Anda di halaman 1dari 21

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Pengeringan Bahan Hasil Pertanian)

Oleh :

Nama : Renita Nur Trisdiana


NPM : 240110120026
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 11 November 2014
Waktu/Shift : 08.00 – 09.40 WIB/ Shift A1
Asisten : Rizky Arini

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya produk pertanian misalnya pada buah-buahan dan sayuran
memiliki kadar air yang berbeda-beda setiap bahannya. Kadar air yang dimiliki
tersebut tentu sangat diperlukan oleh bahan untuk metabolisme yang berlangsung
pada bahan. Pengaruh dari besarnya kadar air yang dimiliki oleh bahan dapat
mengakibatkan bahan mudah rusak dan mudah busuk yang tentunya akan
mempengaruhi mutu bahan pertanian tersebut.
Proses yang dapat mencegah kerusakan dan kebusukan pada buah salah
satunya adalah proses pengeringan bahan dengan menggunakan sebuah oven
sehingga dapat diketahui besar kadar air rata-rata yang dimiliki oleh bahan. Bahan
yang digunakan pada praktikum kali ini adalah bahan biji-bijian. Mengingat
pentingnya proses pengeringan untuk memperpanjang umur simpan bahan hasil
pertanian, maka dilakukan praktikum pengeringan bahan hasil pertanian.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven dan mencari
kurva laju pengeringan pada biji-bijian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah
yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses
pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar
air keseimbangan udara.
Proses penguapan atau evaporasi adalah proses pemisahan uap air dalam
bentuk murni dari suatu campuran berupa larutan (cairan) yang mengandung
air dalam jumlah yang relatif banyak. Meskipun demikian ada kerugian yang
ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat fisik dan
kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan.
Tujuan dilakukannya proses pengeringan adalah untuk:
1. Memudahkan penanganan selanjutnya
2. Mengurangi biaya trasportasi dan pengemasan
3. Mengawetkan bahan
4. Meningkatkan nilai guna suatu bahan atau agar dapat memberikan hasil
yang baik
5. Mengurangi biaya korosi
Hal ini penting untuk menghindari proses pengeringan lampau dan
pengeringan yang terlalu lama, karena kedua proses pengeringan ini akan
meningkatkan biaya operasi. Proses pengeringan suatu material padatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: luas permukaan kontak antara
padatan dengan fluida panas, perbedaan temperature antara padatan dengan fluida
panas, kecepatan aliran fluida panas serta tekanan udara. Berikut ini dijelaskan
tentang faktor-faktor tersebut.
a. Luas Permukaan
Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian
tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Untuk
mempercepat pengeringan umumnya bahan yang akan dikeringkan dipotong-
potong atau dihaluskan terlebih dulu. Hal ini terjadi karena:
1. Pemotongan atau penghalusan tersebut akan memperluas permukaan
bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium
pemanasan sehingga air mudah keluar,
2. Partikel-partikel kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak
dimana panas harus bergerak sampai ke pusat bahan. Potongan kecil
juga akan mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang
harus keluar ke permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan
tersebut.
b. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan,
makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula
penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan
menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air
berkurang. Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses
pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang
dikeringkan, akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case
Hardening", yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering
sedangkan bagian dalamnya masih basah.
c. Kecepatan Aliran Udara
Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat
mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan
bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan
memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat
pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat,
yaitu semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan.
d. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan
berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak
tetampung dan disingkirkan dari bahan. Sebaliknya, jika tekanan udara
semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga
kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan.

2.2 Laju Pengeringan


Laju pengeringan suatu bahan yang dikeringkan antara lain ditentukan oleh
sifat bahan tersebut seperti bulk density, kadar air awal, serta hubungannya
dengan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan. Laju pengeringan
maksimum biasanya tidak dipakai. Hal ini untuk mengurangi dan mencegah
terjadinya pengkerutan, pengerasan permukaan, retak permukaan bahan serta
akibat lain yang tidak diinginkan terjadi pada pengeringan produk pangan padat
a. Laju Pengeringan Tetap
Periode laju pengeringan tetap dicirikan dengan penguapan air dari suatu
permukaan yang jenuh basah suatu produk atau permukaan air didalam produk
yang dikeringkan. Laju pengeringan tetap ini akan berlangsung terus selama
migrasi air kepermukaan (ketempat penguapan berlangsung) lebih besar dari pada
air yang menguap dari permukaan. Suhu permukaan bahan yang dikeringkan pada
kondisi ini relatif tetap, mendekati suhu bola basah udara pengering, dan laju
pengeringan tetap ini tidak bergantung kepada produk yang dikeringkan.
b. Laju Pengeringan Menurun
Bila proses pengeringan diteruskan, air didalam produk akan berkurang,
migrasi air kepermukaan tidak mampu mengimbangi cepatnya air menguap dari
permukaan keudara sekitar. Saat dimulainya fase ini merupakan akhir dari periode
pengeringan dengan laju tetap dan disebut Kadar Air Kritis (critical moisture
content), tanda dimulainya periode laju pengeringan menurun pertama. Pada
keadaan tersebut permukaan bahan yang dikeringkan sudah tidak jenuh dan mulai
kelihatan ada bagian yang mengering. Faktor yang mengendalikan laju
pengeringan pada periode ini adalah hal-hal yang mempengaruhi perpindahan air
didalam bahan padat yang dikeringkan. Bergantung dari produk yang dikeringkan,
produk pangan yang tidak higroskopis biasanya hanya memiliki satu periode laju
pengeringan menurun, sedangkan produk pangan higroskopis memiliki dua
periode laju pengeringan menurun.
Periode laju pengeringan menurun biasanya merupakan periode operasional
pengeringan terpanjang. Pada pengeringan biji-bijian, kadar air awal biji yang
dikeringkan biasanya sudah berada di bawah kadar air kritisnya, sehingga hanya
periode laju pengeringan menurun yang bisa teramati. Pada periode laju
pengeringan menurun, laju pengeringan terutama bergantung kepada suhu udara
pengering dan ketebalan tumpukan bahan yang dikeringkan.
Pada periode laju pengeringan menurun kedua, laju pengeringan dikendalikan
oleh perpindahan air didalam bahan padat produk, tidak dipengaruhi oleh kondisi
diluar bahan padat tersebut. Bermacam mekanisme perpindahan air dalam produk
bisa terjadi karena kombinasi berbagai faktor seperti difusi cairan, perpindahan
cairan karena tenaga kapiler dan difusi uap air.

2.3 Kadar Air


Kadar air yang terkandung dalam produk dinyatakan dalam dua cara, yaitu
basis basah dan basis kering. Kadar air basis basah dapat didefinisikan sebagai
perbandingan massa air pada produk dengan massa total produk. Secara
matematika kadar air basis basah ditulis sebagai berikut :
Mo Md
MCwb 
Mo

sedangkan kadar air basis kering adalah massa air pada produk persatuan massa
kering produk, dinyatakan dengan
Mo  Md
MCdb 
Md

dimana:
MCwb adalah kadar air basis basah
MCdb adalah kadar air basis kering
Mo adalah massa total produk
Md adalah massa produk tanpa air
Hubungan kadar air basis basah dan basis kering di atas, secara matematika
dapat dituliskan sebagai berikut:
 1 
MCwb 1   
 MCdb  1
 1 
MCdb    1
 1  MCwb 
Untuk keperluan pengujian atau eksperimen pengeringan, dimana massa
produk diukur setiap saat, kadar air setiap saat dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut.
 MCodb  1 M o 
MCtdb    1
 Mt 

 1  MCowb  M o 
MCtwb 1   
 Mt 
MCtdb adalah kadar air basis kering pada waktu ke t
MCtwb adalah kadar air basis basah pada waktu ke t
MCodb adalah kadar air awal basis kering
MCowb adalah kadar air awal basis basah
Mt adalah massa produk pada waktu ke t

2.4 Equilibrium Moisture Content


Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari
bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air
keseimbangan dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat
dicapai pada proses pengeringan dengan tingkat suhu dan kelembaban udara
relatif tertentu. Menurut Heldman dan Singh (1984), Kadar air keseimbangan dari
bahan pangan adalah kadar air bahan tersebut pada saat tekanan uap air dari bahan
seimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban relatif pada saat
terjadinya kadar air keseimbangan disebut kelembaban relatif keseimbangan.
Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content
(EMC) dari bahan pangan sangat penting dalam penyimpanan dan pengeringan.
Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan pangan
yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan
satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan
pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan
sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang
menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan.
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air
minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada
suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang
apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju
penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan
seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan
higroskopis. (Henderson, 1952 dalam Hall, 1980)
Penentuan kadar air keseimbangan ada dua metode yaitu metode dinamis
dan statis. Metode dinamis, kadar air keseimbangan bahan diperoleh pada keadaan
udara yang bergerak. Metode dinamik biasanya digunakan untuk pengeringan,
dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan
menghindari penjenuhan uap air disekitar bahan. Sedangkan metode statis, kadar
air keseimbangan bahan diperoleh pada keadaan udara diam. Metode statik
biasanya digunakan untuk keperluan penyimpanan karena umumnya udara
disekitar bahan relatif tidak bergerak.

2.5 Relative Humidity


Pengeringan umumnya dilakukan pada kelembaban relatif yang rendah.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kecepatan difusi air. Kelembaban relatif
yang rendah di dalam ruang pengering dapat terjadi jika udara pengering
bersirkulasi dengan baik dari dalam ke luar ruang pengering, sehingga semua uap
air yang diperoleh setelah kontak dengan produk langsung dibuang ke udara
lingkungan.
Lama waktu pengeringan tergantung pada banyak faktor, antara lain ukuran
dan ketebalan ikan, temperatur pengering, kelembaban relatif udara, kecepatan
udara pengering dan total beban pengeringan.
Menurut Wexler (1970) dalam Brock dan Richardson (2001), ada 6 cara
mengukur kelembaban berdasarkan prinsip-prinsi fisika yaitu:
1. Penghilangan uap air udara basah
2. Penambahan uap air kedalam udara basah
3. RH kesetimbangan penyerapan dari uap air
4. Pencapaian kesetimbangan dari uap menjadi cairan atau uap benda padat
5. Pengukuran parameter fisika dari uap air, dan
6. Melalui reaksi kimia.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Cawan Alumunium
2. Desikator
3. Moisture Tester
4. Oven
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Beras

3.2 Prosedur Praktikum


Prosedur praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Memasukan cawan dalam oven pada suhu 60 – 70oC selama ±2 jam
2. Mengeluarkan dan menempatkan cawan pada desikator selama 5 menit
3. Menyiapkan cawan sebanyak 5 buah dan menandai tiap interval waktu
4. Mengukur kadar air bahan awal
5. Memasukkan sampel bahan dalam cawan sebanyak ±5 gram untuk
masing-masing cawan
6. Memasukkan bahan dan cawan ke dalam oven (pengeringan) pada suhu
60-70oC
7. Mengukur kadar air bahan untuk interval waktu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 15, 30, 45
dan 60 menit
8. Membuat kurva laju pengeringan dari data-data tersebut
9. Menentukan persamaan kurva laju pengeringan.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Data Pengukuran


Tabel 1. Data Hasil Pengeringan Kacang Hijau
t (menit Kadar air (%) Rata-rata
M/t (%) MR Ln MR
ke-) 1 2 3 (M) (%)
0 13,9 13,3 13,2 13,467 0 1,298 0,261
1 13,2 13,4 13,1 13,233 0,22 1,176 0,1615
2 13,2 13,4 13,2 13,26 0,11 1,189 0,1735
3 13,4 13,4 13,5 13,433 0,074 1,28 0,247
4 12,8 13,3 12,9 13 0,54 1,053 0,0512
5 13,2 13,4 13,4 13,34 0,044 1,231 0,2083
15 11,4 11,6 11,4 11,46 0,0127 0,242 -1,4183
30 10,6 11,3 11,2 11,034 6,13x10-3 0,0178 -0,4023
45 10,2 10,3 10 10,167 3,76x10-3 -0,0438 0
60 9,6 9,5 9,3 9,466 2,67x10-3 -0,807 0

4.2 Data Perhitungan


1. Mencari M/t
13,467
 Menit ke 0 = =0
0
13,233
 Menit ke 1 = = 0,22
60
13,267
 Menit ke 2 = = 0,11
120
13,433
 Menit ke 3 = = 0,074
180
13
 Menit ke 4 = 240 = 0,054
13,34
 Menit ke 5 = = 0,044
300
11,46
 Menit ke 15 = =0,0127
900
11,034
 Menit ke 30 = = 6,13 × 10−3
1800
10,167
 Menit ke 45 = = 3,765 × 10−3
2700
9,466
 Menit ke 60 = = 2,629 × 10−3
3600
2. Mencari MR
𝑀−𝑀𝑒
𝑀𝑅 = 𝑀𝑜−𝑀𝑒 keterangan, Mo = 12,9 % dan Me = 11%
13,467−11
 MR menit ke 0 = =1,298
12,9−11
13,233−11
 MR menit ke 1 = =1,17526
12,9−11
13,26−11
 MR menit ke 2 = =1,189
12,9−11
13,433−11
 MR menit ke 3 = =1,28
12,9−11
13−11
 MR menit ke 4 = 12,9−11 =1,053
13,34−11
 MR menit ke 5 = =1,231
12,9−11
11,46−11
 MR menit ke 15 = =0,242
12,9−11
11,034−11
 MR menit ke 30 = =0,0178
12,9−11
10,167−11
 MR menit ke 45 = =-0,438
12,9−11
9,466−11
 MR menit ke 60 = =-0,807
12,9−11

3. Mencari ln MR
 Menit ke 0 = ln 1,298 = 0,261
 Menit ke 1 = ln 1,1752 = 0,1615
 Menit ke 2 = ln 1,189 = 0,1735
 Menit ke 3 = ln 1,28 = 0,247
 Menit ke 4 = ln 1,053 = 0,0512
 Menit ke 5 = ln 1,231 = 0,2083
 Menit ke 15 = ln 0,242 = -1,418
 Menit ke 30 = ln 0,0178 = -,4023
 Menit ke 45 = ln -0,438 =0
 Menit ke 60 = ln -0,807 =0

4. Mencari Konstanta (k)


ln MR
k=− t
0,261
 k0 = −
0
=0
0,1615
 k1 = − 60
= −2,69 × 10−3
0,1735
 k2 = − 120
= −1,44 × 10−3
0,247
 k3 = − 180
= −1,372 × 10−3
0,0512
 k4 = − 240
= −2,13 × 10−4
0,2083
 k5 = − 300
= −6,943 × 10−4
−1,4183
 k15 = − 900
= 1,575 × 10−3
−4,023
 k 30 = − 1800
= 2,235 × 10−3
0
 k 45 = − 2700 = 0
0
 k 60 = −
3600
=0

5. Mencari Rasio Kadar Air


𝑀𝑅 = 𝑒 −𝑘𝑡
 Menit ke 0
1,298 = 𝑒 −0.0
1,298 = 1
 Menit ke 1
−3 ).60
1,175 = 𝑒 −(−2,69×10
1,175 = 1,175
 Menit ke 2
−3 ).120
1,189 = 𝑒 —(1,44×10
1,189 = 1,1888
 Menit ke 3
−3
1,28 = 𝑒 —1,372×10 . 180
1,28 = 1,28
 Menit ke 4
−4 ).240
1,053 = 𝑒 −(−2,13×10
1,053 = 1,0525
 Menit ke 5
−4 .300
1,231 = 𝑒 —6,943×10
1,231 = 1,231
 Menit ke 15
−3 ).900
0,242 = 𝑒 −(1,575×10
0,242 = 0,242
 Menit ke 30
−3 ).1800
0,0178 = 𝑒 −(2,235×10
0,0178 = 0,0178
 Menit ke 45
-0,438 = 𝑒 −(0).2700
-0,438 = 1
 Menit ke 60
-0,807 = 𝑒 −(0).3600
-0,807 = 1

4.3 Grafik Hasil Pengukuran


0.25

0.2
y = -0.0017x + 0.0806
R² = 0.2722
0.15
Laju pengeringan
M/t

0.1

0.05

0
0 10 20 30 40 50 60 70

-0.05
Waktu (menit)

Grafik 1. Hubungan antara laju pengeringan terhadap waktu


0.25

0.2
y = 0.0243x - 0.2436
R² = 0.2832
Laju Pengeringan M/t

0.15

0.1

0.05

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16

-0.05
Kadar Air (%)

Grafik 2. Hubungan antara laju pengeringan M/t terhadap kadar air

16

14

12

10
Kadar Air (%)

6 y = -0.0696x + 13.337
R² = 0.9479
4

0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)

Grafik 3. Hubungan antara kadar air terhadap waktu


1
0.5
0
0 10 20 30 40 50 60 70
-0.5
-1
-1.5
ln MR

-2
-2.5 y = -0.0168x - 0.1586
R² = 0.0685
-3
-3.5
-4
-4.5
Waktu (menit)

Grafik 4. Hubungan antara ln MR terhadap waktu


BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini praktikan mengukur besar kadar air pada bahan hasil
pertanian. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biji-bijian berupa
beras. Pengovenan dilakukan dalam 10 waktu yang berbeda dimana bahan
tersebut dimasukan kedalam oven dan diukur pada menit ke 0, 1, 2, 3, 4, 5, 15, 30,
45 hingga menit ke 60. Setelah pengamatan terhadap bahan yang dimasukan
kedalam oven dengan waktu yang berbeda-beda, kemudian bahan diukur kadar
airnya dengan menggunakan moisture tester.
Pengukuran kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan sehingga akan
mendapatkan rata-rata kadar air yang lebih akurat yang dibaca dari moisture tester
tersebut. Perhitungan terakhir dari tabel pengamatan adalah menghitung ln MR
yaitu hasil perhitungan sebelumnya. Kadar air awal pada beras adalah sebesar
13,5% dimana digunakan sebagai penentu untuk dimasukan kedalam rumus untuk
mencari nilai MR atau rasio kadar air. Dan pada menit ke 60 atau menit terakhir
proses pengeringan, kadar air menyusut menjadi 9,466%.
Dilihat dari grafik, terdapat kesalahan pembacaan pada pengukuran menit ke
3, 4 dan 5. Dimana seharusnya kadar air yang dikandung berkurang secara
konstan, namun hasil yang didapat menunjukan bahwa pada kadar air dari menit
ke 2 menuju menit ke 3 mengalami peningkatan. Secara teoritis hal ini sangat
tidak mungkin karena bahan sedang mengalami proses pengeringan. Kesalahan ini
dapat dilihat pula dari nilai regresi, apabila nilai regresi mendekati 1, maka hasil
yang didapat dari grafik tersebut mendekati benar atau akurat.
Akibat dari salah pembacaan kadar air, maka akan mempengaruhi proses
perhitungan pencarian nilai M/t, MR, ln MR dan konstanta. Grafik yang
dihasilkan akan memiliki regresi jauh dibawah 1. Dapat dilihat, bahwa hasil
hubungan antara laju pengeringan terhadap waktu memiliki nilai regresi 0,272.
Begitu pula dengan hubungan antara laju pengeringan M/t terhadfap kadar air
yang memiliki nilai regresi 0,283. Namun, pada grafik hubungan antara kadar air
terhadap waktu, nilai regresinya sebesar 0,947 atau dapat dikatakan mendekati 1,
hal ini dapat saja disebabkan karena peningkatan kadar air pada menit ke 3 tidak
terlalu signifikan. Dan grafik yang terakhir, yaitu hubungan antara ln MR terhadap
waktu memiliki nilai regresi yang sangat kecil, yaitu 0,068. Hal ini mungkin
disebabkan karena grafik pada menit ke 30 mengalami penurunan yang tajam.
Proses pengeringan pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sehingga
didapat persentase kadar air yang berkurang dari sebelumnya. Semakin lama
bahan disimpan didalam oven maka kadar air pada bahan akan semakin
berkurang. Suhu yang semakin tinggi yang diberikan kepada bahan akan
menyebabkan air menguap yang menyebabkan kondisi air yang terkandung dalam
bahan menyusut. Tetapi pada praktikum yang dilaksanakan kali ini ada beberapa
kesalahan yaitu kadar air yang didapat pada bahan naik yang seharusnya menurun
seiring dengan lamanya waktu pemanasan. Kesalahan dapat terjadi karena
kesalahan praktikan yang terlalu lama menyimpan bahan pada suhu ruangan pada
saat pengukuran kadar air, terlalu lamanya bahan disimpan pada suhu ruangan
akan membuat bahan mudah menyerap air dari udara sehingga kadar air akan
kembali ke keadaan normal.
Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan nilai kadar air akan dipengaruhi
oleh perlakuan yang diberikan. Perlakuan yang diberikan akan bergantung pada
waktu. Waktu akan berbanding terbalik dengan hasil kadar air yang didapat pada
bahan dan mempengaruhi konstanta perhitungan. Waktu yang semakin tinggi
menyebabkan pembagi menjadi lebih besar sehingga konstanta yang didapat akan
semakin kecil.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Proses pengeringan ialah proses mengurangi kadar air yang dikandung
suatu bahan hasil pertanian.
2. Besar kadar air pada proses pengeringan bahan pertanian akan bergantung
pada waktu pengeringan dimana waktu berbanding terbalik dengan kadar
air yang dihasilkan.
3. Nilai R2 yang mendekati 1 adalah nilai kolerasi dimana menunjukan
bahwa data yang didapat mendekati benar.
4. Nilai konstanta dipengaruhi oleh waktu dimana semakin tinggi waktu,
nilai konstanta akan semakin kecil karena pembagi yang semakin besar.

6.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya ialah :
1. Sebelum praktikum sebaiknya praktikan membaca modul terlebih dahulu,
sehingga praktikan memahami prosedur praktikum.
2. Lebih teliti dan cermat dalam menghitung suatu percobaan
DAFTAR PUSTAKA

A.S Mujumdar,Handbook of Industrial Drying, Taylor and Francis Groups, 2006

Brock and Richardson. 2001. Meteorological Measurment System. Oxford


University Press

C. Strumillo and T. Kudra, Drying: Principles, Application and Design,


Gordon and Breach Science Publishers, Switzerland, 1986

Ekechukwu, O.V., Norton, B., 1999, Review of Solar-Energy Drying Systems I:an
Overview of Drying Principle and Theory, International Journal of
Energy Conversion & Management, Vol. 40, 593-613

Hall. C.W. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. The AVI Publishing
Company Inc. Westport, Connecticut.

I.C Kemp, et.all, Methods for Processing Experimental Drying Kinetics


Data, Drying Technology Journal, 19(1), 15-34, 2001

Singh, R.P. and D.R. Heldman. 1984. Introduction to Food Engineering,


Academic Press,Inc., San Diego, California
LAMPIRAN

Gambar 1. Moisture Tester

Gambar 2. Oven Gambar 3. Desikator

Anda mungkin juga menyukai