Anda di halaman 1dari 16

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tepung Jagung

Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung

kering dan diolah menjadi bentuk tepung yang dianjurkan karena memiliki masa

simpan yang lebih lama dari pada jagung utuh. Menurut Standar Nasional Indonesia

(SNI 3727:2020) syarat mutu tepung jagung yang telah diatur dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. SNI Tepung Jagung


No. Karakteristik Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
2. Benda-benda asing - Tidak boleh ada
3. Serangga dalam bentuk stadia dan - Tidak boleh ada
potong-potongan
4. Jenis pati lain selain pati jagung - Tidak boleh ada
5. Kehalusan:
5.1 Lolos ayakan 80 mesh % Min. 70
5.2 Lolos ayakan 60 mesh % Min. 99
6. Air % b/b Maks. 10
7. Abu % b/b Maks. 1,5
8. Silikat % b/b Maks. 0,1
9. Serat kasar % b/b Maks. 1,5
10. Derajat asam mL N NaOH/ Maks. 4,0
100 g
11. Cemaran Logam:
11.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
11.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0
11.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
11.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
12. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
13. Cemaran mikroba:
13.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks. 106
13.2 E. coli koloni/g Maks. 10
13.3 Kapang koloni/g Maks 104
Sumber: SNI 3727 (2020)

4
5

Tepung jagung mengandung air 7,68%, abu 0,27%, protein total 8,27%,

kadar amilosa 33,10%, kapasitas penyerapan air 117,80%, kapasitas penyerapan

minyak 149,50% dan swelling power 13,80% (Aini, 2016). Menurut Qanitah

(2012), pembuatan jagung ada beberapa proses diantaranya:

1. Pembuatan beras jagung

Tahap awal dalam proses pembuatan tepung jagung yaitu pembersihan

jagung pipilan. Sebelum diproses menjadi tepung, jagung pipilan disortasi

kemudian dikeringkan selama 1-2 jam pada suhu 50oC dan dilakukan penggilingan

untuk memisahkan kulit ari, lembaga dan endosperm. Hasil gilingan kemudian

dikeringkan hingga kadar air 15-18%.

2. Penepungan kering

Tepung jagung di pisahkan sesuai tekstur tepung dengan ayakan 50 mesh.

Kemudian dilakukan ayakan bertingkat sehingga diproleh butiran halus, butiran

agak kasar, dan butiran kasar sesuai tingkat ayakan. Tepung yang tidak dipisahkan

dari lembaga memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi 7,33%, hal ini

berhubungan dengan tingkat ketengikan minyak yang berpengaruh terhadap daya

simpan.

3. Perendaman dengan air

Pembuatan tepung jagung dengan metode perendaman air dilakukan dengan

perendaman selama 24 jam dengan air, ditiriskan, dijemur, digiling dan diayak

dengan saringan 60 mesh. Tepung yang dihasilkan kemudian dijemur kembali

hingga kadar air rendah.


6

4. Penggunaan larutan kapur

Proses pembuatan tepung jagung juga dapat dilakukan dengan perendaman

menggunakan larutan kapur 5% selama 24 jam kemudian dikeringkan sampai kadar

14%, digiling dan diayak menjadi tepung. Pemberian konsentrasi larutan kapur

harus lebih rendah dari 5%, dalam beberapa penelitian menggunakan kadar 1%.

Perendaman dengan larutan kapur menyebabkan pemecahan pericarp dan

kemudian terbuang selama pencucian.

Menurut Kusumah (2014) penggunaan tepung jagung dalam pangan olahan

dibatasi oleh karakteristik fungsional tepung jagung sendiri. tepung jagung tidak

mampu membentuk adonan yang elastis dan kompak dalam pembuatan mie.

pembentukan lembaran adonan tepung jagung diperlukan pemanasan terlebih

dahulu (pengukusan) untuk membentuk gelatinisasi pati tepung jagung yang

berfungsi sebagai pengikat dan pembentuk adonan kalis. Keunggulan tepung

jagung yaitu memiliki pewarna alami kuning. Warna kuning diperoleh dari

kandungan pigmen xantofil yang mencapai 90% dari total pigmen karotenoid

(Saragih, 2016).

Menurut Arief (2014), kandungan tepung jagung tanpa fermentasi memiliki

kadar air 11,84%, kadar abu 0,44%, kadar protein 7,49%, kadar lemak 3,67%, kadar

serat 1,32% dan karbohidrat 75,23%. Menurut Ariyani (2016) kandungan tepung

jagung telah memenuhi Standar Nasional Indonesia tepung jagung yaitu

karbohidrat 55,06%, protein 11,64%, kadar lemak 2,51%, kadar air 8,15% dan

kadar abu 0,39%.


7

2.1.1 Tepung Jagung Terfermentasi

Modifikasi tepung jagung sangat berpengaruh terhadap karakteristik tepung

untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan kualitas dan kegunaan. Salah satu

metode yang digunakan dalam pembuatan tepung yaitu dengan fermentasi. Proses

fermentasi dalam pembuatan tepung dapat mengubah sifat fisikokimia dan sifat

fungsional dari tepung jagung. Kualitas dan karakteristik tepung jagung modifikasi

diharapkan mampu menekan penggunaan tepung terigu. Modifikasi tepung secara

enzimatik mampu mengubah karakteristik tepung yaitu terjadi penurunan kadar

amilosa, derajat polimerisasi, kenaikan gula reduksi dan dekstrosa ekuivalen.

Perubahan fisik dari tepung modifikasi yaitu tekstur dari tepung lebih halus dari

pada tepung asli serta memiliki sifat gelatinisasi yang berbeda (Aini, 2010).

Ragi Tape merupakan starter yang biasa digunakan dalam pembuatan tape

ketan dan tape singkong. Ragi tape mengandung mikroorganisme yang dapat

memecah karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana (glukosa) kemudian dipecah

menjadi alkohol. Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape merupakan jenis

kapang (Amylomyces rouxii, Mucor sp., Chlamydomucor oryzae, Rhizopus sp., dan

Aspergillus oryzae), khamir (Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis

malanga, Pichia burtonii, Saccharomyces cereviceae dan Candida utilis) dan

bakteri (Acetobacter, Pediococcus sp., dan Bacillus sp.). Mikroorganisme dari

kelompok kapang ini dapat memproduksi enzim-enzim amilolitik yang dapat

memecah pati menjadi gula sederhana, sedangkan mikroorganisme dari golongan

khamir dapat mengubah gula sederhana menjadi alkohol dan zat organik lain,

sedangkan golongan bakteri dapat mengubah alkohol menjadi asam cuka (Aini,

2016).
8

Bakteri asam laktat bersifat amilolitik yang menghasilkan enzim

ekstraseluler yaitu amilase dan pullulanase sehingga dapat menghidrolisis pati

menjadi gula sederhana dan oligosakarida lain. Fermentasi menggunakan bakteri

asam laktat dapat mengubah mikrostruktur dengan pembentukan struktur globular

dan lamelar. Perubahan struktur pati dari kristal menjadi lebih porus, meningkatkan

pelepasan amilosa dan menurunkan suhu gelatinisasi pati. Proses fermentasi

mikroba menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat memecah

dinding sel sehingga dapat terjadi liberasi granula pati yang berpengaruh terhadap

karakteristik tepung. Kemudian, pati akan terhidrolisis menjadi monosakarida

sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik yang dapat

mempengaruhi warna dan aroma tepung. Optimalisasi proses fermentasi

dipengaruhi oleh konsentrasi asam laktat, lama fermentasi dan kondisi fermentasi

(Edam, 2017).

Hasil penelitian Arief (2014) bahwa modifikasi jagung dengan beberapa

proses yaitu tanpa perendaman, perendaman dengan air dan perendaman dengan

ragi, diperoleh hasil terbaik pembuatan tepung jagung dengan perendaman ragi 1%

memiliki kadar air 16,97%, kadar abu 0,62%, kadar protein 8,41%, kadar lemak

2,15%, serat 4,54% dan karbohidrat 67,30%. Proses fermentasi menggunakan ragi

tape dapat meningkatkan kadar protein dan serat tepung jagung akibat pemecahan

senyawa protein kompleks menjadi sederhana oleh ragi tape yang bersifat

proteolitik, dan pemecahan dinding selulosa oleh aktivitas mikroba sehingga kadar

serat kasar meningkat. Menurut Aini (2016), proses fermentasi tepung jagung

terbaik menggunakan Lactobacillus casei selama 60 jam karena memiliki suhu

gelatinisasi sebesar 72 oC, viskositas 1646 BU dan suhu puncak gelatinisasi 74 oC.
9

2.1.3 Aplikasi Tepung Jagung

Tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam produk

pangan olahan seperti sosis. Fungsi bahan pengisi dalam pembuatan sosis yaitu:

memperbaiki cita rasa, kenampakan, warna, elastisitas dan tekstur produk agar lebih

padat, meningkatkan daya ikat air dan kandungan gizi sosis, serta meminimalisir

penyusutan akibat pemasakan (Dewi, 2011). Aplikasi tepung jagung dapat

digunakan sebagai substitusi dalam berbagai produk pangan olahan. Penelitian

yang dilakukan Melina (2011) memanfaatkan tepung jagung dan tepung kedelai

sebagai substitusi pada pembuatan bakso itik afkir. Konsentrasi tepung jagung 30%

memberikan hasil terbaik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur bakso itik afkir.

Menurut penelitian Arief (2014), tepung jagung tanpa perendaman cocok

digunakan sebagai bahan pembuatan kerupuk dan tidak cocok untuk pembuatan kue

karena memiliki tekstur yang sangat kasar dan keras. Tepung jagung dengan

perendaman air cocok digunakan sebagai bahan pembuatan kerupuk dan kue

sedangkan tepung jagung dengan perendaman ragi tape cocok digunakan sebagai

bahan baku kue dan produk pangan lain karena memiliki warna lebih putih, tekstur

yang halus dan aroma lebih baik. Menurut hasil penelitian Hartono (2016) tepung

jagung dapat digunakan sebagai bahan pembuatan bakso jantung pisang yang

memiliki tekstur lebih keras dan tidak kenyal, kadar air 63,39-69,54% dan kadar

lemak 1,85-2,80% sesuai dengan SNI bakso daging sapi, tetapi protein yang

dihasilkan hanya 1,94-2,09%.

2.2 Ikan Cunang (Muraenesox cinereus)

Ikan cunang (Muraenesox cinerus) merupakan salah satu jenis ikan yang

tersebar di wilayah Indonesia, Filiphina, Thailand dan Jepang. Ikan cunang


10

memiliki ukuran yang cukup besar, panjangnya hingga 1 meter atau lebih dengan

bobot mencapai 4 kg/ ekor. Bentuk tubuh ikan cunang bulat memanjang seperti

bentuk belut. Bentuk yang bulat memanjang membuat ikan cunang memiliki daging

yang relatif lebih banyak dari ikan dengan bentuk compressed. Potensi daging ikan

cunang dapat digunakan sebagai bahan baku industri dalam pembuatan berbagai

olahan pangan. Daging yang dapat digunakan (edible portions) pada ikan cunang

mencapai 52,75% dengan panjang ikan 70-80 cm (Marichamy, 2012). Bentuk ikan

cunang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan Cunang


Kandungan gizi ikan cunang dapat dilihat dari Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Gizi Ikan Cunang


No. Kandungan Gizi Jumlah
1. Air 80,49%
2. Protein 12,27%
3. Lemak 4,96%
4. Abu 1,17%
5. Karbohidrat 1,12%
6. Phosphor (P) 16,217 mg
7. Iron (Fe) 1,557 mg
8. Natrium (Na) 80,330 mg
9. Kalsium (Ca) 91,140 mg
10. Magnesium (Mg) 37,367 mg
11. Kalium (K) 169,823%
Sumber: Laksono, 2019
Ikan cunang memiliki kandungan asam lemak esensial dan non esensial.

Jenis asam amino yang dominan pada ikan cunang yaitu asam glutamate 2,68%,

lisinina 1,57%, leusinina 1,25%, asam aspartate 1,54% dan arginine 1,04%. Jenis
11

asam lemak esensial EPA 0,6%, DHA 0,9%, asam lemak linoleat 0,2%, oleat 1,4%

dan linolenat 1,0% (Laksono, 2019). Menurut hasil penelitian Suprianto (2015)

kandungan bakso ikan malong atau cunang dengan substitusi tepung sagu telah

sesuai dengan SNI sosis ikan yaitu memiliki kadar air 39,15%, kadar abu 3,16%,

kadar protein 29,15%, kadar lemak 2,44% dan karbohidrat 42,03%.

2.3 Sosis Ikan

Sosis adalah daging lumat yang ditambahkan bumbu atau rempah kemudian

dimasukkan kedalam selonsong berbentuk bulat panjang dan dimasak. Pembuatan

sosis ikan dapat menggunakan berbagai jenis ikan. Ikan mengandung protein tinggi

dan rendah kolestrol. Syarat mutu sosis ikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat Mutu Sosis Ikan


No. Parameter Uji Satuan Persyaratan
1. Sensori - Min. 7 (skor 3-9)
2. Kimia:
- Kadar air % Maks. 68,0
- Kadar abu % Maks. 2,5
- Kadar protein % Min. 9,0
- Kadar lemak % Maks.7,0
3. Cemaran mikroba:
- ALT koloni/g Maks. 5x104
- Escherichia coli APM/g <3
- Salmonella Negatif/ 25 g
- Vibrio cholera* Negatif/ 25 g
- Staphylococcus aureus* koloni/g Maks. 1x102
4. Cemaran Logam:
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,5
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
- Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
5. Cemaran Fisik:
- Filth 0
Catatan* bila diperlukan
Sumber: SNI 7755:2013
12

Pembuatan sosis ikan menggunakan resep pembuatan sosis daging sapi atau

ayam hanya diubah komponen utama dengan daging ikan. Sosis ikan perlu

penambahan filler untuk meningkatkan elastisitas dan tekstur dari sosis ikan.

Menurut Granada (2011), ciri-ciri sosis adalah sebagai berikut:

1. Warna coklat kemerahan untuk sosis daging dan putih pucat untuk sosis ayam

dan ikan

2. Tercium aroma daging ikan

3. Tekstur tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak

4. Permukaan berpori kasar saat dipotong

5. Cita rasa masih terasa dari bahan dan bumbu yang digunakan.

Hasil penelitian Nalendrya (2016), pembuatan sosis ikan dengan bahan

baku daging ikan kembung memiliki kadar air 44,48%, kadar abu 2,64%, kadar

protein 9,40%, kadar lemak 5,48%, karbohidrat 37,88% dan omega-3 0,18 g yang

lebih tinggi dari kandungan sosis daging ayam komersial.

2.3.1 Bahan-Bahan Tambahan Pembuatan Sosis Ikan

Bahan dalam pembuatan sosis ikan yaitu terdiri dari bahan baku, bahan

pengikat, bahan pengisi, dan bumbu. Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan

sosis ikan yaitu:

1. Tepung tapioka

Tepung tapioka merupakan olahan berbentuk butiran pati yang berasal dari

ubi kayu (singkong). Tahapan proses pembuatan tepung tapioka yaitu pencucian,

pengupasan, pemarutan, ekstraksi, penyaringan halus, separasi, pembasahan dan

pengeringan (Syamsir, 2012). Tepung tapioka dalam pembuatan sosis berfungsi


13

sebagai bahan pengikat untuk membentuk tekstur dari sosis Kandungan gizi tepung

tapioka seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Gizi Tepung Tapioka per 100 gram


Komposisi Jumlah
Kalori 363 kal
Karbohidrat (%) 88,2
Kadar air (%) 9,0
Kadar abu (%) 0,12
Lemak (%) 0,5
Protein (%) 1,1
Serat (%) 0,5
Ca (mg) 84
P (mg) 125
Fe (mg) 1,0
Vitamin B1 (mg) 0,4
Vitamin C (mg) 0
Sumber: Agustina, 2011
Pemilihan tepung tapioka yang jelek menyebabkan sosis tidak dapat

berbentuk, warna yang dihasilkan pucat dan daya ikat rendah. Menurut

Murtiningsih (2011), karakteristik tepung tapioka yang baik yaitu tepung tapioka

berwarna putih dan bebas dari kotoran, memiliki kandungan air yang rendah dan

memiliki daya rekat dan tingkat kekentalan yang rendah. Tepung tapioka memiliki

tingkat gelatinisasi yang rendah, daya kembang tinggi, dan tinggi amilopektin

sehingga tidak mudah menggumpal. Pangan olahan daging memerlukan bahan

pengikat untuk membuat daging saling menyatu serta menciptakan tekstur yang

kenyal dan padat (Lana, 2011). Komponen pati pada tepung tapioka yaitu 17%

amilosa dan 83% amilopektin. Suhu gelatinisasi tepung tapioka sebesar 52-64 oC,

kristalisasi 38%, kekuatan pembengkakan 42 µm dan kelarutan sebesar 31%

dimana kekuatan pembengkakan tepung tapioka lebih tinggi dari tepung jagung dan

lebih rendah dari tepung kentang (Amin, 2013). Menurut penelitian Hartono (2016),
14

penggunaan tepung tapioka 30% dalam pembuatan bakso jantung pisang dapat

membuat tekstur bakso kenyal dan lunak. Menurut penelitian Purwosari (2016),

pembuatan sosis ikan gabus dengan penambahan tapioka 14% mampu membentuk

tekstur yang kenyal dengan nilai 3,3 N akibat kandungan amilosa dan amilopektin

pada tapioka dan memperbaiki daya iris permukaan sosis.

2. Bawang putih (Allium sativum)

Bawang putih biasa digunakan sebagai bumbu masakan, karena memiliki

aroma yang harum, aroma harum bawang putih dipengaruhi oleh kandungan

minyak atsiri yaitu methyl allyl disulfida. Kandungan vitamin pada bawang putih

diantaranya thiamin, niacin, riboflavin,asam askorbat, vitamin B, vitamin C, dan

beta karoten dan sedikit vitamin A. Senyawa Alisin berfungsi sebagai antioksidan,

antikanker, penurun tekanan darah, antitrombotik, anti radang, zat anti bakteri dan

jamur serta mempertahankan kekebalan tubuh. Bawang putih merupakan bumbu

wajib dalam setiap masakan untuk memberikan aroma harum dan lezat. Bawang

putih termasuk jenis tumbuhan umbi berlapis atau siung yang tersusun (Untari,

2010).

3. Gula

Gula ditambahkan pada pembuatan sosis guna menahan aroma garam dan

memberi cita rasa manis pada sosis. Jenis gula yang biasa ditambahkan yaitu

sukrosa dan dekstrosa (Lana, 2011). Penambahan gula yang dianjurkan dalam

pembuatan sosis yaitu 1% dari berat bahan, untuk menekan efek pengerasan yang

disebabkan oleh garam, menurunkan kadar air, sebagai pengawet dan

meningkatkan cita rasa. Penggunaan gula sebagai bahan tambahan berbagai macam

produk makanan seperti jam, jelly, sari buah dan buah kaleng, untuk memberi rasa
15

manis dan sebagai pengawet alami. Syarat mutu gula kristal menurut SNI 2010

seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Syarat Mutu Gula Kristal


Persyaratan
No. Parameter uji Satuan
GKP 1 GKP 2
1. Warna
a. Warna kristal CT 4,0-7,5 7,6-10,0
b. Warna larutan (ICUMSA) IU 81-200 201-300
2. Besar jenis butir Mm 0,8-1,2 0,8-1,2
3. Susut pengeringan (b/b) % Maks. 0,1 Maks. 0,1
4. Polarisasi (oZ, 20 oC) “Z” Min. 99,6 Min. 99,5
5. Abu konduktiviti (b/b) % Maks. 0,10 Maks. 0,15
6. Bahan tambahan pangan
a. Belerang dioksida (SO2) mg/kg Maks. 30 Maks. 30
7. Cemaran logam
a. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2 Maks. 2
b. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2 Maks. 2
c. Arsen (As) mg/kg Maks. 1 Maks. 1
Sumber: SNI 01-3140-2010
4. Garam

Garam adalah kumpulan senyawa kimia dengan komponen utama natrium

klorida (NaCl) atau biasa disebut garam dapur. Garam dalam pembuatan sosis

digunakan untuk memberikan rasa, pelarut protein dan pengawet. Garam secara

luas digunakan sebagai bahan pengawet, karena dapat meminimalisir pertumbuhan

mikroorganisme tertentu. Menurut Lana (2011), kandungan garam pada beberapa

jenis sosis yaitu, sosis terfermentasi 3-5%, sosis segar 1,5-2% dan sosis masak

sebesar 2-3%. Menurut Wibowo (2013), garam berfungsi sebagai pengekstrak

protein dan penguraian miofibril yang berperan sebagai emulsi. Penambahan garam

yang baik pada adonan bakso tidak kurang dari 2%, karena penambahan garam

kurang dari 1,8% menyebabkan protein terlarut lebih rendah. Syarat mutu garam

beryodium menurut SNI 2010 seperti pada Tabel 6.


16

Tabel 6. Syarat Mutu Garam Beryodium


No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1. Kadar air (b/b) % Maks. 7
2. Kadar NaCl dihitung dari jumlah % Min. 94
klorida (b/b) adbk
3. Bagian yang tidak larut dalam air % Maks. 0,5
(b/b) adbk
4. Yodium dihitung sebagai kalium mg/kg Min. 30
iodat adbk
5. Cemaran logam:
a. Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,5
b. Timbal (Pb) mg/kg Maks.10,0
c. Raksa (Hg) mg/kg Maks.0,1
6. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks.0,1
Sumber: SNI 01-3556-2010
5. Lada (Piper nigrum L.)

Lada merupakan bumbu masakan yang banyak digemari karena memiliki

rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas pada lada karena kandungan zat

piperin, piperanin dan hapisin. Kandungan kimia dalam lada yaitu saponin,

flavonoid, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum, piperine, piperline, piperroleine,

poperamine, piperonal dan dihidrokarveol. Lada digunakan juga sebagai pengawet

daging dan penyedap masakan dengan rasa yang tajam dan pedas (Sulhatun, 2013).

6. Jahe

Jahe memiliki tiga jenis yaitu jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah. Jahe

gajah berukuran besar dari jahe lain dan berwarna kuning serta aroma yang kurang

tajam. Jahe emprit memiliki ukuran lebih kecil dari jahe gajah dan memiliki warna

cenderung putih. Jahe merah memiliki warna merah muda, aroma tajam dan rasa

yang pedas. Jahe mengandung minyak atsiri yang memberi aroma harum dan

oleoresin yang memberi rasa pedas. Kandungan minyak atsiri jahe sebesar 1,5-3,5%

dan 2,58-3,90. Komponen bioaktif dalam jahe meliputi gingerol, shogaol,

diarilheptanoid dan curcumin yang memiliki kekuatan antioksidan lebih tinggi dari
17

kurkumin. Gingerol dan shogaol memiliki aktivitas antioksidan karena terdapat

cincin benzena yang mengandung gugus hidroksil (Estiningtyas, 2010).

7. Telur

Telur merupakan salah satu hasil hewani yang memiliki kandungan protein

tinggi. Telur juga mengandung vitamin A, vitamin B, niacin, timin, riboflavin,

vitamin E dan vitamin D. telur terdiri dari 2 bagian yaitu putih telur dan kuning

telur. Satu butir telur dengan berat 53 gram mengandung 65,64% putih telur dan

23,61% kuning telur sisanya merupakan bagian cangkang telur yaitu 10,75%.

Kandungan protein lebih tinggi pada putih telur, yaitu terdiri dari 54% ovalbumin

(Ramadhani, 2018). Putih telur dalam pembuatan sosis digunakan sebagai binding

agent untuk mengokohkan jaringan telur sehingga membentuk struktur yang

kompak dan padat. Jenis pengikat dalam putih telur yaitu ovomucin. Ovomucin

merupakan komponen yang mampu membentuk gel, dengan jumlah 4% dari protein

putih telur (Pertiwi, 2021).

8. Es batu

Es batu dalam pembuatan sosis memiliki fungsi yang tidak kalah penting

yaitu untuk menjaga suhu adonan agar tidak terlalu panas akibat gesekan saat

penggilingan daging, sehingga kandungan protein daging tidak terdenaturasi.

Penggunaan es batu dapat memberikan tekstur dan keempukan pada daging karena

kadar air yang meningkat. Menurut Granada (2011), dalam pembuatan sosis ikan

dumbo perlu ditambahkan 20-30% air es dari berat daging yang digunakan untuk

memberikan tekstur yang baik pada sosis ikan. Menurut jumlah es batu yang perlu

ditambahkan pada produk bakso ikan yaitu 15-25% dari berat daging untuk

menjaga kenaikan suhu agar tidak melebihi 16oC, menambahkan air kedalam
18

adonan sehingga terbentuk emulsifikasi stabil, serta melarutkan protein yang larut

air.

9. Casing/ selongsong sosis

Casing merupakan wadah dalam pembuatan sosis, jenis casing ada 3 yaitu

casing alami, casing kolagen dan casing seluosa. Casing alami terbuat dari bahan

alami yaitu usus hewan, keunggulan dari casing alami yaitu memiliki kandungan

gizi tinggi, dapat dimakan dan langsung melekat pada produk sosis. Penggunaan

casing alami membuat produk tidak memiliki masa simpan yang panjang karena

casing alami mudah ditumbuhi mikroorganisme. Casing kolagen terbuat dari kulit

hewan besar dengan keuntungan casing kolagen dapat dimakan, menempel pada

produk dan dapat diberi warna. Sedangkan casing selulosa terbuat dari bahan pulp.

Keuntungan casing selulosa yaitu dapat dicetak dan diwarnai, tetapi sangat

disarankan tidak untuk dimakan (Eko, 2010). Menurut hasil penelitian Farida

(2019), penggunaan selongsong kolagen lebih baik dari pada selongsong selulosa

dan poliamida yaitu mempunyai kadar air 59,37%, kadar abu 2,22%, kadar protein

21,30%, kadar lemak 4,40%, karbohidrat 12,71%, kualitas mikrobiologis dengan

nilai ALT 6,5x103 cfu.mL-1.

2.3.2 Proses Pembuatan Sosis Ikan Cunang

Tahap pembuatan sosis ikan menurut Farikhah (2013), ada empat tahap.

Tahap pertama yaitu persiapan daging ikan, kemudian ditambahkan bumbu-bumbu

seperti garam, gula, bawang putih dan penyedap. Selanjutnya tambahkan tepung

tapioka dan bahan lain, aduk hingga homogen. Masukkan es batu sedikit demi

sedikit hingga adonan sosis elastis. Tahap kedua yaitu pencetakan sosis ikan, sosis

dimasukkan dalam stuffer lalu diisikan kedalam casing. Usahakan tidak terdapat
19

rongga-rongga udara. Ukur sosis dengan panjang 10-15 cm kemudian diikat dengan

tali. Tahap ketiga yaitu pengukusan sosis ikan. Pengukusan merupakan proses

pemasakan sosis ikan dengan suhu 60 oC selama 30 menit. Setelah matang, angkat

dan tiriskan. Tahap keempat yaitu penyiapan dan penyajian. Penyimpanan sosis

pada suhu rendah, atau dapat disimpan dalam lemari es.

Menurut penelitian Widjanarko (2012), pembuatan sosis ikan lele dumbo

dengan perbedaan cara pemasakan yaitu perebusan, pengukusan dan kombinasi

dengan pengasapan, diperoleh perlakuan terbaik dengan pengukusan, hal ini

dikarenakan kandungan gizi sosis dengan pengukusan lebih tinggi dari sosis dengan

perebusan dan pengasapan. Hal ini dikarenakan proses perebusan dapat

menyebabkan leaching dalam air rebusan dan kandungan volatil menguap.

Anda mungkin juga menyukai