Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses pascapanen meliputi serangkaian kegiatan penanganan hasil panen, mulai dari

pemanenan sampai menjadi produk yang siap di konsumsi. Penanganan pascapanen jagung

merupakan salah satu mata rantai penting dalam usaha tani jagung. Hal ini di dasarkan

kenyataan bahwa petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi

lingkungan yang lembab dan curah hujan masih tinggi (Firmansyah, 2009).

Provinsi Lampung menjadi daerah penghasil jagung terbesar nasional setelah Jawa

Timur dan Jawa Tengah. Pada tahun 2016 produksi jagung mencapai 1,7 ton, tahun 2017

meningkat hingga 2,4 juta ton. Secara nasional Lampung menyumbang 8,59% produksi

nasional. Salah satu program pendukungnya yakni fasilitas pengembangan jagung 189 ribu

hektare dan pembukaan lahan baru seperti di Kota Terpadu Mandiri (KTM) Mesuji. Total

luas lahan jagung di seluruh sentra kini mencapai 464.712 hektare.

Salah satu tahapan proses untuk meningkatkan kualitas jagung yaitu dengan cara

pengeringan. Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan sampai kadar air

keseimbangan dengan udara lingkungan atau sampai kadar air tertentu di mana jamur, enzim

dan isekta yang bersifat merusak tidak dapat aktif (Henderson dan Perry 1976).

Pengeringan hasil panen pertanian merupakan masalah utama yang sering dihadapi

oleh petani tradisional. Kadar air awal yang cukup tinggi dan cuaca yang tidak mendukung

sering menjadi kendala yang sangat sulit dihadapi. Proses pengeringan yang banyak

dilakukan secara konvensional adalah menjemur produk yang akan dikeringkan dibawah

sinar terik matahari. Cara ini memerlukan waktu yang lama dan apabila digunakan untuk

mengeringkan bahan pangan tingkat kehigienisannya kurang terjamin karena kemungkinan

terkontaminasi oleh polutan. Agar hasil pertanian tetap bertahan dalam jangka waktu yang
lama maka perlu dilakukan pengeringan dengan menggunakan teknologi pengeringan yang

sesuai.

Pengeringan merupakan upaya untuk mengurangi kandungan air pada bahan hingga

tercapainya kadar air yang seimbang dengan lingkungan sekitar. Tujuan proses pengeringan

adalah untuk mengurangi kadar air sehingga memperlambat laju kerusakan bahan oleh

mikroorganisme. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pengeringan

antara lain suhu, tekanan, dan mekanisme perpindahan bahan. Salah satu alat pengering

buatan untuk mengeringkan jagung adalah pengering Bed Dryer. Alat ini memiliki ruang

pengering (plenum) berbentuk silinder dan berdiri secara vertikal. Alat pengering ini lebih

sesuai dipergunakan untuk mengeringkan bahan pangan berbentuk bijian(padi dan jagung).

Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi

kadar air untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme pembusuk. Dalam proses

pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (RH) dan aliran udara.

Perubahan kadar air dalam bahan pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam proses

pengeringan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga bahan pangan

(jagung) mampu mempertahankan mutu produknya terhadap perubahan fisik dan kimiawi

(Riansyah dkk, 2013).

Alat pengering jagung memiliki beberapa keunggulan diantaranya, biaya murah,

mudah dioperasikan, mudah dibongkar pasang, mudah dipindahkan, mudah diperbaiki dan

dirawat. Penelitian Putra (2018) memanfaatkan alat pengering silinder vertikal

mengeringkan jagung menghasilkan waktu pengeringan rata-rata 7 jam dengan kadar air

rata-rata 27,5%menjadi 12,4% dengan efisiensi pengeringan rata-rata sebesar 24,67%.


Berdasarkan penelitian tersebut kinerja alat pengering perlu dilakukan analisis

ekonomi untuk melihat kelayakan finansialnya. Hal ini yang menjadi latar belakang

penelitian ini dilakukan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kelayakan ekonomi atau

finansial dari alat mesin pengering jagung.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang alat mesin

pengering jagung terkait dengan efisiensi dan efektivitas kinerja.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan dengan cara mengurangi kadarair

bahan pangan sehingga memiliki daya simpan yang cukup lama. Menurut Arianto (2010)

dalam Hargono (2012) bahwa kadar air pada produk pangan yang aman disimpan dan

untuk diolah lagi adalah 15% atau kurang maka aktivitas mikroba, bakteri, dan jamur

menjadi terhambat sehingga jagung dapat dipasarkanke tempat-tempat jauh dan akan tahan

lama. Dari proses pengeringan, hasil yang diperoleh ialah bahan akhir yang memiliki kadar

air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) atau setara dengan nilai aktifitas

air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis. Pengertian dari proses pengeringan

berbeda dengan proses penguapan (evaporasi). Proses penguapan atau evaporasi merupakan

suatu proses pemisahan uap air dalam bentuk murni dari suatu campuran yang berupa

larutan atau bahan cair dalam jumlah volume yang relatif banyak.

Tujuan pengeringan adalah menurunkan kadar air biji sehingga aktivitas biologis

terhenti dan mikroorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya, meningkatkan

daya simpan biji jagung, meningkatkan nilai ekonomi jagung, pengangkutan lebih ringan

sehingga biaya pengangkutan dapat dikurangi.

Prinsip dasar proses pengeringan adalah proses terjadinya pindah panas dari alat

pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan. Pindah panas air

tersebut memerlukan perubahan fase air dari cair menjadi uap, sehingga proses perubahan

tersebut memerlukan panas laten. Menurut Djaeni, dkk (2011) pengering dengan

pemanasan konveksi (oven, fluidisasi) dimana udara panas dihasilkan melalui proses

pemanasan baik dengan steam, listrik, atau gas hasil pembakaran, lebih handal dari

pengering matahari. Pada sistem ini waktu operasi lebih singkat, kontaminasi produk
rendah, kadar air dalam produk dapat dikontrol, tidak ada ketergantungan terhadap musim,

serta biaya buruh dapat ditekan. Namun kualitas produk mengalami penurunan akibat

introduksi panas, dan efisiensi pengeringan rendah atau boros energi. Bahkan pada

pengeringan jagung dengan suhu >60⁰ C terjadi kerusakan pada tekstur dan kandungan

proteinnya.

Proses pengeringan dipengaruhi oleh suhu, tekanan, kelembaban udara lingkungan,

kecepatan aliran udara pengering, kandungan air yang diinginkan, energi pengering, dan

kapasitas pengering. Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan, oleh karena

permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan

gerakan air di dalam bahan yang menuju permukaan bahan tersebut. Adanya pengeringan

cepat menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan, selanjutnya air di dalam bahan

tersebut tidak dapat lagi menguap karena terhambat. Dalam pengeringan, keseimbangan

kadar air menentukan batas akhir dari proses pengeringan. Kelembapan udara nisbi serta

suhu udara pada bahan kering biasanya mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada saat

kadar air seimbang, penguapan air pada bahan akan terhenti dan jumlah molekul - molekul

air yang akan diuapkan sama dengan jumlah molekul air yang diserap olehpermukaan

bahan.

Mesin pengering tipe Bed Dryer:

1. Digunakan untuk pemanasan fluida yang mempunyai perbedaan suhu antara inlet dan

outlet tidak terlalu besar atau sekitar 200OF (900OC)

2. Beban kalor berkisar antara 10 s/d 200 Kj/jam.

3. Umumnya dipakai pemanas fluida umpan reactor

2.2 Jagung

Tanaman jagung (Zea mays) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan.

Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi.


Berdasarkan urutan bahan makanan pokok didunia, jagung menduduki urutan ketiga

setelah gandum dan padi. Oleh karena itu, mutu jagung perlu ditingkatkan dengan

penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen sampai siap konsumsi untuk

mengurangi kehilangan kuantitatif dan kehilangan kualitatif.

Jagung merupakan salah satu komoditas strategis bagi Indonesia karena peranannya

sangat penting, baik untuk kebutuhan pangan dan pakan maupun industri lainnya. Pada

masa yang akan datang, Indonesia tidak mustahil akan menggunakan jagung sebagai salah

satu bahan baku alternatif untuk industri biofuel. Penggunaan komoditi jagung lebih

didominasi untuk bahan baku utama industri pakan ternak, yaitu sebesar 51 persen.

Selanjutnya diikuti penggunaan bahan pangan antara lain pangan langsung, bahan baku

minyak nabati non kolesterol, tepung jagung dan makanan kecil (Zakaria, 2011).

Pengeringan jagung adalah proses penurunan kadar air jagung sampai mencapai nilai

tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang

lama. Jika butiran jagung yang akan disimpan tidak dikeringkan, maka bahan akan berubah

sifat atau rusak akibat terjadinya pembusukan atau aktivitas mikroorganisme.

Pengeringan butiran berkadar air tinggi, dapat dilakukan baik dalam waktu lama pada

suhu udara pengering yang rendah atau dalam waktu yang lebih pendek pada suhu yang

lebih tinggi. Jika waktu yang dilakukan untuk pengeringan terlalu lama, dapat

menyebabkan penjamuran dan pembusukan, apalagi jika dilakukan pada musim penghujan.

Sebaliknya, temperatur yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kerusakan baik secara fisik

maupun kimia terhadap butiran tersebut, khususnya untuk bahan- bahan yang sangat

sensitif terhadap temperature (Istadi dkk, 2000).

Proses pasca panen jagung terdiri dari atas serangkaian kegiatan yang dimulai dari

pemetikan dan pengeringan tongkol, pemipilan tongkol, pengemasan biji, dan penyimpanan

sebelum dijual ke pedagang pengumpul. Semua proses tersebut apabila tidak ditangani
dengan baik akan menurunkan kualitas produk karena berubahnya warna biji akibat

terinfeksi cendawan, jagung mengalami pembusukan, tercampur benda asing yang

membahayakan kesehatan (Firmansyahdkk, 2006).

Kehilangan hasil jagung pada pascapanen dapat berupa kehilangan kuantitatif dan

kualitatif. Kehilangan kuantitatif merupakan susut hasil akibat tertinggal di lapang waktu

panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan kualitatif merupakan

penurunan mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah, atau biji keriput selama proses

pengeringan, pemipilan, pengngkutan atau penyimpanan. Permasalahan lain dalam

penanganan pascapanen jagung di tingkat petani adalahtidak tersedianya sarana prosesing

yang memadai, padahal petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kadar

air biji di atas 35%. Oleh karena itu, diperlukan inovasi teknologi prosesing yang tepat, baik

dari segi peralatan maupun sosial dan ekonomi.

2.3. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan

saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui besar biaya

produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan. Biaya variabel adalah biaya yang

besarnya tergantung pada output yang dihasilkan. Dimana semakin banyak produk yang

dihasilkan maka semakin banyak bahan yang digunakan. Sedangkan, biaya tetap adalah biaya

yang tidak tergantung pada banyak sedikitnya produk yang akan dihasilkan (Priyo, 2012).

Jenis-jenis analisis ekonomi yaitu Ekonomi deskriptif, Teori ekonomi, dan Ekonomi terapan.

Menurut Priyo (2012), Ekonomi deskriptif adalah analisis ekonomi yang

menggambarkan keadaan yang sebenarnya wujud dalam perekonomian. Setiap ilmu

pengetahuan bertujuan untuk menganalisis kenyataan yang wujud di alam semesta dan

didalam kehidupan manusia. Teori ekonomi adalah pandangan- pandangan yang

mengambarkan sifat hubungan yang wujud dalam kegiatan ekonomi, dan ramalan tentang
peristiwa yang terjadi apabila suatu keadaan yang mempengaruhinya mengalami

perubahan. Ekonomi terapan disebut juga sebagai teori kebijakan ekonomi, yaitu cabang

ilmu ekonomi yang menelaah tentang kebijakan yang perlu dilaksanakan untuk mengatasi

masalah-masalah ekonomi.

2.4. Analisis Biaya

Investasi pada suatu usaha harus didasarkan pada perhitungan ekonomis agar

usaha tersebut tidak merugi. Seiring waktu yang berjalan nilai usaha tersebut akan

mengalami penyusutan dan terjadinya inflasi. Hal ini harus disadari oleh para investor

sebelum melakukan investasi. Untuk menganalisis kelayakan mesin pengering jagung

tipe Bed Dryer.

2.4.1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap (Fixed cost) adalah biaya yang dikeluarkan baik pada saat mesin

digunakan maupun dalam keadaan tidak digunakan. Biaya ini tidak tergantung pada

pemakaian alat atau mesin. Biaya penggunaan per jam tidak berubah dengan penggunaan

jam kerja tiap tahun dari pemakaian alat mesin tersebut (Penson, et al., 1982 dalam

Risyanto, 2007). Biaya-biaya yang termasuk dalambiaya tetap adalah biaya penyusutan,

dan biaya gudang.

a) Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan dihitung berdasarkan umur ekonomisnya. Umur dari suatu alat
dinyatakan dalam tahun atau jumlah jam kerja, dan lamanya akan sangat dipengaruhi
oleh cara dan pemeliharaannya. Dalam perhitungan biaya penyusutan dikenal 4 metode,
yaitu:

1. Metode garis lurus (straight line method)

2. Metode penjumlahan angka tahun (sum of the years digits method)

3. Metode pengurangan berganda (double declining balance method)

4. Metode sinking fund


Perhitungan biaya penyusutan pada penelitian ini menggunakan metode garis lurus

(straight line method) yang juga memperhatikan bunga modal. Metode garis lurus

adalah metode yang pada dasarnya memberikan hasil perhitungan yang sama setiap

tahun selama umur perhitungan aset.

b) Biaya Bangunan atau Gudang

Biaya gudang atau bagunan dihitung sebagai akibat tidak adanya gudang atau garasi

pada alat atau mesin. Seperti diketahui bahwa dengan adanya gudang maka perbaikan mesin

akan menjadi mudah dan aman, pemeliharaan yang teratur dan baik, serta dapat mengurangi

kerusakan alat atau mesin yang dapat mencegah berkurangnyausia ekonomis alat. Besarnya

biaya gudang diperkirakan sebesar 1% dari harga mesin (P) per tahun.

2.4.2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Menurut Giatman (2006), biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya-biaya yang

dikeluarkan pada saat alat atau mesin bekerja dan jumlahnya tergantung

pada jumlah jam kerja pemakaian pada saat digunakan. Perhitungan biaya tetap dilakukan

dalam satuanRp/tahun. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya operator, biaya pemakaian listrik,

biaya bahan bakar, biaya perawatan dan perbaikan, sertabiaya lain-lain yang tidak terduga.

a) Biaya Operator

Biaya operator adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengupah seseorang yang bertugas

untuk mengoperasikan alat atau mesin yang digunakan. Dasar penentuan biaya operator

adalah besarnya upah minimum kota (UMK) biasanya dinyatakan dalam satuan Rp/hari atau

Rp/jam atau juga menggunakan upah uruh harian yang sesuai dengan upah buruh daerah

temapt dilaksanakannya penelitian. Operator yang digaji bulanan dapat dikonversikan dalam

upah Rp/jam dengan menghitung jumlah jam kerjanya selama setahun.

b) Biaya Pemakaian Listrik

Biaya pemakaian listrik adalah biaya yang dikeluarkan untuk menggerakkan atau
mengoperasikan suatu alat atau mesin yang menggunakan tenaga listrik. Listrik dibutuhkan

untuk menggerakkan dynamo kipas.. Biaya listrik dapat ditentukan dengan menggunakan tarif

dasar listrik yang berlaku pada Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dinyatakan dalam

Rp/kWh. Besarnya biaya listrik bergantung pada besarnya tenaga alat atau mesin yang

menggunakan listrik sebagai sumber tenaga.

c) Biaya Bahan Bakar

Biaya bahan bakar adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan bakar yang

dibutuhkan untuk pembakaran di ruang pemanasan. Harga yang digunakan adalah harga

daerah setempat. Dengan mengetahui biaya bahan bakar di lokasimaka akan didapat biaya

dalam Rp/tahun.

d) Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan

Biaya pemeliharaan, yang dinyatakan dalam rupiah per tahun, termasuk ke dalam

usnur komponen biaya tidak tetap (variable cost). Besarnya biaya ini tergantung pada

tingkat pemakaian serta kerusakan yang terjadi. Biaya penggantian bagian- bagian alat

yang rusak maupun penggantian secara rutin juga termasuk dalam biaya pemeliharaan.

Biaya pemeliharaan dikeluarkan untuk memberikan kondisi kerja yang baik bagi mesin dan

peralatan.Menurut Pramudya (2001), besarnya biaya pemeliharaan untuk mesin-mesin

pengolah hasil pertanian beserta mesin penggeraknya diperkirakan sebesar 5% P per tahun.

e) Biaya Lain-lain

Yang dimaksud dengan biaya lain-lain adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk

mengganti suatu bagian atau suku cadang mesin yang memerlukan suatu penggantian

relatif sering karena pemakaian mesin.

2.4.3. Biaya Total (Total Cost)

Biaya total adalah biaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu
mesin pertanian, biaya ini merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap yang
dinyatakan dalam satuan Rp/tahun.
2.4.4. Biaya Pokok Pengeringan

Menurut Giatman (2006), biaya pokok pengeringan merupakan biaya yang

diperlukan alat pengering untuk mengeringkan kakao setiap kilogram. Untuk dapat

menghitung biaya pokok pengeringan pada mesin pengering, diperlukan data kapasitas

mesin pengering jagung tipe Bed Dryer. Apabila kapasitas mesin diketahui atau dapat

dihitung, maka biaya pokok per satuan produk dapat dicari dengan membagi biaya total

dengan jumlah jam kerja mesin tersebut lalu dikalikan dengan kapasitas mesin tersebut.

2.4.5. Analisis Titik Impas (Break Even Point)

Menurut Giatman (2006), BEP atau titik impas adalah suatu tingkat usaha

pengelolaan alat dan mesin dimana pemasukan dan pengeluaran mencapai titik nilai yang

sama. Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapakah

suatu perusahaan akan mulai mendapatkan keuntungan. Analisis ini juga dapat

dimanfaatkan untuk mengetahui kaitan antara jumlah produksi, harga jual, biaya produksi,

keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh pada suatu tingkat produksi tertentu. Titik

impas akan dicapai pada saat jumlah penerimaan sama dengan jumla biaya atau

keuntungan sama dengan nol.

2.4.6. Analisis Kelayakan

Menurut Giatman (2006),dalam perhitungan analisis kelayakan secara ekonomi pada

tahap awal perlu melalui langkah perhitungan yang sama, yaitu penyusunan arus kas pada

setiap tahun selama umur usaha, baik untuk arus biaya maupun manfaat. Untuk menilai

kelayakan suatu usaha atau membuat peringkat beberapa usaha, dapat digunakan beberapa

kriteria. Adapun kriteria yang paling banyak digunakan adalah net present value (NPV),

benefit cost ratio (B/C ratio), dan internal rate of return (IRR).

a) Net Present Value (NPV)

Net present value (NPV) adalah jumlah selisih antara nilai terkini dari pemasukan
(benefit) dan nilai terkini dari pengeluaran (cost). Analisis NPV digunakan untuk

mengetahui apakah penggunaan mesin pengering tersebut layak atau tidak.

b) Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Benefit costratio (B/C ratio) adalah perbandingan antara nilai terkini dari pemasukan

(benefit) dan nilai terkini dari pengeluaran (cost) yang digunakanuntuk mengetahui apakah

penggunaan mesin pengering layak atau tidak.

c) Internal Rateof Return (IRR)

IRR merupakan tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu usaha, yang

nilainya dinyatakan dalam persen per tahun. Suatu usaha yang layak dilaksanakan akan

mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai discount rate. Nilai IRR merupakan nilai

tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol.

d) Payback Period (PP)

Analisis payback period digunakan untuk mengukur jangka waktu pengembalian

investasi yang diukur dari pendapatan rata-rata yang diperoleh dari kegiatan usaha. Metode

analisis payback period bertujuan untuk mengetahui seberapa lama(periode) investasi akan

dapat dikembalikan saat terjadinya kondisi break even- point (jumlah arus kas masuk sama

dengan jumlah arus kas keluar). Analisis payback period dihitung dengan cara menghitung

waktu yang diperlukan pada saat total arus kas masuk sama dengan total arus kas keluar.

Dari hasil analisis payback period ini nantinya alternatif yang akan dipilih adalah alternatif

dengan periode pengembalian lebih singkat. Penggunaan analisis ini hanya disarankan

untuk mendapatkan informasi tambahan guna mengukur seberapa cepat pengembalian

modal yang diinvestasikan.

e) Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat dari

perubahan parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja sistem produksi dalam


menghasilkan keuntungan. Dengan melakukan analisis sensitivitas maka akibat yang

mungkin terjadi dari perubahan-perubahan tersebut dapat diketahui dan diantisipasi

sebelumnya.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan atau dilaksanakan Pabrik Kawanua Pork Luther FARM,

di Desa Tondegesan 2, Kecamatan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa pada bulan Maret

sampai April 2023.

3.2. Alat atau Mesin

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering jagung tipe Bed

Dryer dengan kapasitas 4 ton.

Gambar 1. Mesin Pengering Jagung Tipe Bad Dryer

Gambar 2. Sketsa Mesin Pengering Jagung Tipe Bad Dryer


Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian yang berupa rincian biaya pembuatan

mesin, rincian biaya yang dikeluarkan selama pengujian, dan rincian spesifikasi mesin

pengering jagung tipe Bad Dryer.

3.3. Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan sesuai isian dengan data dan rincian biaya yang telah

dikeluarkan. Data-data yang diperlukan adalah rincian data analisis ekonomi mesin

pengering jagung tipe silinder vertikal, biaya pembelian mesin, suku bunga bank, umur

ekonomis mesin, jumlah operator, upah operator, kapasitas mesin, jam kerja mesin, hari

kerja mesin, daya kipas, biaya listrik, kebutuhan bahan bakar, biaya bahan bakar, dan biaya

jasa pengeringan.

3.4. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Metode survei merupakan

metode yang menggunakan perlakuan dalam pengumpulan data (kuesioner, wawancara, dan

sebagainya) kemudian semua data yang diperoleh peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis.

3.5. Analisis Data

Data-data yang diperoleh digunakan untuk menentukan biaya tetap, biaya tidak tetap,

biaya total, biaya pokok pengeringan, pendapatan, analisis titik impas, Net Present Value,

B/C Ratio, dan IRR. Harga-harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada saat

pengujian dan pengolahan data, yaitu antara bulan Maret sampai April 2023.

Hal-hal yang perlu dianalisis adalah:


1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
3. Biaya Total
4. Biaya Pokok
5. Biaya Jasa Penyulingan
6. Pendapatan
7. Analisis Titik Impas (Break Even Point)
8. Analisis Kelayakan

Harga-harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada saat penelitian.
3.5.1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya ini biasanya tidak berhubungan langsung dengan pemakaian, Jadi biaya tetap

adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode akan tetap jumlahnya. Biaya tetap sering

juga disebut biaya kepemilikan (ownership cost). Biaya ini tidak tergantung pada produk

yang dihasilkan dan bekerja atau tidaknya mesin serta besarnya relatif tetap. Dengan

demikian biaya tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat

aktifitas suatu usaha ekonomi meningkatatau menurun (Molenaar et al., 2017).

a) Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan adalah biaya bukan uang yang dibebankan pada produksi. Ada 4

metode penyusutan yaitu metode garis lurus, metode penjumlahan angka tahun, metode

pengurangan berganda, dan metode sinking fund. Namun demikian metode perhitungan

biaya penyusutan yang paling umum digunakan adalah metode garis lurus. (Molenaar, et al.,

2016).

Menurut Priyo (2012), biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan persamaan:

S = 10% × P (1)

i(1+i)n
Crf = (1+i) −1n (2)

D = (P – S) × Crf (3)

Keterangan:

D = Biaya penyusutan (Rp/Tahun)

P = Harga pembelian/pembuatan mesin (Rp)

S = Nilai aktif, 10% dari P ( Rp)

Crf = Capital recovery factor

i = Tingkat suku bunga bank per tahun,

n = Umur ekonomis alat, diasumsikan 5 tahun


b) Biaya Bagunan atau Gudang

Bangunan atau gudang dapat dianggap sebagai unit yang terpisah dan berbeda dari

komponen unit-unit produksi dan dapat pula dianggap sebagai satu kesatuan

karenabangunan bersifat proteksi langsung terhadap unit-unit produkksi. Apabila dianggap

unit terpisah maka penentuan biaya dilakukan sesuai dengan individu- individu mesin yang

dipecah secara khusus dengan menghitung biaya penyusutan dan pemeliharaan tahunan pada

bangunan tersebut. (Molenaar et al., 2016).

Rumus

BG = 1% × P (4)

Dimana:

BG= Biaya Gudang (Rp/tahun)

P= Harga pembelian (Rp)

Menurut Pramudya (2001), besarnya biaya gudang

diperkirakan sebesar 1% dariharga awal per tahun.

c) Total Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya total adalah jumlah keseluruhan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap

dibahagi dengan jumlah jam kerja per tahun.

Rumus
FC = D + BG (5)

Dimana:

FC = Biaya Tetap (Fixed Cost) (Rp/tahun)


D = Biaya penyusutan per tahun (Rp/tahun)
BG = Biaya Gudang (Rp/tahun)
I = Total bunga modal dan asuransi (Rp/tahun)

3.5.2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Biaya tidak tetap atau variable cost adalah biaya yang dikeluarkan pada saat alat dan

mesin beroperasi dan jumlahnya bergantung pada jam pemakaiannya atauvolume pekerjaan.

Apabila jumlah satuan produk yang diproduksi pada masatertentu naik, maka jumlah biaya

variabel juga naik, perhitungan biaya variabel dilakukan dalam satuan Rp/jam. (Molenaar et

al., 2016). Contoh biaya yang termasuk biaya variabel dalam pengoperasian berbagai

peralatan dan mesin pertanian antara lain biaya bahan bakar dan pelumas, biaya

pemeliharaan dan perbaikan dan upah operator. (Molenaar, et al., 2016).

Biaya operator biasanya dinyatakan atas dasar per hari atau per jam. Upah seorang

operator yang melayani sejumlah mesin otomatik ditentukan atas dasar waktu yang

diberikan pada masig-masing mesin. (Molenaar, et al., 2016).

a) Biaya Operator (BO)

Biaya operator biasanya dinyatakan atas dasar per hari atau per jam. Upah seorang

operator yang melayani sejumlah mesin otomatik ditentukan atas dasar waktu yang

diberikan pada masig-masing mesin. (Molenaar, et al., 2016).

Biaya operator utama

Op ×U op
BO = JKb (6)

Keterangan:

BO = Biaya operator (Rp/tahun)

Op = Jumlah operator (orang)

JKb = Jam kerja per tahun (hari/tahun)

Uop = Upah operator (Rp/hari orang)


b) Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan (BPP)

Perawatan atau Pemeliharaan antara lain meliputi :

1. Pelumasan

2. Penggantian karena aus dan lainya.

3. Perbaikan akibat kerusakan tak terduga.

4. Upah tenaga kerja terampil untuk pekerjaan tertentu seperti perbaikan

khusus, pengujian adjusment alat mesin.

5. Pengecetan, pembersiahan/pencucian.

Biaya perbaikan, tenaga kerja manajemen pengecetan dan pembersihan

dapat ditentukan atas dasar tahunan. Pelumasan dan pergantian biasa yang

disebabkan langsung oleh pemakaian dapat diestimasi atas dasar jumlah

produksi. (Molenaar, et al., 2016).

Rumus:
BPP =P× m
1260 jam (7)

Keterangan:

P = Harga pembuatan alat

M = Nilai pemeliharaan, rata-rata 5% dari harga pembuatan alat

1260 jam = 180 hari/tahun × 7 jam/proses

c) Biaya Pemakaian Listrik (BL)

BL = W × HBL × JK × HK (8)
Keterangan:

BL = Biaya listrik (Rp/tahun)


W = Daya (kW)
JK = Jam Kerja (jam/hari)
HBL = Biaya listrik, (Rp 415/k Wh)
HK = Hari Kerja (hari/tahun)

d) Biaya Bahan Bakar (BBB)

BBB = KBB ×HK ×HBB ×JK (9)

Keterangan :

BBB = Biaya bahan bakar (Rp/tahun)

KBB = Kebutuhan bahan bakar (kg/proses)

HK = Hari kerja (hari/tahun)

HBB = Harga bahan bakar (Rp/kg)

3.5.3. Biaya Total (Total Cost) Per Tahun

Biaya total perjam dihitung dengan persamaan berikut (Priyo,2012):

TC =FC + VC (10)

Keterangan :

TC = Biaya total (Rp/tahun)

FC = Biaya tetap

(Rp/tahun)

VC = Biaya tidak tetap (Rp/tahun)

X = Jumlah jam kerja per tahun (jam/tahun)

3.5.4. Biaya Pokok Pengeringan (BP) Per Tahun

BP = TC (11)
X×k

Keterangan :

X = Jam kerja pertahun (jam/tahun)

k = Kapasitas kerja mesin(unit produk/jam, misalnya kg/jam; l/jam;ha/jam)


3.5.5. Pendapatan

a) Penerimaan

B = k × BJP (12)

Keterangan:

B = Benefit/penerimaan (Rp/tahun)

BJP = Biaya jasa pengeringan

(Rp/kg)

b) Pengeluaran (C)

C = k × BP (13)

Keterangan:

C = Pengeluaran (Rp/tahun)

c) Total Pendapatan Per Tahun

π =B–C (14)

Keterangan:

π = Pendapatan (Rp/tahun)

3.5.6. Analisis Titik Impas ( Break Even Point)

Pendapatan dihitung menggunakan persamaan (Priyo, 2012) :

VC (15)
VCunit = K

BEP = FC
P−VCunit (16)
Keterangan :

BEP = Analisis titik impas (kg/tahun

VCunit= Biaya tidak tetap per kapasitas alat (Rp/kg)

Jika jumlah jagung yang dikeringkan oleh mesin pengering dalam 1 tahun

lebih kecil dari BEP, maka penggunaan mesing pengering tersebut rugi. Namun

jikajumlah
jagung yang dikeringkan dalam 1 tahun lebih besar dari BEP maka penggunaan mesin

pengering tersebut untung.


3.5.7. Analisis Kelayakan

Menurut Priyo (2012), dalam perhitungan analisis kelayakan secara

Ekonomi diperlukan discount factor (DF) atau faktor potongan dengan rumus :
DF = i
t
(1+i) (17)

Keterangan :

i = Discount rate/suku bunga bank (%)

t = Tahun yang sedang berjalan

a) Net Present Value (NPV)

NPV dapat dihitung dengan persamaan ( Priyo,2012):


Bt − Ct
NPV = ∑
(1 + i) t (18)

Keterangan :

i = Suku bunga bank

t = Tahun ke-t

Jika NPV > 0, maka mesin pengering ini dapat digunakan. Sedangkan jika NPV < 0,

maka mesin pengering tidak layak digunakan. Artinya, jika NPV = 0, maka

penggunaaan mesin pengering akan mendapat modal kembali setelah diperhitungkan

discount rate yang berlaku. Untuk NPV > 0, proyek dapat dilaksanakan dengan

memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV. Sedangkan apabila NPV < 0, maka

sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan atau dipertimbangkan lagi untuk

mencari alternatif yang lebih menguntungkan.

b) Benefit Cost Ratio(B/C Ratio)

Metode perhitungan B/C Ratio menggunakan Gross Benefit /Cost Ratio (Gross B/C

Ratio). Untuk mendapatkan hasil perbandingan antara Benefit terhadap Cost


digunakan rumus (Priyo, 2012):

Bt
∑ t
B/C Ratio= (1+i )
Ct (19)

( 1+i )t

Jika B/C Ratio> 1, maka penggunaan mesin pengering tersebut layak. Sedangkan

jika B/C Ratio ˂ 1, maka penggunaan mesin pengering tersebut tidak layak.

c) Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Priyo (2012), untuk memperoleh nilai IRR dilakukan perhitungan dengan

trial and error karena tidak dapat diselesaikan secara langsung. Prosedurpenentuan

IRR adalah sebagai berikut :

Menentukan suatu nilai i yang diduga mendekati nilai IRR yang dicari (dilambangkan

dengan i’). Dengan nilai i’, akan dihitung nilai NPV arus kas biaya dan manfaat setiap

tahun. Apabila NPV yang dihasilkan bernilai positif, berarti bahwa nilai dugaan i’

terlalu rendah. Untuk itu dipilih nilai i’ yang lebih tinggi. Tahap berikutnya dipilih

nilai i” yang lebih tinggi lagi yang diharapkan dapat memberikan nilai NPV negatif.

Nilai NPV dengan i’ dilambangkan dengan NPV’, dan nilai NPV dengan i”

dilambangkan dengan NPV”, maka perkiraan nilai IRR dapat didekati dengan

persamaan berikut :

IRR = i′ + NPV 𝐹
(i" − i′) (20)
NPV −N𝐹 PV"

Nilai IRR yang diperoleh merupakan nilai pendekatan , karena hubungan antara

perubahan i dan NPV tidak merupakan suatu garis linier, sehingga ketepatan atau

besarnya penyimpangan nilai IRR akan dipengaruhi besarnya nilai i’ dan i”.

Artinya semakin kecil perbedaan nilai i’ dan i”, maka nilai IRR yang diperoleh

semakin mempunyai ketepatan yang lebih tinggi atau mendekati nilai sebenarnya.

Dari perhitungan IRR yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai berikut: Jika
IRR >discount rate maka usaha layak untuk dilaksanakan sedangkan jika IRR

<discount rate maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Untuk memperoleh nilai

IRR dari persamaan di atas dilakukan dengan trial and error karena tidak dapat

diselesaikan secara langsung.


DAFTAR PUSTAKA

Carter, U. 2004. Akuntansi Biaya. Salemba Empat. Jakarta.

Fathani, H. 2008. Rancang Bangun Alat Pengering Gabah Tipe Silinder Vertikal.
(Skripsi). Bandar Lampung. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.

Firmansyah, U.I., Aqil, M., Sinuseng, Y. 2006. Penanganan Pascapanen Jagung.


Jurnal Teknik Produksi dan Pengembangan. 364-385.

Giatman, M. Ekonomi Teknik. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 212 hlm. Hargono.,

Djaeni, M., Buchori, L. 2012. Karakterisasi Proses Pengeringan Jagung


Dengan Metode Mixed-Adsorption Drying Dengan Menggunakan Zeolite
Pada Unggun Terfluidisasi. Jurnal Reaktor. Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro. 14 (1) 33-38.

Istandi., Sumardiono, S dan Soetrisnanto, D. 2000. Penentuan Konstanta


Pengeringan Dalam Sistem Pengeringan Lapis Tipis (Thin Layer Drying).
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia. A-5.1- A-5.7 hlm.

M. Djaeni, A. Agusniar, D., Setyani dan Hargono. Pengeringan Jagung Dengan


Metode Mixed-Adsorption Drying Menggunakan Zeolite Pada Unggun
Terfluidisasi. Jurnal Pengeringan. Fakultas Teknik Universitas Wahid
Hasyim Semarang. 49-54.

Pramudya, B. 2001. Ekonomi Teknik. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Priyo, M. 2012. Ekonomi Teknik. LP3M UMY. Yogyakarta. 243 hlm.

Putra, M. 2018. Uji Kinerja Alat Pengering Silinder Vertikal Pada Proses
Pengeringan Jagung ( Zea mays ssp.mays). (Skripsi). Jurusan Teknik
Pertanian. Universitas Lampung.

Riansyah, A., Supriadi, A., Nopianti, R. 2013. Pengaruh Perbedaan Suhu dan
Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam
(Trichogaster pectoralis) Dengan Menggunakan Oven. Jurnal Teknologi
Hasil Perikanan. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. 2 (1) 53-68.

Risyanto, M.H.E.2007. Analisis Biaya Pengeringan Dengan Menggunakan Tiga


Bahan Bakar Pada Alat Pengering Gabah Tipe Bak Segitiga. (Skripsi).
Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Zakaria, A.K. 2011. Kebijakan Antisipatif dan Strategi Penggalangan Petani Menuju
Swasembada Jagung Nasional. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. 9 (3) 261-
274

Anda mungkin juga menyukai