
kemudian juga mentransfer sebagian energi mereka dengan molekul-molekul lain
sepanjang benda tersebut. Dengan demikian, energi gerak termal ditransfer oleh
tumbukan molekul sepanjang benda. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya
konduksi.
Ditinjau dari sudut teori molukuler, yakni benda atau zat terdiri dari molekul,
pemberian panas pada zat menyebabkan molekul itu bergetar. Getaran ini makin
bertambah jika panas ditambah, sehingga tenaga panas berubah menjadi tenaga
getaran. Molekul yang bergetar ini tetap pada tempatnya tetapi getaran yang lebih
hebat ini akan menyebabkan getaran yang lebih keeil dari molekul di sampingnya,
bertambah getarannya, dan demikian seterusnya sehingga akhirnya getaran molekul
pada bagian lain benda akan lebih hebat. Sebagai akibatnya, temperatur pada bagian
lain benda itu akan naik dan kita lihat bahwa panas berpindah ke tempat lain. Jadi
pada konduksi panas, tenaga panas dipindahkan dari satu partikel zat ke partikel di
sampingnya, berturut-turut sampai mencapai bagian lain zat yang bertemperatur lebih
rendah (Ridwana,2013).
Pada zat padat, energi kalor tersebut dipindahkan hanya akibat adanya vibrasi
dari atom-atom zat padat yang saling berdekatan. Hal ini disebabkan karena zat padat
merupakan zat dengan gaya intermolekular yang sangat kuat, sehingga atom-atomnya
tidak dapat bebas bergerak, oleh sebab itu perpindahan kalor hanya dapat terjadi
melalui proses vibrasi. Sedangkan proses konduksi pada fluida disebabkan karena
pengaruh secara langsung karena atom-atomnya dapat lebih bebas bergerak
dibandingkan dengan zat padat. Konduksi merupakan suatu proses perpindahan kalor
secara spontan tanpa disertai perpindahan partikel media karena adanya perbedaan
suhu, yaitu dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah.
Konduksi atau hantaran kalor pada banyak materi dapat digambarkan sebagai
hasil tumbukan molekul-molekul. Sementara satu ujung benda dipanaskan, molekul-
molekul di tempat itu bergerak lebih cepat. Sementara itu, tumbukan dengan molekul-
6

molekul yang langsung berdekatan lebih lambat, mereka mentransfer sebagian energi
ke molekul-molekul lain, yang lajunya kemudian bertambah. Molekul-molekul ini
kemudian juga mentransfer sebagian energi mereka dengan molekul-molekul lain
sepanjang benda tersebut. Dengan demikian, energi gerak termal ditransfer oleh
tumbukan molekul sepanjang benda. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya
konduksi.
Ditinjau dari sudut teori molukuler, yakni benda atau zat terdiri dari molekul,
pemberian panas pada zat menyebabkan molekul itu bergetar. Getaran ini makin
bertambah jika panas ditambah, sehingga tenaga panas berubah menjadi tenaga
getaran. Molekul yang bergetar ini tetap pada tempatnya tetapi getaran yang lebih
hebat ini akan menyebabkan getaran yang lebih keeil dari molekul di sampingnya,
bertambah getarannya, dan demikian seterusnya sehingga akhirnya getaran molekul
pada bagian lain benda akan lebih hebat. Sebagai akibatnya, temperatur pada bagian
lain benda itu akan naik dan kita lihat bahwa panas berpindah ke tempat lain. Jadi
pada konduksi panas, tenaga panas dipindahkan dari satu partikel zat ke partikel di
sampingnya, berturut-turut sampai mencapai bagian lain zat yang bertemperatur lebih
rendah (Ridwan, 2013).
Jika padatan adalah logam, maka perpindahan energi kalor dibantu oleh
elektron-elektron bebas, yang bergerak diseluruh logam sambil menerima dan
memberi energi kalor ketika bertumbukan dengan atom-atom logam. Dalam gas,
kalor dikonduksikan oleh tumbukan langsung molekul-molekul gas. Molekul di
bagian yang lebih panas dari gas mempunyai energi rata-rata yang lebih tinggi
bertumbukan dengan molekul berenergi rendah, maka sebagian energi molekul
berenergi tinggi ditransfer ke molekul berenergi rendah (Buchori, 2004). Suatu
material bahan yang mempunyai gradient, maka kalor akan mengalir tanpa disertai
oleh suatu gerakan zat. Aliran kalor seperti ini disebut konduksi atau hantaran.
Konduksi termal pada logam-logam padat terjadi akibat gerakan elektron yang terikat
dan konduksi termal mempunyai hubungan dengan konduktivitas listrik. Pemanasan
pada logam berarti pengaktifan gerakan molekul, sedangka pendinginan berarti
pengurangan gerakan molekul (Mc. Cabe,1993).
Dalam proses perpindahan kalor secara konduksi terdapat laju hantaran kalor.
Laju hantaran kalor menyatakan seberapa cepat kalor dihantarkan melalui medium
itu. Terdapat besaran-besaran yang mempengaruhi dalam laju hantaran kalor yaitu
luas permukaan benda, panjang atau tebal benda, perbedaan suhu antar ujung benda
7

dan juga dipengaruhi oleh suatu besaran k yang disebut konduktivitas termal
(Holman, 1994). Laju perpindahan kalor secara konduksi sebanding dengan gradien
suhu dan dengan konstanta kesetimbangan (konduksi), maka menjadi persamaan
Fourier.
𝑑𝑇
𝑞 = −𝑘𝐴 ........................................................ (2.1)
𝑑𝑥

Dimana:
q = Laju perpindahan panas konduksi (W)
k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.℃)
A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m2)
𝑑𝑇
𝑑𝑋
= Gradien temperatur pada penampang tersebut (℃/m)
Tanda (-) digunakan untuk memenuhi hukum II Termodinamika yaitu “kalor
mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala temperatur” (Holman, 2002).

2.3 Jenis Aliran Konduksi Panas pada Keadaan Tetap yang Simetris
2.3.1 Keping Plan-Paralel
Pada Gambar 2.1. terlihat suatu keping datar plan-paralel, dengan luas kedua
per-mukaan bidang yang berhadapan adalah masing-masing mempunyai temperatur
tetap (t dan t2 (t) > t2). Tebal keping adalah I dan arus panas q mengalir dari t1 ke t2.
Setelah mencapai keseimbangan, maka menurut hasil eksperimen dari Biot dan
Fourier, arus panas tetap q berbanding lurus dengan luas penampang yang tegak lurus
pada arah arus panas, berbanding lurus dengan beda temperatur tetap itu (t1-t2), dan
berbanding terbalik dengan panjang jalan yang ditempuh arus panas.

Gambar 2.1 Konduksi panas pada keping plan-paralel (Ridwana,2013)


Dengan membubuhi suatu faktor pembanding k, diperoleh hubungan
𝑑𝑇 ∆𝑇
𝑞 = −𝑘𝐴 𝑑𝑥 = −𝑘𝐴 ∆𝑥 .......................................... (2.2)
𝑘𝐴
𝑞= 𝑥
(𝑡1 − 𝑡2 ) ................................................. (2.3)
8

Dimana,
q = Laju perpindahan kalor (W)
k = Konduktivitas termal bahan (W/m°C)
A = Luas permukaan bidang hantaran (m2)
dT/dx = Gradien suhu kearah perpindahan kalor (°C/m)

2.3.2 Bola Berongga


Arus panas pada bola berongga ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 adalah
radial dari dalam ke luar, apabila t1 > t2, dan demikian sebaliknya.

Gambar 2.2 Konduksi panas radial pada bola berongga (Geankoplis, 1997)
Berbeda dengan keping plan-paralel, luas permukaan tegak lurus pada arah arus dari
bola ini tidak tetap, melainkan merupakan fungsi dari jari-jari bola atau juga arah arus
panas.
Luas permukaan
𝐴 = 4𝜋𝑟 2 ................................................................ (2.4)
Sehingga hukum fourier menjadi :
𝑑𝑇 𝑑𝑇
𝑞 = 𝑘𝐴𝑟 (− 𝑑𝑟 ) = −𝑘4𝜋𝑟 2 𝑑𝑟 ......................... (2.5)

2.3.3 Keping Plan-Paralel Gabungan


Pada Gambar 2.3 keping plan-paralel gabungan yang mempunyai luas
penampang tetap sebesar A, masing-masing zat mempunyai konduktivitas panas K
serta tebal Δ𝑥. Temperatur tetap pada kedua permukaan terujung adalah T1 dan T4
9

Gambar 2.3 Konduksi panas pada gabungan keping plan-paralel


(Geankoplis, 1997)
(𝑇1 − 𝑇4 )
𝑞=𝑅 ...................................................... (2.6)
1 + 𝑅2 + 𝑅3

∆𝑥1 ∆𝑥2 ∆𝑥3


𝑅1 = 𝑘1 𝐴1
; 𝑅2 = 𝑘 ; 𝑅3 = 𝑘 ................... (2.7)
2 𝐴2 3 𝐴3

Dimana,
R = Tahanan perpindahan panas (W)
T = Suhu perpindahan panas (℃)
A = Luas Permukaan hantaran (m2)

2.4 Hambatan Panas Konduksi pada Keadaan Tetap


Peristiwa perpindahan panas berlangsung pada aliran listrik atau aliran fluida,
maka aliran panas ini dinamakan arus panas. Arus panas ini didefinisikan sebagai
jumlah tenaga panas per satuan waktu atau daya panas melalui penampang tegak
lurus kepada arah arus. Oleh sebab itu arus panas rata-rata adalah rata-rata adalah
sebagai berikut.
∆𝑞
𝐻= ∆𝜏
................................................................... (2.8)

Dengan Δ𝜏 sebagai waktu perpindahan panas yang dipandang. Karena arus panas
dapat berubah-ubah menurut waktu, maka arus panas pada setiap saat adalah sebagai
berikut.
Perpindahan panas dapat kita ketahui melalui perubahan temperatur. Oleh karenanya,
perlu ditentukan hubungan antara arus panas dan perubahan atau perbedaan
temperatur.
∆𝑞 𝑑𝑞
𝐻 = lim∆𝜏→0 ∆𝜏 = 𝑑𝜏
............................................ (2.9)

Jika arus panas dan temperatur kita pandang analoginya pada arus dan potensial
listrik maka kita dapat mencari sesuatu analogi pula dari hambatan listrik untuk arus
panas ini. Besaran ini disebut hambatan panas Rp.
10

∆𝑉
𝑖= 𝑅
................................................................(2.10)
Dimana :
I = arus listrik (A)
V = beda potensial/ tegangan (volt)
R = Hambatan listrik (ohm)
∆𝑇
𝑞= .............................................................................. (2.11)
𝑅𝑝

Dimana:
q = Panas yang diserap (c)
T = Suhu (℃)
Rp = Hambatan panas (ohm)
Jadi hambatan panas bergantung kepada zat dan juga bentuk benda yang terbuat dari
zat tersebut. Karena konduktivitas panas juga bergantung kepada temperatur maka
arus panas juga bergantung kepada temperatur (Naga, 1991).

2.5 Konduktivitas Termal (Daya Hantar Panas)


Konduktivitas termal adalah sifat bahan yang menunjukkan seberapa cepat
bahan itu dapat menghantarkan panas konduksi. Pada umumnya nilai k dianggap
tetap, namun sebenarnya nilai k dipengaruhi oleh sifat material (medium) digunakan
seperti fasa medium, temperatur, densitas, dan ikatan molekular medium.
Konduktivitas termal adalah suatu fenomena transport dimana perbedaan temperatur
menyebabkan transfer energi termal dari satu daerah benda panas ke daerah yang
sama pada temperatur yang lebih rendah. Konduktivitas termal dari material adalah
laju perpindahan panas dengan konduksi per satuan panjang per derajat Celcius. Hal
ini dinyatakan dalam satuan W/m℃. Terbagi menjadi dua bagian, yaitu konduktor
berupa bahan yang mempunyai konduktivitas yang baik seperti logam serta isolator
yang merupakan bahan yang mempunyai konduktivitas yang jelek seperti asbes.
Berdasarkan daya hantar kalor, benda dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Konduktor , yaitu bahan-bahan yang mudah dalam menghantarkan kalor
(mempunyai konduktivitas yang baik). Contoh : aluminium, besi, baja, dan tembaga.
b. Isolator, yitu bahan-bahan yang lebih sulit dalam menghantarkan kalor
(mempunyai konduktivitas yang tidak baik). Contoh : plastik, kayu, kain, kertas, dan
kaca.
Konduktivitas termal zat cukup berbeda-beda. Nilainya adalah tertinggi pada
logam, dan paling rendah untuk bahan berbentuk serbuk yang telah dihampakan dari
11

udara (Mc. Cabe, 1999). Data-data konduktivitas terman berbagai jenis logam dapat
dilihat pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Konduktivitas Termal Bahan
No Bahan Konduktivitas Termal Konduktivitas Termal
Literaur (W/m℃) Percobaan (W/m℃)
1 Stainless Steel 25 mm 16,3 0,506
2 Alumunium 206 0,996
3 Brass 13 mm 104 0,567
4 Brass 25 mm 104 1,198
Sumber : Geankoplis (1993)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat yang Digunakan


1. HTT10X Heat Transfer Srvice Unit
2. HT11 Linier Heat Conduction Accessory
3. HT12 Radial Heat Conduction Accessory
4. Thermocouple
5. Multimeter

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Persiapan Peralatan
1. Alat HT11 Linier Heat Conduction diletakkan di samping HT10X Heat
Transfer Service Unit pada tempat yang sesuai. Pemanas dan pendingin
dijepitkan dari HT11 bersamaan yang dilapisi dengan thermal paste.
2. Delapan thermocouple pada HT11 dihubungkan dengan soket yang sesuai
pada bagian depan dari unit. Label pada thermocouple (T1-T8) dipastikan
cocok dengan label pada soket.
3. Voltage control potentiometer diset menuju minimum (berlawanan arah
jarum jam) dan diposisikan ke pilihan manual kemudian sumber arus
dihubungkan dari HT11 ke soket bertanda O/P3 pada unit.
4. Suplai air pendingin dipastikan terhubung dengan regulating valve pada
HT11.
5. Semua unit dipastikan terhubung dengan sumber listrik.
3.2.2 Prosedur Percobaan
1. Semua unit siap dioperasikan.
2. Modul dipasang pada tempat yang telah ditentukan. Pada praktikum ini
modul yang disediakan yaitu : Brass 13 mm, Brass 25 mm, aluminium 25
mm, stainless steel 25 mm.
3. Air pendingin dialirkan ke peralatan percobaan.
4. Tegangan pemanas diset (sesuai data yang diberikan Dosen/Asisten). Untuk
mengatur tegangan pemanas terlebih dahulu ubah panel pada unit pemanas
pada posisi V.
5. Alat HT11 dibiarkan pada kondisi stabil.

12
13

6. Pada saat temperature sudah stabil. Catat : T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8,
dan catat juga V dan I.
7. Lakukan kembali pada variasi tegangan pemanas sesuai yang diberikan
Dosen/Asisten, dan ulangi kegiatan diatas.
8. Kemudian lakukan praktikum dengan menggunakan bahan yang berbeda.
9. Langkah-langkah diatas diulangi menggunakan HT12 Radial Heat
Conductivity Accessor menggunakan modul yang disediakan yaitu brass
sesuai dengan variasi egangan yang diberikan Dosen/Asisten.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konduksi Panas Pada Aliran Linier


4.1.1 Brass 25 mm
Pada percobaan pertama yaitu menentukan temperatur T1, T2, T3, T4, T5,
T6, T7 dan T8 untuk bahan brass berdiameter 25 mm dengan variasi tegangan 3, 5,
7, 9.5, dan 12 volt. Temperatur tertinggi terdapat pada T8 dengan tegangan 12 volt
yaitu 29℃ dan temperatur terendah terdapat pada T1 dengan tegangan 3 volt yaitu
20℃ .

30

25
Temperatur (℃)

20
3 Volt
15 5 Volt
7 Volt
10
9,5 Volt

5 12 Volt

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)

Gambar 4.1 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada


Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Brass (D = 25 mm)

Berdasarkan grafik diatas hubungan antara temperatur dengan jarak


thermocouple dimana semakin besar jarak thermocouple maka temperatur yang
mengalir di dalam bahan semakin rendah. Semakin tinggi tegangan yang
diberikan pada modul, maka semakin besar temperatur yang dihasilkan, dan
temperatur yang berpindah pada setiap bahannya dengan jarak thermocouple
tertentu akan menyebabkan semakin besar. Hal ini sesuai dengan prinsip Hukum
Fourier yaitu suhu berbanding terbalik dengan jarak. Sehingga, apabila jarak antar
thermocouple nya semakin besar maka temperatur yang mengalir didalam bahan
akan semakin kecil (Kern, 1965).

14
15

Maka pada percobaan ini didapatkan efisiensi errornya secara keseluruhan


sebesar 99,0941 %. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan pembacaan atau
mengukur perubahan temperatur, alat yang digunakan tidak baik, sehingga
menghasilkan pengukuran yang tidak akurat, dan menyebabkan perubahan
temperatur tidak terbaca secara tepat yang dapat mempengaruhi perhitungan
konduktivitas termal suatu bahan. Selain itu terdapat juga kesalahan pada alat DC-
Constantor dimana tegangan (V) tidak konstan dan cenderung naik sehingga
menyebabkan konduktivitas termalnya juga ikut naik. Selain itu label pada
thermocouple tidak sesuai nilainya sehingga nilai T nya tidak jelas.

4.1.2 Brass 13 mm
Pada percobaan kedua yaitu menentukan temperatur T1, T2, T3, T6, T7 dan
T8 untuk bahan brass berdiameter 13 mm dengan variasi tegangan 3, 5, 7, 9.5, dan
12 volt. Temperatur tertinggi terdapat pada T8 dengan tegangan 12 volt yaitu
45℃ dan temperatur terendah terdapat pada T1 dengan tegangan 3 volt yaitu
29ºC. Sementara itu perbedaan temperatur untuk setiap variasi tegangan pada
percobaan ini tidak begitu besar.
50
45
40
Temperatur (℃)

35
30 3 Volt
25 5 Volt
20 7 Volt
15 9,5 Volt
10 12 Volt
5
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)

Gambar 4.2 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada


Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Brass (D = 13 mm)

Dapat dilihat dari grafik diatas hubungan antara temperatur dengan jarak
thermocouple, besarnya jarak thermocouple berbanding terbalik dengan
temperatur, jadi semakin besar jarak thermocouple maka temperatur akan semakin
16

kecil sesuai dengan hukum Fourier. Semakin tinggi tegangan yang diberikan pada
modul, maka besar temperatur yang berpindah untuk setiap bahannya dengan
jarak thermocouple tertentu akan menyebabkan semakin besar, hal ini sesuai
dengan teoritisnya dimana panas akan merambat melalui suatu bahan yang
memiliki niai konduktivitas termal tertentu untuk terjadi fenomena konduksi
(Kern, 1965).
Maka didapatkan efisiensi errornya secara keseluruhan sebesar
99,5669%. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan pembacaan atau mengukur
perubahan temperatur, alat yang digunakan tidak baik, sehingga menghasilkan
pengukuran yang tidak akurat, dan menyebabkan perubahan temperatur tidak
terbaca secara tepat yang dapat mempengaruhi perhitungan konduktivitas termal
suatu bahan. Dan juga T4 dan T5 pada percobaan ini juga tidak bisa diukur karena
pada bahan selain brass 25 mm tidak terdapat tempat pengukur suhunya sehingga
tidak ada nilainya. Selain itu terdapat juga kesalahan pada alat DC- Constantor
dimana tegangan (V) tidak konstan dan cenderung naik sehingga menyebabkan
konduktivitas termalnya juga ikut naik. Selain itu label pada thermocouple tidak
sesuai nilainya sehingga nilai T nya tidak jelas.

4.1.3 Aluminium 25 mm
Pada percobaan kedua yaitu menentukan temperatur T1, T2, T3, T6, T7 dan
T8 untuk bahan alumunium berdiameter 25 mm dengan variasi tegangan 3, 5, 7,
9.5, dan 12 volt. Temperatur tertinggi terdapat pada T8 dengan tegangan 12 volt
yaitu 41℃ dan temperatur terendah terdapat pada T1 dengan tegangan 3 volt yaitu
27ºC.
17

45
40
35
Temperatur (ºC) 30
3 Volt
25
5 Volt
20
7 Volt
15
9,5 Volt
10
12 Volt
5
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)

Gambar 4.3 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada


Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Alumunium (D = 25 mm)

Dapat dilihat dari grafik diatas menunjukkan hubungan temperatur dengan


jarak termokopel, besarnya jarak termokopel berbanding terbalik dengan
temperatur. Semakin besar jarak termokopel maka temperatur akan semakin
menurun artinya perpindahan panas pun akan semakin kecil (Kern, 1965). Maka
didapatkan efisiensi errornya secara keseluruhan sebesar 99,0030%. Hal ini
dikarenakan pada saat melakukan pembacaan atau mengukur perubahan
temperatur, alat yang digunakan tidak baik, sehingga menghasilkan pengukuran
yang tidak akurat, dan menyebabkan perubahan temperatur tidak terbaca secara
tepat yang dapat mempengaruhi perhitungan konduktivitas termal suatu bahan.
Dan juga T4 dan T5 pada percobaan ini juga tidak bisa diukur karena pada bahan
selain brass 25 mm tidak terdapat tempat pengukur suhunya sehingga tidak ada
nilainya. Selain itu terdapat juga kesalahan pada alat DC- Constantor dimana
tegangan (V) tidak konstan dan cenderung naik sehingga menyebabkan
konduktivitas termalnya juga ikut naik. Selain itu label pada thermocouple tidak
sesuai nilainya sehingga nilai T nya tidak jelas.

4.1.4 Stainless steel 25 mm


Pada percobaan kedua yaitu menentukan temperatur T1, T2, T3, T6, T7 dan
T8 untuk bahan stainless steel berdiameter 25 mm dengan variasi tegangan 3, 5,
7, 9.5, dan 12 volt. Temperatur tertinggi terdapat pada T8 dengan tegangan 12 volt
18

yaitu 41℃ dan temperatur terendah terdapat pada T1 dengan tegangan 3 volt
yaitu 27ºC. Sementara itu perbedaan temperatur untuk setiap variasi tegangan
pada percobaan ini tidak begitu besar.
50
45
40
35
Temperatur (℃)

30 3 Volt
25 5 Volt
20 7 Volt
15 9,5 Volt
10 12 Volt
5
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)

Gambar 4.4 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada


Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Stainless steel (D = 25 mm)

Dapat dilihat hubungan antara temperatur dengan jarak thermocouple


dimana semakin besar jarak thermocouple maka temperatur yang mengalir di
dalam bahan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan prinsip Hukum Fourier yaitu
suhu berbanding terbalik dengan jarak. Sehingga, apabila jarak antar
thermocouple nya semakin besar maka temperatur yang mengalir didalam bahan
akan semakin kecil (Kern, 1965). Hal ini yang membuat nilai konduktivitasnya
rendah. Maka didapatkan efisiensi errornya secara keseluruhan sebesar
99,5610%. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan pembacaan atau mengukur
perubahan temperatur, alat yang digunakan tidak baik, sehingga menghasilkan
pengukuran yang tidak akurat, dan menyebabkan perubahan temperatur tidak
terbaca secara tepat yang dapat mempengaruhi perhitungan konduktivitas termal
suatu bahan. Dan juga T4 dan T5 pada percobaan ini juga tidak bisa diukur karena
pada bahan selain brass 25 mm tidak terdapat tempat pengukur suhunya sehingga
tidak ada nilainya. Selain itu terdapat juga kesalahan pada alat DC- Constantor
dimana tegangan (V) tidak konstan dan cenderung naik sehingga menyebabkan
19

konduktivitas termalnya juga ikut naik. Selain itu label pada thermocouple tidak
sesuai nilainya sehingga nilai T nya tidak jelas.

4.2 Konduksi Panas Pada Aliran Radial


Pada percobaan selanjutnya bahan yang digunakan adalah brass 25 mm
untuk mengantarkan panas dari satu bagian ke bagian yang lain tersusun seri
dengan menggunakan prinsip konduksi. Percobaan ini dilakukan dengan
mengalirkan sejumlah arus yang sama dari percobaaan sebelumnya. Dapat dilihat
bahwa temperatur tertinggi terdapat pada T8 dengan tegangan 3 volt yaitu 26ºC
dan temperatur terendah terdapat pada T1 dengan tegangan 12 volt yaitu 8ºC.
Sama seperti pada konduksi linier, pada konduksi radial besarnya jarak
termokopel berbanding terbalik dengan temperatur sesuai dengan hukum Fourier.
30

25
Temperatur (ºC )

20
3 Volt
15 5 Volt
7 Volt
10
9,5 Volt

5 12 Volt

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Jarak Termokopel (m)

Gambar 4.5 Kurva Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada


Konduksi Linier dengan Menggunakan Bahan Brass (D = 25 mm)

Dapat dilihat dari grafik diatas hubungan antara temperatur dengan jarak
thermocouple dimana semakin besar jarak thermocouple maka temperatur yang
mengalir di dalam bahan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan prinsip Hukum
Fourier yaitu suhu berbanding terbalik dengan jarak. Sehingga, apabila jarak antar
thermocouple nya semakin besar maka temperatur yang mengalir didalam bahan
akan semakin kecil (Kern, 1965). Hal ini yang membuat nilai konduktivitasnya
rendah.
20

Maka didapatkan efisiensi error secara keseluruhan sebesar 87,898%. Hal ini
diakibatkan karena pada saat pembacaan atau mengukur perubahan temperatur,
alat yang digunakan tidak akurat, menyebabkan perubahan temperatur tidak
terbaca secara tepat yang dapat mempengaruhi terhadap perhitungan
konduktivitas termal suatu bahan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Konduktivitas panas percobaan semakin meningkat dengan meningkatnya
temperatur karena konduktifitas (k) berbanding lurus dengan perbedaan
temperatur (dT).
2. Konduktivitas panas aliran radial bahan Brass cenderung lebih stabil
dibandingkan konduktivitas panas aliran linier bahan Brass. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan laju perpindahan panas pada aliran radial
akan seragam pada masing-masing lapisan, karena berada dalam keadaan
steady state dimana laju perpindahan panas berbanding lurus dengan
konduktivitas panas yang sesuai dengan Hukum Fourier.

5.2 Saran
1. Sebaiknya sebelum memulai praktikum, pastikan semua alat yang akan
digunakan pada percobaan dalam keadaan siap untuk dioperasikan.
2. Diharapkan praktikan lebih teliti dalam mengukur temperatur
menggunakan termokopel agar tidak terjadi kesalahan dalam mengukur
temperatur.

21
DAFTAR PUSTAKA

Buchori, L., & ST, M. (2011). Perpindahan Panas (Heat Transfer). Semarang:
Universitas Diponegoro.
Cengel, Y. A., Klein, S., & Beckman, W. (1998). Heat transfer: a practical
approach (Vol. 141). Boston: WBC McGraw-Hill.
Holman, J. P. (1994). Perpindahan kalor. Erlangga: Jakarta.
Holman, J.P. (1995). Perpindahan Kalor. Erlangga: Jakarta.
Holman, J.P. (2002). Perpindahan Kalor. Erlangga: Jakarta
Kern, Donald. Q. (1965). Process Heat Transfer. Mc Graw-Hi Book Company:
New York.
McCabe, W. L., Smith, J. C., & Harriott, P. (1999). Operasi Teknik Kimia Jilid
2. Edisi Keempat.
Naga, Dali, S. (1991). Fisika : Ilmu Panas. Edisi 2. Gunadarma: Jakarta.
Tim Penyusun, 2016, Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II,
Universitas Riau, Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai