Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia usaha di Indonesia saat ini mulai menampakkan

kemajuan yang cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai

macam usaha yang tersebar di Indonesia, mulai dari usaha kecil yang dimiliki

perseorangan sampai perusahaan besar yang telah memiliki anak cabang yang

cukup banyak. Hal ini membuat persaingan antar perusahaan tidak dapat

dihindari, untuk itu setiap perusahaan harus pandai memutar otak agar dapat

bertahan, memenangkan persaingan dan mencapai salah satu tujuan perusahaan

yaitu mendapat keuntungan yang maksimal.

Pada perusahaan agar dapat bertahan, memenangkan persaingan, dan

mencapai salah satu tujuan perusahaan yaitu mendapat keuntungan yang

maksimal maka diperlukan strategi agar hal tersebut dapat dicapai. Salah satu

strategi atau upaya yang dapat dilakukan perusahaan ialah dengan meningkatkan

efisiensi dalam kegiatan usahanya, tidak terkecuali juga perusahaan dibidang

manufaktur.

Pada perusahaan manufaktur kegiatan utamanya ialah produksi. Dalam

hal proses produksi, persediaan bahan baku dalam perusahaan memegang peranan

yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan proses produksi. Akan tetapi

jika manajemen pengelolaan persediaan bahan baku tidak tepat maka dapat
2

menimbulkan biaya yang lebih besar lagi yang hal tersebut dapat menghambat

proses pencapaian tujuan perusahaan dan akan merugikan pihak perusahaan.

Salah satu strategi yang ada saat ini dalam perkembangan teknologi

manufaktur adalah dengan sistem Just In Time. Sistem ini pada awalnya dibuat

oleh pendiri Toyota dan dikenalkan pada tahun 1948 di Jepang. Dengan

menerapkan sistem ini makan diharapkan perusahaan dalam proses produksinya

akan memiliki biaya rendah, harga jual murah, kualitas baik, dan kemampuan

ketepatan waktu pengiriman pada pelanggan.

Salah satu strategi para pelaku bisnis dalam era revolusioner saat ini yaitu

mulai meninggalkan sistem tradisional dan beralih pada sistem Just In Time dalam

aktivitas produksi. Sistem tradisional dalam proses produksi menggunakan sistem

dorong (push system) yaitu memproduksi barang berdasarkan schedule produksi

tanpa memperhatikan tarikan permintaan produk yang sesungguhnya, sehingga

menimbulkan penumpukan persediaan pada gudang yang dapat menambah biaya

perusahaan. Berbeda dengan sistem Just In Time yang dalam proses produksinya

menggunakan sistem tarik (pull system) yaitu memproduksi barang hanya apabila

ada tarikan permintaan, sehingga perusahaan akan memproduksi barang sesuai

dengan kuantitas yang diminta dan pada saat yang diminta, sehingga tidak terjadi

penumpukan persediaan pada gudang. Pada sistem Just In Time, semua hal yang

tidak memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan berusaha

dihilangkan, karena hal tersebut merupakan pemborosan yang seharusnya tidak

ada dalam proses produksi.


3

Homeindustry tahu Bapak Waras yang berada di Kecamatan Loa Janan

Ulu merupakan usaha yang bergerak dibidang industry makanan yang kegiatan

utamanya ialah memproduksi tahu. Bahan baku yang digunakan dalam proses

produksi ini adalah kedelai. Selain memproduksi tahu, homeindustry ini juga

memanfaatkan sisa-sisa dari ampas kedelai yang telah diambil sarinya untuk

dijadikan makanan yang biasa disebut tempe gembos. Dalam mengelola bahan

baku kedelai, usaha tahu Bapak Waras masih menggunakan sistem tradisional

dimana pembelian bahan baku dilakukan secara terus menerus meskipun masih

terdapat persediaan bahan baku digudang.

Tabel 1.1
Table Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku Kedelai
Pada Bulan Oktober 2018
Pembelian Bahan Penggunaan Bahan Sisa Bahan
Minggu Ke-
Baku Kedelai Baku Kedelai Baku Kedelai
1 2.500 Kg 1.400 Kg 1.100 Kg
2 2.000 Kg 1.400 Kg 600 Kg
3 1.500 Kg 1.400 Kg 100 Kg
4 2.500 Kg 1.400 Kg 1.100 Kg
Jumlah Total 8.500 Kg 5.600 Kg 2.900 Kg
Sumber : Homeindustry Bapak Waras, Oktober 2018.

Pada tabel 1.1 terdapat data pembelian dan penggunaan bahan baku

kedelai pada bulan Oktober 2018 bahwa homeindustry tahu Bapak Waras

mengalami kelebihan persediaan bahan baku sebanyak 2.900 Kg dari rata-rata

pemakaian bahan baku per bulan adalah 5.600 Kg, dan rata-rata pembelian bahan

baku per bulan 8.500 Kg. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen persediaan

yang dilakukan pada usaha homeindustry tahu Bapak Waras belum baik. Dengan
4

adanya kelebihan bahan baku tersebut, maka dapat menimbulkan besarnya biaya

penyimpanan bahan baku digudang dan hal tersebut dapat mengurangi

keuntungan perusahan. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa persediaan bahan

baku adalah masalah yang cukup besar yang dialami usaha homeindustry tahu

Bapak Waras.

Berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk mengetahui dan

menganalisis penerapan Just In Time guna meningkatkan efisisensi pengelolaan

persediaan bahan baku dalam penulisan tugas akhir dengan judul “Analisis

Penerapan Just In Time (JIT) Guna Meningkatkan Efisiensi Pengelolaan

Persediaan Bahan Baku Pada Home Industry Tahu Bapak Waras di Kecamatan

Loa Janan Ulu”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat di

tarik masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana metode pengelolaan persediaan bahan baku yang

diterapkan selama ini di home industry tahu Bapak Waras di

Kecamatan Loa Janan Ulu untuk kegiatan produksi ?

2) Berapa efisiensi yang dihasilkan apabila menerapkan metode Just

In Time dalam mengelola persediaan bahan baku di home industry

tahu Bapak Waras di Kecamatan Loa Janan Ulu ?


5

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan

yang ingin dicapai dari penelitian ini ialah :

1) Untuk mengetahui metode pengelolaan persediaan bahan baku

yang diterapkan selama ini di home industry tahu Bapak Waras di

Kecamatan Loa Janan Ulu untuk kegiatan produksi.

2) Untuk mengetahui efisiensi yang dihasilkan apabila menerapkan

metode Just In Time dalam mengelola persediaan bahan baku di

home industry tahu Bapak Waras di Kecamatan Loa Janan Ulu.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat penelitian ini dibuat

dengan harapan nantinya akan membawa manfaat bagi banyak pihak. Dari hasil

penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkandapat membantu dalam

memberikan manfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan

dalam menerapkan suatu metode pengelolaan persedian pada

perusahaan.

2) Manfaat Praktis

a. Bagi perusahaan terkait, hasil penelitian memberikan

masukan agar dapat mengambil langkah dan keputusan guna

melakukan persiapan dan perbaikan demi kemajuan


6

perusahaan serta memberikan gambaran dari harapan yang

baik terhadap perusahaan.

b. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menambah

pengetahuan serta mempraktekan teori-teori yang didapatkan

di bangku kuliah agar dapat melakukan riset ilmiah dan

menyajikan dalam bentuk tulisan dengan baik.


7

BAB II

KERANGKA DASAR TEORI

2.1 Teori dan Konsep

2.1.1 Manajemen Produksi

Menurut Haming dan Mahfud (2012:3) untuk mencapai peningkatan

efisiensi persediaan, pakar manajemen operasional telah menawarkan berbagai

konsep, antara lain konsep Just In Time, Lean Production System, Deman Pull

Production System, dan lain sebagainya. Keseluruhan konsep menawarkan cara

menurunkan biaya persediaan, yaitu berproduksi dengan persediaan minimal atau

tanpa persediaan bahan di gudang. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam

menangani persediaan, yaitu :

1) Memelihara sumber pasokan

Kemampuan memelihara hubungan baik dengan para

pemasok menjadi jaminan bagi perusahaan untuk mendapatkan

pasokan material secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu, dan

tepat harga. Jaminan kecukupan material menjadi tiang penopang

terhadap keberlangsungan produksi.

2) Memelihara material sejak berada di dalam perusahaan

Setiap item persediaan material, pihak yang bertanggung

jawab harus mampu memberikan jaminan bahwa item persediaan


8

akan terpelihara dengan baik, aman, dan tidak rusak sejak diterima

sampai diserahkan untuk dolah ke departemen pengolahan.

3) Pemanfaatan yang tepat waktu

Untuk mengefektifkan dan mengefisienkan kegiatan

pengelolaan material, jumlah item persediaan serta waktu

pengadaannya harus sejalan dengan jadwal produksi. Persediaan

tidak boleh terlalu banyak, juga tidak baik jika terlalu sedikit.

Sehubungan dengan itu, petugas pengelola persediaan material

harus selalu bekerja sama dengan petugas yang menyusun jadwal

produksi.

2.1.2 Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan adalah kemampuan suatu perusahaan dalam

mengatur dan mengelola setiap kebutuhan barang baik barang mentah, barang

setengah jadi, dan barang jadi agar selalu tersedia baik dalam kondisi pasar yang

stabil dan berfluktuasi. Persediaan merupakan salah satu aset penting yang harus

dimiliki perusahaan baik bagi perusahaan ritel, perusahaan manufaktur,

perusahaan jasa, maupun entitas lainnya. Pada perusahaan manufaktur, persediaan

barang yang dimiliki terdiri atas empat jenis, yaitu :

1) Persediaan bahan baku (material inventory)

Persediaan barang atau bahan telah dibeli, namun belum

diproses. Bahan mentahnya dapat digunakan dari proses produksi

untuk pemasok yang berbeda-beda. Meskipun demikian,


9

pendekatan yang lebih disukai adalah dengan menghapus

variabilitas pemisahan.

2) Persediaan barang dalam proses (work in process inventory)

Persediaan barang yang telah mengalami beberapa perubahan

tetapi belum selesai. WIP ada karena untuk membuat produk

diperlukan waktu (disebut waktu siklus). Pengurangan waktu siklus

menyebabkan persediaan WIP juga berkurang.

3) Persediaan MRO (perlengkapan/perbaikan/operasi)

Persediaan yang dikhususkan untuk perlengkapan

pemeliharaan/perbaikan/operasi. MRO ada karena waktu dan

kebutuhan untuk pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa

peralatan tidak dapat diketahui. Walaupun permintaan untuk

persediaan MRO sering kali merupakan fungsi jadwal-jadwal

pemeliharaan, permintaan MRO lainnya perlu di antisipasi.

4) Persediaan barang jadi (finished good inventory).

Persediaan barang-barang yang sudah selesai dikerjakan atau

diproduksi oleh perusahaan dan sudah siap untuk dipasarkan.

Tujuan utama pengendalian persediaan (Witjaksono, 2013:189)

memaksimalkan tingkat kepuasan pelanggan dan menaikkan efisiensi produksi

atau pembelian dengan meminimalkan biaya pelayanan pelanggan.

Pada sistem Just In Time, segala jenis persediaan yang berlebihan

merupakan pemborosan. Selain sebagai pemborosan, persediaan yang berlebih

dan menumpuk juga memiliki risiko-risiko yang menyebabkan perusahaan harus


10

mengeluarkan biaya kembali atas resiko yang terjadi. Menurut Witjaksono

(2013:188) risiko yang harus dihadapi ketika persediaan menumpuk seperti pada

sistem tradisional ialah sebagai berikut :

1) Kehilangan, yang diakibatkan oleh antara lain pencurian,

kebakaran, dsb.

2) Kerusakan barang karena kadaluwarsa (obsolete), misalnya saja

untuk bahan-bahan kimia.

3) Biaya kesempatan, karena tumpukan persediaan memerlukan

tempat penyimpanan (gudang) dan tentu saja memerlukan biaya

modal yang tidak sedikit. Misalnya berupa biaya sewa, jasa

keamanan dan asuransi.

2.1.2.1 Pengertian Persediaan

Menurut Rudianto (2009:236) persediaan adalah sejumlah barang jadi,

bahan baku, barang dalam proses yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk

dijual atau diproses lebih lanjut.

Menurut Assauri (2016:225) persediaan adalah stok dari suatu item atau

sumber daya yang digunakan dalam suatu organisasi perusahaan. Biaya-biaya

persediaan sebagai berikut :

1) Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs)

Biaya ini mencakup biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan

termasuk penerangan, pemanas atau pendingin, biaya modal

(opportunity cost of capital) yaitu alternative pendapatan atas dana


11

yang diinvestasikan dalam persediaan, biaya keusangan, biaya

penghitungan fisik dan konsiliasi laporan, biaya asuransi

persediaan, biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan, biaya

penanganan persediaan, dan sebagainya.

2) Biaya pemesanan (pembelian)

Biaya pemesanan meliputi biaya pemrosesan dan biaya

ekspedisi, upah, biaya telepon, pengeluaran surat-menyurat, biaya

pengepakan dan penimbangan, biaya pemeriksaan (inspeksi)

penerimaan, biaya pengiriman ke gudang, biaya hutang lancar, dan

sebagainya.

3) Biaya penyiapan (manufacturing)

Apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri

“dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya

penyiapan untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya ini terdiri

dari biaya mesin-mesin menganggur, biaya persiapan tenaga kerja

langsung, biaya scheduling, biaya ekspedisi, dan sebagainya.

4) Biaya kekurangan bahan

Dari semua biaya yang berhubungan dengan tingkat

persediaan, biaya kekurangan bahan adalah yang paling sulit

diperkirakan. Biaya ini timbul apabila pesediaan tidak mencukupi

adanya permintaan bahan. Biaya yang termasuk kekurangan bahan

adalah kehilangan penjualan, kehilangan langganan, biaya

pemesanan khusus, biaya ekspedisi, selisih harga, terganggunya


12

operasi, tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan

sebagainya.

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan

Menurut Ishak (2010:126), adapun factor-faktor yang mempengaruhi

persediaan bahan baku adalah sebagai berikut :

1) Perkiraan pemakaian

Angka ini mutlak diperlukan untuk membuat keputusan

berapa persediaan yang dilakukan untuk mengantisipasi masa

mendatang (biasanya dilakukan dalam kurun waktu setahun).

2) Harga bahan baku

Harga bahan baku mahal, sebaiknya distok dalam jumlah

yang tidak terlalu banyak. Hal ini disebutkan terbenamnya uang

yang seharusnya bisa diputar.

3) Biaya-biaya dari persediaan

Biaya-biaya ini meliputi biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan.

4) Kebijakan pembelanjaan

Kebijakan ini ditentukan oleh sifat dari bahan itu sendiri.

Untuk bahan-bahan yang cepat rusak (perishable), tentunya tidak

mungkin dilakukan penyimpanan yang terlalu lama terkecuali ada

alat yang dapat membuat bahan itu.


13

Menurut Assauri (2010), faktor yang mempengaruhi besar kecilnya

persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan adalah :

1) Anggaran produksi

Semakin besar produksi yang dianggarkan semakin besar

bahan baku yang disediakan. Sebaliknya semakin kecil produksi

yang dianggarkan semakin kecil juga bahan baku yang disediakan.

2) Harga beli bahan baku

Semakin tinggi harga beli bahan baku, semakin tinggi

persediaan yang direncanakan. Sebaliknya semakin rendah harga

bahan baku yang dibeli, semakin rendah persediaan bahan baku

yang direncanakan.

3) Biaya penyimpanan bahan baku digudang (carrying cost)

Dalam hubungannya dengan biaya ekstra yang dikeluarkan

sebagai akibat kehabisan persediaan (stockout cost). Apabila biaya

penyimpanan bahan baku digudang lebih kecil dibanding dengan

biaya ekstra yang dikeluarkan sebagai akibat kehabisan persediaan,

maka perlu persediaan bahan baku yang besar. Sebaliknya bila

biaya penyimpanan bahan baku di gudang lebih besar dibanding

biaya ekstra yang dikeluarkan sebagai akibat kehabisan persediaan,

maka persediaan bahan baku yang direncanakan kecil. Biaya

kehabisan persediaan (stockout cost) seperti biaya pesanan darurat,

kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan, karena tidak

terpenuhinya pesanan.
14

4) Ketepatan pembuatan standar pemakaian bahan baku

Semakin tepat standar bahan baku dipakai yang dibuat,

semakin kecil persediaan bahan baku yang direncanakan.

Sebaliknya bila standar persediaan bahan baku dipakai yang dibuat

sulit untuk mendekati ketepatan, maka persediaan bahan baku yang

direncanakan akan besar.

5) Ketepatan pemasok (penjual bahan baku)

Dalam menyerahkan bahan baku yang dipesan, maka

persediaan bahan baku yang direncanakan jumlahnya besar.

Sebaliknya bila pemasok biasanya tepat dalam menyerahkan bahan

baku, maka bahan baku yang direncanakan jumlahnya kecil.

6) Jumlah bahan baku setiap kali pesan

Jika bahan baku tiap kali pesan jumlahnya besar, maka

persediaan yang direncanakan juga besar. Sebaliknya bila bahan

baku setiap kali pesan jumlahnya kecil, maka persediaan yang

direncanakan juga kecil.

2.1.2.3 Pengelolaan Persediaan

Pengelolaan persediaan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk

menjaga agar persediaan yang ada dalam perusahaan tetap stabil sesuai rencana.

Tujuan dikelolanya persediaan barang ialah :

1) Menjaga jangan sampai persediaan habis.

2) Menjaga jangan sampai mengecewakan konsumen.


15

3) Menjaga jangan sampai jumlah persediaan barang berlebihan.

2.1.3 Just In Time

Sistem produksi Just In Time hadir dengan sistem tarik (pull system)

yang mana kegiatan produksi dilakukan berdasarkan tarikan permintaan yang

sesungguhnya. Berbeda halnya dengan sistem tradisional dengan sistem dorong

(push system) yang mana kegiatan produksi dilakukan secara terus menerus tanpa

memperhatikan tarikan permintaan sesungguhnya sehingga terdapat penumpukan

persediaan bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi di gudang

penyimpanan. Menurut Dewi dan Kristanto (2015:85) empat aspek pokok dalam

konsep Just In Time ialah :

a) Mengeliminasi semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap

produk atau jasa. Aktivitas yang tidak bernilai tambah akan

meningkatkan biaya (pemakaian sumber-sumber ekonomi) yang

tidak perlu.

b) Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan kualitas yang lebih

tinggi.

c) Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan dalam

meningkatkan efisiensi kegiatan.

d) Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan

pemahaman terhadap aktivitas yang bernilai tambah.


16

2.1.3.1 Filosofi dan Definisi Just In Time

Just In Time dapat diterapkan ke berbagai bidang fungsional perusahaan

seperti pembelian, produksi, distribusi dan administrasi. Menurut Surjadi

(2013:79) Just In Time memiliki dua pengertian yaitu dalam pengertian luas dan

dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, Just In Time adalah filosofi tepat

waktu yang memusatkan pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen

internal lainnya di dalam organisasi. Dalam pengertian sempit, Just In Time

adalah filosofi yang berpusat pada pengurangan biaya melalui peniadaan

persediaan (stockless production/lean production/zero inventory production) yang

merupakan konsentrasi Just In Time.

Just In Time adalah suatu sistem operasi ramping yang digunakan dalam

sistem operasi yang berulang-ulang, dimana barang-barang bergerak atau

berpindah melalui suatu sistem dan tugas-tugas dilengkapi atau disempurnakan

dengan tepat waktu untuk dapat menjaga jadwal (Assauri, 2016:295).

Just In Time merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk

mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan minimum persediaan

untuk bahan baku, WIP, MRO dan produk jadi. Konsep dasar dari sistem produksi

Just In Time adalah memproduksi produk yang diperlukan, pada waktu

dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada

setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis atau

paling efisien melalui eliminasi pemborosan dan perbaikan terus menerus

(Ginting, 2007:231).
17

Menurut Browne (1996) dalam Haming dan Nurnajamudin (2014:306)

Just In Time memiliki tiga macam kerangka perspektif, yaitu pendekatan filosofis

JIT terhadap produksi, teknik pendesainan dan perencanaan sistem pabrikasi JIT,

dan teknik pengendalian lantai perakitan dengan JIT.


Pendekatan Filosofi Just In Time
Terhadap Pemanufakturan

Teknik Pendesainan &


Perencanaan Sistem
Manufaktur JIT

Teknik Pengendalian Lantai


Perakitan dalam Sistem JIT

Sumber : Haming dan Nurnajamudin (2014:307)

Gambar 2.1 Kerangka Pendekatan dalam Sistem JIT

Pada umumnya perusahaan masih menggunakan sistem tradisional sebagai

sistem dalam melaksanakan proses produksi, namun sistem tradisional pada

kenyataannya mulai ditinggalkan seiring perkembangan zaman. Perusahaan mulai

menerapkan metode Just In Time dalam proses produksinya.

Tabel 2.1
Perbandingan Just In Time dan Pemanufakturan Tradisional
No. Aspek Just in time Tradisional
1. Kualitas Quality is free. Untuk menghasilkan produk
yang berkualitas dibutuhkan
biaya.
2. Keahlian Para pekerja adalah orang- Manajer dan insinyur adalah
orang ahli. Manajer dan orang ahli. Para pekerja
18

insinyur melayani mereka. melayani apa yang ingin


mereka kerjakan.
3. Kesalahan Kesalahan merupakan Kesalahan adalah hal yang
pelajaran untuk dapat tidak dapat dihindari dan
menghasilkan perbaikan. harus selalu ditelaah.
Zero defect merupakan
standar yang harus
dipenuhi.
4. Sediaan Sediaan hanya Sediaan berguna untuk
menyembunyikan masalah menjamin kelancaran
yang sesungguhnya muncul produksi, yaitu sebagai
dipermukaan. Adanya penyangga (buffer) terhadap
kelebihan sediaan untuk kerusakan atau masalah lain
proses menimbulkan (kekurangan bahan baku,
godaan untuk menghindari keterlambatan pengiriman).
bekerja secara sempurna.
5. Ukuran lot Lot size harus kecil, Lot size harus ekonomis,
diharapkan adalah 1. yaitu menggunakan prinsip
EOQ.
6. Antrian Produksi harus Just In- Antrian dalam work in-
Time, tidak boleh ada process dibutuhkan untuk
antrian panjang work in- memastikan bahwa utilisasi
process. mesin tinggi.
7. Nilai Otomatisasi bernilai karena Otomatisasi bernilai karena
Otomatiasi memungkinkan terjadinya dapat mengurangi
konsistensi kualitas. penggunaan tenaga kerja
dalam proses produksi.
8. Sumber Pengurangan biaya Pengurangan biaya dilakukan
pengurangan diperoleh dari mempercepat dengan mengurangi
biaya aliran di dalam pabrik. penggunaan tenaga kerja dan
Waktu proses yang sangat dengan utilisasi mesin yang
singkat adalah bernilai. tinggi. Tingkat produksi yang
tinggi akan sangat bernilai.
9. Aliran Material harus ditarik Material harus dikoordinir
material kedalam pabrik (pull dan didorong keluar dari
system). pabrik (push system).
10. Fleksibilitas Fleksibilitas berasal dari Fleksibilitas membutuhkan
memadatkan semua lead biaya kelebihan kapasitas,
time waktu proses pabrik, peralatan yang bersifat
waktu pengembangan kapasitas besar, peralatan
produk baru, order entry, yang bersifat umum, sediaan,
production planning cycles. overhead, dsb.
11. Peran Setiap pekerja yang tidak Fungsi-fungsi overhead
overhead memberi nilai tambah adalah esensial, seperti
secara langsung pada pembelian, industrial
produk adalah pemborosan. engineering, PPIC, QC, dan
19

material aspek koordinasi


dari proses.
12. Biaya Biaya tenaga kerja Biaya tenaga kerja
tenaga kerja merupakan biaya tetap. merupakan biaya variable.
13. Kecepatan Mesin ibarat pelari Mesin ibarat pelari cepat.
mesin marathon, lambat tapi pasti
dan selalu mampu berlari.
14. Pembelian Membeli dari pemasok Membeli dari banyak
yang terbatas. penjualan.
15. Expediting Expediting dan work Expediting dan work around
around adalah dosa. adalah cara hidup.
16. Kebersihan Kebersihan adalah sejalan Bekerja adalah berarti tangan
dengan menjadikan segala menjadi kotor. Kotor dan
sesuatunya tampak jelas serba berserakan merupakan
dan nyata. harga yang harus dibayar
untuk menghasilkan produk.
17. Horison Kesabaran akan Hasil kerja diharapkan
memengaruhi keseluruhan selesai dalam waktu yang
proses dalam hal relatif singkat.
meniadakan kesalahan dan
menuju standar zero defect.
Sumber : Surjadi (2013:84).

2.1.3.2 Sejarah Just In Time

Just In Time atau yang dikenal dengan Toyota Production System (TPS)

merupakan sebuah teknis sosial berdasarkan filosofi manajemen dan praktik yang

dilakukan dilapangan. Pada awalnya sistem ini dibuat oleh pendiri Toyota, Sikchi

Toyoda, anak dari Kiichiro Toyoda dan Taichi Ohno yang merupakan teknisi dari

Toyota Motor Corporation di Jepang. Sistem ini dikenalkan pada tahun 1948 di

Jepang dan kemudian dikembangkan oleh Taichi Ohno, Shigeo Shingo dan Eiji

Toyoda pada tahun 1948-1975. Toyota Production System ini mengatur produksi

dan logistik dalam perusahaan manufaktur, termasuk interaksi supplier dengan

customer.
20

Sasaran Toyota Producion System adalah mengurangi biaya yang salah

satu caranya dengan menghapuskan muda. Muda merupakan semua kegiatan yang

tidak berguna dan tidak menambah nilai. Terdapat tujuh jenis muda menurut Astra

Otoparts TPS Team, yaitu :

1) Muda over production, yaitu pemborosan akibat perusahaan

memproduksi barang melebihi jumlah yang diminta customer.

Akibatnya, diperlukan lebih banyak tenaga, listrik dan lain-lain

yang seharusnya tidak dibutuhkan.

2) Muda menunggu, yaitu muda yang terjadi dimana pekerja dalam

kondisi idle, karena terlambatnya kedatangan bahan baku, sehingga

pekerja tersebut tidak dapat melakukan pekerjaannya.

3) Muda transportasi, yaitu pemborosan akibat transportasi barang

atau manusia yang tidak efektif dan efisien.

4) Muda proses, yaitu pemborosan yang terjadi pada proses produksi,

dimana terdapat proses yang sebenarnya tidak perlu dan dapat

dihilangkan.

5) Muda inventory, merupakan pemborosan akibat adanya persediaan

berlebih yang sebenarnya tidak diperlukan.

6) Muda motion, yaitu pemborosan waktu dan tenaga akibat adanya

gerakan-gerakan dalam proses kerja yang tidak dipelukan dan

memberikan nilai tambah.

7) Muda detect, yaitu pemborosan yang diakibatkan terjadinya cacat

terhadap hasil produksi.


21

2.1.3.3 Tujuan Just In Time

Menurut Widilestariningtyas, dkk (2012:140) sistem produksi Just In

Time secara simultan bertujuan untuk memenuhi permintaan pelanggan tepat

waktu, produk berkualitas tinggi, total biaya serendah mungkin. Menurut Edwards

dalam Browne (1996) dalam Haming dan Nurjnajamuddin (2014) sasaran yang

akan dicapai dari implementasi Just In Time, yaitu :

1) Zero Defects

Pada pendekatan Just In Time, kegiatan produksi diarahkan

untuk mencapai keluaran tanpa cacat, selesai tepat pada waktunya

dan dengan jumlah tepat sesuai permintaan.

2) Zero Inventories

Pada pandangan Just In Time, sediaan atas bahan baku,

barang dalam proses pengerjaan, dan hasil selesai dipandang

sebagai pemborosan. Keseimbangan beban harus diciptakan, dan

pasokan harus tepat jumlah, tepat mutu, dan tepat pada waktunya.

Produksi dilaksanakan sesuai dengan permintaan yang ada

sehingga volume produksi selalu sama dengan volume permintaan.

3) Zero Setup Time dan Lot Size of One

Pada pendekatan Just In Time, set up time dan set up cost

sama dengan atau mendekati nol. Sejalan dengan pendekatan itu

maka lot size disebut lot size of one. Komponen (bahan) diserahkan

satu demi satu sesuai dengan waktu dibutuhkan.


22

Komponen dan subkomponen yang diperlukan selalu harus

tersedia dan diserahkan ke unit perakitan sesuai waktu yang

diperlukan dan jumlah yang dibutuhkan. Dengan demikian, setup

time dan juga setup cost adalah nol.

4) Zero Lead Time

Dalam Just In Time, ukuran lot dari produksi adalah kecil

(lean production system) sehingga lot dari komponen yang

diperlukan juga kecil. Di samping itu, pemasok harus menyerahkan

komponen atau bahan yang dibutuhkan dengan tepat waktu.

Akibatnya, lead time menjadi minimal mendekati atau sama

dengan nol. Zero lead time tersebut adalah sasaran dari JIT

production system.

5) Zero Parts Handling

Untuk menghilangkan biaya maka dalam Just In Time, tata

letak proses (process layout) diubah menjadi tata letak hibrida

(hybride or group technology layout). Pada tata letak hibrida,

semua alat atau mesin yang diperlukan untuk menyelesaikan satu

jenis produk disatukan dalam ruangan yang sama sehingga jarak

pemindahan komponen berdekatan. Oleh karena itu, waktu

pemindahan dan biaya pemindahan komponen dari satu mesin atau

alat minimal, mendekati atau sama dengan nol.

6) Zero Breakdown
23

Just In Time menerapkan konsep pemeliharaan pencegahan

(preventive maintenance) atas mesin dan peralatan produksi.

Dengan cara itu, alat-alat dan mesin akan selalu berada dalam

keadaan baik dan siap operasi. Cara tersebut akan melahirkan zero

break-down atas alat-alat kerja.

Menurut Yamit (1999:196) untuk mencapai tujuan Just In Time

diperlukan asumsi sebagai berikut : ukuran lot kecil, konsisten kualitas tinggi,

pekerja dapat diandalkan. persediaan menjadi minimum, mesin dapat diandalkan,

rencana produksi stabil, kepastian jadwal operasi, dan keseragaman.

2.1.3.4 Manfaat Just In Time

Menurut Dewi dan Kristanto (2015:86) manfaat Just In Time ialah :

a) Biaya penyimpanan persediaan menjadi rendah.

b) Biaya sisa bahan menjadi berkurang karena kecacatan dapat

dideteksi lebih awal (karena frekuensi penyerahan bahan baku

lebih sering).

c) Kualitas bahan baku yang dibeli lebih tinggi karena pemasok

bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan kualitas.

d) Tindakan korektif dapat lebih cepat dilakukan.

Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2014:308) manfaat Just in time

yang utama ialah sebagai berikut :

a) Waktu penyimpanan (set up) diperpendek secara signifikan di

dalam gudang.
24

b) Kelancaran arus bahan atau komponen dari gudang ke rak

perakitan ditinggikan.

c) Karyawan yang memiliki banyak keahlian, dapat digunakan secara

lebih efisien.

d) Konsistensi yang lebih baik terhadap penjadwalan dan konsistensi

penggunaan jam orang pada karyawan.

e) Penekanan peningkatan hubungan dengan pembekal.

f) Pembekal melanjutkan pemeliharaan terhadap karyawan yang

produktif selama 24 jam penuh dan kegiatan dipusatkan atas keluar

masuknya karyawan.

2.1.3.5 Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Just In Time

Faktor-faktor penentu keberhasilan Just In Time, yaitu :

1) Partnership JIT

Partnership JIT terdapat bila pemasok dan pembeli bekerja

sama dalam membuka komunikasi dengan satu sasaran untuk

menghilangkan pemborosan dan menurunkan biaya. Terdapatnya

hubungan yang dekat dan adanya kepercayaan adalah faktor yang

kritikal untuk keberhasilan JIT.

Sasaran dari Partnership JIT adalah :

a) Menghilangkan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu, seperti

penerimaan barang, inspeksi kedatangan dan kertas-kertas

pembayaran.
25

b) Menghilangkan inventory di pabrik, yaitu delivery dilakukan

dengan lots yang kecil, yang dikirim langsung ke bagian yang

membutuhkan.

c) Menghilangkan inventory di transit, yang dilakukan dengan

cara mendorong pemasok untuk berlokasi dekat dan dengan

pengiriman yang kecil-kecil. Inventory dapat dikurangi

melalui teknik pengiriman. Tekniknya adalah dengan nama

persediaan pengiriman atau consignment inventory yaitu

susunan rencana, dimana pemasok menjaga judul item untuk

inventory sampai dipergunakan.

d) Meningkatkan kualitas dan reliabilitas, yang dilakukan

melalui komitmen jangka panjang, komunikasi, dan dengan

kerja sama.

2) JIT Layout

Tata letak atau layout JIT berupaya untuk mengurangi

sejumlah pemborosan. Kegiatan pergerakan atau perpindahan

material dalam lantai pabrik atau kertas-kertas di kantor, adalah

sesuatu yang tidak menambah nilai. Tata letak JIT menempatkan

material agar secara langsung berada di dalam lokasi, dimana

material itu dibutuhkan.

Jika layout JIT disusun berdasarkan sistem JIT, maka

penyusunannya dengan mempertimbangkan pengurangan jarak,


26

sehingga organisasi perusahaan dapat menghemat tenaga dan

ruangan.

Tata letak atau Layout JIT menggunakan taktik sebagai berikut :

a) Membangun sel-sel kerja untuk family produk.

b) Memasukkan sejumlah besar operasi di dalam suatu area

yang kecil.

c) Meminimalkan jarak.

d) Merancang ruangan yang kecil untuk inventory.

e) Meningkatkan komunikasi dengan pekerja.

f) Menggunakan alat poka-yoke.

g) Membangun peralatan yang fleksibel atau mudah dipindah-

pindahkan.

h) Menggunakan kereta pekerja lintas fungsi, untuk menambah

flesibilitas.

Ada beberapa kunci dari JIT Layout, yaitu :

a) Mengurangi jarak, dimana sel-sel kerja sering disusun dalam

bentuk U.

b) Meningkatkan fleksibilitas yang dapat berpengaruh pada

peningkatan volume, adanya perbaikan dan munculnya

gagasan desain baru.

c) Memberdayakan pada pekerja, dengan menciptakan kerja

secara bersama, dan memberikan latihan antar lintas fungsi,


27

sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas dan efisiensi untuk

sel kerja.

d) Mengurangi ruangan dan persediaan, dengan sasaran

mengurangi jarak dan pergerakan.

3) JIT Inventory

Persediaan dalam suatu sistem produksi dan distribusi

umumnya harus ada, tetapi sering menjadi permasalahan. Biasanya

inventory dipergunakan hanyalah dalam hal terdapatnya variasi dari

rencana produksi yang terjadi. Inventory yang ekstra adalah

inventory yang dipergunakan untuk menutupi variasi atau masalah.

Taktik inventory yang efektif membutuhkan suatu layanan

tepat waktu atau tidak dalam suatu masalah. Inventory yang tepat

waktu layanan atau Just In Time adalah suatu inventory minimum

yang diperlukan, untuk dapat menyangga berjalannya sistem secara

sempurna. dengan sistem inventory JIT, maka jumlah barang yang

pasti ada akan tiba tepat pada saat barang itu dibutuhkan, tidak

beberapa waktu sebelum atau sesudahnya.

Inventory JIT bertujuan :

a) Mengurangi atau menghilangkan terdapatnya veriabilitas

inventory dalam sistem produksi.

b) Mengurangi inventory, dengan memindahkan penanganannya

pada partner rantai pasokan.


28

c) Mengurangi besarnya lot-size, yaitu dengan mengurangi

besarnya bathces. Dengan demikian akan dapat dikurangi

besarnya inventory, dan sekaligus dapat mengurangi biaya

inventory, yang tentunya akan mengurangi besarnya investasi

dalam inventory.

d) Mengurangi biaya set-up, seperti biaya pemesanan, biaya

penyiapan pembelian, dan biaya persiapan operasi produksi.

Terdapat beberapa taktik dari JIT Inventory, yaitu :

a) Menggunakan suatu sistem tarikan untuk pergerakan

inventory.

b) Mengurangi besarnya lot-size.

c) Mengembangkan sistem delivery Just In Time dengan

pemasok.

d) Menyerahkan atau mendeliver langsung ke titik penggunaan.

e) Menetapkan jadwal sebaik-baiknya.

f) Mengurangi waktu set-up.

g) Menggunakan teknologi kelompok atau group technology.

4) JIT Scheduling

Jadwal yang efektif dikomunikasikan antara organisasi

dengan pemasok luar yang mendukung JIT. Scheduling yang baik

dapat meningkatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan

pelanggan, mendorong turunnya inventory dengan memungkinkan


29

lebih kecilnya lot-size dan mengurangi pekerjaan dalam proses atau

work-in-process.

Ada beberapa taktik dari JIT Scheduling, yaitu :

a) Mengkomunikasikan jadwal ke pemasok.

b) Membuat level jadwal.

c) Bagian penyetopan dari jadwal.

d) Melaksanakan jadwal.

e) Mencoba membuat satu-satu potong, dan memindahkan satu-

satu potong itu.

f) Menghilangkan pemborosan.

g) Menghasilkan dalam lot yang kecil.

h) Menggunakan teknik kanban.

i) Membuat setiap operasi menghasilkan suatu bagian yang

sempurna.

5) JIT Quality

Hubungan antara JIT dan kualitas adalah sangat erat

kaitannya. Hubungan keduanya terdapat dalam tiga hal, yaitu :

a) JIT dapat memotong biaya pencapaian kualitas yang baik.

b) JIT dapat meningkatkan kualitas, karena JIT dapat

menyusutkan produk tiruan dan menurunkan lamanya waktu

tunggu pesanan atau lead time.

c) Meminimalisir penyangga yang dibutuhkan, sehingga dengan

menggunakan sistem JIT akan lebih mudan dan lebih baik.


30

Terdapat beberapa taktik JIT quality untuk keperluan

menjaga kualitas dalam suatu lingkungan JIT, yaitu :

a) Menggunakan pengendalian proses secara statistik.

b) Memberdayakan para pekerja.

c) Membangun metode penyelamat kegagalan yang dikenal,

yaitu poka-yoke, checklist dan lainnya.

d) Menyingkap kualitas yang tidak baik, dengan menggunakan

lot JIT yang besar.

e) Mengadakan pola umpan balik yang segera.

2.1.3.6 Kekuatan Sistem Just In Time

Dalam Masri (2015), JIT menawarkan alternatif penyelesaian masalah

yang tidak memerlukan persediaan, yaitu : biaya setup dan biaya penyimpanan

rendah, kinerja tepat waktu dan menghindari kemacetan.

1) Biaya setup dan biaya penyimpanan rendah

JIT berusahan agar biaya setup tersebut sama dengan nol.

Biaya setup (untuk biaya setup) dan mengembangkan kontrak-

kontrak jangka panjang dengan para pemasok (untuk biaya

penyimpanan). Dengan melaksanakan dua tahap tersebut biaya

transaksi untuk memiliki persediaan dapat didorong ke tingkat yang

tidak signifikan. Jika biaya setup dan pemesanan menjadi tidak

signifikan, hanya tinggal biaya penyimpanan yang harus

diminimumkan. Usaha meminimumkan biaya penyimpanan dapat


31

dicapai dengan mengurangi persediaan menjadi sangat rendah, dan

jika mungkin nol. Pendekatan ini menjelaskan mengapa sistem JIT

mendorong ke persediaan nol.

2) Kinerja tepat waktu

Kinerja tepat waktu adalah suatu mengukuran kemampuan

suatu perusahaan untuk tanggap terhadap kepentingan pelanggan

atau pembeli. JIT meyelesaikan masalah kinerja tepat waktu bukan

dengan menyelenggarakan persediaan, namun dengan mengurangi

waktu tunggu secara besar-besaran. Waktu tunggu yang lebih

pendek dapat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk

memenuhi pengiriman tepat waktu dan cepat tanggap terhadap

permintaan pasar. Jadi, kemampuan perusahaan dalam bersaing

menjadi meningkat. JIT mengurangi waktu tunggu dengan tiga

cara, yaitu mengurangi waktu setup, meningkatkan mutu,

mengurangi pemanufakturan bersel (cellular).

3) Menghindari kemacetan

Sebagian besar kemacetan (shutdown) dalam berproduksi

terjadi karena salah satu atau lebih dari masalah-masalah, yaitu :

kegagalan mesin, kerusakan bahan baku, dan tidak tersedianya

bahan baku. Hansen dan Mowen mengungkapkan empat hal untuk

menyelesaikan masalah tersebut, yaitu penekanan JIT pada :

a) Pemeliharaan pencegahan total


32

Kegagalan mesin nol adalah tujuan pemeliharaan

pencegahan total (total preventive maintenance). Tujuan ini

dapat lebih mudah dicapai dalam lingkungan JIT karena

filosofi tenaga kerja antar disiplin. Pekerja manufaktur sel

biasa dilatih dalam hal pemeliharaan mesin yang

dioperasikannya.

b) Pengendalian mutu total

Masalah komponen yang cacat dipecahkan dengan

berusaha mencapai tingkat kerusahan nol. Karena manufaktur

JIT tidak mendandalkan persediaan untuk menggantikan

komponen atau bahan yang rusak, penekanan pada kualitas

baik untuk bahan baku yang diproduksi secara internal

maupun yang dibeli secara eksternal meningkat tajam.

Penurunan jumlah komponen yang ditolak antara 75 sampai

90 persen bukan hal yang tidak biasa.

c) Sistem kanban

Sistem kanban digunakan memastikan komponen-

komponen atau bahan-bahan tersedia saat dibutuhkan. Sistem

kanban adalah sistem informasi utnuk mengendalikan

produk-produk atau komponen-komponen yang diperlukan

diproduksi atau dibeli sesuai dengan kuantitas dan waktu

yang diperlukan. Sistem kanban merupakan jantung sistem

manajemen persediaan JIT.


33

d) Potongan dan kenaikan harga

JIT mempunyai tujuan untuk mengurangi biaya

persediaan dengan cara negosiasi kontrak jangka panjang

dengan beberapa pemasok yang dipilih. Pertimbangan

pemilihan pemasok didasarkan atas :

1) Pemasok mempunyai lokasi terdekat dengan

perusahaan.

2) Perusahaan dapat menjalin hubungan yang erat dengan

pemasok tersebut.

3) Pemasok dapat menawarkan harga yang bersaing.

4) Pemasok mempunyai kinerja mutu dan kemampuan

menyerahkan komponen tepat jumlah dan tepat waktu

sesuai yang diperlukan.

5) Pemasok mempunyai komitmen pada pembelian JIT

yang digunakan oleh perusahaan.

2.1.3.7 Penerapan Just In Time

Just In Time adalah suatu sistem komprehensif berkenaan dengan

persediaan pengendalian manufaktur dalam hal mana pembelian material (bahan

baku) dan pembuatan produk (proses produksi) dilakukan sampai waktunya

dibutuhkan. Just In Time terbagi menjadi dua, yaitu :


34

1) Sistem Produksi Just In Time, berkaitan dengan proses konversi.

Menurut Widilestariningtyas, dkk (2012:140) sistem produksi Just

In Time memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a) Mengatur produksi dalam sel manufaktur, suatu

pengelompokan dari semua tipe peralatan berbeda yang

digunakan untuk membuat produk tertentu. Bahan berpindah

dari satu mesin ke mesin lainnya, dan beragam opeasi

dilaksanakan secara berurutan. Biaya penanganan dan bahan

diperkecil.

b) Secara agresif menghasilkan kecacatan. Karena kaitan yang

erat antara stasiun kerja dalam lini produksi dan persediaan

minimum di setiap stasiun kerja, maka kecacatan yang

muncul di satu stasiun kerja dengan cepat mempengaruhi

stasiun kerja lainnya pada lini tersebut. Just In Time

menciptakan kepentingan untuk memecahkan masalah

dengan segera dan menghilangkan akar penyebab manajer

dapat menelusuri masalah kembali ke stasiun kerja yang lebih

awal diproses produksi dimana masalah tersebut mungkin

dimulai.

c) Mengurangi waktu setup-waktu yang dibutuhkan untuk

mendapatkan peralatan, perkakas, dan bahan jadi untuk

memulai produksi sebuah komponen atau produk dan

mengurangi lead time produksi, yaitu waktu mulai dari


35

permintaan diterima oleh produsen hingga menjadi barang

jadi. Pengurangan waktu setup menjadikan produksi dalam

kelompok kecil lebih ekonomis, yang juga mengurangi

persediaan. Pengurangan lead time produksi menjadikan

perusahaan dapat lebih cepat menanggapi perubahan dalam

permintaan pelanggan.

d) Memilih hanya pemasok yang mampu mengirimkan bahan

berkualitas secara tepat waktu. Sebagian perusahaan yang

menerapkan produksi JIT juga menerapkan pembelian JIT.

Pabrik-pabrik JIT mengharapkan pemasok JIT dapat

melakukan pengiriman bahan berkualitas tinggi tepat waktu

secara langsung ke lantai produksi.

Berikut ini karakteristik sukses implementasi sistem produksi Just

In Time :

a) A smooth, uniform production rate. Dimulai semenjak

kedatangan bahan baku hingga pengiriman produk jadi.

b) Penerapan pull method untuk koordinasi proses produksi.

Alat bantu yang digunakan adalah withdrawal kanban dan

production kanban.

c) Pembelian bahan dan pengerjaan produk dalam proses serta

produksi produk jadi dalam jumlah yang sedikit (small lot

size).

d) Penyiapan (setup) mesin yang cepat dan murah.


36

e) Bahan baku dan produk senantiasa terbaik. Kerap didukung

dengan implementasi TQC (Total Quality Control).

f) Pemeliharaan perlatan yang efektif.

g) Atmosfir kerja sama tim yang mendukung peningkatan

sistem produksi.

h) Multiskilled workers dan flexible facilities.

2) Sistem Pembelian Just In Time, berkaitan dengan pengendalian

bahan baku. Pendekatan JIT untuk pembelian menekankan pada

pengurangan jumlah pemasok serta memperbaiki mutu bahan baku

maupun fungsi pembelian. Tujuannya untuk memindahkan bahan

baku secara langsung dari pemasok ke ruang produksi dengan

sedikit atau tanpa inspeksi sama sekali, dan untuk menghilangkan

kebutuhan ruang penyimpanan kecuali untuk jangka pendek

langsung di ruang produksi (Carter dan Usry, 2004:330).

Berikut ini karakteristik sukses implementasi sistem pembelian

Just In Time :

a) Hanya sedikit pemasok.

b) Kontrak pengadaan jangka panjang dengan pemasok.

c) Bahan baku dan bahan pembantu dikirim dalam jumlah kecil

sesegera mungkin sebelum dibutuhkan.

d) Inspeksi minimal pada bahan baku dan bahan pembantu yang

diterima dari pemasok.


37

e) Pembayaran/pelunasan pada setiap pemasok dilakukan sesuai

jadwal yang disepakati, biasanya berdasarkan batch.

2.2 Landasan Empiris

Pada penelitian ini peneliti menyertakan data dari penelitian terdahulu

yang menjadi referensi dalam penelitian ini sebagai berikut :

a) Diaz (2015) Penerapan Metode Just In Time Pembelian Bahan

Baku Dalam Meningkatkan Efisiensi Biaya Bahan Baku. Tujuan

penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis penerapan

metode Just In Time pada PT. Semanggimas Sejahtera Surabaya

untuk meningkatkan efisiensi bahan baku. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada tahun 2014 perusahaan sudah

menerapkan sistem Just In Time membuat biaya pemesanan dan

biaya penyimpanan lebih efisien dilihat dari biaya pemesanan

sebesar 3.98% dan biaya penyimpanan sebesar 1.94% secara total

sebesar 5.92% efisiensi. Untuk meningkatkan efisiensi biaya

persediaan bahan baku, maka perusahaan sebaiknya

mempertahankan metode Just In Time dan membentuk jaringan

informasi dengan pemasok.

b) Madianto (2016) Analisis Implementasi Sistem Just in Time (JIT)

Pada Persediaan Bahan Baku Untuk Memenuhi Kebutuhan

Produksi (Studi Pada PT Alinco, Karangploso, Malang). Tujuan

penelitian adalah untuk mengetahui sistem perencanaan,


38

pengendalian, dan menganalisis penerapan sistem Just In Time

(JIT) pada persediaan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan

produksi pada PT Alinco. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan sistem Just In Time dapat meningkatkan efisiensi dan

efektivitas biaya karena dapat mengurangi pemborosan pembelian,

menurunkan biaya pemesanan dan menurunkan biaya penyimpanan

persediaan bahan baku dalam memenuhi kebutuhan produksi. Jadi

dalam memenuhi kebutuhan produksi pada PT Alinco, dapat

menerapkan sistem Just In Time (JIT) untuk meningkatkan efisiensi

dan efektivitas biaya.

c) Efrianti (2014) Pengaruh Pengendalian Persediaan Just In Time

Terhadap Efisiensi Pengadaan Persediaan Bahan Baku (Studi

Kasus Pada CV Jawara Karsa Agusto). Tujuan penelitian adalah

untuk mengobservasi dan mengidentifikasi untuk memilih metode

pengendalian persediaan yang efisien. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa CV Jawara Karsa Agusto tidak menerapkan

metode pengendalian persediaan untuk mengatur persediaan bahan

baku. Ada beberapa perubahan dalam pengeluaran pada pengadaan

bahan baku ketika mencoba untuk mengaplikasikan metode Just In

Time pada pengendalian persediaan. Pengendalian persediaan Just

In Time memberi efisiensi terbesar atas pengadaan bahan baku CV

Jawara Karsa Agusto, yaitu Rp 366.245.280 dalam satu tahun.


39

Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Nama dan Judul Jenis Penelitian Hasil Penelitian
Diaz (2015), Metode penelitian yang Hasil penelitian
Penerapan Metode JIT digunakan ialah menunjukkan bahwa pada
Pembelian Bahan kualitatif dengan teknik tahun 2014 perusahaan
Baku dalam analisis deskriptif. sudah menerapkan sistem
Meningkatkan JIT membuat biaya
Efisiensi Biaya Bahan pemesanan dan biaya
Baku penyimpanan lebih efisien
dilihat dari biaya pemesanan
sebesar 3.98% dan biaya
penyimpanan sebesar 1.94%
secara total sebesar 5.92%
efisiensi. Untuk
meningkatkan efisiensi biaya
persediaan bahan baku,
maka perusahaan sebaiknya
mempertahankan metode
Just In Time dan membentuk
jaringan informasi dengan
pemasok.
Madianto (2016), Jenis penelitian yang Penerapan sistem JIT dapat
Analisis Implementasi digunakan ialah meningkatkan efisiensi dan
Sistem JIT pada deskriptif dengan efektivitas biaya karena
Persediaan Bahan pendekatan kuantitatif. dapat mengurangi
Baku untuk Memenuhi pemborosan pembelian,
Kebutuhan Produksi menurunkan biaya
(Studi pada PT Alinco, pemesanan dan menurunkan
Karangploso, Malang) biaya penyimpanan
persediaan bahan baku
dalam memenuhi kebutuhan
produksi. Jadi dalam
memenuhi kebutuhan
produksi pada PT Alinco,
dapat menerapkan sistem
Just In Time untuk
meningkatkan efisiensi dan
efektivitas biaya.
Efrianti (2014), Metode penelitian yang - Pengendalian persediaan
Pengaruh digunakan ialah metode JIT memberi efisiensi
Pengendalian komparatif. terbesar atas pengadaan
Persediaan JIT bahan baku CV Jawara
Terhadap Efisienasi Karsa Agusto, yaitu sebesar
Pengadaan Persediaan Rp 366.245.280 dalam satu
40

Bahan Baku (Studi tahun.


Kasus pada CV Jawara - Subtotal elemen dari
Karsa Agusto) sepuluh bahan baku saat
menggunakan pengendalian
persediaan JIT selalu
menunjukkan penambahan
efisiensi.
Sumber : Data Diolah

2.3 Definisi Konsepsional

Definisi konsepsional yang diberikan sesuai dengan judul dari penelitian

ini, yaitu :

1) Just In Time merupakan suatu sistem dengan prinsip kerja

berdasarkan tarikan permintaan dari konsumen artinya suatu barang

tidak di produksi apabila tidak adanya permintaan. Sehingga tidak

menimbulkan persediaan barang di gudang yang dapat menambah

biaya yang harus dikeluarkan perusahaan.

2) Persediaan bahan baku ialah persediaan salah satu sumber daya

yang harus dimiliki oleh perusahaan manufaktur.

2.4 Kerangka Pikir Penelitian

Sugiyono (2013:128) memaparkan bahwa kerangka berfikir merupakan

model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai factor

yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.


41

Analisis Penerapan Just In Time Guna Meningkatkan


Efisiensi Pengelolaan Persediaan Bahan Baku Pada
Home Industry Tahu Bapak Waras di Kecamatan Loa Janan Ulu

Bahan Baku

Konsep Teori : Kajian Empiris :


1. Manajemen produksi adalah serangkaian 1. Diaz (2015), Penerapan Metode JIT
proses yang mengubah input menjadi Pembelian Bahan Baku dalam
output berupa barang dan jasa, melalui Meningkatkan Efisiensi Biaya Bahan
kegiatan merencanakan, Baku
mengorganisasikan, mengarahkan dan 2. Madianto (2016), Analisis
mengawasi (Hasan, 2011:1). Implementasi Sistem JIT pada
2. Manajemen persediaan adalah Persediaan Bahan Baku untuk
kemampuan suatu perusahaan dalam Memenuhi Kebutuhan Produksi (Studi
mengatur dan mengelola setiap kebutuhan pada PT Alinco, Karangploso,
barang baik barang mentah, barang Malang)
setengah jadi, dan barang jadi agar selalu
3. Efrianti (2014), Pengaruh
tersedia baik dalam kondisi pasar yang
Pengendalian Persediaan JIT Terhadap
stabil dan berfluktuasi (Fahmi, 2012:109).
3. Just In Time adalah filosofi yang berpusat Efisienasi Pengadaan Persediaan
pada pengurangan biaya melalui peniadaan Bahan Baku (Studi Kasus pada CV
persediaan yang merupakan konsentrasi Jawara Karsa Agusto)
Just In Time (Surjadi, 2013:79).

Pengelolaan Persediaan

1) Rencana kebutuhan bahan baku


2) Biaya pembelian bahan baku
3) Biaya pemesanan
4) Biaya penyimpanan
5) Biaya persediaan

Efisiensi Persediaan Bahan Baku

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian


42

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode penelitian kuantitatif adalah

pendekatan ilmiah terhadap pengambilan keputusan manajerial dan ekonomi

dimana pendekatan ini terdiri dari perumusan masalah, penyusunan model,

mendapatkan data, mencari solusi, menganalisa dan mengimplementasikan hasil

(Kuncoro, 2012). Sedangkan model penelitian deskriptif adalah salah satu metode

penelitian yang banyak digunakan pada penelitian yang bertujuan untuk

menjelaskan suatu kejadian. Seperti yang dikemukakan Sugiyono (2013)

“penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan

penjelasan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini

dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual”.

3.2 Definisi Operasional

1) Pengendalian persediaan

2) Just In Time

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data


43

1) Data Primer

Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh

langsung dari sumber asli (tidak melalui sumber perantara) dan

data dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan

penelitian yang sesuai dengan keinginan peneliti. Data primer ini

khusus dikumpulkan untuk kebutuhan riset yang sedang berjalan.

2) Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penelitian secara tidak

langsung, melalui perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

Data sekunder umumnya bersifat berupa bukti, catatan atau laporan

yang telah tersusun dalam arsip (data dokumen) yang

dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data secara keseluruhan diperoleh dari homeindustry Bapak

Waras di Kecamatan Loa Janan Ulu. yang menjadi tempat penelitian. Data yang

bersifat kuantitatif diperoleh dari wawancara atau pengamatan langsung di

perusahaan. Informasi yang didapat diperoleh dari :

1) Informan, adalah orang yang memberikan informasi tentang situasi

dan kondisi yang akan diteliti.

2) Key Informan, adalah orang yang sangat memahami permasalahan

dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.


44

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dengan baik, maka

diperlukan data yang akurat dan sistematis agar hasil yang didapat mampu

mendeskripsikan situasi objek yang sedang diteliti dengan benar. Dalam tahap

pengumpulan data, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1) Wawancara

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan

komunikasi langsung pada pihak perusahaan untuk mendapatkan

data yang diperlukan serta berhubungan langsung dengan

penelitian.

2) Observasi

Observasi yaitu suatu cara pengumpulan data dengan

mengadakan pengamatan secara langsung pada objek penelitian

dan catatan semua data yang diperlukan. Dalam hal ini, peneliti

terjung langsung untuk mendapatkan data secara langsung pada

tempat penelitian yang telah dipilih yaitu homeindustry tahu Bapak

Waras di Kecamatan Loa Janan Ulu.

3) Studi Dokumentasi

Cara pengumpulan data dengan melihat dan mencatat data-

data dokumen dengan arsip yang ada di objek penelitian yang

dimiliki oleh perusahaan yang ada hubungannya dengan

permasalahan.
45

3.5 Teknik Analisis Data

1) Rencana kebutuhan bahan baku

Rencana produksi perusahaan x kebutuhan bahan baku

2) Biaya pembelian bahan baku

Harga bahan baku x bahan baku yang dibutuhkan

3) Biaya pemesanan

Biaya pesanan perusahaan x bahan baku yang dibutuhkan


Pembelian bahan baku perusahaan

4) Biaya penyimpanan

Biaya penyimpanan terdiri dari biaya sewa gudang, pemakaian

listrik, dan kebersihan.

5) Biaya persediaan

Biaya pembelian + biaya pemesanan + biaya penyimpanan


46

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan. 2016. Manajemen Operasi Produki Edisi 3. Jakarta : PT


Rajagrafindo Persada.

Dewi, Sofia Prima dan Septian Bayu Kristanto. 2015. Akuntansi Biaya Edisi 2.
Bogor : In Media.

Haming, Murdifin dan Mahfud Nurnajamuddin. 2014. Manajemen Produksi


Modern : Operasi Manufaktur dan Jasa Edisi 2. Jakarta : Bumi Aksara.

Surjadi, Lukman. 2013. Akuntansi Biaya. Jakarta : PT Indeks.

Widilestariningtyas, Ony, dkk. 2012. Akuntansi Biaya. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Witjaksono, Armanto. 2013. Akuntansi Biaya. Yogyakarta : Bumi Aksara.

Yamit, Zulian. 1999/2003. Manajemen Persediaan. Yogyakarta : Ekonisia.

Anda mungkin juga menyukai