Anda di halaman 1dari 22

Nilai:

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Pengeringan Bahan Hasil Pertanian Menggunakan Oven Konveksi)

Oleh:
Nama : Haidar Tsaqib Asadel
NPM : 240110200079
Hari, Tanggal Praktikum : Jum’at, 18 Oktober 2022
Waktu : 7:30 – 9:10 WIB
Asisten Praktikum : 1. Andri Permana
2. Afifah Tri Novita
3. Farellya Asyifa
4. Khalish Gefalro
5. M. Nashir Effendy

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kadar air pada bahan hasil pertanian merupakan salah satu dari sifat-sifat
fisik bahan pertanian. Kadar air pada bahan hasil pertanian menunjukkan
banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan. Kadar air pada mempunyai
pengaruh yang signifikan pada kualitas dan daya simpan bahan hasil pertanian.
Hal ini karena jumlah kadar air berbanding lurus dengan laju respirasi bahan hasil
pertanian. Semakin tinggi kadar air maka semakin rendah pula daya simpan suatu
bahan hasil pertanian.
Untuk meningkatkan daya simpannya, bahan hasil pertanian dilakukan
pengeringan sebagai salah satu upaya pengawetannya. Selain untuk mengawetkan
bahan pangan yang mudah rusak atau busuk, pengeringan pangan juga dapat
menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, penanganan,
pengangkutan dan penyimpanan, karena bahan menjadi padat dan kering.
Dalam proses pengeringan kadar air bahan akan dikurangi sampai tingkat
air keseimbangan dengan kondisi udara luar normal atau tingkat kadar air yang
setara dengan aktivitas air sehingga bahan hasil pertanian akan aman dari
kerusakan mikrobiologi, enzimatis dan kimiawi. Dengan berkurangya kadar air
bahan maka akan menghambat laju pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
menurunkan kualitas produk karena adanya kerusakan.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum kali ini adalah Mahasiswa dapat melakukan
percobaan terhadap proses pengeringan bahan hasil pertanian menggunakan oven
konveksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat
sampai batas tertentu sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan
mikroorganisme, enzim, dan insekta yang merusak. Secara lebih luas, pengeringan
merupakan proses yang terjadi secara simultan antara perpindahan padas dari
udara pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan air dari
bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan
kelembapan antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan (Mujumdar,
2006).
Proses pengeringan di dalam industri pertanian merupakan salah satu
tahapan yang cukup penting dari beberapa proses lainnya dalam penanganan
bahan hasil pertanian. Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan yang
terjadi pada bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih
melakukan proses respirasi sehingga apabila disimpan dalam waktu yang lama
akan mengalami pembusukan. Dengan proses pengeringan, kadar air bahan hasil
pertanian dapat dikurangi sampai tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi
udara luar normal atau tingkat kadar yang setara dengan aktivitas air sehingga
bahan hasil pertanian akan aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis dan
kimiawi. (Zain, 2005).
Tujuan pengeringan bahan hasil pertanian adalah untuk mengurangi
kandungan air bahan sampai dengan kadar air aman, baik untuk proses
pengolahan maupun penyimpanan. Menurut Henderson (1976), pengeringan
adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
bahan dengan menggunakan media pengering (udara, cair, padat) sampai pada
tingkat kadar air kesetimbangan (equilibrium moisture content = EMC) dengan
kondisi udara luar (atmosfer) normal atau tingkat kadar air yang setara degnan
nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan oleh mikrobiologi, enzimatis, dan
kimia. (Zain, 2005)
Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode laju
pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Laju pengeringan tetap
akan berhenti pada saat air bebas dipermukaan habis dan laju pengurangan kadar
air akan berkurang secara progresif. Kadar air dimana laju pengeringan tetap
berhenti disebut kadar air kritis. Laju pengeringan menurun dibatasi oleh EMC
dari kurva kadar air antara nol dan mendekeati RH 100%.
2.2.1 Mekanisme Pengeringan
Mekanisme pengeringan adalah bagian terpenting dalam teknik
pengeringan karena dengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat
diperkirakan jumlah energi dan waktu proses optimum untuk tujuan pengawetan
dengan pengeringan.Energi yang dibutuhkan dalam pengeringan terutama adalah
berupa energi panas untuk meningkatkan suhu dan menambah tenaga pemindahan
air. Waktu proses erat kaitannya dengan laju pengeringan dan tingkat kerusakan
yang dapat dikendalikan akibat pengeringan (Afrianti, 2008).
Air dalam padatan ada yang terikat baik atau tidak terikat. Metode untuk
menghilangkan kadar air terikat yaitu penguapan. Penguapan terjadi Ketika
tekanan uap dari kelembaban pada permukaan padat sama dengan tekanan
atmosfer. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suhu kelembaban ke titik didih.
Fenomena semacam ini terjadi di pengering roller. Jika bahan kering sensitif
terhadap panas, maka temperatur dimana penguapan terjadi yaitu, titik didih dapat
diturunkan dengan menurunkan tekanan. Jika tekanan diturunkan di bawah titik
tripel, maka tidak ada fase cair dapat eksis dan kelembaban dalam produk beku.
Penambahan panas menyebabkan sublimasi es langsung ke uap air seperti dalam
kasus pengeringan beku (Mujumdar, 2006).
Dalam penguapan, pengeringan dilakukan dengan konveksi, yaitu dengan
melewatkan udara hangat di atas produk. Udara didinginkan oleh produk, dan
kelembaban ditransfer ke udara dengan produk dan dibawa pergi. Dalam hal ini
tekanan uap jenuh uap air di atas padatan kurang dari tekanan atmosfer. Sebuah
kebutuhan awal untuk pemilihan desain dan ukuran jenis pengering yang cocok
adalah penentuan karakteristik pengeringan. Informasi yang juga diperlukan
adalah karakteristik penanganan, keseimbangan kelembaban padat, dan kepekaan
bahan terhadap suhu, bersama dengan batas-batas suhu dicapai dengan sumber
panas tertentu. Perlakuan pengeringan padatan dapat dicirikan dengan mengukur
hilangnya kadar air sebagai fungsi dari waktu. Metode yang digunakan adalah
perbedaan kelembaban, berat, dan intermiten berat (Mujumdar, 2006).
Produk yang mengandung air berperilaku berbeda pada pengeringan sesuai
dengan kadar air mereka. Selama tahap pertama dari pengeringan laju
pengeringan konstan permukaan berisi air bebas. Penguapan berlangsung, dan
penyusutan mungkin terjadi sebagai kelembaban permukaan ditarik Kembali ke
permukaan padat (Mujumdar, 2006).
Dalam tahap laju pengeringan langkah untuk mengendalikan difusi uap air
pada antar muka udara kelembaban dan tingkat dimana permukaan untuk
difusiakan dihapus. Menjelang akhir periode laju konstan, air harus diangkut dari
bagian dalam solid ke permukaan oleh gaya kapiler dan laju pengeringan mungkin
masih konstan. Bagaimanapun, dihitung terhadap luas permukaan keseluruhan
solid, laju pengeringan jatuh meskipun tarif per satuan luas permukaan basah
padat tetap konstan. Hal ini menimbulkan ke tahap pengeringan kedua atau bagian
pertama dari periode laju jatuh, periode pengeringan permukaan tak jenuh. Bagian
dari kurva mungkin hilang sepenuhnya, atau mungkin merupakan periode tingkat
seluruh jatuh (Mujumdar, 2006).
2.2 Kandungan Air Bahan Pangan
Kandungan air sangat berpengaruh terhadap konsistensi bahan pangan,
dimana sebagian besar bahan pangan segar mempunyai kadar air 70% atau lebih.
Sebagai contoh, sayur-mayuran dan buah-buahan segar mempunyai kadar air 90-
95%, susu 85-90%, ikan 70-80%, telur 70-75% dan daging 60-70%.
Secara visual, air dalam bahan pangan dapat berada dalam keadaan bebas
atau terikat dengan komponen atau jaringan bahan pangan, berdasarkan tingkat
keterikatannya. Jumlah air yang berada di dalam bahan pangan dinyatakan dalam
persentase yang merupakan hasil analisis secara gravimetri. Nilai ini
mencerminkan jumlah air keseluruhan yang dikandung oleh bahan, kecuali air
terikat tipe I. Pada sisi lain, kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh
kelembaban nisbi/RH udara di sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah sedangkan
RH di sekitarnya tinggi, akan terjadi penyerapan uap air dari udara, sehingga
bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi.
Bila suhu bahan lebih rendah/dingin daripada sekitarnya, akan terjadi
kondensasi uap air udara pada permukaan bahan dan dapat menjadi media yang
baik bagi pertumbuhan kapang atau perkembangbiakan bakteri. (Syah, 2020)
Selain kadar air, salah satu terminologi yang sering digunakan untuk
menyatakan keberadaan air adalah aktivitas air yang disimbolkan dengan aw yang
mempunyai hubungan dengan kelembaban nisbi udara. Kelembaban nisbi adalah
perbandingan antara tekanan uap air di udara dengan tekanan uap air jenuh pada
suhu yang sama. Kelembaban nisbi menunukkan keadaan atmosfer di sekeliling
bahan atau larutan.
Nilai aw menunjukkan keadaan dari suatu larutan, yaitu perbandingan
antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air larutan dengan tekanan uap
air murni pada suhu yang sama. Jadi, air murni mempunyai aw 1,0. Pada keadaan
seimbang, aw akan seimbang dengan RH atau aw sama dengan RH/100. (Syah,
2020)
Aktivitas air (aw) berpengaruh terhadap stabilitas pangan. Berbagai reaksi
kimia yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan terjadi pada tingkat aw
tertentu. Sebagai contoh, kenaikan di atas zona I dan zona II akan menyebabkan
terjadinya oksidasi lipida. Hal ini dimungkinkan karena air pada zona I mengikat
hidroperoksida dan terlibat dalam dekomposisi, sehingga terjadi oksidasi. (Syah,
2020)
2.3 Kadar Air
Kandungan air dalam bahan hasil pertanian biasanya dinyatakan dalam
persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). (Zain, 2005)
Kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut:
100 Wm
m=
( Wm+Wd )

Sedangan kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut:


Wm
M=100
Wd
100 m
M=
( 100−m )
Dimana:
m = kadar air basis basah (%)
M = kadar air basis kering (%)
Wm = berat air dalam bahan (kg)
Wd = berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg)
Dalam perhitungan-perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering
dipakai karena pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah
dikeringkan tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan penurunan
kandungan air lebih terlihat dengan jelas. Penentuan kadar air dapat dilakukan
dengan dengan menggunakan dua metode, yaitu (Zain, 2005):
1. Metode praktis, metode ini mudah dilakukan tetapi hasilnya kurang teliti
sehingga sering perlu dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu. Yang termasuk
metode ini adalah metode kalsium karbida dan metode pengukuran dengan alat
ukur kadar air (electric moiture meter).
2. Metode dasar, kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat
yang diakibatkan oleh pengeringan dan pemanasan pada kondisi tertentu dan
dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk ke dalam
metode dasar adalah metode oven, metode destilasi dan metode Karl Fisher.

2.4 Oven Konveksi


Oven konveksi atau convection oven merupakan salah satu jenis oven yang
memiliki sirkulasi udara di sekitar makanannya. Yang membedakan convection
gas oven dengan oven gas biasa adalah sistem sirkulasi udara di dalam oven dan
type burnernya. Jika pada oven gas standar menggunakan type api atas bawah,
pada oven konveksi ini menggunakan type central burner yang di kombinasikan
dengan internal fan atau kipas blower. Pada konveksi alami disebabkan oleh
perbedaan suhu di dalam oven, untuk mentransfer panas ke dalam makanan yang
ada di dalam oven. Sebaliknya kipas yang ada di oven konveksi memungkinkan
lebih banyak panas yang akan ditransferkan atau dialirkan melalui trasfer panas
atau aliran hawa panas konvektif. Kipas angin membantu mendistribusikan panas
secara merata di seluruh makanan, menghangatkan suhu udara dingin yang
mengelilingi makanan di dalam oven,dan memungkinkan makanan menjadi
masak secara merata dalam waktu yang relatif singkat dan pada suhu yang lebih
rendah daripada menggunakan oven konvensional.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Aluminium Foil, untuk melapisi loyang;
2. Alat pengukus; untuk mengukus bahan;
3. Alat Penyemprot; untuk menyemprotkan larutan natrium metabisulfit
4. Baker glass, untuk mengukur larutan natrium metabisulfit
5. Batang pengaduk, untuk mengaduk larutan natrium metabisulfit
6. Cawan; untuk mewadahi bahan sebelum dan sesudah pengeringan;
7. Desikator, untuk menghilangkan air dari bahan;
8. Kompor; sebagai sumber panas untuk alat pengukus;
9. Loyang, untuk mewadahi bahan ketika proses pengeringan;
10. Oven konveksi; untuk mengeringkan bahan
11. Sarung tangan, untuk melindungi bahan dari kontaminasi;
12. Silica gel, unutk menerap kelembapan dari bahan;
13. Timbangan analitik, untuk menimbang bahan; dan
14. Ziplock, untuk membungkus bahan.
3.1.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Aquades
2. Kelapa parut;
3. Natrium Metabisulfat 50 ppm;

3.2 Prosedur Paktikum


a. Perlakuan tanpa pre-treatment
1. Menyiapkan alat dan bahan;
2. Menimbang kelapa parut sebanyak 100 gram;
3. Menyebarkan kelapa parut pada loyang yang sudah dilapisi dengan
aluminium foil;
4. Mengeringkan kelapa parut sesuai dengan kondisi pengeringan;
5. Melakukan pembalikan 1 kali selama proses pengeringan, proses
pembalikan dilakukan ketika mencapai setengah proses pengeringan;
6. Menimbang hasil kelapa parut kering yang didapatkan;
7. Menghitung nilai rendemen pengeringan;
8. Mengukur kadar air sampel dengan menggunakan metode AOAC.
b. Perlakuan dengan pre-treatment
1. Menyiapkan alat dan bahan;
2. Menimbang kelapa parut sebanyak 100 gram;
3. Menimbang 0,01 g natrium metabisulfite dan campurkan dengan dengan
200 ml Aquades;
4. Masukan larutan natrium metabisulfit ke dalam alat penyemprot;
5. Menyemprotkan natrium metabisulfite secara merata pada permukaan
bahan;
6. Mem-blanching bahan yang sudah disemprotkan dengan suhu 100℃
selama 5 menit;
7. Menimbang bahan hasil pre-treatment;
8. Menyebarkan kelapa parut pada loyang yang sudah dilapisi dengan
aluminium foil;
9. Mengeringkan kelapa parut sesuai dengan kondisi pengeringan;
10. Melakukan pembalikan 1 kali selama proses pengeringan;
11. Menimbang hasil kelapa parut kering yang didapatkan;
12. Menghitung nilai rendemen pengeringan;
13. Mengukur kadar air sampel dengan menggunakan metode AOAC.
BAB IV
HASIL DAN PERCOBAAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Keterangan Perlakukan Tiap Shift
Shift Suhu (ᵒC) Waktu (Jam)

A1 60 5

A2 50 4

A3 60 3

B1 70 4

B2 60 4

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Kadar Air Setelah Pengeringan


Massa bahan (gr)
Shift Perlakuan Massa Awal Massa Akhir Rendemen proses (%)
Pre-treatment 106 42.96 40.53
A1 Tanpa treatment 100.42 44.98 44.79
Pre-treatment 116.7 51.32 43.98
A2 Tanpa treatment 100.19 52.77 52.67
Pre-treatment 108.6 41.07 37.81
A3 Tanpa treatment 100.02 42.3 42.3
Pre-treatment 101.93 48.39 47.47
B1 Tanpa treatment 100.44 50.23 50.01
Pre-treatment 94.2 84.88 90.11
B2 Tanpa treatment 100 45.51 45.51
Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Kadar Air Setelah Pendinginan
a b c d Rata-
Kelompok
KAbb rata
dan Ulangan Massa Massa Massa Massa
Perlakuan cawan sampel+cawan sampel+cawan (%) KA
sampel (%)
kosong basah kering
1 5.059 5.060 10.119 10.085 0.67
B1 TP 2 5.032 5.006 10.038 10.012 0.52 0.54
3 5.085 5.009 10.094 10.072 0.44
B1
1 5.016 5.104 10.120 10.202 -1.61
B1 P 2 4.922 5.014 9.936 9.916 0.40 1.13
3 5.198 5.030 10.228 9.997 4.59
1 4.491 5.038 9.529 9.435 1.87
B2 TP 2 5.322 5.079 10.401 10.299 2.01 1.942
3 4.509 5.069 9.578 9.479 1.95
B2
1 4.828 5.000 9.828 7.502 46.52
B2 P 2 4.900 5.089 9.989 7.485 49.20 47.431
3 4.490 5.085 9.575 7.207 46.57
1 4.830 3.006 7.836 7.771 2.162
A1 TP 2 5.073 3.019 8.092 8.029 2.087 2.256
3 4.961 3.019 7.980 7.904 2.517
A1
1 4.988 3.004 7.992 7.948 1.465
A1 P 2 5.019 3.001 8.020 7.975 1.500 1.488
3 5.073 3.002 8.075 8.030 1.499
1 4.610 5.122 9.732 9.641 1.78
A2 TP 2 5.654 5.106 10.760 10.562 3.88 2.97
3 5.217 5.025 10.242 10.078 3.26
A2
1 5.026 5.122 10.228 10.138 1.73
A2 P 2 4.948 5.217 10.165 10.032 2.55 2.10
3 5.217 5.155 10.268 10.164 2.02
1 5.029 5 10.029 9.994 0.700
A3 TP 2 5.024 5 10.024 9.983 0.820 0.787
A3
3 5.040 5 10.040 9.998 0.840
A3 P 1 5.119 5 10.119 10.052 1.34 1.28

4.1 Perhitungan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata= …(1)
3

4.2.1 Perhitungan A1
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
2,162+ 2,087+2,517
Rata−rata= =2,255
3

2. Dengan Perlakuan

KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3


Rata−rata=
3
1,465+ 1,500+1,499
Rata−rata= =1,488
3

4.2.2 Perhitungan A2
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
1,78+3,88+3,26
Rata−rata= =2,97
3
2. Dengan Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3

1,73+32,55+2,02
Rata−rata= =2,10
3
4.2.3 Perhitungan A3
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
0,700+0,820+0,840
Rata−rata= =0,787
3

2. Dengan Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
1,34+1,32+1,18
Rata−rata= =1,28
3
4.2.4 Perhitungan B1
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
0,67+0,52+0,44
Rata−rata= =0,54
3

2. Dengan Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
1,61+ 0,40+4,59
Rata−rata= =1,13
3

4.2.5 Perhitungan B2
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
1,87+2,01+1,95
Rata−rata= =1,942
3

2. Dengan Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
46,52+49,20+ 46,57
Rata−rata= =47,431
3

4.1 Perhitungan Rendemen Proses


Massa Akhir
Rendemen Proses= ×100(1)
Massa Awal
4.3.1 Perhitungan A1
1. Dengan Perlakuan
42,96 gr
Rendemen Proses= × 100=40,53 %
106 gr
2. Tanpa Perlakuan
44,98 gr
Rendemen Proses= ×100 = 44,79%
100,42 gr

4.3.2 Perhitungan A2
1. Dengan Perlakuan
51,32 gr
Rendemen Proses= ×100=43,98 %
116,7 gr

2.Tanpa Perlakuan
52,77 gr
Rendemen Proses= ×100 = 52,67%
100,19 gr

4.3.3 Perhitungan A3
1. Dengan Perlakuan
41,07 gr
Rendemen Proses= × 100=37,81 %
108,6 gr

2. Tanpa Perlakuan
42,3 gr
Rendemen Proses= ×100=42,3 %
100,02 gr

4.3.4 Perhitungan B1
1. Dengan Perlakuan
48,39 gr
Rendemen Proses= ×100=47,47 %
101,93 gr

2. Tanpa Perlakuan
50,23 gr
Rendemen Proses= ×100=50,01 %
100,44 gr

4.3.5 Perhitungan B2
1. Dengan Perlakuan
84,88 gr
Rendemen Proses= ×100=90,11 %
94,22 gr
2. Tanpa Perlakuan
45,51 gr
Rendemen Proses= ×100=45,51 %
100 gr

4.2 Grafik
4.3.1 Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Air

Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Air


50
, Pretreatment
40
Rata-rata KA (%)

30
Tanpa Pretreatment
20 Pretreatment
, Tanpa Pre-
10 treatment
,A3,B2 Tanpa , Pretreatment
0, Pretreatment Pretreatment , Tanpa Pre-
50 , A3 Pre-
60 70 treatment
treatment
Suhu (oC

Gambar 1. Grafik Pengaruh Suhu terhadap Kadar Air

4.3.2 Grafik Pengaruh Lama Waktu Terhadap Kadar Air

Pengaruh Lama Waktu Terhadap Kadar


Air
50 , Pretreatment
40
Rata-rata KA (%)

30 Tanpa Pretreatment
Pretreatment
20
, Tanpa Pre-
10 treatment , Pretreatment
, Tanpa Pre- ,B2 Tanpa Pre- , Tanpa Pre-
0 treatment
3, Pretreatment treatment
4 , Pretreatment 5 treatment
, Pretreatment
Waktu (Jam)

Gambar 2. Grafik Pengaruh Suhu Lama Waktu Terhadap Kadar Air


BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan praktikum mengenai


pengeringan bahan hasil pertanian menggunakan oven konveksi. Praktikum kali
ini dilakukan dengan tujuan supaya mahasiswa dapat melakukan percobaan
terhadap proses pengeringan bahan hasil pertanian menggunakan oven konveksi.
Sesuai dengan judul praktikum, praktikum kali ini menggunakan oven konveksi
atau convection oven sebagai alat praktikum.
Seperti yang sudah dibahas pada sebelumnya, pengeringan merupakan
operasi pengurangan kadar air bahan padat sampai batas tertentu sehingga bahan
tersebut bebas terhadap serangan mikroorganisme, enzim, dan insekta yang
merusak. Pengeringan pada bahan hasil pertanian dilakukan untuk mengurangi
kandungan air bahan sampai dengan kadar air aman, baik untuk proses
pengolahan maupun penyimpanan.
Dalam Praktikum Kali ini, praktikan menggunakan kelapa parut
(desiccated coconut) sebagai bahan praktikum. Bahan tersebut dilakukan
pengeringan untuk dilihat kadar airnya. Berdasarkan dari praktikum yang sudah
dilakukan, didapati data berupa rata-rata kadar air dari kelapa parut A1 tanpa
perlakuan sebesar 2.256. A1 dengan perlakuan sebesar1.488. Kemudian pada A2
tanpa perlakuan didapati nilai rata-rata kadar air nya sebesar 2.97. Kemudian pada
A2 dengan perlakuan sebesar 2.10. Kemudian pada A3 tanpa perlakuan didapati
nilai rata-rata kadar air nya sebesar 0.787. Kemudian pada A3 dengan perlakuan
sebesar 1.28.
Kemudian didapati juga data berupa rata-rata kadar air dari kelapa parut
B1 tanpa perlakuan sebesar 0.54. B1 dengan perlakuan sebesar1.13. Kemudian
pada B2 tanpa perlakuan didapati nilai rata-rata kadar air nya sebesar 1.942.
Kemudian pada B2 dengan perlakuan sebesar 47.473.
Berdasarkan dari data yang telah didapat dari praktikum kali ini, dapat
dilihat bahwa pada Kelapa parut A1, nilai rata-rata kadar air kelapa parut setelah
pengeringan tanpa perlakuan lebih besar dibandingkan dengan yang diberi
perlakuan. Kemudian untuk kelapa parut A2, nilai rata-rata kadar air kelapa parut
setelah pengeringan tanpa perlakuan lebih besar dibandingkan dengan yang diberi
perlakuan. Kemudian pada A3, nilai rata-rata kadar air kelapa parut setelah
pengeringan tanpa perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan yang diberi
perlakuan.
Kemudian pada A3, nilai rata-rata kadar air kelapa parut setelah
pengeringan tanpa perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan yang diberi
perlakuan. Kemudian pada A3, nilai rata-rata kadar air kelapa parut setelah
pengeringan tanpa perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan yang diberi
perlakuan.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Pengeringan Bahan Hasil Pertanian
Menggunakan Oven Konveksi kali ini adalah sebagai berikut:
1. Pengeringan adalah pengurangan kadar air yang dilakukank untuk
menambah umur simpan bahan;
2. Kadar air adalah banyaknya air yang terknadung pada suatu bahan;
3. Oven konveksi mempunyai kipas di dalamnya sehingga pengeringan pada
bahan menjadi lebih merata;
4. Pada kelapa parut A1 dan A2, nilai rata-rata kadar air tanpa perlakuan
lebih besar dibandingkan dengan yang diberi perlakuan; dan
5. Pada kelapa parut A3, B1, B2, nilai rata-rata kadar air tanpa perlakuan
lebih kecil dibandingkan dengan yang diberi perlakuan.
6.2 Saran
Saran untuk praktikum pada kali ini adalah praktikan dapat
mengumpulkan laporan praktikum dalan bentuk soft file.
DAFTAR PUSTAKA

Zain, Sudaryanto. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. 2005. Bandung: Giratuna

Syah, Dahrul. Pengantar Teknologi Pangan. 2020. Bogor: PT Penerbit IPB Press

Mujumdar, A. Handbook of Industrial Drying, 3rd ed . CRC Press. Singapura.

Afrianti, Leni H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.


LAMPIRAN

Dokumentasi Praktikum

Gambar 1. Praktikan Memasukkan Bahan ke dalam Oven Konveksi


(sumber: Dokumentasi Pribadi : 2022)
Gambar 2. Pembuatan Larutan Natrium Metabisulfit
(sumber: Dokumentasi Pribadi : 2022)

Gambar 3. Penyemprotan Larutan kepada Bahan


(sumber: Dokumentasi Pribadi : 2022)

Gambar 4. Peletakan Bahan ke Loyang


(sumber: Dokumentasi Pribadi : 2022)

Anda mungkin juga menyukai