BAB I
PENDAHULUAN
dalam suatu kolom distilasi. Kedua adalah untuk menghitung jumlah packed
colum aktual yang diterapkan pada perancangan alat pemisah. Serta yang
ketiga adalah untuk mengetahui perhitungan jumlah plate theoritis dengan
menggunakan metode McCabe-Thiele. Selain itu, praktikum ini juga bermanfaat
agar praktikan dapat mengetahui aplikasi HETP dalam dunia industri seperi pada
pengolahan minyak mentah.
I.2. Tujuan
1. Untuk menentukan nilai HETP atau tinggi bahan isian dalam suatu kolom
distilasi.
2. Untuk menghitung jumlah packed colum aktual yang diterapkan
pada perancangan alat pemisah.
3. Untuk mengetahui perhitungan jumlah plate theoritis dengan menggunakan
metode McCabe-Thiele.
I.3. Manfaat
1. Agar praktikan dapat mengetahui hubungan antara variasi konsentrasi
alcohol yang digunakan dengan banyak destilat yang diperoleh.
2. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
percobaan HETP.
3. Agar praktikan dapat mengetahui aplikasi HETP dalam dunia industri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Geankoplis, 1993)
Distilasi mungkin dapat terjadi dengan prinsip dua metode. Metode pertama
adalah berdasarkan produksi dari uap saat pendidihan campuran cairan untuk
dipisahkan dan pendinginan uap tanpa mengizinkan cairan kembali ke penyuling.
Disini tidak terjadi reflux. Metode kedua adalah berdasarkan kembalinya sebagian
kondensat ke bawah penyuling seperti kondisi pengembalian cairan yang dibawa
kedalam pengontakkan dengan uap saat menuju kondensor. Salah satu metode ini
dapat dilakukan sebagai proses kontinyu atau sebagai proses batch.
(McCabe, 1993)
Banyak campuran liquid yang tidak dapat dipisahkan dengan proses
distilasi, hal ini dikarenakan titik didihnya saling berdekatan, relative
volativitynya mendekati 1 atau karena campuran membentuk azeotrop pada suhu
dan konsentrasi tertentu hingga tidak dapat dipisahkan lagi. Beberapa komponen
dapat dipisahkan dengan menambahkan komponen yang lain yang dapat
meningkatkan relative volativitas dari konstituen aslinya sehingga salah satu
komponen campuran binary mula-mula dapat dipisahkan. Distilasi yang diiringi
dengan penambahan komponen untuk meningkatkan relative volativitas disebut
dengan distilasi azeotrop, distilasi reaktif, distilasi ekstraktif, tergantung dari
bahan yang ditambahkan kedalamnya.
Larutan ethanol – air pada komposisi 95 % berat ethanol (fraksi mol 0.89)
tidak dapat ditingkatkan lagi melalui distilasi biasa. Karena ethanol – air
merupakan system yang membentuk azeotrop. Yaitu komposisi fase liquidnya
sama dengan komposisi fase uap, sehingga tidak lagi terjadi perubahan fase dari
ethanol. Untuk meningkatkan konsentrasi dan memperoleh ethanol anhydrous
maka ditambahkan komponen ketiga yang meningkatkan relative volativitas
system.
Untuk dua komponen yaitu ethanol – air dimana ethanol lebih volatile dari
pada air, ada empat variable yang berpengaruh dalam system kesetimbangannya
yaitu: tekanan (P), suhu (T), konsentrasi ethanol dalam fase liquid (X) dan
konsentrasi ethanol dalam fase uap (Y).
Salah satu proses pemisahan ethanol – air yang digunakan adalah dengan
proses distilasi ekstraktif dan salt effect yang dipanaskan sampai titik didih
ethanol. Komponen ketiga berupa solvent yang ditambahkan akan mempengaruhi
komposisi fase liquid dan fase uap sehingga relative volatility system akan
berubah. Penambahan garam pada distilasi ini juga memiliki efek langsung
terhadap relative volatility, karena pada dasarnya garam memiliki efek dehidrasi
yang dapat merubah komposisi fase uap dan fase liquid dari ethanol. Perubahan
relative volatility ini akan berpengaruh terhadap produk, sehingga kemurnian
ethanol dapat melampaui kondisi azeotropnya.
Parameter kualitas dari ethanol adalah angka asam. Angka asam adalah
banyaknya 5lcohol yang teroksidasi menjadi asam karboksilat selama proses
distilasi. Penambahan komponen ketiga yang memiliki sifat mengikat air akan
dapat mengurangi kontak lebih lama antara ethanol dengan air dan oksigen
sehingga semakin sedikit ethanol yang teroksidasi.
(Billah, 2009)
ethanol-air, campuran ini dengan metode distilasi biasa tidak dapat menghasilkan
ethanol berkadar lebih dari 96%. Hal ini terjadi karena konsentrasi yang lebih
tinggi harus melewati terlebih dahulu titik azeotrop, dimana komposisi
kesetimbangan cair-gas ethanol-air saling bersilangan.
(Gusmawarmi, 2017)
Dimana :
Lm = laju alir molar liquid stage ke m
Vm+1 = laju alir molar uap stage ke m+1
Xm = fraksi liquid ke n+1 komponen ringan
XB = fraksi bottom produk komponen ringan
B = laju alir molar bottom produk
2. Garis umpan (q line)
Feed yang masuk ke kolom distilasi dapat dalam berbagai kondisi antara
lain :
a. Feed pada kondisi dingin , q > 1
b. Feed pada kondisi titik gelembung, saturated liquid, q = 1
c. Feed pada kondisi campuran uap – cair 0 < q < 1
d. Feed pada kondisi titik embun, saturated vapour q = 0
e. Feed pada kondisi uap panas lanjut, saturated vapour q < 0
(Cahaya, 2010)
II.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Operasi Kolom Distilasi
Kinerja kolom distilasi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya :
1. Kondisi Feed (q)
Keadaan campuran dan komposisi feed (q) mempengaruhi garis operasi dan
jumlah stage dalam pemisahan. Itu juga mempengaruhi lokasi feed tray.
2. Kondisi Refluks
Pemisahan semakin baik jika sedikit tray yang digunakan untuk
mendapatkan tingkat pemisahan. Tray minimum dibutuhkan di bawah kondisi
total refluks, yakni tidak ada penarikan destilat. Sebaiknya refluks berkurang,
garis operasi untuk seksi rektifikasi bergerak terhadap garis kesetimbangan.
3. Kondisi Aliran Uap
d. Flooding
Terjadi karena aliran uap berlebih menyebabkan liquid terjebak pada
uap di atas kolom. Peningkatan tekanan dari uap berlebih menyebabkan
kenaikkan liquid yang tertahan pada plate di atasnya. Flooding ditandai
dengan adanya penurunan tekanan diferensial dalam kolom dan penurunan
yang signifikan pada efisiensi pemisahan. Jumlah tray aktual yang
diperlukan untuk pemisahan khusus ditentukan oleh efisiensi plate dan
packing. Semua faktor yang menyebabkan penurunan efisiensi tray juga
akan mengubah kinerja kolom. Effisiensi tray dipengaruhi oleh fooling,
korosi, dan laju dimana ini terjadi bergantung pada sifat liquid yang
diproses. Material yang sesuai harus dipakai dalam pembuatan tray.
II.3. Hipotesa
Semakin besar konsentrasi alkohol yang digunakan maka semakin kecil
jumlah plate ideal serta semakin besar nilai equivalen dari HETP.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
III.1. Bahan
1. Air
2. Etanol
III.2. Alat
1. 1 Set alat HETP 9. Neraca Analitik
2. Adaptor 10. Packed kolom
3. Devider 11. Labu leher tiga
4. Erlenmeyer 12. Piknometer
5. Gelas ukur 13. Pipet tetes
6. Kompor listrik 14. Statif dan klem
7. Kondensor 15. Thermometer
8. Labu ukur 16. Corong Kaca
Neraca
Kondensor Labu ukur analitik Packed kolom Labu leher tiga
Statif dan
Piknometer Pipet tetes klem Thermometer Corong kaca
5
E-4
9
7
8 2
3
6
4
Keterangan :
1 = Packed Column
2 = Termometer
3 = Labu Leher Tiga
4 = Kompor Listrik
5 = Statif dan Klem
6 = Erlenmeyer
7 = Kondensor
8 = Defider
9 = Adaptor
III.5. Prosedur
1. Kalibrasi
1. Ukur volume air sebesar 10 ml, kemudian masukkan dalam piknometer
2. Timbang piknometer yang sudah diisi dan catat beratnya
3. Ukur air sebesar 9 ml dan etanol 1 ml, lalu masukkan keduanya dalam
piknometer
4. Timbang piknometer yang sudah diisi dan catat beratnya
5. Lakukan prosedur no. 3 dan 4 dengan mengubah volume air menjadi 8
ml dan etanol 2 ml dan seterusnya hingga volume etanol 10 ml.
2. Distilasi
1. Lakukan pengenceran terhadap etanol 96 % menjadi etanol 50 % 500 ml
2. Masukkan etanol 50 % 500 ml ke dalam labu tiga leher
3. Rangkai alat distilasi yang sudah disiapkan kemudian panaskan hingga
terbentuk destilat
4. Ambil 10 cc distilat yang terbentuk dan 10 cc bottom. Masukkan ke
dalam piknometer kemudian ditimbang dan dicatat beratnya .Catat pula
suhu yang tertera pada kolom dan bottom dan waktu terbentuknya 10 cc
destilat.
5. Ulangi langkah ke 4 hingga 10 kali.
6. Kemudian menentukan kadar alkohol dengan tabel di Perry, dan mencari
nilai HETP.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
“HETP (HEIGHT EQUIVALENT OF THEORITICAL PLATE)”
32 4 8
IV.3. Grafik
IV.3.1. Kalibrasi Densitas Etanol
ρ etanol vs X etanol
1.4
1.2
X etanol (mol/mol)
1
y = -3.4757x + 3.9125
0.8
0.6 Series1
0.4 Linear (Series1)
0.2
0
0.000 0.500 1.000
ρ etanol (gr/mL)
IV.4. Pembahasan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan :
V.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Billah. Mu’tasim. dkk. 2009. “Produksi Alkohol Fuel Grade Dengan Proses
Distilasi Ekstraktif”. Surabaya : UPN “Veteran” Jawa Timur.
Cahaya. Wulan. 2010. “Perhitungan Theoritical Stage (McCabe-Thiele)”.
(http://lunarkara.blogspot.com/2010/11/perhitungan-theoritical-stage-
mccabe.html). Diakses pada 23 Oktober 2018 pukul 01.31 WIB.
Dwi. Ayu. 2009. “HETP Operasi Pemisahan Bertingkat”.
(http://ayudwi32952.blogspot.com/2009/04/hetp-high-equivalent-of-
theoretical.html). Diakses pada 22 Oktober 2018 pukul 01.34 WIB.
Geankoplis. C. J.. 1993. ”Transport Processes and Unit Operations Third Edition”.
New Jersey : Prentice-Hall International. Inc.
Gusmawarmi. Sri Rahayu. 2017. “Distilasi Crude Etanol Untuk Memperoleh
Bioetanol Fuel Grade”. Yogyakarta : Institut Sains & Teknologi
AKPRIND.
Komariyah. Leily Nurul. dkk. 2009. “Tinjauan Teoritis Perancangan Kolom
Distilasi Untuk Pra-Rencana Pabrik Skala Industri”. Palembang :
Universitas Sriwijaya.
Lisa. Randy Rolando. 2011. “Distilasi”.
(http://randychemistry07.blogspot.com/2011/10/distilasi.html). Diakses
pada 22 Oktober 2018 pukul 01.33 WIB.
McCabe. Warren L.. dkk. 1993. “Unit Operations Of Chemical Engineering Fifth
Edition”. New York: McGraw-Hill.
MSDS. 2013. “Aquadest”. (http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=
9927321). Diakses pada tanggal 23 Oktober 2018 pukul 06.36 WIB.
MSDS. 2013. “Ethyl Alcohol”. (http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=
9923955). Diakses pada tanggal 30 September 2018 pukul 06.36 WIB.
APPENDIX
1. Data Literatur
a) Data kesetimbangan uap-cair yang diuji pada tekanan praktikum
T (˚C) xA yA
79,1 0,8 0,858
80,1 0,7 0,822
81 0,6 0,794
82 0,5 0,771
83,2 0,4 0,746
84,7 0,3 0,713
87,3 0,2 0,656
91,8 0,1 0,527
95,2 0,05 0,377
98,1 0,02 0,192
100 0 0
Sumber: Geankoplis, C.J, 1978, “Transport Process and Unit Operation”,
Second Edition, Allyn and Bacon Inc, Boston.
3. Densitas Etanol
Berat pikno kosong = 14,062 gram
Berat pikno + aquadest = 22,2484 gram
Densitas etanol pada kalibrasi volume 9 mL air dan 1 mL etanol
massa etanol − massa pikno kosong
ρetanol = × ρ air
(Wpikno+aquadest ) − (Wpikno kosong )
22,2380−14,062
= 22,2484−14,062 × 0,998 = 0,9987 gr/cm3 = 998,7 kg/cm3
4. Fraksi Etanol
Fraksi etanol pada kalibrasi volume 9 mL air dan 1 mL etanol
% etanol × vol. etanol × ρ etanol
Xetanol = BM etanol
% etanol × vol. etanol × ρ etanol (1-% etanol) × vol. air vol. air × ρ air
+ ×
BM etanol BM air BM air
0,96 ×1 × 0,9987
46
Xetanol = 0,96 × 1 × 0,9987 (1 - 0,96) × 9 9 × 0,9987
+ ×
46 18 18
5. Densitas Bottom
Massa pikno kosong = 12.1045 gram
W pikno + air = 22,2484 gram
ρ air = 0,998 gr/cm3
Densitas bottom pada menit ke 60
(massa bottom) − (massa pikno kosong)
ρbottom = × ρ air
(Wpikno+air ) − (Wpikno kosong )
20.6209−12.1045
= × 0,998
22,2484−14,062
= 1.0381 gr/cm3
6. Densitas Destilat
Massa pikno kosong = 12.1045 gram
W pikno + air = 22,2484 gram
ρ air = 0,998 gr/cm3
Densitas destilat pada menit ke 60
(massa destilat) − (massa pikno kosong)
ρdestilat = × ρ air
(Wpikno+air ) − (Wpikno kosong )
20.5004−12.1045
= × 0,998 gr/cm3
22,2484−14,062
= 1,0234 gr/cm3
9. Menentukan Y operasi
Y min = 0,55
XD
Y min =
Rm + 1
0.6743
0,55 =
Rm + 1
Rm = 0.2260
Rop = 2 × Rm
= 2 × 0.2260
= 0.4520
XD
Yop =
Rop +1
0,5578
=
0.4520+1
= 0.4644