Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS RANTAI NILAI UNTUK PENINGKATAN

DAYASAING INDUSTRI KELAPA SAWIT

Tugas Mata Kuliah Rantai Nilai dalam Sektor Pertanian

Dosen
Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec

Oleh
Kelompok 2
Adetiya Prananda Putra (P056111693.10EK)
Saleh Assagaf (P056111893.10EK)
Tantri Wijayanti (P056111953.10EK)
Uri Anjarwati (P056111973.10EK)

PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor yang strategis dalam
pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung oleh ketersediaan potensi
sumberdaya alam yang sangat baik dan beragam. Namun demikian, ketersediaan
berbagai sumber-daya hayati yang banyak tidak menjamin kondisi ekonomi
masyarakat akan lebih baik, kecuali bilamana keunggulan tersebut dapat dikelola
secara profesional, berkelanjutan dan amanah, sehingga keunggulan komparatif
(comparative advantage) akan dapat diubah menjadi keunggulan kompetitif
(competitive adventage) yang menghasilkan nilai tambah (value added) yang
lebih besar.
Salah satu sektor perkebunan yang yang berkembang saat ini adalah
kelapa sawit. Perkembangan industri kelapa sawit yang semakin cerah dan pesat
yang mengakibatkan persaingan dalam industri kelapa sawit ini semakin
kompetitif. Industri kelapa sawit juga cukup marak dibicarakan, karena kebutuhan
dunia akan Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan kebutuhan manusia cukup tinggi
karena minyak kelapa sawit mempunyai keunggulan yaitu aman bagi kesehatan
karena tidak mengandung kolesterol dan trans fat yang dapat memyebabkan
kanker. Selain itu minyak sawit mengandung anti oksidan dan vitamin E.
Kelapa sawit juga merupakan alternatif pengganti sumber energi baru
pengganti minyak bumi, yaitu energi bio diesel yang bahan bakunya adalah
minyak mentah kelapoa sawit yang dikenal dengan nama CPO. Bio diesel
merupakan alternatif strategi yang ramah lingkungan, sete sumber energinya dapat
terus dikembangkan, dibangdingkan minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui
jika cadangannya sudah habis.
Semakin bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya industri hilir
dan alternatif (bio diesel) mengakibatkan permintaan CPO semakin meningkat.
Indonesia yang merupakan produsen dan pengekspor kelapa sawit terbesar di
dunia harus mempertahankan posisi tersebut, karena adanya persaingan yang ketat
antara indonesia dengan malaysia. Upaya pemerintah dalam mendukung hal
tersebut, yaitu dengan mengembangkan perkebunan kelapa sawit rakyat yaitu
melalui program percepatan pembangunan perkebunan dalam mendukung
revitalisasi pertanian yang diusung oleh Depatemen Pertanian.
Pertumbuhan penggunaan minyak sawit itu dipicu oleh peningkatan
jumlah penduduk dunia dan semakin berkembangnya trend pemakaian bahan
dasar oleochemical pada industri makanan, industri shortening, pharmasi
(kosmetik). Trend ini berkembang karena produk yang menggunakan bahan baku
kelapa sawit lebih berdaya saing dibandingkan minyak nabati dengan bahan baku
lainnya.
Namun dalam mencapai hal tersebut, banyak kendala-kendala yang
dihadapi dalam industri kelapa sawit di indonesia diantaranya (1) produktivitas
rata-rata nasional perkebunan kelapa sawit yang rendah yaitu 3,4 ton
CPO/ha/tahun dibandingkan produktivitas kelapa sawit di Malaysia yaitu 6-7 ton
CPO/ha/tahun, (2) minyak kelapa sawit Malysia lebih kompetitif daripada
Indonesia karena mutu yang lebih baik, (3) penerapan deregulasi pemasaran
minyak sawit di Indonesia yang berupa pajak ekspor kelapa sawit tidak stabil
yang mengakibatkan harga minyak di Indonesia tidak stabilserta karena negara
pengimpor juga mengeluarkan kebijakan yang menghambat ekspor Indonesia,
seperti tingginya bea masuk ekspor dan standarisasi, (4) adanya isu lingkungan
yang menyebutkan bahwa usaha pembukaan kelapa sawit telah menimbulkan
kerusakan alam.
Dalam upaya untuk meningkatkan dayasaing industri kelapa sawit
diperlukan analisa rantai nilai. Analisis Rantai Nilai berusaha untuk
mengidentifikasi bagaimana hubungan antar aktifitas inti dalam industri dan
stakeholders dalam industri tersebut. Identifikasi rantai nilai menjadi penting
dalam upaya peningkatan dayasaing industi kelapa sawit karena darat
mensinergikan semua stakeholders dan dapat menganalisis permasalahan yang
terjadi pada industri kelapa sawit sehingga dapat menyusun solusi dan strategi
bagi pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat rumusan permasalahan
yang ingin dikasi adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pohon industri kelapa sawit?
2. Bagaimana rantai nilai dalam industri kelapa sawit di Indonesia?
3. Siapa pemangku kepentingan (stakeholders) dalam industri kelapa sawit?
4. Apa permasalahan dalam industri kelapa sawit di Indonesia?
5. Solusi apa yang dapat ditawarkan untuk peningkatan perkembangan industri
kelapa sawit di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penulisan ini adalah :
1. Menganalisis pohon industri kelapa sawit.
2. Menganalisis rantai nilai dalam industri kelapa sawit di Indonesia.
3. Menganalisis pemangku kepentingan (stakeholders) dalam industri kelapa
sawit.
4. Menganalisis permasalahan dalam industri kelapa sawit di Indonesia.
5. Menyusun solusi untuk peningkatan perkembangan industri kelapa sawit di
Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Menjadi bahan masukan bagi pemerintah serta instansi-instansi terkait dalam
merumuskan kebijakan dalam memajukan industri minyak kelapa sawit di
Indonesia.
2. Sebagai pengetahuan ilmiah dan pengalaman praktis
BAB 2. TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian rantai nilai (Value Chain)


Menurut Shank dan Govindarajan dalam Widarsono (2004), Value chain
analysis merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu
produk. Rantai nilai ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan, mulai dari
penyedian bahan baku sampai distribusi produk akhir ke konsumen, termasuk
juga pelayanan purna jual.
Selanjutnya Porter (1985) menjelaskan, analisis value chain merupakan
alat analisis yang digunakan untuk memahami keunggulan kompetitif, untuk
mengidentifikasi aspek peningkatan value pelanggan atau penurunan biaya, dan
untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan
pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri. Tujuan dari
analisis value chain adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap value chain di
mana perusahaan dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau untuk
menurunkan biaya. Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah (Value added)
dapat membuat perusahaan lebih kompetitif.

2.2 Rantai Nilai Porter (Porterss Value Chain)


Gagasan dari rantai nilai berdasarkan pada proses yang dilakukan suatu
organisasi dalam menghasilkan suatu produk/jasa sebagai satu sistem, yang terdiri
dari beberapa subsistem, dimana setiap subsistem mempunyai input, proses
transformasi dan output. Semua bagian-bagian ini meliputi perolehan dan
pemakaian/pemanfaatan dari berbagai sumber daya. Berbagai aktivitas-aktivitas
dari rantai nilai ini dilaksanakan oleh suatu perusahaan akan sangat menentukan
biaya dan keuntungan dari perusahaan tersebut.
Kebanyakan organisasi mempunyai ratusan bahkan ribuan aktivitas dalam
memproses input menjadi output tetapi aktivitas-aktivitas ini secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi dua aktivitas, yaitu aktivitas utama (primary activities)
dan aktivitas sekunder/pendukung (supporting activities).
Gambar 2.1. Rantai Nilai Porter (Porters Value Chain)

Menurut Porter (1985), primary activities terdiri dari :


1. Inbound logistics, adalah semua aktivitas yang diperlukan untuk memerima,
menyimpan, dan mendistribusikan input, dan termasuk pula hubungan dengan
para pemasok (suppliers).
2. Operation, adalah semua aktivitas yang diperlukan untuk
mentransformasikan semua input menjadi output (produk dan/atau jasa).
3. Outbound logistics, adalah semua aktivitas yang diperlukan untuk
mengumpulkan, menyimpan dan mendistribusikan output (produk dan/atau
jasa).
4. Marketing and sales, adalah semua kegiatan mulai dari menginformasikan
para calon pembeli mengenai produk dan/atau jasa, mempengaruhi mereka
agar membelinya dan memfasilitasi pemebelian mereka.
5. Services, meliputi semua aktivitas yang diperlukan agar produk dan/atau jasa
telah dibeli oleh konsumen tetap berfungsi dengan baik setelah produk
dan/atau jasa tersebut terjual dan sampai kepada konsumen.
Supporting activities terdiri dari :
1. Procurement, adalah pengadaan berbagai masukan atau sumber daya untuk
suatu perusahaan/organisasi.
2. Manajemen sumber daya manusia, meliputi segala aktivitas yang menyangkut
perekrutan, pemecatan, pemberhentian, penetuan upah dan kompensasi,
pengelolaan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia.
3. Pengembangan teknologi, menyangkut masalah perlatan, perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), prosedur dan pengetahuan teknis
yang digunakan dalam proses transformasi dari input menjadi output dalam
suatu perusahaa/organisasi.
4. Infrastruktur, diperlukan untuk mendukung keperluan-keperluan suatu
perusahaan dan menyelaraskan kepentingan dari berbagai bagian yang terdiri
dari bagian-bagian atau departemen-departemen seperti bagian akutansi,
hukum, keuaangan, perencanaan, bagian umum, quality assurance, dan
manajemen umum.

2.3 Industri Kelapa Sawit di Indonesia


Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber
penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak
kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong
pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa
sawit.
Berkembangnya subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak
lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif,
terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk
pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIRBun dan dalam pembukaan
wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta.
Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis,
karena berhubungan dengan sektor pertanian (agrobased industry) yang banyak
berkemban di negaranegara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Hasil industri minyak kelapa sawit bukan hanya minyak goreng saja, tetapi juga
bisa digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya seperti industri makanan,
kosmetika dan industri sabun.
Sampai pertengahan tahun 1970 an minyak kelapa merupakan pemasok
utama dalam kebutuhan minyak nabati dalam negeri. Baik minyak goreng
maupun industri pangan lainnya lebih banyak menggunakan minyak kelapa dari
pada minyak sawit. Produksi kelapa yang cenderung menurun selam 20 tahun
terakhir ini menyebabkan pasokannya tidak terjamin, sehingga timbul krisis
minyak kelapa pada awal tahun 1970. Di sisi lain, produksi minyak kelapa sawit
cenderung meningkat sehingga kedudukan minyak kelapa digantikan oleh kelapa
sawit, terutama dalam industri minyak goreng. Dari segi perolehan devisa, selama
beberapa tahun terkhir ini kondisinya kurang baik. Volume ekspor selama dekade
terakhir ini memang selalu meningkat, akan tetapi peningkatannya tidak selalu
diikuti oleh peningkatan dalam nilainya. Hal ini terjdi karena adanya fluktuasi
harga di pasaran Internasional.
Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit (dalam hal ini minyaknya)
mempunyai peran yang cukup strategis, karena : (1) Minyak sawit merupakan
bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinyu ikut menjaga
kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Ini penting sebab minyak goreng
merupakan salah satu dari 9 bahan pokok kebutuhan masyarakat sehinga harganya
harus terjangkau oleh seluruh lapisan masarakat. (2) Sebagai salah satu komoditas
pertanian andalan ekspor non migas, komoditi ini mempunyai prospek yang baik
sebagai sumber dalam perolehan devisa maupun pajak. (3) Dalam proses produksi
maupun pengolahan juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan sekaligus
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Prospek perkembangan industri minyak kelapa sawit saat ini sangat pesat,
dimana terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya
kebutuhan masyarakat. Dengan besarnya produksi yang mampu dihasilkan,
tentunya hal ini berdampak positif bagi perekenomian Indonesia, baik dari segi
kontribusinya terhadap pendapatan negara, maupun besarnya tenaga kerja yang
terserap di sektor. Sektor ini juga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat di
sekitar perkebunan sawit.
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pohon Industri Kelapa Sawit


Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dikenal pertama kali di Indonesia
tahun 1848, dikembangkan secara komersial pada tahun 1911 di daerah Sumatera
Utara. Saat ini pemanfaatan kelapa sawit masih terbatas pada buahnya untuk
pembuatan minyak goreng, sedangkan pemanfaatan bagian lain belum optimal
seperti akar, batang, daun hingga limbahnya.
Pohon industri kelapa sawit dimaksudkan untuk memberikan gambaran
jenisjenis produk yang dapat dihasilkan dari tanaman kelapa sawit dan
pemanfaatannya untuk industri rumah tangga, kimia dan makanan yang berbasis
pada pohon industri kelapa sawit.
3.2 Rantai Nilai Kelapa Sawit

3.3 Stakeholders dalam Industri Kelapa Sawit


3.3.1 Pemerintah Pusat
1) Kementerian Pertanian
2) Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
3) Kementerian Keuangan
4) Kementerian Perhubungan
5) Kementerian Pekerjaan Umum

3.3.2 Pemerintah Daerah


1) Dinas Perindustrian dan ESDM
2) Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan
3) Dinas Perhubungan
4) Dinas Kehutanan dan Perkebunan
3.3.3 Lembaga Penelitian dan Pengembangan
1) Perguruan Tinggi
2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Kelapa Sawit

3.3.4 Forum Komunikasi


1) Working group
2) Forum Komunikasi
3) Fasilitator Klaster

3.3.5 Perusahaan Jasa (Industri Terkait)


1) Perbankan
2) Jasa Transportasi
3) Jasa Perdagangan

3.3.6 Asosiasi Pada Agribisnis Kelapa Sawit


1) GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia)
2) APKASINDO (Asosiasi Petani Sawit Indonesia)
3) Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia
3.4 Tata Kelola (Governance) dan Peranan Pemangku Kepentingan (Stakeholder) dalam Rantai Nilai Industri Kelapa Sawit
PT &
Pemerintah Pusat Pemda Swasta Forum
Litbang

K. Pertanian

Perindustrian

K. Keuangan

Perhubungan

K. Pekerjaan
Perdagangan

Komunikasi
Per. Tinggi

Balitbang

Fasilitasi
Working
Asosiasi
No Tata Kelola

Industri
Perush/

Klaster
Umum

Forum
Group
Prop
Kab
dan

K.

K.
1 Pemetaan potensi kelapa sawit X X X X
2 Bantuan permodalan X X X X X
3 Diversifikasi produk kelapa sawit X X X X X X X
4 Perumusan dan penetapan SNI dan ISO kelapa sawit X X X X X X X
5 Kajian dampak lingkungan industri kelapa sawit X X X X X X X
6 Peningkatan penyerapan tenaga kerja X X X
7 Penyusunan RUU Industri Kelapa Sawit dengan melibatkan
X X X X X X X X X X X X X
industri dan stakeholder
8 Penanganan produk yang tidak sesuai standar ISPO X X X X X X X X
9 Registrasi kepemilikan mesin industri kelapa sawit X X X X X X X
10 Pengawasan ekspor bahan baku kelapa sawit X X X X X
11 Penyusunan rumusan insentif ekspor bagi produk kelapa sawit
X X X X X
dan derivatnya
12 Perluasan kemitraan antara perusahaan kelapa sawit dengan
X X X X X X
petani plasma
13 Peningkatan koordinasi dengan stakeholders terkait dengan
penentuan kebijakan cukai yang terencana, kondusif, dan X X X X X X X X X X X X X X
moderat
14 Peningkatan ekspor produk CPO, melalui promosi, misi
X X X X X
dagang, perjanjian bilateral, regional, dan multilateral
3.5 Permasalahan dalam Rantai Nilai Industri Kelapa Sawit
1) Indonesia masih kurang dalam pengembangan produk.
Sebagian besar produk kelapa sawit nasional masih diperdagangkan dalam
bentuk CPO atau minyak goreng, belum masuk ke dalam tahap industri yang
mempunyai nilai tambah besar seperti industri bio surfactant.
2) Masalah kepastian hukum dan tata ruang perkebunan kelapa sawit.
Seringkali pengembangan atau perluasan perkebunan kelapa sawit
terganjal masalah hukum dan tata ruang. Hal ini mengakibatkan kurang
optimalnya perluasan lahan perkebunan kelapa sawit.
3) Infrastuktur yang minim.
Kondisi infrastruktur seperti pelabuhan masih jauh dari harapan.
Minimnya infrastruktur itu mempengaruhi pada biaya produksi yang semakin
mahal karena baiya transportasi semakin mahal.

3.6 Strategi Pengembangan Dayasaing Industri Kelapa Sawit


1) Optimalisasi sektor hilir dengan cara mendorong investasi di sektor kelapa
sawit.
2) Memasukan industri kelapa sawit kedalam sektor prioritas bersama industri
lainnya seperti tekstil, kehutanan, sepatu, elektronika, kelautan, petrokimia.
3) Menghapus pengenaan PPN (10%) dalam pengolahan crude palm oil (CPO)
dan masuk dalam industri yang mendapat fasilitas insentif PPh (tax
alowance).
4) Revitalisasi perkebunan dan penyediaan bibit unggul.
5) Peningkatan infrastuktur transportasi pelabuhan dan jalan raya, dan
penyediaan gudang.
6) Mendorong sinkronisasi perencanaan dan kebijakan antara instansi terkait
seperti Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah mengenai
ketersediaan lahan, Depatemen Pertanian sebagai instansi yang berwenang di
bidang pengembangan perkebunan sawit serta Kementerian Perdagangan
yang berwenang di bidang pengaturan atau tataniaga distribusi, disamping
instansi lain yang terkait dengan industri pendukung seperti jasa transportasi
dan keuangan.
7) Kemudahan perizinan perluasan lahan dan pengawasan status lahan terutama
isu lingkungan.
8) Mengembangkan balai penelitian dan pengembangan kelapa sawit yang
terintegrasi dengan melibatkan semua stakeholders untuk peningkatan
produktivitas dan efisiensi produksi.
9) Mendorong dukungan dari supporting industry seperti jasa instalation,
pelabuhan yang selama ini umumnya ditangani oleh masing-masing produsen
sehingga tidak terintegrasi dan telah menimbulkan over investasi, idle
capacity dan inefisiensi.
10) Mendorong terbentuknya kawasan industri kelapa sawit yang terintegrasi. Ini
sangat penting agar industri kelapa sawit Indonesia lebih efisien dan daya
saingnya lebih kuat. Selain itu pembentukan kawasan yang terintegrasi ini
juga akan lebih memudahkan untuk mendorong pengembangan industri hilir.
11) Mendorong revitalisasi industri pupuk untuk mendukung pasokan kebutuhan
industri kelapa sawit.
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah disusun maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan antara lain :
1. Rantai nilai industri kelapa sawit di Indonesia mencakup kegiatan dari hulu
sampai hilir. Terdapat banyak core activities beserta seluruh stakeholders
yang terintegrasi.
2. Para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rantai nilai industri kelapa
sawit di Indonesia adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga
Penelitian dan Pengembangan, Forum Komunikasi, Perusahaan Jasa (Industri
Terkait), dan Asosiasi-Asosiasi Agribisnis Kelapa Sawit. Setiap stakeholders
memiliki peranan dan tata kelola (governance) dalam rantai nilai industri
kelapa sawit di Indonesia.
3. Permasalahan dalam rantai nilai industri kelapa sawit adalah kurang dalam
pengembangan produk, masalah kepastian hukum dan tata ruang perkebunan
kelapa sawit, dan infrastuktur yang minim.
4. Untuk meningkatkan dayasaing industri kelapa sawit Indonesia maka
diperlukan strategi functional upgrading. Diharapkan Indonesia tidak hanya
produksi Crude Palm Oil tetapi juga memproduksi produk lain yang memiliki
added value yang tinggi.

4.2 Saran
Demi meningkatkan dayasaing industri kelapa sawit Indonesia maka
diperlukan strategi functional upgrading. Indonesia harus mulai melakukan
investasi yang besar untuk diversifikasi produk akhir kelapa sawit. Kedepannya
diharapkan Indonesia tidak hanya mengekspor produk kelapa sawit dalam bentuk
Crude Palm Oil melainkan dalam bentuk produk lain yang memiliki added value
yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa


Sawit. Jakarta : Departemen Perindustian.

Dwita Mega Sari. 2008. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit
(CPO) Indonesia di Pasar Internasional.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/17930/H08dms.pdf
?sequence=3 (diakses pada tanggal 13 Juni 2013).

E. Gumbira Said. Review Kajian, Penelitian dan Pengembangan Agroindustri


Strategisnasional: Kelapa Sawit, Kakao dan Gambir.
http://www.scribd.com/doc/47080233/jurnal-rantai-nilai-sawit (diakses
pada tanggal 13 Juni 2013).

Foundation for Partnership Initiatives in The Niger Delta. 2011. A Report on Palm
Oil Value Chain Analysis in the Niger Delta. Nigeria.

Kaplinsky, R. and M. Morris. 2000. A Handbook for Value Chain Research


Centre for Research in Innovation Management. University of Brighton.

Munandar, Adis Imam. 2010. Analisis Strategi Bersaing Pada Rantai Nilai
Kelapa Sawit (Studi Kasus PT. Bumitama Gunajaya Agro) (Tesis). Bogor :
Insitut Pertanian Bogor.

Nugroho, Yuwono Ibnu. 2012. Prospek dan Permasalahan Industri Sawit.


http://www.sawit-
centre.com/index.php?option=com_content&view=article&id=177%3Apr
ospek-dan-permasalahan-industri-sawit-bagian-i&Itemid=27 (diakses pada
tanggal 13 Juni 2013).

PT. Perkebunan Nusantara. 2012. Permasalahan Industri Kelapa Sawit di Tahun


2012. http://www.bumn.go.id/ptpn13/galeri/artikel/permasalahan-industri-
kelapa-sawit-di-tahun-2012/ (diakses pada tanggal 13 Juni 2013).

Practica, Guida. 2012. Malaysia : The Malaysian Palm Oil Sector Overview.
Trade and Economic Section. European Union Delegation to Malaysia.
Teoh, Cheng Hai. 2009. Persoalan Keberlajutan Kunci dalam Sektor Minyak
Kelapa Sawit. (Naskah Diskusi untuk Konsultasi Para Pemangku
Kepentingan). World Bank : International Finance Corpotarion.

http://www.iges.or.jp/jp/be/pdf/activity11/Indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai