LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Pengeringan Bahan Hasil Pertanian Menggunakan Oven Konveksi)
Oleh:
Nama : Haidar Tsaqib Asadel
NPM : 240110200079
Hari, Tanggal Praktikum : Jum’at, 18 Oktober 2022
Waktu : 7:30 – 9:10 WIB
Asisten Praktikum : 1. Andri Permana
2. Afifah Tri Novita
3. Farellya Asyifa
4. Khalish Gefalro
5. M. Nashir Effendy
2.1 Pengeringan
Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat
sampai batas tertentu sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan
mikroorganisme, enzim, dan insekta yang merusak. Secara lebih luas, pengeringan
merupakan proses yang terjadi secara simultan antara perpindahan padas dari
udara pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan air dari
bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan
kelembapan antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan (Mujumdar,
2006).
Proses pengeringan di dalam industri pertanian merupakan salah satu
tahapan yang cukup penting dari beberapa proses lainnya dalam penanganan
bahan hasil pertanian. Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan yang
terjadi pada bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih
melakukan proses respirasi sehingga apabila disimpan dalam waktu yang lama
akan mengalami pembusukan. Dengan proses pengeringan, kadar air bahan hasil
pertanian dapat dikurangi sampai tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi
udara luar normal atau tingkat kadar yang setara dengan aktivitas air sehingga
bahan hasil pertanian akan aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis dan
kimiawi. (Zain, 2005).
Tujuan pengeringan bahan hasil pertanian adalah untuk mengurangi
kandungan air bahan sampai dengan kadar air aman, baik untuk proses
pengolahan maupun penyimpanan. Menurut Henderson (1976), pengeringan
adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
bahan dengan menggunakan media pengering (udara, cair, padat) sampai pada
tingkat kadar air kesetimbangan (equilibrium moisture content = EMC) dengan
kondisi udara luar (atmosfer) normal atau tingkat kadar air yang setara degnan
nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan oleh mikrobiologi, enzimatis, dan
kimia. (Zain, 2005)
Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode laju
pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Laju pengeringan tetap
akan berhenti pada saat air bebas dipermukaan habis dan laju pengurangan kadar
air akan berkurang secara progresif. Kadar air dimana laju pengeringan tetap
berhenti disebut kadar air kritis. Laju pengeringan menurun dibatasi oleh EMC
dari kurva kadar air antara nol dan mendekeati RH 100%.
2.2.1 Mekanisme Pengeringan
Mekanisme pengeringan adalah bagian terpenting dalam teknik
pengeringan karena dengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat
diperkirakan jumlah energi dan waktu proses optimum untuk tujuan pengawetan
dengan pengeringan.Energi yang dibutuhkan dalam pengeringan terutama adalah
berupa energi panas untuk meningkatkan suhu dan menambah tenaga pemindahan
air. Waktu proses erat kaitannya dengan laju pengeringan dan tingkat kerusakan
yang dapat dikendalikan akibat pengeringan (Afrianti, 2008).
Air dalam padatan ada yang terikat baik atau tidak terikat. Metode untuk
menghilangkan kadar air terikat yaitu penguapan. Penguapan terjadi Ketika
tekanan uap dari kelembaban pada permukaan padat sama dengan tekanan
atmosfer. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suhu kelembaban ke titik didih.
Fenomena semacam ini terjadi di pengering roller. Jika bahan kering sensitif
terhadap panas, maka temperatur dimana penguapan terjadi yaitu, titik didih dapat
diturunkan dengan menurunkan tekanan. Jika tekanan diturunkan di bawah titik
tripel, maka tidak ada fase cair dapat eksis dan kelembaban dalam produk beku.
Penambahan panas menyebabkan sublimasi es langsung ke uap air seperti dalam
kasus pengeringan beku (Mujumdar, 2006).
Dalam penguapan, pengeringan dilakukan dengan konveksi, yaitu dengan
melewatkan udara hangat di atas produk. Udara didinginkan oleh produk, dan
kelembaban ditransfer ke udara dengan produk dan dibawa pergi. Dalam hal ini
tekanan uap jenuh uap air di atas padatan kurang dari tekanan atmosfer. Sebuah
kebutuhan awal untuk pemilihan desain dan ukuran jenis pengering yang cocok
adalah penentuan karakteristik pengeringan. Informasi yang juga diperlukan
adalah karakteristik penanganan, keseimbangan kelembaban padat, dan kepekaan
bahan terhadap suhu, bersama dengan batas-batas suhu dicapai dengan sumber
panas tertentu. Perlakuan pengeringan padatan dapat dicirikan dengan mengukur
hilangnya kadar air sebagai fungsi dari waktu. Metode yang digunakan adalah
perbedaan kelembaban, berat, dan intermiten berat (Mujumdar, 2006).
Produk yang mengandung air berperilaku berbeda pada pengeringan sesuai
dengan kadar air mereka. Selama tahap pertama dari pengeringan laju
pengeringan konstan permukaan berisi air bebas. Penguapan berlangsung, dan
penyusutan mungkin terjadi sebagai kelembaban permukaan ditarik Kembali ke
permukaan padat (Mujumdar, 2006).
Dalam tahap laju pengeringan langkah untuk mengendalikan difusi uap air
pada antar muka udara kelembaban dan tingkat dimana permukaan untuk
difusiakan dihapus. Menjelang akhir periode laju konstan, air harus diangkut dari
bagian dalam solid ke permukaan oleh gaya kapiler dan laju pengeringan mungkin
masih konstan. Bagaimanapun, dihitung terhadap luas permukaan keseluruhan
solid, laju pengeringan jatuh meskipun tarif per satuan luas permukaan basah
padat tetap konstan. Hal ini menimbulkan ke tahap pengeringan kedua atau bagian
pertama dari periode laju jatuh, periode pengeringan permukaan tak jenuh. Bagian
dari kurva mungkin hilang sepenuhnya, atau mungkin merupakan periode tingkat
seluruh jatuh (Mujumdar, 2006).
2.2 Kandungan Air Bahan Pangan
Kandungan air sangat berpengaruh terhadap konsistensi bahan pangan,
dimana sebagian besar bahan pangan segar mempunyai kadar air 70% atau lebih.
Sebagai contoh, sayur-mayuran dan buah-buahan segar mempunyai kadar air 90-
95%, susu 85-90%, ikan 70-80%, telur 70-75% dan daging 60-70%.
Secara visual, air dalam bahan pangan dapat berada dalam keadaan bebas
atau terikat dengan komponen atau jaringan bahan pangan, berdasarkan tingkat
keterikatannya. Jumlah air yang berada di dalam bahan pangan dinyatakan dalam
persentase yang merupakan hasil analisis secara gravimetri. Nilai ini
mencerminkan jumlah air keseluruhan yang dikandung oleh bahan, kecuali air
terikat tipe I. Pada sisi lain, kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh
kelembaban nisbi/RH udara di sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah sedangkan
RH di sekitarnya tinggi, akan terjadi penyerapan uap air dari udara, sehingga
bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi.
Bila suhu bahan lebih rendah/dingin daripada sekitarnya, akan terjadi
kondensasi uap air udara pada permukaan bahan dan dapat menjadi media yang
baik bagi pertumbuhan kapang atau perkembangbiakan bakteri. (Syah, 2020)
Selain kadar air, salah satu terminologi yang sering digunakan untuk
menyatakan keberadaan air adalah aktivitas air yang disimbolkan dengan aw yang
mempunyai hubungan dengan kelembaban nisbi udara. Kelembaban nisbi adalah
perbandingan antara tekanan uap air di udara dengan tekanan uap air jenuh pada
suhu yang sama. Kelembaban nisbi menunukkan keadaan atmosfer di sekeliling
bahan atau larutan.
Nilai aw menunjukkan keadaan dari suatu larutan, yaitu perbandingan
antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air larutan dengan tekanan uap
air murni pada suhu yang sama. Jadi, air murni mempunyai aw 1,0. Pada keadaan
seimbang, aw akan seimbang dengan RH atau aw sama dengan RH/100. (Syah,
2020)
Aktivitas air (aw) berpengaruh terhadap stabilitas pangan. Berbagai reaksi
kimia yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan terjadi pada tingkat aw
tertentu. Sebagai contoh, kenaikan di atas zona I dan zona II akan menyebabkan
terjadinya oksidasi lipida. Hal ini dimungkinkan karena air pada zona I mengikat
hidroperoksida dan terlibat dalam dekomposisi, sehingga terjadi oksidasi. (Syah,
2020)
2.3 Kadar Air
Kandungan air dalam bahan hasil pertanian biasanya dinyatakan dalam
persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). (Zain, 2005)
Kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut:
100 Wm
m=
( Wm+Wd )
A1 60 5
A2 50 4
A3 60 3
B1 70 4
B2 60 4
4.1 Perhitungan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata= …(1)
3
4.2.1 Perhitungan A1
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
2,162+ 2,087+2,517
Rata−rata= =2,255
3
2. Dengan Perlakuan
4.2.2 Perhitungan A2
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
1,78+3,88+3,26
Rata−rata= =2,97
3
2. Dengan Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
1,73+32,55+2,02
Rata−rata= =2,10
3
4.2.3 Perhitungan A3
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
0,700+0,820+0,840
Rata−rata= =0,787
3
2. Dengan Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
1,34+1,32+1,18
Rata−rata= =1,28
3
4.2.4 Perhitungan B1
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
0,67+0,52+0,44
Rata−rata= =0,54
3
2. Dengan Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
1,61+ 0,40+4,59
Rata−rata= =1,13
3
4.2.5 Perhitungan B2
1. Tanpa Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
1,87+2,01+1,95
Rata−rata= =1,942
3
2. Dengan Perlakuan
KAbb 1+ KAbb 2+ KAbb 3
Rata−rata=
3
46,52+49,20+ 46,57
Rata−rata= =47,431
3
4.3.2 Perhitungan A2
1. Dengan Perlakuan
51,32 gr
Rendemen Proses= ×100=43,98 %
116,7 gr
2.Tanpa Perlakuan
52,77 gr
Rendemen Proses= ×100 = 52,67%
100,19 gr
4.3.3 Perhitungan A3
1. Dengan Perlakuan
41,07 gr
Rendemen Proses= × 100=37,81 %
108,6 gr
2. Tanpa Perlakuan
42,3 gr
Rendemen Proses= ×100=42,3 %
100,02 gr
4.3.4 Perhitungan B1
1. Dengan Perlakuan
48,39 gr
Rendemen Proses= ×100=47,47 %
101,93 gr
2. Tanpa Perlakuan
50,23 gr
Rendemen Proses= ×100=50,01 %
100,44 gr
4.3.5 Perhitungan B2
1. Dengan Perlakuan
84,88 gr
Rendemen Proses= ×100=90,11 %
94,22 gr
2. Tanpa Perlakuan
45,51 gr
Rendemen Proses= ×100=45,51 %
100 gr
4.2 Grafik
4.3.1 Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Air
30
Tanpa Pretreatment
20 Pretreatment
, Tanpa Pre-
10 treatment
,A3,B2 Tanpa , Pretreatment
0, Pretreatment Pretreatment , Tanpa Pre-
50 , A3 Pre-
60 70 treatment
treatment
Suhu (oC
30 Tanpa Pretreatment
Pretreatment
20
, Tanpa Pre-
10 treatment , Pretreatment
, Tanpa Pre- ,B2 Tanpa Pre- , Tanpa Pre-
0 treatment
3, Pretreatment treatment
4 , Pretreatment 5 treatment
, Pretreatment
Waktu (Jam)
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Pengeringan Bahan Hasil Pertanian
Menggunakan Oven Konveksi kali ini adalah sebagai berikut:
1. Pengeringan adalah pengurangan kadar air yang dilakukank untuk
menambah umur simpan bahan;
2. Kadar air adalah banyaknya air yang terknadung pada suatu bahan;
3. Oven konveksi mempunyai kipas di dalamnya sehingga pengeringan pada
bahan menjadi lebih merata;
4. Pada kelapa parut A1 dan A2, nilai rata-rata kadar air tanpa perlakuan
lebih besar dibandingkan dengan yang diberi perlakuan; dan
5. Pada kelapa parut A3, B1, B2, nilai rata-rata kadar air tanpa perlakuan
lebih kecil dibandingkan dengan yang diberi perlakuan.
6.2 Saran
Saran untuk praktikum pada kali ini adalah praktikan dapat
mengumpulkan laporan praktikum dalan bentuk soft file.
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Dahrul. Pengantar Teknologi Pangan. 2020. Bogor: PT Penerbit IPB Press
Dokumentasi Praktikum