Anda di halaman 1dari 19

PENGAWETAN PANGAN DENGAN TEKNIK PEGERINGAN

MAKALAH KIMIA PANGAN


PENGAWETAN PANGAN DENGAN TEKNIK PEGERINGAN

Oleh :
RAHMAT EFFENDI LUBIS
1511305033

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2016
A. Pendahuluan
Perkembangan industri pangan di Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang cukup
pesat. Diperkirakan bahwa perkembangan industri pangan di Indonesia akan terus maju
dengan laju pertumbuhan yang cukup. Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi
manusia disamping pendidikan, kesehatan dan sandang lainnya.
Jenis dan cara pengolahan bahan pangan sangat menentukan kadar gizi hasil olahan
makanan tersebut. Kebutuhan pangan dan gizi keluarga dapat terpenuhi dari ketersediaan
pangan setempat, daya beli yang terjangkau dan memenuhi syarat menu seimbang.
Sudah diketahui bahwa bahan pangan, seperti daging, ikan, telur, sayur maupun buah,
tidak dapat disimpan lama dalam suhu ruang. Masa simpan bahan pangan dapat diperpanjang
dengan disimpan pada suhu rendah; dikeringkan dengan sinar matahari atau panas buatan;
dipanaskan dengan perebusan; diragikan dengan bantuan ragi, jamur atau bakteri; dan
ditambah bahan-bahan kimia seperti garam, gula, asam dan lain-lain.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai metode pengeringan pangan yaitu dengan
cara pengeringan alami atau buatan. Metoda pengeringan merupakan metoda yang sederhana,
aman dan mudah serta memiliki daya tahan lama dan tidak memerlukan perlakun khusus saat
penyimpanan.

B. Pengeringan
1. Pengertian
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan bahan pangan secara fisik.
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan
energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga
mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Pengeringan dapat pula diartikan
sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali , untuk mengeluarkan sebagian besar
air dalam bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada
pengeringan beku).
Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba yang ada
dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan ternyata dapat mengawetkan mikroba,
seperti halnya mengawetkan bahan pangan. Selain itu, produk pangan kering umumnya tidak
steril. Oleh karena itu, meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika
makanan tersebut dibasahkan kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi,
kecuali jika makanan tersebut segera dikonsumsi atau segera disimpan pada suhu rendah.
Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu :
a. Drying : suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam,
misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
b. Dehydration (dehidrasi) : suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan
menggunakan peralatan/alat-alat pengering.
Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pengeringan misalnya :
a. Buah-buahan : kismis, kurma, pisang, kesemek, apel, salak
b. Sayur-sayuran : jamur, kentang (untuk dibuat keripik), sawi asin, wortel , bawang daun
c. Umbi-umbian : singkong , ubi jalar
2. Tujuan Pengeringan
Tujuan pengeringan bahan pangan yaitu :
a. Mengurangi risiko kerusakan karena kegiatan mikroba. Mikroba memerlukan air untuk
pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang, maka aktivitas mikroba dihambat atau
dimatikan.
b. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.Umumnya bahan pangan mengandung
air dalam jumlah yang tinggi, maka hilangnya air akan sangat mengurangi berat dan volume
bahan tersebut.
c. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengn penggunaannya. Misalnya kopi
instant.
d. Untuk mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan,
misalnya mineral, vitamin, dsb.
3. Keuntungan dan Kerugian Pengeringan
Keuntungan pengawetan dengan cara pengeringan :
a. Bahan lebih awet
b. Volume dan berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk pengemasan,
pengangkutan, dan penyimpanan.
c. Kemudahan dalam penyajian
d. Penganekaragaman pangan, misalnya makanan ringan /camilan
Kerugian pengawetan dengan cara pengeringan :
a. Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, sifat fisik dan
kimianya, penurunan mutu, dll.
b. Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai, misalnya harus
dibasahkan kembali (rehidrasi) sebelum digunakan.
Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang
di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar
dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat juga di lakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari
bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan
benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi pengeringan yaitu :

a. Factor yang berhubungan dengan udara pengering, yaitu:


· suhu (makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat)
· kecepatan aliran udara (semakin cepat udara maka pengeringan juga akan semakin cepat)
· kelembaban udara (makin lembab udara maka pengeringan akaan semakin lambat)
· arah aliran udara (makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan semakin
cepat kering)
b. Factor yang berhubungan dengan sifat bahan, diantaranya yaitu
· ukuran bahan (makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat)
· kadar air (makin sedikit air yang dikandung, pengeringn akan makin cepat).
5. Dasar Pengawetan Pangan dengan Pengeringan
Proses pengeringan selain dapat dilakukan dengan pemanasan langsung, juga dapat
dilakukan dengan cara lain:
a. Dehydro freezing adalah pengeringan disusul dengan pembekuan yang mempunyai daya
pengawetan lebih baik.
b. freeze drying terjadi sublimasi yaitu perubahan dari bentuk es dalam bahan yang beku
langsung menjadi uap air tanpa mengalami proses pencairan terlebih dahulu. Cara ini
biasanya dilakukan terhadap bahan-bahan yang sensitif terhadap panas, misalnya vaksin-
vaksin, hormon, enzim, antibiotika dan lain-lainnya.
Keuntungan Freeze drying
· volume bahan tidak berubah
· daya rehidrasi tinggi sehingga mendekati bahan asalnya.
6. Macam-Macam Pengeringan
Bahan pangan dapat dikeringkan dengan cara :

a. Alami , yaitu menggunakan panas alami dari sinar matahari, caranya dengan dijemur
(sun drying) atau diangin-anginkan
b. Buatan (artificial drying), yaitu menggunakan panas selain sinar matahari , dilakukan
dalam suatu alat pengering

- Pengeringan dengan sinar matahari


Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga
saat ini termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama di daerah tropis.
Teknik pengeringan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (dikeringanginkan),
dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan lainnya.
- Pengeringan dengan pemanas buatan
Pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah
panas berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat pula dengan cara
radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada umumnya menggunakan
udara panas yang dialirkan, sehingga enersi panas merata ke seluruh bahan. Alat pengering
dengan pindah panas secara konduksi pada umumnya menggunakan permukaan padat
sebagai penghantar panasnya.
7. Peranan Udara dalam Proses Pengeringan
Udara dapat dibedakan atas 2 macam yaitu udara kering atau udara tanpa kandungan
uap air di dalamnya dan udara basah yaitu udara dengan kandungan uap air yang
tinggi. Udara merupakan campuran dari beberapa gas dengan perbandingan yang kira-kira
tetap, misalnya H2O, O2, N2, CO2 yang kadang-kadang mengandung senyawa berbentuk gas
(pencemar).

Air di dalam bahan pangan terdapat dalam 3 bentuk yaitu :


a. Air bebas (free water) yang terdapat dipermukaan benda padat dan mudah diuapkan
b. Air terikat (bound water) secara fisik yaitu air yang terikat menurut sistem kapiler atau air
absorpsi karena tenaga penyerapan
c. Air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang terikat dalam suatu sistem
dispersi.
Kadar air suatu bahan pangan dapat dinyatakan dalam 2 cara yaitu
a. berdasarkan bahan kering (dry basis)
Kadar air secara “dry basis” adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut
dengan berat bahan keringnya. Berat bahan kering adalah berat bahan asal setelah dikurangi
dengan berat airnya.
b. berdasarkan bahan basah (wet basis).
Kadar air secara “wet basis” adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut
dengan berat bahan mentah.
8. Prinsip-prinsip pengeringan
Prinsip pengeringan adalah menghambat pertumbuhan mikroba dengan mengurangi
kadar air, juga menurunkan aw. Jika kita mengeringkan sesuatu bahan pangan, ada 2 masalah
pokok yang terlibat di dalamnya yang dapat menentukan kecepatan pengeringan, yaitu :

a. Hantaran panas kepada bahan dan di dalam bahan yang dikeringkan. Hantaran panas
ditentukan oleh :

· macam dan jenis sumber panas


· konsistensi bahan
· sifat bahan yang dikeringkan
· udara sebagai media pemanas

b. Penguapan air dari dalam bahan

9. Cara Menghitung aw Bahan Pangan


a. Pangan Setengah Basah (Intermediate Moisture Food)
Pangan setengah basah ialah suatu pangan yang mempunyai kadar air tidak terlalu
tinggi tetapi juga tidak terlalu rendah yaitu kira-kira 15-50 persen, tetapi pangan ini dapat
tahan lama selama penyimpanan. Jenis pangan ini baru kira-kira 10 tahun yang lalu dibuat
orang khusus untuk makanan anjing atau kucing, karena binatang-binatang ini tidak suka
makanan yang terlalu kering (keras) atau terlalu basah seperti bubur. Tetapi sekarang telah
banyak dibuat pangan setengah basah untuk makanan manusia.
b. Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Bahan Pangan
Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya case hardening yaitu suatu keadaan di mana bagian luar
(permukaan) dari bahan sudah kering sedangkan bagian sebelah dalamnya masih basah. Hal
ini disebabkan karena suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan bagian
permukaan cepat mengering dan menjadi keras, sehingga akan menghambat penguapan
selanjutnya dari air yang terdapat di bagian dalam bahan tersebut.
Case hardening juga dapat disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan kimia
tertentu, misalnya terjadinya penggumpalan protein pada permukaan bahan karena adanya
panas atau terbentuknya dekstrin dari pati yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang
masif (keras) pada permukaan bahan.
Beberapa contoh terjadinya case hardening dapat dilihat di bawah ini.
1. Daging biasanya dikeringkan dengan menambahkan campuran gula, garam serta bumbu-
bumbu lainnya, dan hasilnya dikenal sebagai dendeng. Warna dendeng yang coklat sampai
hitam terjadi karena reaksi antara asam amino dari protein dengan gula pereduksi, di samping
disebabkan pula oleh warna gula yang digunakan.
2. Buah-buahan dan sayur-sayuran selalu mengandung asam organik, dan juga kadar gula
pereduksi yang lebih tinggi pada buah yang lebih masak. Dengan demikian kematangan
buah-buahan untuk dikeringkan merupakan faktor penting dalam proses pengeringan. Reaksi
“browning” dapat dibatasi dengan menambahkan SO2 pada buah sebelum dikeringkan, dan
cara yang paling mudah dan murah adalah dengan mengasap buah yang sudah dikupas
dengan asap hasil pembakaran belerang.
3. Pada pengeringan ketela pohon (pembuatan gaplek) sering terjadi perubahan warna menjadi
hitam. Perubahan warna tersebut kemungkinan disebabkan oleh enzim polifenolase yaitu
suatu oksidase yang terdapat pada lendir ketela pohon, yang karena kontak dengan udara
dapat mengubah senyawa polifenol (tannin) menjadi senyawa yang berwarna hitam.
4. Kopra adalah hasil pengeringan daging buah kelapa, yang biasanya digunakan untuk
membuat minyak kelapa. Kopra yang baik harus mengandung air di bawah 5 persen untuk
mencegah pertumbuhan Aspergilus flavus, karena kapang ini umumnya tumbuh pada bahan
yang mempunyai kadar lemak tinggi.

Pengeringan adalah proses perpindahan massa air atau pelarut lainnya dari suatu zat padat
atau semi padat dengan menggunakan penguapan[1]. Proses ini seringkali merupakan tahap
akhir proses prduksi sebelum dikemas atau dijual ke konsumen. Benda yang telah
dikeringkan akan menjadi benda yang padat dalam wujud bubuk (misal susu bubuk) maupun
potongan besar (misal kayu) meski bahan awal sebelum pengeringan adalah benda semi padat
(misal keju "hijau"). Sumber panas dan cara penghantaran panas dibutuhkan dalam
pengeringan.
Dalam pengeringan konveksi, aliran gas (misal udara) dipanaskan lalu dipaparkan ke bahan
yang akan dikeringkan sehingga gas tersebut membawa uap air. Pengeringan vakum
memanaskan bahan secara konduksi atau radiasi sementara uap air dihisap keluar. Metode
tidak langsung lainnya adalah pengeringan drum. Metode lain dalam ekstraksi cairan seperti
menggunakan sentrifugasi tidak disebut sebagai proses pengeringan.

Beberapa bahan yang memiliki kadar air awal yang relatif tinggi, pengurangan kadar air awal
secara linear dapat dihitung berdasarkan fungsinya berdasarkan waktu pada interval waktu
tertentu, yang disebut dengan "periode laju pengeringan konstan". Biasanya pada periode ini,
kadar air permukaan di luar partikel sedang berpindah dari bahan. Laju pengeringan pada
periode ini bergantung pada laju pindah panas dari bahan. Jika pengeringan dilanjutkan,
kemiringan kurva akan berubah menjadi lebih landai (laju pengeringan berkurang) dan tidak
menjadi linear, hingga akhirnya kurva menjadi datar. Kadar air produk lalu berada pada
kondisi konstan yang disebut dengan kadar air kesetimbangan. Selama periode berkurangnya
laju pengeringan, migrasi air dari bagian dalam ke permukaan bahan terjadi secara difusi
molekular di mana bagian yang lebih basah (bagian dalam) memindahkan air ke bagian yang
lebih kering (bagian permukaan). Bahan yang dikeringkan umumnya akan mengalami
perubahan bentuk dan ukuran yang signifikan, kecuali pada proses pengeringan beku.

Metode pengeringan

Dalam diagram fase, batas antara wujud gas dan cair bergerak dari titik tripel ke titik kritis.
Pengeringan biasa ditunjukan dengan panah hijau, pengeringan superkritis dengan warna
merah, dan pengeringan beku ditunjukan dengan warna biru.

Beberapa metode pengeringan yang umum

 Penjemuran
 Aplikasi udara panas (pengeringan secara konveksi). Udara yang dipanaskan
meningkatkan kelembaban relatif udara, sehingga mampu mengangkat uap air dari
bahan yang terpanaskan oleh udara.
 Pengeringan kontak (melalui dinding yang terpanaskan) pada pengeringan drum dan
pengeringan vakum.
 Pengeringan dielektrik, di mana frekuensi radio atau gelombang mikro diserap oleh
bahan.
 Pengeringan beku di mana cairan dibekukan sebelum dikeringkan secara sublimasi (es
langsung menjadi uap).
 Pengeringan superkritis
Tujuan pengeringan

Pengeringan ikan di Muara Angke

Bahan pangan dikeringkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri sehingga memperlambat


pembusukan. Tingkat pengawetan makanan dari proses pengeringan sangat bergantung pada
jenis produk; meski kadar air sudah tidak ada, namun keberadaan lemak dan protein masih
mampu menghidupi bakteri. Produk seperti susu bubuk harus dikeringkan hingga ke kadar air
yang sangat rendah untuk mencegah susu bubuk menjadi lengket dalam penanganannya, dan
kadar air ini jauh lebih rendah dari kebutuhan dalam mencegah pertumbuhan bakteri. Bahan
lain, seperti biskuit dikeringkan hingga mencapai tingkat kerenyahan yang disukai oleh
konsumen. Kayu dikeringkan untuk mencegah pelapukan, memperingan, dan memperkuat
kayu.

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengurangi atau menhilangkan sebagian air
dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas.
Biasanya pengurangan kadar air tersebut dikurangi sampai suatu batas tertentu agar mikroba
tidak dapat tumbuh lagi didalamnya.
Pengeringan adalah pengurangan sebagian kadar air dengan bantuan energi panas
alami atau buatan. Yaitu sampai mikroorganisme tidak dapat tumbuh /berkembang. (Winarno
1980)
Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengeringan yang biasanya berupa panas.
(Thaib 1988)
Pegeringan adalah proses penurunan kadar air suatu bahan sampai dengan tingkat K.A
(kadar air) tertentu. (Hartulistiyoso 2003)
Pengeringan memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah bahann pangan
menjadi lebih awet dan dengan volume yang menjadi lebih kecil sehingga memepermudah
dalam proses pengepakan dan pengangkutan dan menghemat tempat, berat bahan juga
menjadi lebih ringan, dan dengan hal tersebut diharapkan biaya produki menurun dan
banayak pula bahan - bahan hanya dapat digunakan apabila telah dikeringkan misalnya
tembakau, kopi, bijii- bijian the dll.
Tetapi perlu diingat pengeringan juga memiliki kerugian yaitu sifat asal dari bahan
dapat berubah misalnya bentuknya, siifat – sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
bahan kering sebelum diigunakan harus dibasahkan kembali proses pengembalian air tersebut
disebut rehidrasi.
Pengeringan bahan pangan itu ada yang dilakukan dengan pemanasan langsung dapat
juga dilakukan yaitu dengan dehydro freezing dan freeze drying yang mempunyai daya
pengawetan yang lebih baik. Dehydro freezing adalah pengeringan yang disusul dengan
pembekuan sedangkan untuk freeze drying adalah pembekuan yang disusul dengan
penngeringan pada prooses freeze dying terjadi sublimasi yaitu perubahan dari bentuk es
dalam bahan yang beku lanngsung menjadi uap air tanpa menggalami proses pencairan
terlebih dahulu. Cara ini biasanya dilakukan terhadap bahan – bahan yang sensetif terhadap
panas misalnya vaksiin-vaksin, hormone, enzim, antibiotic, dll, dan memiliki keuntungan
karena volume bahan tidak berubah, dan daya rehidrasi tinggi sehingga mendekati bahan
asalnya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan bahan, suhu pengeringan, alran uadara dan tekanan uap air di udara.

MACAM-MACAM PENGERINGAN
1. Pengeringan Alami (Sun Drying)
Suatu proses untuk mengurangi atau menhilangkan sebagian air dari suatu bahan
pangan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas yang berasal
langsung dari sinar matahari.
Penjemuran secara alami memiliki beberapa keuntungan yaitu:
o Biaya ekonomis
o Energi matahari berlimpah
o Dan praktis
o Jumlah bahan yang dijemur tanpa batas

Kerugian penjemuran secara alami yaitu :


o Jumlah panas sinar matahari yang tidak tetap sepanjang hari
o Tidak tepat waktu atau kurang efisien, karena kenaikan suhu tidak dapat diatur sehingga waktu
penjemuran sukar untuk ditentukan dengan tepat.
o Kebersihan kurang terjaga karena penjemuran dilakukan ditempat terbuka yang langsung
berhubungan dengan sinar matahari, energi panas yang diterima oleh bahan selama
penjemuran merupakan kombinasi panas yang berasal dari radiasi langsung sinar matahari
dan konvensi dengan pertolongan udara disekitarnya.
o Tergantung musim.
o Mutu pengeringan kurang terjaga,
o Dapat terjadi case hardening, karena suhu yang berlebihan.

2. Pengeringan Buatan (Aartificial Drying)


suatu metode untuk mengurangi atau menhilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara
menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas yang berasal dari alat
pengeringan.
Keuntungan pengeringan secara alami ;
o Kbersihan lebih terjaga
o Lebih efisien karna suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga waktu pengeringan dapat
ditentukan dengan tepat.
o Tidak tergantung musim
o Suhu panas stbil.
Kerugian pengeringan buatan yaitu ;
o Biaya mahal
o Memerlukan tempat khusus
o Kapasitas pengeringan terbatas

PERANAN UDARA
Udara dalam proses pengeringan dapat diibedakan menjjadi 2 macam yaitu udara
kering atau udara tanpa kandungan uap air, dann udara basah yaitu udara dengan kandungan
uap air yang tinggi uadara adalah campuran dari beberapa gas dengan perbandingan yang
kiira – kira tetap. Misalnya H2O, O2, N2, CO2 yang biasanya mengandung senyawa berbentuk
gas (pencemar) didalam udara terdapat gas murni yang dapat dibagi – bagi menurut
jumlahnya yaitu ;
Gas – gas yang tetap jumlahnya diudara yaitu N2, O2 dan gas-gas mulia yaitu Ne, Ar,
He, Xe. Dan gas yang tidak tetap jumlanya diudara yaitu CO2 dan H2O, yang terakhir adalah
gas pencemar yaitu NH3 dan H2S yang berasal dari hasil pemecah zat-zat organic atau CO
yang berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dipertambangan minyak bumi, atau asap
kendaraan karena pembakaran yang kurang sempurna.
Komposisi udara kering terdiri dari 76,8 % N2, 32,2 % O2, dan CO2 sebanyak 0,03 %
berdasarkan volume, untuk gas mulia tidak pernah diiperhitungkan karena jumlahnya yang
sangat sedikit di alam, jadi biasanya diabaikan. Tekanan uap jenuh adalah tekanan tertinggi
yang dapat dicapai oleh suatu ruangan pada suhu tertentu.
Kelembaban biasanya dikenal dengan iistilah kelembaban nisbi dan mutlak,
kelembaban nisbi atau RH (relative humadity) adalah perbandingan antara tekanan uap
didalam suatu ruangan dengan tekanan uap jenuh pada suuhu yang sama yang dinyatakan
dalam persen.
Kelembaban mutlak ( absolute humadity) adalah perbandingan antara berat uap air diudara
dengan berat udara kering pada suhu yang sama, dan diinyatakan dalam kg uap /kg udara
kering atau lb uap/lb udara kering, atau grain /lb udara kering (1 lb uap = 7.000 grain).
Peranan udara dalam proses pengeringan adalah sebagai tempat pelepasan dan penampung
uap air dari bahan, dan juga bertindak sebagai pennghantar panas kebahan yang dikeringkan.

Aw PADA BAHAN PANGAN YANG DIKERINGKAN


Air didalam bahan pangan terdapat dalam 3 bentuuk yaitu 1) air bebas (free water) yang
terdapat dipermukaan benda padat dan sangat mudah diuapkan. 2) air terikat ( bound water)
sccera fisik yaitu air yang terikat menurut sisitem kapiler atau air absorpsi karena tenaga
penyerapan, 3) air yang terikat secara kimia misalnya air Kristal dan air yang terikat dalam
suatu system disperse.
Kadar air suatu bahan pangan dapat dinyatakan dalam 2 cara yaitu dry basis berdasarkan
bahan keriing adalah perbandingan antara berat air didalam bahan tersebut dengan berat
bahan keringnya, dan wet basis berdasarkan bahan basah adalah perbandingan antara berat air
didalam bahan tersebut dengan bahan mentah.

Tabel. 3, Mikroba dan aw minimum untuk pertumbuhanya


aw minimum untuk
No Mikroba
tumbuh
1 Bakteri 0,90
2 Ragi 0,88
3 Kapang 0,80
4 Bakteri halofilik (tahan garam) 0,75
5 Bateri xerofilik 0,65
6 Ragi osmofilik (tahan terhadap tekanan osmotic
/gula yang tiinggi) 0,61
BONE (1973)
Mikroba dapt tumbuh jika ada media air, kebutuhan air untuk pertumbuhan mikroba
dinyatkan dalam aw (water actifity), bahan pangan yang memiliki kadar air sekitar 0,70 sudah
cukup baik dan tahan selama penyimpanan, kadar air bahan tidak selalu berbanding lurus
dengan aw nya . cara menghituung aw bahan pangan ,

1. Perbandingan antara tekanan uap air dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni
pada suhu yang sama (Po).

Aw = P/Po

2. Hokum RAULT aw berbanding lurus dengan jumlah molekul didalam pelarut


(solvent) da berbanding terbalik dengan jumlah molekul didalam larutan (solution)

N2
Aw =
N1 + n2
Dimana : n1 = jumlah molekul dari zat yang dilarutkan (solute)
n2 = jumlah molekul pelarut (solvent) yang dimaksud
disini adalah air.
N1 + n2 = jumlah molekul diidalam larutan (solution)

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP SIFAT BAHAN PANGAN


Pengaruh pengeringan terhadap bahan makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang
lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya selama pengeringan juga dapat terjadi
perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain-lain, biasanya untuk mengurangi hal tersebut
dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan.
Bahan yang telah dikeringkan mengandung senyawa-senyawa sperti protein, karbohidrat,
lemak dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi lain halnya untuk
vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya akan menjadi rusak atau berkurang. Perubahan
warna sperti menjadi coklat, perubahan warna tersebut karena reaksi-reaksi browning,non
enzimatik yang paling sering terjadi reaksi antara asam organic dengan gula pereduksi, reaksi
antar asam-asam amino dengan gula pereduksi, reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein
yang terkandung didalamnya.
Ada satu hal yang perlu dioerhatikan dalam pengeringan yaitu penggunaan panas, jika
pengeringan dilakukan dengan suhu yang terlalu tinggi maka bahan akan menyebabkan case
hardening yaitu dimana keadaan bahan dibagian luar sudah kering tapi dibagian dalam masih
basah, hal ini terjadi karena pengunaan suhu yang terlalu tinggi sehingga permukaan bahan
menjadi cepat kering dan mengeras, sehingga akan menghambat pengeringan/penguapan
dibagian tengah bahan karena terhalang oleh bagian luar bahan yang sudah keras, case
hardening juga bias terjadi karena adanya perubahan-perubahan kimia tertentu misalnya
terjadi pengumpalan protein dipermukaan bahan karena panas atau terbentuknya dekstrin dari
pati yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang masif (keras), pada bahan case
hardening dibagian dalam bahan mikroba masih dapat tumbuh dan berkembang biak
sehingga bahan dapt menjadi busuk, untuk mencegah case hardening adalah dengan
mengunakan suhu yang tidak terlalu panas atau mengunakan tahapan-tahapan dalam
pengunaan suhu panas,misalnya memberikan pemanasan awal dengan suhu rendah.
PENGERINGAN BEKU
Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metoda pengeringan yang mempunyai
keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk produk-
produk yang sensitif terhadap panas. Keunggulan pengeringan beku, dibandingkan metoda
lainnya, antara lain adalah (Melor, 1978) :
a. dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari perubahan aroma, warna, dan
unsur organoleptik lain)
b. dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan perubahan bentuk
setelah pengeringan sangat kecil).
c. dapat meningkatkan daya rehidrasi (hasil pengeringan sangat berongga dan lyophile
sehingga daya rehidrasi sangat tinggi dan dapat kembali ke sifat fisiologis, organoleptik dan
bentuk fisik yang hampir sama dengan sebelum pengeringan).
Keunggulan-keunggulan tersebut tentu saja dapat diperoleh jika prosedur dan proses
pengeringan beku yang diterapkan tepat dan sesuai dengan karakteristik bahan yang
dikeringkan. Kondisi operasional tertentu yang sesuai dengan suatu jenis produk tidak
menjamin akan sesuai dengan produk jenis lain. Dalam hal ini, penelitian rinci mengenai
karakteristik pengeringan beku berbagai jenis produk sangat diperlukan karena masih sangat
terbatas, khususnya untuk produk-produk khas Indonesia. Pengeringan beku merupakan
prosedur yang umum diterapkan pada kategori bahan, sebagai berikut:
a. bahan pangan dan bahan farmasi (obatan)
b. plasma darah, serum, larutan hormon,
c. organ untuk transplantasi
d. sel hidup, untuk mempertahankan daya hidupnya dalam jangka waktu yang lama.
Pengeringan beku bahan pangan masih jarang dilakukan, karena biaya pengeringan yang
relatif mahal dibandingkan harga bahan pangan tersebut. Salah satu penyebabnya adalah
tingginya resistensi terhadap perpindahan panas selama periode akhir pengeringan yang
menyebabkan lambatnya laju pengeringan dan, sebagai konsekuensinya, meningkatnya biaya
operasi. Akan tetapi, disamping pembuatan kopi instan dengan pengeringan beku, yang sejak
lama telah dilakukan secara komersil, akhir-akhir ini produk hasil pengeringan beku semakin
marak di pasar internasional, seperti udang kering beku dan durian kering beku.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan laju pengeringan tersebut, diantaranya
dengan menerapkan sistem pemanasan volumetrik menggunakan energi gelombang
elektromagnetik (gelombang mikro dan frekuensi radio), dan mengatur siklus tekanan dan
pemanasan selama pengeringan untuk meningkatkan konduktivitas panas dan permeabilitas
uap air bagian kering bahan (Tambunan, 1999; Araki et al, 1998). Terlepas dari berbagai
usaha tersebut, optimalisasi proses pengeringan beku harus dimulai dari pemahaman
mendalam mengenai mekanisme pengeringan beku tersebut. Tulisan ini akan membahas
tentang mekanisme pengeringan beku beberapa bahan pangan atau produk pertanian.
KESIMPULAN
Secara umum dapat dikatakan bahwa pengeringan beku merupakan metoda pengeringan yang
terbaik dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk bahan-bahan yang
sensitif terhadap panas. Meskipun demikian, mutu prima hasil pengeringan beku hanya dapat
diperoleh melalui prosedur dan proses yang tepat dengan bahan yang dikering-bekukan
tersebut. Untuk itu, penelitian terhadap karakteristik pengeringan beku berbagai produk,
khususnya produk khas Indonesia seperti buahan eksotik, hasil perkebunan, bahan ramuan
obatan tradisional (jamu), dan produk perairan, masih perlu dilakukan karena masih sangat
langka. Data karakteristik pengeringan beku tersebut sangat bermanfaat untuk menentukan
kondisi operasi pengeringan beku yang optimal untuk masing-masing produk tersebut.
Disamping itu, metoda pengeringan beku secara ekonomis membutuhkan biaya investasi dan
biaya operasional yang tinggi, sehingga dengan prosedur operasi yang optimal, diharapkan
hal tersebut dapat diatasi.

PROSES PENGOLAHAN
Proses pengolahan bubuk cabe terdiri dari tahapan sortasi, pencucian, blansir, penirisan,
pengeringan dan penggilingan.

1. Sortasi
Sortasi (pemilihan) dilakukan untuk memilih cabe merah yang baik, yaitu tingkat
kemasakannya di atas 60%, sehat dan fisiknya mulus (tidak cacat). Tangkai cabe dan bagian
yang rusak harus dibuang.
2. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan sisasisa pestisida. Pencucian
dilakukan sampai bersih. Kemudian ditiriskan hingga kering.
3. Blansir dan Penirisan
Tujuan blansir adalah untuk mempercepat waktu pengeringan, mencegah perbahan warna
(browning) dan memperpanjang daya simpan. Selain itu juga untuk mencegah cabe menjadi
keriput dan warna tidak kusam akibat proses pengeringan. Proses pemblansiran adalah
sebagai berikut ;
a) Cabe merah yang telah bersih direndam dalam air panas yang hampir mendidih (90°C) dan
telah diberi kalium metabisulfit (K2S2O5) atau Natrium bisufit (Na2S2O5) dengan
konsentrasi 0,2% atau sebanyak 2 g/l air selama ± 6 menit. Air panas yang dibutuhkan untuk
merendam cabe adalah 1 kg cabe dibutuhkan ± 1,5L).
b) Cabe yang telah direndam selanjutnya diangkat dan dimasukan ke dalam air dingin, sehingga
proses pemanasan terhenti.
c) Cabe ditiriskan dan selanjutnya siap dikeringkan.

4. Pengeringan
Setelah diblansir, cabe dapat segera dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Suhu
pengeringan tidak boleh melebihi 75 °C. Suhu terbaik pengeringan cabe adalah 60°C.
Pengeringan dilakukan sampai kadar air cabe kurang dari 9% (7-8%). Cabe yang kadar air
telah mencapai 9% akan terasa kering jika diremas dengan telapak tangan. Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan cara :

a. Pengeringan alami

Pada pengeringan alami, cabe dijemur selama ± 8 - 10 hari dengan panas matahari. Apabila
cuaca kurang baik, pengeringan relatif lama (12-15 hari). Cara ini biayanya cukup murah,
tetapi kelemahannya sangat tergantung pada cuaca dan dapat mengakibatkan turunnya
kualitas cabe kering yang dihasilkan.

b. Pengeringan Buatan

Guna mempercepat waktu pengeringan serta meningkatkan kualitas cabe, pengeringan


dilakukan dengan pengering buatan (oven) pada suhu 60°C selama 10 - 15 jam. Pada tahap
ini suhu alat pengering harus
diperhatikan jangan sampai melebihi 60°C.
Saat pengeringan, bahan sebaiknya dibolak-balik setiap 3 - 4jam agar keringnya merata.
Pengeringan dapat diakhiri apabila kadar air telah mencapai 7 - 8 % atau bila cabe merah
kering sudah mudah dipatahkan. Penyusutan berat sekitar 50 - 60%, yaitu dari 30 kg cabe
segar akan dihasilkan 4 - 5 cabe kering.

5. Penggilingan
Cabe merah yang sudah kering dihaluskan dengan menggunakan alat penepung
(gilingan/hammer mill) Lubang ayakan yang dipergunakan untuk membuat bubuk cabe
adalah 60 mesh sehingga diperoleh bubuk cabe merah yang halus merata. Selain gilingan
dapat juga digunakan blender (rumah tangga), gilingan kopi atau mesin giling khusus bubuk
cabe yang biasanya digunakan untuk keperluan industri menengah keatas.

ALAT-ALAT PENGERINGAN

DAFTAR PUSTAKA
Winarno,F.G ,Srikandi fardiaz, dan Dedi Fardia(1980). Pengantar
Teknologi Pertanian.PT. Gramedia.Jakarta Pusat.
www.tokomesin.com
Tambunan, Armansyah.H, dan Lamhot P.Manulu. Mekanisme Pengerigan

Beku Produk Pertanian, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia


Vol.2, No.3, (Juni 2000), hal. 66-74 Humas-BPPT/ANY.

Anda mungkin juga menyukai