Anda di halaman 1dari 181

See discussions, stats, and author profiles for this publication at:

https://www.researchgate.net/publication/340527160

Penanganan Hasil Perikanan (Fishery Product Handling)

Presentation · April 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.34020.53126

CITATIONS READS

0 451

1 author:

Belvi Vatria
Politeknik Negeri Pontianak
19 PUBLICATIONS 18 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related
projects:

Fisheries 01 View project

All content following this page was uploaded by Belvi Vatria on 09 April
2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1.1. Sumber Daya Ikan
 Sumber Bahan Baku:
1. Perikanan laut
2. Perairan umum (sungai, rawa, danau)
3. Budidaya kolam (kolam, tambak,
keramba)
 Manfaat
1. Ketahanan Pangan
2. Asupan Gizi
3. Pengentasan Kemiskinan
Karateristik Bahan Mentah Ikan
1. Jumlah spesiesnya banyak (wide variety of species): Spesies yang hidup (atau
sebagian daur hidupnya) di perairan sangat beragam. Mulai dari avertebrata
seperti echinodermata, krustacea, molusca, hingga golongan vertebrata, pisces
dan mamalia laut. Setiap golongan tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, sehingga teknis penanganan dan pengolahannya juga beragam
2. Produksinya tidak tetap (Inconsistency of supply): Dalam industri pengolahan
produk, persyaratan utamanya adalah jaminan pasokan dalam yang cukup dan
kontinyu untuk pelaksanaan produksi yang efisien. Namun untuk hasil
perikanan tangkap mengalami kesulitan dalam hal pemanenan secara terjadwal,
karena kegiatan ini dipengaruhi oleh keadaan alam, seperti kondisi cuaca
3. Mudah rusak (perisable food): Hasil perikanan dikenal sebagai bahan pangan
yang mudah rusak (perisable food), dan mudah mengalami kemunduran mutu.
Hal ini menyebabkan umur simpannya pendek atau relative singkat
dibandingkan dengan bahan pangan yang lain. Dipengaruhi karakteristik alami
dari hasil perikanan itu sendiri atau penanganan pasca panen yang kurang baik
4. Komponennya tidak stabil (Instabillity of fish components): keunggulan ikan
adalah memiliki komposisi asam amino esensial dan komposisi asam lemak tak
jenuh yang lebih lengkap dari hewan lain. Kadar lemak yang tinggi akan
menyulitkan dalam pengolahan dan penyimpanan dimana produk akan cepat
mengalami ketengikan akibat oksidasi lemak oleh udara.
Potensi Perikanan WPP-RI 711(KEPMEN KP 50/2017)

WPP-RI 711 : Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan
No SDI Potensi (ton) JTB (ton) Pemanfaatan

1 Pelagis Kecil 330,284 264,227 1.41

2 Pelagis besar 185,855 148,684 0.93

3 Demersal 131,070 104,856 0.61

4 Ikan Karang 20,625 16,500 1.53

5 Udang 62,342 49,873 0.53

6 Lobster 1,421 1,137 0.54

7 Kepiting 2,318 1,854 1.09

8 Rajungan 9,711 7,769 1.18

9 Cumi 23,499 18,799 1.84

Jumlah 767,125 613,699


Keterangan: JTB=Jumlah yang boleh ditangkap, E,0.5=Moderate, 0.5≤E<1=fully
exploited, E≥1over exploited
Produksi Perikanan 2017: Kalimantan Barat
Perairan Parairan Budidaya
Kabupaten/Kota Laut Umum Kolam Total (ton) Total
(%)

Sambas 24,130.16 8,813.00 32,943.16 20.47

Bengkayang 7,404.76 305.03 968.00 8,677.79 5.39

Mempawah 12,206.24 4,213.30 16,419.54 10.20

Ketapang 24,845.70 18,468.00 43,313.70 26.91

Kayong Utara 32,540.37 325.72 32,866.09 20.42

Kubu Raya 19,393.15 2,754.64 22,147.79 13.76

Singkawang 3,363.87 1226.05 4,589.92 2.85

Total 123,884.25 305.03 36,768.71 160,957.99 100.00


Sumber BPS 2017
1.2. Biologi Ikan
Klasifikasi:
1. Ikan Bertulang Belakang dan Bersirip
(disebut Ikan)
2. Ikan Tidak Bertulang Belakang dan Tidak
Bersirip (Kerang-kerangan (Molusca),
Udang-udangan (Crustacea))
Menurut buckle et al (1987) ikan laut dibagi 8 jenis, yaitu:
1. Spesies demersal; yaitu ikan bersirip yang hidup di dasar laut yang
dalam, seperti seperti cod dan haddock
2. Spesies pelagis besar; yaitu ikan bersirip dan berukuran relatif
besar yang hidup di permukaan air laut, seperti tuna, cakalang,
tongkol
3. Spesies pelagis kecil, yaitu ikan bersirip dan berukuran relatif kecil
yang hidup di permukaan air laut, seperti herring, pechard, dan
anchovy (ikan teri)
4. Spesies crustacea, cirinya tidak bersirip, berkulit keras, memiliki
kaki dan antena, seperti udang (shrimp ) dan kepiting (crabs)
5. Jenis molusca; cirinya berdaging lunak, memiliki kaki dan memiliki
cangkang, seperti kerang (clam), remis (oyster), abalone dan
mussel
6. Jenis cephalopoda; berdaging lunak, memiliki tentakel, seperti
cumi-cumi (squid), sotong (sepia), dan gurita (octopus)
7. Spesies anadromus, yaitu ikan yang dapat berpindah dari air laut
ke air tawar untuk bertelur, misalnya ikan salmon,
8. Jenis-jenis hasil perikanan lainnya, seperti ubur- ubur, teripang,
rumput laut
Jenis Ikan Konsumsi di Indonesia

Ikan Demersal
 Kakap merah (lutjanus spp)
 Peperek (leiognatus spp)
 Tiga waja (epinephelus spp)
 Bawal (pampus spp)
Ikan Pelagis Besar
 Tuna (Thunidae)
 Cakalang (Katsuwonus Pelamis)
 Tongkol (Euthynnus spp)
 Tenggiri (Scomberomorus spp)
 Marlin (Makaira sp)
 Cucut (Xiphias)
Ikan Pelagis Kecil
 Lemuru (Sardinela Longiceps)
 Selar (Selaroides Leptolepis)
 Teri (Stolephorus Commersoni)
 Kembung (Restrelinger spp)
 Layang (Decafterus Ruselli)
 Japuh (Dussumeiria spp)
 Sunglir (Elagastis Bipinnulatus)
 Tembang (Sardinella Fimbriata)
 Layur (Trichiurus Lepterus)
Crustacea
 Udang Windu (Panaeus monodon )
 Udang Vannami (Litopenaeus vannamie)
 Udang Putih/wangkang (Panaeus marguiensis)
 Udang Loreng/Flower (Panaeus semisulcatus)
 Udang Dogol (Metapenaaeus monoceros)
 Udang Kuning (Metapenaeus brevicornis)
 Udang Krosok/merah (Metapenaeus palmensis)
 Udang Galah / air tawar (Macrobrachium rosenbergii)
 Udang Mantis/ ronggeng/kipas (Stomatopoda)
 Lobster (Nephropidae)
 Ranjungan/kepiting (Portunidae)
Molusca
1. Kerang (clams)
2. Tiram/remis (oyster)
3. Abalon (abalone )
4. Musel/air tawar & payau (mussel)
Cephalopoda
1. Cumi-cumi (loligo sp)
2. Sotong (sepia sp)
3. Gurita (octopus sp)
Anadromus
1. Ikan salmon atlantik ( salmon salar)
2. Ikan salmon raja ( salmon king)
3. Ikan salmon merah ( red salmoon)
4. Ikan salmon silver ( salmoon soho)
5. Ikan salmon pelangi ( rainbow trout salmon)
6. Ikan salmon pesisir (cuthroat trout salmon)
Jenis perikanan laut lainnya:
1. Teripang (Holothuroidea)
2. Ubur-ubur(Scyphozoa)
3. Rumput Laut (Gracilaria sp,
Eucheuma sp, Sargasum sp,Turbinaria
sp)
Ikan Air Tawar
 Lele (Clarias Bathracus)
 Nila (Tilapia Niloticus)
 Emas (Ciprinus Carvio)
 Mujair (Tilapia Mossambica)
 Gurame (Osphoronemus
Gorame)
 Belida (Chitalla Lopis)
 Gabus (Channa Striata)
 Toman (Channa
Micropeltes)
 Patin (Pangasius)
 Belut (Fluta Alba)
1.3. Komposisi Fisik Ikan
 Secara fisik ikan dibedakan menjadi bagian yang dapat
dimakan dan bagian yang tidak dapat dimakan yang
terdiri dari kepala, badan, ekor

 Bagian kepala terdiri dari ujung mulut terdepan hingga


ujung tutup insang paling belakang. Pada bagian mulut
terdapat rahang atas dan rahang bawah, gigi, sungut,
hidung, mata, insang, tutup insang, otak, jantung

 Bagian badan terletak antara tutup insang paling


belakang hingga permulaan sirip dubur. Pada bagian
badan terdapat sirip punggung, sirip dada, sirip perut,
dan organ dalam seperti hati, empedu, lambung, usus,
gonad, gelembung renang, ginjal, limfa, dan sebagainya

 Bagian ekor terletak antara permulaan sirip dubur


hingga ujung sirip ekor paling belakang. Pada bagian ini
terdapat anus, sirip dubur, dan sirip ekor
Komposisi Fisik Ikan
Bagian Keterangan

Daging/Otot Ikan • Jenis otot pada ikan, yaitu otot liken (polos), otot bergaris, dan otot
jantung. Daging/otot ikan terdiri dari otot gelap (merah) dan putih. Otot
gelap adalah lapisan otot berwarna merah yang terletak sepanjang
badan di bawah kulit ikan. Berkisar 1-2% untuk ikan berdaging putih
dan 20% untuk ikan berdaging merah

Rangka/tulang • Rangka axial, terdiri dari tulang tengkorak, tulang punggung dan tulang
rusuk,
• Rangka visceral, terdiri dari tulang lengkung insang dan turunannya, dan
• Rangka appendicular, yaitu rangka anggota badan, seperti jari-jari sirip
dan pelekat-pelekat lainnya

Organ Dalam • Saluran pencernaan terdiri atas mulut, pharinx, oesophagus, lambung,
pylorus, usus, rektum dan anus
• Kelenjar pencernaan terdiri atas hati, empedu dan pankreas
• Jantung untuk memompa darah
Kulit dan Sisik • Kulit berfungsi sebagai alat respirasi, ekskresi (pengeluaran), dan
osmoregulator (regulasi tekanan osmotik). Kulit ikan terdiri atas dua
lapisan, yaitu epidermis (lapisan luar), dan dermis (lapisan dalam)
• Sisik melekat pada kantung-kantung di dalam dermis . Terdiri dari Sisik
bagian luar (exposed part ) dan bagian dalam (embeded part )
Lendir • Pada permukaan epidermis terdapat kelenjar-kelenjar lendir yang
mengeluarkan lendir pada permukaan kulit yang dapat memberikan bau
amis ikan
Kelenjar Racun • Beberapa jenis ikan, misalnya ikan pari, lele dan sejenisnya, cucut, dan
lain-lain, mempunyai kelenjar racun,umumnya terdapat dalam duri sirip
1.4. Komposisi Kimia Ikan
 Komposisi kimia ikan dipengaruhi antara lain
oleh faktor biologi dan faktor alami lainnya

 Faktor biologis berasal dari ikannya sendiri,


seperti; jenis ikan, umur dan jenis kelamin.
Makin tua umur ikan pada biasanya kadar
lemaknya makin meningkat

 Faktor alami meliputi tempat hidup ikan


(habitat)), musim, dan jenis makanan yang
tersedia
Perbandingan komposisi kimia beberapa jenis ikan

Golongan Ikan Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%)

Ikan gemuk 68.6 20.0 10.0 1.4

Ikan sedang 77.2 19.0 2.5 1.3

Ikan kurus 81.8 16.4 0.5 1.3

Udang 76.0 17.8 2.1 2.1

Kerang 81.0 13.0 1.5 1.6


Perbandingan komposisi kimia beberapa jenis ikan
Perbandingan gizi ikan dan sapi

Gizi Ikan (%) Sapi (%)


Air 66-84 65-80
Protein 15-24 16-22
Lemak 0.1-22 1.5-13
Kabohidrat 1-3 0.3-13
Senyawa Anorganik 0. 8- 2 1
Kadar Air Ikan
 Kadar air dalam tubuh ikan berkisar 70-80%
dari berat ikan
 Kadar air pada ikan berbanding terbalik
dengan kadar lemak dalam tubuh ikan
 Terdapat dua jenis air dalam tubuh ikan yakni
air bebas yang berada di permukaan tubuh
ikan dan air terikat yang berada di dalam
jaringan penyusun tubuh ikan
 Kandungan air bebas dalam tubuh ikan segar
berpotensi sebagai media biak bakteri dan
mikroorganisme
Kadar Protein Ikan
 Kadar protein dalam tu buh ikan berkisar antara
18-
20%
 Berfungsi sebagai sumber energi ikan, pertumbuhan,
serta perbaikan sel yang rusak pada ikan
 Molekul protein dapat terurai menjadi asam amino
melalui reaksi biokimiawi dan penguraian bakteri
 Pada tahap pembusukan ikan protein terurai menjadi
ikatan peptida, TMAO, dan senyawa nitrogen
 Degradasi lebih lanjut menyebabkan bau tengik
akibat dari timbulnya senyawa putresin, isoamilamin,
kadaverin, dan lain-lain.
Kadar Lemak Ikan
 Kadar lemak dalam tubuh ikan ikan berkisar 0.1-22% dari berat
ikan
 Kandungan lemak (m inyak ikan) sangat bervariasi,
yang
dipengaruhi oleh jenis ikan, umur, musim, ketersediaan makanan,
dan kebiasaan makan
 Simpanan lemak dalam t ubuh ikan t erdapat dalam daging
at au
jaringan otot (misalnya pada ikan mas/carp dan herring), dalam
hati (misalnya dalam ikan cod dan haddock) at au dalam jeroan
terutama usus kecil
 Ikan berlemak tinggi (ikan cod) sebagian besar lemaknya disimpan
dalam hatinya dan hanya sedikit yang disimpan dalam dagingnya

 Jenis ikan lain justru lebih banyak menyim pan lemak


dalam dagingnya dan hanya sedikit dalam hati atau organ lain
Kadar Lemak Jenis Ikan
Tinggi (6-20%) herring , mackerel, salmon,
sardin, tuna, tawes, sepat,
tembang, dan belut
Sedang (2-5%) ikan mas, rajungan (crabs),
dan ikan ekor kuning
Rendah ( < 2%) kerang (clam), cod, lobster ,
scallop, flounder , halibut ,
bekasang, bawal, gabus,
dan mullet
Asam Lemak Ikan

 Asam Lemak ikan berbeda dengan lemak pada tanaman dan


hewan darat
 Asam lemak ikan umumnya berantai panjang lebih dari 18 atom
karbon (umumnya C20 dan C22)

 Asam lemak dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak


jenuh dan tak jenuh, asam lemak jenuh bertitik leleh lebih tinggi
dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh
 Pada ikan lebih banyak lemak yang mengandung ikatan rangkap
(asam lemak tak jenuh) misalnya Docosa Heksaenoic Acid (DHA)
dan Eikosapentanoat (EPA) keduanya tergolong asam lemak
essensial Omega-3

 Asam Lemak essensial omega-3 banyak terdapat pada ikan (air


laut) yang sangat bermanfaat bagi manusia
Manfaat asam lemak essensial Omega-3

 Mencegah timbulnya penyakit jantung koroner


dan menghambat terjadinya penyempitan
pembuluh darah
 Perkembangan otak bayi dan anak-anak
 Dianjurkan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil
dan ibu menyusui
Penyebab kerusakan asam lemak essensial Omega-3

 proses penggorengan dapat menyebabkan


rusaknya asam lemak omega-3 (akibat
teroksidasi)

 Pengalengan ik an dapat menyebabkan


teroksidasinya asam lemak omega-3

 Proses penggaraman (pengasinan) dapat


menurunkan kadar DHA tetapi
mempengaruhi kadar EPA tidak
Kadar Karbohidrat Ikan
 Kadar karbohidrat dalam tu buh ikan berk isar 1-
8%
dari berat ikan
 Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi
pada
tubuh ikan
 Karbohidrat dalam daging ikan sebagian besar adalah
glikogen yaitu berkisar 0,05 – 0,85 %, selain itu
terdapat juga glukosa (0,038 %), asam laktat (0,005 –
0,43 %) dan berbagai senyawa dalam metabolisme
karbohidrat
 Jika setelah ditangkap ikan dibiarkan banyak bergerak
(berontak) sebelum mati, maka kadar glikogen dalam
dagingnya akan banyak berkurang. Berkurangnya
kadar glikogen akan menyebabkan produksi asam
laktat berkurang, sehingga masa kesegaran ikan
berkurang
Kadar Vitamin Ikan
 Vitamin lebih banyak terdapat di organ-organ
tubuh
ikan daripada di daging ikan
 Vatamin dalam tubuh ikan cenderung
tergantung
kepada kadar lemaknya
 Vitamin yang terdapat pada daging ik an
terbagi
menjadi dua golongan, yaitu vitamin yang larut dalam
air seperti vitamin B kompleks dan vitamin yang larut
dalam lemak seperti vitamin A dan D

 Vitamin A dan D banyak ditemukan pada spesies-


spesies ikan berlemak, terutama dalam hati dan jeroan
ikan
 Vitamin berfungsi untuk pemenuhan gizi
dalam
pertumbuhan ikan
Kadar Mineral Ikan

Kadar mineral Ikan adalah sebagai berikut:

Mineral Jumlah
Posfor (P) 730 – 2170 m g / k g
Magnesium (Mg) 240 – 310 m g / k g
Kalsium (Ca) 48 – 420 m g / k g
Tembaga (Cu) 0,4 – 1,7 m g / k g
Iodium (I) 0,1 – 1,0 m g / k g
1.5. Pemanfaatan Ikan
Katagori pemanfaatan ikan:
1. Ready to eat: yaitu ikan dapat langsung dikonsumsi,
contohnya produk ikan kaleng
2. Ready to cook: yaitu ikan harus dimasak terlebih dahulu
sebelum di makan, contohnya ikan segar, ikan beku, ikan
asin
3. Advanced process: yaitu ikan di olah sebagai bahan setengah
jadi untuk diproses lanjut, contohnya surimi
Jenis Konsumen:
 Y = Young (balita)
 O = Old (manula)
 P = Pregnant (ibu hamil)
 I = Immuno-suppressed (daya tahan terbatas)
 A = Allergic (alergi )
 G= General (umum)
Jenis pengolahan ikan:
1. Pendinginan (menjaga suhu ikan 0 - 5 0C, menggunakan
cool boxs)
2. Pembekuan (dibekukan suhu pusat ikan - 1 8 0C,
menggunakan mesin pembeku Air Blast freezer, Contact
plate Freezer)
3. Pasteurisasi (pemanasan hingga suhu 85 0 C selama 1
menit untuk ranjungan)
4. Sterilisasi (untuk ikan kaleng menggunakan retort suhu
115 0 C - 120 0 C dengan tekanan 1 - 2 atm)
5. Pengendalian Water Activity (Aw) seperti
pengeringan, penggaraman, fermentasi
6. Reduksi seperti pembuatan tepung ikan
7. Ekstraksi seperti pembuatan minyak ikan
8. Pelumatan daging ikan seperti pembuatan surimi
Ikan Bersirip
 Ikan bersirip dijual dalam bentuk:
1. Whole fish adalah ikan yang dipasarkan dalam bentuk dan
keadaan utuh seperti pada waktu diangkat dari air
2. Drawn fish adalah ikan yang telah dibuang insang dan isi
perutnya (jeroannya)
3. Dressed fish, di samping jeroan, dihilangkan pula kepala,
ekor dan sirip-siripnya
4. Steak adalah potongan melintang dari dressed fish
5. Fillets adalah daging tidak bertulang yang diperoleh dari
hasil potongan memanjang sepanjang sisi kiri dan kanan
tulang belakang
 Ikan bersirip dijual menjadi produk ikan segar,
ikan beku, dan ikan kaleng
Udang
 Udang untuk kom oditi ekspor biasanya
dijual dalam bentuk beku (Frozen)
 Untuk pasar domestik (lokal) dijual dalam
bentuk segar, namun biasanya kualitas
udang yang dijual dibawah standar ekspor
 Udang beku tersedia dalam bentuk:
1. Head on shell on (HOSO): udang dalam bentuk
utuh seperti baru di tangkap/panen
2. Head less shell on (HLSO): udang yang
dibuang kepalanya tetapi kulitnya masih utuh
3. Peel undeveined (PUD): udang dikupas kepala
dan kulit hingga sisa dagingnya saja
4. Pell deveined (PD): udang dikupas kepala,
kulit, dan dibuang ususnya hingga sisa
dagingnya saja
5. Cook (dimasak): biasanya udang PUD dan PD
direbus setengah matang terlebih dahulu baru
dijual
Rajungan
 Rajungan juga merupakan komoditi
ekspor yang dijual dalam bentuk
beku berupa daging putihnya saja,
namun ada juga ditemukan di
supermarket lokal
 Rajungan segar di rebus setengah
matang untuk memudahkan
mengambil daging putihnya,
kemudian dibekukan dan dikemas
dalam berbagai ukuran
 Rajungan juga dijual di pasar
domestik dalam bentuk utuh
 Sedangkan kepiting biasanya di jual
di pasar domestik dalam bentuk
hidup
Kerang
 Daging kerang beratnya sekitar 2 0 - 4 0 %
dari berat total
 Kerang dapat diperoleh di pasaran dalam
bentuk utuh hidup (bersama cangkangnya)
atau dalam bentuk daging kerang yang
telah dilepaskan dari cangkangnya
 Kerang tersedia dalam keadaan segar, beku
atau yang telah diawetkan dalam kaleng
 Pengelompokkan mutu kerang didasarkan
atas ukurannya: ukuran pertama (extra
large atau counts), ukuran kedua (large
atau extra select), ukuran ketiga ( medium
atau select), ukuran keempat (small atau
standard) dan ukuran kelima yaitu sub-
standard (very small).
Cephalopoda (cumi, sotong, gurita)
 Chepalophoda untuk komoditi ekspor
biasanya dijual dalam bentuk beku
(Frozen)
 Untuk pasar domestik (lokal) dijual dalam
bentuk segar dalam kondisi utuh
 Cumi dan sotong tersedia dalam bentuk:
1. Whole: dipasarkan dalam bentuk dan
keadaan
utuh seperti pada waktu ditangkap perut, dan
2. kulitnya sehingga
Tube: telah tersisa
dibuanghanya dagingnya
kepala, isi saja

3. Ring:
melintang secara tube
daging proposional membentuk
kemudian di potong-
seperti
potong cincin
4. Head: kepala yang telah dipisahkan dari badannya
kemudian di buang mata dan capitnya lalu
dibersihkan
 Gurita teredia dalam bentuk utuh atau
dipotong-potong secara proposional
agar mudah dikonsumsi
Teripang
 Teripang kaya akan protein dan sangat baik untuk kesehatan

 Teripang (timun laut) juga merupakan komoditi ekspor (Jepang,


taiwan,
hongkong), biasanya dijual dalam bentuk kering melalui pengasapan

 Teripang segar, dibersihkan dibuang isi perutnya, kemudian direbus dengan


penambahan garam ±15% selama 20 – 30 menit (sampai tekstur kenyal) dan
ditiriskan, selanjutnya diasapkan selama 10 – 20 jam dengan ketebalan asap
sedang dan suhu 60 – 80°. Setelah itu dikeringkan sampai benar-benar kering
dan dikemas sesuai permintaan

 Teripang dapat disajikan menjadi sup teripang yang dicampur dengan sayur-
sayuran seperti jamur dan sebagainya (teripang kering direndam dengan air
panas sedang hingga mengembang dan kenyal, kemudian diiris-iris dan siap
dimasak menjadi sup)
Rumput Laut
Beberapa pemanfaatan rumput laut:
 Agar-agar, yang dihasilkan oleh rumput laut jenis alga merah yang dikenal sebagai
agarofit. Species yang termasuk adalah Gracilaria sp dan Gellidium sp. Pemanfaatan agar
dalam bidang pangan adalah sebagai pembentuk gel, pengental, koagulan, penjernih, dan
sebagainya. Pemanfaatan dalam bidang farmasi dan kosmetik juga beragam. Selain itu
agar juga dimanfaatan dalam analisis laboratorium sebagai media perkembangan mikroba,
analisis DNA, dan media kultur jaringan.
 Karaginan, yang dihasilkan oleh rumput laut jenis alga merah yang dikenal sebagai
karaginofit. Species yang termasuk adalah Eucheuma cottonii, Eucheuma spinosum,
Kapahicus sp. Pemanfatannya dalam industry farmasi dan kosmetik, dalam industry
pangan, dalam industry kertas dan laian-lain.
 Alginat, yang dihasilkan oleh rumput laut jenis alga coklat yang dikenal sebagai alginofit.
Species yang termasuk di dalamnya adalah Sargasum sp dan Turbinaria sp.
Pemanfaatannya dalam industry kosmetik, perawatan tubuh, pengental cat, industry
pangan dan sebagainya
2.1. Karateristik Umum
 Ikan adalah produk yang mudah rusak (perishable product )
oleh karena itu harus ditangani dengan baik

 Mutu ikan adalah karateristik menyeluruh dari ikan


(fisika,biologi,kimia) yang dapat memberikan kepuasan
konsumen. Setiap konsumen memiliki kriteria tertentu dalam
menentukan mutu ikan sesuai kebutuhannya
 Mutu ikan segar terbagi menjadi dua yaitu, mutu intrinsik dan mutu
ekstrinsik:
 Mutu intrinsik adalah sejumlah parameter yang melekat atau
dibawa secara alami dan genetik pada ikan yang baru ditangkap
(segar). Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain: spesies
ikan, ukuran ikan komposisi kimia (nilai gizi), kontaminasi polutan,
toksin alami ikan

 Mutu ekstrinsik adalah mutu ikan yang dihasilkan akibat pengaruh


faktor luar, baik secara alami maupun karena campur tangan
manusia, setelah ikan ditangkap/dipanen seperti: kemunduran
mutu, kerusakan fisik ikan,, kontaminasi bakteri pathogen,
kontaminasi lainnya
1. Mutu Intrinsik
 Spesies ikan: Perbedaan jenis ikan akan mempengaruhi penilaian
mutu ikan oleh konsumen. Di daerah tertentu (Jepang) ikan tuna lebih
disukai dibanding jenis ikan lainnya. Jenis Ikan yang rasanya lebih
lezat akan dianggap bermutu lebih baik dan berharga lebih mahal.
Misalnya lobster akan dianggap lebih bermutu dibanding jenis
crustacea lainnya

 Ukuran ikan: Biasanya ikan yang lebih besar dianggap lebih lebih
bermutu dan lebih mahal dibanding ikan yang berukuran lebih kecil
yang sejenis. Ikan berukuran lebih besar biasanya lebih banyak daging
yang dapat dimakan
 Komposisi kimia: Setiap jenis ikan memiliki nilai gizi yang
berbeda terutama kadar protein, lemak dan air. Jenis ikan yang
kandungan gizinya lebih tinggi cenderung dianggap lebih
bermutu, terutama yang mengandung Omega-3

 Kontaminasi Polutan: Ikan yang sudah terkontaminasi oleh


polutan maka dianggap mutunya kurang baik. Kontaminasi
oleh polutan akibat pembuangan limbah industri kesungai,
danau, dan laut yang akhirnya menghasilkan residu di dalam
tubuh ikan yang dapat membahayakan kesehatan manusia,
antara lain:
 logam berat (merkuri, kadmium, timah hitam, selenium,
timbal, arsenik)
 pestisida (aldrin, dieldrin, benzen heksaklorida (BHC),
poliklorinated bifenil (PCB))
 Residu antibiotik (klorafenikol, malachite green,nitrofuran)
 Seperti kasus “minamata” Jepang, dari 798 orang terpapar
menyebabkan 107 orang meninggal karena mengkonsumsi
ikan yang tercemar merkuri. Demikian juga ikan yang
ditangkap di Teluk Jakarta sebagian besar sudah tercemar
logam berat akibat limbah industri
 Toksin Alami Ikan: beberapa jenis ikan mengandung toksin
alami pada tubuhnya hal ini mempengaruhi penilaian mutu
jenis ikan tersebut. Ikan yang mengandung toksin alami, antara
lain:
 Ikan buntal (roe, puffer fish atau fugu ) mengandung
tetrodotoxin (TTX)
 Ikan karang mengandung toksin ciguatera (CTX)
 Kekerangan mengandung toksin Paralytic Shellfish
Poisoning (PSP), Diarethic Shellfish Poisining (DSP), Amnesic
Shellfish Poisining (ASP), Neurotic Shellfish Poisining (NSP)
2. Mutu Ekstrinsik

 Kemunduran mutu: Ikan adalah produk yang mudah rusak


(perishable product ) oleh karena itu harus ditangani dengan
baik. Jika tidak ditangani dengan baik setidaknya dalam waktu
2 - 7 jam ikan akan mengalami kemunduran mutu.
Kemunduran mutu ikan tersebut disebabkan oleh proses
enzimatis dan bakteriologi. Tingkat kesegaran ikan
mempengaruhi penilaian mutu ikan oleh konsumen

 Kerusakan fisik ikan: Berbagai kerusakan pada ikan dapat


disebabkan oleh kecerobohan dan kelalaian manusia, yang
sesungguhnya dapat dicegah. Pada saat penanganan ikan,
harus dicegah kerusakan ikan (misalnya terluka) karena
peralatan, es, benturan, gesekan antar ikan, penumpukan ikan,
terinjak dan perlakuaan kasar lainnya
 Kontaminasi bakteri pathogen: Pananganan ikan yang tidak
memperhatikan sanitasi dan higiene dapat membuat ikan
terkontaminasi bakteri pathogen (menimbulkan penyakit) yang
berbahaya bagi kesehatan manusia jika mengkonsumsinya,
antara lain:
 Bakteri pathogen: Salmonella, Echerichia coli, Vibrio
paraaemolyticcus, Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus,
Clostridium botullinum, Listeria monochytogenes
 Parasit: Nematoda, Cestoda,Trematoda

 Kontaminasi lainnya: Penanganan ikan yang kurang baik juga


dapat menyebabkan ikan terkontaminasi sehingga tidak layak
untuk dikonsumsi:
 Pelumas, minyak, bahan pembersih (sabun, saniter,
disinfektan),
 Bahan pengawet (formalin),
 Kontaminasi fisik seperti serpihan kaca, kayu, plastik, dan
sebagainya,
2.2. Kesegaran Ikan
 Ikan segar adalah ikan yang belum mengalami perlakuan
pengawetan kecuali pendinginan ( chilling ) (SNI 2729:2013:
Ikan Segar)
 Ikan yang sangat segar relatif mempunyai ciri yang sama
seperti ikan hidup (rupa, rasa, bau, dan teksturnya):
 Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami
proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut
 Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun
kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika
ditangkap
 Faktor yang mempengaruhi kesegaran ikan:
1. Daerah Penangkapan/panen: letak geografis, kondisi lingkungan
perairan, adanya cemaran polutan pada daerah-daerah tertentu
2. Cara penangkapan/pemanenan dan pendaratan ikan: cara ikan
mati, Jarak pengangkutan dаrі tempat penangkapan/pemanenan
kе tempat pendaratan
3. Cara penanganan pasca tangkap/panen hasil perikanan:
peralatan уаng digunakan, penggunaan bahan-bahan pendingin
(es). cara penyimpanan, pengangkutan, dan lain-lain
4. Keadaan cuaca/suhu: kondisi cuaca (musim kemarau/hujan,
suhu lingkungan)
 Empat tingkat kesegaran ikan:
1. Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima) yaitu ikan yang baru
saja ditangkap dan baru mengalami kematian. ciri-ciri ikan pada kondisi
ini adalah mata merah, bola mata menonjol, kornea jernih, insang
berwarna merah dan jernih, serta sayatan daging cemerlang
2. Ikan yang kesegarannya masih baik (advanced) yaitu ikan yang kondisi
masih baik, namun tidak sesegar ikan yang masih prima
3. Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang) yaitu ikan yang
memiliki kondisi bola mata yang mulai cekung, kornea keruh, insang
mulai berlendir,daging mulai lembek dan warna mulai pudar
4. Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk) yaitu ikan yang memiliki kondisi
sudah busuk dengan tanda-tanda sisik mudah lepas dan sudah
memberikan bau busuk sehingga sudah tidak layak dikonsumsi
 Ciri-ciri ikan segar
1. Kenampakan luar: pada ikan yang masih segar kenampakan luar
terlihat cemerlang, tidak suram, normal, tidak cacat.
2. Keadaan mata: pada ikan yang masih segar mata terlihat jernih,
cerah, dan cembung
3. Sisik: untuk sisik pada ikan yang segar, sisiknya masih melekat
kuat dan tidak mudah lepas dari tubuhnya.
4. Insang: pada ikan yang masih segar warna insang merah cerah
dan sedikit lendir
5. Keadaan daging: warna sepesifik dan terang, padat, elastis jika
ditekan dengan jari maka bekasnya akan segera kembali, lentur
apabila dibengkokkan, maka setelah dilepas segera akan kembali
lagi ke bentuk semula
6. Kulit dan lendir, pada permukaan tubuhnya belum terdapat lendir
yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi kusam dan tidak
menarik.
7. Aroma: pada ikan segar beraroma segar dan spesifik jenis
2.3. Kemunduran Mutu Ikan Segar
 Mutu bahan baku ikan sangat menentukan mutu produk akhir
ikan hasil olahan, semakin baik mutu bahan baku maka
semakin besar peluang untuk menghasilkan produk akhir yang
bermutu baik
 Hampir dipastikan tidak akan dapat memperoleh mutu produk
akhir yang tinggi jika mutu bahan bakunya rendah
 Sampai saat ini belum ada teknologi pengolahan yang dapat
menghasilkan produk akhir bermutu tinggi dari bahan baku
bermutu rendah
 Oleh karena itu hal yang dapat dilakukan adalah
mempertahankan mutu bahan baku ikan sehingga tetap
terjaga kesegarannya sampai di olah lebih lanjut
 Terdapat tiga fase perubahan mutu ikan setelah mati, yaitu:
1. Pre-rigor
2. Rigor Mortis
3. Post Rigor
Fase Perubahan Mutu Ikan Setelah Mati
1. Pre-Rigor
 Tahap pre-rigor ini ikan masih sangat segar memiliki rupa,
bau, rasa,tekstur seperti ikan baru mati dan mendekati kondisi
ikan hidup
 Tahap pre-rigor merupakan perubahan yang pertama kali
terjadi setelah ikan mati. ketika ikan mati peredaran darah
berhenti pasokan oksigen untuk metabolisme (siklus
kehidupan dalam tubuh) juga terhenti.
 Namun meski sudah mati proses enzimatis yang sebenarnya
sudah ada sejak ikan tersebut hidup tetap berlangsung,
bedanya saat ikan mati proses enzimatis tersebut tidak
terkendali hingga menyebabkan perubahan biokimiawi yang
sangat besar dalam tubuh ikan, salah satu tandanya terjadi
pelepasan lendir yang menyelimuti tubuh ikan (hipermia) yang
semakin lama semakin banyak ( 2- 4 jam) sehingga menjadi
tempat tumbuh bakteri pembusuk yang sangat ideal.
 Pada tahap pre-rigor ini otot ikan masih lentur dan lemas
2. Rigor Mortis
 Tahap rigor mortis ini berlangsung kurang lebih 5 jam, dalam kondisi
tersebut ikan masih cenderung sangat segar, ditandai dengan tubuh
ikan yang kejang setelah ikan mati (rigor-kaku, mortis-mati)
 Tahap rigor mortis ini terjadi fase perubahan struktur kimiawi ikan oleh
enzim yang terdapat pada tubuh ikan yang disebut proses autolisis
 Ada suatu senyawa didalam tubuh ikan yang disebut adenosine trifosfat
(ATP), ini merupakan sumber energi yang digunakan untuk kegiatan
fisik ketika hidup
 Ketika ikan sudah mati kondisi tubuh ikan menjadi anaerob (tanpa
Oksigen) dan ATP terurai oleh enzim yang ada dalam tubuh ikan
dengan cara melepaskan energi bersamaan dengan terjadinya
perubahan biokimiawi yang menyebabkan bagian protein otot (aktin
dan Miosin ) berkotraksi sehingga tubuh ikan menegang dan kaku
 Kemudian bersamaan dengan itu pula karboidrat dalam tubuh ikan
yang berbentuk glikogen terurai menjadi asam laktat (proses glikolisis),
asam laktat ini menurunkan pH sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk
 Disisi lain enzim proteolitik (katepsin) dalam tubuh ikan yang berfungsi
menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana,
merombak struktur jaringan otot menjadi senyawa yang lebih longgar
sehingga rentan terhadap serangan bakteri
 Selain menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, proses enzimatis
dalam batas tertentu justru menguntungkan sebab penguraian ATP
menjadi AMP (adenosine monofosfat) atau IMP (inosine monofosfat)
akan menghasilkan rasa gurih karena kedua senyawa tersebut
termasuk flavour enhancer (pemberi rasa sedap) dan jumlahnya
mencapai maksimum pada puncak rigor mortis.
 Terurainya protein menjadi asam amino tertentu juga memberikan
rasa lezat, misalnya asam glutamate yang gurih atau glisin yang
manis. Asam amino bebas seperti itu sebenarnya sudah ada dalam
daging ikan sejak ikan hidup, namun jumlahnya dapat meningkat
pada fase rigor mortis.
 Pada tahap lebih lanjut proses autolisis juga menghasilkan senyawa-
senyawa hipoksantin yang menyebabkan rasa pahit
 Faktor yang mempengaruhi lamanya fase rigor mortis yaitu jenis ikan,
suhu, penanganan sebelum pemanenan, kondisi stress pra-kematian,
kondisi biologis ikan, dan suhu penyimpanan pre-rigor
3. Post Rigor
 Pada tahap post rigor ini fase yang dominan adalah proses perusakan
(dekomposisi) ikan secara bakteriologis dan terjadinya oksidasi lemak
 Pada tahap ini ikan yang tadinya kaku menjadi lemas kembali karena
struktur otot menjadi senyawa yang lebih longgar, dengan longgarnya
struktur otot tersebut ditambah kondisi-kondisi hasil dari proses
enzimatis lainnya semakin memudahkan bakteri pembusuk tumbuh
dan berkembang, sehingga pada tahap ini pertumbuhan bakteri
sangat cepat
 Sebenarnya bakteri sudah mulai ada dalam tubuh ikan sejak ikan itu
hidup (kulit, insang,saluran pencernaan) dan ketika ikan itu mati baru
bakteri itu melakukan perusakan (dekomposisi) tapi kerusakan yang
paling dasyat dilakukan bakteri setelah proses enzimatis berlangsung
dimana proses tersebut menyediakan media ideal untuk bakteri
tersebut tumbuh
 Begitu perusakan tersebut diambil alih oleh bakteri hingga terbentuk
senyawa-senyawa yang menyebabkan perubahan bau, rasa,dan
penampakan serta bersifat racun sampai terakumulasi dalam jumlah
yang tinggi, ikan dapat disebut mulai busuk, salah satu tanda dari
proses perusakan bakteri tersebut menyebabkan ikan menjadi lembek
dan bau
 Perubahan mutu karena oksidasi
 Perubahan mutu pada ikan dapat juga terjadi karena proses
oksidasi lemak yang menyebabkan timbulnya aroma tengik
(rancidity ). Rancidity merupakan kerusakan atau perubahan bau
dan flavor dalam lemak ikan
 Proses oksidasi lemak ini terus terjadi meskipun ikan disimpan
dalam keadaan dingin atau dalam beku, lemak (tak jenuh) akan
terus teroksidasi dan perlahan menjadi tengik
 Mencegah proses oksidasi adalah dengan mengusahakan sekecil
mungkin terjadinya kontak antara ikan dengan udara bebas
disekelilingnya dengan cara menggunakan ruang hampa udara
atau antioksidan
 Bau tengik ini dapat merugikan karena dapat menurunkan mutu
produk akhir dan harga jualnya
3. PENILAIAN MUTU IKAN
SEGAR
Parameter dalam menentukan mutu ikan segar, adalah:

1. Parameter fisikawi: merupakan parameter yang dapat di dinilai


melalui panca indera manusia dengan cepat dan mudah (rapid test)
yang dapat dilakukan oleh banyak orang (tidak memerlukan
keterampilan khusus)
2. Parameter kimiawi: merupakan parameter yang dinilai berdasarkan
pada perubahan kimiawi ikan. Penilaian pada parameter ini
membutuhkan waktu yang cukup lama, memerlukan instrumen
pengujian laboratorium, dan dilakukan oleh orang yang
berpengalaman
3. Parameter mikrobiologi: merupakan parameter yang dapat dinilai
berdasarkan pada kandungan bakteri pada ikan. Parameter ini
memerlukan waktu yang cukup lama, instrumen pengujian
laboratorium, dan dilakukan oleh orang yang berpengalaman
4. Parameter sensori (organoleptik): adalah parameter yang dapat
dinilai oleh indra manusia (sensori), namun biasanya diuji oleh
beberapa orang panelis yang terlatih dan berpengalaman dengan
acuan standar (SNI) sehingga menghasilkan kesimpulan yang lebih
akurat
3.1. Penilaian Fisikawi
 Penilaian fisikawi merupakan penilaian dengan menilai
fisik
ikan yang umum dilakukan banyak orang
 Biasanya konsumen rumah tangga melakukan
penilaian
fisikawi ini sebelum memutuskan untuk membeli ikan segar
 Penilaian fisikawi ini umumnya dengan
memperhatikan kondisi ikan, antara lain:
 Mata ikan
 Insang ikan
 Tekstur daging ikan
 Kulit dan lendir ikan
 Perut dan sayatan daging ikan
 Bau ikan
Parameter Ikan Segar Ikan Busuk
Mata Pupil hitam menonjol dengan Pupil mata kelabu tertutup lender seperti
kornea jernih, bola mata cembung putih susu, bola mata cekung dan keruh
dan cemerlang atau cerah
Insang Warna merah cemerlang atau merah Warna merah cokelat sampai keabu-
tua tanpa adanya lendir, tidak abuan, bau menyengat, lendir tebal
tercium bau yang menyimpang
(off
odor)
Tekstur Daging Elastis dan jika ditekan tidak ada Daging kehilangan elastisitasnya atau
bekas jari, serta padat atau kompak lunak dan jika ditekan dengan jari maka
bekas tekanannya lama hilang
Kulit dan Lendir Warnanya sesuai dengan aslinya dan Warnanya sudah pudar dan memucat,
cemerlang, lender dipermukaan lender tebal dan menggumpal
jernih dan transparan dan baunya serta
segar khas menurut jenisnya lengket, warnanya berubah seperti putih
susu
Perut dan Sayatan Perut tidak pecah masih utuh dan Perut sobek, warna sayatan daging
Daging warna sayatan daging cemerlang kurang cemerlang dan terdapat warna
serta jika ikan dibelah daging merah sepanjang tulang belakang
melekat kuat pada tulang terutama serta
rusuknya jika dibelah daging mudah lepas
Bau Spesifik menurut jenisnya, dan Bau menusuk seperti asam asetat dan
segar seperti bau rumput laut. Pupil lama kelamaan berubah menjadi
mata kelabu tertutup lender seperti bau busuk yang menusuk hidung
putih susu, bola mata cekung,keruh
3.2. Penilaian Kimiawi
1. Memeriksa pH daging ikan
 Ikan yang sudah tidak segar pH dagingnya lebih tinggi (basa)
dibandingkan ikan yang masih segar. Hal itu karena timbulnya senyawa-
senyawa yang bersifat basa misalnya amoniak, trimetilamin, dan senyawa
volatile lainnya.
 Pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan menghancurkan daging
kemudian ditambah larutan “iodoasetat” untuk menghambat enzim
Dekarboksilase yang berperanan pada proses glikolisa sehingga
pembentukan asam laktat dapat dihambat, lalu diukur pHnya dengan pH
meter

2. Menentukan kandungan Hikposantin :


 Semakin tinggi kandungan Hipoksantin, maka kesegaran ikan akan
semakin rendah.
 Batas kandungan Hipoksantin yang masih diterima oleh konsumen
berkisar 5 m m / g atau 70 mg % (di atas angka tersebut ikan sudah tidak
segar ).
 Pengujian Hipoksantin didasarkan pada daya reduksi yang diberikan oleh
hasil pemecahan Hipoksantin oleh hipoksantin-oksidase yang digunakan
kepada 2,6- diklorofenolindofenol (DIP). Reduksi DIP menghasilkan
pewarnaan yang dapat diukur dengan Kolorimetet/spektrofotometer pada
panjang gelombang 640 nm.
3. Menentukan Kadar Dimetilamin, Trimetilamin, atau Ammonia:
 Apabila kesegaran ikan menurun, maka kandungan nitrogen yang
mudah menguap akan meningkat
 Penguraian protein pada ikan darat berbeda dengan ikan laut.
Pada ikan darat akan dihasilkan Ammonia, sehingga pada ikan
laut akan dihasilkan Dimetilamin/ Trimetilamin
 Pada kondisi daging ikan yang masih cukup segar, dilakukan
pemeriksaan Dimetilamin, pada ikan yang kondisinya tidak segar
lagi dilakukan pemeriksaan Trimetilamin, ammonia
 Batas kadar Trimetilamin yang masih bisa diterima konsumen
adalah 5 - 1 0 m g / 1 00 gram ikan

4. Defosforilasi Inosin Monofosfat (IMP)


 Defosforilasi IMP erat kaitannya dengan perubahan citarasa
daging ikan. IMP dapat juga digunakan sebagai cara untuk
menentukan kesegaran ikan
 Namun cara ini agak sulit dilaksanakan, karena lamanya proses
Defosforilasi IMP pada masing-masing jenis hasil perikanan
berbeda
5. Melihat Kerusakan Lemak Pada Daging Ikan
 Kerusakan lemak dapat terjadi karena oksidasi, baik secara Oto-
oksidasi (enzimatik) maupun (nonenzimatik)
 Pemeriksaan kerusakan lemak dapat dikerjakan dengan
memeriksa kandungan peroksidanya/jumlah Malonaldehida yang
biasa dinyatakan sebagai angka TBA (thiobbarbituric acid).
 Pemeriksaan lemak ini kurang mendapatkan hasil yang baik,
karena banyak faktor yang mempengaruhi proses
penguraian
lemak

6. Menentukan Kandungan senyawa-senyawa Volatil lainnya, seperti


H2S, Karbonil, dan NH3 (ammonia).
3.3. Penilaian Mikrobiologi
 Ikan yang banyak mengandung bakteri akan cepat membusuk,
sehingga tidak dapat diterima oleh konsumen
 Ada 2 cara pengujian jumlah bakteri yaitu secara tepat dan secara
praduga (pendugaan):
 Pengujian Jumlah Bakteri Secara Tepat dapat dilakukan dengan
cara Metode Penaburan atau pengujian TPC ( Total Plate Count ).
Daging ikan secara aseptik dihancurkan dan dibuat suspensi
dengan berbagai pengenceran, dari suspensi kemudian
ditumbuhkan pada media pertumbuhan yang sesuai, setelah
diinkubasikan akan dapat dihitung jumlah bakteri yang tumbuh
dengan menghitung koloninya, Jumlah dengan demikian jumlah
bakteri dapat dinyatakan secara tepat
 Pengujian Jumlah Bakteri Secara Praduga (pendugaan). Biasanya
berdasarkan kira-kira dengan perantaraan penggunaan tolak
ukur. Cara ini banyak digunakan karena praktis, cepat, dan
mudah, tetapi hasilnya belum bisa digunakan secara pasti/tepat
Cara pengujian Jumlah Bakteri Secara Praduga (pendugaan):
1. Dengan melihat daya reduksi daging ikan terhadap suatu senyawa kimia yang
sering digunakan adalah Biru Metil (Resazurin):
 Semakin cepat daya reduksinya, maka makin banyak jumlah bakterinya.
 Reduktor dihasilkan oleh mikrobia.
 Apabila warna birunya semakin cepat hilang, maka bakterinya banyak.
 Reduksi Resazurin akan m enyebabkan perubahan warna
dari merah menjadi merah jambu dan apabila berlanjut akan menjadi
tak berwarna.
2. Dengan menentukan kekeruhan dari cairan daging:
 Kerusakan jaringan daging akan menyebabkan kekeruhan daging pada
cairan dagingnya. Apabila tingkat kekeruhannya rendah, berarti jumlah
bakteri semakin banyak.
 Adapun caranya adalah dengan menambahkan larutan asam pikrat
jenuh/ reagen ninhidrin, pada cairan daging kemudian diperiksa
kekeruhannya pada kolorimeter/spektrofotometer .
 Perlu diketahui bahwa penggunaan ninhidrin akan menyebabkan ninhidrin
bereaksi dengan komponen-komponen hasil penguraian protein,
misalnya asam amino, dan akan mengurangi kekeruhan.
3.4. Penilaian Sensori
 Acuan yang digunakan adalah SNI 2346:2015 tentang Pedoman
pengujian sensori pada produk perikanan
 Menggunakan panelis sebanyak 6 orang (berpengalaman) atau 30 orang (tidak
berpengalaman)
 Terdapat 3 (tiga) metode dalam parameter sensori ini:
1. Uji pembedaan (uji segitiga): pengujian dengan tujuan untuk mengetahui
perbedaan sifat sensori dari produk ((ikan yang sudah mengalami proses
pengolahan). Tiga sampel (dua sampel sama, satu sampel berbeda)
disajikan secara bersamaan kepada panelis terlatih atau tidak terlatih,
kemudian panelis diminta untuk mengidentifikasi sampel yang berbeda
2. Uji afektif (hedonik): pengujian sensori dengan tujuan untuk mengukur
tingkat kesukaan terhadap suatu produk (ikan yang sudah mengalami
proses pengolahan). Dilakukan oleh panelis tidak terlatih dalam jumlah
yang banyak. Satu atau beberapa sampel disajikan secara bersamaan
kepada panelis yang biasa mengkonsumsi produk yang diuji untuk dinilai
tingkat kesukaannya menggunakan lembar penilaian (score sheet)
3. Uji deskripsi (skoring): Biasa juga disebut uji organoleptik. Pengujian
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan karakteristik spesifik
(penampakan, bau, tekstur, dll) dari produk (ikan hidup, ikan segar, dan
ikan yang sudah mengalami proses pengolahan). Satu atau beberapa
sampel disajikan kepada panelis terlatih untuk dinilai dan ditentukan
mutunya menggunakan lembar penilaian (score sheet)
1. Uji Pembeda (Uji Segitiga)
 Dua dari tiga contoh yang disajikan adalah sama dan satu berbeda
untuk dinilai oleh panelis yang terlatih atau tidak terlatih
 Dalam uji, penelis diwajibkan mengingat sifat-sifat contoh agar
mampu membedakan dengan contoh yang lain. Dengan demikian
para panelis diharapkan punya nilai kepekaan yang tinggi dan
konsisten
 Panelis diminta mengamati ketiga contoh tersebut kemudian pilih
salah satu contoh yang berbeda dari dua contoh lainnya atau pilih
dua contoh yang sama. Tuliskan kode jawaban yang pilih pada kolom
jawaban yang tersedia
Daftar nilai benar yang diperlukan pada uji segitiga ( triangle test)
berdasarkan ASTM STP 434 1968
2. Uji Afektif (Hedonik)
 Uji hedonik adalah untuk mengukur tingkat kesukaan seseorang akan
sifat atau kualitas suatu produk secara afektif (perasaan)
 Panelis dapat memberikan tanggapan pribadi yaitu kesan suka atau
tidak terhadap sifat organoleptik yang dimiliki oleh produk tersebut
 Pada uji ini tidak ada contoh pembanding dan panelisnya justru
dilarang mengingat atau membayangkan contoh lain atau contoh yang
diuji sebelumnya
 Tanggapan harus diberikan secara cepat dan spontan, bahkan
tanggapan yang diberikan tidak boleh ditarik walaupun setelah itu
muncul keraguan-raguan
 Dengan demikian uji hedonik dapat dengan
menggunakan
dilaksanakan panelis yang belum terlatih atau berpengalaman.
 Dinilai menggunakan lembar penilaian (score sheet)
berdasarkan
tingkat kesukaan menggunakan skor 1 sebagai nilai terendah hingga
skor 9 sebagai nilai tertinggi untuk masing-masing atribut sensori
Lembar Penilaian Uji Hedonik (SNI 2346:2015 )

Nama Panelis : …………………………… Tanggal: ……………………


Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian.
Berilah tanda V pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.
3. Uji deskripsi (skoring)

 Uji deskripsi (skoring) adalah pengujian sensori untuk


mengukur mutu organoleptik suatu produk secara spesifik
(kenampakan, tekstur, bau, dll)
 Persyaratan nilai mutu yang harus diperoleh minimal 7 (tujuh),
artinya bila produk perikanan yang diuji memperoleh lebih
kecil dari tujuh maka produk tersebut dinyatakan tidak lulus
standar
 Dinilai menggunakan lembar penilaian (score sheet)
organoleptik menggunakan skor 1 sebagai nilai terendah
hingga skor 9 sebagai nilai tertinggi untuk masing-masing
atribut sensori
 Skala angka dalam spesifikasi ini dicantumkan Score Sheet
organoleptik yang kemudian panelis langsung memberikan
penilaian pada Score Sheet tersebut
Lembar Penilaian Organoleptik Ikan Segar (SNI 2729:2013)
Nama Panelis : …………………………… Tanggal: ……………………
Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian.
Berilah tanda V pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.
4. Rumus Perhitungan Hasil Uji Hedonik/Organoleptik
 Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai
mutunya dengan mencari hasil rerata pada setiap panelis pada tingkat
kepercayaan 95%
 Untuk menghitung interval nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan rumus
sebagai berikut:

Dimana:
n adalah banyaknya panelis
S2 adalah keragaman nilai mutu
1,96 adalah koefisien standar deviasi pada taraf 95 %
x. adalah nilai mutu rata-rata
xi. adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3......n
s adalah simpangan baku nilai mutu
5. Contoh Perhitungan Hasil Uji Organoleptik Ikan Segar

Interval nilai organoleptik ikan segar adalah 7,42 – 7,72 dan untuk penulisan nilai
akhir organoleptik ikan segar diambil nilai terkecil adalah 7,42 dan dibulatkan
menjadi 7,0
 Laporan hasil uji skoring dalam bentuk 1 angka di
belakang
koma
 Jika angka di belakang koma kurang dari lima maka angka di
depan koma tetap, tetapi apabila angka di belakang koma lebih
dari lima maka angka di depan koma naik satu angka
 Jika angka di belakang koma lima maka nilai tetap
 Contoh:
6,4 dibulatkan menjadi 6,0
6.6 dibulatkan menjadi 7,0
6.5 tetap 6.5
Standar mutu ikan segar (SNI 2729:2013)
 Tujuan pengendalian mutu ikan segar adalah untuk
memperlambat kemunduran mutu sehingga dapat
memperpanjang umur simpan ikan segar

 Prinsip penanganan ikan segar adalah 3C + Q,


yaitu Clean (bersih), Carefull (hati-hati), Cool Chain
(rantai dingin), dan Quick (cepat)
 Kemunduran dan Umur Simpan ikan
Mutu
dipengaruhi oleh :
 Suhu penyimpanan ikan
 Kebersihan selama penanganan ikan
 Kondisi anaerobik/karbondioksida (CO2)
 Pembuangan insang dan isi perut ikan
 Asal bahan baku ikan
1. Suhu penyimpanan
 Aktivitas enzimatik dan mikrobiologis sangat dipengaruhi oleh suhu.
Namun, dalam kisaran suhu dari 0 hingga 25 0 C, aktivitas
mikrobiologis relatif lebih menonjol
 Banyak bakteri laju pertumbuhannya menjadi lambat pada suhu di
bawah 10 0 C. Ketika suhu mendekati 00 C pertumbuhan bakteri
mengalami fase jeda yang panjang (dorman: bakteri lambat tumbuh
tetapi juga tidak mati)
 Aktivitas bakteri bertanggung jawab atas kerusakan sebagian besar
produk ikan segar, oleh karena itu umur simpan produk ikan dapat
diperpanjang ketika produk disimpan pada suhu rendah (chilling)
yang berkisar 0 -5 0 C
 Pada suhu dibawah 00 C laju pertumbuhan bakteri dapat berkurang
sepersepuluh dari laju pada suhu pertumbuhan optimal
Pengaruh Suhu Terhadap Tingkat Pertumbuhan Bakteri
Pengaruh Suhu Terhadap Umur Simpan Ikan

Suhu Penyimpanan (00 C) Umur Simpan (hari)


16 1-2
11 3
5 5
0 7-14
 Suhu super dingin (superchilling) berkisar 0 hingga -4 0 C
biasanya digunakan untuk penyimpanan bahan baku ikan yang
letaknya sangat jauh dari tempat pendaratan/konsumen
sehingga peng-es-an (icing) normal tidak cukup bagi produk
berkualitas baik untuk didaratkan dan dijual
 Pada suhu superchilling -1 0 C, -2 0 C, dan -3 0 C dapat
menyimpan produk dalam es masing-masing adalah 17, 22
dan 29 hari (Hus, 1995, FAO)
 Suhu beku ikan dapat menghambat pertumbuhan bakteri
sehingga juga dapat memperpanjang umur simpan ikan
 Proses pembekuan dikatakan optimal ketika hingga suhu
pusat ikan mencapai -18 0 C
 Pembekuan ikan segar biasanya dilakukan pada kapal
penangkap ikan berukuran besar yang menangkap ikan dalam
waktu yang lama
Pengaruh Penurunan Suhu terhadap Pembusukan

Penuruna Kecepatan Perpanjangan


n Suhu Pembusukan Umur
(0C) Simpan
0 100 kali -
-5 50 kali 2 kali
-10 25 kali 4 kali
-15 12.5 kali 8 kali
-20 6.25 kali 16 kali
2. Kebersihan selama penanganan

 Mikroflora yang terdapat pada tubuh ikan (bakteri,jamur, dll)


dapat mempercepat proses pembusukan ikan
 Oleh karena itu pembersihan ikan, seperti membersihkan
darah dan lendir ikan dapat memperpanjang umur simpan ikan
 Pencucian ikan dengan menggunakan air klorin juga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, namun dapat
membuat rasa ikan menjadi kurang enak
 Memperhatikan kebersihan kapal ikan, lokasi tambak, air dan
es juga akan menekan kontaminasi bakteri sehingga dapat
memperlambat proses kemunduran mutu ikan
 Menggunakan iradiasi radioaktif dengan dosis 100 000 - 200
000 rad sudah cukup untuk mengurangi jumlah bakteri dan
memperpanjang usia penyimpanan namun berbiaya mahal
(jarang digunakan)
3. Kondisi anaerobik dan karbondioksida (CO2)
 Kondisi anaerob dan modifikasi atmosfer lingkungan ikan
dapat memperpanjang umur simpan ikan
 Keadaan anaerob pada ikan dapat dilakukan dengan
menggunakan kemasan vakum (vacuum packaging/VP)
 Modifikasi atmosfer (modified atmosphere packaging/MAP)
dapat dilakukan dengan mengkondisikan penyimpanan ikan
dengan kadar CO2 yang tinggi (25% - 100%)
 Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat mengurangi pertumbuhan
mikroba dan karena itu dapat memperpanjang umur simpan
produk
 Kualitas tekstur ikan yang disimpan dalam 100% CO2 akan
berkurang.
 Hingga 60% CO2 tidak memiliki efek negatif pada tekstur ikan,
namun dapat menstimulasi pembentukan metmyoglobulin
pada ikan berdaging merah dan dengan demikian
mengakibatkan otot ikan menjadi gelap
4. Pembuangan Insang dan Isi perut ikan
 Mutu dan umur simpan ikan akan banyak berkurang jika ikan
belum dibersihkan
 Ikan hidup banyak mengandung banyak bakteri dalam sistem
pencernaan dan dan memperoduksi banyak enzim
pencernaan. Sehingga pada saat ikan mati, bakteri dan enzim
tersebut justru menyerang ikan sehingga menjadi cepat busuk
 Pembuangan insang dan isi perut setelah ikan
ditangkap/panen akan mengurangi proses autolisis (enzimatis)
dan dekomposisi oleh bakteri pembusuk sehingga dapat
memperpanjang umur simpan ikan.
 Namun pembuangan insang dan isi perut dapat meningkatkan
sentuhan bagian dalam perut dengan udara sehingga
membuatnya lebih rentan terhadap oksidasi dan perubahan
warna pada ikan
 Oleh karena itu perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan
apakah hal ini menguntungkan atau tidak.
5. Asal Bahan Baku Ikan
 Asal bahan baku juga mempengaruhi proses kemuduran
mutu dan umur simpan ikan
 Terutama pada perbedaan Jenis ikan, daerah penangkapan,
dan cuaca
 Jenis ikan belemak lebih cepat mengalami proses oksidasi
(ketengikan), ikan pelagis yang berkulit tipis lebih mudah
diserang oleh bakteri pembusuk dan terjadinya proses
enzimatis
 Jauhnya daerah penangkapan ikan, kondisi biologis
lingkungan perairan (mikrofibril; seperti bakteri dan jamur),
tercemarnya lingkungan oleh polutan dapat mempengaruhi
mutu ikan
 Kondisi cuaca (kemarau/hujan, musim panen) juga diprediksi
mempengaruhi umur simpan ikan, seperti ketika musim
kemarau dan panen raya kebutuhan es lebih banyak namun
stok es terbatas, sehingga proses pendinginan ikan untuk
mempertahankan mutu ikan menjadi tidak optimal
 Pendinginan ikan merupakan metode umum yang
sering digunakan untuk memperlambat
kemunduran mutu dan memperpanjang umur
simpan ikan
 Dengan mendinginkan ikan sampai sekitar 00 C
umur simpan ikan dapat di perpanjang 7 - 1 4 hari
sejak ikan mati (tergantung jenis ikan, cara
penanganan dan keadaan pendinginannya)
 Pendinginan tidak dapat mencegah perusakan
bakteri namun dapat memperlambatnya
 Pendinginan yang dilakukan pada saat pre-rigor
(ikan sangat segar) merupakan cara yang paling
efektif mempertahankan mutu ikan
 Terdapat 4 (empat) metode pendinginan ikan, yaitu:
1. Pendinginan dengan es (icing)
2. Pendinginan dengan air dingin
3. Pendinginan dengan udara dingin
4. Pendinginan dengan es kering ( CO2 padat)
1. Pendinginan Dengan Es (Icing)

 Langkah awal Ikan harus dibersihkan dari kotoran dengan cara


disiram/semprot dengan air dingin sebelum disimpan dalam wadah/
bok berinsulasi
 Prinsipnya es harus dicampurkan dengan ikan sedemikian rupa
sehingga permukaan ikan bersinggungan dengan es. Semakin kecil
ukuran es maka semakin banyak permukaan ikan yang bersinggungan
dengan es sehingga proses pendinginan akan berlangsung lebih cepat
 Cara ideal mencampur ikan dengan es yaitu dengan terlebih dahulu
membuat lapisan es pada dasar tempat (wadah) dilanjutkan dengan
meletakan selapis ikan dan dilanjutkan dengan lapisan es lagi,
demikian seterusnya.
 Dalam menyusun ikan secara berlapis-lapis bergantian dengan es,
lapisan ikan sebaiknya tidak melebihi dari 12 cm tingginya
 Lapisan bagian dasar/bawah dan bagian atas harus diberi lapisan es
yang tebal sekitar 1 0 - 1 5 cm
 Tebal lapisan ikan dan es harus wajar, apabila lapisan terlalu tebal
maka ikan yang berada dibagian bawah akan mengalami kerusakan
fisik
 Usahakan dalam tiap lapisnya ikan tidak boleh terlalu rapat, melainkan setiap
ikan harus terbungkus oleh es dan apabila tidak terbungkus es maka proses
pendinginan akan berjalan lambat yang menyebabkan penurunan mutu dengan
cepat.
 Tumpukan ikan dalam satu wadah penampung usahakan tidak lebih dari
1meter untuk menghindari kerusakan ikan pada tumpukan paling bawah
akibat terbebani tumpukan ikan diatasnya
 Idealnya perbandingan dengan ikan dan es adalah 1:1 tetapi jika cara
penangkapan/pemanenan baik dan wadah untuk ikan tersebut memiliki daya
insulasi tinggi perbandingan ikan dan es maksimal dapat dilakukan 3:1
 Penyimpanan peti insulasi/box fiber yang berisi ikan disimpan ditempat yang
terhindar dari sinar matahari langsung atau disimpan ditempat sejuk. Suhu
lingkungan sangat mempengaruhi daya tahan es, semakin panas suhu
lingkungan maka semakin cepat es mencair begitupun sebaliknya
 Kelebihan pendinginan dengan es, antara lain adalah: mempunyai kapasitas
pendinginan yang besar per satuan berat yaitu 80 kkal/kg es, bersifat
thermostatic, yaitu selalu menjaga suhu sekitar 0ºC, murah dan mudah dalam
penggunaannya
 Kelemahannya pendinginan dengan es adalah jika tidak ditangani dengan cara
yang baik maka es dapat mengkontaminasi dan merusak fisik ikan yang
disimpan
 Terdapat 3 (tiga) metode umum dalam menyimpan ikan dengan es,
yaitu:
 Shelfing: Dilakukan untuk ikan-ikan berukuran besar. Ikan yang
satu dengan yang lain harus dibatasi dengan es, dan tidak
bersentuhan dengan badan ikan yang lain. Ikan disusun dalam
rak-rak yang hanya menampung satu lapis ikan saja.
 Bulking: ikan dengan es batu dicampur/disusun berlapis-lapis
dalam wadah besar/palka ikan, biasanya untuk ikan-ikan yang
mempunyai harga ekonomi rendah
 Boxing: Ikan bersama dengan es disimpan dalam peti-peti
penyimpanan atau bok fiber glas. Cara ini banyak digunakan
karena: ikan tidak mudah rusak, memudahkan pengangkutan,
menghemat ruangan
Menghitung Kebutuhan Es

 Prinsip dasarnya adalah: untuk menurunkan suhu ikan ada


sejumlah panas dari ikan yang harus dienyahkan, jumlah
panas yang dienyahkan sama dengan jumlah panas yang
diterima es
 Rumus: Q = m x (T 1 – T 2 ) x Cp
Q : jumlah panas yang harus dienyahkan dari ikan (kkal)
M : berat ikan (Kg),
T 1 : suhu awal ikan (0C),
T 2 : Suhu akhir ikan (0C),
Cp: panas spesifik ikan (yaitu 0,84 kkal/ 0 C/kg)
Contoh perhitungan:

Kalau suhu awal ikan 25 0C, maka jumlah panas yang arus
dienyahkan dari 100 kg ikan agar suhu ikan mencapai 00 C
adalah :

100 kg x ( 24 – 0 ) 0C x 0,84 kkal/ 0 C/kg = 2.016 kkal

Tiap kg es saat meleleh pada 0°C dapat menyerap 80 kkal


(panas laten pelelehan es 80 kkal/kg)

Dengan demikian untuk mendinginkan 100 kg ikan diperlukan es


sebanyak 2.016 / 80 = 25,2 kg , atau perbandingan ikan : es
adalah berkisar 4:1

Perhitungan ini dengan asumsi dingin yang terbuang dari es


akibat suhu lingkungan dianggap tidak ada, oleh karena itu
dalam prakteknya jumlah es yang dibutuhkan biasanya lebih
banyak
Es (ice)

 Es telah lama digunakan untuk mendinginkan


untuk mempertahankan umur simpan baik di laut
maupun di darat
 Es memiliki kapasitas pendinginan yang besar,
relatif murah, mencegah pengeringan dengan
menjaga ikan tetap lembab, mudah dibawa-bawa
dan mempertahankan suhu sedikit di atas titik
beku ikan tanpa perlu kontrol suhu yang canggih
 Dapat dibuat dari air tawar atau air laut namun
harus memenuhi standar air bersih dan bebas
pencemaran
 Penampakan es yang bermutu baik (matang),
antara lain: padat, bening, kering (tidak mudah
melelah), tidak ada rongga udara, dan tidak kotor
 Jenis es antara lain:
1. Es balok (block ice): Es balok adalah es yang paling
banyak digunakan pada industri perikanan. Berbentuk
Balok dengan ukuran 25 – 100 kg. Biasanya sebelum
digunakan es balok dihancurkan terlebih dahulu dengan
penghancur es (ice crusher) menjadi kepingan-kepingan
kecil
2. Es curai (small ice): es curai adalah es yang berukuran
kecil (bervariasi). Es curai ini banyak digunakan untuk
display ikan segar di super market, restoran, dan di
tempat usaha minuman. Jenis es curai antara lain: es
keping (flake ice), es pelat (plate ice), es halus (slush ice),
es tabung (tube ice),
Es balok
 Es balok disimpan dalam bentuk balok dan dihancurkan sesuai
permintaan menggunakan mesin penghancur es (ice crusher)
 Es disimpan pada ruangan yang bersuhu - 2 sampai - 4 0C dan dapat
ditumpuk satu sama lain
 Reng kayu/fiber dapat digunakan untuk memisahkan blok es, dapat
ditumpuk hingga ketinggian maksimum 2,2 m tergantung pada
ukuran balok es
 Ukuran balok yang lebih kecil (25 kg) dapat ditumpuk secara
manual tetapi ukuran yang lebih besar (100 kg) biasanya
memerlukan semacam lift atau conveyor miring untuk menaikkan
balok es di atas yang lain
Es Keping

 Es keping berbentuk lempengan-lempengan kecil dengan


ukuran berkisar tebal 5 mm dan berdiameter 3 cm
 Es keping biasanya disimpan dalam keranjang atau bok fiber
 Bok fiber untuk penyimpanan es keping lebih
direkomendasikan karena dapat mengisolasi es dari udara
luar
 Penyimpanan es serpihan menggunakan prinsip first in first
out (FIFO) yaitu es yang pertama di produksi harus di
gunakan terlebih dahulu
Es Pelat

 Es pelat bentuknya seperti lempengan papan dengan tebal


sekitar 8 - 1 5 mm
 Dapat disimpan dalam ruangan bersuhu dingin atau bok fiber
besar yang dapat mengisolasi es dari udara luar
 Penyimpanan es serpihan menggunakan prinsip first in first
out (FIFO) yaitu es yang pertama di produksi harus di
gunakan terlebih dahulu
Es Halus

 Es halus merupakan es dalam bentuk butiran-butiran halus


seperti salju dengan diameter berkisar 2 mm
 Dapat disimpan dalam kantong plastik berukuran hingga 25
kg dan bok fiber yang dapat mengisolasi es dari udara luar
 Penyimpanan es serpihan menggunakan prinsip first in first
out (FIFO) yaitu es yang pertama di produksi harus di
gunakan terlebih dahulu
Es Tabung
 Es tabung berbentuk silinder dengan lubang dibagian tengahnya
dengan diameter dan panjang tertentu tergantung kebutuhan pasar
(diameter 20 - 40 mm dan panjang 30 - 40 mm)
 Es tabung atau es kristal paling disukai dan bentuknya padat dan
tidak tajam di banding dengan es balok yang dihancurkan
 Dengan adanya es tabung ini pengguna tidak perlu susah payah
untuk memotong atau menghancurkan es balok yang biasa
digunakan
 Es ini cenderung lebih lambat mencair dibandingkan dengan es
keping, es pelat, dan es halus
2. Pendinginan Dengan Air Dingin
 Pendinginan dengan air dingin yaitu metode menurunkan
suhu ikan dengan menggunakan air yang didinginkan
 Cara mendinginkan air dapat dilakukan secara alamiah
(menggunakan campuran es) dan secara mekanis
(menggunakan mesin refrigrasi)
 Air merupakan media pendingin yang mempunyai
kemampuan lebih besar daripada es untuk bersinggungan
atau melakukan kontak langsung dengan seluruh permukaan
ikan
 Oleh karena itu media air dingin ini dapat menyerap panas
lebih besar dari dalam tubuh ikan sehingga suhu tubuh ikan
lebih cepat dingin
 Kelebihan metode pendinginan ikan dengan air dingin adalah
penurunan suhu ikan dapat dilakukan lebih cepat dan merata,
sedangkan kelemahannya adalah jika pendinginan air dingin
menggunakan mesin refrigerasi maka akan meningkatkan
biaya operasional karena memerlukan pasokan listrik
 Metode pendinginan dengan larutan (air) dingin,
1. Chilled fresh water/CFW: yaitu air tawar yang didinginkan
adalah:
dengan es
2. Chilled sea water/CSW: yaitu air laut yang didinginkan
dengan es
3. Refrigerated fresh yaitu air yang
didinginkan
water / RFW: secara mekanis tawar
4. Refrigerated sea water/RSW: yaitu yang
didinginkan secara mekanis air
5. Chilled brine/ CB: yaitu air garam laut didinginkan
dengan es
6. Refrigerated brine/RB: yaitu air garam diyang
dinginkan secara
mekanis
 Prinsip kerjanya yaitu ikan direndam dalam air yang
sudah didinginkan terlebih dahulu
Chilled fresh water/CFW
 Chilled fresh water/CFW umumnya digunakan untuk untuk
merendam ikan, udang, cumi-cumi dalam bok fiber berinsulasi
yang dapat mencegah masuknya udara dari luar
 Saat perendaman ikan dalam air dan es tersebut harus di aduk
hingga memperoleh suhu yang homogen antara suhu air bagian
atas (di permukaan) dan suhu air di bagian bawah
 Apabila suhu air tidak homogen maka proses penurunan suhu ikan
tidak merata, dimana ikan yang di bagian atas mempunya suhu
lebih rendah dibandingkan dengan ikan yang ada di bagian bawah
karena air di bagian atas berdekatan dengan es
 Setelah penurunan suhu ikan merata segera bok fiber tersebut
ditutup dengan rapat untuk mencegah masuknya suhu udara luar
sehingga umur simpan ikan menjadi lebih panjang.
Chilled sea water/CSW
 Chilled sea water/CSW umumnya digunakan untuk pendinginan ikan
di atas kapal. Namun, tidak semua kapal ikan menangani ikan
dengan media CSW, tetapi hanya terbatas pada kapal-kapal besar
 Suhu pendinginan dengan air laut (CSW) lebih rendah dari air tawar
(CFW) sehingga menurunkan suhu lebih cepat
 Hal ini disebabkan karena air laut yang mengandung garam yang
dapat menurunkan titik lebur es sehingga lebih lambat mencair.
Dengan demikian, panas yang dapat di serap menjadi lebih besar.
Namun dalam praktiknya kecepatan penurunan suhu juga
tergantung pada sirkulasi air dalam wadah penyimpanan
 Wadah penyimpanan harus kedap air, mudah di bersihkan, tahan
terhadap korosi, seperti bok fiber glas berinsulasi yang dapat
mencegah masuknya udara dari luar
 Selama penyimpanan harus dilakukan pengadukan dan penambahan
es secara periodik agar suhu ikan tetap homogen
Refrigerated fresh water/RFW
 Refrigerated fresh water/RFW umumnya lebih banyak digunakan
dipabrik-pabrik pengolahan ikan dari pada penanganan ikan di atas
kapal
 Pendinginan dengan media RFW diatas kapal tidak praktis dan efesien
dalam penggunaan tempat terutama bagi kapal ikan
berkapasitas
kecil
 Penggunaan media RFW di pabrik-pabrik pengolahan ikan diterapkan
dengan cara mendinginkan air dengan mesin pendingin (refrigrator)
dalam wadah penampungan yang besar kemudian disalurkan untuk
menyiram, menyemprot, atau merendam ikan dalam air dingin
tersebut
 Kelebihan penggunaan RFW adalam proses pendinginan ikan lebih
cepat karena kontak antara air dingin dengan permukaan ikan lebih
banyak dan merata dan waktu pengolahannya lebih cepat, sedangkan
kelemahannya adalah memerlukan biaya yang lebih mahal karena
membutuhkan mesin refrigrasi dan pasokan listrik
Refrigerated sea water/RSW
 Refrigerated sea water/RSW umumnya digunakan untuk pendinginan
ikan di atas kapal berukuran besar yang menangkap ikan sampai
berbulan-bulan lamanya sehingga media pendingin yang digunakan
harus mampu mempertahankan hasil tangkapannya sampai kapal
tersebut kembali berlabuh
 Prinsip kerjanya adalah mendinginkan air laut didalam tangki/palka
besar dengan menggunakan refrigerator. Komponen evaporator pada
mesin refrigerator letakkan pada salah satu dinding tangki.
Evaporator ini berfungsi untuk mendinginkan air laut dengan
menyerap panas yang dikeluarkan oleh ikan maupun air laut.
 Air dingin disirkulasi ke dalam tangki penyimpanan dan selanjutnya
dialirkan kembali melewati refrigerator dengan pompa. Air yang telah
melewati refrigerator akan menjadi dingin dan selanjutnya disirkulasi
kembali ke tangki penyimpanan
 Perlu dilakukan pengantian air secara bertahap karena air yang terlalu
lama digunakan akan menyebabkan kontaminasi pada ikan yang
menyebabkan kebusukan pada ikan
 Memerlukan biaya yang lebih mahal karena membutuhkan mesin
refrigrasi dan pasokan listrik
Chilled brine/ CB
 Chilled brine/ CB umumnya banyak banyak digunakan didarat pada
dipabrik-pabrik pengolahan ikan tradisional, seperti pemindangan,
pengasinan, dan pasar tradisional
 Penanganan ikan dengan cara ini menggunakan larutan garam yang
didinginkan dengan es balok dengan konsentrasi konsentrasi garam
berkisar 5-10%.
 Prinsip kerjanya ikan-ikan yang akan ditangani dicuci bersih dengan
air tawar kemudian dimasukkan kedalam larutan garam yang telah
didinginkan dengan es.
 Kebersihan air tawar dan kemurnian garam yang digunakan harus
menjadi perhatian agar tidak menjadi sumber kontaminasi.
 Air tawar yang digunakan harus memenuhi persyaratan air bersih dan
garam yang digunakan harus garam berkualitas.
 Semakin murni garam yang digunakan maka mutu ikan yang
didinginkan tetap terjaga (tidak ada rasa pahit pada ikan)
 Garam murni adalah kristal garam yang hanya mengandung unsur
natrium dan klorida, dimana semakin banyak unsur lain yang
terkandung maka kemurnian garam semakin rendah
Refrigerated brine /RB
 Refrigerated brine/RB umumnya banyak digunakan pada
kapal
penangkap ikan yang besar dengan lama operasi lebih dari satu bulan
 Prinsip kerja Refrigerated brine/RB mirip dengan Chilled
brine / CB, perbedaannya, pada cara RB pendinginan air
garam dilakukan
refrigerator
 Larutan garam disimpan dalam suatu wadah/tangki yang dinding-
dindingnya telah dilengkapi dengan pipa evaporator yang merupakan
bagian dari komponen refrigerator.
 Setelah larutan garam dalam tangki dingin (dapat mencapai di bawah
00 C), tergantung dari konsentrasi larutan daram yang didinginkan
larutan garam dingin tersebut kemudian disirkulasikan atau
dipompakan ke wadah/tangki lain dan siap digunakan untuk
penanganan ikan.
 Memerlukan biaya yang lebih mahal karena membutuhkan mesin
refrigrasi dan pasokan listrik
3. Pendinginan Dengan Udara Dingin
 Pendinginan ikan dengan udara dingin umumnya digunakan untuk
distribusi/pengangkutan ikan dengan mobil bok berpendingin (Chiller
boxes), kontainer berpendingin (reefer container), atau banyak juga
terdapat dipabrik pengolahan ikan untuk menyimpan ikan dalam
ruang dingin (chilled Room / cool Room)
 Penggunaan media udara dingin di atas kapal hanya terbatas pada
kapal-kapal ikan yang berukuran besar yang lama berlayarnya sampai
berbulan-bulan
 Prinsip kerjanya adalah menggunakan mesin refrigrator yang
meniupkan udara dingin dari evaporator ke ruang dingin yang telah
disiapkan (bok, kontainer, ruangan lainnya)
 Ikan yang akan didinginkan dengan udara dingin sebaiknya direndam dulu
dalam air dingin beberapa saat (glazzing) agar ikan terselimuti air untuk
menghindari dehidrasi, kemudian disusun pada rak-rak ikan di dalam ruang
dingin tersebut
 Metode ini juga biasanya dikombinasikan dengan media pendingin lain
seperti es untuk meminimalkan peleburan es sehingga fungsi es sebagai
media pendingin menjadi maksimal. Ikan dieskan dalam wadah/bok fiber
glas, kemudian wadah-wadah tersebut disusun dalam ruangan dingin dan
udara dingin disirkulasikan menggunakan mesin rerfigerator
 Kelebihan metode ini adalah dapat menyimpan ikan dalam jumlah banyak,
sedangkan kelemahannya antara lain adalah laju pendinginannya lambat,
suhu dingin dalam ruangan tidak merata, ikan dapat mengalami dehidrasi
(pengeringan) dan berbiaya mahal karena memerlukan mesin refrigerasi dan
pasokan listrik
4. Pendinginan Es Kering (CO2 Padat)
 Es kering (dry ice) adalah karbon dioksida
(CO2) yang dipadatkan. Pada suhu 27 °C
dan tekanan 1 atm (atmosfir) karbon
dioksida berwujud gas. Namun pada suhu
sekitar –79 °C dan tekanan di atas 5 atm,
karbon dioksida akan langsung
membentuk seperti salju tanpa melalui
fasa cair (sublimasi). Kemudian dipadatkan
menjadi kristal-kristal es.
 Media es kering mempunyai kemampuan
menyerap panas ikan lebih besar
dibandingkan media es biasa sehingga
suhu ikan menjadi turun dan sangat
rendah sampai dibawah 0ºC
 Pendinginan ikan menggunakan es kering
(CO2 padat) masih terbatas pada kalangan
tertentu saja, umumnya digunakan untuk
mengangkutan jenis ikan dan udang yang
berharga mahal
 Es kering tidak boleh langsung menyentuh
ikan, karena suhunya yang sangat dingin (–79
°C ) dapat merusak kulit dan tekstur ikan
 Biasanya penggunaan es kering selalu
dikombinasikan dengan es biasa,
perbandingan antara ikan, es, dan es kering
adalah 8 : 8 : 1 (berat/berat)
 Prinsip kerjanya yaitu wadah diisi es
kemudian diisi ikan kemudian di isi es lagi
begitu seterusnya, setalah itu lapisan paling
atas diisi dengan es kering dan wadah segera
ditutup rapat
 Selain cepat menurunkan suhu ikan, es kering
yang digunakan dalam penanganan ikan akan
menyublim menjadi gas karbondioksida. gas
karbondioksida ini juga akan menghambat
pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan
 Kelebihan es kering ini dapat cepat
menurunkan suhu ikan dan lebih efektif
memperpanjang umur simpan, sedangkan
kekurangannya adalah berharga mahal
dibandingkan dengan es biasa
 Penanganan ikan segar dengan metode pembekuan
umumnya digunakan pada kapal-kapal ikan besar yang
lama berlayarnya sampai berbulan-bulan
 Jenis ikan yang di bekukan adalah jenis ikan yang berukuran
besar seperti tuna, cakalang, dan tongkol
 Pada pabrik pengolahan ikan biasanya metode pembekuan
digunakan untuk memperpanjang umur simpan ikan segar
yang telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut
 Prinsip dasar metode pembekuan ini adalah menurunkan suhu
pusat ikan hingga -18 0 C, setelah mencapai suhu tersebut
maka ikan yang telah dibekukan harus disimpan di gudang
beku (cold storage) dengan suhu sekitar -24 0 C
 Kelebihan metode ini dapat membekukan dan menyimpan ikan
dalam jumlah besar, memperpanjang umur simpan ikan lebih
lama dari pada metode pendinginan ikan (hingga 7 bulan
tanpa perubahan mutu yang berarti), sedangkan kelemahan
metode ini berbiaya mahal karena menggunakan mesin
refrigerasi dan memerlukan pasokan listrik yang besar
 Penurunan suhu pusat ikan selama pembekuan berlangsung
melalui tiga tahap, yaitu :
1. Tahap pendinginan: Penurunan suhu ikan yang
berlangsung cepat, hingga sedikit di bawah 00 C, yakni
saat air dalam tubuh ikan mulai membentuk kristal es
(membeku)
2. Tahap penahanan panas: Penurunan suhu ikan menjadi
sangat lambat, disebabkan karena ikan banyak
mengandung kadar air (hingga 80%) yang harus dirubah
menjadi kristal es, tahap ini berlangsung pada wilayah
suhu antara -1 0 C hingga -7 0 C
3. Tahap Pembekuan: Air yang tersisa pada ikan membeku
biasanya berlangsung relatif cepat karena panas yang
dipindahkan sedikit. Suhu ikan terus menurun dari -7 0 C
hingga suhu pusat ikan mencapai -18 0 C, Pada saat suhu
pusat ikan mencapai -18 0 C maka ikan sudah dianggap
beku
 Metode pembekuan, antara lain:
1. Sharp Freezing (SF): produk yang dibekukan diletakkan di
atas lilitan pipa evaporator. Pembekuan ini berlangsung
lambat dan teknik ini tidak dianjurkan kecuali untuk
produk yang dikemas dalam secara individual atau wadah
kecil
2. Air Blast Freezing (ABF): produk yang dibekukan
diletakkan dalam ruangan tertutup dan udara dingin
ditiupkan di dalamnya dengan blower yang kuat. Proses
ini berlangsung cepat
3. Contact Plate Freezing (CPF): membekukan produk di
antara rak-rak yang direfrigerasi dan proses ini
berlangsung cepat.
4. Immersion Freezing (IF): yaitu membekukan produk dalam
air (larutan garam) yang direfrigerasi. Pembekuan
berlangsung cepat dan sering dipraktekkan di kapal
penangkap tuna dan udang
5. Cryogenic Freezing (CF) yaitu membekukan produk
dengan menyemprotkan bahan cryogen, misalnya karbon
dioksida dan nitrogen cair. Pembekuan berlangsung
cepat.
5.1. CPIB Kapal Ikan
1. Persyaratan Umum
 Kapal penangkap dan pengangkut ikan yang digunakan harus memenuhi
persyaratan ketentuan sanitasi dan hygiene kapal;
 Kapal penangkap dan pengangkut ikan harus didesain sesuai standar yang
ada sehingga tidak menyebabkan kontaminasi terhadap produk dari faktor
eksternal antara lain air kotor, limbah, asap, minyak, oli, gemuk atau bahan-
bahan lain;
 Palka kapal penangkap harus didesain sesuai standar sehingga tidak
menyebabkan kontaminasi produk dari jenis material/faktor internal palka
(fibreglass, kayu, baja dan lain-lain);
 Seluruh permukaan material sarana dan prasarana kapal penangkap dan
pengangkut ikan yang kontak langsung dengan produk harus dibuat dari
bahan yang tidak korosif yang halus dan mudah dibersihkan, serta permukaan
yang menggunakan pelapis harus kuat dan tahan lama;
 Kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan yang mempunyai penampung air
untuk penanganan ikan, maka harus ditempatkan pada lokasi yang terhindar
dari kontaminasi
2. Persyaratan Fasilitas Kapal Ikan
 Kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang didesain dan
dilengkapi peralatan untuk mempertahankan kesegaran ikan selama
penangkapan dengan lama penyimpanan lebih dari 24 jam, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) kapal yang didesain dan dilengkapi peralatan untuk menjaga kesegaran
ikan lebih dari 24 jam harus dilengkapi peralatan palka, tanki, wadah
untuk menyimpan ikan dan menjaga suhu pendinginan pada titik leleh es;
2) untuk mencegah kontaminasi, palka harus terpisah dari ruang mesin dan
ruang anak buah kapal. Palka dan wadah yang digunakan harus menjamin
bahwa kondisi penyimpanan dapat menjaga kesegaran ikan dan
memenuHI persyaratan higienis
3) kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dilengkapi dengan
mesin pendingin air laut bersih dingin/ Chilled Sea Water (CSW). Palka
harus dilengkapi dengan peralatan yang menjamin kondisi suhu air pada
palka yang berisi ikan mencapai ≤ 3 OC dalam waktu 6 jam setelah ikan
dimasukkan ke dalam palka dan mencapai 0 OC dalam waktu 16 jam
setelah ikan dimasukkan ke dalam palka; dan
4) kondisi suhu palka/produk dimonitor dan dicatat secara periodik dengan
menggunakan alat perekam suhu otomatis
 Kapal penangkap dan pengangkut ikan yang dilengkapi dengan
pembeku (freezer), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) memiliki peralatan pembekuan dengan kapasitas yang cukup
untuk menurunkan suhu secara cepat sehingga mencapai suhu
pusat ikan sama atau kurang dari - 1 8 OC;
2) mempunyai peralatan penyimpanan yang cukup untuk menjaga
produk dalam palka tidak lebih besar dari - 1 8 OC;
3) ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan alat
pencatat/perekam suhu otomatis yang ditempatkan pada tempat
yang mudah dibaca; dan
4) sensor alat pencatat suhu ditempatkan pada tempat suhu
tertinggi di dalam palka/tempat penyimpanan (cold storage).
3. Persyaratan Higiene Kapal Ikan
 Sanitasi
1) bagian-bagian dari kapal atau wadah untuk penyimpan hasil tangkap harus
dijaga kebersihannya hingga terhindar dari kontaminasi BBM dan air kotor;
2) produk hasil perikanan harus dijaga dari kontaminasi, segera setelah
diangkat ke geladak;
3) air/es yang digunakan untuk pencucian dan pendinginan ikan harus
memenuhi persyaratan air minum dan bersih,;
4) hasil perikanan harus ditangani dan disimpan sehingga terhindar dari
kerusakan fisik (memar), apabila menggunakan ganco untuk menangani
ikan besar harus dijaga agar tidak melukai daging ikan;
5) apabila ikan dipotong kepalanya dan/atau dihilangkan isi perut, maka
kegiatan tersebut harus dilakukan secara higienis, serta produk harus dicuci
segera dan menyeluruh dengan air bersih. Isi perut dan bagian lain yang
dapat mengakibatkan bahaya kesehatan harus segera disingkirkan;
6) hasil perikanan yang dibungkus dan dikemas harus dilakukan pada kondisi
yang higienis untuk menghindari kontaminasi; dan
7) bahan kemasan dan bahan lain yang kontak langsung dengan hasil
perikanan harus memenuhi persyaratan higiene, cukup kuat melindungi
hasil perikanan, dan khususnya tidak boleh: mempengaruhi karakteristik
organoleptik dari hasil perikanan dan menularkan bahan-bahan yang
membahayakan kesehatan manusia
 Rantai dingin
1) ikan hasil tangkapan harus terhindar dari panas matahari atau sumber
panas lainnya;
2) hasil perikanan yang tidak disimpan dalam keadaan hidup harus segera
didinginkan setelah naik ke kapal penangkap dan/ataupengangkut ikan;
3) hasil perikanan dan bagian-bagiannya untuk tujuan konsumsi manusia
harus disimpan dengan es pada suhu dingin (chilling ), atau dibekukan;
4) jika menggunakan pembekuan dengan air garam (brine ) untuk ikan utuh
sebagai bahan baku pengalengan, suhu pusat ikan tidak
5) boleh lebih tinggi dari -9°C dan air garam tidak menjadi sumber
kontaminasi ikan;
6) penyimpanan hasil perikanan di atas kapal harus dijaga suhunya sesuai
dengan persyaratan, khususnya:
 hasil perikanan segar termasuk krustasea rebus yang didinginkan
dan produk kekerangan harus disimpan pada suhu leleh es;
 hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang menggunakan air
garam untuk keperluan pengalengan, harus dipertahankan pada
suhu pusat 18° C atau lebih rendah, untuk semua bagian produk
dengan fluktuasi tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan.
4. Persyaratan Penanggung Jawab dan Awak Kapal
 Penanggungjawab harus memiliki Sertifikat Keterampilan Penanganan Ikan
(SKPI). Penanggung jawab mempunyai tugas:
1) menyusun perencanaan, penerapan dan pengawasan internal CPIB;
2) menjamin bahwa persyaratan-persyaratan yang tercantum diterapkan;
3) menyediakan akses bagi otoritas kompeten untuk melakukan
pengendalian.
 Awak kapal yang menangani hasil perikanan harus memenuhi persyaratan:
1) harus sehat, tidak sedang mengalami luka, tidak menderita penyakit
menular, dan dilakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik
sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam setahun;
2) menggunakan pakaian kerja yang bersih dan tutup kepala sehingga
menutupi rambut secara sempurna;
3) mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan; dan
4) tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum di area
penanganan dan penyimpanan produk
 Pelaku usaha penangkapan dan pengangkutan ikan harus:
1) memiliki komitmen untuk menerapkan dan mendokumentasikan CPIB
2) menjamin bahwa dokumen CPIB selalu dimutakhirkan;
3) memelihara rekaman sesuai masa simpan produk.
5. Teknik dan Metode Panangkapan Ikan
 Tidak menggunakan teknologi penangkapan ikan yang dapat
merusak fisik ikan;
 Tidak menggunakan alat penangkap ikan yang dapat
mempercepat penurunan mutu ikan dan mengakibatkan ikan
tersebut terkontaminasi misalkan penangkapan dengan
menggunakan racun tidak melakukan penangkapan ikan di
daerah yang terkontaminasi;
 Tidak melakukan penangkapan ikan pada daerah dan musim
memijah sehingga menurunkan mutu ikan; dan
 Agar lebih menekankan pada persyaratan alat penangkapan
ikan terkait sistem jaminan mutu (misalnya: bahan konstruksi
alat).
6. Peralatan dan Perlengkapan
 Peralatan dan perlengkapan yang digunakan berhubungan
langsung dengan ikan harus dirancang dan terbuat dari bahan
tahan karat, tidak beracun, tidak menyerap air, mudah
dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi terhadap
hasil perikanan;
 Peralatan dan perlengkapan harus ditata sedemikian rupa pada
setiap tahapan proses untuk menjamin kelancaran, mencegah
kontaminasi silang dan mudah dibersihkan;
 Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk menangani
limbah yang dapat menyebabkan kontaminasi, harus diberi
tanda dan dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan
untuk menangani ikan, bahan penolong, bahan tambahan
pangan serta produk akhir.
5.2. CPIB Pendaratan Ikan
1. Bongkar Muat
 Peralatan pendaratan yang berhubungan langsung dengan hasil perikanan:
1) terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan;
2) disanitasi dan dijaga dalam keadaan baik.
 Tempat bongkar muat harus bersih dan bebas dari kontaminasi.
 Pekerja yang menangani langsung hasil perikanan:
1) menggunakan pakaian kerja yang bersih dan tu tu p kepala
sehingga menutupi rambut secara sempurna;
2) mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan;
3) harus sehat, tidak sedang mengalam i luka, tidak menderita
penyakit menular, dan
4) tid ak diperbolehkan merokok, meludah, makan, minum
di area
penanganan/penyimpanan produk.
 Proses bongkar muat dan pendaratan hasil perikanan harus dihindarkan dari
kontaminan dengan cara:
1) melakukan bongkar muat dan pendaratan dengan cepat;
2) tidak menggunakan peralatan dan perlakuan yang menyebabkan hal-hal
kerusakan pada hasil perikanan; dan
3) menghindari pembongkaran langsung dibawah sinar matahari.
 Menempatkan hasil perikanan pada tempat dengan suhu sesuai
yang dipersyaratkan.
2. Penyimpanan dan Pengangkutan
 menerapkan sistem rantai dingin dengan menjaga suhu selama
penyimpanan dan pengangkutan sesuai dengan persyaratan yang
berlaku, meliputi:
1) hasil perikanan segar atau dilelehkan termasuk crustacean rebus
yang didinginkan dan produk kekerangan harus disimpan pada
suhu leleh es;
2) hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang menggunakan air
garam untuk keperluan pengalengan, harus dipertahankan pada
suhu pusat -18° C atau lebih rendah, untuk semua bagian produk
dengan fluktuasi tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan; dan
3) jika produk perikanan disimpan dalam es, lelehan air es harus
tidak menggenangi produk.
 Pelaku usaha penyimpanan dan pengangkutan ikan harus:
1) memiliki komitmen untuk menerapkan persyaratan cara ikan
yang baik;
2) menjamin bahwa dokumen cara penanganan ikan yang baik
selalu dimutakhirkan; dan
3) memelihara rekaman sesuai masa simpan produk.
5.3. CPIB Pemasaran Ikan
1. Tempat Pemasaran Ikan
 Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;
 mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi,
dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem
pembuangan limbah cair yang higiene;
 Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet
dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan
bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai;
 Mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan
hasil perikanan;
 Kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi
mutu hasil perikanan tidak diperbolehkan berada dalam tempat pemasaran
ikan/pasar grosir;
 Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan;
 Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan
minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas;
 Mempunyai fasilitas pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup;
 Mempunyai wadah penampungan produk yang bersih, tahan karat, kedap air
dan mudah dibersihkan; dan
 Mempunyai penampungan pengolahan limbah.
2. Pelaku usaha yang memaparkan produk
 Harus mempunyai fasilitas penyimpanan dingin yang dapat dikunci untuk
menyimpan produk perikanan dan mempunyai fasilitas wadah untuk produk
yang tidak layak konsumsi pada tempat yang diberi tanda; dan
 Mempunyai tempat khusus untuk unit pengendalian hasil
kemanan perikanan.

3. Pada saat memaparkan/display hasil perikanan


 Peralatan harus tidak digunakan untuk tujuan lain;
 Peralatan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
memudahkan
pengecekan oleh petugas;
 Tidak terkontaminasi oleh asap kendaraan; dan
 Tidak diperbolehkan mencampur produk lain ke tempat pemaparan/display.

4. Pelaku Usaha harus:


 Membuktikan kepada otoritas kom peten atas pemenuhan
persyaratan tersebut
 Mempat Pelelangan Ikan harus menerapkan /mendokumentasikan CPIB
 Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini;
 Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu
5.4. CPIB Pembudidayaan Ikan

 Lokasi
1) unit pembudidayaan ikan berada di kawasan yang terhindar dari risiko
kontaminasi bahaya keamanan pangan biologi, kimia atau benda lain dan
dapat dikontrol;
2) sumber kontaminasi potensial dari lingkungan peternakan, industri,
pertanian dan pemukiman harus dievaluasi dan menjadi bahan
pertimbangan; dan
3) tidak terdapat potensi kontaminasi yang dapat menyebabkan produk
menjadi tidak aman.
 Sumber air
1) kualitas air dapat mendukung produksi ikan yang aman dikonsumsi
manusia;
2) penggunaan air yang mengandung limbah tidak diperbolehkan, bila air
sumber terbatas maka penggunaan air sumber yang mengandung limbah
harus memenuhi persyaratan WHO untuk penggunaan air limbah; dan
3) terhindar dari pencemaran yang menyebabkan kontaminasi keamanan
pangan termasuk dari limbah hewan dan aktivitas manusia.
 Desain dan tata letak wadah dan fasilitas unit pembudidayaan ikan dapat
mencegah terjadinya kontaminasi dan/atau kontaminasi silang
 Pakan
1) pakan yang digunakan harus terdaftar di Ditjen Perikanan Budidaya; dan
2) tidak mengandung bahan terlarang atau kontaminan biologis dan kimiawi
yang melebihi ambang batas.
 Obat Ikan, Bahan Kimia dan Biologi
1) obat ikan, bahan kimia dan biologi yang digunakan dalam setiap proses
budidaya ikan harus terdaftar di Ditjen Perikanan Budidaya;
2) penyimpanan obat ikan, bahan kimia dan biologi harus
terpisah dan
terlindung dari potensi kerusakan dan kontaminasi
 Benih yang digunakan berasal dari unit pembenihan bersertifikat
cara perbenihan ikan yang baik atau yang sudah menerapkan SNI.
 Kebersihan
1) unit pembudid ayaan ikan dan Peralatan terjaga
kebersihannya serta terhindar dari kontaminasi; dan
2) unit pembudidayaan ik an perlu menerapkan GHP (Good
Hygiene
Practices) untuk menekan kontaminasi khususnya dari limbah hewan dan
aktivitas manusia
 Pengelolaan limbah
1) unit pembudidayaan ikan melakukan pengelolaan limbah cair, padat dan
berbahaya yang disesuaikan dengan kebutuhan; dan
2) mempunyai fasilitas pengelolaan limbah cair, padat dan berbahaya yang
disesuaikan dengan kebutuhan
 Panen
1) cara panen dan penanganan hasil dilakukan dengan mencegah
2) kerusakan fisik dan meminimalisir kontaminasi; dan
3) air dan es yang digunakan harus sesuai persyaratan.
 Pencatatan
1) kegiatan pembudidayaan ikan sejak tahapan pra proses
produksi, panen hingga distribusi harus terdokumentasi dan
mampu
telusur
2) penggunaan sarana produksi yang berdampak pada keamanan pangan
harus tercatat; dan
3) pendistribusian hasil panen harus tercatat.
 Pekerja perlu mendapatkan pelatihan Good Hygiene Practices (GHP) untuk
menumbuhkan kesadaran atas peran dan tanggung jawabnya dalam
melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan.
 Pekerja yang menangani harus sehat, tidak sedang mengalami luka, tidak
menderita penyakit menular atau menyebarkan kuman penyakit menular, dan
dilakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik minimal 1 (satu) kali dalam
setahun.
 Peralatan budidaya terbuat dari bahan yang tidak berbahaya dan tidak
menyebabkan kerusakan fisik dan kontaminasi pada ikan; dan terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan
5.5. CPIB Pengumpul/Suplier
1. Persyaratan Umum

 Unit pengumpul/supplier hanya menerima bahan baku dari unit


pembudidayaan ikan yang bersertifikat cara budidaya ikan yang baik, kapal
penangkap dan kapal pengangkut ikan yang bersertifikat cara penanganan
ikan yang baik;
 Unit pengumpul/supplier harus memperhatikan jenis ikan tertentu yang
dilarang atau memerlukan persyaratan tertentu yang dipasarkan untuk
konsumsi manusia, misalnya:
1) ikan beracun yang berasal dari famili Tetraodontidae, Molidae,
Diodontidae , Canthigasteridae; dan
2) produk hasil perikanan yang mengandung biotoksin seperti jenis ikan
karang yang mengandung toksin ciguatera dan kekerangan yang
mengandung toksin hayati misalnya: Paralytic Shellfish Poisoning (PSP),
Diarethic Shellfish Poisining (DSP), Amnesic Shellfish Poisining (ASP),
Neurotic Shellfish Poisining (NSP).
 Unit pengumpul/supplier dilarang menggunakan bahan tambahan yang tidak
diizinkan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;
 Unit pengumpul/supplier dilarang menggunakan bahan kimia misalnya:
Pestisida, fumigan, desinfektan dan deterjen. Apabila digunakan maka harus di
bawah pengawasan petugas yang mengetahui bahaya penggunaannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
 Unit pengumpul/supplier yang menangani produk beku harus mempunyai
sarana:
1) Pembekuan yang mampu menurunkan suhu secara cepat hingga
mencapai suhu pusat - 1 8 0C; dan
2) Penyimpanan beku (cold storage) yang mampu menjaga suhu produk - 1 8
0 C atau lebih rendah.

 Unit pengumpul/supplier yang menangani produk segar harus mempunyai


sarana pendinginan yang mampu mempertahankan suhu produk pada titik
leleh es;
 Unit pengumpul/supplier yang akan melakukan penanganan atau pengolahan
ikan harus memiliki, membangun atau bermitra dengan unit pengolah ikan;
 Pengumpul/supplier dilarang memasarkan hasil olahan yang tidak sesuai
standar untuk dikonsumsi manusia.
2. Persyaratan Lokasi dan Bangunan
 Unit Pengumpul/Supplier harus memenuhi persyaratan lokasi sebagai berikut:
1) unit pengumpul/supplier harus dibangun di lokasi yang tidak tercemar
dan berdekatan dengan sumber bahan baku yang bermutu baik, serta
dapat diakses untuk melakukan pengendalian mutu dan keamanan hasil
perikanan; dan
2) unit pengumpul/supplier tidak diperbolehkan dibangun di lingkungan
pemukiman, kawasan industri atau kegiatan lain yang dapat mencemari
hasil perikanan yang diolah.
 Unit Pengumpul/Supplier harus memenuhi persyaratan fasilitas bangunan
minimal sebagai berikut:
1) ruang kerja yang cukup untuk melakukan kegiatan dengan kondisi yang
higienis;
2) bangunan harus mampu menghindari kontaminasi terhadap hasil
perikanan dan terpisah antara ruang penanganan hasil perikanan yang
bersih dan ruang penanganan hasil perikanan yang kotor;
3) bangunan harus dirancang dan ditata dengan konstruksi sedemikian rupa
untuk mendukung proses penanganan secara saniter, cepat, dan tepat;
4) bangunan harus dirawat, dibersihkan, dan dipelihara secara saniter;
5) bangunan harus mampu melindungi produk dari binatang pengganggu
dan potensi kontaminasi lainnya;
6) ruangan yang digunakan untuk penanganan hasil perikanan harus
memenuhi persyaratan:
 lantai harus mempunyai kontruksi kemiringan yang cukup, kedap air,
mudah dibersihkan dan disanitasi, serta dirancang sedemikian rupa
sehingga memudahkan pembuangan air;
 dinding harus rata permukaannya, mudah dibersihkan, kuat, dan
kedap air;
 pintu terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan;
 langit-langit atau sambungan atap mudah dibersihkan;
 ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup untuk menghindari
kondensasi; dan
 penerangan yang cukup, baik lampu maupun cahaya alami.
7) bangunan harus dilengkapi fasilitas untuk mendukung kebersihan
karyawan dengan konstruksi dan jumlah yang memadai sebagai berikut:
 toilet tidak berhubungan langsung dengan ruang penanganan;
 bak cuci kaki dan fasilitas cuci tangan yang mudah dijangkau untuk
digunakan sebelum, selama dan sesudah melakukan penanganan hasil
perikanan; dan
 ruang tempat penyimpanan barang-barang karyawan (loker).
8) memiliki ruang atau tempat khusus untuk menyimpan es dan bahan
kebutuhan penanganan lainnya, misalnya bahan pengemas.
3. Peralatan dan Perlengkapan

 Peralatan dan perlengkapan yang digunakan berhubungan langsung


dengan ikan harus dirancang dan terbuat dari bahan tahan karat,
tidak beracun, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak
menyebabkan kontaminasi terhadap hasil perikanan;
 Peralatan dan perlengkapan harus ditata sedemikian rupa pada setiap
tahapan proses untuk menjamin kelancaran, mencegah kontaminasi
silang dan mudah dibersihkan; dan
 Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk menangani limbah
yang dapat menyebabkan kontaminasi, harus diberi tanda dan
dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk menangani
ikan, bahan penolong, bahan tambahan pangan, serta produk akhir.
4. Pekerja

 Pekerja yang melakukan kegiatan penanganan hasil perikanan harus


sehat, tidak sedang mengalami luka, tidak menderita penyakit
menular atau menyebarkan kuman penyakit menular;
 Menggunakan pakaian dan perlengkapan kerja yang bersih dan tutup
kepala sehingga menutupi rambut secara sempurna;
 Mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan;
 Tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum di area
penanganan produk; dan
 Pekerja yang menangani produk tidak diperbolehkan menggunakan
asesoris, kosmetik, obat-obat luar, atau melakukan tindakan yang
dapat mengkontaminasi produk.
5. Penanganan Ikan

 Produk Segar
1) produk segar yang sedang atau masih menunggu untuk
ditangani, dikemas dan/atau dikirim, harus diberi es atau
disimpan di ruang dingin yang mampu mempertahankan suhu
produk pada titik leleh es; dan
2) penanganan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
mencegah kontaminasi atau penurunan mutu.
 Produk Beku
1) harus memiliki fasilitas penyimpanan yang mampu
mempertahankan suhu pusat produk - 1 8 0C;
2) apabila karena alasan teknis dipersyaratkan suhu yang lebih
tinggi, misalnya dengan menggunakan pembekuan air garam
untuk tujuan pengalengan diperbolehkan sepanjang tidak lebih
tinggi dari - 9 0C; dan
3) disimpan pada ruang penyimpanan beku yang dilengkapi dengan
alat pencatat/perekam suhu otomatis yang mudah dibaca, sensor
suhu harus diletakkan di tempat yang suhunya paling tinggi.
5.6. CPIB Unit Pengolahan Ikan (UPI)
1. Persyaratan Umum

 UPI harus memiliki sistem manajemen keamanan pangan yang mencakup Good
Manufacturing Practices (GMP), Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)
dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan menerapkannya;
 UPI hanya menerima bahan baku dari unit pembudidayaan ikan yang
bersertifikat cara budidaya ikan yang baik, kapal penangkap dan kapal
pengangkut ikan yang bersertifikat cara penanganan ikan yang baik, atau
pengumpul/supplier yang bersertifikat cara penanganan ikan yang baik;
 UPI harus memperhatikan jenis ikan tertentu yang dilarang atau memerlukan
persyaratan tertentu yang dipasarkan untuk konsumsi manusia, misalnya:
1) ikan beracun yang berasal dari famili Tetraodontidae, Molidae,
Diodontidae , Canthigasteridae; dan
2) produk hasil perikanan yang mengandung biotoksin seperti jenis ikan
karang yang mengandung toksin ciguatera dan kekerangan yang
mengandung toksin hayati misalnya: Paralytic Shellfish Poisoning (PSP),
Diarethic Shellfish Poisining (DSP), Amnesic Shellfish Poisining (ASP),
Neurotic Shellfish Poisining (NSP).
 UPI dilarang menggunakan bahan tambahan yang tidak diizinkan sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan;
 UPI dilarang menggunakan kimia misalnya: Pestisida, fumigan,
bahan digunakan maka harus di bawah
pengawasan
desinfektan petugas
dan deterjen.
yang mengetahui
Apabila bahaya penggunaannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
 UPIharus mem iliki laboratorium yang dapat digunakan untuk
menunjang pengendalian mutu hasil perikanan secara mandiri (own check);
 UPI yang menangani produk beku harus mempunyai sarana:
1) Pembekuan yang mampu menurunkan suhu secara cepat
hingga
mencapai suhu pusat - 1 8 0C; dan
2) Penyimpanan beku (cold storage) yang mampu menjaga suhu produk - 1 8
0 C atau lebih rendah.

 UPI yang menangani produk segar harus mempunyai sarana pendinginan yang
mampu mempertahankan suhu produk pada titik leleh es;
 UPIdilarang memasarkan hasil olahan yang tidak sesuai standar
untuk
dikonsumsi manusia.
2. Persyaratan Lokasi dan Bangunan
 UPI harus memenuhi persyaratan lokasi sebagai berikut:
1) UPI harus dibangun di lokasi yang tidak tercemar dan berdekatan dengan
sumber bahan baku yang bermutu baik, serta dapat diakses untuk
melakukan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan; dan
2) UPI tidak diperbolehkan dibangun di lingkungan pemukiman, kawasan
industri atau kegiatan lain yang dapat mencemari hasil perikanan yang
diolah.
 UPI harus memenuhi persyaratan fasilitas bangunan minimal sebagai berikut:
1) ruang kerja yang cukup untuk melakukan kegiatan dengan kondisi yang
higienis;
2) bangunan harus mampu menghindari kontaminasi terhadap hasil
perikanan dan terpisah antara ruang penanganan hasil perikanan yang
bersih dan ruang penanganan hasil perikanan yang kotor;
3) bangunan harus dirancang dan ditata dengan konstruksi sedemikian rupa
untuk mendukung proses penanganan secara saniter, cepat, dan tepat;
4) bangunan harus dirawat, dibersihkan, dan dipelihara secara saniter;
5) bangunan harus mampu melindungi produk dari binatang pengganggu
dan potensi kontaminasi lainnya;
6) ruangan yang digunakan untuk penanganan dan pengolahan hasil
perikanan harus memenuhi persyaratan:
 lantai harus mempunyai kontruksi kemiringan yang cukup, kedap air,
mudah dibersihkan dan disanitasi, serta dirancang sedemikian rupa
sehingga memudahkan pembuangan air;
 dinding harus rata permukaannya, mudah dibersihkan, kuat, dan
kedap air;
 pintu terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan;
 langit-langit atau sambungan atap mudah dibersihkan;
 ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup untuk menghindari
kondensasi; dan
 penerangan yang cukup, baik lampu maupun cahaya alami.
7) bangunan harus dilengkapi fasilitas untuk mendukung kebersihan
karyawan dengan konstruksi dan jumlah yang memadai sebagai berikut:
 toilet tidak berhubungan langsung dengan ruang proses;
 ruang ganti pakaian yang terpisah untuk karyawan di area resiko tinggi
dengan area resiko rendah;
 bak cuci kaki pada semua pintu masuk ke ruang proses;
 fasilitas cuci tangan di seluruh titik masuk ke ruang proses dan tidak
dioperasikan dengan tangan;
 ruang istirahat dan tempat penyimpanan barang-barang karyawan
(loker).
8) memiliki ruang atau tempat khusus untuk menyimpan es dan bahan
kebutuhan penanganan lainnya, misalnya bahan pengemas.
3. Peralatan dan Perlengkapan

 Peralatan dan perlengkapan yang digunakan berhubungan langsung


dengan ikan harus dirancang dan terbuat dari bahan tahan karat,
tidak beracun, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak
menyebabkan kontaminasi terhadap hasil perikanan;
 Peralatan dan perlengkapan harus ditata sedemikian rupa pada setiap
tahapan proses untuk menjamin kelancaran, mencegah kontaminasi
silang dan mudah dibersihkan; dan
 Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk menangani limbah
yang dapat menyebabkan kontaminasi, harus diberi tanda dan
dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk menangani
ikan, bahan penolong, bahan tambahan pangan, serta produk akhir.
4. Pekerja

 Pekerja yang melakukan kegiatan penanganan hasil perikanan harus


sehat, tidak sedang mengalami luka, tidak menderita penyakit
menular atau menyebarkan kuman penyakit menular;
 Menggunakan pakaian dan perlengkapan kerja yang bersih dan tutup
kepala sehingga menutupi rambut secara sempurna;
 Mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan;
 Tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum di area
penanganan produk; dan
 Pekerja yang menangani produk tidak diperbolehkan menggunakan
asesoris, kosmetik, obat-obat luar, atau melakukan tindakan yang
dapat mengkontaminasi produk.
5. Penanganan Ikan

 Produk Segar
1) produk segar yang sedang atau masih menunggu untuk
ditangani, dikemas dan/atau dikirim, harus diberi es atau
disimpan di ruang dingin yang mampu mempertahankan suhu
produk pada titik leleh es; dan
2) penanganan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
mencegah kontaminasi atau penurunan mutu.
3) filet dan potongan ikan harus segera diberi es atau disimpan di
ruang dingin atau apabila perlu dikemas dan diberi label sesuai
persyaratan;
4) isi perut dan/atau bagian-bagian yang dapat membahayakan
kesehatan manusia harus dipisahkan dari produk yang akan
dikonsumsi manusia; dan
5) tempat penampungan sampah harus tertutup dan selalu
dibersihkan dan disanitasi sebagaimana mestinya, sehingga tidak
menjadi sumber kontaminasi terhadap UPI atau lingkungan
 Produk Beku
1) harus memiliki fasilitas penyimpanan yang mampu
mempertahankan suhu pusat produk - 1 8 0C;
2) apabila karena alasan teknis dipersyaratkan suhu yang lebih
tinggi, misalnya dengan menggunakan pembekuan air garam
untuk tujuan pengalengan diperbolehkan sepanjang tidak lebih
tinggi dari - 9 0C; dan
3) disimpan pada ruang penyimpanan beku yang dilengkapi dengan
alat pencatat/perekam suhu otomatis yang mudah dibaca, sensor
suhu harus diletakkan di tempat yang suhunya paling tinggi
4) UPI dilarang memasarkan hasil olahan yang tidak sesuai standar
untuk dikonsumsi manusia
 Produk yang Dilelehkan
1) dilakukan secara higienis, terhindar dari kontaminasi dan
pembuangan air lelehan yang memadai sehingga air lelehan tidak
menggenangi produk, serta selama pelelehan suhu produk tidak
boleh melebihi suhu titik leleh es; dan
2) setelah dilelehkan produk harus ditangani sesuai persyaratan dan
pengolahannya tidak boleh ditunda.
6. HACCP

 Setiap UPI wajib m enerapkan sistem keamanan hasil


jaminan diverifikasi oleh
inspektur
perikanan mutu;
berdasarkan konsepsi HACCP yang
 Setiap perusahaan yang menerapkan HCCP harus memiliki panduan
penerapan HCCP, melakukan validasi, dan audit penerapan HCCP
secara internal sesuai panduan;
 Apabila terjadi perubahan produk, proses, atau tahapan, pelaku usaha
harus melakukan kaji ulang prosedur dan melakukan penyesuaian
panduan penerapan HCCP, dan dilaporkan kepada otoritas kompeten;
 UPI yang telah menerapkan HACCP dan sudah diverifikasi diberikan
Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu;
5.7. CPIB Distribusi Hasil Perikanan

 Distribusi hasil perikanan yang menggunakan sarana transportasi:


1) harus bersih dan mampu menghindari kontaminasi;
2) didesain sedemikian rupa sehingga tid ak merusak produk,
di mana permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan
disanitasi;
3) apabila menggunakan es sebagai pendingin, harus dilengkapi
saluran
pembuangan untuk menjamin lelehan es tidak menggenangi produk;
4) dilengkapi peralatan untu k menjaga suhu t etap terjaga
selama pengangkutan; dan
5) mampu melindungi produk dari resiko penurunan mutu.
 Sarana berupa kendaraan pengangkut tidak digunakan untuk tujuan lain secara
bersamaan untuk menghindari mengkontaminasi hasil perikanan;
 Apabila kendaraan pengangkut digunakan untuk mengangkut produk lain
secara bersamaan, harus dipisahkan dan dijamin kebersihannya agar tidak
mengkontaminasi hasil perikanan;
 Pengangkutan hasil perikanan tidak boleh dicampur dengan produk lain yang
dapat mengakibatkan kontaminasi atau mempengaruhi higiene, kecuali produk
tersebut dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu melindungi produk
tersebut; dan
 Pengangkutan hasil perikanan dalam keadaan hidup harus mampu
mempertahankan hasil perikanan tersebut tetap terjaga kondisi dan mutunya.
5.8. Sertifikasi CPIB Kapal Ikan
1. Tata Cara Penerbitan Sertifikat CPIB Kapal Ikan
 Menteri Kelautan dan perikanan mendelegasikan kepada Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap (DJPT), yang pelaksanaannya dilakukan oleh kepala
pelabuhan sebagai unit pelaksana teknis (pusat/daerah )
 Penerbitan Sertifikat CPIB kapal ikan diberikan kepada Pelaku Usaha yang telah
memperoleh NIB (Nomor Induk Berusaha) yang dikeluarkan oleh lembaga OSS
(Online Single Submission)
 NIB mulai berlaku tahun 2018 mengantikan perizinan TDP (Tanda Daftar
Perusahaan), API (Angka Pengenal Impor), juga akses kepabeanan sebagai
eksportir dan importir
 Pelaku usaha yang dimaksud adalah:
 Perseroan Terbatas
 Perusahaan Umum
 Perusahaan Umum Daerah
 Badan Hukum Lainnya yang dimiliki oleh Negara
 Badan Layanan Umum
 Lembaga Penyiaran
 Badan Usaha yang didirikan oleh Yayasan
 Koperasi
 Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap) atau biasa
disebut CV
 Persekutuan Firma (Venootschap Onder Firma)
 Persekutuan Perdata.
 Pelaku usaha mengajukan permohonan tertulis kepada kepala
pelabuhan perikanan dengan melampirkan:
 fotokopi surat izin penangkapan ikan, surat izin kapal
pengangkut ikan, atau tanda daftar kapal perikanan untuk
nelayan kecil;
 fotokopi sertifikat keterampilan penanganan ikan; dan
 surat kesediaan dilakukan inspeksi Pengendalian Mutu.
 Kepala Pelabuhan Perikanan melakukan pemeriksaan kelengkapan dan
kebenaran dokumen persyaratan, sejak diterimanya permohonan
secara lengkap yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan
 Kepala Pelabuhan Perikanan menugaskan Inspektur Mutu, Pengelola
Produksi Perikanan Tangkap, dan/atau Asisten Pengelola Produksi
Perikanan Tangkap untuk melakukan inspeksi Pengendalian Mutu
pada kegiatan Penangkapan Ikan
 Inspeksi Pengendalian Mutu pada kegiatan Penangkapan Ikan
meliputi:
 inspeksi pembongkaran Ikan;
 inspeksi standar fasilitas penanganan dan penyimpanan Ikan di
kapal perikanan; dan
 inspeksi standar prosedur penanganan dan penyimpanan Ikan di
kapal perikanan
 Petugas inspeksi melaporkan kepada kepala pelabuhan berupa rekomendasi
bahwa hasil inspeksi telah memenuhi atau tidak memenuhi persyaratan
Pengendalian Mutu
 Dalam hal hasil inspeksi telah memenuhi persyaratan Pengendalian Mutu,
Kepala Pelabuhan Perikanan menerbitkan Sertifikat CPIB kapal ikan
 Jika hasil inspeksi tidak memenuhi persyaratan Pengendalian Mutu maka
Kepala Pelabuhan Perikanan menerbitkan surat penolakan, disertai dengan
alasan
 Proses penerimaan permohonan sampai dengan penerbitan atau penolakan
CPIB dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
 Penerbitan dan penolakan sertifikat CPIB dinotifikasi ke dalam sistem OSS
(Online Single Submission)
 Sertifikat CPIB berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan
 Setiap kapal perikanan yang telah memiliki Sertifikat CPIB wajib menerapkan
persyaratan CPIB
 Setiap kapal perikanan yang telah memiliki Sertifikat CPIB dan melakukan
kegiatan Pengolahan Ikan dan pembekuan atau Pengolahan Ikan dan
penyimpanan beku di kapal perikanan harus menerapkan prinsip h azard
analysis critical control point
1. Monitoring, Evaluasi, dan Surveilan
CPIB
 Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan Sertifikasi CPIB
 Surveilan dilakukan dalam rangka penilaian kesesuaian terhadap pelaksanaan
persyaratan Pengendalian Mutu yang telah memiliki Sertifikat CPIB
 Surveilan dilakukan oleh Inspektur Mutu, Pengelola Produksi Perikanan
Tangkap, dan/atau Asisten Pengelola Produksi Perikanan Tangkap.
 Monitoring, evaluasi, dan surveilan dilaksanakan secara periodik paling sedikit
1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
 Hasil surveilan dilaporkan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan, yang memuat
pelaksanaan surveilan, dan kesesuaian/ketidaksesuaian pelaksanaan
persyaratan Pengendalian Mutu pada kegiatan Penangkapan Ikan
 Dalam hal terdapat ketidaksesuaian pelaksanaan persyaratan Pengendalian
Mutu pada kegiatan Penangkapan Ikan, Kepala Pelabuhan Perikanan
mengenakan sanksi administratif , berupa:
 peringatan tertulis
 pembekuan Sertifikat CPIB;
 pencabutan sertifikat CPIB
 Peringatan tertulis dan pembekuan sertifikat CPIB berlaku masing-masing satu
bulan, jika pemilik sertifikat CPIB tidak melaksanakan kewajibannya
(memperbaiki temuan ketidaksesuaian) maka dilakukan pencabutan sertifikat
CPIB
 Kepala Pelabuhan Perikanan melakukan notifikasi ke dalam sistem OSS
terhadap pencabutan Sertifikat CPIB
Diagram Alir Sertifikasi CPIB Kapal Ikan

PELABUHAN
Laporan dan
3. Inspeksi PERIKANAN Monitoring
4. Perbaikan
2. Identifikasi kapal
ikan Evaluasi

1. Permohonan
UNIT KAPAL
IKAN
DJP
5. Penerbitan T

SERTIFIKA
T CPIB
Contoh Surat Permohonan CPIB
Contoh laporan Inspeksi CPIB
Contoh Hasil Inspeksi CPIB
Contoh Sertifikat CPIB
5.8. Sertifikasi CPIB Supplier/Pengumpul
1. Tata Cara Penerbitan Sertifikat CPIB Supplier
 Menteri Kelautan dan perikanan mendelegasikan kepada Badan Karantina Ikan
dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kepala UPT KIPM (pusat/daerah )
 Setiap Supplier hasil perikanan wajib menerapkan dan memenuhi CPIB yang
terdiri dari persyaratan prosedur operasi standar sanitasi (Standard Sanitation
Operating Procedure) dan Good Manufacturing Practices).
 Pelaku usaha (Suplier) mengajukan permohonan tertulis kepada kepala KIPM ,
dengan melampirkan NIB dan panduan penerapan CPIB yang telah divalidasi
oleh pelaku usaha
 Kepala UPT melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran dokumen
persyaratan, Jika belum lengkap pelaku usaha diminta untuk melengkapi
persyaratan
 Kepala UPT menugaskan Inspektur Mutu untuk melakukan inspeksi dan
melaporkan hasilnya kepada kepala UPT
 Berdasarkan laporan , Kepala UPT menerbitkan:
1) Sertifikat CPIB, dalam hal hasil Inspeksi telah sesuai; atau
2) Surat penolakan penerbitan Sertifikat CPIB disertai dengan alasan, dalam
hal hasil Inspeksi tidak sesuai
 Proses penerimaan permohonan sampai dengan penerbitan atau penolakan
Sertifikat CPIB dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap, yang dinotifikasi
kedalam sistim OSS
 Sertifikat CPIB Supplier berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) tahun dan dapat
diberikan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama
 Perpanjangan Sertifikat CPIB dapat diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sebelum masa berlakunya berakhir
 Untuk dapat melakukan perpanjangan Sertifikat CPIB, Supplier
mengajukan permohonan kepada Kepala UPT, kemudian dilakukan isnpeksi,
dan ditentukan
penerbitan/penolakan perpanjangan sertifikat CPIB dalam waktu paling lama
10 (sepuluh) hari kerja, sejak permohonan diterima secara lengkap

2. Pengawasan CPIB Supplier


 Kepala UPT berkewajiban melakukan pengawasan terhadap Sertifikat CPIB pada
Supplier yang telah diterbitkan.
 Mekanisme pengawasan dilakukan melalui kegiatan Verifikasi terhadap
konsistensi dan efektifitas penerapan persyaratan Sistem Jaminan Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan pada Supplier paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun yang di laporkan kepada kepala BKIPM
 Dalam hal terdapat ketidaksesuaian pelaksanaan persyaratan Pengendalian
Mutu, suplier diberikan sanksi berupa:
 peringatan tertulis
 pembekuan Sertifikat CPIB;
 pencabutan sertifikat CPIB
 Peringatan tertulis dan pembekuan sertifikat CPIB berlaku masing-masing satu
bulan, jika pemilik sertifikat CPIB tidak melaksanakan kewajibannya (upaya
perbaikan ketidaksesuaian) maka dilakukan pencabutan sertifikat CPIB, yang di
notifikasi ke dalam sistem OSS
Diagram Alir Sertifikasi CPIB Supplier

3. Inspeksi UPT Laporan dan


Monitoring
4. Perbaikan
KIPM
2. Identifikasi Suplier
Evaluasi

1. Permohonan
UNIT SUPLIER/
PENGUMPUL
BKIP
5. Penerbitan M

SERTIFIKA
T CPIB
Contoh Sertifikat CPIB Supplier
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID). Bumi Aksara
Buckle K.A, Edwards R.A, Fleet G.H, Wooton.1982. Ilmu Pangan. Jakarta (ID). UI Press
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta (ID). Liberty
Huss H. H. 1995. Quality and quality changes in fresh fi sh. Rome (IT). FAO
Irianto H. E, Sri Giyatmi S. 2015. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (Edisi 2).
Tangerang (ID). Universitas Terbuka
KEPMEN- KP Nomor 52A Tahun 2013 Tentang Persyaratan Jaminan Mutu
dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan
Distribusi
Muchtadi D. 2012. Pengolahan Hasil Perikanan. Tangerang (ID). Universitas Terbuka
Myers M. 1981. Planning and Engineering Data: Fresh Fish Handling . Rome (IT). FAO
PERMEN-KP Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan
Sertifikat Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB) Kapal Ikan
PERMEN-KP Nomor 52 Tahun 2018 Tentang Persyaratan Persyaratan dan Tata Cara
Penerbitan Sertifikat Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB) Supplier
PER-BKIPM Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Petunjuk Teknis Penerbitan Sertifikat cara
Penanganan Ikan Yang Baik di Supplier
PUSDIK-KKP. 2019 . Bahan Baku Olahan Hasil Perikanan. Tersedia pada:
http://www.pusdik.kkp.go.id/elearning/index.php/modul/kompetensi/190116-
PUSDIK-KKP. 2019 . Penanganan Ikan Segar dan Beku. Tersedia pada:
114410bahan-baku-olahan-hasil-perikanan
http://www.pusdik.kkp.go.id/elearning/index.php/modul/read/190114-
183701uraian-c-materi
SNI 2729:2013. Ikan Segar.BSN
SNI 2346:2015. Pedoman Pengujian Sensori Pada Produk Perikanan. BSN
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai