I. PENDAHULUAN
Tabel 2. Hasil Skoring Analisis Komoditas Ikan Lokal Di Daerah Kalimantan Tengah
(2010)
Nama latin Nama local Skor
dan nila. Jenis ikan betutu merupakan ikan ekonomis yang memiliki harga yang
tinggi. Untuk harga ikan betutu yang masih hidup dari pembudidaya berkisar antara
Rp.80.000 dengan bobot di bawah 1 (satu) kg/ekor, sedangkan harga ikan betutu yang
mecapai bobot lebih dari 1 (satu) kg/ekor bisa mencapai Rp.150.000.
tanah yang telah dibajak hingga merata. Usahakan agar kapur tercampur hingga
kedalaman 10 cm. Setelah itu, kolam didiamkan selama 2-3 hari.
c. Pengenangan Kolam
Tahap terakhir persiapan kolam tanah adalah penggenangan kolam dengan air.
Caranya dilakukan secara bertahap. Pertama-tama genangi dasar kolam dengan air
setinggi 10-15 cm. Dengan kedalaman air seperti ini sinar matahari masih bisa
menembus dasar kolam. Sehingga berbagai macam tumbuhan dan hewan bisa
berkembangbiak. Biarkan kondisi tersebut selama 2-3 hari. Warna air akan terlihat
kehijauan. Itu tandanya gangang sebagai makanan biota air dan ikan telah tumbuh.
Setelah itu ketinggian air bisa dinaikkan hingga 60-75 cm dan kolam siap untuk
ditebari benih ikan.
9
a. Arus Air
Arus air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap
ada arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen
terlarut dalam wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka
dapat menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar
perairan. Dengan tidak terlalu kuatnya arus juga berpengaruh terhadap keamanan
jaring dari kerusakan sehingga masa pakai jaring lebih lama. Bila pada perairan yang
akan dipilih ternyata tidak ada arusnya (kondisi air tidak mengalir), disarankan agar
unit budidaya atau jaring dapat diusahakan di perairan tersebut, tetapi jumlahnya
tidak boleh lebih dari 1% dari luas perairan. Pada kondisi perairan yang tidak
mengalir, unit budidaya sebaiknya diletakkan ditengah perairan sejajar dengan garis
pantai.
b. Tingkat Kesuburan
Pada perairan umum dan waduk ditinjau dari tingkat kesuburannya dapat
dikelompokkan menjadi perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotropik),
sedang (mesotropik) dan tinggi (eutropik). Jenis perairan yang sangat baik untuk
digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung dengan sistem intensif adalah
perairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang.Jika perairan dengan tingkat
kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung maka hal ini
10
sangat beresiko tinggi karena pada perairan eutropik kandungan oksigen terlarut pada
malam hari sangat rendah dan berpengaruh buruk terhadap ikan yang dipelihara
dengan kepadatan tinggi.
d. Kualitas Air
Dalam budidaya ikan, secara umum kualitas air dapat diartikan sebagai setiap
perubahan (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup dan
produktivitas ikan yang dibudidayakan. Jadi perairan yang dipilih harus berkualitas
air yang memenuhi persyaratan bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan yang akan
dibudidayakan. Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi (Kholis, 2012).
11
keramba pada permukaan air sebaiknya di letakan di perairan yang relatif tanang dan
bebas dari benturan benda yang terbawa arus air. Agar keramba tidak mudah hanyut
terbawa arus maka pada setiap sudut keramba perlu di ikatkan jangkar. lebih aman
lagi bila keramba itu di ikatkan di pohon atau di buatkan semacam tambatan
(seputarikan.com).
a. Faktor Fisika
Faktor fisika air merupakan variabel kualitas air yang penting karena dapat
mempengaruhi variabel kualitas air yang lainnya. Faktor fisika yang besar
pengaruhnya terhadap kualitas air adalah cahaya matahari dan suhu air. Kedua faktor
ini berkaitan erat, dimana suhu air terutama tergantung dari intensitas cahaya
matahari yang masuk ke dalam air. Cahaya matahari dan suhu air merupakan faktor
alam yang sampai saat belum bisa dikendalikan.
1. Cahaya matahari
Cahaya matahari mempunyai peranan yang sangat besar terhadap
kualitas air secara keseluruhan, karena dapat mempengaruhi reaksi-reaksi
yang terjadi dalam air. Penetrasi cahaya matahari ke dalam air terutama
15
dipengaruhi oleh sudut jatuh cahaya terhadap garis vertikal. Semakin besar
sudut jatuhnya, maka penetrasi cahaya matahari semakin menurun. Cahaya
akan berubah kualitas spektrumnya dan turun intensitasnya setelah menembus
massa air disebabkan karena dispersi dan absorpsi yang berbeda-beda oleh
lapisan air. Pada air murni kira-kira 53% dari cahaya yang masuk akan
ditransformasi ke dalam bentuk panas dan selanjutnya akan padam pada
kedalaman kurang dari satu meter (Boyd, 1990).
Cahaya matahari sangat diperlukan oleh tumbuhan air sebagai sumber
energi untuk melakukan fotosintesis. Sebagai produsen primer, tumbuhan
hijau melakukan fotosintesis untuk menghasilkan oksigen dan bahan organik,
yang akan dimanfaatkan oleh hewan yang lebih tinggi tingkatannya dalam
rantai makanan (Ghosal et al. 2000).
2. Suhu Air
Tabel 3. Suhu Air Ikan Air Tawar
Temperatur
No Jenis Ikan
Optimum
1 Tawes (Puntiusjavanicus) 20 - 23 C
2 Nilem (Osteocilushasselti) 18 - 28 C
3 Tombro(Cyprinuscarpio) 20 - 25 C
4 Patin (Pangasiuspangasius) 28 - 32 C
5 Bawal (Pampusargenteus) 25 - 30 C
6 Gurami (Osphronemusgouramy) 24 - 28 C
7 Nila (Orheochromisniloticus) 25 - 30 C
8 Sidat (Anguilla spp) 28 - 29 C
9 Lele (Clariasbatracus) 25 - 30 C
10 Gabus (Channastriatus) 25 - 30 C
Sumber: Ciptanto, 2010
suhu air adalah ukuran tinggi rendahnya panas air yang berada di
tempat budidaya, baik kolam, keramba, maupun keramba jaring apung.
Temperatur air dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari sebagai sumber
energi, suhu udara, musim, dan lokasi. Air mempunnyai kapasitas yang besar
16
3. Kecerahan
Kecerahan (transparancy) perairan dipengaruhi oleh bahan-bahan
halus yang melayang-layang dalam air baik berupa bahan organik seperti
plankton, jasad renik, detritus maupun berupa bahan anorganik seperti lumpur
dan pasir (Hargreaves, 1999). Dalam budidaya, kepadatan plankton
memegang peranan paling besar dalam menentukan kecerahan meskipun
partikel tersuspensi dalam air juga berpengaruh. Plankton tersebut akan
memberikan warna hijau, kuning, biru-hijau, dan coklat pada air (Boyd,
2004).
b. Faktor Kimia
Air yang digunakan untuk budidaya udang atau organisme perairan yang lain
mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak konstan.
Komposisi dan sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui analisis kimia air.
Dengan demikian apabila ada parameter kimia yang keluar dari batas yang telah
ditentukan dapat segera dikendalikan. Parameter-parameter kimia yang digunakan
untuk menganalisis air bagi kepentingan budidaya antara lain :
1. Salintas
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut
dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (/oo)
atau ppt (part perthousand) atau gram/liter. Tujuh ion utama yaitu : sodium,
potasium, kalium, magnesium, klorida, sulfat dan bikarbonat mempunyai
kontribusi besar terhadap besarnya salinitas, sedangkan yang lain dianggap
kecil (Boyd, 1990). Sedangkan menurut Davis et al. (2004), ion calsium (Ca),
17
potasium (K), dan magnesium (Mg) merupakan ion yang paling penting
dalam menopang tingkat kelulushidupan. Salinitas suatu perairan dapat
ditentukan dengan menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam suatu
sampel (klorinitas). Sebagian besar petambak membudidayakan dalam air
payau (15-30 ppt).
2. pH
pH didefinisikan sebagai logaritme negatif dari konsentrasi ion
hidrogen [H+] yang mempunyai skala antara 0 sampai 14. pH
mengindikasikan apakah air tersebut netral, basa atau asam. Air dengan pH
dibawah 7 termasuk asam dan diatas 7 termasuk basa. pH merupakan variabel
kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi sepanjang hari. Pada perairan
umum yang tidak dipengaruhi aktivitas biologis yang tinggi, nilai pH jarang
mencapai diatas 8,5, tetapi pada tambak ikan, pH air dapat mencapai 9 atau
lebih (Boyd, 2002). Perubahan pH ini merupakan efek langsung dari
fotosintesis yang menggunakan CO2 selama proses tersebut. Karbon dioksida
dalam air bereaksi membentuk asam seperti yang terdapat pada persamaan di
bawah ini :
[ CO2 + H2O HCO3 - + H+ ]
Ketika fotosintesis terjadi pada siang hari, CO2 banyak terpakai dalam proses
tersebut. Turunnya konsentrasi CO2 akan menurunkan konsentrasi H+
sehingga menaikkan pH air. Sebaliknya pada malam hari semua organisme
melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 sehingga pH menjadi turun.
Fluktuasi pH yang tinggi dapat terjadi jika densitas plankton tinggi. Tambak
dengan total alkalinitas yang tinggi mempunyai fluktuasi pH yang lebih
rendah dibandingkan dengan tambak yang beralkalinitas rendah. Hal ini
disebabkan kemampuan total alkalinitas sebagai buffer atau penyangga (Boyd,
2002).
18
Betutu lebih menyukai ikan hidup daripada ikan mati, namun demikian, jika
tersedia pakan hidup, betutu memakan ikan mati yang masih segar (widiyanti et al.,
1993).
Perambahan bobot betutu yang di beri pakan ikan hidup selama 180 hari
pemeliharaan adalah sebesar (282,2 g) kemudian yang di beri pakan ikan rucah segar
(203,1 g) dan pertambahan bobot terendah (170 g) pada perlakuan gondang segar
(molusca). Hal ini disebabkan ikan betutu besifat predator yang lebih menyukai
makanan hidup dibandingkan dengan yang mati walaupun masih dalam keadaan
segar. Pemberian pakan ikan hidup lebih efisien karena pada setiap pemberian pakan
sisa pakaan hidup akan bias di makan di waktu yang berikutnya, tingkat efesien
pengunaan pakan ini disebabkan oleh karena beberapa sifat ikan betutu, yaitu lebih
menyukai pakan hidup, lebih aktif mencari makan di malam hari, gerakan dan cara
makannya lamban, dan lebih suka membenamkan diri dalam lumpur dasar kolam,
(Arifin dan Rupawan, 1997).
pada sore atau menjelang malam dianggap samgat ideal. Namun betutu juga
mengkonsumsi pakan pada siang hari, karena itu pakan hidup seperti ikan-ikan kecil
dapat diberikan kepada betutu pada siang hari. Pakan hidup berupa ikan-ikan kecil
sangat efektip karena tidak akan mengotori wadah budidaya dan pakan hidup yang
masih tersisa dapat di mangsa ikan betutu di malam hari.
Sedangkan jumlah pakan adalah porsi pakan yang dibutuhkan dan harus
diberikan pada ikan betutu budidaya. Jumlah pakan yang diperlukan biasanya
dihitung dalam persen (%) per hari berat (bobot) keseluruhan jumlah ikan betutu
dalam suatu wadah budidaya. Betutu membutuhkan pakan 3-10% perberat total
betutu di dalam suatu wadah budidaya, tergantung dari dan ukuran betutu dan pakan
yang digunakan ( Ghufran, 2013). Sebagai contoh jika jumlah bibit ikan yang ditebar
500 ekor dengan bobot rata-rata 300 gram, dengan asumsi tingkat kehidupan 80 %,
maka pakan yang diperlukan perhari adalah :
Jumlah ikan = 80 % x 500 = 400 ekor
Berat ikan dikolam (Biomassa) = 400 x 0.3 = 120 kg
Jumlah pakan = 3 % x 120 = 3,6 kg/hari
21
BARAT
hal ini di sebabkan karena beberapa aliran sungai di kabupaten Kotawaringin Barat
sudah menjadi habitat hidup bagi ikan betutu.
4.1 Kesimpulan
1. Budidaya pembesaran betutu hasil tangkapan lebih baik dari pada budidaya ikan
betutu dari hasil pemijahan. Ikan betutu yang di budidayakan dari hasil tangkapan
akan lebih mudah di budidayakan karena persentase bertahan hidup lebih baik, hal ini
disebabkan karena ikan betutu dikenal sebagai ikan malas yang pasif dalam mencari
makanan. Karena pasif dalam mencari makanan akana menyebabkan panjangnya
waktu produksi dan akan memakan biaya produksi yang banyak. Berbeda halnya
dengan ikan betutu hasil tangkapan akan lebih agresif dalam mencari makanan karena
sudah terbiasa bersaing di alam liar. Agresifnya ikan betutu hasil tangkapan akan
menjadi nilai tambah bagi pembudidaya karena dapat mempercepat waktu produksi.
2. Budidaya ikan betutu di kabupaten kotawaringin Barat akan lebih baik apabila
mengunakan media budidaya keramba dan KJA. Dengan memfaatkan aliran sungai
yang cukup banyak akan mempermudah produksi ikan betutu dan dapat menekan
biaya produksi. Budidaya ikan betutu betutu di keramba dan KJA dapat menghemat
tempat produksi karena hanya mengunakan aliran sungai yang jarang di alih
fungsikan menjadi pemukiman warga. Sedangkan untuk budidaya ikan betutu di
kolam akan lebih menghabiskan biaya produksi dan keterbatasan tempat budidaya,
jadi budidaya ikan betutu di keramba dan KJA merupakan pilihan yang paling tepat
untuk mendapat keuntungan ekonomis.
3. Ikan betutu di kabupaten kotawaringin barat sudah memiliki pasar tersendiri, hal
ini member keuntungan bagi pembudidaya dalam memasarkan hasil produksinya.
Karena sudah ada pasar tersendiri untuk ikan betutu membuat para pembudidaya
tidak khawatir lagi akan pemasaran hasil produksinya tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arief, M., I. Triasih dan W. P.Lokapirnasih. 2009. Pengaruh Pemberian Pakan Alami
dan Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Betutu (Oxyeleotris
marmorata Bleeker.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelangsungan Volum 1.
Badan Pusat Stastik Kabupaten Kotawaringin Barat, 2015. kotawaringin barat dalam
angka 2015. Kotawaringin barat.
Badan Pusat Stastik Kabupaten Kotawaringin Barat, 2015. Statistik daerah kabupaten
kotawaringin barat 2015. Kotawaringin barat.
Claude E. Boyd. 1990. Water Quality In Ponds For Aquaculture. Auburn University.
Deny Ardianto. 2015. Buku pintar budidaya ikan gabus. Flahbooks. Yogyakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Tengah, 2015. Produksi
Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya di Kalimantan Tengah
Tahun 2014-2015. Kalimantan Tengah.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kotawaringin Barat, 2014. Jumlah Produksi Perikanan
Tangkap Menurut Kecamatan (ton basah) 2014. Kotawaringin Barat.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kotawaringin Barat, 2014. Luas Pemeliharaan Ikan
Menurut Kecamatan 2014. Kotawaringin barat.
Estu Nugroho, M. Fatuchri Sukadi, dan Gleni Hasan Huwoyon. 2012. Media
Akuakultur Volume 7 Nomor 1. Bogor.
Ghufran Kordi. 1997. Budidaya ikan nila. Dahara Prize, Semarang.
Ghufran Kordi. 2013. Panduan Lengkap Bisnis dan Budidaya Ikan Betutu. Liliy
Publisher. Makasar.
Gusrina. 2008. Budidaya ikan Jilid I. Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.
Kholis Mahyuddin. 2012. Panduan lengkap agribisnis lele. Penebar Swadaya, Jakarta.
25
Kudsiah, H. dan A. Nur. 2008. Efisiensi Usaha Pembesaran Ikan Betutu Dengan
Pemberian Berbagai Bentuk Pakan dari Ikan Sepat Rawa dan Udang Rucah.
Jurnal Sains dan Teknologi Volum 8.
Nugroho, E. 2002. Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah Ikan Untuk
Meningkatkan Produktivitas Perikanan Budidaya. Warta Penelitian Perikanan
Indo- nesia, 6-13 hlm
Serang, Bayu. 2011. Sumber Air Untuk Budidaya Ikan. http:// blogspot.co.id. Di akses pada
tanggal 25 April 2017.