Anda di halaman 1dari 74

SEAFOOD SAFETY

Jakarta, 2020
A. PENDAHULUAN
PENTINGNYA SEAFOOD SAFETY
 Food Safety : Kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
 Meningkatnya kesadaran pangan aman = pangan yang
tidak mengandung bahaya biologi/mikrobiologi, kimia
dan fisik
 Jumlah penduduk kebutuhan pangan lahan produksi
pangan terbatas kebutuhan teknologi pangan
berkembang
 Rantai penyediaan makanan bertambah panjang
bertambah besar resiko keamanan pangan yang dapat
menjadi penyebab keracunan makanan
LANJUTAN
 Keamanan pangan merupakan syarat penting yang
harus melekat pada pangan yang akan dikonsumsi
oleh semua masyarakat Indonesia
 Keamanan pangan bukan sekedar issue dunia
tetapi lebih kepada kepedulian individu dan
menjadi pertimbangan utama dalam perdagangan
 Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering
mengakibatkan terjadinya dampak berupa
penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari
keracunan makanan akibat tidak higienisnya
proses penyimpanan dan penyajian sampai risiko
munculnya penyakit kanker akibat penggunaan
bahan tambahan (food additive) yang berbahaya.
FOODBORNE DISEASES
 WHO mendefinisikan sebagai penyakit yang umumnya
bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh
agent yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan
yang di cerna
 Lebih dari 90% terjadinya penyakit pada manusia yang
terkait dengan makanan (Foodborne diseases)
disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi
 Contoh kasus di Perancis (1991), dari 647 kasus
keracunan makanan, 565 (87%) karena
mikroorganisme (84% Salmonella, 8% Staphylococcus,
4% Clostridium)
 Penyakit (biasanya sakit perut, diarea, muntah, dan
pusing) setelah 1-36 jam atau lebih mengkonsumsi
makanan yang mengandung bahan berbahaya untuk
kesehatan
PRODUK INDONESIA YANG BERMASALAH DI LUAR
NEGERI & BAHAN BAHAYA YANG
TERINDENTIFIKASI

Sumber : BPOM
PERAN STAKEHOLDER DALAM
KEAMANAN PANGAN
B. KEAMANAN PANGAN HASIL
PERIKANAN
 Kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan hasil perikanan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan
benda lain (fisik) yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia
 Hazard keamanan pangan :
1. Hazard biologi
2. Hazard kimia
3. Hazard fisik
4. Penggunaan BTP yang tidak benar
TREND KEAMANAN PANGAN GLOBAL
B.1. HAZARD BIOLOGI
 Yaitu materi berbahaya bagi kesehatan
manusia (hazard) karena :
a. Kontaminasi dari hazard yang secara
alamiah tidak terdapat dalam ikan dan
sejenisnya
b. Hazard yang secara alami ada dalam ikan
dan sejenisnya
c. Hazard yang secara normal tidak ada dalam
ikan dan sejenisnya, namun dapat timbul
sewaktu-waktu karena kondisi lingkungan
dan musim
 Hazard biologi : Mikroorganisme/Bakteri
pathogen, toxin hayati, parasit, virus
MENGAPA KONTAMINASI
MIKROORGANISME TERJADI?
 Kontaminasi:
 Karena pemanasan tidak benar 47%
 Kontaminasi karena manusia 32%
 Kontaminasi karena lingkungan 15%
 Pertumbuhan:
 Lamanya penggudangan 34%
 Penyimpanan dingin yang tidak cukup 19%
KELOMPOK MIKROORGANISME/BAKTERI
PATHOGEN
Salmonella sp
 Facultative an aerob, gram -, mesophilik, Enterobacteria,
terdiri dari ± 2.000 sorotype, hampir seluruhnya bersifat
pathogen
 Habitat alami : saluran pencernaan binatang berdarah panas
dan manusia
 Suhu : 5.2oC – 46.2oC (Peningkatan kecepatan pertumbuhan
pada 10oC)
 PH : 3.7 – 9.5
 Tidak tahan pemanasan (suhu pemasakan)
 Kasus Salmonella pada makanan yang dimasak, artinya
pemanasan tidak cukup atau karena kontaminasi silang
 Penyakit berkembang setelah 8 hari atau lebih (misal tipus).
Setelah sembuh, pasien tidak boleh memproses makanan
 Gejala : demam, sakit perut, diarrhea, dan muntah-muntah.
Gejala akan terlihat antara 12-24 jam setelah kontaminasi,
tetapi dapat juga antara 6-24 jam
 Pengendalian : Control suhu, Pencegahan kontaminasi silang,
personal hygiene
Hazard Type: BIOLOGY | #Bacteria Name : Salmonella spp
Characteristic: anaerobic facultative, gram-, illness: salmonellosis, diarrhea,
  Enterobacteriacea, mesophilic   fever, typhoid type - Serious
source: Intestine of mammals, birds, amphibians and reptiles
   
Transmission: Cross-contamination, human contamination, sewage pollution
  of coastal waters
   
Control: temperature control, preventing cross-contamination, personal hygiene
   
MID: from<102 to >106    
Thermic Qty
stability:   Level:  
Main concern:  
Other info: 6 subspecies – S. enterica (1500 serotypes)
  a. Min. aw (using salt) : 0,94
  b. Min pH : 3,7  
  c. Max pH : 9,5
  d. max. water phase salt % : 8
  e. min. temp. (°C): 5,2
  f. max. temp. (°C): 46,2  
  g. oxygen requirement: facultative anaerobe
Vibrio cholerae
 Facultative an aerob
 Terdiri dari 2 jenis yaitu Vibrio cholerae 01 dan non 01
 Vibrio cholerae 01 :
Lebih berbahaya, penyebab cholerae yang biasanya
bersifat endemik, penyebarannya melalui serangga
atau debu dan yang lainnya
 Vibrio cholerae non 01:
 menyebabkan gastoenteritis, juga dapat
menyebabkan septicemia, luka, dan infeksi pada
pendengaran
 Umumnya ditemukan di muara, teluk, dan air
payau; jumlahnya meningkat selama musim panas
 Gejala: diarrhea, dehidrasi, kekurangan garam
meninggal
 PH 5 – 10
 Suhu 10oC – 43oC
 Pengendalian : Pencegahan kontaminasi silang, Bahan
baku berasal dari perairan yang dimonitor, Sensitif
terhadap panas, asam dan pendinginan
Hazard Type: BIOLOGY | #Bacteria Name : Vibrio cholerae
Characteristic: illness: infection – Cholera (O1 &
      O139 strains; epidemic diseases),
      gastroenteritis - diarrhea
Naturally occurring in estuaries, bays and brackish water,
source:
  fecal contamination / role in the development of the disease
Transmission: Contaminated water, cross-contamination from raw to cooked seafood,
  consumption of contaminated raw seafood
preventing cross-contamination, Harvesting
Control: from approved waters
  very sensitive to heat, acid and cooling (however not preventive measure
MID: HIGH    

Thermic stability:
  Qty Level:  
Main concern: shellfish, shrimps
Other info: 130 serotypes only 2 types are cholerae associated
  a. Min. aw (using salt) : 0,97
  b. Min pH : 5  
  c. Max pH : 10
  d. max. water phase salt % : 6  
  e. min. temp. (°C): 10
  f. max. temp. (°C): 43
  g. oxygen requirement: facultative anaerob
  Heat Resistance D55 = 0.24 min
Vibrio parahaemolyticus
 An aerob facultative
 Vibrio parahaemotyticus berasal dari air pantai (dengan
kadar garam tertentu)
 PH 4.8 – 11
 Suhu 5oC – 45.3oC
 Penyebaran : kontaminasi air, kontaminasi dari bahan
mentah ke produk masak, mengkonsumsi bahan mentah
yang terkontaminasi
 Penyebab 40% keracunan makanan di Jepang yang
disebabkan mereka makan ikan mentah atau kerang
mentah
 Gejala: sakit perut, mual, muntah, dan diarrhea setelah
±2 jam terinfeksi sampai 48 jam setelah terinfeksi.
Biasanya sakit 1-2 hari
 Pengendalian : Mencegah kontaminasi pada produk masak
(chilling storage), Suhu <10oC memperlambat pertumbuhan
Hazard Type: BIOLOGY | #Bacteria Name : Vibrio parahaemolyticus
Characteristic: illness: infection – gastroenteritis
      (diarrhea) depend on dose
       
source: Naturally occurring in estuaries and other coastal areas throughout the world

   
Transmission: Contaminated water, cross-contamination from raw to cooked seafood,
  consumption of contaminated raw seafood
Control: preventing cross-contamination of cooked seafood/maintain chilled conditions
  Very Heat Sensitive
MID: HIGH    
Thermic stability: Qty
  Level:  
Main concern:
shellfish, shrimps
Other info:  
  a. Min. aw (using salt) : 0,94  
  b. Min pH : 4,8  
  c. Max pH : 11
  d. max. water phase salt % : 10  
  e. min. temp. (°C): 5
  f. max. temp. (°C): 45,3
  g. oxygen requirement: facultative anaerob
  Heat Resistance D60 = 0.71 min
Vibrio vulnificus
 An aerob facultative, Mesophilik
 PH 5 – 10
 Suhu 8oC – 43oC
 Penyebaran : kontaminasi air, kontaminasi dari bahan
mentah ke produk masak, mengkonsumsi bahan mentah
yang terkontaminasi
 Menyebabkan penyakit terutama pada orang tua (usia
lanjut) dan anak berupa Gangguan pencernaan, dan lain-
lain.
 Pengendalian : menurunkan suhu atau pemanasan dapat
mengurangi resiko, pencegahan kontaminasi silang,
monitoring kualitas air disumber bahan baku
Hazard Type: BIOLOGY | #Bacteria Name : Vibrio vulnificus
Characteristic: mesophilic, grows poorly < 15ºC illness: infection
      bruises, septicemia
       
source: Naturally occurring in marine environment
   
Transmission: Contaminated water, cross-contamination from raw to cooked seafood,
  consumption of contaminated raw seafood
preventing cross-contamination of cooked seafood, water of harvest
Control: areas; cooling
  water of harvest areas; cooling.
MID: HIGH    
Thermic Qty
stability:   Level:  
Main concern: oysters, clams, crabs
Other info:  
  a. Min. aw (using salt) : 0,96
  b. Min pH : 5
  c. Max pH : 10
  d. max. water phase salt % : 5
  e. min. temp. (°C): 8
  f. max. temp. (°C): 43
  g. oxygen requirement: facultative anaerob
  Heat Resistance D50 = 1.15 min (buffer); 0.66 min (oysters)
Shigella
 Kelompok Enterobacteria, anaerobic
facultative, gram-, mesophillic
 PH 4.8 – 9.3
 Suhu 6.1oC – 47.1oC
 Menginfeksi melalui kontaminasi silang dari
karyawan, penanganan yang salah setelah
penangkapan dan dari lingkungan asal bahan
baku
 Gejala: diarrhea, muntah-muntah, feses
berdarah
 Dosis menginfeksi lebih rendah dibanding
Salmonella sp dan Vibrio sp
Hazard Type: BIOLOGY | #Bacteria Name : Shigella spp
Characteristic: anaerobic facultative, gram-, illness: Shigellosis – intestinal infection
  Enterobacteriacea, mesophillic   Severe
source: Intestine of humans and primates
   
Transmission: Contamination from workers, sewage pollution of coastal waters,
  contamination of seafood after harvest
   
Control: Personal hygiene, preventing human waste contamination of water
  supplies, preventing ill people or carriers from working with food
 
   
MID: 10-102    
Thermic stability:
  Qty Level:  
Main concern:  
Other info: closely related with Escherichia
  sensitive to salting and heating; do not grow below 6ºC
  a. Min. aw (using salt) : 0,96  
  b. Min pH : 4,8  
  c. Max pH : 9,3
  d. max. water phase salt % : 5,2
  e. min. temp. (°C): 6,1  
  f. max. temp. (°C): 47,1
  g. oxygen requirement: facultative anaerob
Staphilocaoccus aureus
 anaerobic facultative, gram+, mesophilic, poor
competitors
 Penyebaran : kontaminasi dari karyawan atau
peralatan
 Bila bahan pangan dipanaskan – bakteri mati
(kompetitor<) – kontaminasi Staphylococcus aureus >
berkembang
 For growing : Aw 0.83, PH 4 – 10; Suhu 7 oC – 50oC
 For toxin (jumlah ≥500.000 ): Aw 0.85, PH 4 – 9.8;
Suhu 10oC – 21oC selama 12 jam; Suhu ≥ 21 oC selama 3
jam.
 Gejala keracunan : ± 2 – jam setelah konsumsi; pusing,
sakit kepala, mual, sakit perut hebat disertai diare
 Pengendalian : control suhu dan waktu, personal
hygiene, sanitasi
Hazard Type: BIOLOGY | #Bacteria Name : Staphilocaoccus aureus
Characteristic: anaerobic facultative, gram+, illness: gastroenteritis, med/high severity
  meso., poor competitors   primary. Lasts 24-48h.
source: Humans and animals, air, dust, sewage
   
Transmission: Contamination of food by workers or equipment
   
Control: Time/temperature control, personal hygiene, sanitation
   
MID: 105-106    
Thermic stability:
high Qty Level:  
Main concern:  
Other info: Toxin formation - Exposure times greater than 3 hours for temperatures
  above 21°C
  * for growing:
  a. Min. aw (using salt) : 0,83
  b. Min pH : 4
  c. Max pH : 10 
  d. max. water phase salt % : 20
  e. min. temp. (°C): 7 
  f. max. temp. (°C): 50
  g. oxygen requirement: facultative anaerob
  **for toxin:
  a. Min. aw (using salt) : 0,85
  b. Min pH : 4
  c. Max pH : 9,8
  d. max. water phase salt % : 10
  e. min. temp. (°C): 10
  f. max. temp. (°C): 48
  g. oxygen requirement: -  
Clostridium botulinum
 Anaerobic, spore forming, gram+, Preformed
Toxin
 Minimal Aw : 0,935
 Ph : 4.6 – 9
 Suhu : 10oC – 40oC
 D121 (spore) : 0.25 menit
 Dapat memproduksi endotoxin, sangat
beracun, menyebabkan kematian
Hazard Type: BIOLOGY | #Bacteria Name : Clostridium botulinum
Characteristic: Anaerobic, spore forming, illness: Botulism, death
  gram+, Preformed Toxin   HIGH Severity
source: Soils, sediments, intestinal tracts of fish/mamals,
  gills and viscera of crabs and other shelfish
Transmission: spores present in raw foods, etc
Control: 12D121oC (spores) /0.25min --> F0=3 min
MID: -    
Thermic Qty
stability: Low Level: <0.1 spores/g fish
Main concern: Canning, Vacuum packaging

Proteoytic type A,B & F (heat


Other info: resistant, mesophilic, NaCl tolerant)    
  source: general environment  
  a. Min. aw (using salt) : 0,935 
  b. Min pH : 4,6 
  c. Max pH : 9 
  d. max. water phase salt % : 10 
  e. min. temp. (°C): 10 
  f. max. temp. (°C): 48 
  g. oxygen requirement: anaerobe**
  D121 (spores) = 0.1 – 0.25 min
  D119 (spores) = 7.44 min in products with high fat content
 
  Non Proteolytic type B,E & F (heat sensitive, psycrhotolerant, NaCl sensitive)
  source: aquatic environment  
  a. Min. aw (using salt) : 0,97 
  b. Min pH : 5 
  c. Max pH : 9 
  d. max. water phase salt % : 5 
  e. min. temp. (°C): 3,3 
  f. max. temp. (°C): 45 
  g. oxygen requirement: anaerobe**
  D100 (spores) <0.1 min; D82.2 = 0.5 – 2.0 min (broth);
  D80 (spores) = 4.5 – 10.5 min in products with high fatcontent
KELOMPOK PARASIT
 Anisakis simplex
 Pseudoterranova decipiens
 Eustrongylides
 Diphyllobothrium latum
Anisakis simplex
 Dikenal sebagai Herring warm, cacing yang
sering dijumpai pada ikan Herring
 Cacing parasit dengan host akhir : dolphins,
porpoises dan sperm whales
 Bentuk larvanya yang menginspeksi ikan dengan
panjang 18-36 mm dan diameter 0,24-0,69 mm,
warna keputihan
 Banyak dijumpai dipacifik dari pada atlantik
 Intensitas inspeksi berbanding lurus dengan umur
dan besarnya ikan
 Ikan yang dilaporkan kena inspeksi : heading,
salmon, cod, mackerel, pallock, whiting, bonito,
cumi oshima dan rackfish
SIKLUS HIDUP ANISAKIS
Cacing dewasa pada mamalia laut
(whales, dolphin, porpoises)

Telur keluar Larva stage 4


bersama feses Dikonsumsi mamalia laut

Larva stage 2 di air Rantai makan oleh cumi,


laut ikan, dll

Larva stage 3 Konsumsi manusia


DETEKSI DAN PENCEGAHAN
ANISAKIS
 Deteksi secara organoleptik dengan memfilet ikan
 Tidak mudah, cacing kecil, warna keputihan sulit
dibedakan dari daging. Dapat meningkatkan deteksi (16%)
bila dilakukan bleeding terlebih dahulu tapi akan merusak
daging ikan
 Karena sulit mendeteksi, sebaiknya dipastikan larva mati
dalam proceesing (dipanaskan 140°F, dibekukan dengan air
blast -35°C selama 15 jam akan mematikan (99%) )
 FDA merekomendasikan pembekuan -10°F selama paling
tidak 168 jam
 Pendinginan ikan dengan es setelah penangkapan dapat
menyebabkan penetrasi anisaki dari perut ikan ke daging
ikan (post mortem migration) terutama pada fatty fish
perlu hati-hati lamanya handling, segera keluarkan isi perut
Pseudoterranova decipiens
 Dikenal sebagai Cod warm atau seal warm,
karena sering dijumpai pada ikan Cod dan anjing
laut
 Host akhir : Grey seals; Sea lions dan Valruses
 Larva ada pada ikan, berwarna kuning
kecoklatan sampai kemerahan; panjang 5 – 58
mm; diameter 2 – 3 mm
 Dijumpai di daerah Atlantik
 Gejala keracunan : kejang, sakit perut (tiap 3-10
menit), mual, muntah
 Dapat dideteksi pada ikan melalui organoleptik
fillet ikan (ketebalan 6 mm)
 Mati dengan pembekuan/pemasakan
SIKLUS HIDUP PSEUDOTERRANOVA DECIPIENS
Cacing dewasa pada mamalia laut
(Seals, Sea lions, Valruses)

Telur keluar Larva stage 4


bersama feses Dikonsumsi mamalia laut

Larva stage 2 di air


Rantai makan oleh ikan
laut

Larva stage 3 Konsumsi manusia


dimakan crustacea
PARASIT LAIN
 Eustrougylides
1. Host akhirnya adalah burung pemakan ikan
2. Larva berwarna kemerahan, panjang sampai
40 mm; diameter 1 mm, dijumpai dikolam
air tawar dan tambak
3. Tidak ada laporan mengkontaminasi manusia
 Diphylobothrium latum
1. Termasuk cestoda, bentuk pipih seperti pita
2. Dijumpai pada ikan air tawar dan budidaya
(salmon)
3. Menimbulkan sakit perut, diare, sembelit
dan anemia
VIRUS
 > 110 jenis virus yang dieksresi manusia
bersama feses
 Secara kolektif disebut “enteric viruses”
(virus enterik)
 Dapat hidup dalam suhu dingin dan tidak
aktif pada suhu tinggi
 Dapat hidup dalam air laut beberapa waktu
dalam sedimen laut dapat hidup 17 bulan
 Mengkontaminasi produk perikanan
terutama bila terjadi turbulen karena
ombak / kapal
PENGENDALIAN KONTAMINASI VIRUS
 Menyebabkan keracunan bila tidak
cukup suhu waktu memasak
 Akan mati pada suhu pusat 140°F selama
4-6 menit
 Biasanya pemanasan kerang hanya
sampai kerang membuka (selama 1
menit) tidak cukup
B.2. HAZARD KIMIA
MERCURI (Hg)
 Secara alamiah terdapat di alam terutama air, tanah dan
magma. Serta akibat kontaminasi cemaran industri kimia
 Keracunan bersifat akumulatif artinya sejumlah kecil
mercuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka
panjang akan menimbulkan bahaya, merusak susunan
syaraf pusat dan beberapa enzim; kerusakan rambut dan
gigi, hilang daya ingat
 FDA : action level mercuri 1 ppm
 Codex : 0.5 ppm untuk ikan umum; 1 ppm untuk ikan
predator
 Jenis yang paling berbahaya : Metyl mercuri karena
senyawa organik ini dengan mudah dilepas dari partikel
endapan (sedimen) dan selanjutnya dapat diakumulasi
oleh organisme hidup
TIMBAL (Pb)
 Timbal masuk ke perairan melalui
pengendapan, jatuhan debu yang
mengandung Pb dari hasil pembakaran bensin
bertimbal tetraetil, erosi dan limbah industri
 Merusak syaraf dan enzim karena daya
reaktifnya dengan protein
 Mengkontaminasi melalui aliran air dan udara
(hujan)
 Codex : 0.3 ppm untuk ikan dan sejenisnya
CADMIUM (Cd)
 Terdapat dalam tanah dan lumpur
 Codex : 2 ppm untuk kekerangan dan
cephalopoda
 Di manusia : terakumulasi pada liver dan
ginjal. Pada konsentrasi rendah akan
mengganggu paru-paru
 FDA : Action level 0,5 mg / ml larutan
pencuci
LANJUTAN
 Logam berat Cd bisa masuk kedalam tubuh hewan ataupun manusia
melaui berbagai cara, anta lain:
1. Dari udara yang terceemar, misalnya asap rokok dan asap
pembakaran batu bara
2. Melalui wadah/tempat berlapis Cd yang digunakan untuk tempat
makanan atau minuman
3. Melalui kontaminasi perairan dan hasil pertanian yang tercemar
Cd
4. Melalui jalur rantai makanan
5. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang
mengandung Cd
 Adsorpsi Cd dalam saluran pencernaan meliputi 2 tahap yaitu:
1. Penyerapan Cd dari lumen usus melewati memebran brush
border kedalam sel mukosa
2. Transport Cd kedalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan,
terutama dideposit dihati dan ginjal, seperti halnya  Zn, Cd
memiliki afinitas yang tinggi pada testis sehingga konsentrasi
pada jaringan testis  juga lebih tinggi dibandingkan dengan
jaringan lainnya
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TOKSISITAS
Faktor yang mempengaruhi toksisitas Cd yaitu:
 Tingkat dan lamanya paparan, semakin tinggi kadar dan
semakin lama paparan, efek toksik yang diberikan akan lebih
besar.
 Bentuk kimia dari logam berat Cd sebagai contoh toksisitas
akut Cd yang  dinyatakan dngan LD50 pada tikus dalam bentuk
senyawa Cd kaprilat sebesar 270 mg/kg berat badan, Cd
stearat 203 mg.kg berat badan, LD50 rata-rata 100 mh/kg berat
badan untuk garam cadmium yang larut dan mencapai ribuan
mg/kg berat badan untuk garam cadmium yang tidak larut
 Kompleks protein logam ataupun cadmium bergabung dengan
metalloprotein (MT) suatu protein dengan bobot molekul
rendah. Bentuk komplek Cd kurang toksik dbandingkan dengan
Cd2+. Apabila d-MT melepaskan Cd2+, maka  akibatnya adalah
munculnya efek toksisk.
 Faktor penjamu Cd seperti halnya toksikan lainnya.
 Faktor-faktor diet,misalnya defisiensi protein, vitamin C,

vitamin D, Ca, dan Fe akan meningkatkan toksisitas Cd.


Hazard Type: CHEMICAL Name : Heavy Metals
Characteristic: illness:  
       
source:  
   
Transmission: BIOAMPLIFICATION, BIOACUMULATION through:
  geographic location, species and age (dimension), position in food chain,
  Food pattern and solubility of chemicals in the aquatic environment
  and its persistency there
   
Other info: A. INORGANIC Environmental Toxical contaminants
LEAD (Pb):
  Batteries and accumulators, metalic products, fuel, glass, electrical and
electronic components, mining activity, production of glass and recycling
  processes
  CADMIUM (Cd);
  Batteries, paint pigments, stabilizers in plastics, photographic material,
  mining activity, steel industry, burning of fuel in thermo electrical stations,
  agriculture, etc
  METHYLMERCURY;
  Naturally present (ex. volcanic activity, etc); Anthropogenic activities
  (plastic and glass) 95% of methylmercury ingested is absorbed
  Inorganic Mercury – associated with plancton Methylmercury (organic)
  associated with herbivorous fish Inorganic Mercury + methylmercury
  – predators
 
Hazard Type: CHEMICAL Name : Heavy Metals
Characteristic: illness:  
       
source:  
   
Transmission: BIOAMPLIFICATION, BIOACUMULATION through:
  geographic location, species and age (dimension), position in food chain,
  Food pattern and solubility of chemicals in the aquatic environment
  and its persistency there
   
  B. ORGANIC Environmental Toxical contaminants
  1. Polyhalogenated Aromatic Hydrocarbons:
  a. Dioxins -
  anthropogenic activities:incomplete combustion processes (industrial
  & natural), chemical processes of manufacture of chlorine compounds , etc
  b. PCB -
  processors and batteries or as plastic components in inks,
  isolation materials and plastics and rubber products
 
  Dioxins and PCBs are extremely resistant to chemical and biological
  degradation, persist in the environment and accumulate themselves
  in human and animals food chains
 
  2. PAH (Policyclic aromatic hydrocarbons)
  PAH - contamination of food during smoking processes, heating and
drying that alowed direct contact between the combustion produts and
  food
  Environment Pollution
  Potentially genotoxic carcinogenic substances
ANTIBIOTIK DAN ANTIBAKTERI
 Digunakan untuk pengendalian penyakit
dibudidaya
 Antibiotik : nitrifuran; tetrasiklin;
kloramfenicol
 Antibakteri : klorin; malacit green; cristal
violet
PESTISIDA
 Senyawa
kimia atau campurannya yang mempunyai daya cegah
berkembangnya hama atau membunuh hama
 Fungisida (untuk jamur)
 Herbisida (untuk rumput & sejenisnya)
 Insektisida (untuk insecta)
 Rodentisida (untuk binatang pengerat mis : tikus)
 Digunakan dalam pertanian
 Mencemari melalui air sungai
 Terdiri dari beberapa kelompok mis :
 Organoklorin (sulit didegradasi dialam)
 Organofosfat
 Carbamat
 Dikendalikandengan pengendalian dalam penggunaan dan
dimonitor residu dalam bahan pangan, produk perikanan budidaya
Hazard Type: CHEMICAL Name : Agriculture Chemicals
Characteristic: illness:  
       
source: Contamination of water source or neighbor activities
   
Other info: types:
  pesticides, fungicides, herbicides, fertilizers, antibiotics and growth hormones
 
   
Hazard Type: CHEMICAL Name : Veterinary Drugs
Characteristic: illness:  
       
source: Added during primay productions (in aquaculture)
   
Other info: types:
  Aristolochia spp. and preparations thereof
  Chloramphenicol and derivatives eg . thiamphenicol, (TAF)
  Chloroform
  Chlorpromazine
  Colchicine
  Dapsone
  Dimetridazole
  Metronidazole
  Nitrofurans (including furazolidone)
  Ronidazole
  Malachite green and leucomalachite green
KELOMPOK TOXIN HAYATI
 Tetrodotoxins
 Cyguatoxins
 Paralytic shellfish poison
 Diarrhetic shellfish poison
 Neurotoxic shellfish poison
 Amnesic shellfish poison
 Dinogunellin
 Perlu diketahui kapan terjadinya blooming dan
dibuat peta kekerangan
TETRODOTOXINS
 Senyawa kimia beracun dalam puffer fish (ikan buntal) :
 Tetrodotoxin/TTX (C11H17N3O8)
 Asam tetrodonat
 Anhydrotetrodotoxin derivat TTX
 4-epi-tetrodotoxin
 Distribusi toksin juga tergantung pada spesies ikan tersebut
 Sebagian besar toksin ada di dalam isi perut ikan terutama hati dan
ovarium, sehingga dalam pengolahan isi perut harus dikeluarkan.
 Gejala keracunan:
 kelainan pada susunan syaraf
 Gemetar terutama pada bagian bibir
 Lemas
 Gangguan pernafasan serta jantung yang akhirnya meninggal
 Di Jepang: sertifikat dari Departemen Kesehatan Jepang (untuk
setiap jenis ikan tersebut yang masuk ke restoran)
Species Ovarium Teste Hati Usus Kulit Daging
Fugu niphobles A C A A B C
F.Poecilonotum A B A B B C
F.Vermiculare vermiculare A D A B B C
F.Pardale A C A B B D
F.Vermiculare porpyreum A D A B B D
F.Ocellatus obscurum A D B B B D
F.Chrysops B D B C B D
F.Rubripes rubripes B D B C D D
F.Xanthopterum B D B C D D
F.Stictonotum B D B D C D
Lagocephalus laevigatus inermis D D B D D D
L.Lunaris spadiceus D D D D D D
Liosaccus cutaneus D D D D D D
Canthigaster rivulata D T C C D D
Diodon holocanthus D T D D D D
Chilomycterus affinis D T D D D D
Ostracion immaculatum D D D D D D
Lactoria diaphana D D D D D D
Aracana aculeata D D D D D D

A: sangat kuat(mematikan dalam<10 g organ), B: cukup kuat(tidak mematikan dalam<10 g organ),


C: lemah(tidak mematikan dalam<100 g organ, D: sangat lemah(tidak mematikan dalam<1 kg organ,
T: tidak/belum ada data
KEMUNGKINAN MEKANISME ADANYA TETRODOTOXIN PADA IKAN
PUFFER

Mikroorganisme
produsen Tetrodotoxin
V. Alginolyticus
V. Damsela
Tetrodotoxin dalam air Staphylococcus
laut Bacillus sp
Psendomguas sp

Plankton Sedimen

Gastropoda
Cacing
kecil

Starfish Gastropoda besar


Ikan Puffer
CIGUATOXINS
 Ditemukan pada kerang-kerangan dan ikan yang hidup
diperairan karang
 Diproduksi oleh Dinoflegillata yaitu Gambierdiscus
toxicus (biasa melekat pada rumput laut atau ganggang
diperairan karang)
 Terjadi akibat blooming alga dan rantai makan
 Pernah dilaporkan meracuni karena ciguatoxin:
 Ikan Red Snapper (Lutjanus bohar)
 Ikan Grouper (Variola louti)
 Jenis belut laut (Gymnothorax javanicus)
 Toksin di bagian hati >>, isi perut >
 Gejala keracunan : mual, muntah, gangguan susunan
syaraf, kasus kematian jarang ditemukan
PARALYTIC SHELFISH POISON
 Paralytic Shelfish Poison (PSP): marine biotoxin yang biasa dijumpai pada
kerang-kerangan (bivalves)
 Toxin dalam PSP yang berperan: saxitoxins (STX) C H N O dan derivatnya (12
10 17 7 4
jenis PSP)
Neo STX
Decarbomoyl STX
Gonyautoxins (GX) Toxisitas rendah
Ptotogonyautoxins (PX) Toxisitas rendah
 Toxin berasal dari :

plankton spesies Alexandrium catenella, Alexandrium tamarensis,


Alexandrium cohorticula
Dinoflafellata : Gymnodium catenatum, Pyrodinum bahamense, Gonyculax
Ganggang : Aphanizomenon flosaquae
 Sifat fisik dan kimia hampir sama, dapat dideteksi menggunakan mass
spectrometry yang dikombinasi dengan HPLC, atau juga menggunakan bioassay
 Toksisitas > 4 Mu/g, daging hewan tersebut dilarang dipasarkan
 Gejala keracunan, 1-2 jam setelah makan binatang beracun tersebut
Gemetar
Gangguan pernafasan yang menyebabkan kematian (tidak dapat ditolong lagi)
DIARRHETIC SHELLFISH POISON
 Dilaporkan terjadi di Jepang dan Eropa
 Penyebab DSP : Toxin yang berasal dari
dinoflagellata genus Dinophysis dan
Prorocentrum
 3 golongan toxin DSP (larut dalam minyak):
1. Asam okadoat dan derivatnya (senyawa
polyesther); ditemukan pada sponge
Halichondria okadai
2. Pectenotoxin (PTX1, PTX2, PTX3, PTX6);
ditemukan pada pencernaan Scallops
3. Yessotoxin, ditemukan pada saluran
pencernaan Scallops. Sifatnya paling toksin
NEUROTOXIN SHELLFISH POISON
 Gejala yang timbul : iritasi pada pernapasan
 Toxin berasal dari dinoflagellata dari spesies
Ptychodiscus brevis (red tide di Florida dan
pantai Gulf)
 Toxin yang diproduksi adalah brevetoxin, terdiri
dari 7 derivat yaitu :
1. Brevetoxin 2
2. Brevetoxin 3
3. Brevetoxin 5 Type 1
4. Brevetoxin 6
5. Brevetoxin 8
6. Brevetoxin 1 Type 2
7. Brevetoxin 7
AMNESTIC SHELLFISH POISON
 Pertama dilaporkan di Canada 1987
 Toxin yang diproduksi yaitu senyawa asam
kimia domoat, yang ditularkan ke kerang ileh
spesies diatom yaitu Nitshia
 Gejala : Mual, Kehilangan keseimbangan,
Gangguan susunan syaraf pusat (bingung dan
hilang ingatan). Kerusakan otak bersifat
irreversible
DINOGUNELLIN
 Keracunan disebabkan telur ikan spesies
Stichaeus grigarjewi
 Toxin berupa senyawa lipoprotein yang
disebut dinogunellin
 Gejala keracunan : sakit perut, pusing,
muntah, diare, sakit kepala, demam, mulut
terasa pahit dan kering
 Gejala keracunan berat : kram otot,
paralysis, coma, meninggal dunia
B.3. HAZARD FISIK
 Fragmen serangga dan serangganya
 Rambut manusia / binatang
 Yang biasa ditemukan :
 Lalat, kecoa dan semut
 Rambut manusia, bulu tikus,
kucing, binatang piaraan lain

 Daerah tropis banyak serangga (sumber filth)


 Sulit dihilangkan / dicuci
B.4. BAHAN TAMBAHAN PANGAN
 Hampir semua makanan yang dikemas menggunakan bahan
tambahan makanan (BTP)
 Diperkirakan ada 3.500 jenis BTP yang beredar di dunia
 Beberapa BTP
 Berasal dari alam, misalnya pektin, lektin, dll
 Hasil sintesa, misalnya Kalium nitrate, carbonamide, dll
 Berdasarkan kegunaan, BTP dapat digolongkan menjadi:
 Pengawet
 Antioksidan
 Pengemulsi/stabilisator
 Pewarna
 Penambah rasa dan pemanis
 Yang lain tidak termasuk jenis di atas
 Kelima BTP tersebut beberapa diantaranya sudah
diatur penggunaannya
 Antioksidan, pewarna,dan pengemulsi oleh MEE
diberikan simbol khusus dengan huruf E didepan
dan nomor di belakangnya, misalnya E 320 (BHA),
E 321 (BHT), E 102 (tartrazin),dll
 BTP yang diperbolehkan di Inggris tapi belum
diawasi oleh MEE, diberikan nomor saja, misalnya
128 (pewarna merah) pada sosis, 243 (pengawet
nisin) pada keju, dll
 Di Indonesia, BTP diatur dalam Permenkes, bahan
yang tidak boleh digunakan untuk BTP: formalin,
borax, rodamin (pewarna merah pada tekstil)
PENGAWET
 Pengawet adalah BTP yang digunakan untuk
memperpanjang umur simpan, biasanya
mempunyai daya anti kuman atau pencegah
pertumbuhan bahan kuman pembusuk
 Contoh bahan pengawet:
 Asam sorbat
 Nitrite

 Nitrate, dll
 Dengan penambahan bahan pengawet membuat
makanan lebih mudah disimpan, ditransportasikan,
serta mudah diperoleh oleh konsumen
ANTIOKSIDAN
 Antioksidan dapat berfungsi sebagai
penghambat/pencegah kerusakan minyak,
vitamin yang terlarut, karena proses oksidasi
 Antioksidan yang banyak digunakan dalam
makanan yaitu Butilated Hydroksi Anisol (BHA)
dan Butilated Hydroksi Toeuene (BHT)
 Pemakaian BHA dan BHT yang tinggi dapat
menyebabkan kanker pada hewan percobaan,
tetapi bila pemakaian dalam jumlah kecil
seperti yang disyaratkan tidak berbahaya
 Antioksidan lain: vitamin C (L – ascorbic acid)
PENGEMULSI
 Pengemulsi disebut juga emulgator, digunakan
untuk membuat air dan minyak menjadi
tercampur dengan baik

 Stabilisator digunakan untuk membuat campuran


emulsi tersebut menjadi stabil dalam
penyimpanan, tidak terpisah kembali

 Contoh bahan pengemulsi:


 Gum Arab (berasal dari tanaman) berasal
 Pektin karagenan dari alam
PENAMBAH RASA
 Digunakan untuk membuat makanan menjadi
lebih enak dan disukai oleh konsumen

 Penambah rasa yang paling populer: Monosodium


glutamat (MSG), yang dibuat dari rumput laut,
tetapi umumnya dibuat dari gula tetes, dsb.
 Pertama kali digunakan di Cina
 Pemakaian dalam jumlah besar dapat
menyebabkan gangguan kesehatan seperti sakit
perut setelah mengonsumsi makanan yang
mengandung MSG
C.KOMPOSISI KIMIA
 Kadar air 70 – 80 %
 Kadar lemak :
 Dipengaruhi jenis ikan, jenis kelamin, habitat, umur,
musim
 Terdiri dari trigliserida dan beberapa senyawa
terlarut didalamnya, misal vitamin, sterol,
posfolipid, karotenoid, beberapa hidrokarbon, dll
 Ikan berlemak jika kandungan lemak > 2%, biasanya
hidup berenang dan berpindah-pindah (migrasi),
hidup dipermukaan/kedalaman sedang (pelagic),
proporsi daging coklat kemerahan tinggi.
 Ikan tidak berlemak jika kandungan lemak < 2%,
berdaging putih, proporsi daging berlemak sedikit,
hidup diperairan dasar, relatif tidak banyak bergerak
 Protein dan asam amino bebas
 Berkisar antara 15-20%
 Dipengaruhi jenis ikan
 Berpengaruh terhadap : tekstur, flavor
 Mineral (K, Na, Ca, Mg, P, S)
 Karbohidrat
 Pada ikan sangat kecil
 Rumput laut (Eucheria, Glacilaria,
Gellidium), kandungan karbohidrat tinggi
 Vitamin
 Larut dalam air (B, B1, C)
 Tidak larut dalam air, larut dalam lemak
(A, D, E, K)
 Senyawa makro penting lainnya
 Senyawa Nitrogen bukan Protein (Non Protein
Nitrogen/NPN)
a. Yaitu Tri Metil Amin Oksidase (TMAO), Urea
dan Asam Amino Bebas
b. TMAO berfungsi sebagai osmoregulator,
menahan agar tidak terjadi penetrasi garam
ke dalam tubuh ikan. Ikan diperairan dalam
memiliki TMAO relatif lebih tinggi
c. Urea, memiliki 2 unsur nitrogen yang akan
mempengaruhu mutu ikan setelah mati
d. Asam amino : merupakan penyusun protein,
kandungan bervariasi tergantung jenis ikan,
akan berpengaruh terhadap rasa
 Senyawa Nukleat
Terdiri dari :
 Asam nukleat (Desoxy Nucleic Acid (DNA),
Ribosa Nucleic Acid (RNA))
 Adenosin yang terdapat pada Adenosin
Tri Pospat (ATP). Kandungan ATP pada
ikan berkisar 250 µg/100 gr daging dan
berpengaruh pada mutu ikan setelah mati
D. PROSES KEMUNDURAN MUTU
D.1. Perubahan kimia secara umum
1. Glikolisis, perubahan glukosa dalam darah
menjadi Asetil Ko-A, asam piruvat dan
sejumlah energi (kondisi glikolisis aerob).
Jika ikan mati, terjadi glikolisis an aerob
yang menghasilkan asam laktat, membuat
daging asam, merusak kolagen hingga tekstur
menjadi lembek; warna merah darah
pudar
2. Perubahan senyawa nukleotida
Ikan mati Autolisis perubahan
ATP dengan melepaskan posfor serta energi
ATP
energi

ADP

energi
AMP
energi NH3

Adenosine IMP
NH3
Inosine

Hypoxanthine

Xanthine
3. Perubahan Asam Amino
 Perubahan asam amino bebas fase post rigor
akibat aktivitas mikroorganisme menurunnya
flavor ikan (off flavor)
 Asam amino (sistein dan metionin) mengandung
sulfur . Saat mati senyawa sulfida (off favor)
 Asam amino, lepaskan sulfur, bereaksi dengan
haemocyanin (dalam darah) menimbulkan
warna kebiruan pada kepiting dan rajungan
 Asam amino histidin, diuraikan oleh
miroorganisme yang menghasilkan enzim
dekarboksilase ( Hafnia, Klebsiella, Escherichia,
Clostridium, Enterobacter, Proteus) histamin
4. Perubahan TMA-O
 TMA-O :
 Pada suhu chilling /ruang, akan terjadi reaksi
mikrobiologis, menghasilkan TMA
 Pada suhu beku akan terjadi reaksi autolisis,
menghasilkan TMA, DMA, Formaldehide
 Kandungan TMA-O:
 Ikan bertulang keras: 100 – 400 μg/100 g
 Ikan elasmo branch: 500 – 1500 μg/100 g
 Crustaceae: 250 mg/100 g
 Ikan air tawar: sangat kecil
5. Perubahan Urea
 Ikan bertulang keras: 0 – 3mg/100 g
 Elasmobranch (tulang rawan): 1000 – 2000 mg/100
g
 Fungsi sebagai detoksifikasi amoniak dan pengatur
tekanan osmosis
 Ikan mati aktivitas mikroorganisme /enzim
Urea amoniak

6. Perubahan Lemak dan Asam Lemak


 Enzim lipase pada saluran pencernaan akan
menghidrilisa lemak, menjadi gliserol dan asam
lemak bebas (free fatty acid)
 Merusak odor
 Tingginya nilai FFA merupakan indikator
kemunduran mutu
7. Perubahan Kimia Lainnya
A. Terbentuknya bintik hitam pada udang,
 Akibat perubahan asam amino tirosin oleh
mikroorganisme atau enzim menjadi senyawa kimia
kompleks melanin
 Berwarna coklat kehitaman

 Konsentrasi tertinggi di kepala

B. Terbentuknya bau busuk pada udang


 Akibat perubahan asam amino triptopan oleh
aktivitas enzim dalam udang ataupun mikroorganisme
pembusuk menjadi senyawa kimia “indol”
 Memberi bau khas busuk

 Kategori FDA :

 Kadar indol < 25 mg/100 g, udang kelas I

 Kadar indol 25 – 50 mg/100g, udang kelas II

 Kadar indol 50 – 100 mg/100 g, udang kelas III


C. Hilangnya rasa manis pada udang
 Akibat rusaknya senyawa asam amino glisin
 Glisin : asam amino yang terkandung dalam
senyawa karbohidrat

D. Terbentuknya warna kecoklatan karena


pigmen darah
 Terjadi jika ikan di fillet sebelum rigor
(pre rigor)
 Terlihat jelas pada ikan berdaging putih
 Akibat oksidasi haemoglobin menjadi met-
haemoglobin
 Pencegahan : bleeding sebelum fillet
E. Terbentuknya Warna kebiruan pada
kepiting kaleng
 Darah kepiting dan sejenisnya
mengandung Cu (Haemocyanine)
bereaksi dengan sulfur dari asam
amino membentuk senyawa komplek
berwarna kebiruan
 Dapat dicegah: penambahan Chelating
agent, misalnya EDTA (di beberapa
negara dilarang)
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai