Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH

SUBSISTEM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

diajukan sebagai syarat menyelesaikan tugas praktikum


Wawasan Agribisnis Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember

Asisten Pendamping:
Belia Selva Wulan Septyana
Eka Surya Putra

Disusun Oleh :
Dea Ayu Puspitasari 201510501026
(Golongan D)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem agribisnis adalah perangkat masyarakat yang mewadahi
proses transformasi pembentukan nilai tambah dari rangkaian kehiatan yang
terkait di hulu dan hilir dari usahatani atau budidaya (Alvin et al, 2018).
Menurut Soetriono dalam Alvin et al (2018) secara konsepsional sistem
agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, yakni mulai dari
pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada pemasaran
produk-produk yang dihasilkan oleh usahatani dan agroindustri yang saling
terkait.
Menurut Tungkot dan Horas (2015) agribisnis mencakup empat
subsistem yang ada di dalamnya. Pertama, subsistem agribisnis hulu yakni
seluruh industri-industri yang menghasilkan barang-barang modul untuk
pertanian yakni: industri pembenihan atau pembibitan, industri pupuk, industri
pestisida, dan industri alat dan mesin pertanian. Kedua, subsistem usaha tani
yakni kegiatan usaha tani yang menggunakan barang-barang modal dalam
proses produksi tanaman atau tumbuhan untuk menghasilkan komoditas
pertanian. Ketiga, subsistem agribisnis hilir yakni industri yang mengolah
komoditas pertanian menjadi produk jadi berserta pemasarannya. Keempat,
subsistem penyedia jasa untuk agribisnis yakni kegiatan industri atau
lembaga yang menghasilkan atau menyediakan jasa bagi agribisnis.
Termasuk dalam hal ini perbankan, industri transportasi, industri logistik dan
pelabuhan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan,
dan kebijakan pemerintah.
Menurut Neti (2019) tanaman kelapa sawit termasuk komoditas
primadona dan penting dalam agribisnis perkebunan di Indonesia. Komoditas
kelapa sawit memiliki prospek yang cukuk cerah kedepannya karena tanaman
ini menghasilkan minyak nabati yang sangat dibutuhkan sebagai bahan baku
banyak produk turunannya. Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi
pembangunan perkebunan nasional di Indonesia karena mampu
menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan
masyarakat dan menjadi sumber perolehan devisa negara (Yan et al, 2012).
Pengembangan agribisnis kelapa sawit Indonesia harus dilakukan
secara terpadu dan selaras dengan semua subsistem yang ada di dalamnya.
Menurut Iyung (2007) agribisnis kelapa sawit Indonesia akan berkembang
dengan baik jika tidak ada gangguan pada salah satu subsistem. Setiap
subsistem dalam sistem agribisnis kelapa sawit Indonesia mempunyai
keterkaitan ke belakang dan ke depan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan agribisnis dalam sektor hulu komoditas
kelapa sawit?
2. Bagaimana penerapan agribisnis dalam sektor on farm komoditas
kelapa sawit?
3. Bagaimana penerapan agribisnis dalam sektor hilir komoditas kelapa
sawit?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penerapan agribisnis dalam sektor hulu
komoditas kelapa sawit
2. Untuk mengetahui penerapan agribisnis dalam sektor on farm
komoditas kelapa sawit
3. Untuk mengetahui penerapan agribisnis dalam sektor hilir komoditas
kelapa sawit
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Penerapan Agribisnis dalam Sektor Hulu Komoditas Kelapa Sawit


Sebelum melakukan proses produksi, baik di lahan maupun di
perusahaan (agroindustri), terlebih dahulu dilakukan proses pengadaan
bahan baku di mana sistem tersebut merupakan subsistem pengadaan
bahan baku agribisnis (Diah, 2017). Proses pengadaan dan penyaluran
sarana produksi merupakan kegiatan agroindustri hulu yang mencakup
industri penghasil input pertanian, seperti pupuk, pestisida, alat-alat dan
mesin pertanian, serta perusahaan penghasil benih kelapa sawit (Pahan,
2008). Menurut Tungkot dan Horas (2015) subsistem agribisnis hulu
minyak sawit yakni seluruh industri yang menghasilkan barang-barang
modal untuk perkebunan kelapa sawit yakni: industri perbenihan atau
pembibitan kelapa sawit, industri pupuk kelapa sawit, industri pestisida, dan
industri alat dan mesin perkebunan.
Agribisnis hulu minyak sawit menghasilkan barang-barang modal yang
diperlukan perkebunan kelapa sawit seperti benih atau bibit, pupuk
anorganik, pupuk organik, pestisida, dan alat-alat dan mesin yang
diperlukan baik pada usaha perkebunan maupun agribisnis hulu-hilir
minyak kelapa sawit. Selain itu, agribisnis hulu juga menghasilkan teknologi
baik teknologi biologis (bibit atau benih), teknologi kimiawi (pupuk dan
pestisida) maupun teknologi mekanik (alat-alat dan mesin) yang diperlukan
pada usaha perkebunan kelapa sawit (Tungkot dan Horas, 2008).
Menurut Tungkot dan Horas (2008) industri perbenihan kelapa sawit
Indonesia memiliki sejarah panjang yang sama panjangnya dengan sejarah
perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Setelah jenis Dura (D) dimasukkan
di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848, kelapa sawit Dura tersebut menjadi
sumber bibit yang penting. Kemudian pada tahun 1920 datang kelapa sawit
jenis Psifera (P), Tenera (T), Oleifera (O) dan Dumpy. Jenis-jenis kelapa
sawit tersebut akan melalui proses pemuliaan (breeding) dihasilkan bibit
kelapa sawit yang lebih unggul dari tetuanya. Penyediaan benih kelapa
sawit yang bermutu baik untuk penanaman ulang (replanting) kebun kelapa
sawit yang telah ada maupun untuk kebutuhan perluasan areal baru, sangat
penting untuk menjamin kelanjutan agribisnis minyak sawit.
2.2 Penerapan Agribisnis dalam Sektor On Farm Komoditas Kelapa
Sawit
Menurut Diah (2017) sektor on farm pada komoditas kelapa sawit
merupakan kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit dan pabrik kelapa
sawit baik perkebunan kelapa sawit rakyat, perkebunan kelapa sawit
swasta, perkebunan kelapa sawit negara/BUMN yang saat ini tersebar pada
sekitar 200 kabupaten. Hasil sektor ini dapat berupa minyak sawit mentah
(CPO), minyak inti (PKO), dan biomas yang menjadi input bagi sektor hilir.
Kompleksnya penanganan bisnis kelapa sawit termasuk unit
pengolahannya maka keterlibatan anggota masyarakat atau petani
kedalam bisnis tersebut dapat ditempuh melalui sistem perkebunan inti
rakyat (PIR).
Menurut Tungkot dan Horas (2015) pesatnya perkembangan
perkebunan kelapa sawit termasuk munculnya usaha perkebunan rakyat
sebagai salah satu pelaku usaha, tidak datang dengan sendirinya. Ada
empat rangkaian kebijakan yang konsisten dilaksanakan dan menghasilkan
percepatan pertumbuhan perkebunan kelapa sawit. Kebijakan yang
pertama yaitu kemudahan/fasilitas kredit untuk Perkebunan Besar Swasta
Nasional (PBSN). Dengan dukungan sistem perkreditan murah,
perkebunan besar swasta nasional berhasil bukan hanya merehabilitasi
kebun yang sudah ada, tetapi juga membuka perkebunan baru. Program
inilah yang memunculkan swasta nasional baru yang kemudian menjadi
The Big Ten perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
Kedua, kebijakan Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Pada kebijakan PIR
tersebut yang bertindak sebagai inti adalah perusahaan perkebunan negara
dan sebagai plasma adalah para petani (usaha perkebunan rakyat). Inti
menyediakan teknologi dan manajemen, sedangkan pembiayaan
disediakan dari kredit program, yang pengembaliannya dilakukan/dicicil
setelah kelapa sawit menghasilkan. Ketiga, kebijakan PIR Transmigrasi
(PIR-Trans). Kebijakan PIR-Trans ini merupakan penyempurnaan dari PIR
sebelumnya dan dikaitkan dengan program transmigrasi. Perbedaan Pir
Trans dengan PIR sebelumnya adalah pada PIR-Trans yang bertindak
sebagai inti adalah perusahaan besar swasta nasiona, selain perusahaan
negara.
Keempat, kebijkan pola PIR dengan skim kredit koperasi primer untuk
para anggotanya yang dilaksanakan bagi masyarakat di sekitar perkebunan
kelapa sawit yang telah ada. Kebijkan ini dilaksanakan dan dikaitkan
dengan pengembangan Koperasi Plasma, di mana perusahaan
perkebunan bertindak sebagai inti dan petani sawit yang tergabung dalam
koperasi sebagai plasma. Kelima, pada tahun 2006 pemerintah
memberikan fasilitas kredit (subsidi bunga kredit) pengembangan energi
nabati dan revitalisasi perkebunan untuk rakyat. Namun, sebagian besar
masyarakat dari percepatan luas perkbeunan kelapa sawit selama peridoe
2000-2010 diperkirakan dimotori oleh kepercayaan investor baru
(perusahaan, individu) dan perbankan pada agribisnis minyak sawit. Melalui
serangkai kebijakan tersebut, sentra-sentra perkebunan kelapa sawit
berkembang dan meluas dari Sumatera Utara-Aceh ke daerah lain di
Indonesia.
2.3 Penerapan Agribisnis dalam Sektor Hilir Komoditas Kelapa Sawit
Menurut Diah (2017) dalam proses menghasilkan bahan baku (on
farm) digunakan istilah produksi perkebunan sedangkan menghasilkan
bahan setengah jadi atau barang jadi digunakan istilah pengolaha atau
agroindustri. Pengolahan hasil perkebunan komponen kegiatan agribisnis
untuk menghasilkan produk sekunder setelah produksi pertanian primer
untuk menghasilkan nilai tambah.
Agribisnis hilir minyak sawit merupakan kegiatan ekonomi lanjutan
yang mengolah minyak sawit (CPO), minyak inti sawit (PKO) dan hasil
sampingan, menjadi produk turunan baik produk setengah jadi maupun
produk jadi. Penciptaan nilai tambah terbesar dalam agribisnis minyak sawit
terjadi pada agribisnis hilir ini dan semakin ke hilir pada umumnya nilai
tambah yang tercipta makin besar (Tungkot dan Horas, 2015).
Menurut Payhan (2008) melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan
hidrogenisasi pad kelapa sawit, dapat dikembangkan industri hilir yang
menghasilkan produk bahan makanan, seperti minyak goreng, mentega,
minyak kering/padat untuk makanan ringan dan cepat saji, shortening,
vanaspati (minyak samin), nondairy creamer, es krim, pengganti mentega
cokelat. Penggunaan produk kelapa sawit untuk industri nonpangan
dilakukan dengan proses hidrolisis (splitting) sehingga menghasilkan asam
lemak dan gliserin. Asam lemak kemudian diproses lagi menjadi derivat-
derivatnya, seperti amida, amina, alkohol, metil ester, dan lain-lain.
Dari produksi CPO Indonesia sebagian digunakan didalam negeri oleh
industri hilir dan sisanya diekspor. Secara keseluruhan penggunaan minyak
sawit (CPO dan turunannya) Indonesia dipasarkan ke pasar internasional
khususnya Uni Eropa, Cina dan India. Alokasi produksi CPO untuk ekspor
dan konsumsi domestik di pengaruhi kebijakan pemerintah (Tungkot dan
Horas, 2015).
Menurut Suwarto (2010) pola pemasaran kelapa sawit dilihat dari
pengusahaannya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu perkebunan
rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Perkebunan kelapa
sawit yang dikelola oleh rakyat sulit untuk dipasarkan karen memiliki lahan
terbatas. Oleh karena itu, para petani harus menjual TBS (Tanda Buah
Segar) melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi kebun atau
melalui KUD yang akan berlanjut ke pedagang besar hingga ke industri
pengolahan. Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan negara
dilakukan secara bersama melalui kantor pemasaran bersama sedangkan
untuk perkebunan swasta, pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh
masing-masing perusahaan.
Saat ini perkebunan kelapa sawit rakyat banyak berjalan tanpa ada
kerjasama dengan pihak-pihak lain yang menyebabkan berbagai macam
masalah seperti skala usaha relatif sempit, akses terbatas pada sumber
permodalan dan teknologi, pengadaan sarana prasarana produksi,
pemasaran TBS. Menurut Hadiastuty dalam Christian et al (2020) model
kemitraan yang paling layak dalam bisnis adalah koperasi. Koperasi
berfungsi mewakili petani yang menjadi anggota koperasi dalam kerjasama
dengan perusahaan. Mekanisme kemitraan petani melalui koperasi dengan
perusahaan berupa kewajiban petani menjual TBS kelapa sawit kepada
perusahaan melalui koperasi dengan mutu standar perusahaan.
Perusahaan berkewajiban membeli TBS dari anggota koperasi dengan
harga sesuai dengan ketetapan pemerintah (Saputra et al dalam Christian
et al, 2020).
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Subsistem agribisnis hulu minyak sawit adalah seluruh industri yang
menghasilkan barang-barang modal untuk perkebunan kelapa sawit
meliputi industri perbenihan atau pembibitan kelapa sawit, industri pupuk
kelapa sawit, industri pestisida, dan industri alat dan mesin perkebunan.
Selain itu, agribisnis hulu juga menghasilkan teknologi baik teknologi
biologis, teknologi kimiawi maupun teknologi mekanik yang diperlukan pada
usaha perkebunan kelapa sawit.
Sektor on farm pada komoditas kelapa sawit merupakan kegiatan
budidaya tanaman kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit baik perkebunan
kelapa sawit rakyat, perkebunan kelapa sawit swasta, perkebunan kelapa
sawit negara. Hasil sektor ini dapat berupa minyak sawit mentah (CPO),
minyak inti (PKO), dan biomas yang menjadi input bagi sektor hilir.
Sedangkan Agribisnis hilir minyak sawit merupakan kegiatan
ekonomi lanjutan yang mengolah minyak sawit (CPO), minyak inti sawit
(PKO) dan hasil sampingan, menjadi produk turunan baik produk setengah
jadi maupun produk jadi. Penciptaan nilai tambah terbesar dalam agribisnis
minyak sawit terjadi pada agribisnis hilir ini dan semakin ke hilir pada
umumnya nilai tambah yang tercipta makin besar
3.2 Saran
Diperlukan perhatian khusus dari pemerintah dalam mengembangkan
sistem agribisnis komoditas kelapa sawit mulai dari kegiatan hulu hingga
ke hilir. Selain itu diharapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam
pembinaan petani kelapa sawit dapat terus melakukan pembinaan untuk
meminimalkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki petani. Koperasi dan
perusahaan diharapkan mampu menjadi lembaga perkebunan kelapa
sawit dan berperan dalam peningkatan pendapatan dan hasil TBS petani.
DAFTAR PUSTAKA

Dwi HA, Soetriono, Murti JM. 2018. Kajian Sistem Agribisnis Kopi Arabika
di Desa Sukorejo Kecamatan Sumberwringin Kabupaten
Bondowoso. Jurnal Bioindustri. 1(1): 52

Hardiyanto T. 2020. Profitabilitas dan Peluang Pengembangan Agroindustri


Gula Kelapa dalam Sistem Agribisnis Kelapa (Cocos nucifera L.)
Suatu Kasus di Desa Sukanagara Kecamatan Lakbok Kabupaten
Ciamis. Agritekh. 1(1): 48

Pratama CP, Sadono D, Susanto D. 2020. Persepsi Petani Tentang


Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Kongbeng
Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Penyuluhan. 16(1): 135

Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari


Hulu hingga Hilir. Depok:Penebar Swadaya

Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, Paeru RH. 2012. Kelapa Sawit.


Depok: Penebar Swadaya

Suriana N. 2019. Budi Daya Tanaman Kelapa Sawit. Jakarta:Bhuana Ilmu


Populer

Sipayung T, Horas J. 2015. Membumikan Paradigma Agribisnis.


Jakarta:Pusat Pangan Agribisnis

Retno DD. 2017. Ekonomika Agribisnis. Yogyakarta:CaraBaca

Hadjar D, Drajat B, Kurniawan A. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan


Agribisnis Kelapa Sawit. Jakarta Selatan:Badan Litbang Pertanian

Anda mungkin juga menyukai