Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KIMIA PANGAN

PENGERINGAN BAHAN PANGAN

Disusun oleh:
Nama:
 SITI ALIFSA SYAKIENTA 173020222
 RIRIN HAIRINI 173020229
 M ALFIKRI A G 173020243
 PRAYOGA BAGAS K 173020
 WINA HALIMAH 173020259
 PRASTITI NOVIANDARI 173020267
Kelas: F
Teknologi Pangan
Universitas Pasundan
Bandung
2018
Pengertian dan Tujuan Pengeringan

Teknologi pemrosesan bahan pangan terus berkembang dari waktu ke waktu.


Perkembangan teknologi ini didorong oleh kebutuhan pangan manusia yang terus meningkat
yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia. Pada saat yang sama, luas
lahan penghasil bahan pangan makin menyempit. Hal tersebut menyebabkan dibutuhkannya
teknologi-teknologi pemrosesan pangan yang mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas
produk makanan; salah satunya adalah teknologi pengeringan bahan makanan.

Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi dalam
pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas kandungan air yang ditentukan
dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber panas dan penerima uap cairan (Sumber:
Treybal, 1980).

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air
tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan kimia.
Pengeringan pada dasarnya merupakan proses perpindahan energy yang digunakan untuk
menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan
bahan pangan dapat diperlambat. Kelembapan udara pengering harus memenuhi syarat yaitu
sebesar 55 – 60% (Pinem, 2004).

Ditambahkan penjelasan menurut Juliana dan Somnaikubun (2008), pengeringan adalah


suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan
melalui penerapan energi panas. Pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi
surya (pengeringan alami) dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan peraiatan khusus yang
digerakkan dengan tenaga listrik. Proses pengeringan bahan pangan dipengaruhi oleh luas
permukaan bahan pangan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap air dan sumber energi
yang digunakan serta jenis bahan yang akan dikeringkan. Nilai gizi makanan yang kering akan
lebih rendah jika dibandingkan dengan makanan yang segar. Pengeringan akan menyebabkan
tejadinya perubahan warna, tekstur dan aroma bahan pangan. Pada umunmya bahan pangan yang
diikeringkan akan mengalami pencoklatan (browning) yang disebabkan oleh reaksi-reaksi non-
enzimatik. Pengeringan menyebabkan kadar air bahan pangan menjadi rendah yang juga akan
menyebabkan zat-zat yang terdapat pada bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat dan
mineral akan lebih terkonsentrasi. Vitamin - vitamin yang terdapat dalam bahan pangan yang
dikeringkan akan mengalami penurunan mutu, hal ini disebabkan karena ada berberapa vitamin
yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Proses pengeringan yang berlangsung pada suhu yang
sangat tinggi akan menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu bagian permukaan bahan
pangan sudah kering sekali bahkan mengeras sedangkan bagian dalamnya masih basah.

Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air suatu bahan hingga mencapai
kadar air tertentu. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara
karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu
bahan dapat menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban
yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan (Trayball E.Robert, 1981).
Mekanisme pengendalian proses pengeringan produk pangan bergantung pada struktur
bahan beserta parameter pengeringan: kadar air, dimensi produk, suhu medium pemanas,
berbagai laju perpindahan pada permukaan dan kesetimbangan kadar air. Kesetimbangan kadar
air ini bergantung kepada sifat alami bahan padat yang dikeringkan dan kondisi udara pengering.
Oleh karenanya mekanisme pengeringan dapat dibagi dalam 3 katagori. Pertama, penguapan dari
suatu permukaan bebas. Operasi ini mengikuti hukum pindah panas dan pindah masa yang
berlaku pada suatu objek basah. Kedua, aliran bahan cair dalam pipa-pipa kapiler, dan yang
ketiga difusi bahan cair atau uap air. Operasi ini mengikuti hukum difusi II Fick's law .
Kemampuan udara pengering memindahkan air dari produk yang dikeringkan bergantung kepada
suhu dan jumlah uap air yang berada atau dikandung oleh udara tersebut atau dikenal dengan
istilah kelembaban mutlak udara ( absolute humidity ).

Pengeringan makanan memiliki dua tujuan utama. Tujuan pertama adalah sebagai sarana
pengawetan makanan. Mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan makanan tidak dapat
berkembang dan bertahan hidup pada lingkungan dengan kadar air yang rendah. Selain itu,
banyak enzim yang mengakibatkan perubahan kimia pada makanan tidak dapat berfungsi tanpa
kehadiran air (Sumber : Geankoplis, 1993). Tujuan kedua adalah untuk meminimalkan biaya
distribusi bahan makanan karena makanan yang telah dikeringkan akan memiliki berat yang
lebih rendah dan ukuran yang lebih kecil.

Tujuan Pengeringan Bahan Pangan

Ada 2 tujuan utama pengeringan bahan pangan , yaitu meningkatkan umur simpan dan
mengurangi berat atau volume bahan.  Namun selain kedua tujuan utama tersebut ada empat
tujuan lain yang bisa di capai dengan mengeringkan bahan pangan, yaitu:
1. Mengurangi risiko kerusakan karena aktivitas mikroba. Mikroba memerlukan air untuk
pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang, maka aktivitas mikroba dapat dihambat
atau dimatikan.
2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.
3. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan penggunaannya.
4. Untuk mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan,
misalnya mineral, vitamin, dsb

Prinsip Dasar Pengeringan

Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa
yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium
pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus
dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran
fluida di mana cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan
berlangsung. Jadi panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui
berbagai macam tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas.
Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan cara pemanasan yang
digunakan. Dengan sangat terbatasnya kadar air pada bahan yang telah dikeringkan, maka
enzim-enzim yang ada pada bahan menjadi tidak aktif dan mikroorganisme yang ada pada bahan
tidak dapat tumbuh.

Pertumbuhan mikroorganisme dapat dihambat, bahkan beberapa jenis dimatikan karena


mikroorganisme seperti umumnya jasad hidup yang lain membutuhkan air untuk proses
metabolismenya. Mikroorganisme hanya dapat hidup dan melangsungkan pertumbuhannya pada
bahan dengan kadar air tertentu. Walaupun setelah proses pengeringan secara fisik masih
terdapat (tersisa) molekul-molekul air yang terikat, tetapi molekul air tersebut tidak dapat
dipergunakan oleh mikrooganisme. Di samping itu enzim tidak mungkin aktif pada bahan yang
sudah dikeringkan, karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai medianya. Berdasarkan hal
tersebut, berarti kalau kita bermaksud mengawetkan bahan melalui proses pengeringan, maka
harus diusahakan kadar air yang tertinggal tidak mungkin dipakai untuk aktivitas enzim dan
mikroorganisme.
Contohnya pada proses pengeringan pada ikan. Proses pengeringan pada prinsipnya
adalah proses mengurangi kadar air dalam bahan. Menurut Abdullah (2003), untuk mencegah
bakteri dan enzyme bekerja dalam ikan, selain mengurangi kadar air dalam ikan, diperlukan juga
pengendalian temperatur dan RH udara tempat penyimpanan ikan. Beberapa variabel yang
penting dalam proses pengeringan ikan adalah: temperatur, RH dan laju aliran udara serta waktu
pengeringan. Kadar air ikan bervariasi antara 50% - 80%. Untuk mengurangi aktivitas bakteri
dan enzym, kadar air ikan sebaiknya dijaga dibawah 25% (Handoyo et al., 2011).

Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan


kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap
air udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi
penguapan (Adawyah, 2006).

Proses pengeringan didasari oleh terjadinya penguapan air (pengisapan air oleh udara)
sebagai akibat perbedaan kandungan air produk dengan udara sekitar. Apabila kandungan uap air
diudara cukup rendah berarti udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah sehingga
kesempatan untuk terjadinya penguapan semakin besar. Makin tinggi perbedaan kandungan uap
air di udara dengan produk, maka semakin banyak kandungan air yang dikeringkan dapat
menguap karena kesanggupan udara untuk menampungnya semakin besar (Zaelanie, 2004).

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara yang umum untuk mengeringkan ikan
adalah dengan menguapkan air dari tubuh ikan, yaitu dengan menggunakan tiupan udara panas.
Penguapan dimulai dari bagian permukaan, kemudian menjalar kebagian – bagian yang lebih
dalam. Kecepatan penguapan atau pengeringan ditentukan oleh factor – factor sebagai berikut:
-       Kecepatan Udara, Makin cepat udara bertiup di atas ikan, makin cepat ikan menjadi kering.
-       Temperatur Udara, Makin tinggi temperature, makin cepat ikan menjadi kering.
-       Kelembapan Udara, Makin lembab udara, makin lambat ikan menjadi kering
-       Ukuran dan Tebal Ikan, Makin tebal ikan, makin lambat ikan kering. Namun makin luas
permukaan ikamn, makin cepat ikan menjadi kering.
-       Arah Aliran Udara Terhadap Ikan, Makin kecil sudut antara ikan dengan arah aliran
udara, makin cepat pengeringannya.
-       Sifat Ikan, Makin ikan tersebut berlemak, makin lama dan sulit pengeringannya.
Proses Pengeringan

Menurut Suwarnadwipa dan Hendra (2008) proses pengeringan merupakan proses


perpindahan sejumlah massa uap air secara simultan, dengan membutuhkan energy untuk
menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan ke media pengering. Proses
berpindahnya sejumlah massa uap air karena adanya perbedaan konsentrasi uap air antara suatu
bahan dengan lingkungannya.

Proses pengeringan yang diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan
dengan menurunkan kelembapan nisbi udara dengan memengalirkan udara penas disekeliling
bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari pada tekanan uap air di udara. Perbedaan
tekanan itu menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara (Adawyah, 2006).

Selain perbedaan tekanan uap yang mempengaruhi proses pengeringan, menurut Setyoko
et al., (2008), Proses pengeringan ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara lingkungan,
kecepatan aliran udara pengering, kandungan air yang diinginkan, energi pengeringan dan
kapasitas pengeringan. Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan sehubungan
permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan
air bahan menuju permukaan. Dan lebih lanjut, pengeringan cepat menyebabkan pengerasan
pada permukaan bahan sehingga air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhambat. Di
samping itu, kondisi pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bahan.
Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan dilakukan dengan mem perhatikan kontak
antara alat pengering dengan alat pemanas (baik berupa udara panas yang dialirkan maupun alat
pemanas lainnya). Namun demi pertimbangan-pertim bangan standar gizi maka pemanasan
dianjurkan tidak lebih dari 850C.

Teknik Pengeringan Pada Ikan

Munurut Murniyati dan Sunarman (2000), pada dasarnya, cara – cara pengeringam atau
pengurangan kadar air dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai berikut:
a.    Pengeringan Alami (natural drying)
b.    Pengeringan Buatan (artificial drying) atau Pengeringan Mekanis (mechanical drying).

 Pengeringan Alami

a.    Pengeringan dengan Sinar Matahari

Menurut Handoyo et al., (2011), proses pengawetan yang sering dilakukan nelayan,
terutama di daerah Ujung Pandang, adalah dengan pengeringan tradisional setelah dibersihkan
dan digarami. Pengeringan dilakukan dengan menjemur ikan selama ± 3 hari jika cuaca cerah
dan membalik-balik ikan sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata. Pengeringan tradisional
ini memerlukan tempat yang luas karena ikan yang dikeringkan tidak bisa ditumpuk saat
dijemur. Pada saat udara luar terlalu kering dan panas, pengeringan dapat terjadi terlalu cepat
sehingga terjadi case hardening (permukaan daging ikan mengeras). Masalah lain adalah
kebersihan/higienitas ikan yang dikeringkan sangat kurang karena proses pengeringan dilakukan
di tempat terbuka yang memungkinkan dihinggapi debu dan lalat.
Cara tersebut memang sangat sederhana sehingga setiap orang dapat melaksanakannya
bahkan tanpa alat sekalipun, dikenal dengan penjemuran. Keuntungan pengeringan dengan
menggunakan sinar metahari tidak diperlukan penanganan khhusus dan mahal serta dapat
dikerjakan oleh siapa saja. Namun kelemahan dari pengeringan dengan menggunakan
sinarmatahari berjalan sangat lambat sehingga terjadi pembusukan sebelum menjadi kering.
Hasil pengeringan pun tidak merata dan pelaksanaan tergantung oleh alam. Jarang diperoleh ikan
kering yang berkualitas tinggi, selain itu memerlukan tempat yang luas dan udah terkontaminasi
(Adawyah, 2007).

Di dalam pengeringan alami yang hanya memanfaatkan sinar matahari dan angin, ikan
dijemur diatas rak – rak yang dipasang agak miring (±150) kearah datangnya angin, dan
diletakkan di bawah sinar matahari tempat angin bebas bertiup. Angin berfungsi memindahkan
uap air yang terlepas dari ikan ketempat lain, sehingga penguapan dapat berlangsung lebih cepat.
Tanpa ada pergerakan udara, misalnya jika penjemuran dilakukan pada tempat tertutup dan tidak
ada angin di tempat itu, maka pengerngan akan berjalan lambat. Bagitu halnya dengan intensitas
sinar matahari, Intensitas sinar matahari mempengaruhi kecepatan penguapan. Penguapan
berjalan lebih lambat apabila tidak ada sinar matahari (Murniyati dan Sunarman. 2000).

Menurut Zaelanie (2004), pada musim hujan, pengeringan ikan biasanya akan berjalan
lebih lambat, apalgi bila tidak ada angin. Hal ini sangat merugikan karena pembusukan sering
kali terjadi. Sebaliknya jika udara terlalu panas, pengeringan terlalu cepat sehingga dapat tgerjadi
case hardening yaitu pengerasan permukaan tubuh ikan tetapi bagiian dalamnya masih basah.
Kerugian akibat hal ini dapat di cegah dengan cara:
 Penjemuran dilakukan ditempat yang teduh (dibawah atap).
 Penjemuran secara periodic, misalnya ikan dijemur pada pagi sampai siang hari
kemudian diangkat dan sore hari dijemur lagi.

b.    Pengeringan Rumah Kaca/Surya

Menurut Tapotubun dan fien (2008), Untuk mengetasi kontaminasi, pengeringan dapat
dilakukan dengan menggunakan rumah pengering surya berpelidung kasa yang tembus
cahayapada bagian atas sehingga pengeringan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan untuk
bagian bawah dan samping digunakan kasa berwarna gelap atau hitam sehingga panas yang
masuk tidak langsung keluar tetapi terkumpul di rumah pengering sehingga proses pengeringan
berlangsung lebih cepat.

Dijelaskan pula dalam penelitian Handoyo et al., (2011), proses pengeringan ikan di
beberapa negara di Afrika, seperti di Negara Sao Tome and Principe, Negeria dan Congo telah
menggunakan pengering surya terutama setelah adanya kampanye untuk memperhatikan
kesehatan (terkait pengeringan tradisional yang kurang higienis) yang diadakan oleh kaum
wanita pada akhir tahun 2001. Pengering surya mempunyai keuntungan: sederhana, biaya rendah
dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Waktu proses pengeringan dengan pengering surya
dapat berkurang sebanyak 65% dibanding pengeringan tradisional yang hanya menggunakan
sinar matahari di tempat terbuka. Dengan pengering surya, ikan yang telah dikeringkan punya
kualitas lebih baik dan bahkan harga jual meningkat 20% dibanding sebelumnya di Sao Tome
and Principe. Pengering surya untuk ikan dapat berupa ruang kaca yang memanfaatkan efek
rumah kaca (green-house effect) dan dapat pula menggunakan kolektor surya yang dihubungkan
dengan ruang pengering.

Suhu dalam ruangan dapat ditingkatkan dengan penggunaan bidang warna hitam. Bidang
hitam (misalnya:lembaran plastic hitam) bersifat menyerap panas lebih cepat. Lembaran plastic
warna hitam ini dapat dijadikan sebagai alas rak – rak penjemur ikan dan dapat juga diletakkan
di sebagian dinding. Sisi yang hitam diletakkan di bagian barat pada pagi hari dan di bagian
timur pada sore hari. Pengering rumah kaca ini sangat bermanfaat dalam upaya peningkatan
hygiene. Gangguan lalat, kontaminasi debu, dan kotoran dapat diminimalisasi. Manfaat lain
adalah ketika musim hujan, air hujan tidak akan membasahi ikan dan kita tidak perlu
memindahkan ikan ketempat yang teduh (Zaelanie et al., 2004).

 Pengeringan Buatan

a.    Pengeringan mekanis

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), karena banyaknya kesultan- kesulitan yang
didapat pada pengeringan secara alami, maka manusia telah mencoba membuat peralatan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien. Alat pengering mekanis berupa
suatu ruang atau cabinet dengan udara panas yang ditiupkan didalamnya. Hal – hal pokok yang
membuat pengeringan mekanis ini lebih baik daripada pengeringan alami ialah:
1.    Suhu, kelembapan, dan kecepatan angin dapat diukur
2.    Sanitasi dan hygiene dapat lebih mudah dikendalikan

Disambung penjelasan menurut Zaelanie (2004), pemanasan udara dalam pengering 


mekanis (dryer) dapat dilakukan menggunakan:
 Pipa-pipa yang berisi uap panas didalamnya.
 Logam atau batu yang dipanaskan dengan api.
 Elemen pemanas listrik.
 Pemindahan panas dengan mesin pendingin

Udara dalam dryer disirkulasikan dengan blower (kipas angin) yang terletak didalam
ruangan atau di dinding. Kecepatan udara yang optimal adalh 70 – 100 m/menit. Semua iakn
dalam dryer diusahakan mengalami pengeringan yang merata.

Ditambahkan menurut Adawyah (2007), cara pengeringannya yaitu udara dipanaskan


kemudian dialirkan kedalam ruangan yang berisi ikan dalam rak-rak pengering melalui
pertolongan kipas angin. Setelah cukup kering, ikan dikeluarkan dan diganti dengan ikan yang
lainnya, demikian dilakukan terus menerus. Di Indonesia pernah dicoba alat pengering berbentuk
trowongan (tunnel dryer), bentuk lemari (cabinet dryer), dan cool dryer.

Digambarkan dalam penelitian Haryanto et al., (2008) bahwa alat pengering tipe cabinet
(cabinet dryer) dalam skala kecil berkapasitas 5 kg. spesifikasi alat pengering ini adalah berupa
kotak bertingkat, bagian bawah utuk pengeringan dan bagian atas untuk sirkulasi pengembalian
udara. Dimensi panjang kabin 190 cn, lebar 65 cm, tinggi 97 cm. Udara pengering di
sirkulasikan dengan 9 buah kipas berdiameter 12 cm dengan kecepata 1,1 m/s. Udara pengering
didehumidifikasikan dengan dehumifier yang dibuat dari modifikasi AC dengan kompresor 0,5
PK. Sumber pemanas menggunakan elemen lampu inframerah sebanyak 3 buah masing-masing
berdaya 1500W dilengkapi dengan thermosfat. Try untuk pengeringan berukuran 40x35 cm
disusun bertingkat 11 dengan jarak antar tingkat 4 cm.

b.    Pengeringan vakum

Pengeringan vakum merupakan salah satu cara pengeringan bahan dalam suatu ruangan
yang tekanannya lebih rendah dibanding tekanan udara atmosfir. Pengeringan dapat berlangsung
dalam waktu relatif cepat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada pengeringan atmosfir.
Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu
rendah (Astuti, 2008).

Ditambahkan penjelasan menurut Zaelanie et al., (2004), Ikan bisa juga dikeringakan
dengan menggunakan suhu di bawah titik beku. Dalam hal ini, air dalam tubuh ikan terlebih
dahulu dibekukan kemudian disublimasikan dengan bantuan pompa hampa. Jadi ikan
dikeringkan dalam keadan beku hampa. Kelebihan dari metode ini adalah ikan lebih ringan
karena lebih banyak air yang keluar dan tahan lama, serta proses pengeringan berjalan lebih
cepat. Akan tetapi metode vakum belum bias dijalankan secara ekonomis karena alatnya yang
relative mahal. Cara kerja dari pengeringan metode vakum ini sebagai berikut:
 Ikan yang akan dikeringkan, dimasukkan kedalam ruang pengeringan.
 Tekanan dalam ruang pengering kemudian diturunkan dengan pompa hampa kira – kira
menjadi 2mmHg. Penurunan tekanan ini menyebabkan penurunan temperature sehingga
ikan membeku, sebab dengan tekanan tersebut sehu menjadi -100C
 Ikan yang beku mengalami pengeringan karena es di dalam tubuh ikan merubah menjadi
uap air (menyublim) sebagai akibat tekanan yang rendah. Akhirnya ikan akan menjadi
lebih ringan
 Uap air yang terjadi masuk kedalam kondensor dan dirubah menjadi es dengan bantuan
dari refrigerator

Tabel Perbedaan Pengeringan Tekanan Normal dengan Hampa Udara

Parameter Tekanan Normal Hampa Udara


Tekanan 760 mmHg 2 mmHg
Waktu 146 jam 11 jam
Air yang hilang 78,5% 79,2%

Pengeringan Dengan Sinar Matahari


Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga saat
ini termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama di daerah tropis. Teknik
pengeringan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (dikeringanginkan), dengan rak-
rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan lainnya. Keuntungan dan kerugian
pengeringan dengan sinar matahari :
 Keuntungan pengeringan dengan sinar matahari :
1. Energi Panas Murah Dan Berlimpah
2. Tidak Memerlukan Peralatan Yang Mahal
3. Tenaga Kerja Tidak Perlu Mempunyai Keahlian Tertentu
4. Biayanya Lebih Murah.
 Kerugian Pengeringan Dengan Sinar Matahari :
1. Tergantung Dari Cuaca
2. Jumlah Panas Matahari Tidak Tetap
3. Kenaikan Suhu Tidak Dapat Diatur, Sehingga Waktu Penjemuran Tidak Dapat
Ditentukan Dengan Tepat
4. Kebersihan Sukar Untuk Diawasi
5. Membutuhkan Lahan Yang Luas
6. Sanitasi Hygiene Sulit Dikendalikan

Pengeringan Dengan Menggunakan Alat (Bahan Bakar)

 Bahan bakar sebagai sumber panas (bahan bakar cair, padat,  listrik) misal : BBM, batu
bara, limbah biomasa yaitu arang, kayu, sekam, serbuk gergaji dll.
 Pengeringan ini disebut juga dengan pengeringan mekanis
 Jenis-jenis pengeringan mekanis adalah Tray Dryer,  Rotary Dryer, Spray Dryer, Freeze
Dryer

a. Tray dryer (alat pengering berbentuk rak)

 Bentuknya persegi dan didalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat  bahan
yang akan dikeringkan
 Cocok untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran
 Sering digunakan untuk produk yang jumlahnya tidak terlalu besar
 Waktu pengeringan umumnya lama (1-6 jam)
b. Rotary Dryer (Pengering berputar)

 Pengering kontak langsung yang beroperasi secara kontinyu, terdiri atas cangkang
silinder yang berputarperlahan, biasanya dimiringkan beberapa derajat dari bidang
horizontal untuk membantu perpindahan umpan basah yang dimasukkan pada atas ujung
drum.
 Bahan kering dikeluarkan pada ujung bawah
 Waktu pengeringan cepat ( 10 s/d 60 menit).
 Cocok untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran

c. Freeze dryer (Pengering beku)

 Cocok untuk padatan yang sangat sensitif panas (bahan bioteknologis tertentu, bahan
farmasi, pangan dengan kandungan flavor tinggi.
 Pengeringan terjadi di bawah titik triple cairan dengan menyublim air beku menjadi uap,
yang kemudian dikeluarkan dari ruang pengering dengan pompa vakum mekanis
 Menghasilkan produk bermutu tinggi dibandingkan dengan teknik dehidrasi lain.
d. Spray dryer (pengering semprot)

 Cocok untuk bahan yang berbentuk larutan yang sangat kental serta berbentuk pasta
(susu,zat pewarna, bahan farmasi)
 Kapasitas beberapa kg per jam hingga 50 ton per jam penguapan (20000 pengering
semprot)
 Umpan yang diatomisasi dala bentuk percikan disentuhkan dengan udara panas yang
dirancang dengan baik

 Keuntungan Pengeringan menggunakan alat :


1. Suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur seuai keinginan
2. Tidak terpengaruh cuaca
3. Sanitisi dan higiene dapat dikendalikan.

 Kerugian Pengeringan dengan menggunakan alat :


1. Memerlukan keterampilan dan peralatan khusus
2. Serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami.

Pengeringan Gabungan

 Pengeringan gabungan adalah pengeringan dengan menggunakan energi sinar matahari


dan bahan bakar minyak atau biomass yang menggunakan konveksi paksa (udara panas
dikumpulkan dalam kolektor kemudian dihembus ke komoditi).
 Latar belakang : karena Temperatur lingkungan hanya sekitar 33 °C, sedangkan
temperatur pengeringan untuk komoditi pertanian kebanyakan berkisar 60-70°C
 Oleh karena itu perlu ditingkatkan temperatur lingkungan dengan cara mengumpulkan
udara dalam suatu kolektor surya dan menghembuskannya ke komoditi. (digunakan
blower atau kipas angin ).
Contoh:

1. Alat pengering energi surya tipe lorong


2. Alat pengering energi surya-biomassa tipe lorong
3. Alat pengering rumah asap
4. Unit prosesing kakao/rumah pengering surya.

a. Alat pengering energi surya tipe lorong

 Terdiri atas kipas angin sentrifugal, pemanas udara (kolektor) dan lorong pengering.
 Kolektor dan lorong pengering dipasang paralel dan diatasnya ditutup dengan plastik
transparan.
 Alat pengering dipasang dengan arah membujur utara-selatan dan diletakkan diatas tanah.
 Udara pengering yang dihasilkan dalam kolektor dihembuskan ke komoditi dengan
kccepatan 400 – 900 m3/jam agar tercapai temperatur pengeringan 40 – 60 OC.

b.  Alat pengering energi surya-biomassa tipe lorong

 Alat pengering tipe lorong diatas dimodifikasi menjadi alat pengering energi surya dan
biomass
 Ruang pengering dan kolektor dipasang pada satu sumbu supaya kehilangan tekanan
udara menjadi lebih kecil. Kipas dengan tenaga listrik 60 watt dapat berfungsi secara
efisien, bahkan kipas arus scarab 32 watt dengan penggerak photovoltaik dapat dipakai
pada sistem tersebut
 Alat pengering tersebut dipasang diatas struktur kayu dan disangga dengan batako
setinggi 60 cm dari tanah.
 Pada alat pengering yang dimodifikasi ini dilengkapi dengan tungku biomass dimana alat
penukar panas yang terbuat dari plat baja, agar pada waktu hujan atau malam hari masih
dapat dilakukan operasi pengeringan.
c. Alat pengering rumah asap

 Alat ini terdiri atas : plat pemanas matahari yang dihubungkan dengan ruang pengering.
Di dalam ruang pengering yang berbentuk rumah yang pada bagian atasnya terdapat
penggantung komoditas.
 Sebagian dari udara buang dikembalikan ke plat pemanas sehingga temperatur kembali
dapat dinaikkan menjadi 45 – 60°C. Untuk mengurangi ketergantungan pada kondisi
cuaca, alat ini dilengkapi dengan tungku biomass yang dipasang dibawah rumah asap.

d. Unit prosesing kakao/rumah pengering surya.

 Atap seluas 100 m2 dan berfungsi juga sebagai kolektor matahari. Udara masuk ke
kolektor sehingga menjadi panas. Dengan menggunakan kipas angin (blower), udara
panas tersebut kemudian “ditarik” dan dihembus ke tempat pengering. Pemasangan atap
dibuat dengan kemiringan 10° pada arah utara-selatan.
 Rumah pengering ini dirancang untuk memeroses 2-3 ton biji kakao basah, menggunakan
4 buah blower aksial.
 Unit ini mampu berfungsi dengan efektif. Satu siklus pengolahan berlangsung selama 5
hari. Dengan pengoperasian tungku pada malam hari, waktu pengeringan lebih singkat
yaitu sekitar 36-44 jam.

Faktor-faktor yang Berpengaruh Dalam Proses Pengeringan

Buckle, et al., (1987). Menyatakan bahwa kecepatan pengeringan suatu bahan


dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : (1) Sifat fisik bahan, (2) Pengaturan geometris
produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindahan panas, (3) Sifat-
sifat dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara, serta (4)
Karakteristik alat pengering (efisiensi perpindahan panas).

Menurut Brooker, et al., (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi waktu yang
dibutuhkan dalam proses pengeringan, antara lain :
a) Suhu Udara Pengering

Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Bila
suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan untuk penguapan air bahan menjadi
berkurang. Suhu udara pengering berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan
hasil pengeringan. Makin tinggi suhu udara pengering maka proses pengeringan makin singkat.
Biaya pengeringan dapat ditekan pada kapasitas yang besar jika digunakan pada suhu tinggi,
selama suhu tersebut sampai tidak merusak bahan.

b) Kelembaban Relatif Udara Pengering

Kelembaban udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan dari dalam kepermukaan


bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat kemampuan udara pengering
dalam menampung uap air di permukaan bahan. Semakin rendah RH udara pengering, maka
makin cepat pula proses pengeringan yang terjadi, karena mampu menyerap dan menampung
uap air lebih banyak dari pada udara dengan RH yang tinggi. Laju penguapan air dapat
ditentukan berdasarkan perbedaan tekanan uap air pada udara yang mengalir dengan tekanan uap
air pada permukaan bahan yang dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini ditentukan oleh besarnya
suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu, kelembaban relatifnya akan turun
sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik dan sebaliknya.

c) Kecepatan Aliran Udara Pengering

Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk menguapkan
kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air tersebut. Air dikeluarkan dari bahan dalam
bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka
air akan menjenuhkan atmosfer pada permukaan bahan, sehingga akan memperlambat
pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan
bahan dan mencegah uap air tersebut menjadi jenuh di permukaan bahan. Semakin besar volume
udara yang mengalir, maka semakin besar pula kemampuannya dalam membawa dan
menampung air di permukaan bahan.

d) Kadar Air Bahan

Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air bahan.Variasi ini dapat
dipengaruhi oleh tebalnya tumpukan bahan, RH udara pengering serta kadar air awal bahan. Hal
tersebut dapat diatasi dengan cara : (1) Mengurangi ketebalan tumpukan bahan, (2) Menaikkan
kecepatan aliran udara pengering, (3) Pengadukan bahan.

Dalam pengeringan, keseimbangan kadar air menentukan batas akhir dari proses
pengeringan. Kelembaban udara nisbi serta suhu udara pada bahan kering biasanya
mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada saat kadar air seimbang, penguapan air pada bahan
akan terhenti dan jumlah molekul - molekul air yang akan diuapkan sama dengan jumlah
molekul air yang diserap oleh permukaan bahan. Laju pengeringan amat bergantung pada
perbedaan antara kadar air bahan dengan kadar air keseimbangan. Semakin besar perbedaan suhu
antara medium pemanas dengan bahan semakin cepat pindah panas ke bahan dan semakin cepat
pula penguapan air dari bahan.

Mekanisme Pengeringan

Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap. Air yang diuapkan terdiri
dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan dan yang pertama kali mengalami
penguapan. Bila air permukaan telah habi, maka terjadi migrasi air dan uap air dari bagian dalam
bahan secara difusi. Migrasi air dan uap terjadi karena perbedaan tekanan uap pada bagian dalam
dan bagian luar bahan (Handerson dan Perry, 1976).

Sebelum proses pengeringan berlangsung, tekanan uap air di dalam bahan berada dalam
keseimbangan dengan tekanan uap air di udara sekitarnya. Pada saat pengeringan dimulai, uap
panas yang dialirkan meliputi permukaan bahan akan menaikkan tekanan uap air, teruatama pada
daerah permukaan, sejalan dengan kenaikan suhunya.

Pada saat proses ini terjadi, perpindahan massa dari bahan ke udara dalam bentuk uap air
berlangsung atau terjadi pengeringan pada permukaan bahan. Setelah itu tekanan uap air pada
permukaan bahan akan menurun. Setelah kenaikan suhu terjadi pada seluruh bagian bahan, maka
terjadi pergerakan air secara difusi dari bahan ke permukaannya dan seterusnya proses
penguapan pada permukaan bahan diulang lagi. Akhirnya setelah air bahan berkurang, tekanan
uap air bahan akan menurun sampai terjadi keseimbangan dengan udara sekitarnya.

Selama proses pengeringan terjadi penurunan suhu bola kering udara, disertai dengan
kenaikan kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan uap dan suhu pengembunan udara
pengering. Entalpi dan suhu bola basah udara pengering tidak menunjukkan perubahan
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Psikometrik Proses Pengeringan


Sumber : Perry’s Chemical Handbook, 1989

Kita mengetahui bahwa proses pengeringan di sini sangat penting untuk memperpanjang
umur simpan, karena kadar air yang terdapat di dalam kedelai sangat tinggi, maka penundaan
pengeringan akan menyebabkan kerusakan.Tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan kadar
air, memperpanjang daya simpan dan memperbaiki mutu contohnya kedelai.

Anda mungkin juga menyukai