Anda di halaman 1dari 109

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia setelah sektor
pertanian. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia sampai
tahun 1999. Bahkan sejak tahun 1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor utama
dengan mengalahkan sektor pertanian. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1984, Industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi yang
memiliki nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.

Perkembangan zaman yang semakin pesat saat ini kebutuhan-kebutuhan masyarakat semakin
meningkat. Seiring bertumbuhnya kebutuhan di tengah masyarakat maka salah satu faktor
penunjang pemenuhan kebutuhan tersebut juga harus dikembangkan, salah satunya adalah
sektor industri. Perkembangan sektor industri membutuhkan saranasarana pendukung yang
memadai agar usahanya tetap bertahan dan berlangsung baik, salah satunya adalah Sumber
Daya Manusia (SDM). Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam
persaingan global, yakni bagaimana menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan
memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global. Menciptakan
sumber daya manusia yang unggul merupakan tanggung jawab bersama karena mereka
merupakan penerus dan penggerak dalam berbagai industri yang ada di negara Indonesia ini.

Suatu perusahaan mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian suatu negara.
Sedangkan perusahaan mempunyai kegiatan yang beragam, mulai dari perencanaan, proses
produksi, personalia, pembelanjaan dan pendistribusian. Kegiatan-kegiatan tersebut berguna
dalam pencapaian tujuan dari suatu perusahaan. Akan tetapi dalam menjalankan kegiatannya,
tentu banyak persoalan yang diahadapi oleh perusahaan khususnya pada proses perencanaan
dan persediaan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi.

Barang dan jasa diciptakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi manusia. Biasanya, barang
produksi dihasilkan oleh perusahaan yang bergerak di bidang industri maupun manufaktur.

1
Untuk menghasilkan barang produksi ini, pabrik memerlukan bahan. Jenis bahan yang
digunakan dalam proses produksi dibedakan menjadi dua, yakni bahan baku dan bahan
penolong. Keduanya merupakan sumber daya terbesar yang diperlukan untuk kelangsungan
proses produksi. Tanpa keduanya, bisa jadi kegiatan produksi akan terhambat. Bahan penolong
yang merupakan bahan yang diperlukan untuk proses produksi, hanya dimanfaatkan untuk
meningkatkan efisiensi. Bedanya dengan bahan tak langsung ialah jika bahan tak langsung tidak
tersedia, maka proses produksi bisa terganggu. Sedangkan jika bahan penolong yang tidak
tersedia, proses produksi barang masih bisa dilakukan namun, hal ini biasanya menyebabkan
penurunan kualitas barang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persediaan bahan penolong mempunyai
peranan yang sangat penting dalam penekanan biaya produksi dan menyempurnakan produk
yang ada. Oleh karena itu dipilih permasalahan perencanaan penyediaan bahan penolong
sebagai obyek pembahasan dengan judul ”Analisis Perbandingan dan Perencanaan Persediaan
Bahan Perlumas Menggunakan Metode Blanket Order dan Metode JIT/EOQ pada PT Pupuk
Kaltim”.

1.2 Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka dapat ditarik rumusan penelitiian dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Bagaimana efektivitas metode yang digunakan PT Pupuk Kaltim dalam merencanakan dan
mengendalikan bahan pelumas?
2. Apakah jumlah minimum stok bahan pelumas yang ada di gudang sesuai dengan kebijakan
yang telah di terapkan di perusahaan pada akhir tahun 2018?
3. Alternatif metode pengendalian persediaan apa yang sebaiknya diterapkan oleh PT Pupuk
Kaltim untuk peningkatan efisiensi persediaan bahan pelumas?

1.3 Tujuan

Tujuan diadakannya penelitian ini dapat dijabarkan di bawah ini.


1. Mengetahui perbandingan total biaya persediaan yang harus dikeluarkan perusahaan
dengan metode JIT/EOQ di Pupuk Kaltim, dan

2
2. Mengetahui jumlah pembelian dan banyaknya pemesanan yang optimal dengan
menggunakan metode Blanket Order dan JIT/EOQ di Pupuk Kaltim.

1.4 Batasann

Batasan dalam penulisan ini dapat dijabarkan di bawah ini.


1. Bahan pelumas yang dianalisis hanya 1 bahan kriteria A.
2. Harga bahan pelumas diambil berdasarkan data harga tahun 2017-2018.
3. Metode yang digunakan adalah metode ABC Indikator, Blanket Order dan JIT/EOQ.
4. Biaya tenaga kerja untuk perawatan bahan pelumas di gudang tidak dimasukkan sebagai
variabel biaya penyimpanan.
5. Penelitian ini hanya memberikan informasi konsep dasar. Untuk hal teknik di serahkan
kepada perusahaan.

1.5 Asumsi

Asumsi-asumsi pada penelitian kali ini dapat dilihat di bawah ini.


1. Biaya penyimpanan barang menggunakan data pada penelitian sebelumnya yaitu sebesar
Rp 6.50/liter,-.
2. Biaya pemesanan sekali pesan pada penelitian ini adalah sebesar Rp 1.000.000,-.
3. Biaya angkut bahan pelumas sebesar 2% dari harga satuan bahan pelumas dalam 1 drum.
4. Biaya-biaya yang digunakan tetap selama periode penelitian baik biaya pesan yang tidak
terpengaruh oleh jumlah yang dipesan, maupun biaya simpan yang tidak terpengaruh pada
jumlah barang yang disimpan dan lama waktu penyimpanan.
5. Tidak ada penolakan pemesanan dari vendor

1.6 Manfaat

Kegiatan penelitian yang dilakukan di PT Pupuk Kalimantan Timur lingkup Departemen


Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa mempunyai manfaat bagi mahasiswa, institusi
pendidikan (Universitas Mulawarman), dan bagi PT Pupuk Kalimantan Timur tempat
melakukan penelitian. Berikut adalah manfaat yang didapatkan dari penelitian.

3
1. Manfaat bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang kenyataan yang ada dalam
dunia industri sehingga nantinya diharapkan mampu menerapkan ilmu yang telah didapat
dalam bidang industri.
2. Manfaat bagi Universitas Mulawarman
Manfaat penelitian ini bagi Universitas Mulawarman adalah sebagai berikut :
a. Sebagai tambahan referensi khususnya mengenai perkembangan industri di Indonesia
baik proses dan teknologi yang mutakhir, dan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang
memerlukan.
b. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang telah
didapatkan dari kampus, dalam melakukan penelitian di Departemen Perencanaan
Pengadaan Barang dan Jasa PT Pupuk Kalimantan Timur.
3. Manfaat bagi PT Pupuk Kalimantan Timur
Manfaat penelitian ini bagi PT Pupuk Kaltim adalah sebagai berikut :
a. Manfaat penelitian ini bagi PT Pupuk Kalimantan Timur adalah mendapatkan data
metode perencanaan pengadaan bahan baku yang efektif pada Departemen Penerimaan
dan Pergudangan PT Pupuk Kalimantan Timur.
b. Hasil analisa dan penelitian yang dilakukan selama Kerja Praktek dapat menjadi bahan
masukan bagi perusahaan untuk menentukan kebijaksanaan perusahaan dimasa yang
akan datang. Selain terbuka kesempatan bagi perusahaan untuk dapat bekerja sama
dengan jurusan Teknik Industri Universitas Mulawarman.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :


BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang, rumusan penelitian, batasan penelitian,
asumsi penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Bab ini membahas tentang sejarah perusahaan, visi dan misi perusahaan, nilai
dan budaya perusahan, lokasi perusahaan, produk perusahaan, proses produksi
perusahaan.

4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang tinjauan terhadap teori-teori dan konsep-konsep dasar
sebagai landasan teori yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian risiko.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang langkah-langkah penyelesaian penelitian risiko.
BAB V HASIL DAN ANALISA PENELITIAN
Bab ini menguraikan pengumpulan dan pengolahan terhadap risiko, meliputi
pengolahan data awal risiko dan pengolahan data risiko selanjutnya,
menganalisa hasil pengolahan data risiko, dan hasil penanggulangan risiko
tersebut.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan dan pemberian saran untuk pengembangan lebih
lanjut terhadap penelitian.

5
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah dan Profil Perusahaan

Pupuk memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas produksi hasil pertanian. Salah
satu jenis pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk urea yang berfungsi sebagai
sumber nitrogen bagi tanaman. Dalam peternakan, urea merupakan nutrisi makanan ternak yang
dapat meningkatkan produksi susu dan daging. Selain itu, urea memiliki prospek yang cukup
besar dalam bidang industri, antara lain sebagai bahan dalam pembuatan resin, produk-produk
cetak, pelapis, perekat, bahan anti kusut dan pembantu pada pencelupan di pabrik tekstil. Oleh
karena itu, kebutuhan urea semakin bertambah seiring berjalannya waktu.

Perusahaan ini resmi berdiri tanggal 7 Desember 1977 dan berlokasi di Bontang, Kalimantan
Timur. Pada mulanya proyek Pupuk Kaltim dikelola oleh Pertamina sebagai unit pabrik
terapung di bawah pengawasan Direktorat Jendral Industri Kimia Dasar. Pabrik Pupuk yang
awalnya merupakan pabrik terapung kemudian berdasarkan Keppres No.43 tahun 1975 lokasi
proyek dialihkan ke darat, dan melalui Keppres 39 tahun 1976 pengelolaannya diserahkan dari
Pertamina ke Departemen Perindustrian, proses pemindahan ini dilakukan setelah pengkajian
berbagai segi teknis. Berikut di bawah ini merupakan milestone PT Pupuk Kaltim pada Tabel
2.1

Tabel 2.1 Milestone PT Pupuk Kaltim


No Tanggal Milestone
1 7 Des 1977 Berdirinya PT Pupuk Kaltim
2 8 Jan 1979 Penandatanganan Kontrak Pembangunan Pabrik-1
3 23 Mar 1982 Penandatanganan Kontrak Pembangunan Pabrik-2
4 30 Des 1983 Produksi pertama Amoniak Pabrik-1
5 24 Jan 1984 Ekspor pertama Amoniak ke India
6 2 Feb 1984 Pengapalan pertama Amoniak ke PT Petrokimia Gresik
7 15 Apr 1984 Produksi pertama pupuk Urea Pabrik-1

6
Tabel 2.1 Milestone PT Pupuk Kaltim (Lanjutan)
No Tanggal Milestone
8 24 Jul 1984 Pengapalan pertama pupuk Urea ke Surabaya
9 28 Okt 1984 Peresmian Pabrik-1 dan Pabrik-2 oleh Presiden
10 28 Nov 1985 Penandatanganan Kontrak Pembangunan Pabrik-3
11 4 Apr 1989 Peresmian Pabrik-3 oleh Presiden RI
12 9 Okt 1996 Penandatanganan Kontrak Pembangunan Pabrik POPKA
13 23 Des 1998 Penandatanganan Kontrak Pembangunan Pabrik-4
14 18 Feb 1999 Produksi pertama Urea Granul Pabrik POPKA
15 6 Jul 2000 Peresmian POPKA dan Pemancangan pertama Pabrik-4
16 3 Jul 2002 Peresmian Pabrik Urea Unit 5 (Pabrik-4) oleh Presiden RI
Penugasan PT Pupuk Kaltim untuk Pendistribusian Pupuk
17 11 Feb 2003
di kawasan timur Indonesia
18 17 Mei 2008 Pemancanganan perdana Proyek pupk NPK Fuse Blending
19 21 Mei 2010 Pemancangan tiang pertama Pembangunan Boiler Batubara
Pencanangan Program Gerakan Peningkatan Produksi
20 29 Jul 2011
Pangan Berbasis Korporasi (GP3K)
21 13 Okt 2011 Peluncuran pupuk Urea Bersubsidi Berwarna/Urea Pink
Penandatanganan karung pupuk Bersubsidi merek Pupuk
22 18 Apr 2012
Indonesia oleh Menteri BUMN
23 25 Okt 2012 Peresmian Proyek Pembangunan Kaltim-5 oleh Presiden
Pengambilalihan Pabrik Amoniak milik PT Kaltim Pasifik
24 13 Mar 2014
Amoniak (PT. KPA) oleh PT Pupuk Kaltim
Bergabungnya Pabrik POPKA dengan Pabrik Ex-KPA
25 31 Mar 2014
menjadi Pabrik-1A
26 19 Nov 2015 Peresmian Pabrik 5 oleh Presiden RI

Pupuk Kaltim adalah salah satu anak perusahaan dari Pupuk Indonesia Holding Company
(PIHC) yang lahir untuk memenuhi kebutuhan pupuk yang semakin meningkat seiring dengan
tingginya perkembangan pertanian di Indonesia, Pupuk Kaltim merupakan perusahaan
penghasil Urea dan Amoniak terbesar di Indonesia. Kapasitas produksi pada perusahaan Pupuk
Kaltim dapat dilihat pada Tabel 2.2.

7
Tabel 2.2 Data Kapasitas Amoniak dan Urea Pupuk Kaltim
No Pabrik Amoniak (Ton) Urea (Ton)
1 Pabrik 1A 660.000 570.000
2 Pabrik 2 595.000 570.000
3 Pabrik 3 330.000 570.000
4 Pabrik 4 330.000 570.000
5 Pabrik 5 825.000 1.150.000
Total Produksi 2.740.000 3.430.000

Sejalan dengan perkembangan pada perusahaan dan dalam rangka ikut mendukung program
ketahanan pangan nasional melalui teknologi pemupukan berimbang, sejak tahun 2005 Pupuk
Kaltim telah memproduksi pupuk majemuk dengan merek dagang NPK Pelangi yang
mengandung unsur hara makro Nitrogen (N), Fosofor (P), dan Kalium (K). Ketiga unsur
tersebut sangat dibutuhkan oleh tanaman yang telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas
pertanian. Ada 2 jenis pupuk NPK di Pupuk Kaltim yaitu NPK Bleding dan NPK Fused.
1. Pupuk NPK Blending diproduksi dengan proses Bulk Blending, dengan tampilan warna
produk berwarna merah, putih, hitam, dan keabu-abuan. Pupuk jenis ini dialokasikan untuk
Pupuk Nonsubsidi.
2. Pupuk NPK Compound (Fuse) diproduksi dengan proses Steam Fusion Granulation,
dengan tampilan produk berwarna cokelat keabu-abuan. Pupuk jenis ini dialokasikan untuk
Pupuk Bersubsidi, tetapi tidak menutup kemungkinan dijual untuk nonsubsidi

Adapun kapasitas produksi NPK Pelangi dan organik tersebut disajikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kapasitas Produksi Pabrik NPK Pelangi dan Organik


Pabrik Tahun Produksi Kapasitas Produksi (Ton)
NPK Blending 2005 150.000
NPK Fuse 2009 200.000
Organik 2010 3.000

Pupuk Kaltim menjalankan operasi bisinisnya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pupuk domestik, baik untuk sektor tanaman pangan melalui distribusi pupuk bersubsidi dengan
wilayah pemasaran meliputi seluruh Kawasan Timur Indonesia maupun untuk sektor tanaman

8
perkebunan dan industri untuk produk nonsubsidi yang pemasarannya ke seluruh wilayah
Indonesia serta untuk kebutuhan ekspor. Tugas ini diberikan oleh Pemerintah dan PT Pupuk
Indonesia (Persero) untuk memberikan kontribusi dalam mendukung ketahanan pangan
nasional. Selain Urea, NPK, Pupuk Hayati, dan Pupuk Organik, Pupuk Kaltim juga menjual
Amoniak untuk kebutuhan industri dalam dan luar negeri.

2.2 Visi, Misi, Budaya, dan Logo Perusahaan

2.2.1 Visi

“Menjadi Perusahaan di bidang industri pupuk, kimia, dan agribisnis kelas dunia yang tumbuh
dan berkelanjutan.”

2.2.2 Misi

1. Mejalankan bisnis produk-produk pupuk, kimia serta portofolio investasi di bidang kimia,
agro, energi, trading, dan jasa pelayanan pabrik yang bersaing tinggi;
2. Mengoptimalkan nilai perusahaan melalui bisnis inti dan pengembangan bisnis baru yang
dapat meningktkan pendapatan dan menunjang Program Kedaulatan Pangan Nasional;
3. Mengoptimalkan utilitas sumber daya di lingkungan sekitar maupun pasar global yang
didukung oleh SDM yang berwawasan internasional dengan menerapkan teknologi
terdepan;
4. Memberikan manfaat yang optimum bagi pemegang saham, karyawan, dan masyarakat
serta peduli pada lingkungan

2.2.3 Budaya

Untuk mencapai Visi dan Misi, Perusahaan membangun Budaya Perusahaan yang secara terus
menerus disosialisasikan kepada pegawai. Budaya kerja tersebut meliputi :
1. Achievement Oriented
Insan Pupuk Kaltim tangguh dan professional dalam mencapai sasaran Perusahaan dengan
menegakkan nilai-nilai : Profesional dan Tangguh;

9
2. Costumer Focus
Insan Pupuk Kaltim selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik dan berkomitmen pada
kepuasan pelanggan dengan menegakkan nilai-nilai : Perhatian dan Komitemn;
3. Teamwork
Insan Pupuk Kaltim harus menjalin sinergi dan bersatu dalam bekerja dengan
mengutamkan nilai-nilai : Sinergi dan Bersatu;
4. Visionary
Insan Pupuk Kaltim menjunjung tinggi kejujuran dan bertanggung jawab dengan
menjunjung nilai-nilai : Jujur dan Tanggung Jawab;
5. Enviromentally Friendly
Insan Pupuk Kaltim peduli terhadap lingkungan dan memberi manfaat bagi masyarakat
luas untuk keberlanjutan perusahaan dengan memperhatikan nilai-nilai : Peduli dan
Berkelanjutan.

2.2.4 Makna Logo

Gambar 2.1 Logo Pupuk Kaltim

1. Makna Logo
a. Segi lima melambangkan Pancasila merupakan landasan idiil perusahaan.
b. Daun dan buah melambangkan kesuburan dan kemakmuran
c. Lingkaran putih kecil adalah letak lokasi Bontang dekat Khatulistiwa
d. Tulisan PUPUK KALTIM melambangkan keterbukaan perusahaan memasuki era
globalisasi
2. Makna Warna
a. Warna Jingga melambangkan semangat sikap kreaktivitas membangun dan sikap
professional dalam mencapai kesuksesan usaha.
b. Warna Biru melambangkan keluasan wawasan Nusantara dan semangat intregitas untuk
membangun bersama serta kebijaksanaan dalam memanfaatkan sumber daya alam.

10
2.3 Lokasi Pabrik

Lokasi pabrik PT Pupuk Kalimantan Timur terletak di wilayah pantai kota Bontang, kira-kira
121 km sebelah utara Samarinda, Ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis terletak
pada 0o10’46,9” LU dan 117o29’30,6” BT. Pabrik tersebut terletak pada areal seluas 493 Ha.
Lokasi perumahan dinas karyawan terletak sekitar 6 km sebelah barat pabrik seluas 765 Ha.
Dasar pertimbangan lokasi pabrik :
1. Lokasi dekat dengan sumber bahan baku berupa gas alam;
2. Lokasi dekat dengan pantai sehingga memudahkan pengangkutan;
3. Lokasi berada di tengah daerah pemasaran pupuk untuk ekspor maupun pemasaran dalam
negeri;
4. Pemetaan Zone Industry; dan
5. Untuk perluasan pabrik karena luasnya lahan yang dimiliki.

2.3.1 Pabrik 1A

Pabrik-1A awalnya terbentuk karena gabungan dua buah pabrik yaitu gabungan dari PT. Kaltim
Pasifik Amoniak (PT. KPA) dan pabrik Proyek Optimasi Pupuk Kaltim (POPKA). Dimana
pembentukan Pabrik-1A ini diawali dari ditandatangani proses “Transfer Asset Agreement”
pada tanggal 13 Maret 2014 di Kantor Pupuk Indonesia (Persero), Jakarta. Oleh karenanya PT
Pupuk Kalimantan Timur (PKT) secara resmi mengambil alih pengoperasian PT Kaltim Pasifik
Amoniak (KPA) berupa pabrik amoniak berkapasitas 2000 Ton per hari dan fasilitas
pendukungnya. Dengan pengambilalihan aset ini, maka kapasitas produksi PKT bertambah
sebanyak 660 ribu Ton per tahun, sehingga total kapasitas produksi amoniak PKT menjadi 2,51
juta Ton per tahun.

Gambar 2.2 Pabrik 1A

11
2.3.2 Pabrik 2

Pada tahun 1982 dimulai pembangunan Pabrik 2 dengan kapasitas 1.500 Ton/hari amoniak dan
1.725 Ton/hari urea. MW Kellog Cooperation sebagai kontraktor utama menandatangani
kontrak pembangunan proyek pabrik tersebut bersama – sama dengan Toyo Menka Kaisha dan
Kobe Steel dari Jepang pada tanggal 24 Maret 1982. Pembangunan pabrik ini selesai pada
tanggal 29 Oktober 1984 dan mulai berproduksi secara komersial pada tangggal 1 April 1985.
Proses yang digunakan adalah proses MW Kellog untuk pembuatan amoniak dan proses
Stamicarbon untuk urea. Peresmian Pabrik-2 dilaksanakan bersamaan dengan peresmian
Pabrik-1 oleh Presiden RI yang pada masa itu dijabat oleh Pak Suharto, pada tanggal 28 Oktober
1984. Pada tahun 1999 dilaksanakan retrofit terhadap pabrik amoniak sehingga kapasitas
produksi menjadi 1800 Ton/hari.

Gambar 2.3 Pabrik 2

2.3.3 Pabrik 3

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pupuk nasional yang semakin meningkat, mulai tahun
1987 diputuskan untuk mendirikan Pabrik-3 (dengan konsep hemat energi) dengan kapasitas
1.000 Ton/hari amoniak dan 1.725 Ton/hari untuk urea dengan pemancangan tiang pertama
pada tanggal 19 Juni 1986 oleh Menteri Perindustrian Ir. Hartarto dan diresmikan oleh Presiden
RI Soeharto. Pembangunan proyek tersebut dipercayakan kepada PT. Rekayasa Industri
(Persero) sebagai kontraktor utama yang bekerja sama dengan Chiyoda Chemical Engineering
& Contr. Co. dan Toyo Menka Cooperation. Pabrik tersebut dilengkapi pula dengan sebuah

12
unit recovery hidrogen yang mengolah flash gas dan purge gas Pabrik-1, Pabrik-2, dan Pabrik-
3 yang disebut Hidrogen Recovery Unit (HRU) dari proses Constain Petrocarbon dan
ditempatkan di area Pabrik-2. Dengan dioperasikan unit ini dapat memberi tambahan produksi
amoniak Pabrik-3 sebesar 180 Ton/Hari. Adapun proses yang digunakan oleh Pabrik-3 adalah
proses Haldoer Topsoe untuk amoniak dan proses Stamicarbon Stripping untuk urea. Pabrik-3
diresmikan pada tanggal 4 April 1989.

Gambar 2.4 Pabrik 3

2.3.4 Pabrik 4

Proyek pembangunan Pabrik-4 ditangani oleh kontraktor utama PT. Rekayasa Industri dengan
Mitsubishi Heavy Industries, Japan. Kapasitas produksi untuk amoniak adalah 330.000
Ton/tahun dan 570.000 Ton/tahun untuk urea. Unit urea Pabrik-4 diresmikan pada tanggal 3
Juli 2002 dan unit amoniak Pabrik-4 diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 31 Mei 2004.
Sama seperti POPKA, Pabrik-4 pun memproduksi urea granul. Pabrik ini menggunakan proses
Haldor Topsoe untuk amoniak dan Snamprogetti untuk urea.

Gambar 2.5 Pabrik 4

13
2.3.5 Pabrik 5

Pabrik-5 mulai dibangun pada tanggal 25 Oktober 2012 dan diresmikan oleh Presiden Joko
Widodo pada tanggal 19 November 2015. Pabrik-5 dapat memproduksi urea 3.500 Ton/Hari
atau 1,15 juta Ton/tahun dan memproduksi amoniak 2.500 Ton/Hari atau 850 ribu Ton/tahun.
Pembangunan Pabrik-5 ini juga ditujukan untuk menggantikan produksi amoniak dan urea dari
Pabrik-1 yang sudah tidak efisien lagi.

Gambar 2.6 Pabrik 5

2.4 Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi perusahaan dibentuk untuk mempersatukan dan menggalang semua


aktivitas yang ada untuk mencapai tujuan. Bentuk perusahaan adalah perseroan terbatas Badan
Usaha Milik Negara dengan nama Pupuk Kalimantan Timur dengan sistem organisasi
mengikuti garis dan staf yang terdiri dari Dewan Direksi, Kepala Seksi, Kepala Kompartemen,
Kepala Departemen atau Biro, Kepala Bagian atau Superintendent, Kepala Seksi, Kepala Regu,
dan Pelaksana.

Dewan Direksi terdiri dari seorang Direktur Utama dan empat orang Direktur yaitu Direktur
Produksi, Direktur Teknik dan pengembangan, Direktur Komersil, dan Direktur Sumber Daya
Manusia dan Umum. Dewan Direksi bertanggung jawab kepada dewan komisaris yang
mewakili pemerintah sebagai pemegang saham, adapun tanggung jawab dan wewenangnya
adalah sebagai berikut:

14
1. Direktur Utama, memimpin organisasi perusahaan dan bertanggung jawab atas kelancaran
jalannya perusahaan kepada Dewan Komisaris;
2. Direktur Produksi, bertanggung jawab atas kelancaran produksi dan bertanggung jawab
kepada Direktur Utama;
3. Direktur Teknik dan Pengembangan, memimpin di bidang pengembangan dan peneltian
serta rancang bangun, perekayasa dan pengadaan dan bertanggung jawab kepada Direktur
Utama;
4. Direktur Komersil, memimpin di bidang pemasaran produk yang dihasilkan perusahaan
serta bertanggung jawab kepada Direktur Utama; dan
5. Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum, memimpin di bidang pengembangan sumber
daya karyawan dan dibidang umum dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.

Selain itu terdapat juga unsur bantuan yang terdiri dari beberapa kompartemen dan departemen
yang masing-masing dipimpin oleh General Manager untuk masing- masing kompartemen dan
manager untuk masing-masing departemen. Kompartemen terdiri atas :
1. General Manager,
2. Manager,
3. Kepala Bagian atau Superintendent,
4. Kepala Seksi dan
5. Pelaksana

Pada Perusahaan Pupuk Kaltim juga terdapat Kompartemen yang memiliki fungsi untuk
mengurus suatu bidang tertentu secara terfokus. Berikut di bawah ini merupakan Kompartemen
yang terdapat pada perusahaan PT Pupuk Kaltim :
1. Kompartemen SPI (Satuan Pengawas Internal),
2. Kompartemen Sekper (Sekretaris Perusahaan),
3. Kompartemen Operasi I,
4. Kompartemen Operasi II,
5. Kompartemen Teknologi,
6. Kompartemen Pemeliharaan,
7. Kompartemen Jasa Pelayanan Pabrik,
8. Kompartemen Pengadaan,
9. Kompartemen Teknik dan Sistem Informasi,
10. Kompartemen Investasi Pengembangan,

15
11. Kompartemen Pemasaran Non PSO,
12. Kompartemen Pemasaran PSO,
13. Kompartemen Administrasi dan Keuangan,
14. Kompartemen SDM, dan
15. Kompartemen Umum.

2.5 Produk yang Dihasilkan

Pupuk Kaltim sebagai usaha milik Negara yang menghasilkan profil yang baik, memiliki
beberapa produk unggulan hasil dari proses produksi pada Perusahaan PT Pupuk Kaltim.
Berikut di bawah ini :
1. Urea
Pupuk urea, disebut juga pupuk nitrogen (N), memiliki kandungan nitrogen 46%. Urea
dibuat dari reaksi antara amoniak dengan karbon dioksida dalam suatu proses kimia
menjadi urea padat dalam bentuk prill (ukuran 1-3 mm) atau granul (ukuran 2-4 mm) yang
keduanya diproduksi oleh Pupuk Kaltim. Urea prill paling banyak digunakan untuk segmen
tanaman pangan dan industri, sedangkan urea granul lebih cocok untuk segmen
perkebunan, meskipun dapat juga untuk tanaman pangan. Pupuk Urea dipasarkan dan
dijual dengan merek dagang Daun Buah dan Pupuk Indonesia. Khusus urea bersubsidi
dengan merek Pupuk Indonesia, produk urea berwarna pink.
a. Urea Pupuk Indonesia
Urea Pupuk Indonesia adalah merek yang digunakan khusus untuk pupuk Urea
Bersubsidi, berwarna merah muda (pink) dan diperuntukkan ke tanaman pangan.

Gambar 2.7 Urea Pupuk Indonesia

16
b. Urea Granul Daun Buah
Urea Granul Buah adalah merek yang digunakan untuk pupuk Urea Granul Non Subsidi
produksi Pupuk Kaltim, berwarna putih dengan ukuran butiran 2 - 4,75 mm.

Gambar 2.8 Urea Granul Daun Buah

c. Urea Prill Daun Buah


Urea Prill Daun Buah adalah merek yang digunakan untuk produk pupuk Urea Prill Non
Subsidi yang diproduksi oleh Pupuk Kaltim. Memiliki warna putih dengan ukuran
butiran 1 – 3,35 mm.

Gambar 2.9 Urea Prill Daun Buah

2. NPK Fertilizer
Produk pupuk majemuk NPK dari Pupuk Kaltim terdiri dari dua jenis, yaitu NPK Simple
blending dan NPK Fusion. NPK produk Pupuk Kaltim bisa dibuat dalam berbagai
komposisi, sesuai kebutuhan tanaman dan jenis tanah. Jenis pupuk ini mengandung tiga

17
unsur hara makro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Semua bahan baku NPK berupa
unsur N (nitrogen), P (fosfat) dan K (kalium) berkualitas tinggi. Pupuk NPK dipasarkan
dan dijual dengan merek dagang Pelangi Maxi, Pelangi Unggul, Pelangi Super, dan Pelangi
Prima.
a. Phonska Pupuk Indonesia
Phonska Pupuk Indonesia adalah merek yang digunakan untuk produk pupuk yang
bersifat majemuk NPK (Compound) Bersubsidi. Komposisi hara 15-15-15, memiliki
warna merah muda dan diperuntukkan ke tanaman pangan.

Gambar 2.10 Phonska Pupuk Indonesia

b. NPK Pelangi
NPK Pelangi adalah merek yang digunakan Perusahaan Pupuk Kaltim untuk produk-
produk Pupuk Majemuk NPK (Blending) Non Subsidi. Tampilan produk pupuk
berwarna-warni, yang diproduksi oleh Pupuk Kaltim dalam beberapa jenis komposisi
unsur hara.

Gambar 2.11 NPK Pelangi

18
c. NPK Pelangi Agro
NPK Pelangi Argo adalah merek produk yang digunakan Perusahaan Pupuk Kaltim
untuk produk-produk Pupuk Majemuk NPK (Compound), dengan tampilan produk
yang berwarna coklat.

Gambar 2.12 NPK Pelangi Agro

3. Ammonia
Amoniak digunakan sebagai bahan mentah dalam industri kimia. Amoniak yang
diproduksi oleh Pupuk Kaltim dipasarkan dalam bentuk cair pada suhu -33 derajat Celsius
dengan tingkat kemurnian minimal 99,5% dan campuran (impurity) berupa air maksimal
0,5%. Amoniak dibuat dari bahan baku gas bumi yang direaksikan dengan udara dan uap
air, yang diproses pada suhu dan tekanan tinggi secara bertahap melalui beberapa reaktor
yang mengandung katalis.

2.6 Proses Aliran Produksi

Berikut di bawah ini merupakan proses aliran produksi pada setiap produk pada Pupuk Kaltim:
1. Urea
Pembuatan urea dilaksanakan atas reaksi perturutan yaitu pembentukan karbamat dari
ammonia dan karbamat dioksida dan dilanjutkan dengan dehidrasikarmabat menjadi urea
dan H2O. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada aliran proses produksinya di bawah ini.

19
Gambar 2.13 Proses Aliran Produksi Urea

2. Amoniak
Amoniak dihasilkan dengan mensintesa gas hidrogen dan nitrogen pada tahun dan tekanan
tinggi dengan bantuan katalis. Selain amoniak juga dihasilkan CO2 di pabrik amoniak ini.

Gambar 2.14 Proses Aliran Produksi Amoniak

20
3. NPK
Bahan utama pupuk NPK adalah Clay, Potassium Chloride, Di-ammonium Phospate,
Magnesium Oxide, Boric Acid, dan Urea Granule. Magnesium Oxide dan Boric Acid di
gunakan bila ada permintaan dari customer. Bahan baku tersebut di atur komposisinya oleh
belt weight meter, untuk urea dari belt weight meter dikirim ke elevator dan masuk dalam
urea melter dimana urea prill akan berkontak dengan pipa steam sehingga dengan cepat
urea akan mencair. Nantinya urea melt akan bergabung dengan bahan baku lainnya di
dalam granulator. Setelah tercampur di dalam granulator, butiran NPK yang keluar dari
granulator di transfer menuju dryer 1. Di dalam dryer 1, NPK yang masih basah dipanaskan
dengan kontak langsung dengan udara panas dari furnace. Berikut ini adalah skema
pembuatan NPK Blending di Pupuk Kaltim dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 2.15 Proses Aliran Produksi Pupuk NPK Blending

Proses selanjutnya yaitu NPK masuk ke dalam proses screen. Dalam proses ini, NPK
disaring dan dipisahkan, dimana produk setengah jadi yang berukuran kurang dari 2,5 mm
akan jatuh kembali ke belt conveyor yang nantinya akan masuk kembali ke granulator.
Sedangkan produk setengah jadi yang lebih besar dari 2,5 mm, masuk ke dalam dryer 2.
Di dalam dryer 2, produk setengah jadi ini kembali dikeringkan menggunakan aliran udara
panas dari sistem furnace. Setelah itu ditransfer menuju Inlet Cooler, di dalam inlet cooler

21
produk setengah jadi didinginkan menggunakan udara ambient. Keluar dari cooler
kemudian dikirim ke screen untuk dipisahkan kembali, granul yang lebih besar dari 4,5mm
akan mengalir secara gravitasi ke dalam granul crusher dan akan dihancurkan kembali
yang nantinya akan masuk ke dalam granulator lagi. Sedangkan produk setengah jadi
dengan ukuran kurang dari 4,5mm mengalir ke produk screen untuk pemisahan lebih
lanjut. NPK granul yang keluar dari produk screen dengan ukuran 2,5 – 4,5 mm merupakan
produk jadi. Produk tersebut mengalir ke coating drum untuk dilapisi dengan anti caking.
Produk NPK granul yang telah keluar dari coating drum dikirim menuju hopper untuk
ditimbang dan dikantongi menggunakan alat automatic packing machine. Kemudian
dikirim ke dalam gudang. Berikut ini adalah skema pembuatan NPK Fusion di Pupuk
Kaltim dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 2.16 Proses Aliran Produksi NPK Fusion

2.7 Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk dar PT Pupuk Kaltim seperti amoniak, urea, dan NPK dapat dijabarkan
sebagai berikut

22
2.7.1 Amoniak

Kandungan dari Amoniak dapat dijabarkan di bawah ini.


1. Kandungan air : 0,1% wt (max)
2. Kandungan NH3 : 99,9% wt (min)
3. Kandungan minyak : 5 ppm wt (max)
4. Insoluble gas : 500 ppm wt (max)
5. Temperatur : -33 oC (ke storage), 20-38 oC (ke urea)

2.7.2 Urea

Kandungan dari urea dapat dijabarkan pada Tabel 2.

Tabel 2.4 Kandungan Urea


No Uraian Satuan Urea Prill Urea Granul
1 Nitrogen Total % wt (min) 46,30 46
2 Biuret % wt (max) 1 1
3 Moisture % wt (max) 0,3 0,5
4 Ukuran butiran Mm 1-2 2-4
5 Fe ppm wt (max) 0,1 1
6 NH3 Free ppm wt (max) 150 150

2.6.3 NPK

Kandungan NPK dapat dijabarkan di bawah ini :


1. Nitrogen : Sesuai formula
2. Fosfor sebagai P2O5 : Sesuai formula
3. Kalium sebagai K2O : Sesuai formula
4. Total N, P2O5 & K2O : Sesuai formula
5. Air : 3% wt (max)

23
2.8 Pemasaran Hasil Produksi

Dalam memenuhi penugasan Pemerintah kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) dalam


pemenuhan suplai pupuk Urea dan NPK bersubsidi di dalam negeri, Pupuk Kaltim menyiapkan
stok pupuk Urea dan NPK bersubsidi yang cukup untuk kebutuhan di masingmasing wilayah
distribusi sesuai ketentuan Pemerintah yang secara berkala ditetapkan melalui Surat Keputusan
Menteri Pertanian Republik Indonesia.

Pupuk Kaltim memproduksi dan mendistribusikan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian
sesuai dengan wilayah tanggung jawab, mulai dari Lini I hingga Lini IV berdasarkan prinsip 6
(Enam) Tepat, yaitu Tepat Jenis, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Tempat, Tepat Waktu dan
Tepat Mutu. Pupuk Kaltim selaku produsen wajib menjamin kelancaran penyaluran pupuk
bersubsidi. Gambar skema distribusi Pupuk Kaltim dapat dilihaat pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Skema Distribusi

Guna memenuhi pengugasan Pemerintah mengenai pemenuhan suplai pupuk urea, Pupuk
Kaltim memprioritaskann kebutuhan dalam negeri (Urea Bersubsidi) sesuai alokasi yang

24
diberikan oleh Pemerintah. Pupuk Kaltim menyiapkan stok yang cukup untuk kebutuhan di
masing-masing wilayah pemasaran, sehingga kelangkaan pupuk dapat diminimalisir. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Area Distribusi Pupuk Bersubsidi

Produk pupuk urea PT Pupuk Kaltim didistribusikan untuk memenuhii kebutuhan di Indonesia
bagian timur dan tengah, yang meliputi daerah :
1. Pemasaran Pupuk Urea
Produk pupuk urea PT Pupuk Kaltim didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan di
Indonesia bagian timur dan tengah yang meliputi daerah :
a. Jawa Timur
b. Bali
c. Kalimantan Timur
d. Kalimantan Tengah
e. Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara
f. NTB dan NTT
g. Maluku
h. Irian Jaya
Pemasaran urea ke luar negeri yang dilayani oleh PT Pupuk Kaltim berdasarkan kuota dari
PT Pupuk Indonesia Holding meliputi :
a. Malaysia
b. Vietnam
c. Jepang
d. China

25
e. Srilanka
f. Philipina
2. Pemasaran Amoniak
Produk Amonia sebagian dieskpor keluar negeri, antara lain :
a. Korea Selatan
b. India
c. Yordania
e. Tanzania
e. Spanyol
f.. Thailand
g. Malaysia
h. Jepang
i. Taiwan

Untuk area pemasaran pupuk nonsubsidi dapat di lihat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19 Area Distribusi Pupuk Nonsubsidi

2.9 Fasilitas Pabrik

Fasilitas pendukung Operasional pabrik PT Pupuk Kalimantan Timur antara lain dapat
dijabarkan sebagai berikut:

26
2.9.1 Laboratorium

PT Pupuk Kalimantan Timur memiliki 2 laboratorium, yaitu :


1. Unit Usaha Laboratorium (UUL)
UUL sebagai laboratorium pusat yang dimiliki oleh PT Pupuk Kalimantan Timur berfungsi
sebagai uji mutu dan kualitas dari bahan baku, hasil produksi, dan lingkungan. UUL juga
melayani jasa analisis dan kalibrasi bagi perusahaan-perusahaan kawasan industri di
Bontang.
2. Laboratorium Proses
Laboratorium Proses terdapat di setiap unit operasi pabrik PT Pupuk Kalimantan Timur.
Berfungsi sebagai pendukung kegiatan operasional dan menganalisa bahan-bahan proses
dari pabrik utility, pabrik amoniak, dan pabrik urea.

2.9.2 Pelabuhan

PT Pupuk Kalimantan Timur memiliki pelabuhan dengan 6 dermaga kapal, pelabuhan ini
beroperasi dengan efisien dan dilengkapi dengan fasilitas Urea Bulk Loading Area, Ammonia
Loading Arm, Bungker PIT, Fire Hydrant, dan tiga buah kapal muda. Pelabuhan yang dimiliki
PT Pupuk Kalimantan Timur memiliki kapasitas daya tampung kapal yang berbeda-beda,
berikut adalah daya tampung pada setiap kapal:
1. Dermaga-1 : (Construction Jetty) untuk kapasitas kapal hingga 6000 DWT dengan
maksimum kedalaman 5 meter,
2. Dermaga-2 : (BSL Ext. Ammonia Jetty) untuk kapasitas kapal hingga 40.000 DWT dengan
maksimum kedalaman 12 meter,
3. Dermaga-3 : (Quadrant Arm Loader) untuk kapasitas kapal hingga 40.000 DWT dengan
maksimum kedalaman 13 meter,
4. Dermaga-4 : (Tursina Jetty) untuk kapasitas kapal hingga 20.000 DWT dengan maksimum
kedalaman 9 meter, dan
5. Coal Boiler Jetty untuk kapal pengangkut batubara.

2.9.3 Jasa Pelayanan Pabrik

Jasa Pelayanan pabrik awalnya didirikan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur dengan nama
Industri Pelayanan Pabrik yang bertujuan agar tidak terlalu bergantung pada pihak luar dalam

27
hal pengadaan peralatan pabrik. Dengan membuat suku cadang dan komponen mesin pabrik
sendiri., biaya dapat diminimalkan dan tentunya kualitas dapat ditingkatkan, sehingga
operasional pabrik dapat lebih efisien. JPP atau Jasa Pelayanan Pabrik dilengkapi dengan unit
produksi permesinan yang menggunakan mesin CNC, unit produksi Foundary dan pengecoran
vakum, unit fabrikasi dan laboratorium metalurgi dan metrologi. Dengan desain lengkap,
peralatan yang persisi dan dengan teknologi terkini yang terkomputerisasi, kapasitas produksi
JPP dapat melebihi kebutuhan komponen dan suku cadang yang sesungguhnya untuk pabrik-
pabrik yang dimiliki oleh PT Pupuk Kalimantan Timur.

2.9.4 Gudang dan Pengantongan Urea

Unit yang berfungsi menangani hasil produksi Urea dalam hal penyimpanan, pengantongan,
dan pengapalan. Untuk unit pergudangan memiliki lima Urea Bulk Storage dengan kapasitas
sebagai berikut:
1. UBS 1 : 35.000 ton,
2. UBS 2 : 35.000 ton,
3. UBS 3 : 45.000 ton,
4. UBS 4 : 40.000 ton, dan
5. UBS 5 : 60.000 ton.

Untuk unit Urea, penkantongan memiliki tiga unit gudang Urea kantong. Gudang Urea kantong
1 memiliki kapasitas 5.000 ton untuk Gudang Urea 2 memiliki kapasitas 3.000 ton dan gudang
Urea kantong terbuka memiliki kapasitas 5.000 ton.

2.9.5 Pembangkit Listrik

PT Pupuk Kalimantan Timur memiliki 2 pembangkit yaitu :


1. STG : Steam Turbin Generator yang menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh
batubara. Pada PT Pupuk Kalimantan Timur. STG yang dimiliki sebanyak 2 buah, dengan
masing-masing tenaga yang dihasilkan sebesar 30 MW, dan
2. GTG : Gas Turbin Generator yang menggunakan Gas Alam sebagai pembangkit.

28
2.10 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sebagai perusahaan manufaktur berbasis bahan baku kimia, keselamatan merupakan hal yang
menjadi prioritas bagi Pupuk Kaltim. Sebagian besar pekerjaan secara khusus dirancang dan
dilengkapi dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang
dioperasikan mengikuti ketentuan yang ditetapkan. SMK3 dilaksanakan dalam rangka
pengendalian risiko kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, serta produktif.

Pupuk Kaltim juga memelihara aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan Hidup (K3LH) sebagai prioritas bisnis dan memberikan dukungan penuh terhadap
dilakukannya pelaksanaan K3LH. Efektivitas prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta
kemampuan tanggap darurat juga dievaluasi melalui Latihan Tanggap Darurat yang diadakan
secara berkala.

Selain itu, Pupuk Kaltim melaksanakan agenda rutin tahunan yang disebut Bulan K3. Kegiatan
ini diisi dengan serangkaian acara atau program yang bertujuan untuk mensosialisasikan aspek-
aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam aktivitas sehari-hari karyawan dan
keluarganya, mitra kerja dan masyarakat Bontang.

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pupuk Kaltim senantiasa mengedepankan
prinsip prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam segala aspek kegiatannya. Untuk
menekankan budaya K3 di Pupuk Kaltim, selain adanya Unit Kerja Departemen K3 juga
terdapat tim yang direkrut dari semua unit kerja yaitu Tim Gugus Penanggulangan Kebakaran,
P2K3, Tim P3K, Tim Evakuasi, Tim SAR dan petugas Safety Representatives yang sebagai
perwakilan unit kerja
1. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
Sesuai Undang undang No.1 Tahun 1970 tentang K3 dan peraturan Menteri Tenaga Kerja,
dibentuklah P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang
beranggotakan 60 orang yang terdiri dari wakil manajemen dan wakil karyawan. Setiap
bulan P2K3 mengadakan rapat rutin yang dihadiri seluruh anggota P2K3 termasuk wakil
dari serikat pekerja.

29
2. Safety Representatuves
Untuk membantu tugas tugas K3 di unit kerja, Pupuk Kaltim juga membentuk petugas
Safety Representatives yang berjumlah 155 orang sebagai perwakilan unit kerja.
3. Gugus Penanggulangan Kebakaran (Gupenkar)
Pupuk kaltim membentuk Tim Gugus Penanggulangan Kebakaran (Gupenkar)
yangmerupakan tenaga terlatih yang membantu unit kerja Pemadam Kebakaran
dalampenanggulangan kebakaran yang direkrut dari berbagai unit kerja dengan jumlah
anggota total 80 orang. Anggota Gupenkar dibagi empat kelompok berdasarkan
kemudahan koordinasi terutama bagi yang bekerja shift.
4. Bulan K3
Setiap tahun, perusahaan mengadakan kegiatan Bulan K3 sesuai Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kep-372/MEN/XI/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional tahun 2010 – 2014. Kegiatan ini diisi
dengan lomba Pemadam Kebakaran, pemasangan poster K3, lomba lintas alam K3 dan
seminar K3 tentang kesehatan jantung serta Behaviour Base Safety.
5. Latihan Tanggap Darurat
Pupuk Kaltim selalu menggelar latihan Tanggap Darurat di lingkungan pabrik dan
sekitarnya. Selain merupakan kewajiban rutin perusahaan dan karyawannya, latihan ini
sekaligus juga merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di sekitar
pabrik sebagai media sosialisasi dan latihan mengenai persiapan menghadapi kondisi
darurat.
6. Program Kesehatan Managed Care
Untuk memantau kondisi kesehatan, karyawan Pupuk Kaltim diwajibkan untuk melakukan
Check Kesehatan Berkala (CKB) setiap tahun sekali sesuai dengan peraturan Perusahaan,
selain itu Pupuk Kaltim juga menerapkan program managed care yang meliputi preventif,
promotif dan rehabilitative.

2.11 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pupuk Kaltim

Keselamatan adalah salah satu aspek penting dalam operasional pabrik kimia. Sebagian besar
masalah proses dan kerusakan peralatan dapat diatasi atau diperbaiki, dimana penanganannya
membutuhkan perhatian yang bertujuan untuk mengantisipasi terhadap tingkat bahaya yang

30
dapat mengancam keselamatan personal dan peralatan. Sikap dan perhatian para operator
merupakan faktor penting untuk menjalankan pabrik dengan aman.

Usaha kesehatan dan keselamatan kerja di Pupuk Kalimantan Timur mempunyai sasaran umum
dan khusus. Sasaran umum yang ingin dicapai dapat dilihat di bawah ini.
1. Perlindungan terhadap karyawan yang berada di tempat kerja, agar selalu terjamin serta
diwujudkan keselamatan dan kesehatannya.
2. Peningkatan produksi dan produktivitas kerja, perlindungan terhadap setiap orang yang
berada di tempat kerja agar selalu dalam keadaan aman dan sehat.
3. Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan digunakan
secara aman dan efisien.

Sedangkan secara khusus, usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara lain :
1. Mencegah dan/atau menurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan, dan penyakit akibat
kerja.
2. Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat kerja, bahan baku, dan bahan hasil produksi.
3. Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat, dan penyesuaian
antara pekerjaan dan manusia yang bekerja..
4. Menciptakan kondisi perusahaan sesuai dengan standar ISO 14001.

Secara khusus setiap karyawan dan tamu yang akan memasuki kawasan pabrik harus melewati
prosedur sebagai berikut :
1. Mengikuti Pengisian Data Pribadi dan Evaluasi (PDPE) yang dilaksanakan Departemen
KAMTIB
2. Mengikuti pengarahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diselenggarakan oleh
Biro K3LH.
3. Memiliki Badge dengan warna merah untuk lingkungan pabrik yang dikeluarkan oleh
Departemen KAMTIB
4. Menggunakan kelengkapan keselamatan, yaitu safety shoes, helm, earplug, dan earmuff
untuk tingkat kebisingan > 90 db (khusus di kawasan compressor house).

31
2.12 Kebijakan dan Program Lingkungan

Dalam mengembangkan bisnis dan keberlanjutan Perusahaan, Pupuk Kaltim memiliki


komitmen untuk melindungi lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati. Pupuk Kaltim telah
menerapkan sistem manajemen lingkungan yang telah tersertifikasi ISO 14001:2004 untuk
mengurangi dampak negatif aktivitas produksi terhadap lingkungan di sekitar Perusahaan.
Sebagai wujud kepedulian Perusahaan terhadap pambangunan yang berkelanjutan,
pertumbuhan kegiatan Perusahaan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dengan
menetapkan kebijakan-kebijakan antara lain:
1. Lingkungan,,
2. Konservasi Air dan Energi,
3. Pengurangan Pencemaran Udara,
4. Perlindungan Keanekaragaman Hayati,
5. Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan
6. Reduce, Reuce, dan Recycle (3R) Limbah Padat Non Berbahaya dan Beracun (B3)

Konsep pengelolaan limbah Pupuk Kaltim adalah 5R (Rethink, Reduce, Reuce, Recycle dan
Recovery) untuk mencegah dan mengurangi timbulan limbah atau limbah cair, emisi gas,
limbah padat dan limbah B3, yang dikelola dan dipantau sesuai peraturan perundangan dan
standar yang berlaku.

Perusahaan sangat menyadari pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan.


Perusahaan juga senantiasa membangun budaya berwawasan lingkungan dalam upaya menjaga
keberlanjutan Perusahaan. Oleh karena itu, sejumlah program telah dilaksanakan untuk
mencapai tujuan yaitu sebagai berikut:
1. Taman Penghijauan Wanatirta
Pupuk Kaltim memiliki Taman Penghijauan Wanatirta seluas 315 Ha, lahan yang telah
ditanami seluas 265 Ha. Taman Penghijauan Wanatirta bertujuan untuk tujuan melindungi
keanekaragaman hayati, menjaga iklim mikro dan sebagai daerah tangkapan air. Jumlah
tanaman yang telah ditanaman sejak 2004 hingga 2012 di Taman Penghijauan Wanatirta
berjumlah 112.403 pohon yang terdiri dari 121 jenis tumbuhan yang sebagian besar
merupakan tanaman khas Kalimantan Timur. Taman Penghijauan Wanatirta dapat dilihat
pada Gambar 2.20.

32
Gambar 2.20 Taman Penghijauan Wanatirta
2. Konversi Anggrek Hitam
Pupuk Kaltim berinisiatif melakukan penangkaran anggrek yang merupakan maskot flora
Kalimantan Timur yang dilindungi oleh PP RI Nomor 7 Tahun 1999 dengan teknik kultur
jaringan yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Pengembangan
Usaha Bidang Agro. Pupuk Kaltim telah memiliki Izin Usaha Penangkaran dari Dirjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK.59/IVSET/2011. Pupuk Kaltim juga
telah memiliki Izin Edar dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nomor SI-
2397/BKSDA/1.4/2011 untuk mempopulerkan Anggrek Hitam dan membuka akses bagi
masyarakat yang ingin memiliki anggrek hitam secara legal. Konservasi Anggrek Hitam
dapat dilihat pada Gambar 2.21.

Gambar 2.21 Konservasi Anggrek Hitam

3. Konservasi Mangrove
Pupuk Kaltim berinisiatif mendukung program Pemerintah Kota Bontang untuk
merehabilitasi mangrove di wilayah Kedindingan dengan ikut menanam 20.000 bibit
mangrove. Penanaman mangrove melibatkan masyarakat di sekitar Pupuk Kaltim.
Sebelum dilakukan penanaman mangrove, masyarakat diberikan bimbingan teknis dan
pelatihan agar penanaman dan perawatan mangrove berjalan dengan baik. Pupuk Kaltim
juga berupaya untuk menjaga kelestarian mangrove dan biota perairan yang terasosiasi
mangrove. Pupuk Kaltim menetapkan Wana Konservasi mangrove seluas 22 Ha di
kawasan industri Pupuk Kaltim yang dilengkapi dengan jalan inspeksi dan tiga buah
gazebo untuk monitoring mangrove. Konservasi mangrove dapat dilihat pada Gambar 2.22.

33
Gambar 2.22 Konservasi Mangrove

4. Pembuatan dan Peletakan Terumbu Buatan


Program pembuatan dan peletakan terumbu buatan dilakukan secara konsisten dan
berkelanjutan. Sejak 2009 hingga 10 tahun ke depan, Pupuk Kaltim konsisten menurunkan
terumbu buatan sebanyak 500 setiap tahun di perairan Tobok Batang. Program ini
bersinergi dengan Pemerintah Kota Bontang dalam merehabilitasi ekosistem terumbu
karang di laut Bontang. Pupuk Kaltim memberdayakan masayarkat di sekitar Perusahaan
dalam pembuatan, peletakan dan pengecekan terumbu buatan. Pembuatan dan Peletakan
Terumbu Buatan dapat dilihat pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23 Pembuatan dan Peletakkan Terumbu Buatan

2.13 Penanganan Limbah

Salah satu kegiatan lingkungan yang dilakukan adalah melaksanakan Sistem Manajemen ISO
14001 / 9002, yang diaudit secara internal dan eksternal untuk mendapatkan cara yang lebih
baik lagi untuk mengontrol bahan pencemar. Kegiatan lainnya meliputi monitoring rutin agar
tidak ada bahan pencemar yang mengalir ke laut. Hasil dari monitoring kehidupan laut di
perairan Pupuk Kaltim menunjukkan hasil tetap sama dengan keadaan sebelumnya. Monitoring
terhadap gas buangan juga dilakukan untuk menjaga standar kualitas yang ditetapkan oleh

34
Menteri Lingkungan Hidup. Monitoring bulanan terhadap polusi suara juga dilakukan untuk
mencapai batas toleransi.

Limbah yang dihasilkan dari proses produksi amoniak dan urea adalah :
1. Limbah Cair
Buangan tersebut berasal dari
a. Unit utility yang berupa air yang tidak terkontaminasi dan yang terkontaminasi,
b. Pabrik amoniak dn urea yang berupa air terkontaminasi, dan
c. Mesin-mesin dan penampang pelumas yang berupa air dengan kandungan minyak
sangat tinggi
Pengolahan air buangan dilakukan dalam sebuah bak yang disebut Neutralization Pond.
Air buangan tersebut berupa larutan regeneran dan regenerasi resin penukar ion, buangan
benfield, buangan dari penampungan asam dan basa serta dari buangan unit ammonia dan
urea dengan kandungan CO2 yang tinggi. Pengolahan dilakukan denganpenambahan asam
dan basa untuk netralisasi.

Kondensat–kondensat air dari berbagai proses kondensasi, absorpsi atau scrubbing


mengandung sejumlah urea, ammonia dan karbon dioksida terlarut. Kondensat– kondensat
tersebut mengalir turun melalui kaki barometric dan dikumpulkan dalam tanki air
ammonia. dan CO2 terlarut dalam air tersebut dikeluarkan dengan proses desorpsi.
Ureadihidrolisa terlebih dulu agar menjadi ammonia dan CO2.

Air dari tanki air–ammonia setelah mengalami pemindahan panas (pemanasan)


dimasukkan ke kolom desorpsi. Dalam kolom ini bertemu langsung dengan aliran gas/uap
dari hasil hidrolisa dan desorpsi tahap kedua. Aliran gas membawa NH3 yang terlarut,
sejumlah air keluar kolom desorpsi dan mengalir ke kondensor karbamat tekananrendah
untuk selanjutnya mengikuti proses daur ulang.

Hidrolisa berlangsung pada tekanan 17 kg/cm2abs dan dipanasi dengan steam tekanan
tinggi. Uap/gas dari hidrolisa diteruskan untuk desorpsi pada kolom ke satu. Air yang
keluar dari kolom hidrolisa diekspansikan dalam pemindah panas untuk diteruskan ke
kolom desorpsi ke dua.

35
Kolom desorpsi kedua, ammonia dan CO2 sisa yang terbentuk pada hidrolisa dikeluarkan
dengan menggunakan steam tekanan rendah. Uap atau gas yang keluar dari kolom ini
diumpankan ke kolom desorpsi pertama. Air yang telah dibebaskan dari zat terlarut (dari
desorpsi ke dua) dilewatkan pemindah panas untuk memanaskan air– ammonia yang
masuk ke kolom desorpsi pertama danseterusnya didinginkan. Air yang diperoleh
diharapkan hanya mengandung 100 ppm urea dan 50 ppm ammonia.
2. Limbah Gas
Berupa gas NH3 dan CO2 yang dihasilkan dari proses kondensasi pada Condensate Stripper
di pabrik ammonia. Limbah ini dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan efisiensi bahan
baku dan mengurangi pencemaran lingkungan. Sedangkan limbah gas N2, O2 dan sedikit
H2 yang keluar dari HP Scrubber dibuang ke lingkungan karena telah memenuhi baku mutu
lingkungan.
3. Limbah Padat
Debu urea yang lolos ke atmosfer dari sistem dust chamber pada unit prilling tower
diminimalisir dengan menghembuskan kembali ke prilling tower dengan ejector.

2.14 Afiliasi dan Anak Perusahaan Pupuk Kaltim

Selain menghasilkan amoniak dan urea, pabrik Pupuk Kalimantan Timur juga menghasilkan
produk sampingan berupa nitrogen, oksigen, dan karbondioksida. Selanjutnya untuk
perkembangan produk selain produk tersebut, maka dibuka beberapa anak perusahaan sebagai
berikut :
1. PT Kaltim Industrial Estate
Bergerak di bidang penyediaan lahan industri dengan luas 230 ha dan berbagai fasilitas
pendukung, termasuk sarana pengolahan limbah serta gedung perkantoran. Berlokasi di
Kawasan Bisnis Pupuk Kaltim, Bontang, perusahaan ini dimiliki oleh PT Pupuk
Kalimantan Timur (99,998%) dan YKHT Pupuk Kaltim (0,002%).
2. PT Pupuk Agro Nusantara
PT Pupuk Agro Nusantara (PAN) bergerak di bidang industri pupuk NPK dengan kapasitas
per tahun sebesar 2x100.000 ton. Perusahaan ini dimiliki oleh PT Pupuk Kalimantan Timur
(51%), PT Perkebunan Nusantara IV (34%) dan PT Perkebunan Nusantara V (15%).

36
3. PT Kalimantan Agro Nusantara
PT Kalimantan Agro Nusantara (Kalianusa) bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit.
Saat ini Kalianusa sudah memulai usahanya pada lahan seluas 7.100 hektar di Kabupaten
Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Kalianusa merupakan perusahaan patungan
antara PT Perkebunan Nusantara XIII (51%) dan PT Pupuk Kalimantan Timur (49%) yang
didirikan pada tanggal 14 September 2009.
4. PT Pukati Pani
Didirikan tanggal 5 Mei 2003, bergerak dalam bidang perindustrian terutama industri
ammonium nitrat. Namun hingga saat ini PT Pukati Pani belum melaksanakan kegiatannya.
Perusahaan ini dimiliki oleh PT Pupuk Kalimantan Timur (34,96%) dan PT Suma Energi
Nusantara (65,04%).
5. PT Kaltim Sahid Baritosodakimia
PT Kaltim Sahid Baritosodakimia (KSB) didirikan pada tanggal 8 Mei 1991 dan bergerak
di bidang produksi dan penjualan soda ash. Kapasitas produksi soda ash yang direncanakan
adalah 150.000 ton per tahun dengan nilai investasi sebesar USD 80 juta. KSB merupakan
perusahaan patungan antara PT Pupuk Kalimantan Timur (20%), PT Tunggal Setia
Pratama (30%) dan PT Huma Cakrawala (50%).
6. PT OCI Kalimantan Melamine (OKM)
PT OCI Kaltim Melamine (OKM) memproduksi dan memperdagangkan bahan baku
melamin. Perusahaan ini beroperasi sejak Desember 1996 dengan kapasitas produksi
50.000 ton melamin per tahun. Perusahaan berkedudukan di Kawasan Industri Pupuk
Kaltim Bontang, dengan nilai investasi USD 124 juta. OKM merupakan perusahaan
patungan antara PT Pupuk Kalimantan Timur (19,998%), Yayasan Pupuk Kaltim
(0,002%), Barito Pacific Lumber Company (20%) dan OCI Melamine (60%).
7. PT Rekayasa Industri
PT Rekayasa Industri (Rekind) bergerak dalam bidang engineering, procurement,
construction, dan commissioning serta merupakan usaha patungan antara PT Pupuk
Kalimantan Timur (4,79%), Pemerintah Republik Indonesia (4,97%) dan PT Pupuk
Sriwidjaja (90,06%).
8. PT Pukati Pelangi Agro Makmur
Didirikan di Semarang pada tanggal 14 Agustus 2003, PT Pukati Pelangi Agromakmur
(PPA) bergerak di bidang produksi dan pemasaran pupuk NPK dengan kapasitas produksi
50.000 ton per tahun. PPA merupakan perusahaan patungan antara PT Pupuk Kalimantan

37
Timur (19%), Yayasan Pupuk Kaltim (11%) dan PT Saprotan Nusantara Agro Utama
(70%).
9. PT Pukati Pelangi Patani Berseri
Didirikan di Cirebon, Jawa Barat, pada tanggal 19 September 2003, PT Pukati Pelangi
Patani Berseri bergerak di bidang pemasaran pupuk NPK dengan kapasitas produksi
50.000 ton per tahun. Perusahaan ini merupakan usaha patungan antara PT Pupuk
Kalimantan Timur (19%), Yayasan Pupuk Kaltim (11%) dan PT Pelangi Prima Nusantara
(70%).
10. PT Kaltim Nusa Etika (KNE)
11. PT Kaltim Multi Boga Utama (KMBU)
12. PT Daun Buah
13. PT Kaltim Cipta Yasa (KCY)
14. PT Kaltim Adhiguna Dermaga (KAD)
15. PT Kaltim Bahtera Adhiguna (KBA)

Selain itu didirikan juga beberapa perusahaan patungan dengan perusahaan besar nasional dan
internasional, seperti :
1. PT Kaltim Methanol Industri
2. PT Kaltim Parna Industri
3. PT Kaltim Nitrat Industri
4. PT Kaltim Soda Ash

2.15 Corporate Social Responsibility (CSR)

Sejak awal keberadaannya Pupuk Kaltim telah menjalankan kegiatan bisnisnya disertai rasa
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar perusahaan. Berbagai kegiatan
telah dilaksanakan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat serta menciptakan hubungan
harmonis dengan para pemangku kepentingan.

2.15.1 Master Plan CSR

Pupuk Kaltim mempunyai Masterplan Corporate Social Responsibility (CSR) yang di


dalamnya memuat strategi dan acuan dalam rangka mencapai visi dan misi Corporate Social

38
Responsibility (CSR) Pupuk Kaltim. Berikut penjabaran mengenai visi dan misi Corporate
Social Responsibility (CSR) Pupuk Kaltim.
1. Visi
Visi dari Corporate Social Responsibility (CSR) Pupuk Kaltim adalah “Terwujudnya
Harmoni Perusahaan dan Masyarakat Menuju Peningkatan Kesejahteraan dan
Kemandirian yang Berkelanjutan”
2. Misi
Dari visi yang ada dapat diraih dengan beberapa misi yaitu sebagai berikut :
a. Mewujudkan keserasian lingkungan hidup secara berkelanjutan,
b. Memberdayakan potensi sumber daya menuju peningkatan kualitas hidup dan
kemandirian masyarakat,
c. Meningkatkan citra positif perusahaan dikalangan stakeholders, dan
d. Membangun sinergi perusahaan dengan stakeholders untuk keberlanjutan operasional
perusahaan.

Menghadapi tantangan bisnis demi keberlanjutan Perusahaan di masa yang akan datang, Pupuk
Kaltim menterjemahkannya dengan Rencana Induk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(Masterplan Corporate Social Responsibility) Pupuk Kalitim. Wujud kebermanfaatan ini
dikawal langsung oleh Direktur SDM dan Umum yang pelaksanaannya diwakili oleh sebuah
komite melalui SK Direksi No. 69/DIR/IX.2012 yang selanjutnya dinamakan Komite
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pupuk Kaltim.

Desain program Masterplan CSR Pupuk Kaltim disusun ke dalam dua bagian. Bagian pertama
adalah menjalankan kewajiban perusahaan dalam mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui peraturan Mentri Negara BUMN No. PER-05/ MBU/2007. Bagian kedua
adalah Pembinaan Wilayah (BINWIL) dan pemberdayaan lainnya melalui bantuan-bantuan
dari unit kerja di Pupuk Kaltim dengan total sebesar Rp 18,3 miliar pada tahun 2012.

Dalam aktivitasnya Pupuk Kaltim senantiasa berupaya berjalan beriringan dengan masyarakat,
terutama komunitas lokal. Melalui sosialisasi program kegiatan, mendengarkan harapan dan
kebutuhan komunitas lokal secara langsung adalah salah satu langkah Perusahaan untuk
mencegah dan menghindari dampak negative kegiatan Perusahaan. Selain itu dalam
pelaksanaan program CSR Pupuk Kaltim juga berupaya mengacu pada indikator standar
internasional yang tertera dalam ISO 26000 agar dapat mempermudah semua pihak untuk

39
melihat transparansi dan akuntabilitas setiap program yang telah dilaksanakan pada lingkungan
Perusahaan atau Masyarakat. Adapun enam pilar program CSR Pupuk Kaltim adalah sebagai
berikut:
1. Pembangunan Kapal Manusia
Perusahaan berkomitmen untukmenciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal
baik di internal dan eksternal serta memberdayakan masyarakat melalui Community
Development.
2. Penguatan Ekonomi
Perusahaan berkomitmen untuk memberdayakan potensi sumberdaya lokal dalam rangka
membangun perekonomian masyarakat sekitar.
3. Pengembangan Sinergi dan Kemitraan
Perusahaan berkomitmen mensinergikan sumberdaya perusahaan, masyarakat dan
pemerintah untuk menciptakan harmonisasi.
4. Penguatan Tata Kelola Organisasi
Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan berkomitmen menjalankan tata kelola bisnis
dengan baik.
5. Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan
Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.
6. Peningkatan Komunikasi Publik
Perusahaan berupaya untuk meningkatkan sikap positif guna membangun citra positif
publik.

2.15.2 Pemberdayaan Ekonomi

Pupuk Kaltim menaruh perhatian besar terhadap peningkatan kesejahteraan dan kemandirian
ekonomi masyarakat dengan menjalankan program-program untuk membantu pengusaha kecil
dan menengah. Program dibidang pemberdayaan ekonomi masyarakat dijalankan melalui
Program Kemitraan yaitu sebagai berikut:
1. Program Kemitraan
Pupuk Kaltim menaruh perhatian besar terhadap peningkatan kesejahteraan dan
kemandirian ekonomi masyarakat dengan menjalankan program-program untuk membantu
pengusaha kecil dan menengah. Program dibidang pemberdayaan ekonomi masyarakat
dijalankan melalui Program Kemitraan. Program kemitraan Pupuk kaltim dapat dilihat
pada Gambar 2.24.

40
Gambar 2.24 Program Kemitraan
2. Pemberdayaan Pengusaha Lokal
Pembinaan dan pemberdayaan pengusaha lokal Bontang untuk pengadaan barang dan jasa
Perusahaan. Pemberdayaan Pengusaha Lokal dapat dilihat pada Gambar 2.25.

Gambar 2.25 Pemberdayaan Pengusaha Lokal

3. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir


Rangkaian program untuk membina masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan
keluarganya, di Bontang dan Kalimantan Timur. Bentuk pembinaan adalah pemberian
pinjaman modal usaha, bantuan fasilitas pendidikan untuk masyarakat pesisir, bimbingan
teknis, pemberian alat bantu seperti lampu celup bawah air, mesin perahu, dan lain-lain.
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dapat dilihat pada Gambar 2.26.

41
Gambar 2.26 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

2.15.3 Pemberdayaan Sosial dan Budaya

Adapun pemberdayaan sosial dan budaya Pupuk Kaltim adalah sebagai berikut :
1. Bina Lingkungan
Bantuan dalam bentuk hibah dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Program
Bina Lingkungan diwujudkan dalam bentuk kontribusi dibidang kesehatan, pendidikan,
bantuan bencana alam, fasilitas umum, fasilitas peribadatan dan pelestarian lingkungan.
2. Pupuk Kaltim Peduli Pendidikan
Program ini memberi kesempatan kepada siswa SMA/sederajat di Bontang dan Kaltim
untuk mendapatkan beasiswa penuh dan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi
ternama di Indonesia, seperti UGM, ITB, Unair, IPB, UI dan lain-lain. Seluruh biaya
pendidikan dan biaya hidup ditanggung oleh perusahaan mulai dari awal hingga lulus.
Hingga 2012, program ini telah diikuti oleh 86 siswa/siswi dari Bontang dan Kaltim.
3. Pembinaan Wilayah
Program Bina Wilayah lebih banyak memberikan bantuan dalam bentuk pembinaan yang
merupakan salah satu strategi perusahaan dalam memberdayakan masyarakat (Pola
Stewardship), kegiatan seperti magang bagi tenaga pengaman, pelatihan welder untuk
masyarakat dan pelatihan menyelam bagi nelayan di Bontang merupakan salah satu upaya
perusahaan untuk mengembangkan tingkat kompetensi SDM sekitar khususnya kota
Bontang.
4. Program Pembinaan Olahraga dan Seni Budaya
Melalui dana Pembinaan Wilayah Pupuk Kaltim juga melakukan pembinaan kegiatan di
bidang olahraga dan seni budaya. Pembinaan seperti olahraga Tenis Meja (Persatuan Tenis

42
Meja Mandau) dan diklat Sepakbola Mandau untuk pendidikan pesepakbola muda.
Sedangkan pembinaan di bidang seni budaya setiap tahunnya Pupuk Kaltim membina
Marching Band PKT (MB-PKT) Bontang, peserta dari Marching Band Pupuk Kaltim
adalah anak-anak muda yang berada di sekitar perusahaan, melalui pelatihan dan
pengembangan potensi music Marching Band Pupuk Kaltim meraih gelar juara nasional
Grand Prix Marching Band sebanyak 10 kali.

2.15 Departemen Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa

Tugas dari Departemen Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa secara garis besar adalah
melaksanakan pekerjaan di bidang perencanaan dan pengendalian logistik perusahaan yang
meliputi perencanaan pembelian Material, mengendalikan jumlah persediaan serta administrasi
logistik. Pada dasarnya tujuan dari Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa adalah untuk
mengendalikan persediaan gudang agar dapat melayani permintaan dari pemakai (user) dengan
baik, dengan nilai persediaan yang optimum, sehingga departemen ini ikut bertanggung jawab
terhadap kontinuitas produksi perusahaan. Departemen Perencanaan Pengadaan Barang dan
Jasa juga melayani permintaan atas barang bukan persediaan (non stock) untuk keperluan
perusahaan, mengadakan evaluasi teknis serta estimasi harga, sehingga diusahakan apa yang
direncanakan untuk dibeli sesuai dengan keperluan pemakai (user). Selain itu pada perencanaan
pengadaan jasa meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan jasa seperti sewa menyewa
mobil, cleaning service, jasa pemeliharaan taman dan lain sebagainya.

2.15.1 Struktur Organisasi Departemen Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa

Struktur organisasi adalah suatu susunan antara tiap bagian serta posisi pada suatu organisasi
dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan perusahaan. Diagram struktur
organisasi dari Departement Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa dapat dilihat pada
Gambar 2.27.

43
Gambar 2.27 Struktur Organisasi Departemen PPB&J

2.15.2 Job Description Departemen Perencanaan Pengadaan

Job Description Departemen PPB&J dibagi menjadi lima bagian dengan job description
Departemen PPB&J dijabarkan sebagai berikut :
1. Bagian perencanaan spareparts dan nonspareparts
Job Description pada perencanaan spareparts dan nonspareparts adalah bagian tim
pelaksana dalam merencanakan dan menyediakan spareparts dan nonspareparts untuk
kebutuhan perusahaan yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan secara umum dan
mengendalikan nilai persediaan secara periodik maupun kontinu dan bertanggung jawab
untuk menjaga persediaan material dan memutuskan bahwa stock di gudang masih ada atau
sudah harus beli.
2. Bagian perencanaan pengadaan bahan baku dan bahan penolong
Job Description pada perencanaan bahan baku dan bahan penolong adalah bagian tim
pelaksana dalam merencanakan segala jenis bahan baku maupun bahan penolong yang
digunakan oleh Pupuk Kaltim yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan secara
umum dan mengendalikan nilai persediaan secara periodik maupun kontinu dan
bertanggung jawab untuk menjaga persediaan bahan dan memutuskan bahwa stock di
gudang masih ada atau sudah harus beli.

44
3. Bagian perencanaan pengadaan jasa
Job Description pada perencanaan jasa adalah bagian tim pelaksana dalam merencanakan
segala jenis jasa yang digunakan oleh Pupuk Kaltim yang nantinya akan digunakan untuk
kebutuhan secara umum diluar aktivitas produksi yaitu berupa service, kontrak bangunan,
kontrak kerja, sewa menyewa jasa, dan lain sebagainnya secara periodik maupun kontinu
dan bertanggung jawab untuk mengatur jasa yang digunakan dan memutuskan kapan akan
dilakukan pengadaan jasa.
4. Bagian identifikasi dan standarisasi material (ISM)
Job Description pada bagian identifikasi dan standarisasi material (ISM) adalah memeriksa
spareparts dan nonsparepart setiap item untuk menganalisa mengenai kebenaran
spesifikasinya, mengamati katalog item stock untuk mengurangi jumlah item stock tanpa
mengurangi pelayanan kepada pemakai, dan mengkoordinasi sistem kodifikasi paper work
seperti kode penomoran permintaan pembelian dan merencanakan penggunaan kodifikasi
untuk internal departemen maupun antar departemen di Pupuk Kalimantan Timur.
5. Vendor Manajemen
Job Description pada vendor manajemen adalah bagian tim pelaksana dalam hal perjanjian
kontrak dengan vendor atau supplyer yang digunakan oleh Pupuk Kaltim yang nantinya
akan membantu dalam hal kerjasama secara umum baik yang berhubungan langsung
maupun tidak langsung dengan aktivitas produksi yang secara periodik maupun kontinu
dan bertanggung jawab untuk mengatur segala jenis supplyer untuk melakukan kontrak
yang digunakan dan memutuskan kapan akan dilakukan perjanjian kerja sama.

45
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Produk

Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta,
dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan
pasar yang bersangkutan. Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen
atas sesuatu yang bisa ditawarkan, sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas
organisasi serta daya beli pasar.

Definisi produk menurut Stanton (1997) adalah sebagai berikut : “produk adalah sekumpulan
atribut yang nyata, didialamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestise pabrik, prestise
pengecer dan pelayanan dari pabrik serta pengecer mungkin diterima oleh pembeli sebagai
sesuatu yang mungkin bisa memuaskan keinginannya.”

Definisi produk menurut Kotler Armstrong (2000) adalah sebagai berikut : “produk adalah
segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian, dibeli, dipergunakan,
atau dikonsumsi dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.

Berdasarkan dua define mengenai produk di atas maka disimpulkan bahwa produk merupakan
segala sesuatu yang ditawarkan produsen kepada konsumen dan mampu memberikan kepuasan
bagi penggunanya. Selain itu, produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang
dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Secara lebih rinci, konsep produk total
meliputi barang, kemasan, merek, label, pelayanan, dan jaminan.

3.1.1 Atribut Produk

Suatu produk biasanya diikuti oleh serangkaian atribut-atribut yang menyertai suatu produk,
meliputi beberapa hal antara lain sebagai berikut :

46
1. Merek
Merek adalah simbol yang dirancang untuk mengidentifikasi produk yang ditawarkan
penjual. Fungsi merek adalah untuk membedakan suatu produk perusahaan pesaingnya,
untuk mempermudah konsumen mengidentifikasi produk dan meyakinkan konsumen akan
kualitas produk yang sama jika melakukan pembelian ulang. Merek memegang kendali
yang besar dalam keputusan pembelian. Merek digunakan oleh pemasar untuk beberapa
tujuan yaitu sebagai berikut :
a. sebagai identitas yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan produk suatu
perusahaan dengan produk pesaingnya
b. Sebagai alat promosi, yaitu sebagai alat daya tarik produk.
c. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan, kualitas, serta
prestise tertentu kepada konsumen.
d. Untuk mengendalikan pasar.
2. Kemasan
Kemasan diandalkan khusus untuk mendapatkan manfaat perlindungan dan kemudahan
fungsi konsumen dalam pemasaran untuk melindungi dan menjaga keamanan produk.
Pemberian kemasan pada suatu produk bisa memberikan tiga (3) manfaat utama, yaitu :
a. Manfaat Komunikasi
Manfaat utama kemasan adalah sebagai media pengungkapan informasi produk kepada
konsumen. Informasi tersebut meliputi cara menggunakan produk, komposisi produk,
dan informasi khusus (efek samping, frekuensi pemakaian dan lain sebagainya).
b. Manfaat Fungsional
Kemasan seringkali pula memastikan peranan fungsional yang penting, seperti
memberikan kemudahan, perlindungan, dan penyimpanan.
c. Manfaat Perseptual
Kemasan juga bermanfaat dalam menanamkan persepsi tertentu dalam benak
konsumen.
3. Pemberian Label
Labeling berkaitan erat dengan pengemasn. Label merupakan bagian dari suatu produk
yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual. Sebuah label bisa
merupakan bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan etiket (tanda pengenal) yang
diletatkan pada produk. Dengan demikian ada hubungan erat antara labeling, packing, dan
branding. Secara garis besar terdapat tiga macam label yaitu sebagai berikut :

47
a. Brand label, yaitu nama merek yang diberikan kepada produk atau dicantumkan pada
kemasan.
b. Descriptive label, yaitu label yang memberikan informasi obyektif mengenai
penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian dan kinerja produk, serta
karakteristik-karakteristik lainnya yang berhubungan dengan produk.
c. Grade label, yaitu label yang mengidentifikasi penilian kualitas produk (product’s
judgend quality) dengan suatu, angka, atau kata.
4. Layanan Pelengkap
Merupakan ciri pembentukan citra produk yang sulit dijabarkan karena bersifat intangible
(tidak berwujud) yang biasanya terdapat pada service atau jasa. Dewasa ini produk apapun
tidak terlepas dari unsur jasa atau layanan, baik itu jasa sebagai produk intiu maupun jasa
sebagai pelengkap. Layanan pelengkap dapat diklasifikasikan menjadi delapan kelompok
yaitu sebagai berikut :
a. Informasi
Misalnya jalan/arah menuju tempat produsen, jadwal atau schedule penyampaian
produk/jasa, harga, instruksi, mengenai cara menggunakan produk inti atau layanan
pelengkap, peringatan (warnings), kondisi penjualan/layanan, pemberitahuan adanya
perubahan, dokumentasi, konfirmasi reservasi, rekapitulasi rekening, tanda terima dan
tiket.
b. Konsultasi
Seperti pemberian saran, auditing, konseling pribadi, dan konsultasi manjemen/teknis.
c. Order taking
Meliputi aplikasi (keanggotaan di klub atau program tertentu), jasa berbasis kualifikasi
(misalnya perguruan tinggi), order entry, dan reservasi (tempat duduk, meja, ruang),
professional appointments, admisi untuk fasilitas yang terbatas (contohnya pameran).
d. Hospitaly
Di antaranya sambutan, food and beverages, toilet, dan kamar kecil, perlengkapan
kamar mandi, fasilitas menunggu (majalah, hiburan, koran, ruang tunggu), transportasi,
dan security.
e. Caretaking
Terdiri dari perhatian dan perlindungan atas barang milik pelanggan yang mereka bawa
(parker kendaraan roda dua dan roda empat, penanganan bagasi, titipan tas, dan lain-
lain), serta perhatian dan perlindungan atas barang yang dibeli pelanggan (pengemasan,

48
transportasi, pengantaran, instalasi, pembersihan, inspeksi, dan diagnosis, pemeliharaan
preventif, reparasi, dan inovasi, upgrades).
f. Exceptions
Meliputi permintaan khusus sebelum penyampaian produk, mengenai
komplain/pujian/saran, pemecahan masalah (jaminan dan garansi atas kegagalan
pemakain produk, kesulitan yang muncul dari pemakaian produk, kesulitan yang
disebabkan kegagalan produk, termasuk masalah dengan staf atau pelanggan lainnya),
dan restitusi (pengembalian uang, kompensasi, dan sebagainya).
g. Biliing
Meliputi laporan rekening periodic, faktur untuk transaksi individual, laporan verbal
mengenai jumlah rekening, mesin yang memperlihatkan jumlah rekening, dan self-
billing.
h. Pembayaran
Berupa swalayan oleh pelanggan, pelanggan berinteraksi dengan personil perusahaan
yang menerima pembayaran, pengurangan otomatis atas rekening nasabah, serta kontrol
dan verifikasi.
5. Jaminan Produk
Jaminan adalah janji yang merupakan kewajiban produsen atad produknya kepada
konsumen, di mana konsumen akan diberikan ganti rugi bila produk ternyata tidak bisa
berfungsi sebagaimana yang diharapkan atau dijanjikan. Jaminan bisa meliputi kualitas
produk, reparasi, ganti rugi (uang kembali atau produk ditukar), dan sebagainya. Jaminan
sendiri ada yang bersifat tertulis dan ada pula yang tidak tertulis. Dewasa ini jaminan
seringkali dimanfaatkan sebagai aspek promosi, terutama pada produk-produk tahan lama.

3.1.2 Klasifikasi Produk

Klasifikasi produk bisa dilakukan atas macam sudut pandang. Berdasarkan berwujud tidaknya,
produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama yaitu :
1. Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba/disentuh,
dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakukan fisik lainnya. Ditinjau dari aspek
daya tahannya, terdapat dua macam barang yaitu :

49
a. Barang tidak tahan lama (non durable goods).
Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam
satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain umur ekonomisnya dalam kondisi
pemakaian normal kurang dari satu tahun.
b. Barang tahan lama (durable goods).
Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bertahan lama dengan
banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun atau
lebih).
2. Jasa (service)
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.

3.1.3 Tingkatan Produk

Perencanaan produk harus memikirkan produk dan jasa dalam tiga (3) tingkatan, yaitu :
1. Tingkatan yang paling dasar produk inti (core product)
Tingkatan ini menjawab pertanyaan apa yang benar-benar dibeli oleh konsumen. Produk
inti terdapat di pusat produk total. Produk inti terdiri dari berbagai manfaat guna
pemecahan masalah dan yang konsumen cari ketika membeli produk atau jasa tertentu.
2. Tingkatan yang kedua (actual product)
Perencanaan produk harus membangun produk aktual di sekitar produk inti. Produk aktual
minimal harus mempunyai lima sifat : tingakatan kualitas, fitur, desain, merek, dan
kemasan.
3. Tingkatan yang ketiga
Akhirnya perencana produk harus mewujudkan produk tambahan di sekitar produk inti dan
produk aktual dengan menawarkan jasa dan manfaat tambahan bagi konsumen.

3.2 Persediaan

Persediaan pada perusahaan manufaktur meliputi persediaan bahan mentah, bahan pembantu,
persediaan barang dalam proses, atau barang setengah jadi dan persediaan bahan jadi. Pada
perusahaan jasa, persediaan yang dimiliki merupakan bahan habis pakai. Persediaan tersebut
digunakan untuk memberikan pelayanan jasa kepada para pelanggan. Sedangkan pada
perusahaan dagang hanya ada satu golongan persediaan, yaitu persediaan barang dagang atau

50
merchandise inventory, yang merupakan bahan yang telah dibeli orang perusahaan yang
kemudian dijual kembali tanpa mengalami proses yang mengakibatkan perubahan bentuk pada
barang yang akan dijual. Jadi baik perusahaan manufaktur, perusahaan jasa, dan perusahaan
dagang menempatkan persediaan sebagai elemen penting yang harus diperhatikan demi
keberlangsungan usaha.

Herry Herjanto (1997) menyatakan persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang
akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses
produksi atau perakitan, untuk dijual kembali atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau
mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang
jadi, ataupun suku cadang.

Rangkuti (2007) menyatakan bahwa persediaan adalah bahan-bahanm bagian yang disediakan,
dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi serta
barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari pelanggan setiap
periode. Dengan kata lain, persediaan dapat diartikan sebagai material yang berupa bahan baku,
barang setengah jadi, atau barang jadi yang disimpan dalam suatu tempat atau gudang dimana
barang tersebut menunggu untuk diproses atau diproduksi lebih lanjut.

Menurut Aulia Ishak (2010), persediaan dalam konteks produksi, dapat diartikan sebagai
sumber daya menganggur (idle resource). Sumber daya menganggur ini belum digunakan
karena menunggu proses lebih lanjut. Sedangkan persediaan menurut Baroto (2002) adalah
bahan mentah, barang dalam proses (work in process), barang jadi, bahan pembantu, bahan
pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya memenuhi permintaan.

Baroto (2002) menyatakan bahwa adapun jenis persediaan diklasifikasikan berdasarkan


keadaan tahapan dalam proses produksi. Atas dasar proses produksi ini, jenis persediaan adalah
sebagai berikut :
1. Persediaan bahan baku (raw material)
Persediaan ini adalah persediaan bahan mentah yang akan diproses dalam proses produksi.
2. Persediaan spare part
Persediaan berupa suku cadang (sparepart) yang akan digunakan dalam proses produksi.

51
3. Persediaan barang setengah jadi (work in process)
Proses yang diadakan sebagai hasil proses produksi tahap pertama untuk menunjang proses
produksi tahap berikutnya, atau dengan kata lain persediaan barang setengah jadi atau
barang dalam proses (work in process atau progrea stock) adalah persediaan barang yang
dihasilkan pada suatu proses produksi atau tahapan produksi. Persediaan ini masih perlu
diproses lebih lanjut agar menjadi barang jadi (finished good).
4. Bahan baku penolong
Bahan baku penolong tersebut penting disediakan sebab tanpa bahan baku penolong
tersebut, proses produksi pasti tidak bisa berjalan.
5. Persediaan bahan jadi (finished good stock)
Yakni persedian barang yang telah diolah atau diproses dan siap dijual kepada konsumen,
termasuk konsumen akhir.

3.2.1 Fungsi Persediaan

Persediaan berfungsi untuk menghubungkan operasi perusahaan dengan pembelian bahan baku
untuk selanjutnya diolah untuk dijadikan barang atau jasa yang kemudian diarahkan pada
konsumen. Dengan demikian adanya persediaan memungkinkan terlaksananya operasi
produksi bagi perusahaan. Persediaan dapat melayani beberapa fungsi yang akan menambahkan
fleksibilitas operasi perusahaan. Efisiensi operasional suatu perusahaan dapat ditingkatkan
karena berbagai fungsi penting persediaan. Harus diingat bahwa persediaan adalah sekumpulan
produk phisikal pada berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah, barang dalam
proses, dan barang jadi. Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi
perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan. Persediaan ini memungkinkan
perusahaan dapat memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier (Handoko,
1999). Sedangkan menurut Heizer dan Render (2005) fungsi persediaan adalah :
1. Untuk memisahkan beragam bagian produksi, sebagai contoh jika pasokan sebuah
perusahaan berfluktuasi, maka mungkin diperlukan persediaan-persediaan tambahan untuk
men-decouple proses produksi dari pemasok.
2. Untuk men-decouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan menyediakan persediaan
barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi pelanggan. Persediaan semacam ini
umumnya terjadi pad pedagang eceran.

52
3. Untuk mengambil keuntungan diskon kuantitas, sebab pembelian dalam jumlah lebih besar
dapat mengurangi biaya produksi atau pegiriman barang.
4. Untuk menjaga pengaruh inflasi dan naiknya harga.

3.2.2 Pentingnya Persediaan

Herry Herjanto (1997) menyatakan ada 6 fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam
memenuhi kebutuhan perusahaan antara lain :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan
perusahaan.
2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak
akan mengalami kesulitan bila bahan tersebut tidak tersedia di pasaran.
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (quantity
discounts).
6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang diperlukan.

Penentuan besarnya persediaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena
mempunyai pengaruh langsung terhadap keseluruhan biaya proses produksi. Pada pembelian
persedian dalam jumlah besar akan mengakibatkan persediaan menganggur sebelum memasuki
proses produksi yang berarti perusahaan tidak akan kekurangan persediaan yang akan
menyebabkan perusahaan tidak berproduksi secara optimal yang akhirnya berdampak pada
keuntungan yang diperoleh perusahaan. Dan juga banyaknya persediaan yang menganggur
akan mampu menangkal inflasi yang menyebabkan tingginya harga beli persediaan dan juga
akan diperoleh keuntungan atas potongan karena pembelian dalam jumlah besar. Persediaan
yang terlalu banyak dapat menyebabkan peningkatan biaya perawatn pada perusahaan. Hal ini
dapat mengurangi efisiensi biaya perusahaan. Pada beberapa bahan baku yang memiliki periode
kadaluarsa yang singkat, persediaan yang banyak yang tidak segera diolah dalam proses
produksi akan menyebabkan bahan tersebut rusak atau cacat. Persediaan yang rusak atau cacat
tidak dapat dipergunakan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, penggunaan persediaan yang
buruk dapat mengurangi kualitas hasil produksi.

53
Sebaliknya, jika persediaan kurang, tidak mencukupi atau bahkan kosong sama sekali, juga
akan sangat memperngaruhi proses produksi. Persediaan yang buruk akan mempengaruhi
kelancaran jalannya proses produksi. Terhambatnya proses produksi dapat menyebabkan
terganggunya pasokan produk kepada konsumennya, dan bahkan dapat menyebabkan tidak
sanggupnya perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan. Gagalnya kemampuan
perusahan untuk mempertahankan pasokan produksinya dapat menyebabkan pelanggan beralih
kepada produk pesaing. Oleh karena itu perusahaan harus mampu menetapkan sistem
pengendalian persediaan yang tepat, sehingga dapat mengendalikan bahan baku dengan baik,
guan meminimalisir kerugian-kerugian yang akan terjadi.

Terdapat beberapa faktor yang menentukan besarnya persediaan yang harus diadakan, dimana
faktor-faktor tersebut saling bertautan satu sama lain. Faktor-faktor dominan yang dimaksud
adalah sebagai berikut (Suryadi Prawirosentono, 2001)
1. Perkiraan pemakaian bahan
Penentuan besarnya persediaan bahan yang diperlukan harus sesuai dengan kebutuhan
pemakaian bahan tersebut dalam suatu periode produksi tertentu. Perencanaan pemakaian
bahan baku pada suatu periode yang lalu (actual usage) dapat digunakan untuk
memperkirakan kebutuhan bahan.
2. Harga bahan dan dana yang tersedia
Harga bahan yang diperlukan merupakan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
besarnya persediaan yang harus diadakan. Harga bahan ini bila dikalikan dengan jumlah
bahan yang diperlukan merupakan kebutuhan modal yang harus disediakan untuk membeli
persediaan tersebut. Jumlah persediaan tidak bisa dipenuhi jika dana yang tersedia terbatas,
terutama bila terjadi kelangkaan persediaan bahan pada pihak yang menyuplai, yang
diakibatkan oleh permintaan yang cukup tinggi.
3. Biaya Persediaan
Terdapat beberapa jenis biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahan. Adapun jenis
biaya persediaan dibagi menjadi 2 macam, yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
bahan baku. Rincian biaya tersebut adalah sebagai berikut :
a. Biaya pemesanan terdiri atas biaya telepon dan materai untuk pesan, biaya bongkar
muat, biaya pengiriman, dan biaya lain yang berkaitan dengan pemesanan bahan sampai
bahan masuk ke gudang
b. Biaya penyimpanan terdiri atas biaya asuransi, biaya kerusakan, biaya kerugian
(kehilangan) bahan selama disimpan, biaya pemeliharaan bahan, dan sebagainya.

54
c. Waktu menunggu pesanan (lead time) adalah waktu antara atau tenggang waktu sejak
pesanan dilakukan sampai dengan saat pesanan tersebut masuk ke gudang. Waktu
tenggang ini merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan agar barang atau
bahan yang dipesan datang tepat oada waktunya. Artinya jangan sampai terjadi
kehabisan barang di gudang. Lead time juga diperlukan untuk menentukan saat
pemesanan kemballi (reorder).
d. Daya tahan material menjadi suatu masalah yang harus diperhatikan. Semakin rendah
daya tahan material, semakin rentan terhadap akan terjadinya resiko-resiko terhadap
kualitas material tersebut. Daya tahan yang rendah jika tidak diimbangi dengan
teknologi penyimpanan yang tepat, akan menimbulkan kerusakan kualitas bahan
mentah yang disimpan, sehingga terkadang perusahaan tidak berani menyimpan dalam
jumlah besar.

Menurut DR. Suyadi prawirosentono, MBA (2001) menjelaskan persediaan yang diadakan
mulai dari yang berbentuk bahan mentah, barang setengah jadi sampai dengan barang jadi,
antara lain berguna untuk :
1. Mengurangi risiko keterlambatan datangnya bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
menunjang proses produksi perusahaan,
2. Mengurangi risiko penerimaan bahan baku yang dipesan tetapi tidak sesuai dengan pesanan
sehigga barang harus dikembalikan,
3. Menyimpan bahan atau barang yang dihasilkkan secara musiman (seasonal) sehingga
dapat digunakan seandainya pun bahan atau barang itu tidak tersedia di pasaran,
4. Mempertahankan stabilitas operasi produksi perusahaan, berarti menjamin kelancaaran
proses produksi,
5. Upaya penggunaan mesin yang optimal, karena terhindar dari terhentinya operasi produksi
karena ketidakadaan persediaan (stok out), dan
6. Memberikan pelayanan kepada langganan secara lebih baik. Barang cukup tersedia di
pasaran, agar ada setiap waktu diperlukan. Khusus untuk barang yang dipesan (job order),
barang dapat selesai pada waktunya sesuai dengan yang dijanjikan (delivery date).

3.2.3 Biaya Dalam Persediaan

Menurut Arman Hakim (2003) biaya-biaya yang timbul karena adanya persediaan, yaituu :

55
1. Biaya Pembelian
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya biaya
pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang.
2. Biaya Pengadaan
Biaya pengadaan dibedakan atas dua jenis sesuai asal usul barang, yaitu biaya pemesanan
(ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya
pembuatan (set up cost) bila barang diperoleh dengan memproduksi sendiri.
3. Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari
luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan,
pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya.
4. Biaya Pembuatan
Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi
suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan
produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.
5. Biaya Penyimpanan
Biaya simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang, biaya ini
meliputi :
a. Biaya memiliki persediaan (biaya modal)
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan
mempunyai ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suku bunga bank.
b. Biaya gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang,
biaya kerusakan dan penyusutan. Barang yang disimpan mengalami kerusakan dan
penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang.
Biaya ini biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan presentasinya.
c. Biaya Kadaluwarsa
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi
dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya ini biasanya diukur dengan besarnya
penurunan harga jual dari barang tersebut.
6. Biaya Asuransi
Barang yang disimpan diasumsikan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan seperti
kebakaran. Biaya asuransi tergantung pada jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian
dengan perusahaan asuransi.

56
7. Biaya Administrasi
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat
pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya. Dalam manajemen persediaan,
terutama yang berhubungan dengan masalah kuntitatif. Biaya simpan per unit diasumsikan
linier terhadap jumlah barang yang disimpan (misalnya : Rp/unit/tahun).

Menurut Herry Herjanto (1997), dalam menentukan keputusan persediaan, terdapat biaya yang
dikaitkan dengan keputusan persediaan, yaitu :
1. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan
bahan atau barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedianya barang di guang.
Biaya pemesanan ini meliputi semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan
pemesanan barang tersebut, yang dapat mencakup biaya administrasi dan penempatan
order, biaya pemilihan pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan
dan biaya pemeriksaan barang.
2. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)
Merupakan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang.
Yang termasuk dalam biaya ini antara lain biaya sewa gudang, biaya administrasi
pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam
persediaan, asuransi, dan biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama
dalam penyimpanan. Biaya modal biasanya merupakan komponen biaya penyimapan yang
terbesar, bak itu berupa biaya bunga kalua modalnya berasal dari pinjaman, atau biaya
oportunitas apabila modalnya merupakan milik sendiri. Biaya penyimpanan dapat
dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai presentase dari harga barang, atau dalam
bentuk rupiah per unit barang. Semakin besar bahan baku yang disimpan, maka akan
semakin besar pula biaya penyimpanan.
3. Biaya Kekurangan Persediaan (Stock Out Cost)
Merupakan biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu yang
diperlukan. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya ini adalah semua biaya kesempatan
yang timbul karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan yang
diproses, biaya adminitrasi tambahan, biaya tertundanya penerimaan keuntungan, dan
bahkan biaya kehilangan pelanggan.

57
3.3 Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan merupakan serangkai kebijakan pengendalian untuk menentukan


tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambahkan persediaan harus
dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan Herjanto (1999). Pengendalian persediaan
bahan baku merupakan suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari
persediaan, parts bahan baku dan barang hasil produksi sehingga perusahaan dapat melindungi
kelancaran produksi dengan efektif dan efisien (Assauri, 1999).

3.3.1 Tujuan Pengendalian Persediaan

Menurut Handoko (2000) berpendapat bahwa tujuan perusahaan menerapkan pengendalian


persediaan adalah untuk :
1. Mengusahakan agar apa yang telah direncanakan bisa terjadi menjadi kenyataan.
2. Mengusahakan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan
3. Mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam
pelaksanaan rencana.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian persediaan adalah untuk
menjamin terdapatnya persediaan pada tingkat optimal agar produksi dapat berjalan dengan
lancer dengan biaya persediaan yang minimal.

Menurut Assauri (1999) pengawasan persediaan bertujuan untuk :


1. Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan yang dapat mengakibatkan
terhentinya proses produksi.
2. Menjaga agar persediaan tidak berlebihan sehingga biaya yang ditimbulkan tidak menjadi
lebih besar pula.
3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena mengakibatkan biaya
pemesanan yang tinggi.

Menurut Herjanto (1999) pengendalian perusahaan bertujuan untuk menentukan dan menjamin
tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat.

58
3.3.2 Keputusan dalam Manajemen Persediaan

Sasaran akhir dari manajemen adalah untuk meminimumkan biaya dalam perubahan tingkat
persediaan. Untuk mempertahankan persediaan tingkat optimum, diperlukan jawaban atas dua
pertanyaan mendasar sebagai berikut :
1. Kapan melakukan pemesanan ?
2. Berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan melakukan pemesanan kembali ?

Untuk menjawab pertanyaan kapan melakukan pemesanan, dapat dilakukan dengan tiga (3)
pendekatan, yaitu (Yamit, 1998) :
1. Pendekatan titik pemesanan kembali (reorder point approach).
2. Pendekatan tinjauan periodik (periodic review approach).
3. Material Requiment Planning Approach (MRP).

Menurut Yamit (1998) biaya keputusan persediaan terdapat lima kategori, sebagai berikut :
1. Biaya Pemesanan (ordering cost)
Adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan bahan baku atau barang
dari luar.
2. Biaya Penyimpanan (carrying coat atau holding cost)
Adalah biaya yang memiliki komponen utama yaitu : biaya modal, biaya simpan, dan biaya
resiko.
3. Biaya Kekurangan Persediaan (stock out cost)
Adalah biaya yang terjadi apabila persediaan tidak tersedia di gudang ketika dibutuhkan
untuk produksi atau ketika langganan memintanya.
4. Biaya yang Dikaitkan dengan Kapasitas
Adalah biaya yang terjadi karena perubahan dalam kapasitas produksi.
5. Biaya Bahan atau Barang itu sendiri
Adalah harga yang harus dibayar atas item yang dibeli. Biaya ini akan dipengaruhi atas
besarnya diskon yang diberikan oleh supplier.

59
3.4 Bahan Pelumas

Pelumas adalah zat kimia yang umumnya cairan dan diberikan di antara dua benda bergerak
untuk mengurangi gaya gesek. Zat ini merupakan fraksi hasil destilasi minyak bumi yang
memiliki suhu 105-135 derajat celcius. Umumnya pelumas terdiri dari 90% minyak dasar dan
10% zat tambahan. Salah satu penggunaan pelumas paling utama adalah oli mesin yang dipakai
pada mesin pembakaran dalam. Sistem pelumasan ini memiliki beberapa fungsi dan tujuan
seperti di bawah ini.
1. Mengurangi gesekan serta mencegah keausan dan panas, dengan cara oli dapat membentuk
suatu lapisan tipis (oil film) untuk mencegah kontak langsung permukaan logam dengan
logam.
2. Sebagai media pendingin, yaitu dengan menyerap panas dari bagian-bagian yang mendapat
pelumasan dan kemudian membawa serta memindahkannya pada sistem pendingin.
3. Sebagai bahan pembersih, yaitu dengan mengeluarkan kotoran pada bagian-bagian mesin.
4. Mencegah karat pada bagian-bagian mesin.
5. Mencegah terjadinya kebocoran gas hasil pembakaran.

3.4.1 Klasifikasi Minyak Pelumas

1. Berdasarkan Wujud
Berdasarkan wujudnya minyak pelumas dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu cair
(liquid) atau biasa disebut oli, dan setengah padat (semi solid) atau biasa disebut gemuk.
a. Pelumas mineral (pelican) yang berasal dari minyak bumi. Mineral yang terbaik
digunakan untuk pelumas mesin-mesin diesel otomotif, kapal, dan industry.
b. Pelumas nabati, yaitu yang terbuat dari bahan lemak binatang atau tumbuhtumbuhan.
Sifat penting yang dipunyai pelumas nabati ini ialah bebas sulfur atau belerang, tetapi
tidak tahan suhu tinggi, sehingga untuk mendapatkan sifat gabungan yang baik biasanya
sering dicampur dengan bahan pelumas yang berasal dari bahan minyak mineral, biasa
disebut juga compound oil.
c. Pelumas sintetik, yaitu pelumas yang bukan berasal dari nabati ataupun mineral. Minyak
pelumas ini berasal dari suatu bahan yang dihasilkan dari pengolahan tersendiri. Pada
umumnya pelumas sintetik mempunyai sifatsifat khusus, seperti daya tahan terhadap

60
suhu tinggi yang lebih baik daripada pelumas mineral atau nabati, daya tahan terhadap
asam, dll
2. Berdasarkan Viskositas atau Kekentalan
Berdasarkan Viskositasatau kekentalan yang dinyatakan dalam nomor-nomor SAE
(Society of Automotive Engineer). Angka SAE yang lebih besar menunjukkan minyak
pelumas yang lebih kental.
a. Oli monograde, yaitu oli yang indeks kekentalannya dinyatakan hanya satu angka.
b. Oli multigrade, yaitu oli yang indeks kekentalannya dinyatakan dalam lebih dari satu
angka.
3. Berdasarkan Pengunaan
Berdasarkan penggunaan minyak pelumas (diatur oleh The American Petroleum Institutes
Engine Service Classification)
a. Pengunaan minyak pelumas untuk mesin bensin.
b. Penggunaan minyak pelumas untuk mesin diesel.
4. Berdasarkan Bahan Dasar
Berdasarkan bahan dasarnya, oli atau minyak pelumas dibagi menjadi :
a. Pelumas dari bahan nabati atau hewani
b. Pelumas dari bahan minyak mineral atau minyak bumi
c. Pelumas sintesis
5. Berdasarkan Pengawasan bermotor
a. Pelumas Kendaraan bermotor
1) Minyak pelumas bermotor kendaraan baik motor bensin/diesel
2) Minyak pelumas untuk transmisi
3) Cairan pelumas transmisi otomatis dan sistem hidrolis (Autimatic transmission fluid
& hydraulic
b. Pelumas motor diesel untuk industri
1) Mesin diesel putaran cepat
2) Motor diesel putaran sedang
3) Motor diesel putaran lambat
c. Pelumas untuk motor mesin 2 langkah
1) Untuk kendaraan bermotor
2) Untuk perahu motor
3) Lain lain (gergaji mesin, mesin pemotong rumput)
\

61
3.4.2 Karakteristik Minyak Pelumas

Oli atau Minyak pelumas memiliki ciri-ciri fisik yang penting, antara lain :
1. Viscosity
Viscosity atau kekentalan suatu minyak pelumas adalah pengukuran dari mengalirnya
bahan cair dari minyak pelumas, dihitung dalam ukuran standard. Makin besar
perlawanannya untuk mengalir, berarti makin tinggi viscosity-nya, begitu juga sebaliknya.
2. Viscosity Index
Tinggi rendahnya indeks ini menunjukkan ketahanan kekentalan minyak pelumas terhadap
perubahan suhu. Makin tinggi angka indeks minyak pelumas, makin kecil perubahan
viscosity-nya pada penurunan atau kenaikan suhu. Nilai viscosity index ini dibagi dalam 3
golongan, yaitu:
a. HVI (High Viscosity Index) di atas 80.
b. MVI (Medium Viscosity Index) 40-80.
c. LVI (Low Viscosity Index) di bawah 40.
3. Flash Point
Flash point atau titik nyala merupakan suhu terendah pada waktu minyak pelumas menyala
seketika. Pengukuran titik nyala ini menggunakan alat-alat yang standar, tetapi metodenya
berlainan tergantung dari produk yang diukur titik nyalanya.
4. Pour Point
Merupakan suhu terendah dimana suatu cairan mulai tidak bisa mengalir dan kemudian
menjadi beku. Pour point perlu diketahui untuk minyak pelumas yang dalam pemakaiannya
mencapai suhu yang dingin atau bekerja pada lingkungan udara yang dingin.
5. Total Base Number (TBN)
Menunjukkan tinggi rendahnya ketahanan minyak pelumas terhadap pengaruh
pengasaman, biasanya pada minyak pelumas baru (fresh oil). Setelah minyak pelumas
tersebut dipakai dalam jangka waktu tertentu, maka nilai TBN ini akan menurun. Untuk
mesin bensin atau diesel, penurunan TBN ini tidak boleh sedemikian rupa hingga kurang
dari 1, lebih baik diganti dengan minyak pelumas baru, karena ketahanan dari minyak
pelumas tersebut sudah tidak ada.
6. Carbon Residue
Merupakan jenis persentasi karbon yang mengendap apabila oli diuapkan pada suatu tes
khusus.

62
7. Density
Menyatakan berat jenis oli pelumas pada kondisi dan temperatur tertentu.
8. Emulisfication dan Demulsibility
Sifat pemisahan oli dengan air. Sifat ini perlu diperhatikan terhadap oli yang kemungkinan
bersentuhan dengan air.

Selain ciri-ciri fisik yang penting seperti telah dijelaskan sebelumnya, minyak pelumas juga
memiliki sifat-sifat penting, yaitu:
1. Sifat kebebasan (alkalinity)
Untuk menetralisir asam-asam yang terbentuk karena pengaruh dari luar (gas buang) dan
asam-asam yang terbentuk karena terjadinya oksidasi.
2. Sifat detergency dan dispersancy
a. Sifat detergency : Untuk membersihkan saluran-saluran maupun bagian-bagian dari
mesin yang dilalui minyak pelumas, sehingga tidak terjadi penyumbatan.
b. Sifat dispersancy : Untuk menjadikan kotoran-kotoran yang dibawa oleh minyak
pelumas tidak menjadi mengendap, yang lama-kelamaan dapat menjadi semacam
lumpur (sludge). Dengan sifat dispersancy ini, kotorankotoran tadi dipecah menjadi
partikel-partikel yang cukup halus serta diikat sedemikian rupa sehingga partikel-
partikel tadi tetap mengembang di dalam minyak pelumas dan dapat dibawa di dalam
peredarannya melalui sistem penyaringan. Partikel yang bisa tersaring oleh filter, akan
tertahan dan dapat dibuang sewaktu diadakan pembersihan atau penggantian filter
elemennya.
3. Sifat tahan terhadap oksidasi
Untuk mencegah minyak pelumas cepat beroksidasi dengan uap air yang pasti ada di dalam
karter, yang pada waktu suhu mesin menjadi dingin akan berubah menjadi embun dan
bercampur dengan minyak pelumas. Oksidasi ini akan mengakibatkan minyak pelumas
menjadi lebih kental dari yang diharapkan, serta dengan adanya air dan belerang sisa
pembakaran maka akan bereaksi menjadi H2SO4 yang sifatnya sangat korosif.

3.5 Activity Based Costing (ABC)

Menurut Carter (2009), metode ABC didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya
dimana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan

63
menggunakan dasar yang mencakup satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume
(Non-Volume Related Factor). Sedangkan menurut Tunggal (2011), metode ABC adalah
costing system yang menjadikan aktivitas individu sebagai dasar cost object. Metode ini
mengkalkulasikan biaya dari setiap aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi suatu produk
atau jasa dan meng-assign-nya kepada objek biaya (baik produk atau jasa).

Berdasarkan pengertian dari kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode ABC adalah
metode perhitungan biaya yang menghitung biaya secara individual dari setiap aktivitas untuk
memproduksi sebuah produk dan membebankan biaya secara individu ke produk dengan
memperhatikan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume guna mengefisienkan
biaya dan meningkatkan control terhadap perusahaan.

3.5.1 Struktur Pembebanan Activity Based Costing

Di dalam penerapan ABC, pembebanan biaya terhadap produk dilakukan berdasarkan aktivitas-
aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk tersebut. Pembebanan terhadap produk
dilakukan secara terperinci dan hanya terbatas pada aktivitas yang dilakukan untuk
menghasilkan produk yang menikmati biaya yang dikeluarkan. Untuk itu, agar dapat
menghitung biaya tersebut secara akurat, diperlukan data yang lengkap mengenai aktivitas dari
kegiatan produksi. Aktivitas ini kemudian akan menjadi data yang diperlukan untuk
membebankan biaya. Aktivitas-aktivitas tersebut berperan sebagai pemicu biaya (cost driver)
dalam membebankan biaya ke produk.

Konsep ABC melakukan perhitungan biaya yang dibebankan dengan cara menelusuri biaya ke
aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan kemudian ke produk. ABC mengasumsikan bahwa
aktivitas-aktivitas ini lah yang mengkonsumsi sumber daya kemudian menghasilkan biaya dan
bukannya produk. Maka dari itu untuk menerapkan ABC diperlukan kejelasan dan aktivitas-
aktivitas produksi yang dilakukan.

Menurut Carter (2009), ABC mengakui aktivitas, biaya aktivitas, dan pemicu aktivitas pada
tingkatan agregasi (Level of Agregation) yang berbeda dalam satu lingkungan produksi. Empat
tingkatan yang umumnya diidentifikasikan adalah unit, batch, produk, dan pabrik. Biaya tingkat
unit (Unit level cost) adalah biaya yang pasti akan meningkat ketika satu unit diproduksi. Biaya
ini adalah satu-satunya tingkatan biaya yang dapat dibebankan secara proporsional dengan

64
memperhatikan volume produksi. Adapun yang menjadi pemicu tingkatan biaya ini (unit level
cost) adalah jumlah atau ukuran jumlah unit yang diproduksi atau dijual oleh perusahaan.
Semua pemicu dari biaya tingkat unit bersifat proporsional terhadap volume output.

Biaya tingkat batch (batch level cost) adalah jumlah biaya yang disebabkan oleh jumlah batch
yang diproduksi dan dijual. Yang dimaksud biaya batch disini adalah biaya yang dikeluarkan
yang cenderung mencakup sebagian besar biaya pemasaran dan administrasi produksi. Yang
menjadi pemicu biaya tingkat batch (batch level driver) adalah ukuran aktivitas yang bervariasi
dengan jumlah batch yang diproduksi atau dijual.

Biaya tingkat produk (product level cost) adalah biaya yang terjadi untuk mendukung sejumlah
produk berbeda yang dihasilkan. Biaya tersebut tidak harus dipengaruhi oleh produksi dan
penjualan dari satu batch atau satu unit lebih banyak. Biaya tingkat produk merupakan biaya
yang cenderung terjadi karena aktivitas untuk meningkatkan kualitas maupun memproduksi
suatu produk seperti riset, pelatihan tenaga kerja, dan pergudangan. Yang menjadi pemicu biaya
(product level driver) pada biaya tingkat produk adalah ukuran aktivitas yang bervariasi dengan
jenis produk yang diproduksi dan dijual.

Biaya tingkat pabrik (plant level cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara
kapasitas di lokasi produksi. Biaya yang dikeluarkan biasanya mencakup biaya asuransi,
keamanan, pemeliharaan pabrik dan biaya pemeliharaan lainnya. Pemicu yang sering
digunakan (plant level driver) untuk membebankan biaya tingkat pabrik adalah luas lantai
bangunan pabrik.

3.5.2 Tujuan dan Peranan Activity Based Costing

Tujuan Activity Baseed Costing digunakan untuk mengalokasikan biaya ke transaksi dari
aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi dan kemudian mengalokasikan biaya
tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan peranan aktivitas setiap produk. Peranan Activity
Based Costing system yaitu :
1. Pembebanan biaya tidak langsung dan biaya pendukung, dan
2. Pembebanan biaya dan alokasi biaya yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung.

65
3.5.3 Manfaat dan Keterbatasan Activity Based Costing

1. Menyajikan biaya produk lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan pengukuran
profitabilitas produk lebih akurat terhadap keputusan strategi tentang harga jual, lini
produk pasar, dan pengeluaran modal.
2. Pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh aktivitas, sehingga membantu
manajemen meningkatkan nilai produk (product value) dan nilai proses (process value).
3. Memudahkan memberi informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan.

Secara teori Activity Based Costing system dianggap dapat memberikan informasi dan kinerja
yang lebih unggul dibandingkan sistem akuntansi biaya tradisional. Akan tetapi, bukti bahwa
Activity Based Costing system dapat menghasilkan informasi biaya yang akurat tidak menjamin
bahwa sistem ini merupakan sistem yang sempurna karena ternyata sistem ini masih memiliki
beberapa kelemahan. Keterbatasan dari sistem Activity Based Costing sebagai berikut :
1. Alokasi, beberapa biaya dialokasikan secara sembarangan, karena sulitnya menemukan
aktivitas biaya tersebut.
2. Mengabaikan biaya, biaya tertentu yang diabaikan dari analisis.
3. Pengeluaran dan waktu yang digunakan, serta memerlukan biaya yang mahal dan juga
memerlukan waktu yang cukup lama.

3.5.4 Syarat Penerapan Sistem Activity Based Costing

Penerapan sistem Activity Based Costing memerlukan persyaratan, antara lain diversifikasi
produk yang tinggi, persaingan yang ketat, dan biaya pengukuran yang relatif kecil.
Diversifikasi produk yang tinggi berarti perusahaan memproduksi bermacam-macam jenis
produk. Maka yang menjadi masalah adalah pembebanan biaya overhead ke setiap produk
secara logis sesuai dengan aktivitas untuk membuat setiap produk. Sebab selama ini
pembebanan masih berdasarkan satu cost driver yaitu unit based yang ternyata hanya terjadi
subsidi silang yang berdampak pada kehancuran perusahaan itu sendiri. Meskipun secara
teoritis dapat diketahui bahwa Activity Based Costing system memberikan banyak manfaat bagi
perusahaan, namun tidak semua perusahaan dapat menerapkan sistem ini.

Menurut Supriyono (2002) ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang
akan menerpakan Activity Based Costing System, yaitu :

66
1. Biaya-biaya berdasar non-unit harus merupakan presentase signifikan dari biaya tenaga
kerja langsung. Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali tidak masalah
dalam pengalokasiannya pada tiap produk
2. Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas
berdasar non-unit harus berbeda. Jika berbagai produk menggunakan semua aktivitas
overhead dengan rasio kira-kira sama, maka tidak ada masalah jika cost driver berdasar
unit digunakan untuk mengalokasikan semua biaya overhead pada setiap produk. Jika
berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem konvensional atau Activity Based
Costing System membebankan overhead pabrik dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan
yang produknya homogeny (diversifikasi produknya rendah) dapat menggunakan sistem
konvensional tanpa ada masalah.

3.6 Just In Time (JIT)

Sistem Just in Time dikembangkan oleh Toyota Motor Company di Jepang. Richard J.
Schonberger (dikutip dari Asih Retno Susanto, 2001) dalam bukunya: “Japanese
Manufacturing Technique – Nine Hidder Lessons Insimplicity” menyatakan bahwa menurut
orang-orang tua Jepang, sistem Just in Time mulai digunakan secara luas dalam industri
perkapalan. Beliau bercerita pada waktu itu industri baja mengalami kelebihan produk
dikarenakan ekspansi yang berlebihan. Kapasitas industri baja bertumbuk sehingga pabrik
kapal bisa mendapatkan bajanya dengan sangat cepat. Pabrik kapal memanfaatkan situasi
dengan menekan persediaan bajanya, dari kira-kira untuk sebulan produksi menjadi 3 hari.
Pabrik kapal itu menerima bajanya tepat waktu (Just in Time). Gagasan Just in Time kemudian
menyebar keperusahaan-perusahaan pembuat suku cadang yang mulai melakukan pengiriman
tepat waktu dari para pemasoknya dan mulai menggunakan system Just in Time untuk
pekerjaan-pekerjaan dalam pabriknya.

Aplikasi modern system Just in Time ini mulai terkenal pada pertengahan tahun 70-an di Toyota
yang diperkenalkan oleh Taichi Ohmo selaku wakil persiden Toyota didampingi beberapa
koleganya. Oleh karena itu konsep Just in Time sering juga disebut sebagai sistem produksi
Toyota. Strategi ini kemudian banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di Jepang setelah
krisis minyak dunia pada tahun 1973 dan kemudian mulai menyebar di daerah barat, dan
kemudian banyak diterapkan oleh perusahaan Amerika barat pada sekitar tahun 80-an.

67
Tjiptono dan Diana (1996) juga menyatakan bahwa Just in Time merupakan filosofi
pemanufakturan yang memiliki implementasi penting dalam manajemen biaya, dimana Just in
Time berproduksi hanya apabila ada permintaan (pull system) atau dengan kata lain hanya
memproduksi sesuatu yang diminta pada saat diminta dan hanya sebesar kuantitas yang
diminta. Aulia Ishak (2010) secara sederhana mendeskripsikan JIT hanya meminta unit yang
dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan dan pada saat dibutuhkan, dengan logika
dasar pemikiran JIT adalah “Tidak ada yang akan diproduksi sampai ia dibutuhkan”.

3.6.1 Tujuan dan Manfaat Just in Time (JIT)

Sebelum sistem Just in Time diterapkan, perusahaan tidak menyadari adanya pemborosan-
pemborosan yang terjadi dalam sistem produksinya, sehingga adanya sistem Just in Time dapat
memberikan manfaat yang besar bagi perusahaan untuk mengurangi pemborosan tersebut.
Manfaat yang akan didapat perusahaan menurut Tjiptono dan Diana (1996) dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Mengurangi biaya tenaga kerja langsung maupun tidak langsung sebagai akibat adanya
penghapusan kegiatan seperti penyimpanan persediaan.
2. Mengurangi ruang atau gudang untuk menyimpan barang.
3. Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi.
4. Mengurangi waktu tunggu karena ukuran lot yang kecil sehingga sel produksi lebih dapat
memberikan feedback terhadap masalah kualitas.
5. Mengurangi terjadinya barang rusak dan cacar dengan mendeteksi sumbernya.
6. Penggunaan mesin dan fasilitas secara lebih baik.
7. Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan pemasok.
8. Layout pabrik yang lebih baik.
9. Intergrasi dan komunikasi yang lebih baik di antara fungsi-fungsi, seperti pemasaran,
pembelian, dan produksi.
10. Pengendalian kualitas dalam proses produksi.

Adapun manfaat Just in Time bagi perusahaan menurut Hansen dan Mowen (1999) adalah
sebagai berikut:
1. Mengurangi gudang untuk penyimpanan persediaan. Dalam sistem Just in Time pembelian
bahan baku, maupun bahan penolong dan proses produksi dilakukan hanya pada saat ada

68
permintaan pelanggan dan memproduksi sebesar permintaan pelanggaan sehingga tidak
ada penumpukan persediaan di gudang.
2. Mengurangi pemborosan barang rusak dan barang cacat dengan mendeteksi kesalahan
pada sumbernya, diusahakan dengan mengerjakan segala sesuatunya secara benar sejak
awal.
3. Menciptakan hubungan yang baik dengan pemasok. Menjalin hubungan baik antara
perusahaan dengan pemasok akan memberikan keuntungan dan meningkatkan
kesejahteraan jangka panjang.
4. Pengendalian kualitas dalam proses produksi. Just in Time akan berhenti dalam proses
produksinya apabila terdapat kesalahan atau kerusakan terhadap suatu tahap produksi dan
segera memperbaikinya sehingga akan meningkatkan kualitas produksi yang
berkesinambungan.
5. Penghapusan pemborosan. Aktivitas yang tidak bernilai tambah sebaiknya dihilangkan,
sebab akan menambah biaya bagi perusahaan dan juga merupakan suatu pemborosan.
6. Mengurangi waktu lead time karena ukuran lot yang pendek. Bahan akan tiba di pabrik
tepat pada saat bahan tersebut dibutuhkan untuk di produksi sehingga akan mengurangi
lead time.
7. Layout pabrik yang lebih kecil, yang menyebabkan proses produksi dapat berjalan dengan
lancer dan tidak memakan waktu yang lama. Karena layout pabrik yang kecil, pergerakan
produksi semakin cepat dan praktis.

3.6.2 Prinsip Just in Time

Vincent, Gaspersz (1998) dalam “Production Planning and Inventory Control” menyatakan
dalam Just in Time terdapat 3 prinsip utama, yaitu:
1. Prinsip pertama, output yang bebas cacat lebih penting dari output itu sendiri,
2. Prinsip kedua, cacat, kesalahan, kerusakan, dan lain-lain dapat dicegah, dan
3. Prinsip ketiga, Tindakan pencegahan lebih murah daripada pekerjaan ulang (rework).

Just in Time mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:


1. Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus di eliminasi.
Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya yang tidak perlu, misalnya
persediaan sedapat mungkin nol.

69
2. Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi. Sehingga produk
rusak dan cacat sedapat mungkin nol, tidak memerlukan waktu dan biaya untuk pengerjaan
kembali produk cacat, dan kepuasan pembeli dapat meningkat.
3. Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan (continuous improvement)
dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
4. Menekankan pada penyederhanaan aktivitas yang bernilai tambah.

Sistem Just in Time dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional perusahaan seperti
misalnya pembelian, produksi, distribusi, administrasi dan sebagainya.

3.6.3 Elemen Kunci Just in Time (JIT)

Menurut Zulian Yamit (1996), agar tujuan Just in Time bisa tercapai maka harus
memperhatikan 4 elemen kunci yang saling berkaitan, yaitu disebutkan sebagai berikut:
1. Penghapusan pemborosan
Pemborosan dapat didefinisikan sebagai suatu aktifitas yang tidak bernilai tambah. Just in
Time mestinya menghapus aktivitas yang menambah biaya tapi tidak menambah nilai
produk, dan berfokus pada aktivitas yang langsung berkaitan dengan sesuatu yang
diperhatikan dan dipertahankan oleh pembeli.
2. Respect terhadap orang
Just in Time dilandaskan atas respect terhadap orang, perbaikan produktivitas tidak dapat
dicapai tanpa adanya dukungan semua orang. Respect terhadap individu ditunjukan dengan
melakukan usaha penghapusan operasi-operasi yang memboroskan, penciptaan lingkungan
kerja yang aman dan layak.
3. Perbaikan Berkesinambungan (Continuous Improvement)
Just in Time bukan suatu proyek yang memiliki akhir, melainkan suatu proses yang berjalan
terus, continous improvement membuat perubahan bertahap yang dalam jangka panjang
kontribusinya akan sangat jelas kelihatan.
4. Berfokus kepada konsumen
Just in Time membangun manajemen operasi bukan pada volume penjualan atau biaya,
melainkan berfokus kepada konsumen untuk penggerakan kualitas, perbaikan,
produktivitas, dan keberhasilan organisasi.

70
3.6.4 Pembelian dalam Just in Time (JIT)

Pembelian Just in Time adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian
rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan dan
penggunaan. Supriyono (1997) menyatakan, bahwa pembelian Just in Time dapat mengurangi
waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara :
1. Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang
dicurahkan dalam negosiasi dengan pemasoknya,
2. Mengurangi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok,
3. Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan kualitas,
4. Mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak memiliki nilai tambah, dan
5. Memiliki pelanggan dengan program pembelian yang mapan.

Penerapan pembelian Just in Time dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam berbagai cara sebagai berikut (Supriyono, 1997):
1. Keterlusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
Keterlusuran biaya tersebut dapat ditingkatkan dengan du acara :
a. Perubahan yang mendasari aktivitas produksi sehingga biaya yang sebelumnya
digolongkan biaya tidak langsung diubah menjadi biaya langsung untuk produk tertentu.
b. Perubahan dalam kemampuan untuk menelusuri biaya pada jenis produk tertentu.
2. Perubahan ”cost pools” yang digunakan untuk mengumpulkan biaya
Perubahan ini didasarkan pada pengaruh nomor satu diatas dan dengan cara mengeliminasi
aktivitas biaya yang tidak bernilai tambah. Dalam produksi Just in Time aktivitas tidak
bernilai tambah yang dapat langsung dihilangkan antara lain :
a. Fasilitas penyimpanan persediaan
b. Pengolahan kembali produk cacat
c. Kontainer dan alat angkut, karena stasiun kerja berjarak relatif pendek
3. Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya tidak
langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4. Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli secara
individual.
5. Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.

71
3.6.5 Produksi dalam Just in Time (JIT)

Produksi Just in Time adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat
waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya
atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan. Menurut Supriyono (1997), produksi Just
in Time dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara :
1. Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses setiap stasiun kerja, atau tahapan
pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2. Mengurangi atau meniadakan lead time produksi (konsep waktu tunggu nol).
3. Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk.
4. Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang
tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.

Sementara masih menurut Supriyono (1997) perusahaan yang menggunakan produksi Just in
Time dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
1. Lead Time (waktu tunggu) pemanufakturan,
2. Persediaan bahan, barang dalam proses dan produk selesai,
3. Waktu perpindahan,
4. Tenaga kerja langsung dan tidak langsung,
5. Ruangan pabrik,
6. Biaya mutu, dan
7. Pembelian bahan.

3.6.6 Hambatan dalam Just in Time (JIT)

Dalam sistem yang baik pun akan terdapat beberapa hambatan. Menurut Supriyono (1994)
dalam Sistem Just in Time terdapat hambatan-hambatan yang perlu diperhatikan yaitu antara
lain:
1. Dalam hubungannya dengan biaya pengiriman, jika sering terjadi pengiriman dalam
ukuran kecil akan menimbulkan biaya pengiriman yang lebih mahal setiap tahunnya.
2. Biaya pemesanan tahunan akan menjadi tinggi karena banyaknya melakukan pemesanan
setiap tahun dan biaya tersebut tidak tergantuk banyaknya bahan yang dipesan.

72
3. Karena pemesanan bahan baku yang dilakukan dalam jumlah kecil maka perusahaan tidak
dapat memanfaatkan kesempatan potongan harga yang diberikan apabila membeli dalam
jumlah besar.
4. Bila terjadi masalah dibagian produksi jika sudah saatnya berproduksi tetapi pesanan bahan
baku belum datang atau datang terlambat.

3.6.7 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Just in Time (JIT)

Menurut Nahmias (dikutip oleh Vincentia Noor Hesty Lestari, 2004) penerapan sistem JIT
dalam perusahaan sedikit banyak akan membawa pengaruh bagi perusahaan. Pengaruh tersebut
dapat membawa keuntungan maupun kerugian bagi perusahaan. Berikut keuntungan dan
kerugian sebagai akibat diterapkannya sistem JIT dilihat dari karakteristiknya :
1. Persediaan dalam proses sedikit
Kelebihan :
a. Mengurangi biaya persediaan. Dalam Just in Time disyaratkan bahwa persediaan harus
dikurangi pada tingkat yang paling rendah atau mendekati nol sehingga biaya karena
adanya persediaan dapat dikurangi, misalnya biaya sewa gudang.
b. Mengembangkan efisiensi produksi. Pengurangan biaya dengan menghilangkan semua
aktivitas yang tidak bernilai tambah merupakan suatu hal yang harus dilakukan
perusahaan.
c. Masalah kualitas dapat dipecahkan dengan tepat. Hal ini dilakukan dengan mendeteksi
kesalahan dari sumbernya, misalnya perusahaan membeli bahan hanya dari pemasok
yang menyerahkan bahan berkualitas.
Kekurangan :
a. Memungkinkan peningkatan waktu menganggur bagi pekerja. Karena Just in Time
hanya berproduksi apabila ada pesanan maka kalau tidak ada pesanan akan terjadi
pengangguran bagi pekerjaan, tapi sesungguhnya waktu menganggur tersebut dapat
digunakan untuk hal yang lain, seperti pemeliharaan mesin.
b. Menurunkan rasio produksi. Karena Just in Time hanya berproduksi apabila ada pesanan
maka produksi perusahaan akan berkurang yang akan menurunkan keuntungan dari
hasil penjualan.
2. Sistem aliran Kanban
Kanban adalah suatu tanda yang akan menunjukkan perpindahan unit komponen atau
produksi dari pekerja tertentu kepada pekerja berikutnya. Kelebihannya :

73
a. Menyajikan efisiensi lot yang tertelusur. Dengan kanban memudahkan untuk dilakukan
penelusuran lot produksi karena dari kanban tersebut akan didapat mengenai apa,
berapa, kapan suatu produk diproses.
b. Sistem kanban digunakan untuk mengendalikan produksi melalui penggunaan tanda-
tanda atau kartu sehingga dapat memastikan bahwa komponen atau bahan-bahan
tersedia pada saat dibutuhkan.
c. Diperbolehkan untuk menetapkan tingkat work in process hanya sejumlah yang
tercantum dalam kartu kanban.
Kekurangan :
a. Cukup lambat untuk bereaksi terhadap perubahan pasar. Produksi dalam sistem Just in
Time bertujuan untuk memenuhi pesanan konsumen sehingga peraturan pasar kurang
mendapat perhatian.
b. Mengabaikan informasi pola permintaan masa depan. Seperti disebutkan bahwa fokus
produksinya yaitu untuk memenuhi permintaan konsumen.
c. Koordinasi Persediaan dan Pembelian
Keuntungannya :
a. Mengurangi persediaan. Bagian pembelian akan melakukan pembelian dalam jumlah
dan saat diperlukan.
b. Memperbaiki koordinasi dari sistem yang berbeda. Karena masing-masing bagian
mempunyai sistem yang berbeda maka diharapkan akan tercipta suatu sistem terpadu
untuk melaksanakan sistem Just in Time.
c. Perbaikan hubungan dengan pemasok. Karena seringnya mengadakan komunikasi
dalam aktivitas pembelian bahan diharapkan akan terciptanya hubungan yang lebih erat.
Kerugiannya :
a. Pemasok diharapkan dapat mampu memenuhi kebutuhan bahan bagi perusahaan secara
berkesinambungan (terus-menerus).
b. Perbaikan kepercayaan pemesanan dari pemasok. Hubungan baik dengan pemasok
harus dijaga agar pasokan bahan tidak tertunda atau pemutusan kontrak secara sepihak
oleh pemasok.

3.6.8 Analisis Sistem Just in Time (JIT)

Dalam menghitung biaya persediaan pada sistem Just In Time (JIT), data yang dibutuhkan
dalam analisis sistem Just In Time (JIT) antara lain sebagai berikut:

74
1. Jumlah Pengiriman Optimal
Pada sistem Just In Time (JIT), penghitungan jumlah pengiriman optimal dapat didasarkan
pada 4 hal sebagai berikut:
a. Berdasarkan jumlah lot kuantitas pemesanan (n)
b. Berdasarkan tingkat kapasitas minimum persediaan (m)
c. Berdasarkan tingkat persediaan rata-rata (a)
d. Berdasarkan presentase tingkat penghematan biaya yang diinginkan (p)
2. Total Biaya Tahunan dalam JIT
Dalam penentuan total biaya tahunan dalam sistem JIT, data yang dibutuhkan antara lain
sebagai berikut:
a. Total Kebutuhan Bahan selama setahun, dan
b. Total Biaya Persediaan selama setahun.
3. Kuantitas pengiriman optimal adalah jumlah unit setiap kali pengiriman, data yang
dibutuhkan antara lain sebagai berikut :
a. Total Kebutuhan Bahan selama setahun, dan
b. Kuantitas Pemesanan JIT.
4. Penghematan Biaya Total selama Setahun
a. Total Kebutuhan Bahan selama setahun, dan
b. Total Biaya Persediaan selama setahun.

3.7 Economic Order Quantity (EOQ)

Sistem Economic Order Quantity (EOQ) merupakan jumlah pembelian paling ekonomis untuk
setiap kali pembelian atau pemesanan. Bambang Riyanto (1996) mengartikan sistem Economic
Order Quantity (EOQ) adalah kualitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal
atau sering dikatakan jumlah pembelian yang optimal. Menurut Supriyono (1994) ada 2 dasar
keputusan dalam pendekatan EOQ:
1. Berapa jumlah bahan mentah yang harus dipesan pada saat bahan tersebut perlu dibeli
kembali (replenishment cycle), dan
2. Kapan perlu dilakukan pemesanan kembali (reorder point).

75
3.7.1 Asumsi dan Analisis Economic Order Quantity (EOQ)

Baroto (2002) mengemukakan asumsi-asumsi dibalik analisis EOQ :


1. Permintaan dapat diketahui dengan pasti dan konstan selama periode persediaan,
2. Semua item yang dipesan diterima seketika tidak bertahap,
3. Jarak waktu sejak pesan sampai pesanan datang (lead time) pasti,
4. Semua biaya diketahui dan bersifat pasti,
5. Kekurangan persediaan (stock out) tidak diijinkan, dan
6. Tidak ada diskon dalam tingkat kualitas pemesanan.

Sedangkan Eddy Herjanto (1997) juga mengemukakan pendapatnya mengenai asumsi dalam
EOQ, antara lain sebagai berikut:
1. Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam,
2. Kebutuhan atau permintaan barang adalah konstan dan diketahui,
3. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan adalah konstan dan diketahui,
4. Barang yang dipesan diterima dalam satu batch pada suatu saat tertentu,
5. Harga barang tetap dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli (tidak ada potongan
kuantitas), dan
6. Waktu tenggang (lead time) diketahui dan konstan.

3.7.2 Keunggulan dan Kelemahan Economic Order Quantity (EOQ)

Dalam penelitiannya, Asih Retno Susanto (2001) menyatakan beberapa keunggulan dan
kelemahan sistem EOQ, antara lain sebagai berikut :
1. Keunggulan Sistem EOQ
a. Sistem EOQ dapat diterapkan pada perusahaan yang permintaan akan produknya tidak
stabil,
b. Sistem EOQ dapat dipergunakan pada perusahaan kecil maupun perusahaan besar,
c. Sistem EOQ dapat diterapkan dalam memproduksi barang langka/antic,
d. Sistem EOQ dapat diterapkan pada perusahaan yang belum didukung oleh teknologi
maju,
e. Dengan adanya pembelian persediaan dalam jumlah besar dapat memberikan
keuntungan dalam bentuk harga per unit yang lebih rendah,

76
f. Proses produksi tidak akan terganggu khususnya mengenai persediaan karena besarnya
persediaan, dan
g. Biaya transportasi relatif lebih rendah.
2. Kelemahan Sistem EOQ
a. Sistem EOQ tidak dapat mengendalikan pemborosan secara optimal.
b. Sistem EOQ tidak dapat memperhatikan secara serius mengenai kualitas barang, serta
pengiriman yang tepat waktu.
c. Dalam sistem EOQ terdapat 2 biaya, yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Dimana dalam pemesanan bahan tidak hanya terjadi satu kali tapi bisa berulang-ulang
kali sehingga hal tersebut menimbulkan biaya pemesanan yang besar. Selain itu dengan
adanya persediaan bahan baku dalam perusahaan akan mengakibatkan biaya
penyimpanan yang besar pula.
d. Dana yang tertanam dalam persediaan relatif besar.
e. Adanya kemungkinan kerusakan persediaan selama proses penyimpanan.

3.7.3 Biaya dalam Sistem Economic Order Quantity (EOQ)

Ada 2 macam biaya yang digunakan sebagai dasar perhitungan EOQ, yaitu biaya pemesanan
(ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost). Kedua jenis biaya tersebut bersifat
variabel. Klarifikasi kedua jenis biaya tersebut antara lain :
1. Biaya Pemesanan
Biaya yang termasuk dalam kategori ini bersifat variabel terhadap frekuensi pesanan.
Artinya semakin tinggi frekuensi pemesanan, semakin besar biaya pesanan. Biaya-biaya
yang termasuk antara lain :
a. Biaya selama proses pesanan : biaya dokumen, biaya pengangkutan, asuransi
pengangkutan, dan biaya bongkar muatan.
b. Biaya pengiriman permintaan.
c. Biaya penerimaan barang.
d. Biaya penerimaan barang.
e. Biaya proses pembayaran kepada pemasok.
2. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)
Biaya yang termasuk dalam kategori ini antara lain :
a. Sewa gedung.
b. Biaya pemeliharaan barang di dalam gudang (penerangan, pemanasan, pendinginan).

77
c. Biaya modal yang tertanam dalam persediaan.
d. Pajak persediaan.
e. Asuransi gudang.
f. Biaya keuangan (Absolescence).
Besarnya biaya penyimpanan dapat diperhitungkan dengan dua cara :
a. Berdasarkan presentase tertentu dari nilai persediaan rata-rata.
b. Berdasarkan biaya per unit barang yang disimpan (dari jumlah rata-rata).

Agar biaya pemesanan variable dan biaya penyimpanan variabel dapat ditekan serendah
mungkin, maka perlu dicari jumlah pembelian yang paling ekonomis yaitu dengan rumus
sebagai berikut:

2DS
EOQ = √
H

dimana :
D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu,
S = Biaya pemesanan (per pesanan dan penyiapan mesin) per pesan, dan
H = Biaya Penyimpanan per unit per periode waktu.

Menurut Handoko (2000:341) menyebutkan bahwa model EOQ dapat diterapkan bila
anggapan-anggapan berikut ini dipenuhi :
1. Permintaan per unit produk adalah konstan, seragam dan diketahui (deterministik),
2. Harga per unit produk adalah konstan,
3. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan,
4. Biaya pemesanan per pesan (S) adalah konstan,
5. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead time) adalah konstan,
dan
6. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order.

3.8 Metode untuk Melaksanakan JIT dalam Lingkup EOQ

Banyak perusahaan menggunakan sistem JIT dalam lingkup model EOQ, perusahaan tersebut
memanfaatkan penggunaan pendekatan model EOQ untuk membantu dalam transisi menuju

78
JIT. Kebanyakan manajer persediaan mengerti dan masih menyukai model dari EOQ. Model
EOQ bisa digunakan untuk menjalankan JIT dalam mengurangi biaya, yang bermanfaat bagi
manajer dalam membuat perubahan kepada operasi JIT. Lebih jauh model baru berdasarkan JIT
bisa digunakan untuk menentukan jumlah pesanan dan banyaknya pengiriman yang dilakukan
selama kontrak jangka panjang.

3.8.1 Asumsi-asumsi dalam Metodologi JIT

Model dasar EOQ sering dikritik karena asumsi-asumsi yang tidak realistis yang mendasarinya.
Pengujian asumsi-asumsi model dasar EOQ dalam sudut pandang JIT oleh Stevenson (Dalam
Sulistyowati, 2006:22) antara lain:
1. Hanya satu produk yang dipertimbangkan dalam model. Dalam operasi JIT hal ini lebih
bersifat membatasi, JIT melihat tujuan produksi dimana masing-masing produk adalah
unik dan terpisah.
2. Kebutuhan permintaan total dalam satu tahun diketahui. Dalam operasi JIT tidak ada
barang yang diproduksi sampai terdapat pesanan. Permintaan tahunan, bulanan, mingguan,
harian atau bahkan perjamnya harus diketahui dengan kepastian relatif dalam operasi JIT.
3. Pemakaian permintaan dalam satu tahun tersebar rata-rata untuk mencapai pemakaian
konstan yang baik atau tingkat permintaan yang konstan dari konsumen. Dalam operasi JIT
dengan volume yang tinggi atau relatif (berulang-ulang), permintaan diharakan mengalami
kenaikan, tapi secara umum menjadi konstan. Dalam volume yang rendah, tingkat
kenaikan yang tinggi sangat mungkin terjadi, namun pesanan yang banyak dalam EOQ
tidak akan mencukupi, sehingga operasi JIT juga mengasumsikan penggunaan yang
konstan secara baik.
4. Waktu pengiriman pesanan adalah konstan. Dalam pembelian sistem JIT diharapkan waktu
pesan menjadi konstan dan bisa dipercaya karena ditentukan oleh pemasok dan pembeli.
5. Masing-masing pesanan diterima dalam satu pengiriman. Dalam JIT, pengiriman akan
mendukung produksi. Masing-masing pesanan tiba untuk item-item tertentu yang terlihat
dalam pengiriman tunggal.
6. Tidak ada diskon berdasarkan kuantitas secara umum, sifat kontrak jangka panjang dalam
JIT tidak berlaku untuk diskon, hal ini karena pemasok menyerap beberapa biaya
pemesanan yang sering dibutuhkan dalam mendukung operasi JIT. Namun prinsipprinsip
JIT mendorong pembeli untuk mengurangi ukuran lot, bukan meningkatkanya untuk
mendapatkan diskon.

79
3.8.2 Metode JIT/EOQ

Berdasarkan rumus EOQ, serangkaian rumus JIT dan EOQ digunakan untuk membantu
menjembatani transisi dari EOQ ke JIT. Rumus-rumus JIT/EOQ ini didasarkan pada kenyataan
bahwa JIT mengurangi lot pengiriman, sebagai arti dari pelaksanaan JIT dalam lingkup lot besar
EOQ. Asumsi-asumsi yang harus digunakan pada kombinasi metode JIT/EOQ menurut
Schniederjan (Dalam Sulistyowati, 2006) antara lain sebagai berikut:
1. Biaya unit tidak dipengaruhi oleh jumlah pesanan,
2. Biaya pengiriman tidak dipengaruhi oleh jumlah pesanan,
3. Biaya pemesanan adalah konstan, tidak masalah berapa banyak pengiriman yang
dijadwalkan.

Asumsi-asumsi ini sama dengan asumsi dari model dasar EOQ dan beralasan dari sudut
pandang pemberian kontrol pembeli dalam negosiasi kontrak jangka panjang JIT. Model
JIT/EOQ merupakan kombinasi antara model EOQ dan sistem JIT. Berikut beberapa macam
persamaan yang digunakan dalam perhitungan model JIT/EOQ (Schniederjan dalam
Sulistyowati, 2006). Marc. J. Schenierdejans (dikutip dari Asih Retno Susanto, 2001)
mengemukakan cara menentukan biaya berdasar metode Just in Time.
1. JIT/EOQ Order Quantity
Qn = √n x EOQ
2. JIT/EOQ Optimal Number Delivery

EOQ 2
na =[ ]
2a
3. Kuantitas pemesanan
Qn
q =
na
4. Frekuensi pembelian
D
N =
Qn
5. Total biaya persediaan bahan pelumas
CQn OD 1
Tijtt = + = (T*)
2a Qn √n

80
3.9 Blanket Order (BO)

Blanket order adalah metode 1 kali pemesanan untuk suplly enam bulan atau satu tahun pada
inventory untuk langsung diambil dan digunakan oleh perusahaan. Dalam hal ini perusahaan
menggunakan metode 2 kali pemesanan, dimana setiap pemesanan akan terdiri dari atas dua
kali pasokan, karena frekuensi pemesanan dilakukan 2 kali dalam satu periode. Berikut
merupakan beberapa mnafaat dalam penerapan blanket order bagi pembeli atau buyer (Dayal
et al., 1996) antara lain:
1. Menanggung biaya penyimpanan yang lebih kecil karena barang akan disimpan di gudang
pemasok sebelum dikirmkan ke pembeli;
2. Risiko stockout lebih banyak ditanggung oleh pemasok karena pemasok harus memastikan
barang siap di gudang pemaosk selama masa kontrak berlaku; dan
3. Kemungkinan untuk mendapatkan harga per unit yang lebih rendah menjadi lebih besar
karena membeli dalam kuantitas yang lebih besar.
4. Hanya sedikit memerlukan pemesanan dan mereduksi pekerjaan jurutulis Bagian
Pembelian (Purchasing), Pembukuan (Accounting), dan Penerimaan (Receiving).
5. Membebaskan pembelian dari pekerjaan rutin, memberikan kesempatan pembelian untuk
memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang utama.
6. Pembayaran sesuai dengan jumlah material yang diminta.
7. Memproteksi kenaikan harga selama periode kontrak.
8. Memusatkan pengendalian pembelian atas material sejenis.
9. Memperbaiki arus umpan balik informasi, karena pengelompokan material dan pemasok
(supplier).
10. Sistem ini membantu menguragi waktu tenggang (Lead Time) dan tingkat persediaan
pembelian, karena pemasok mengadakan persediaan.

81
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perusahaan PT Pupuk Kalimantan Timur. Perusahaan beralamat di


Jl. James Simandjuntak No. 1 Bontang 75313, Kalimantan Timur, Indonesia. Praktek Kerja
Lapangan dilakukan pada tanggal 10 Juli 2019 sampai dengan 10 September 2019. Jadwal
kegiatan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan


Minggu ke-
No Kegiatan
I II III IV V VI VII
1 Pengarahan Unit Kerja Departemen PPB&J
2 Orientasi Lapangan
3 Perencanaan Laporan
4 Pelaksanaan
5 Konsultasi Pembimbing Lapangan
6 Penyusunan Laporan
7 Presentasi

4.2 Objek Penelitian

Objek kegiatan pada dasarnya adalah objek yang menjadi fokus dalam penelitian. Objek
penelitian ini adalah bahan penolong yang merupakan bahan yang membantu menyempurnakan
bahan baku yang ada, sehingga produk yang dihasilkan lebih baik. Dalam penelitian ini akan
dilakukan dengan metode ABC indikator, dan dilakukan analisis perbandingan, dimana biaya
persediaan dihitung untuk mengetahui metode mana yang paling tepat dan efisien dalam
penerapan pengendalian persediaan bahan penolong sebagai bahan penyempurna dari bahan
baku.

82
4.3 Tahap Kegiatan

Tahapan-tahapan dalam kegiatan ini antara lain yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data,
pengolahan data, tahap analisa, dan pembahasan, serta tahap penutup.

4.3.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan adalah tahapan awal yang dilakukan peneliti dalam menjalankan penelitian.
Tahap persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa kegiatan antara lain
yaitu sebagai berikut:
1. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan atau bisa juga disebut orientasi lapangan adalah kegiatan awal sebelum
peneliti melakukan penelitian. Studi pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui
gambaran umum mengenai permasalahan subjek maupun objek penelitian yang akan kita
selesaikan ataupun memberikan solusi untuk permasalahan tersebut. Selain itu juga dengan
studi pendahuluan, informasi mengenai permasalahan yang kita hadapi menjadi jelas
permasalahannya. Pada studi pendahuluan ini dilakukan dengan mencari refrensi dari
artikel jurnal ataupun buku.
2. Identifikasi Permasalahan
Setelah melakukan studi pendahuluan, langkah selanjutnya adalah melakukan indentifikasi
masalah. Pada kegiatan ini peneliti mencari faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
permasalahan tersebut bisa terjadi. Dalam tahap penelitian ini sudah mulai diketahui studi
literatur berdasarkan metode yang akan digunakan guna membantu menyelesaikan
permasalahan yang terjadi.
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan hasil identifikasi masalah, selanjutnya adalah menentukan tujuan dari
penelitian tersebut, agar nantinya penelitian ini menjadi jelas dengan ditetapkannya tujuan
penelitian atau hal-hal yang akan dicapai untuk dijadikan acuan dalam melakukan
penelitian. Tujuan penelitian merupakan pokok-pokok penting yang akan menjadi tujuan
dilaksanakannya penelitian ini, sehingga dalam penulisan tujuan penelitian ini dilakukan
dengan menguraikan maksud dan tujuan penelitian.

83
4. Batasan dan Asumsi
Penentuan batasan dan asumsi ini dilakukan agar penelitian lebih terarah dan terfokus pada
objek sesuai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga menghindari meluasnya pokok-pokok
masalah dalam penelitian dan memberikan asumsi atas terbatasnya informasi dari
penelitian yang akan dilakukan.

4.3.2 Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan penting dalam kegiatan penelitian.
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.
Penjelasan pada masing-masing data dapat dilihat sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer merupakan tahapan pengumpulan data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli atau tidak melalui perantara. Teknik pengumpulan data ini
dilakukan tanpa harus mendapatkan data melalui sumber-sumber yang lainnya. Data
primer diambil melalui dua cara yakni observasi dan wawancara. Data primer dalam
penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi dilaksanakan pada objek tempat peneliti akan melaksanakan suatu penelitian.
Data primer yang didapatkan setelah melakukan observasi adalah data dari setiap
derpartemen atau bagian yang berhubungan dengan pengendalian persediaan bahan
penolong beberapa diantaranya Departemen Pengadaan Barang & Jasa, Departemen
Penerimaan dan Pergudangan.
b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan mengadakan diskusi
atau komunikasi langsung dengan narasumber maupun dengan orang yang terlibat
langsung dalam proses bisnis dalam Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Hal ini
dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai objek
penelitian, dan memenuhi kebutuhan data yang diperlukan.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan tahap pengumpulan data pada penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung. Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer, dimana
data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara.

84
Sumber data sekunder dapat diperoleh melalui pengumpulan data yang dilakukan oleh
pihak yang terlibat dari studi pustaka yang berupa keterangan atau fakta dengan cara
mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen, laporan-laporan, jurnal penelitian, literatur-
literatur, karya ilmiah hasil penelitian terdahulu dan teori-teori maupun data dokumen
lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Sedangkan jenis data menurut sifatnya dibagi menjadi dua yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang berupa pendapat atau judgement sehingga tidak
berupa angka, melainkan berupa kata atau kalimat (Suliyanto,2006). Data kualitatif yang
diperoleh dalam penelitian ini antara lain: sejarah, struktur organisasi, jumlah tenaga
kerja,bahan baku, mesin, dan lain-lain. Data Kuantitatif yaitu data yang berupa angka atau
bilangan, data kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain: harga bahan baku,
volume penggunaan bahan baku pertahun, dan biaya-biaya.

Pengumpulan data sekunder yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan studi
pustaka, yang berfungsi untuk mengetahui hal-hal yang diperlukan dalam penelitian yang
akan dilakukan. Studi pustaka juga menjadi titik acuan, pelaksanaan, dan pengembangan
penelitian sehingga penelitian yang akan dilakukan menjadi terarah sesuai prosedur dan
mempunyai landasan teori yang kuat.

4.3.3 Tahap Pengolahan Data dan Hasil Analisa Data

Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan, dan jenis data yang dikumpulkan maka langkah-
langkah sistematis pengolahan data yang dilakukan yaitu dimana data-data mentah yang sudah
didapatkan sebelumnya diolah dengan menggunakan beberapa metode pengendalian
persediaan sehingga bisa mendapatkan hasil guna menunjang penelitian. Biaya-biaya yang
timbul dalam pengolahan data adalah:
1. Biaya pembelian.
2. Biaya pengadaan.
3. Biaya pemesanan
4. Biaya penyimpanan.
a. Biaya memiliki persediaan (biaya modal), dan
b. Biaya gudang.
5. Biaya administrasi.

85
Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah metode persediaan yaitu meliputi
metode sebagai berikut :
1. Metode ABC Indikator
Metode ini digunakan untuk menentukan kelas-kelas pada setiap item, sehingga diketahui
item menurut kelasnya. Kemudian dari kelas yang telah ketahui, akan mempermudah
pengerjaan dan pemilihan bahan pelumas yang paling tinggi penggunaannya.
2. Total Biaya Persediaan
Total biaya persediaan merupakan penjumlahan dari biaya simpan dan biaya pesan. Total
biaya persediaan minimum akan tercapai pada saat biaya simpan sama dengan biaya pesan.
Pada saat total biaya persediaan minimum, maka jumlah pesanan tersebut dapat dikatakan
jumlah pesanan yang paling ekonomis (EOQ).
3. Blanket Order
Blanket order adalah metode 1 kali pemesanan untuk suplly enam bulan atau satu tahun
pada inventory untuk langsung diambil dan digunakan oleh perusahaan.
4. Metode JIT/EOQ
Just in Time merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implementasi penting
dalam manajemen biaya, dimana Just in Time berproduksi hanya apabila ada permintaan
(pull system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta pada saat
diminta dan hanya sebesar kuantitas yang diminta.

4.3.4 Tahap Analisa dan Pembahasan

Setelah melakukan pengumpulan data, tahap berikutnya adalah analisa dan pembahasan dengan
menggunakan beberapa metode pengendaliaan persediaan yang kemudian hasilnya akan
dibandingkan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil metode mana yang paling optimal dalam
perencanaan persediaan bahan penolong.

4.3.5 Tahap Penutup

Tahap penutup adalah tahapan terakhir yang dilakukan dalam penelitian dimana dalam tahapan
ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil analisa dan pembahasan yang sudah dilakukan.
Kesimpulan yang dituliskan berdasarkan kepada tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya,
sehingga tujuan dari penelitian dapat teruraikan secara singkat agar dapat tersampaikan secara

86
jelas maksud dan hasil dari penelitian ini. Saran yang diberikan berdasarkan pada perbaikan
yang dapat dilakukan berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan.

4.4 Diagram Alir Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, langkah-langkah penelitian dilakukan secara
sistematik sehingga dapat memudahkan dalam melaksanakan penelitian itu sendiri. Tahapan
penelitian tersebut dapat dilihat pada diagram alir metodelogi penelitian dibawah ini.

Mulai

Studi Pendahuluan Studi Literatur


Tahap Persiapan

Rumusan Penelitian

Batasan Penelitian

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Pengumpulan Data
Tahap Pengumpulan
Data

Gambar 4.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

87
1
Tahap Pengumpulan
Data

Data Primer Data Sekunder


1. Data Wawancara 1. Studi Literatur
2. Data Observasi 2. Jurnal-jurnal
Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan metode


Tahap

1. ABC Indikator
2. Blanket Order
3. JIT/EOQ
Pembahasan
Analisis dan

Analisis hasil perhitungan pengendalian persediaan bahan pelumas

Penutup
Tahap Penutup

Selesai

Gambar 4.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian (Lanjutan)

88
BAB V
ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

5.1 Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan di Perusahaan PT Pupuk Kalimantan Timur pada Departemen


Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa (PPB&J) untuk mendapatkan data bahan penolong
yaitu bahan pelumas yang digunakan pada alat-alat pabrik dengan item sebanyak 31 item dan
data pembelian yang digunakan sebagai objek penelitian adalah data dari tahun 2017 hingga
tahun 2018 yang akan dipilih kembali. Bahan pelumas yang telah dipilih akan dilakukan analisis
perbandingan yang berguna mencari hasil yang lebih baik antara metode yang telah digunakan
oleh perusahaan dengan metode Blanket Order dan JIT/EOQ yang diajukan oleh peneliti.

Biaya persediaan Pupuk Kaltim secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan yang didapatkan dari data history penelitian sebelumnya.
Biaya pemesanan terdiri dari biaya biaya telex, biaya telepon, biaya administrasi dan labor,
biaya tender negosiasi, biaya handling. Sedangkan untuk biaya penyimpanan terdiri dari biaya
insurance, PPN¸ interest, obselence, audits, floor space, dan labor. Biaya-biaya yang timbul
ini merupakan biaya-biaya tambahan yang timbul ketika perusahaan mengadakan pemesanan
terhadap barang.
1. Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan merupakan biaya yang timbul selama proses pemesanan barang dari
vendor hingga barang yang dipesan sampai di gudang. Biaya yang dikeluarkan untuk satu
kali pemesanan yang timbul berhubungan dengan aktivitas fisik yang dibutuhkan untuk
memproses pesanan. Sifat biaya pemesanan adalah konstan, dan tidak tergantung pada
jumlah yang dipesan. Pada penelitian kali ini biaya pemesanan adalah Rp 1.000.000,-.
2. Biaya Penyimpanan
Holding costs atau biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul pada saat barang telah
sampai dan disimpan di gudang. Apabila gudang yang digunakan dalam proses
penyimpanan tidak dimiliki oleh perusahaan atau dengan kata lain menyewa, maka harga
holding cost merupakan harga sewa dari gudang tersebut. PT. Pupuk Kalimantan Timur
menyimpan bahan penolong terutama bahan pelumas pada gudang yang dimiliki oleh PT.

89
Pupuk Kaltim sendiri. Biaya penyimpanan atau holding cost yang timbul di PT. Pupuk
Kaltim dipengaruhi oleh faktor Inflasi sebesar 9% dan ditambah 1% dari biaya bongkar
muat bahan penolong yaitu bahan pelumas. Biaya tetap tidak tergantung dengan jumlah
bahan pelumas yang disimpan, oleh karena itu tidak diperhitungkan dalam pengendalian
persediaan. Pada penelitian kali ini digunakan harga penyimpanan menyesuaikan dengan
penelitian sebelumnya yaitu sebesar Rp 501.454,-.
3. Data Pemesanan Bahan Pelumas
Pupuk Kaltim dalam upaya menjaga proses produksi agar tetap berjalan dengan lancar
melakukan pemesanan bahan penolong, salah satunya adalah bahan pelumas. Bahan
pelumas berguna untuk membantu merawat mesin agak tidak terjadi kerusakan yang risk-
an sehingga menghambat, bahkan dapat membuat proses produksi berhenti pada suatu
pabrik. Berikut di bawah ini merupakan data pemesanan bahan pelumas pada tahun 2017-
2018 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Data Pemesanan Bahan Pelumas pada Tahun 2017-2018


Material Pemesanan
No Description UoM MIN MAX Stok Awal
Code 2017 2018
Lube Oil Atlas Copco Refrgn
1 4002281 6066097 L 211 300 200 100 0
Roto Inject
Lube Oil Atlas Copco Roto
2 4002222 6060110 L 440 880 200 580 0
Inject
Lube Oil Dow Chemical
3 4002141 6059695 KG 2586 5172 3448 2586 0
Downtherm-A
4 4002282 6059631 Lube Oil Mobil ATF 220 L 1254 2508 1881 0 832
5 4002283 6060086 Lube Oil Mobil DTE 846 DR 6 12 3 8 18
Lube Oil Mobil Turbo DTE-
6 4002284 6163570 L 3120 6240 0 42640 0
LIGHT
7 4002285 6059790 Lube Oil Newlong 120 L 1000 3000 3000 0 0
Lube Oil Pertamina Meditran
8 4002286 6059480 L 6270 12540 8151 876 6688
SAE 10
Lube Oil Pertamina Meditran
9 4002287 6060010 L 6270 13585 418 8360 12540
SAE 40
Lube Oil Pertamina Mesran
10 4002288 6059378 L 627 1254 1045 627 836
2T SUPER
Lube Oil Pertamina Roredep
11 4002292 6059482 L 836 1254 836 0 1672
90
12 4002215 6059825 Lube Oil Shell Corena P 100 L 209 418 209 418 0
13 4002216 6059928 Lube Oil Shell Diala B L 1045 2090 2090 0 1254
Lube Oil Shell Morlina S2 B
14 4002217 6059919 L 10659 18183 12958 5225 9614
150
Lube Oil Shell Morlina S2 BL
15 4002218 6059926 L 209 627 418 0 1045
10

90
Tabel 5.1 Data Pemesanan Bahan Pelumas pada Tahun 2017-2018 (Lanjutan)

Material Pemesanan
No Description UoM MIN MAX Stok Awal
Code 2017 2018
Lube Oil Shell Omala S2 G
16 4002219 6059920 L 209 209 200 209 0
100
Lube Oil Shell Omala S2 G
17 4002220 6059921 L 418 836 836 836 1254
150
Lube Oil Shell Omala S2 G
18 4002221 6059922 L 1672 3344 209 5643 2090
220
Lube Oil Shell Omala S2 G
19 4002272 6059807 L 209 627 418 0 0
460
Lube Oil Shell Omala S2 GX
20 4002273 6059923 L 1254 2508 2508 2508 0
320
21 4002274 6059489 Lube Oil Shell S2 FR-A 68 L 2613 6688 5225 0 0
22 4002275 6059924 Lube Oil Shell Tegula 32 L 209 418 400 418 0
Lube Oil Shell Tellus 32 /
23 4002276 6059483 L 2299 4598 3762 1045 0
Turalik 43
Lube Oil Shell Tellus C68 /
24 4002277 6059487 L 627 1045 627 627 1254
Turalik C68
Lube Oil Shell Tellus S2 MX
25 4002278 6059670 L 209 418 418 418 0
100
Lube Oil Shell Tellus S2 MX
26 4002279 6059488 L 5016 10032 4180 6688 0
46
27 4002280 6059395 Lube Oil Shell Tonna S2 M 68 L 209 418 200 209 0
Lube Oil Shell Turbo N-32/J-
28 4002254 6059391 L 3971 7942 3344 4598 0
32
29 4002255 6059486 Lube Oil Shell Turbo T-32 L 24035 48070 11286 34485 60610
30 4002256 6059485 Lube Oil Shell Turbo T-46 L 15048 30096 29469 0 11913
31 4002257 6059925 Lube Oil Shell Turbo T-68 L 1254 2508 1672 1672 1672

4. Data Pemakaian Bahan Pelumas


Pupuk Kaltim dalam upaya menjaga proses produksi agar tetap berjalan dengan lancar
melakukan pemakaian bahan penolong, salah satunya adalah bahan pelumas. Berikut di
bawah ini merupakan data pemakaian bahan pelumas pada tahun 2017-2018 dapat dilihat
pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Data Pemakaian Bahan Pelumas pada Tahun 2017-2018

Material Pemakaian Stok


No Description UoM Cost
Code 2017 2018 Akhir
Lube Oil Atlas Copco Refrgn
1 4002281 6066097 L 250021 100 20 180
Roto Inject
Lube Oil Atlas Copco Roto
2 4002222 6060110 L 140729 200 460 120
Inject
Lube Oil Dow Chemical
3 4002141 6059695 KG 156542 2586 431 3017
Downtherm-A

91
Tabel 5.2 Data Pemakaian Bahan Pelumas pada Tahun 2017-2018 (Lanjutan)

Material Pemakaian Stok


No Description UoM Cost
code 2017 2018 Akhir
4 4002282 6059631 Lube Oil Mobil ATF 220 L 60175 209 2086 418
5 4002283 6060086 Lube Oil Mobil DTE 846 DR 9208288 8 9 12
Lube Oil Mobil Turbo DTE-
6 4002284 6163570 L 29430 30786 1664 10190
LIGHT
7 4002285 6059790 Lube Oil Newlong 120 L 25197 200 400 2400
Lube Oil Pertamina Meditran
8 4002286 6059480 L 20931 6937 4598 4180
SAE 10
Lube Oil Pertamina Meditran
9 4002287 6060010 L 20876 6897 6897 7524
SAE 40
Lube Oil Pertamina Mesran
10 4002288 6059378 L 26581 1254 1254 0
2T SUPER
Lube Oil Pertamina Roredep
11 4002292 6059482 L 26751 836 627 1045
90
12 4002215 6059825 Lube Oil Shell Corena P 100 L 38756 418 209 0
13 4002216 6059928 Lube Oil Shell Diala B L 28993 836 1881 627
Lube Oil Shell Morlina S2 B
14 4002217 6059919 L 27300 10241 8151 9405
150
Lube Oil Shell Morlina S2 BL
15 4002218 6059926 L 43423 209 627 627
10
Lube Oil Shell Omala S2 G
16 4002219 6059920 L 22600 200 0 209
100
Lube Oil Shell Omala S2 G
17 4002220 6059921 L 29966 1672 1045 209
150
Lube Oil Shell Omala S2 G
18 4002221 6059922 L 28888 3344 3135 1463
220
Lube Oil Shell Omala S2 G
19 4002272 6059807 L 30500 209 209 0
460
Lube Oil Shell Omala S2 GX
20 4002273 6059923 L 33337 2926 2090 0
320
21 4002274 6059489 Lube Oil Shell S2 FR-A 68 L 33696 627 3762 836
22 4002275 6059924 Lube Oil Shell Tegula 32 L 27350 400 0 418
Lube Oil Shell Tellus 32 /
23 4002276 6059483 L 23889 1045 1254 2508
Turalik 43
Lube Oil Shell Tellus C68 /
24 4002277 6059487 L 24476 627 1463 418
Turalik C68
Lube Oil Shell Tellus S2 MX
25 4002278 6059670 L 27100 418 0 418
100
Lube Oil Shell Tellus S2 MX
26 4002279 6059488 L 23724 3135 1672 6061
46
27 4002280 6059395 Lube Oil Shell Tonna S2 M 68 L 29722 200 0 209
Lube Oil Shell Turbo N-32/J-
28 4002254 6059391 L 36668 3762 4180 0
32
29 4002255 6059486 Lube Oil Shell Turbo T-32 L 25432 45771 53086 7524
30 4002256 6059485 Lube Oil Shell Turbo T-46 L 27984 11495 20273 9614
31 4002257 6059925 Lube Oil Shell Turbo T-68 L 29660 1672 2299 1045

92
5.2 Pengolahan Data

Berdasarkan data yang telah terkumpul di atas, maka selanjutnya adalah dilakukan pengolahan
data yang telah direkap sebelumnya sesuai dengan Reorder Report Stock atau ROR dari PT
Pupuk Kalimantan Timur. Kemudian selanjutnya dilakukan pemilahan data di atas dengan
menggunakan ABC analysis pada software POM-QM.

5.2.1 Klasifikasi ABC

Berdasarkan data di atas untuk dapat dilakukan pengklasifikasian bahan pelumas maka data
pemakaian (menggunakan biaya pemakaian per tahun) dibagi dalam tiga kelas yaitu A, B, dan
C. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini.
1. Kelas A : Nilai pemakaian tahunannya tinggi (Sekitar 80%)
2. Kelas B : Nilai pemakaian tahunannya sedang (Sekitar 15%)
3. Kelas C : Nilai pemakaian tahunnya rendah (sekitar 5%)

Kelas A yang lazimmnya memiliki jumlah item yang sedikit, harus mendapat pengawasan ketat,
sedangkan B yang lazimnya memiliki jumlah item sedang mendapat pengawasan sedang, dan
kelas C hanya pengawasan ringan saja. Prosedur untuk melakukan klasifikasi adalah sebagai
berikut :
1. Tabulasikan data permintaan item.
2. Cari rata-rata permintaan item.
3. Jumlah rata-rata permintaan untuk keseluruhan item dan hitung presentase pemakaian
tahunan untuk tiap item.
4. Urutkan item mulai dari rata-rata permintaan tahunannya besar.
5. Buat klasifikasi ABC dengan aturan medekati yang di atas.

Berikut di bawah ini langkah-langkah untuk mengklasifikasikan bahan pelumas di atas dengan
menggunakan softare POM-QM.

1. Buka software POM-QM > pilih MODULE > pilih Inventory > pilih New > pilih ABC
Analysis,
2. Akan muncul tampilan dialog create data,

93
Gambar 5.1 Dialog Create data set

3. Jika pengisian telah selesai kemudiak klik OK, maka akan muncul tampilan untuk mengisi
data yang akan di klasifikasikan seperti yang terlihat pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3.

Gambar 5.2 Pengisian Data Tahun 2017

94
Gambar 5.3 Pengisian Data Tahun 2018

4. Setelah mengisi data yang akan di klasifikasikan, setelah itu klik solve dan output dari
klasifkasi ABC akan muncul seperti Gambar 5.4 dan Gambar 5.5.

Gambar 5.4 Output Klasifikasi ABC Tahun 2017

95
Gambar 5.5 Output Klasifikasi ABC Tahun 2018

Berdasarkan langkah-langkah di atas maka didapatkan hasil pengklasifikasian ABC untuk


bahan pelumas sejak tahun 2017 dan 2018. Hasil pengklasifikasian dapat dilihat di bawah ini.
1. Hasil Klasifikasi ABC pemakaian bahan pelumas pada tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel
5.3.

Tabel 5.3 Klasifikasi ABC Pemakaian Bahan Pemulas Tahun 2017


% Nilai % Jumlah
Kelas Jumlah Item Nilai Pemakaian (Rp)
Pemakaian Item
A 8 3.503,278.200 82,98% 25,81%
B 9 528.361.710 12,52% 29,03%
C 14 190.037.927 4,5% 45,16%
Jumlah 31 4.221.678.000 100% 100%

2. Hasil Klasifikasi ABC pemakaian bahan pelumas pada tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel
5.4.

96
Tabel 5.4 Klasifikasi ABC Pemakaian Bahan Pemulas Tahun 2018
% Nilai % Jumlah
Kelas Jumlah Item Nilai Pemakaian (Rp)
Pemakaian Item
A 9 2.876.453.520 80,43% 29,03%
B 9 531.924.470 14,87% 29,03%
C 13 168.157.010 4,7% 41,94%
Jumlah 31 3.576.535.000 100% 100%

Berdasarkan hasil klasifikasi ABC terhadap pemakaian bahan pelumas pada tahun 2017 dan
2018, maka didapatkan material yang tergolong dalam kelas A (dengan mengambil nilai
permakaian tertinggi. Selain berdasarkan nilai pemakainnya, bahan pelumas yang akan diteliti
lebih lanjut juga harus memiliki frekuensi dan kuantitas pengeluaran yang 97elative tinggi ke
user dibandingkan jenis bahan pelumas lainnya sehingga material tersebut harus diperhatikan
dan diberi pengawasan yang lebih ketat. Berikut bisa dilihat di bawah ini pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Material Kelas A yang Terpilih


Kuantitas Pemakaian Frekuensi Pemakaian
Nama Material 2017 Nama Material 2018
2017 2018 2017 2018
Lube Oil Shell Turbo Lube Oil Shell Turbo
45.771 53.086 75 112
T-32 (4002255) T-32 (4002255)

5.2.2 Data Kebutuhan Bahan Pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32

Kebutuhan Lube Oil Shell Turbo T-32 diperolah dari supplier, kebijakan pengadaan bahan
pelumas dilakukan sesuai dengan permintaan bagian produksi untuk memenuhi kebutuhan.
Data kebutuhan Lube Oil Shell Turbo T-32 pada tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Kebutuhan Lube Oil Shell Turbo T-32


No Bulan Jumlah Kebutuhan Bahan Pelumas
1 Januari 7.733
2 Februari 5.016
3 Maret 8.151
4 April 2.299

97
Tabel 5.6 Kebutuhan Lube Oil Shell Turbo T-32 (Lanjutan)
No Bulan Jumlah Kebutuhan Bahan Pelumas
5 Mei 6061
6 Juni 7.524
7 Juli 1.463
8 Agustus 836
9 September 4.180
10 Oktober 4.180
11 November 3.553
12 Desember 2.090
Total 53.086
Rata-rata (X) 4.423,8

5.3 Analisis Berdasarkan Kebijakan Perusahaan

Pada penelitian kali ini akan di analisis total biaya persediaan bahan pelumas yaitu Lube Oil
Shell Turbo T-32 pada tahun 2018 yang diketahui dari biaya pembelian, biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan. Total biaya persediaan dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Total Biaya Persediaan


No Komponen Persediaan Total
1 Total Kebutuhan Bahan Pelumas (D) 53.086 Liter
2 PPN 10%
3 Biaya Pemesanan Sekali Pesan (S) Rp 1.000.000
4 Biaya Penyimpanan bahan baku (H) Rp 6.50
5 Biaya Angkut/drum Rp 106.306

Total kebutuhan bahan pelumas


Pembelian rata-rata =
Frekuensi pemesanan dalam satu tahun
53.086
=
12 kali
= 4.423,8 Liter

98
Berdasarkan Tabel 5.7 total biaya persediaan dihitung dengan menggunakan rumus yaitu
sebagai berikut :
Q D
TIC =( H) + ( S)
2 Q
4.423,8 53.086
=( 6.50) + ( 1.000.000)
2 4.423,8
= Rp 14.377,- + Rp 12.000.090,-
= Rp 12.014.467,-

Berdasarkan total biaya persediaan yang telah dihitung berdasarkan kebijakan perusahaan
adalah sebesar Rp 12.014.467,-

Biaya Pembelian = (Demand x Harga) + PPN% + (Biaya Angkut x Kuantitas Pesan)


= (53.086 x 24.923) + 10%(Demand x Harga)+(106.306 x (53.086/209))
= Rp 1.323.062.278 + Rp 132.306.238 + Rp 27.001.724
= Rp 1.482.370.340,-

Total Cost = TIC + Biaya Pembelian


= Rp 12.014.467,- + Rp 1.482.370.340,-
= Rp 1.494.384.808,-

Jadi total biaya yang harus ditanggung oleh Pupuk Kaltim untuk pengadaan persediaan bahan
pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32 selama satu tahun periode berdasarkan kebijakan
perusahaan adalah sebesar Rp 1.494.384.808,-.

5.4 Analisis Metode Blanket Order

Data yang digunakan untuk metode Blanket Order sebagai berikut:

Tabel 5.8 Data Blanket Order


No Komponen Persediaan Total
1 Total Kebutuhan Bahan Pelumas (D) 53.086 Liter
2 Biaya Penyimpanan Bahan Pelumas (H) Rp 501.454
3 Biaya Pemesanan Sekali Pesan (S) Rp 1.000.000

99
Tabel 5.8 Data Blanket Order
No Komponen Persediaan Total
4 Lead Time 3,78 Bulan
5 Harga Per Liter Rp 25.423
6 Presentase Pengaman 20%

Berikut ini merupakan perhitungan data menggunakan metode Blanket Order.


1. Menentukan safety stock menggunakan persamaan berikut ini :
SS = (Rata-rata pemakaian x Lead Time) x P%
= ( 4.423,8 x 0,315) x 20%
= 278,7 Liter
2. Menentukan kuantitas pemesanan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
D
Q =
4
53.086
=
4
= 13.272 Liter
3. Menentukan Total Cost selama 12 bulan dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
Q
TC = (2 x S) + ( ( ) x H) + (SS x H) + (Demand x Harga)
2
13.272
= (2 x 1.000.000) + ( ( ) x 6,50) + (278,7 x 6,50) + (53.086 x 25.423)
2
= (2.000.000) + (43.132) + (1.812) + (1.349.605.378)
= Rp 1.351.650.322,-.

Jadi, total biaya yang harus ditanggung oleh Pupuk Kaltim pengadaan persediaan bahan
pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32 selama satu tahun periode dengan menggunakan metode
Blanket Order adalah sebesar Rp 1.351.650.322,-.

5.5 Analisis Metode JIT/EOQ

Langkah-langkah perhitungan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ)


dapat dilihat di bawah ini.

100
1. Pembelian bahan pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32 yang ekonomis dapat diketahui yaitu
sebagai berikut :

Tabel 5.9 Pembelian Bahan Pelumas Ekonomis


No Komponen Persediaan Total
1 Total Kebutuhan Bahan Pelumas (D) 53.086 Liter
2 Biaya Penyimpanan Bahan Pelumas (H) Rp 6,50
3 Biaya Pemesanan Sekali Pesan (S) Rp 1.000.000

Berdasarkan Tabel 5.9 maka besarnya pembelian Lube Oil Shell Turbo T-32 yang
ekonomis dapat dihitung dengan menggunakan metode (EOQ) yaitu sebagai berikut :

2DS
EOQ =√
H

2(53.086)(1.000.000)
=√
501.454

106.172.000.000
=√
501.454

= √211.728,29
= 460,14 Liter
2. Frekuensi pemesanan bahan pelumas
Frekuensi pemesanan (F) menurut metode Economic Order Quantity (EOQ) dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut :
D
F =
EOQ
53.086
=
460,14
= 115,35 kali (dibulatkan menjadi 115 kali)

Jadi dengan menggunakan metode EOQ untuk memenuhi kebutuhan bahan pelumas Lube Oil
Shell Turbo T-32 sebanyak 53.086 Liter. Perusahaan melakukan pemesanan sebanyak 115 kali
dengan kuantitas pemesanan untuk setiap kali pesan sebanyak 460,14 Liter.
3. Total biaya persediaan
Untuk menghitung total biaya persediaan diketahui yaitu pada Tabel 5.10.

101
Tabel 5.10 Total Biaya Persediaan Metode EOQ
No Komponen Persediaan Total
1 Total Kebutuhan Bahan Pelumas (D) 53.086 Liter
2 Biaya Pemesanan Sekali Pesan (S) Rp 1.000.000
3 Biaya Penyimpanan Bahan Pelumas (H) Rp 501.454
4 Pembelian Bahan Pelumas yang Ekonomis 460,14 Liter
5 PPN 10%
6 Biaya Angkut Rp 106.306

Berdasarkan Tabel 5.10 total biaya persediaan menggunakan metode EOQ, perhitungan
total biaya persediaan yaitu sebagai berikut :
TEOQ = Biaya Pemesanan + Biaya Penyimpanan
D Q
=( S) + ( H)
Q 2
53.086 460,14
=( 1.000.000) + ( 6,50)
460,14 2
= Rp 115.369.235,- + Rp 1.496,-
= Rp 115.370.731,-

Berdasarkan total biaya persediaan yang telah dihitung untuk pengadaan persediaan bahan
pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32 dengan metode EOQ adalah sebesar Rp 115.370.731,-.
Langkah-langkah perhitungan dengan menggunakan metode JIT/EOQ kuantitas pemesanan
bahan pelumas yang paling ekonomis berdasarkan JIT/EOQ dapat diketahui pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11 Pembelian Bahan Pelumas Just In Time


No Komponen Persediaan Total
1 Total Kebutuhan Bahan Pelumas (D) 53.086 Liter
2 PPN 10%
3 Biaya Pemesanan Sekali Pesan (S) Rp 1.000.000
4 Biaya Penyimpanan Bahan Pelumas (H) Rp 6,50
5 Biaya Angkut Rp 106.306
6 Tingkat Kapasitas Minimum Persediaan 24.035 Liter
7 Kuantitas Pemesanan Optimal Sistem EOQ 406,14 Liter

102
Berdasarkan Tabel 5.11 maka besarnya pembelian bahan pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32
yang ekonomis dapat dihitung dengan menggunakan metode JIT/EOQ yaitu sebagai berikut :
1. JIT/EOQ Optimal Number Delivery
Jumlah pengiriman optimal setiap kali pesan adalah sebagai berikut :

EOQ 2
na =[ ]
2a

460,14 2
=[ ]
2(24.035)

406,14 2
=[ ]
48.070
= (0,0096)2
= 0,00009 kali (dibulatkan menjadi 1 kali)

2. JIT/EOQ Order Quantity


Kuantitas pesanan setiap kali pesan adalah sebagai berikut :
Qn = √n x EOQ
= √1 x 406,14
= 406,14 Liter

3. Kuantitas pengiriman yang optimal untuk setiap kali pengiriman


Qn
q =
na
406,14
=
1
= 406,14 Liter

4. Frekuensi pengiriman bahan pelumas


D
N =
Qn
53.086
=
460,14
= 115,37 (dibulatkan menjadi 115 kali)

103
Jadi dengan menggunakan metode JIT/EOQ untuk memenuhi kebutuhan bahan pelumas
Lube Oil Shell Turbo T-32 sebanyak 53.086 Liter, perusahaan melakukan pemesanan
sebanyak 115 kali dengan 1 kali pengiriman untuk setiap kali pesan. Kuantitas pemesanan
yang optimal untuk setiap kali pesan adalah sebanyak 460,14 Liter dan kuantitas
pengiriman untuk setiap kali pengiriman adalah 460,14 Liter.
5. Total biaya persediaan
Perhitungan total biaya persediaan bahan pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32 berdasarkan
metode JIT/EOQ adalah sebagai berikut :
CQn OD 1
Tijtt = + = (T*)
2a Qn √n
1
= (T*)
√n
1
= (Rp 115.370.731,-)
√1
= Rp 115.370.731,-

Berdasarkan total biaya persediaan yang telah dihitung untuk pengadaan persediaan bahan
pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32 dengan metode JIT/EOQ adalah sebesar Rp 115.370.731,-

Biaya Pembelian = (Demand x Harga) + PPN% + (Biaya Angkut x Kuantitas Pesan)


= (53.086 x 24.923) + 10%(Demand x Harga)+(106.306 x (53.086/209))
= Rp 1.323.062.278 + Rp 132.306.238 + Rp 27.001.724
= Rp 1.482.370.340,-

Total Cost = TIC + Biaya Pembelian


= Rp 115.370.731,- + Rp 1.482.370.340,-
= Rp1.597.741.071,-

Jadi, total biaya yang harus ditanggung oleh Pupuk Kaltim pengadaan persediaan bahan
pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32 selama satu tahun periode dengan menggunakan metode
JIT/EOQ adalah sebesar Rp 1.597.741.071,-

104
5.6 Perbandingan Antara Kebijakan Perusahaan dan Metode JIT/EOQ

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat dilihat perbandingan persediaan bahan
baku antara kebijakan perusahaan dengan pendekatan metode Blanket Order dan JIT/EOQ.
Adapun tabel perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Perbandingan Biaya Total Persediaan


No Keterangan Kebijakan Perusahaan Metode JIT/EOQ Blanket Order
1 Kebutuhan Bahan Pelumas satu
53.086 Liter 53.086 Liter 53.086 Liter
periode
2 PPN % 10% 10% 10%
3 Total Biaya Pesan Rp 1.000.000,- Rp 1.000.000,- Rp 1.000.000,-
4 Total Biaya Simpan Rp 6,50,- Rp 6,50,- Rp 6,50,-
5 Kuantitas Pemesanan Optimal 4.423,8 Liter 460,14 Liter 13.272 Liter
6 Frekuensi Pembelian/Tahun 12 115 2
7 Frekuensi Pengiriman/Pesan 1 1 2
8 Frekuensi Pengiriman/Tahun 12 115 4
9 Total Inventory Cost Rp 12.014.467,- Rp 115.370.731,- -
10 Total Cost Rp 1.494.384.808,- Rp 1.597.741.071,- Rp 1.351.650.322,-

Berdasarkan Tabel 5.12, perbandingan antara kebijakan perusahaan, metode Blanket Order,
dan JIT/EOQ dengan biaya pembelian yaitu sebesar Rp 1.494.384.808,- total biaya pesan
sebesar Rp 1.000.000,- dan total biaya simpan sebesar Rp 6,50,-, dilakukan perbandingan untuk
melihat perbedaan total inventory cost untuk mendapatkan nilai berdasarkan kebijakan
perusahaan. Dengan tingkat kebutuhan 53.086 liter/tahun terlihat kuantitas pembelian bahan
pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32 berdasarkan kebijakan perusahaan sebesar 4.423,8 liter
dengan frekuensi pembelian/tahun yaitu sebanyak 12 kali, frekuensi pengiriman perpesan
sebanyak 1 kali maka total inventory cost yang didapatkan adalah sebesar Rp 12.014.467,-.
Sehingga total cost yang harus dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 1.494.384.808,-

Apabila menggunakan metode Blanket Order dengan biaya pembelian yaitu sebesar Rp
1.351.650.322,- total biaya pesan sebesar Rp 1.000.000,- dan total biaya simpan sebesar Rp
6,50,-, dilakukan perbandingan untuk melihat perbedaan total cost. Dengan tingkat kebutuhan

105
53.086 ton/tahun terlihat kuantitas pembelian bahan pelumas berdasarkan metode blanket order
sebesar 13.272 Liter dengan frekuensi pembelian/tahun yaitu sebanyak 2 kali, frekuensi
pengiriman perpesan sebanyak 4 kali maka total inventory cost yang didapatkan adalah sebesar
Rp 0 sebab inventory cost dibebankan kepada supplier. Sehingga total cost yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 1.351.650.322,-.

Apabila menggunakan metode JIT/EOQ dengan biaya pembelian yaitu sebesar Rp


1.494.384.808,- total biaya pesan sebesar Rp 1.000.000,- dan total biaya simpan sebesar Rp
6,50,-, dilakukan perbandingan untuk melihat perbedaan total inventory cost untuk
mendapatkan nilai berdasarkan metode JIT/EOQ. Dengan tingkat kebutuhan 53.086 ton/tahun
terlihat kuantitas pembelian bahan baku berdasarkan metode EOQ sebesar 460,14 Liter dengan
frekuensi pembelian/tahun yaitu sebanyak 115 kali, frekuensi pengiriman perpesan sebanyak 1
kali maka total inventory cost yang didapatkan adalah sebesar Rp 115.370.731,-. Sehingga total
cost yang harus dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 1.597.741.071,-.

Total cost yang dikeluarkan berdasarkan kebijakan perusahaan sebesar Rp 1.494.384.808,-.


Apabila menggunakan metode Blanket Order total cost yang dikeluarkan sebesar Rp
1.351.650.322,-. Apabila menggunakan metode JIT/EOQ total cost bahan pelumas Lube Oil
Shell Turbo T-32 sebesar Rp 1.597.741.071,-. Total cost yang dapat dihemat dengan metode
Blanket Order dibandingkan dengan kebijakan perusahaan sebesar Rp 142.734.486,-.

Dengan demikian membuktikan bahwa kebijakan pengendalian persediaan yang dilakukan


perusahaan belum maksimal berdasarkan metode perencanaan persediaan bahan pelumas Lube
Oil Shell Turbo T-32 menggunakan metode Blanket Order. Disini terlihat hasil dari metode
Blanket Order menunjukan hasil yang lebih optimal dibandingkan dengan menggunakan
metode JIT/EOQ dan kebijakan yang dilakukan perusahaan.

106
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu
sebagai berikut :
1. Berdasarkan metode yang digunakan perusahaan PT Pupuk Kalimantan Timur adapun
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan. Untuk biaya pembelian yaitu
sebesar Rp 1.482.370.340,- total biaya pesan sebesar Rp 1.000.000,- dan total biaya simpan
sebesar Rp 6,50,-, dilakukan perbandingan untuk melihat perbedaan total inventory cost
untuk mendapatkan nilai berdasarkan kebijakan perusahaan. Dengan tingkat kebutuhan
53.086 liter/tahun terlihat kuantitas pembelian bahan pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32
berdasarkan kebijakan perusahaan sebesar 4.423,8 liter dengan frekuensi pembelian/tahun
yaitu sebanyak 12 kali, frekuensi pengiriman perpesan sebanyak 1 kali maka total inventory
cost yang didapatkan adalah sebesar Rp 12.014.468,-. Sehingga total cost yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 1.494.384.808,-.
2. Berdasarkan kebijakan perusahaan pada akhir tahun 2018 jumlah stok di gudang sebesar
7.524 Liter atau 36 drum, yang artinya stok tersebut tidak sesuai dengan batas minimum
stok yang harus ada di gudang. Sesuai kebijakan perusahaan minimum stok Lube Oil Shell
Turbo T-32 yang harus ada di gudang sebesar 24.035 Liter atau 115 drum.
3. Total inventory cost yang dikeluarkan berdasarkan kebijakan perusahaan sebesar Rp
12.014.468,-. Apabila menggunakan metode Blanket Order total inventory cost bahan
pelumas Lube Oil Shell Turbo T-32 sebesar Rp 0,-.Total cost yang dikeluarkan perusahaan
sebesar Rp 1.494.384.808,- sedangkan dengan metode Blanket Order sebesar Rp
1.351.650.322,-. Total cost yang dapat dihemat dengan perbandingan antara metode
Blanket Order dan kebijakan perusahaan adalah Rp 142.734.486,-.

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini dapat dilihat di bawah ini.
Untuk penulis :

107
1. Perlu dilakukan pengembangan diri mengenai pemahaman dan pemanfaatan ilmu yang
telah diperoleh diperkuliahan.
2. Penulis perlu melakukan pengambilan data secara lebih detail agar hasil pengolahan data
lebih akurat.
Untuk Perusahaan :
1. Sebaiknya perusahaan mempertimbangkan penggunaan metode Blanket Order untuk
mendapatkan nilai Total Cost minimum pada pemakaian item bearing tetapi perusahaan
harus menambah kapasitas gudang dikarenakan target persediaan yang besar..
2. PT Pupuk Kaltim harus lebih memperhatikan dan mengevaluasi kebijakan yang telah
sepakat diterapkan, sehingga tidak terjadi ketidaksesuaian data yang ada, dengan kebijakan
yang telah ditetapkan.

108
DAFTAR PUSTAKA

Bahagia, S. N. (2006). Sistem Inventori. Bandung: Penerbit ITB.

Fadhil. (2017). Proyeksi Tingkat Persediaan Bahan Baku NPK yang Optimal pada PT Pupuk
Kalimantan Timur. Bontang: Universitas Hasanuddin.

Subagyo, Pangestu. 2000. Forecasting: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFE

Maharani, Mayora Hayundra, 2015. Persediaan Sistem Economic Order Quantity dan Just In
Time Pada Pengendalian Persediaan Bahan Baku (Studi Kasus pada CV Aneka Ilmu
Semarang). Universitas Diponegoro: Semarang.

Nuryanto, Aris. 2010. Analisis Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kain
Micropolar Fleece Antara Pendekatan Model EOQ dengan Just In Time Inventory
Control (JIT/EOQ) pada CV Cahyo Nugroho Jati Sukoharjo. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.

Kusuma, Hendry. 2009. Manajemen Produksi Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Andi:
Yogyakarta.

Wahyuningsih, Restu. 2011. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Dagsap
Endura Eatore di Kawasan Industri Sentul, Bogor. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah: Jakarta.

El Faruqy, Mizyal. 2016. Menentukan Nilai Total Cost dengan Menggunakan Metode EOQ,
Min-Max, Blanket Order pada Bahan Baku NPK. Universitas Brawijaya: Malang.

Sinulingga Sukaria. 2013. Perencanaan & Pengendalian Produksi. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Kusuma, Hendry. 2009. Manajemen Produksi Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Andi:
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai