Anda di halaman 1dari 11

Tugas Individu

Paper

PENYEBAB KERUSAKAN KARANG

OLEH
NUR KHAIRUNNISA ARMI
L111 14 306

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
Penggunaan Bom / Bius / Alat Tangkap Merusak
Kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan seperti menggunakan bahan
peledak, bahan beracun dan menggunakan alat tangkap trawl, bertentangan
dengan kode etik penangkapan. Kegiatan tersebut memang memberikan
keuntungan besar bagi para nelayan, tetapi juga merusak ekosistem perairan,
terutama terumbu karang.
Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara
yang sering digunakan oleh nelayan tradisional. Satu bom seukuran botol
minuman suplemen mampu mematikan ikan hingga radius 15 meter dari titik
pengeboman sedangkan yang seukuran botol bir radiusnya 50 meter dari titik
pengeboman. Para penangkap ikan mencari gerombol ikan yang terlihat dan
didekati dengan perahunya. Dengan jarak sekitar 5 meter, peledak yang umumnya
memiliki berat sekitar satu kilogram ini dilemparkan ke tengah tengah gerombol
ikan tersebut. Setelah meledak, para nelayan tersebut memasuki wilayah perairan
untuk mengumpulkan ikan yang mati atau terkejut.
Kegiatan penagkapan dengan bahan peledak tersebut dapat menciptakan
lubang sekitar satu hingga dua meter pada terumbu karang tempat ikan tersebut
tinggal dan berkembang biak. Selain itu, ikan dan organisme yang hidup di daerah
tersebut yang bukan menjadi target sasaran juga akan mati.
Bahan beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan
pembiusan seperti sodium ataupotassium sianida. Seiring dengan meningkatnya
permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup, memicu nelayan untuk
melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan menggunakan
racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan
karang, ikan untuk konsumsi (kerapu dan Napoleon Wrasse), dan udang karang.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih
hidup, tetapi penggunaannya memberikan dampak yang sangat besar bagi
terumbu karang. Selain itu, penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan
kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan
ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati. Disamping mematikan ikan-ikan
yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu
karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni
menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati. Racun sianida, bukan
saja mencemari ekosistem terumbu karang yang dapat mematikan organisme
yang tidak menjadi sasaran. Terumbu karang dapat rusak karena dibongkar oleh
para penangkap ikan untuk mengambil ikan yang terbius tersebut di rongga-
rongga di dalam terumbu.
Kegiatan penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang merupakan
kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini sudah
dilarang penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk
kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki
selektifitas alat tangkap yang sangat buruk. Alat yang umumnya digunakan oleh
nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memiliki lubang jaring
yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil
sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan
menggunakan jaring tersebut.
Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar
perairan. Akibat penggunaan pukat harimau (trawl) secara terus menerus
menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini
dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga
tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain
hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada
daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun
terbawa jaring.

Penangkapan Berlebih
Penangkapan ikan berlebih adalah salah satu bentuk eksploitasi berlebihan
terhadap populasi ikan hingga mencapai tingkat yang membahayakan. Hilangnya
sumber daya alam, laju pertumbuhan populasi yang lambat, dan tingkat biomassa
yang rendah merupakan hasil dari penangkapan ikan berlebih, kemudian juga
dapat merusak ekosistem yang ada yaitu terumbu karang dapat hancur karena
akibat eksploitasi berlebihan dan hal tersebut telah dicontohkan dari perburuan
sirip hiu yang belebihan dan mengganggu ekosistem laut secara keseluruhan.
Penyebab utama Penangkapan Ikan Berlebih (overfishing) adalah
meningkatnya jumlah armada dan kapasitas penangkapan namun tidak diikuti
dengan upaya yang optimal untuk melakukan pengendalian dan penentuan jumlah
armada, kapasitas, metoda, alat, wilayah, waktu, jenis ikan dan kuota tangkap.
Pemanasan Global
Pemanasan global adalah proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer,
laut, dan daratan bumi. Pemanasan global yang saat ini terjadi sangat
mengancam ekosistem terumbu karang di bawah laut. Ekosistem terumbu karang
sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terdapat perubahan
lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan
memerlukan kualitas perairan alami. Pemanasan global menyebabkan naiknya
suhu dan permukaan air laut. Dasar laut yang semakin dalam menyebabkan sinar
matahari semakin sulit untuk menjangkau tempat hidup Algae dan Coral. Hal ini
tentu akan mengganggu kemampun Zooxanthellae untuk berfotosintesis, yang
akhirnya berdampak pada pasokan nutrisi dan warna karang serta dapat memicu
produksi kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka. Coral akan mati
meninggalkan bongkahan kalsium kapur (CaCO3) berwarna putih jika perairan tidak
segera membaik sesuai batasan hidupnya.
Naiknya suhu dan permukaan air laut merupakan dua kendala yang menjadi
penyebab kerusakan dan kepunahan terumbu karang yang merupakan tempat
tinggal berbagai macam makhluk hidup laut. Hewan karang akan menjadi stress
apabila terjadi kenaikan suhu lebih dari 2-3○C di atas suhu air laut normal. Pada
saat stress, pigmen warna (Alga bersel satu atau Zooxanthellae) yang melekat
pada tubuhnya akan pergi ataupun mati sehingga menyebabkan terjadinya
bleaching. Sebanyak 70-80% karang menggantungkan makanan pada alga
tersebut, jadi mereka akan mengalami kelaparan ataupun kematian.
Mayoritas pemutihan karang secara besar-besaran dalam kurun waktu dua
dekade terakhir ini berhubungan dengan peningkatan suhu permukaan laut (SPL)
dan khususnya pada Hotspot (daerah dimana SPL naik hingga melebihi maksimal
perkiraan tahunan suhu tertinggi pertahun dari rata-rata selama 10 tahun).
Dampak gabungan dari tingginya SPL dan tingginya tingkat sinar matahari dapat
mempercepat proses pemutihan dengan mengalahkan mekanisme alami karang
untuk melindungi dirinya sendiri dari sinar matahari yang berlebihan.
Salah satu penyebab global warming adalah gas rumah kaca. Ada dua
pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas
tersebut atau komponen karbonnya di tempat lain. Kedua, mengurangi produksi
gas rumah kaca.
Penambangan Karang
Dalam banyak kasus, terumbu karang ditambang untuk kegunaan bahan
bangunan. Ada pula yang diolah menjadi beragam souvenir, aksesoris, dan
perhiasan.
Penambangan dan pengambilan karang merupakan kegiatan merusak
terumbu karang yang banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir pada umumnya.
Penyebab utama penambangan karang adalah tidak tersedianya bahan
bangunan, terutama batu pada suatu daerah pesisir dan pulau kecil, sehingga
alternatif termudah adalah mengambil dari terumbu karang. Jenis yang umum
diambil adalah batu karang (stony coral; Porites spp) dan tidak jarang karang yang
diambil tersebut adalah karang yang masih hidup. Karang yang diambil
dipergunakan untuk membuat bangunan/rumah, jalan, lapangan bola, tanggul-
tanggul tambak yang diambil dari terumbu karang pada bagian depan tambak.
Karang juga biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kapur.
Pada daerah-daerah yang tidak memiliki bahan galian seperti batu yang dapat
dipakai dalam pembuatan bangunan atau untuk memperoleh bahan-bahan
bangunan tersebut sangat jauh, maka penambangan karang merupakan alternatif
yang terbaik dan termudah yang dapat dilakukan, meskipun banyak masyarakat
yang sadar bahwa kegiatan mereka dapat merusak ekosistem terumbu karang.

Jangkar, Injak, Pariwisata


Kegiatan wisata bahari seperti sekedar mandi, snorkeling dan diving, serta
kebiasaan buruk masyarakat di daratan dapat memberikan dampak pada
kerusakan terumbu karang di lautan. Hal ini disebabkan karena terumbu karang
pada dasarnya adalah makhluk hidup yang sensitif dan rentan oleh pengaruh
lingkungan sekitarnya. Maka, dia harus dijaga agar tetap tumbuh dengan baik.
Dalam kegiatan pariwisata, untuk mencapai suatu lokasi diperlukan kapal
sebagai jalur transportasi untuk sampai ke tempat pariwisata yang ingin dituju.
Saat menyandarkan kapal, biasanya jangkar langsung dibuang begitu saja tanpa
memperhatikan terumbu karang yang ada di bawahnya. Biasanya juga karena
faktor kesengajaaan, hal ini dikarenakan jangkar yang tersangkut di terumbu
karang tidak mudah goyang dan tidak terbawa arus. Jangkar ini kemudian akan
menghancurkan terumbu karang menjadi puing – puing.
Selain jangkar, kegiatan seperti snorkeling dan diving juga merupakan salah
satu penyebab rusaknya terumbu karang. Keindahan alam yang disuguhkan oleh
terumbu karang menambah daya tarik bagi wisatawan untuk berfoto, menyentuh,
serta memotong terumbu karang untuk dibawa pulang. Selain itu, biasanya ada
juga para wisatawan yang menginjak terumbu karang tabulate dan massive. Hal
inilah yang menyebabkan kerusakan terumbu karang. Padahal karang merupakan
makhluk hidup yang sangat sensitif.

Polusi atau Sedimentasi


Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai, penambangan atau pertanian di
daerah aliran sungai atapun penebangan hutan tropis menyebabkan tanah hutan
mengalami erosi dan terbawa melalui aliran sungai ke laut dan terumbu
karang. Kotoran-kotoran, lumpur ataupun pasir-pasir ini dapat membuat air
menjadi kotor dan tidak jernih lagi sehingga karang tidak dapat bertahan hidup
karena kurangnya cahaya.
Rogers dalam Tomascik et al. (1997) mengatakan bahwa laju sedimentasi
dapat menyebabkan kekayaan spesies rendah, tutupan karang rendah, mereduksi
laju pertumbuhan dan dan laju recruitment yang rendah, sertatingginya
pertumbuhan karang bercabang. Beban sedimen melayang ini akan
menyebabkan kekeruhan di perairan yang akan mengurangi cahaya mata hari
sampai ke dasar perairan. Kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan terumbu karang.
Terumbu karang akan tumbuh dengan baik pada substrat pasir kasar,
sebaliknya akan terganggu pertumbuhannya pada substrat perairan yang
berlumpur (Soekarno et al, 1981). Oleh karena itu, substrat perairan tempat hidup
terumbu karang harus terhindar dari tingkat sedimentasi yang tinggi. Menurut
Hubbard dan Pocock (1972) dalam Supriharyono (2007) bahwa laju sedimentasi
yang tinggi dapat mematikan polip karang, sehingga akan mempengaruhi tutupan
karang hidup.

Peledakan Populasi Pemangsa Karang


Bintang laut yang carnivora (pemakan hewan) memakan berbagai hewan
seperti teritip, sponge, kerang, keong, spesies Ekhinodermata lain, cacing,
kepiting kecil, sampai karang. Salah satu bintang laut yang terkenal adalah bintang
seribu atau mahkota duri (Acanthaster planci) sangat ganas dan melahap karang
batu sampai menimbulkan kehancuran yang meluas.
Bintang laut Acanthaster planci merupakan penghuni terumbu karang yang
alami. Anakan Acanthaster planci yang masih kecil hidup di antara pecahan
karang di dasar terumbu. Mereka memakan alga berkapur yang tumbuh pada
pecahan karang tersebut. Bintang laut Acanthaster planci yang berukuran (40 cm)
mencari makan pada siang hari. Pada siang hari, Acanthaster planci kecil
bersembunyi dari pemangsa di bawah karang meja atau di celah-celah terumbu,
sehingga survey populasi Acanthaster planci tidak menemukan individu berukuran
kecil. Separuh dari waktu hidup Acanthaster planci digunakan untuk makan,
sehingga dampaknya terhadap terumbu karang dapat sangat besar ketika
populasinya besar.
Acanthaster planci umumnya menyukai daerah terumbu karang dengan
persentase tutupan karang yang tinggi. Sedangkan anakan Acanthaster planci
lebih menyukai tempat yang terlindung, misalnya bersembunyi di bawah bongkah-
bongkah karang atau pecahan karang. Acanthaster planci dewasa tidak menyukai
tempat terbuka seperti daerah perairan dangkal yang dipengaruhi ombak atau arus
yang kuat. Di Kepulauan Seribu, Acanthaster planci dewasa pada umumnya biasa
dijumpai pada kedalaman 3–5 meter. Kedalaman maksimum dimana Acanthaster
planci pernah ditemukan adalah 65 meter pada perairan Great Barrier Reef,
Australia.
Pengelolaan terumbu karang untuk mengatasi masalah Acanthaster planci
seharusnya ditujukan untuk mencegah munculnya peledakan populasi,
menangani peledakan populasi yang sedang terjadi, dan mempercepat pemulihan
terumbu karang yang rusak oleh Acanthaster planci. Pencegahan timbulnya
peledakan populasi harus menjadi pilihan utama didalam pengelolaan Acanthaster
planci. Peledakan populasi Acanthaster planci membutuhkan penyebaran larva
dalam jumlah yang besar. Jika larva dalam jumlah besar ini dapat tumbuh menjadi
dewasa dan menghasilkan larva dari pemijahannya, maka peledakan populasi
dapat terjadi pada terumbu karang yang menjadi penerima larva tersebut.

Penyakit
Penyakit karang didefinisikan sebagai suatu kegagalan fungsi vital hewan
karang, organ,atau sistem, termasuk interupsi, penghentian pertumbuhan dan
perkembangbiakan yang penyebabnya bisa berasal dari sumber biotik ataupun
abiotik (Johan, 2010).
Penyakit karang BBD disebabkan oleh mikroorganisme yang berikuran kecil
kurang dari 1 mm yaitu Phormidium corallyticum. Bakteri ini menyerang karang
yang dapat berakibat pada kematian karang. Setelah karang mati akan ditumbuhi
oleh alga filamen.
P. corallyticum merupakan bakteri Cyanobacteria yang mendapatkan
kebutuhan energinya melalui proses fotosintesis. Bakteri ini dapat memproduksi
racun yang menyebabkan penyakit BBD yaitu microcystin. Racun tersebut
mengganggu pertumbuhan dan kelangsungan hidup simbiotik karang yaitu
Zooxhanthellae. Penyakit karang BBD juga didukung oleh kondisi fisik yang kurang
baik pada perairan laut tempat tinggal terumbu karang, seperti sedimentasi.
Penyakit karang juga dapat disebabkan oleh cacing yang dikenal dengan
Porites Pink Block Disease (PPBD), di lapangan sangat mudah mengenalnya
karena permukaan koloni dicirikan berwarna pink. Penelitian di Hawaii ditemukan
cacing Trematoda Podocotyloides sebagai parasit di polip karang. Sebenarnya
cacing ini juga hidup di kekerangan (bibalve), koral dan ikan (ikan kepe-kepe,
Chaetodon). Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan rata-rata pertumbuhan
mencapai 50% (Aeby, 1992). Karangakan mengalami penurunan kandungan
zooxanthella. Kecepatan hilangnya jaringan karang akibat penyakit karang mulai
dari bagian dasar koloni sampai ke atas bekisar 3 mm sampai 2 cm per hari.
Tirmor pada Karang. Ciri lain dari karang mengalami penyakit di antaranya
adalah karang terserang tumor dapat terlihat ciri-ciri seperti ada bagian polip
karang dalam satu koloni memiliki pertumbuhan lebih cepat dari bagian yang lain
(hyperplasia) dan tumor (seperti neoplasm; pertumbuhan yang tidak normal dari
jaringan bagian koloni karang, mutation; perubahan bentuk). Tirmor pada karang
biasanya muncul berupa gumpalan pada bagian koloni karang dengan densitas
zooxanthella lebih rendah dari bagian koloni yang sehat. Tirmor tumbuh pada
bagian tubuh karang tetapi tidak membunuh koloni. Namun pada bagian koloni
yang bertumor akan mengalami penurunan jumlah polip dan fekunditas, hal inilah
yang menjadi indikasi bahwa koloni karang terinfeksi karang. Kemudian
karakteristik terakhir dari karang yang terserang tumor adalah tentakel tidak
muncul dan morfologi dari spesies karang tersebut hilang pada bagian yang ada
tumornya.

Penutupan oleh Alga


Ledakan populasi alga dapat berakibat fatal terhadap terumbu karang. Disetiap
penambahan jumlah persentase tutupan alga maka akan diikuti dengan
pengurangan jumlah persentase tutupan karang hidup. Kompetisi algae dengan
biota karang dilakukan dalam perolehan zat hara pada ruang tumbuh yang sama.
Jika populasi algae di perairan meningkat, maka akan menutupi karang sehingga
karang akan terganggu karena sulit mendapatkan sinar matahari secara optimal
untuk berfotosintesis.

Solusi untuk menaggulangi kematian dan kerusakan karang:


1. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.
Adalah upaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat akan
pentingnya peranan terumbu karang dan mengajak masyarakat untuk berperan
serta aktif dan bertanggung jawab dalam mengelola dan memanfaatkan terumbu
karang secara lestari, seperti meningkatkan kesadaran mereka akan peranan
penting terumbu karang, seperti sebagai tempat pengembangan wisata bahari,
bahan baku obat-obatan, kosmetika, bahan makanan dan lain-lain. Penting juga
untuk menanamkan arti dan manfaat terumbu karang bagi kelangsungan hidup
masyarakat pesisir sejak masa kanak-kanak.
2. Pengelolaan Berbasis Masyarakat.
a. Membina masyarakat untuk melakukan kegiatan alternatif seperti budidaya,
pemandu wisata dan usaha kerajinan tangan yang akan meningkatkan
pendapatan masyarakat setempat. Pembinaan ini disertai dengan
bantuan pendanaan yang disalurkan melalui berbagai sistem yang telah
ada dan tidak membebani masyarakat.
b. Menerapkan pengetahuan dan teknologi rehabilitasi dan pengelolaan
terumbu karang agar dapat dimanfaatkan secara lestari.
3. Pengembangan Kelembagaan
a. Memperkuat koordinasi antar instansi yang berperan dalam penanganan
terumbu karang baik pengelola kawasan, aparat keamanan, pemanfaat
sumber daya dan pemerhati lingkungan.
b. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui berbagai
pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan dan teknik rehabilitasi
terumbu karang.
4. Penelitian, Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan kegiatan masyarakat yang secara langsung berhubungan
dengan terumbu karang. Dalam kaitan ini akan dibentuk sistem jaringan
pemantauan dan informasi terumbu karang dengan membangun simpul-simpul di
beberapa propinsi. Kegiatan ini akan diawasi langsung oleh LIPI yang telah
memiliki stasiun-stasiun di beberapa tempat, seperti : Biak, Ambon dan Lombok.
5. Penegakan Hukum
Komponen ini dipandang sangat penting sebagai salah satu komponen kunci
yang harus dilaksanakan dalam usaha mencapai tujuan program rehabilitasi dan
pengelolaan terumbu karang. Masyarakat memegang peranan penting dalam
mencapai tujuan komponen penegakan hukum. Salah satu peranan masyarakat
dalam pengamanan terumbu karang secara langsung adalah sebagai pengamat
terumbu karang atau reef watcher, dimana mereka berkewajiban meneruskan
informasi kepada penegak hukum mengenai pelanggaran yang merusak terumbu
karang di daerahnya.
6. Pemulihan
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit
untuk dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya
pemulihan yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang:
a. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir
yang sudah rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian
direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang
diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan,
zona konservasi ataupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan
wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga karena sulit untuk
membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu
karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi
yang tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh
dan pulih secara alami.
b. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan
rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi alga yang
hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang.
 Meningkatkan Populasi Karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan
rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada
permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang
untuk berlindung; menambah migrasi melalui tranplantasi karang, serta
mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit,
hama dan kompetisi.
 Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan
karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.
 Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen,
yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun
sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil, meningkatkan migrasi atau menambah
stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.

Anda mungkin juga menyukai