Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia usaha pada saat ini mengalami peningkatan yang cukup
pesat hal ini dapat dilihat dengan bermunculannya perusahaan baik perusahaan
industri, dagang, maupun perusahaan jasa selain itu perkembangan usaha yang telah
adapun mengalami kemajuan dan persaingan yang ketat seiring dengan hadirnya
perusahaan sejenis. Perkembangan ini juga didukung dengan semakin
berkembangnya jumlah penduduk di indonesia. Perusahaan adalah suatu sistem yang
merupakan kombinasi dasar sebagai sumber ekonomi secara langsung maupun tidak
langsung yang mepengaruhi proses produksi dan distribusi barang dan pertumbuhan
kebutuhan masyarakat menuju kearah pertumbuhan dan perkembangan dinamis oleh
karena itu perusahaan harus meningkatkan kualitas usahanya.
Sebuah perusahan memiliki tujuan utama yaitu memperoleh laba. dalam proses
pencapaian tujuan tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor,salah satu faktor itu
ialah kelancaran produksi. Pencapaian tujuan perusahaan akan menghadapi kendala
tertentu sehingga perusahaan harus memiliki manajemen yang baik. Pada dasarnya
manajemen yang baik memiliki fungsi yang sangat penting dalam perusahaan guna
melakukan pemilihan keputusan serta sebagai kontrol dalam kegiatan perusahaan
supaya berjalan secara efektif dan perusahaan mampu memperoleh laba yang optimal.
Salah satu cara agar perusahaan mampu memperoleh laba yang optimal adalah
menerapkan suatu kebijakan manajemen dengan memperhitungkan persediaan yang
optimal. Dengan persediaan yang optimal perusahaan mampu menentukan seberapa
besar persediaan bahan baku yang sesuai, sehingga tidak menimbulkan pemborosan
biaya karena mampu menyeimbangkan kebutuhan bahan baku yang tidak terlau
banyak maupun persediaan yang tidak terlalu sedikit. Persediaan optimal mampu
mengefisiensikan biaya pengeluaran perusahaan seperti pemesanan dan biaya
penyimpanan bahan baku. Sehingga kebijakan manajemen tentang persediaan akan
membantu perusahaan.
2

Secara umum persediaan adalah barang-barang yang akan digunakan untuk


keperluan di masa yang akan datang. Persediaan yang meliputi barang dagang milik
perusahaan yang dapat dijual kembali atau digunakan dalam proses produksi.
Menurut Rudianto (2012), Persediaan merupakan salah satu aset perusahaan yang
sangat penting karena berpengaruh langsung terhadap kemampuan perusahaan
untuk memperoleh pendapat. Karena itu, persaediaan harus dikelola dan dicatat
dengan baik agar perusahaan dapat menjual produknya serta memperoleh pendapatan
sehingga tujuan perusahaan tercapai. Persediaan adalah bahan atau barang yang
disimpan akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk
digunakan dalam proses produksi atau cadang dari suatu peralatan atau mesin.
Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses,
barang jadi, ataupun suku cadang. Bisa dikatakan tidak ada perusahaan yang
beroperasi tanpa persediaan meskipun sebenarnya persediaan hanyalah suatu sumber
dana yang menggangur, karena sebelum persediaan digunakan berarti dana yang
terkait didalamnya tidak dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Begitu
pentingnya persediaan ini sehingga para akuntan memasukkannya dalam neraca
sebagai salah satu pos aktiva lancar.
PT. Tirta Marwah Mandiri merupakan salah satu industri menengah yang
bergerak dalam produksi air minum kemasan yang airnya diambil langsung dari
pegunungan Labokke. PT. Tirta Marwah Mandiri memproduksi air minum kemasan
dengan merek Marwah dan PT. Tirta Marwah Mandiri berada pada wilayah Desa
Puty Labokke, Kecamatan Bua. Dalam proses pembuatan air minum kemasan
Marwah hampir seluruhnya dilakukan oleh tenaga mesin dan diawasi oleh tenaga
manusia, maka setiap usaha yang bergerak dibidang produksi air minum kemasan
seperti Marwah ini perlu memperhatikan persediaan bahan baku yang ada agar
perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen karena pada hakikatnya semakin
banyak permintaan maka semakin banyak jumlah bahan baku yang dibutuhkan
perusahaan.
3

Salah satu cara agar perusahaan mampu memperoleh laba yang optimal adalah
menerapkan suatu kebijakan manajemen dengan memperhitungkan persediaan yang
optimal. Dengan persediaan yang optimal perusahaan mampu menentukan seberapa
besar persediaan bahan baku yang sesuai, sehingga tidak menimbulkan pemborosan
biaya karena mampu menyeimbangkan kebutuhan bahan baku yang tidak terlau
banyak maupun persediaan yang tidak terlalu sedikit. Persediaan optimal mampu
mengefisiensikan biaya pengeluaran perusahaan seperti pemesanan dan biaya
penyimpanan bahan baku. Sehingga kebijakan manajemen tentang persediaan akan
membantu perusahaan.
Berikut ini tabel data persediaan bahan baku kemasan dan barang jadi pada Air
kemasan Marwah :
Tabel 1. Data pemakaian bahan baku dan barang jadi tahun 2016-2019.
Pemakaian Bahan Baku Barang Jadi Air Kemasan
NO Tahun Kemasan Marwah Marwah
(Unit) (Dos)
1 2016 27.000.000 561.000
2 2017 27.500.000 570.000
3 2018 27.501.050 592.000
4 2019 27.502.000 615.000
(Sumber: PT. Tirta Marwah Mandiri, 2016-2019).
Sesuai dengan tabel diatas, maka dapat dijelaskan bahwa pemakaian bahan
baku kemasan dan barang jadi tahun 2016-2019 tiap tahunnya terjadi peningkatan.
Hal itu berarti pembelian bahan baku PT. Tirta Marwah Mandiri ditiap tahunnya
meningkat. Dimana pada tahun 2016 pemakaian bahan baku kemasan sebesar
27.000.000 unit, tahun 2017 sebesar 27.500.000 unit, tahun 2018 sebesar 27.501.050
unit dan tahun 2019 sebesar 27.502.000. Peningkatan pembelian bahan baku pada PT.
Tirta Marwah Mandiri terjadi disebabkan oleh menigkatnya permintaan ditiap
tahunnya oleh konsumen.
4

Dengan problem yang dihadapi maka dalam menjalakan aktifitas usahanya


perusahaan perlu menerapkan sistem EOQ (Economic Oder Quantity) yaitu sistem
persediaan yang didorong (push inventory sistem), yang menjadi tolak ukur
keoptimalan penggunaan bahan baku dalam memenuhi permintaan. Dimana
perolehan persediaan diawali dengan antisipasi permintaan dimasa mendatang dan
bukan terhadap permintaan saat ini.
Berdasarkan Uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang
berjudul Analisis Persediaan Bahan Baku Kemasan Pada PT. Tirta Marwa Mandiri
BUA.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka permasalahan dalam


penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pembelian bahan baku yang ekonomis pada perusahaan air minum
dalam kemasan Marwah pada tahun 2016-2019?
2. Bagaimana persediaan bahan baku pengaman serta kapan melakukan
pemesanan kembali pada perusahaan air minum dalam kemasan Marwah pada
tahun 2016-2019?
3. Bagaimana total biaya persediaan bahan baku pada perusahaan air minum
dalam kemasan Marwah pada tahun 2016-2019?
4. Bagaimana persediaan bahan baku maksimum pada perusahaan air minum
dalam kemasan Marwah pada tahun 2016-2019?
C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :


1. Untuk mengetahui jumlah pembelian bahan baku yang ekonomis pada
perusahaan air minum dalam kemasan Marwah pada tahun 2016-2019.
2. Untuk mengetahui jumlah persediaan bahan baku pengaman serta pemesanan
kembali pada perusahaan air minum dalam kemasan Marwah pada tahun
2016-2019.
5

3. Untuk mengetahui total biaya persediaan bahan baku pada perusahaan air
minum dalam kemasan Marwah pada tahun 2016-2019 .
4. Untuk mengetahui jumlah persediaan bahan baku maksimum pada perusahaan
air minum dalam kemasan Marwah pada tahun 2016-2019 .

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang analisis biaya produksi pada persediaan bahan baku optimal
pada perusahaan air minum dalam kemasan Marwah diharapkan dapat bermanfaat :
a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan mengenai persediaan bahan baku optimal serta
merupakan kesempatan untuk mempraktekkan teori-teori yang diperoleh dari bangku
kuliah.
b. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini sebagai informasi yang dapat digunakan untuk memberikan
masukan dan dokumentasi dalam menganalisis persediaan bahan baku optimal.
c. Bagi Pembaca
Dapat menambah pengetahuan dan sebagai sumbaer informasi kepada pembaca
yang ingin mengetahui lebih jelas tentang persediaan bahan baku optimal.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Erni Caronge (2018) dalam penelitiannya berjudul Analisis Persediaan Bahan
Baku Optimal Pada Usaha Dagang Tempe Bogar Di Palopo. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Usaha Dagang Tempe Bogar tahun 2014 dapat memesan bahan
baku kedelai secara optimal sebesar 6.185,89 kg per pesanan agar tidak melebihi
maximum inventory sebesar 6.599,76 kg dan meminimalisir biaya persediaan
sebesar Rp.7.274.613,40,-, persediaan pengaman yang harus tersedia di gudang
sebesar 413,87 kg, melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat persediaan
digudang sebesar 830,53 kg., tahun 2015 dapat memesan bahan baku kedelai secara
optimal sebesar 6.304,67 kg per pesanan agar tidak melebihi maximum inventory
sebesar 6.754,44 kg dan meminimalisir biaya persediaan sebesar Rp.
8.415.980,80,-, persediaan pengaman yang harus tersedia di gudang sebesar 449,77
kg, melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat persediaan digudang
sebesar 870,88 kg., tahun 2016 dapat memesan bahan baku kedelai secara optimal
sebesar 6.644,76 kg per pesanan agar tidak melebihi maximum inventory sebesar
7.416,09 kg dan meminimalisir biaya persediaan sebesar Rp. 9.618.825,51,-,
persediaan pengaman yang harus tersedia di gudang sebesar 771,33 kg,
melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat persediaan digudang sebesar
1.224,39 kg.
Diana Khairani Sofyan (2017) dalam penelitiannya berjudul Analisis
Persediaan Bahan Baku Buah Kelapa Sawit pada PT. Bahari Dwi Kencana Lestari
Hasil penelitian ini adalah pembelian bahan baku buah kelapa sawit perusahaan bila
dihitung menurut metode EOQ sebanyak 80.812,08 Kg, sedangkan berdasarkan
kebijakan perusahaan sebanyak 470.202,72 Kg. Total biaya persediaan bahan baku
perusahaan bila dihitung menurut EOQ adalah sebesar Rp. 105.005.713 sedagkan
berdasarkan kebijakan perusahaan sebesar Rp. 9.169.253.901. Dari analisis ini
7

menunjukkan bahwa adanya penghematan biaya bila menggunakan metode EOQ


dalam menentukan persediaan dan pembelian bahan baku.
Apriyani dan Muhsin (2017), melakukan penelitian yang berjudul analisis
persediaan bahan baku dengan metode EOQ dan kaban pada PT. Adyawinsa
Stamping Industries. Berdasarkan hasil penelitian metode EOQ memberikan kuantitas
yang paling optimal dengan mengeluarkan biaya per periode pada bahan baku AA-
437 sebesar Rp.1.377.668.782,00 sedangkan untuk metode kanban sebesar
Rp.1.396.108.693,00 persediaan pengaman apabila menggunakan metode EOQ
sebesar 1582 unit sedangkan menggunakan kanban sebesar 110 unit.

B. Persediaan Bahan Baku

Istilah persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan


segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya
terhadap pemenuhan permintaan.
Eddy Herjanto (2010) persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang
akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam
proses produksi atau perakitan untuk dijual kembali atau untuk suku cadang dan suatu
peralatan atau mesin. Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-
barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode tertentu
atau persedian barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi
ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam proses
produksi. Sedangkan bahan baku dapat juga diartikan sebagai bahan utama yang
digunakan dalam proses produksi.
Ishak (2010) persediaan sebagai sumber daya menganggur (idleresource),
sumber daya menganggur ini belum digunakan karena menunggu proses lebih lanjut.
Jadi persediaan adalah suatu aktiva yang dimiliki oleh sebuah perusahaan yang
tersedia untuk dijual dalam bentuk bahan baku atau keperluan yang dipakai dalam
proses produksi atau penyerahan jasa.
8

Heizer dan Render (2015) ada empat fungsi persediaan bagi perusahaan yaitu
sebagai berikut :
1. Untuk memberikan pilihan barang agar data memenuhi permintaan konsumen
yang akan diantisipasi dan memisahkan perusahaan dari fluktuasi permintaan.
2. Untuk memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Jika persediaan
sebuah perusahaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin diperlukan
agar dapat memisahkan proses produksi dari pemasok.
3. Mengambil keuntungan dari melakukan pemasaran berdasarkan diskon
kuantitas, artinya dapat mengambil keuntungan dari potongan jumlah karena
pembelian dalam jumlah besar dapat menurunkan biaya pengirim barang.
4. Meminimalkan resiko terhadap kenaikan barang atau inflasi.
Eddy Herjanto (2010), persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau
menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang, misalnya karena penggunaan
barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan
barang yang dipesan.
Adapun pengertian bahan baku adalah yang digunakan dalam membuat produk
dimana bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya. Persediaan
bahan baku merupakan aktiva perusahaan yang digunakan untuk proses produksi di
dalam suatu perusahaan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan suatu waktu.

C. Jenis-jenis Persediaan Bahan Baku

Heizer dan Render (2014) persediaan terbagi atas 4 jenis persediaan diantaranya
sebagai berikut :
1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory) telah dibeli, tetapi belum
diproses. Persediaan ini dapat digunakan untuk memisahkan (menyaring)
pemasok dari proses produksi. Meskipun demikian, pendekatan yang lebih
disukai adalah menghapus variabilitas pemasok dalam kualitas, jumlah, atau
waktu pengiriman
9

2. Persediaan barang dalam proses (work-in-process - WIP inventory) adalah


komponen-komponen atau bahan mentah yang tealh melewatti beberapa
proses peruabahan, tetapi belum selesai. WIP itu ada karean untuk membuat
produk diperlukan waktu (disebut juga waktu siklus), mengurangi waktu siklus
akan mengurangi persediaan WIP.
3. MRO (maintenance/repair/operating) adalah persediaan yang disediakan
untuk perlengkapan pemeliharan/perbaikan/operasi yang dibutuhkan untuk
menjaga agar mesin dan proses tetap produktif. MRO ada karena kebutuhan dan
waktu untuk peeliharaan dan perbaikan dari beberapa peralatan tidak dapat
diketahui. Walaupun permintaan untuk MRO ini sering kali merupakn fungsi dari
jadwal pemelihaaraan, permintaan MRO lain yang tidak terjadwal harus
diantisipasi.
4. Persediaan barang jadi (Finish-goods inventory) adalah produk yang telah
selesai dan tinggal menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukan ke
persediaan karena permintaan pelanggan pada masa mendatang tidak diketahui.
Ada 4 hal yang merupakan jenis-jenis persediaan yaitu sebagai berikut :
1. Bahan baku yaitu barang-barang yang akan menjadi bagian dari produk jadi yang
dengan mudah dapat diikuti biayanya.
2. Supplier pabrik yaitu barang-barang memunyai fungsi melancarkan proses
produksi misalnya : oli mesin, dan bahan pembersih mesin.
3. Barang dalam proses yaitu barang-barang dalam proses produksi atau barang
setengah jadi yang masih memerlukan produksi lanjutan untuk menjadi produk
jadi.
4. Barang jadi yaitu barang-barang yang sudah dilewati seluruh proses produksi
atau sudah selesai di produksi.
10

D. Manfaat dan Tujuan Bahan Baku


Manfaat Persediaan dalam Dunia Usaha Sebagai antisipasi kemungkinan
terjadinya cacat pada barang yang dipesan sehingga harus diretur kembali ke
perusahaan asal untuk mempertahankan dan menjaga aktivitas operasional
perusahaan sekaligus menjamin keberlangsungan aktivitas produksi dalam
perusahaan.
Persediaan memiliki banyak sekali manfaat bagi dunia usaha. Beberapa manfaat
persediaan dalam dunia usaha yaitu :
1. Sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya keterlambatan kedatangan barang
ataupun barang-barang yang dibutuhkan perusahaan dalam aktivitas usahanya.
2. Sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya cacat pada barang yang dipesan
sehingga harus diretur kembali ke perusahaan asal.
3. Sebagai antisipasi terjadinya kelangkaan barang-barang tertentu yang tidak dapat
diproduksi sepanjang musim.
4. Untuk mempertahankan dan menjaga aktivitas operasional perusahaan sekaligus
menjamin keberlangsungan aktivitas produksi dalam perusahaan.
5. Untuk mengoptimalkan penggunaan mesin yang dimiliki oleh perusahaan.
6. Untuk memberikan tingkat kepuasan optimal untuk setiap pelanggan melalui
ketersediaan barang ataupun jasa yang tepat waktu dan juga tepat guna untuk
setiap pelanggan.
7. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya produksi yang tidak sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh perusahaan.

E. Metode Penilaian Persediaan Bahan Baku


Penentuan harga pokok persediaan sangan bergantung dari metode penilaian yang
dipakai. Masalah yang sering timbuldalam penentuan metode yang dipakai adalah
bagaimana menentukan harga pokok persediaan seandainya masing-masing unit dari
produk yang sama dibeli dengan harga yang berlainan.
11

Menurut PSAK No.14, pengukuran persediaan pada saat perolehan adalah sebesar
cost, yang terdiri dari semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang
timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual
atau dipakai (IAI,2017). PSAK No.14 menyatakan bahwa pengukuran persediaan
dapat dihitung dengan metode perhitungan persediaan, yang terdiri dari (IAI, 2017):
1. Metode Identifikasi Khusus
Metode ini mengidentifikasi setiap barang yang dijual dan setiap barang dalam
persediaan. Biaya barang yang telah terjual dimasukkan dalam harga pokok
penjualan, sedangkan biaya barang-barang khusus yang masih berada ditangan
dimasukkan pada persediaan. Perusahaan yang menggunakan metode ini jika
memiliki persediaan yang dapat diidentifikasi dan pada saat penjualannya tidak dapat
disubsitusikan (Sari dan Suzan, 2015).
Goenawan dan Susantolie (2015) dalam metode ini setiap barang yang dibeli
dan dimasukkan ke gudang penyimpanan harus diberi stempel atau tanda pengenal.
Dalam tanda pengenal tersebut harus dicantumkan harga pembelian barang yang
bersangkutan sehingga pada akhir periode untuk mengetahui nilai persediaan akhir
barang cukup dengan melihat dan memperhitungkan jumlah sisa barang itu beserta
harga perolehannya.
2. Metode First In First Out (FIFO)
Menurut Riswan dan Fasa (2015), metode First In First Out (FIFO) adalah
metode yang menganggap barang yang dibeli lebih dulu maka akan dijual lebih dulu,
sehingga harga perolehan barang yang dibeli pertama kali akan dibebankan lebih
dahulu sebagai harga pokok penjualan. Metode ini konsisten dengan arus biaya
aktual, dimana persediaan lama dijual pertama kali. Metode First In First Out (FIFO)
seringkali tidak terlihat secara langsung pada aliran fisik dari barang tersebut karena
pengambilan barang dari gudang lebih didasarkan pad pengaturan barangnya,
sehingga metode First In First Out (FIFO) lebih terlihat pada perhitungan harga
pokok barang. Dalam metode First In First Out (FIFO), biaya yang digunakan untuk
membeli barang pertama kali akan dikenali sebagai harga pokok penjualan dan untuk
12

perhitungan harga akan menggunakan harga dari stok barang dari transaksi yang
terdahulu.
3. Metode Rata-Rata
Metode ini akan membebankan harga pokok rata-rata pada nilai barang yang
akan dijual (Sari dan Suzan, 2015). Metode rata-rata didasarkan pada asumsi bahwa
barang terjual harus dibebankan pada suatu biaya rata-rata agar dapat mengurangi
dampak dari fluktuasi harga. Dalam PSAK No.14 (IAI, 2017), metode ini disebut
metode rata-rata tertimbang, dimana pada metode rata-rata tertimbang, setiap barang
ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang tersebut pada awal
periode dan biaya pembelian barang atau biaya produksi selama periode tertentu.
Perhitungan dapat dilakukan secara berkala atau pada setiap penerimaan kiriman,
tergantung keadaan perusahaan. Metode ini mengasumsikan bahwa barang dijual
tanpa memperhatikan urutan pembeliaannya dan harga tersebut dipakai untuk
menghitung harga pokok penjualan serta persediaan akhir. Dibanding dengan metode
lainnya, metode ini memberikan cost yang sama sehingga dianggap paling cocok
diterapkan untuk persediaan yang fungsinya sama (Ayem dan Pratama, 2017).

F. BIAYA PERSEDIAAN
Haming (2012) Biaya persediaan terdiri atas biaya variable dan biaya tetap.
Biaya variable persediaan adalah sebagai berikut :
1. Biaya pemesanan, meliputi biaya menunggu permintaan pembelian,
penyampaian pesanan pembelian dan yang berhubungan dengan biaya akuntansi serta
biaya penerimaan dan penerimaan pesanan.
2. Biaya penyimpangan adalah biaya atas sediaan yang terjadi sehubungan
dengan penyimpangan sejumlah sediaan tertentu dalam perusahaan. Biaya ini
mencakup biaya pemasangan ruangan, pendinginan ruangan penyimpanan, biaya
penerangan, keamanan, sewa gudang, pemeliharaan sediaan, kerusakan sediaan, serta
kerugian karena perubahan harga, terbakar, pencurian, bunga, premi asuransi, pajak
administrasi persediaan, dan biaya penjaga gudang.
13

Biaya variable total (TIC) dapat ditulis dalam persamaan berikut :


D Q
TIC= ( S ) + ( H ) atau TIC=√ 2 DSH
Q 2
Dimana :
TIC = Total biaya variable persediaan (Total Inventory Cost)
D = Kebutuhan bahan pertahun
S = Biaya pesanan perorder
H = Biaya penyimpanan perunit
Q = Unit yang dipesan perorder
D/Q = Frekuensi pemesanan bahan
Q/2 = Persediaan rata-rata yang dipelihara
Menurut Heizer & Render (2015) ada tiga jenis biaya dalam persediaan, yaitu:
a. Biaya penyimpanan (holding cost)
Biaya penyimpanan adalah biaya yang terkait dengan menyimpan atau
“membawa” persediaan selama waktu tertentu. Biaya penyimpanan juga mencakup
biaya barang usang dan biaya yang terkait dengan penyimpanan, seperti asuransi,
pegawai tambahan, dan pembayaran bunga. Banyak perusahaan yang tidak berhasil
menyertakan semua biaya penyimpanan persediaan. Konsekuensinya, biaya
penyimpanan persediaan sering ditetapkan kurang dari sebenarnya.
b. Biaya pemesanan (ordering cost)
Biaya pemesanan mencakup biaya dari persediaan, formulir, proses pesanan,
pembelian, dukungan administrasi, dan seterusnya.
c. Biaya pemasangan (setup cost)
Biaya pemasangan adalah biaya untuk mempersiapkan sebuah mesin atau
proses untuk membuat sebuah pesanan. Ini menyertakan waktu dan tenaga kerja
untuk membersihkan serta mengganti peralatan atau alat penahan.
Menurut Hani Handoko (2011:336), unsur-unsur biaya yang terdapat dalam
persediaan, yaitu biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya penyiapan dan biaya
kekurangan persediaan.
14

a. Biaya pemesanan (ordering cost, procurement costs) adalah biaya yang


dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan atau barang, sejak dar
penempatan pemesanan sampai tersediannya barang di gudang. Biaya pemesanan
ini meliputi semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan
barang, yang dapat mencakup biaya administrasi dan penempatan order, biaya
pemilihan vendor atau pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya
penerimaan dan biaya pemeriksaan barang. Biaya pemesanan dinyatakan dalam
rupiah (satuan mata uang) per pesanan, tidak tergantung dari jumlah yang dipesan,
tetapi tergantung dari berapa kali pesanan dilakukan. Apabila perusahaan
memproduksi persediaan sendiri, tidak membeli dari pemasok, biaya ini disebut
sebagai set-up costs, yaitu biaya yang diperlukan untuk menyiapkan peralatan,
mesin, atau proses manufaktur lain dari suatu rencana produksi. Analog dengan
biaya pemesanan, biaya set-up costs dinyatakan dalam rupiah per run, tidak
tergantung dari jumlah yang diproduksi.
b. Biaya penyimpanan (carrying costs, holding costs) adalah biaya yang
dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan baraang. Yang termasuk
biaya ini, diantarannya biaya sewa gedung, biaya administrasi pergudangan, gaji
pelaksana asuransi, ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang
selama dalam penyimpanan. Biaya modal biasanya merupakan komponen biaya
penyimpanan yang terbesar, baik itu berupa biaya bunga kalau modalnya berasal
daru pinjaman maupun biaya oportunitas apabila modalnya milik sendiri. Biaya
penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase dari unit
harga atau nilai barang, dan dalam bentuk rupiah per unit barang, dalam periode
waktu tertentu.
c. Biaya penyiapan (Setup Costs), dalam hal ini terjadi jika bahan-bahan
tidak dibeli namun diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan. Perusahaan
menghadapi biaya penyiapan (Setup Costs) guna memproduksi komponen tertentu.
d. Biaya kekurangan persediaan (shortage costs, stockout cost) adalah biaya
yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya
15

kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa
biaya kehilangan kesempatan.
Ada lima kategori biaya yang dikaitkan dengan keputusan persediaan, yaitu :
a. Biaya pemesanan (order cost)
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan
bahan atau bahan dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa: biaya penulisan
pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai/perangko, biaya faktur, biaya
pengetesan, biaya pengawasan, dan biaya trasnportasi. Sifat biaya pemesanan ini
adalah semakin besar frekuensi pembelian semakin besar biaya pemesanan.
b. Biaya penyimpanan (carrying cost)
Komponen utama dari biaya penyimpanan meliputi:
1. Biaya modal. Meliputi: opportunity cost atau biaya modal yang diinvestasikan
dalam persediaan, gedung, dan peralatan yang diperlukan untuk mengadakan dan
memelihara persediaan.
2. Biaya simpan. Meliputi: sewa gudang, perawatan dan perbaikan bangunan, gaji
personel keamanan, pajak atas persediaan, pajak dan asuransi peralatan, biaya
penyusutan dan perbaikan peralatan. Biaya tersebut adalah yang sifat tetap, variabel,
maupun semi tetap atau semi variabel.
3 Biaya resiko. Biaya resiko persediaan meliputi: biaya keusangan, asuransi
persediaan, biaya susut secara fisik, dan resiko kehilangan. Sifat biaya penyimpanan
adalah semakin besar frekuensi pembelian
c. Biaya kekurangan persediaan.
Biaya kekurangan persediaan (stockout) terjadi apabila persediaan tidak tersedia
digudang ketika dibutuhkan untuk produksi. Biaya yang dikaitkan dengan stockout
meliputi biaya penjualan atau permintaan yang hilang (biaya ini sangat sulit
dihitung), biaya yang dikaitkan dengan proses pemesanan kembali seperti, biaya
ekspedisi khusus, penangan khusus, biaya penjadwalan kembali produksi, biaya
penundaan, dan biaya bahan pengganti.
d. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas
16

Kapasitas produksi diperlukan karena perusahaan untuk memenuhi fluktuasi dalam


permintaan. Perubahan kapasitas produksi, menghendaki adanya perubahan dalm
persediaan. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas dapat berupa : biaya kerja lembur
untuk meningkatkan kapasitas, latihan tenaga kerja baru, dan biaya perputaran tenaga
kerja (labour turn over cost).
e. Biaya bahan atau barang
Biaya bahan atau barang adalah harga yang harus dibayar atas item yang dibeli.
Selain biaya-biaya yang dijelaskan di atas terdapat satu lagi jenis biaya yang
berhubungan dengan persediaan, yaitu total biaya persediaan atau total inventory
cost/ total cost (TIC/TC).
Berikut ini adalah rumus dari TIC/TC (Heizer & Render, 2015):
TIC/TC = Biaya pemasangan (pesanan) + Biaya penyimpanan
TIC/TC = + 2 H
Dimana:
Q : Jumlah unit per pesanan
D : Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S : Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pesanan
H : Biaya penyimpanan atau membawa persediaan per unit per tahun
Apabila biaya bahan diikutsertakan maka rumus TIC/TC akan menjadi:

TIC/TC =𝐷𝑄𝑆 + 2𝐻 + 𝑃𝐷
Dimana :
Q : Jumlah unit per pesanan
D : Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S : Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pesanan
H : Biaya penyimpanan atau membawa persediaan per unit per tahun
P : Harga barang per unit
17

G. FAKTOR – FAKTOR MEMPENGARUHI PERSEDIAN BAHAN


BAKU
Menurut Ahyari dalam Damayanti (2012:16), dalam penyelenggaraan
persediaan bahan baku untuk pelaksanaan proses produksi dari suatu perusahaan,
terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi persediaan bahan baku, dimana
faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun berbagai
faktor tersebut antara lain:
1. Perkiraan Bahan Baku
Sebelum perusahaan mengadakan pembelian bahan baku, maka selayaknya
manajemen perusahaan mengadakan penyusunan perkiraan pemakaian bahan baku
untuk keperluan proses produksi. Hal ini dapat dilakukan dengan mendasarkan pada
perencanaan produksi dan jadwal produksi yang telah disusun sebelumnya. Jumlah
bahan baku yang akan dibeli perusahaan tersebut dapat diperhitungkan, dengan cara
jumlah kebutuhan bahan baku untuk proses produksi ditambah dengan rencana
persediaan akhir dari bahan baku tersebut, dan kemudian dikurangi dengan
persediaan awal dalam perusahaan yang bersangkutan.
2. Harga Bahan Baku
Harga bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi merupakan
salah satu faktor penentu seberapa besar dana yang harus disediakan oleh perusahaan
yang bersangkutan apabila perusahaan tersebut aka menyelenggarakan persediaan
bahan baku dalam jumlah unit tertentu. Semakin tinggi harga bahan baku yang
digunakan perusahaan tersebut maka untuk mencapai sejumlah persediaan tertentu
akan memerlukan dana yang semakin besar pula. Dengan demikian, biaya modal dari
modal yang tertanam dalam bahan baku akan semakin besar pula.
3. Biaya-biaya Persediaan
Dalam hubungannya dengan biaya-biaya persediaan ini dikenal tiga macam
biaya persediaan yaitu biaya penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya tetap
18

persediaan. Biaya penyimpanan merupakan biaya persediaan yang jumlahnya


semakin besar apabila jumlah unit bahan yang disimpan di dalam perusahaan tersebut
semakin tinggi.
4 Biaya pemesanan
Merupakan biaya persediaan yang jumlahnya semakin besar apabila frekuensi
pemesanan bahan baku yang digunakan dalam perusahaan semakin besar. Biaya tetap
persediaan merupakan biaya persediaan yang jumlahnya tidak terpengaruhi baik oleh
jumlah unit yang disimpan dalam perusahaan ataupun frekuensi pemesanan bahan
baku yang dilaksanakan oleh perusahaan tersebut.
5. Kebijaksanaan Pembelanjaan
Kebijaksanaan pembelanjaan yang dilaksanakan di dalam perusahaan akan
berpengauh terhadap penyelenggaraan persediaan bahan baku dalam perusahaan
tersebut. Seberapa besar dana yang dapat digunakan untuk investasi di dalam
persediaan bahan baku tentunya juga tergantung dari kebijaksanaan perusahaan,
apakah dana untuk persediaan bahan baku ini dapat memperoleh prioritas pertama,
kedua atau justru yang terakhir dalam perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu
tentunya financialperusahaan secara keseluruhan juga akan mempengaruhi
kemampuan perusahaan untuk membiayai seluruh kebutuhan persediaan bahan
bakunya.
6. Pemakaian Bahan
Hubungannya antara perkiraan pemakaian bahan baku dengan pemakaian
senyatanya di dalam perusahaan yang bersangkutan untuk keperluan pelaksanaan
proses produksi akan lebih baik apabila diadakan analisis secara teratur, sehingga
akan dapat diketahui pola penyerapan bahan baku tersebut. Dengan analisis ini maka
dapat diketahui apakah model peramalan yang digunakan sebagai dasar perkiraan
pemakaian bahan ini sesuai dengan pemakaian senyatanya atau tidak. Revisi dari
model yang digunakan tentunya akan lebih baik dilaksanakan apabila ternyata model
peramalan penyerapan bahan baku yang digunakan tersebut tidak sesuai dengan
kenyataan yang ada
19

7. Waktu Tunggu
Waktu tunggu merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara saat
pemesanan bahan baku tersebut dilaksanakan dengan datangnya bahan baku yang
dipesan tersebut. Apabila pemesanan bahan baku yang akan digunakan oleh
perusahaan tersebut tidak memperhitungkan waktu tunggu, maka akan terjadi
kekurangan bahan baku (walaupun sudah dipesan), karena bahan baku tersebut belum
datang ke perusahaan. Namun demikian, apabila perusahaan tersebut diperlukan,
maka perusahaan yang bersangkutan tersebut akan mengalami penumpukan bahan
baku, dan keadaan ini akan merugikan perusahaan yang bersangkutan.
8. Model Pembelian Bahan Baku
Model pembelian bahan baku yang digunakan perusahaan sangat berpengaruh
terhadap persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan. Model pembelian yang
berbeda akan menghasilkan jumlah pembelian optimal yang berbeda pula. Pemilihan
model pembelian yang akan digunakan oleh suatu perusahaan akan disesuaikan
dengan situasi dan kondisi dari persediaan bahan baku untuk masing-masing
perusahaan yang bersangkutan. Karekteristik masing-masing bahan baku yang
digunakan dalam perusahaan dapat dijadikan dasar untuk mengadakan pemilihan
model pembelian yang sesuai dengan masing-masing bahan baku dalam perusahaan
tersebut. Sampai saat ini, model pembelian yang sering digunakan dalam perusahaan
adalah model pembelian dengan kuantitas pembelian yang optimal (EQQ).
9. Persediaan Pengaman
Persediaan pengaman untuk menanggulangi kehabisan bahan baku dalam
perusahaan, maka diadakan persediaan pengaman (safety stock). Persediaan
pengaman digunakan perusahaan apabila terjadi kekurangan bahan baku, atau
keterlambatan datangnya bahan baku yang dibeli oleh perusahaan. Dengan adanya
persediaan pengaman maka proses produksi dalam perusahaan akan dapat berjalan
tanpa adanya gangguan kehabisan bahan baku, walaupun bahan baku yang dibeli
perusahaan tersebut terlambat dari waktu yang diperhitungkan. Persediaan pengaman
20

ini akan diselenggarakan dalam suatu jumlah tertentu, dimana jumlah ini merupakan
suatu jumlah tetap di dalam suatu periode yang telah ditentukan sebelumnya
10. Pembelian Kembali
Dalam melaksanakan pembelian kembali tentunya manajemen yang
bersangkutan akan mempertimbangkan panjangnya waktu tunggu yang diperlukan di
dalam pembelian bahan baku tersebut. Dengan demikian maka pembelian kembali
yang dilaksanakan ini akan mendatangkan bahan baku ke dalam gudang dalam waktu
yang tepat, sehingga tidak akan terjadi kekurangan bahan baku karena keterlambatan
kedatangan bahan baku tersebut, atau sebaliknya yaitu kelebihan bahan baku dalam
gudang karena bahan baku yang dipesan datang terlalu awal.

H. ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)


Metode Economiq Order Quantity (EOQ) yaitu merupakan system persediaan
yang di dorong dimana perolehan persediaan diawali dengan antisipasi permintaan
dimasa mendatang dan bukan terhadap permintaan saat ini.
Economic Order Quantity (EOQ) adalah teknik kontrol persediaan yang
meminimalkan biaya total dari pemesanan dan penyimpanan. Namun, untuk
menerapkan model EOQ ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi, beberapa asumsi
dalam EOQ adalah sebagai berikut (Heizer & Render, 2015):
a. Jumlah permintaan diketahui, cukup konstan, dan independen.
b. Waktu tunggu (lead time), yakni waktu antara pemesanan dan penerimaan barang
diketahui dan bersifat konstan.
c. Persediaan segera diterima seluruhnya. Dengan kata lain, persediaan yang dipesan
tiba dalam satu kelompok pada suatu waktu.
d. Tidak tersedia diskon kuantitas.
e. Biaya variabel hanya biaya untuk memasang atau melakukan pemesanan (biaya
pemasangan atau pemesanan) dan biaya untuk menyimpan persediaan dalam waktu
tertentu (biaya penyimpanan).
21

f. Kehabisan persediaan (kekurangan persediaan) dapat sepenuhnya dihindari jika


pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.
Demikian pula menurut Stevenson & Chuong (2014), ada enam asumsi yang
digunakan untuk menerapkan model EOQ, yakni sebagai berikut:
a. Hanya satu produk yang terlibat
b. Kebutuhan permintaan tahunan diketahui
c. Permintaan tersebar secara merata sepanjang tahun sehingga tingkat permintaan
cukup konstan
d. Waktu tunggu tidak bervariasi
e. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman tunggal
f. Tidak terdapat diskon kuantitas
Menurut (Heizer & Render, 2015) persamaan dalam Model EOQ yaitu :
2 DS
𝑄=
√ H
Dimana:
D : permintaan (demand)
Q : kuantitas optimal (quantity optimal)
S : biaya pemesanan (cost of ordering)
H : biaya penyimpanan (cost of holding)

I. REORDER POINT (ROP)


Perusahaan selain memperhitungkan konsep EOQ, perusahaan perlu juga
memperhitungkan mengenai kapan harus melakukan pemesanan kembali atau ulang
yang disebut juga dengan Reorder Point. Heizer dan Render (2015) Reorder point
(ROP) adalah tingkat (titik) persediaan dimana tindakan harus diambil untuk mengisi
kembali persediaan barang.
Penentuan titik Reorder Point ini, perusahaan harus memperhatikan dua faktor
yaitu :
22

1. Faktor waktu adalah jarak atau lama waktu antara kegiatan pemesanan bahan
sampai bahan yang dipesan tersebut dating dan diterima digudang persediaan bahan
baku.
2. Faktor tingkat penggunaan rata-rata bahan baku dalam dalam periode tertentu,
dasar perkiraan adalah penggunaan bahan baku pada masa sebelumnya.
Martono dan Harjito 2013 menyatakan bahwa reorder point adalah saat harus
diadakan pesanan lagi sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu
persediaan diatas safety stock sama dengan nol.
Menurut (Heizer & Render, 2015) Rumus ROP :

ROP=d x L
Dimana:
d : jumlah permintaan per hari
L : lead time atau waktu tunggu, yaitu waktu antara penempatan pesanan
dan menerimanaya.

J. SAFETY STOCK
Safety stock bertujuan sebagai suatu antisipasi terhadap kekurangan persediaan
sehingga menjamin kelancaran proses produksi. Selain itu digunakan untuk
menanggulangi akan terjadinya keterlambatan datangnya bahan baku.
Heizer dan Render (2011) konsep persediaan pengaman adalah suatu
persediaan tambahan yang memungkinkan permintaan yang tidak seragam dan
menjadi sebuah cadangan.
Persediaan pengaman sifatnya adalah permanen, Oleh sebabitu persediaan
bahan baku minimal (persediaan pengaman) tergolong dalam kelompok aktiva, jadi
setiap perusahaan diharuskan menyediakan persediaan pengaman untuk berjaga-jaga
apabila sewaktu-waktu terjadi permintaan konsumen yang naik atau terjadi
23

kelangkaan bahan baku di pasaran, maka perusahaan telah siap dengan adanya
persediaan pengaman ( Safety Stock ).
Perusahaan dalam melakukan pemesanan suatu barang sampai barang datang
membutuhkan jangka waktu yang tentunya berbeda pada tiap bulannya. Hal ini bisa
dikatakan dengan lead time.
Lead Time adalah jangka waktu yang dibutuhkan sejak mulai dilakukan
pemesanan sampai dengan datangnya bahan baku yang sudah dipesan. Jika sering
terjadi keterlambatan dalam pembelian bahan baku, maka harus dibutuhkan
persediaan pengaman yang cukup besar, sedangkan sebaliknya apabila pembelian
bahan baku sesuai dengan jadwal, maka tidak dibutuhkan persediaan pengaman yang
besar.
Heizer dan Render (2015:578) untuk menghitung berapa Safety Stock yang
harus disediakan perusahaan maka dapat memakai metode perbedaan pemakaian
maksimum dan rata-rata. Dapat dijelaskansebagai berikut:

Safety Stock = Z xσd x √ L

Keterangan :
Z = Nilai standar deviasi yang berhubungan dengan tingkat kemungkingan
pelayanan
σd = Standar deviasi
√ L = Standar deviasi lead time
Selain itu perlu adanya persediaan maksimum. Persediaan maksimum diperlukan
oleh perusahaan agar kuantitas persediaan yang ada di gudang tidak berlebihan
sehingga tidak terjadi pemborosan modal kerja.
Adapun untuk mengetahui besarnya persediaan maksimum dapat digunakan
dengan rumus :
Maksimum Inventory (MI) = Safety stock + EOQ
Dimana :
24

Safety stock = Persediaan pengaman


EOQ = Kuantitas pembelian optimal

K. Kerangka Pikir
Berdasarkan pembahasan terkait dengan Analisis Persediaan Bahan Baku
Optimal Pada Perusahaan Air Minum Kemasan Ainin, maka penulis menyusun
kerangka pikir sebagai berikut.
Perusahaan Air Minum Kemasan Ainin dalam melakukan persediaan bahan
baku berdasarkan pengalaman jumlah persediaan sebelumnya, oleh karena itu dalam
penelitian ini persediaan bahan baku perlu di rencanakan dengan menggunakan
metode Economic Order Quantity yang terdiri Safety Stock/ persediaan pengaman,
Reorder Point/ titik pemesanan kembali Total biaya persediaan (TIC), serta
persediaan maksimum (MI). Hasil perhitungan inilah yang nantinya di rekomendasi
kembali kepada perusahaan.
Lebih jelasnya akan disajikan kerangka pikir yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
25

PT. Tirta Marwah Mandiri


Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan
Marwah Di Kecamatan Bua.

Persediaan Bahan Baku

Economic Order Quantity (EOQ)


( Heizer dan Render 2015)
a. Safety Stock
b.Reorder Point
c. TIC
d.Persediaan Maksimum

Kesimpulan
Optimal / Tidak optimal
Gambar 1. Kerangka Pikir

L. Hipotesis

Berdasarkan pokok permasalahan dalam penelitian ini, penulis mengajukan


hipotesis. Diduga bahwa :
1. Jumlah pesanan bahan baku pada perusahaan air minum dalam kemasan
Marwah optimal
2. Jumlah persediaan bahan baku pengaman serta waktu pemesanan kembali
pada perusahaan air minum dalam kemasan Marwah optimal
3. Jumlah persediaan bahan baku maksimum dan total biaya persediaan bahan
baku pada perusahaan air minum dalam kemasan Marwah optimal
26

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Tirta Marwah Mandiri yang merupakan


produsen utama air minum dalam kemasan Marwah yang berlokasi di Labokke
Kecamatan Bua. Penelitian ini membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.

B. Jenis dan Sumber Data


Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis data (Sugiyono 2012)
a. Data Kualitatif yaitu data yang diperoleh dalam bentuk informasi dari
perusahaan ataupun pihak-pihak lain yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti
b. Data Kuantitatif yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka yang
dapat dihitung yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2. Sumber data (Sugiyono 2012)
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya atau objek
penelitian melalui wawancara.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dalam
penulisan atau dari pihak lain yang terkait dengan objek yang diteliti sendiri. Data
sekunder dari penelitian ini bersumber dari dokumen-dokumen perusahaan, artikel,
jurnal, laporan, buku, informasi yang mempunyai hubungan dengan masalah yang
dibahas dalam penelitian yang dilakukan.

C. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Observasi yaitu teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan
pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat
kegiatan yang dilakukan.
27

2. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan


wawancara langsung dengan cara tanya jawab dengan pihak-pihak yang
berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan data dan keterangan.
3. Dokumentasi, yaitu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data sekunder
dengan cara mengalir atau mengambil data-data dari catatan, dokumentasi,
administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini :


Analisis data kuantitatif yaitu metode analisa data yang ada hubungannya
dengan rumus-rumus dan angka-angka yang berhubungan dengan penelitian ini
meliputi :
1. Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) dikemukakan oleh Heizer dan
Render : 2015

2 DS
𝑄=
√ H

Dimana:
Q : kuantitas optimal (quantity optimal)
D : permintaan (demand)
S : biaya pemesanan (cost of ordering)
H : biaya penyimpanan (cost of holding)
2. Perhitungan Safety Stock dan Reorder Point (Heizer dan Render 2015)

Safety Stock = Z xσd


Keterangan :
Z = Nilai standar deviasi yang berhubungan dengan tingkat kemungkingan
pelayanan
28

σd = Standar deviasi

ROP=d x L
Dimana:
d : jumlah permintaan per hari
L : lead time atau waktu tunggu, yaitu waktu antara penempatan pesanan
dan menerimanaya.
3. Perhitungan Total Inventory Cost (Haming 2012)
D Q
TIC= ( S ) + ( H ) atau TIC=√ 2 DSH
Q 2
Dimana :
TIC = Total biaya variable persediaan (Total Inventory Cost)
D = Kebutuhan bahan pertahun
S = Biaya pesanan perorder
H = Biaya penyimpanan perunit
Q = Unit yang dipesan perorder
D/Q = Frekuensi pemesanan bahan
Q/2 = Persediaan rata-rata yang dipelihara
4. Penentuan Persediaan Maksimum (MI)
Maksimum Inventory (MI) = Safety stock + EOQ
Dimana :
Safety stock = Persediaan pengaman
EOQ = Kuantitas pembelian optimal
29

E. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional sebagai berikut :


1. Persediaan adalah suatu aktiva yang dimiliki oleh perusahaan yang
tersedia untuk dijual dalam melakukan kegiatan usaha.
2. Economic Order Quantity adalah suatu cara pengendalian persediaan
untuk menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis dengan biaya yang
minim serta jumlah pembelian yang optimal.
3. Safety Stock adalah persediaan pengaman yang ada didalam gudang untuk
mengantisipasi kurangnya bahan baku.
4. Reorder Point adalah titik pemesanan kembali yang dimana pemesanan ini
harus diadakan kembali.
5. Total Biaya Persediaan Bahan Baku adalah jumlah keseluruhan biaya
diperlukan oleh perusahaan.
6. Persediaan Maksimum adalah batas jumlah persediaan bahan baku yang
ada digudang supaya tidak berlebihan.
30

BAB VI

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat PT. Tirta Marwah Mandiri

PT. Tirta Marwah Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di industry Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan merek Marwah. Pabrik Marwah terletak di
Desa Puty Labokke, Bua, Sulawesi Selatan. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak
Darwis pada tahun 2014 dan mulai beroperasi sejak April 2015. Perusahaan telah
mendapatkan perizinan Dinas Kesehatan, SNI, BPOM, Halal MUI.

PT. Tirta Marwah Mandiri menyediakan air mineral kemasan cup 220 ml,
botol 60 ml dan 330 ml serta gallon 19 liter. Perusahaan menggunakan mesin filtrasi
dan tangki yang terjaga kualitasnya, sehingga menghasilkan produk yang higenis dan
berkualitas.

B. Visi dan Misi PT. Tirta Marwah Mandiri


1. Adapun visi PT. Tirta Marwah Mandiri yaitu :
Perusahaan air minum dalam kemasan yang memberikan air minum sehat
untuk masyarakat dan mengutamakan kepuasan pelanggan.
2. Adapun misi PT. Tirta Marwah Mandiri yaitu :
a. Memproduksi air minum dalam kemasan yang sehat, hegienes dan berkualitas
b. Membangun jaringan distribusi
c. Meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi, dan teknologi kami
d. Membangun lingkungan kerja yang tentram dan sejahtera

C. Struktur Organisasi

Sebagai layaknya perusahaan Iain, PT. Aldy Utama Palopo juga memiliki
struktur organisasi. Stuktur ini menunjukkan hubungan antara karyawan dalam hal
pembagian tugas, tanggungjawab dan wewenang masing-masing staff dalam rangka
mencapai tujuan pemsahaan.
31

Struktur organisasi adalah susunan dan hubungan bagian-bagian posisi dalam


suatu perusahaan. Struktur organisasi menguraikan pembagian-pembagian aktivitas
kegiatan struktur organisasi ini menunjukkan struktur wewenang serta
memperlihatkan pelaporannya.
Struktur organisasi merupakan suatu pedoman untuk melaksanakan tugas
masing-masing bagian. Para anggota dengan struktur organisasi ini dapat mengetahui
tugas dan kedudukan masing-masing. Jadi struktur organisasi merupakan pengarah
sumber-sumber utama penyusun orang-orang kedalam suatu pola yang teratur,
mengendalikan prilaku, menyalurkan dan mengarahkan untuk mencapai tujuan
sehingga mereka dapat melaksanakan tugasnya secara efisien. Struktur organisasi PT.
Aldy Utama Palopo dapat dilihat sebagaimana terlampir.
32

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Analisis Deskriptif Data
Dalam penelitian analisis persediaan bahan baku pada PT. Tirta Marwah
Mandiri dilakukan dengan menggunakan metode EOQ (Economic Order Quantity).
Data persediaan bahan baku utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
data persediaan kemasan pada produk periode tahun 2016 – 2019. Adapun data
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
a. Pembelian Bahan Bahan Baku
Tabel 2. Data Pembelian Bahan Baku Kemasan Tahun 2016-2019
Tahun Pembelian Bahan Baku Kemasan
Unit
2016 28.000.000
2017 28.000.000
2018 28.000.000
2019 28.000.000
Sumber : PT. Tirta Marwah Mandiri
b. Penggunaan bahan baku kemasan
Tabel. 3 Data Permintaan Bahan Baku Kemasan Tahun 2016-2019
Penggunaan
Tahun (Tahunan)
Unit
2016 27.000.000
2017 27.500.000
2018 27.501.050
2019 27.502.000

Sumber : PT. Tirta Marwah Mandiri


Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa penggunaan bahan baku
kemasan (D) pada tahun 2016-2019 meningkat. Pada tahun 2016 sebanyak
33

27.000.000 unit, pada tahun 2017 sebanyak 27.500.000 unit, ditahun 2018 sebesar
27.501.050 unit dan pada tahun 2019 sebanyak 27.502.000 unit.
c. Biaya Pemesanan Bahan Baku Kemasan
Tabel 4. Hasil Biaya pemesanan kemasan bahan baku kemasan per pesan 2016-2019
Tahun Frekuensi Pemesanan Total Biaya Pemesanan Biaya Pemesanan
(1) (2) (2:1)
Rp Rp
2016 12 6.000.000 500.000
2017 12 6.000.000 500.000
2018 12 6.000.000 500.000
2019 12 6.000.000 500.000
Sumber : PT. Tirta Marwah Mandiri
Biaya pemesanan bahan baku kemsasan meliputi biaya telpon, biaya
pengiriman dan biaya pembongkaran. Biaya bahan baku kemasan yang dikeluarkan
pada tahun 2016-2019 sebesar Rp 6.000.000 dengan frekuensi sebanyak 12 kali
dalam setahun atau 1 kali dalam sebulan. Berdasarkan hal tersebut maka biaya
pemesanan bahan baku kemasan per pesan (S) pada tahun 2016-2019 adalah sebesar
Rp 500.000. biaya pemesanan yang dimaksud adalah biaya pengiriman per satu kali
pesan.

d. Biaya Penyimpanan bahan baku kemasan


Tabel. 5 data biaya penyimpanan bahan baku 2016-2019
Jenis biaya 2016 2017 2018 2019
Rp Rp Rp Rp
34

Biaya listrik gudang 4.500.000 4.500.000 4.501.000 4.505.000

Biaya gudang 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000


Jumlah 29.500.000 29.500.000 29.501.000 29.505.000

Sumber : PT. Tirta Marwah Mandiri


Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa biaya penyimpanan bahan baku
kemasan per 1 tahun selama 2016-2019 yang meliputi biaya listrik gudang dan biaya
pemeliharaan gudang meningkat. Maka biaya penyimpanan bahan baku kemasan
pada tahun 2016 sebesar Rp 29.500.000, pada tahun 2017 sebesar Rp 29.500.000,
pada tahun 2018 terjadi penigkatan sebesar Rp 29.501.000 dan pada tahun 2019
sebesar Rp 29.505.000. Berikut hasil perhitungan biaya penyimpanan bahan baku per
unti yang digambarkan dalam tabel :
Tabel. 6 Hasil Biaya Penyimpanan Persatuan Bahan Baku Kemasan 2016-2019
Tahu Permintaan Total Biaya Penyimpanan Biaya Penyimpanan
n (1) (2) (3) = ( 2:1 )
Unit Rp Rp
2016 27.000.000 29.000.000 1,07
2017 27.500.000 29.500.000 1,07
2018 27.501.050 29.501.000 1,07
2019 27.502.000 29.505.000 1,07
Sumber : PT. Tirta Marwah Mandiri
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa biaya penyimpanan bahan baku
kemasan per unit periode tahun 2016-2019 sebesar Rp 1,07.

e. Total Biaya Persediaan Bahan Baku Kemasan (TC)


Total biaya persediaan menurut perhitungan PT. Tirta Marwah Mandiri tahun
2016-2019 diperoleh dari (penggunaan rata-rata X biaya penyimpanan) + (Biaya
pemesanan x frekuensi). Adapun total biaya persediaan yang dimaksud yaitu sebagai
berikut :
Tabel. 7 Hasil perhitungan total biaya persediaan bahan baku kemasan
35

Tahun TC
2016 34.890.000
2017 35.425.000
2018 35.426.124
2019 35.427.140
Sumber : PT. Tirta Marwah Mandiri
Berdasarkan tabel perhitungan total biaya persediaan bahan baku diatas dapat
dijelaskan bahwa total biaya persediaan dari tahun 2016-2019 meningkat yaitu : Pada
tahun 2016 total biaya persediaan bahan baku sebesar Rp. 34.890.000, tahun 2017
sebesar Rp. 35.425.000, tahun 2018 sebesar Rp. 35.426.124, dan tahun 2019 sebesar
Rp. 35.427.140.

2. Analisis Economic Order Quatity (EOQ) (Penentuan pembelian yang paling


ekonomis)
Untuk menganalisis masalah yang pertama, yaitu penentuan jumlah pembelian
bahan baku yang ekonomis untuk setiap kali pembelian dengan menggunakan rumus
EOQ (Economical Order Quantity). Untuk kelancaran proses produksinya maka
setelah mengetahui kebutuhan bahan bakunya perusahaan perlu menghitung berapa
kali pembelian harus dilakukan, dengan menggunakan metode EOQ (Economical
Order Quantity) perusahaan dapat menghitung pembelian yang paling ekonomis.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dapat dilihat penggunaan bahan baku kemasan
(D), biaya pemesanan bahan baku kemasan per pesan (S), dan biaya penyimpanan
bahan baku per unit (H) di jelaskan dalam tabel berikut :
Tabel. 8 Hasil (D),(S) dan (H) tahun 2016-2019
Tahun Penggunaan (D) Biaya Pemesanan (S) Biaya Penyimpanan (H)
(Unit) (Rp) (Rp)
2016 27.000.000 500.000 1,07
2017 27.500.000 500.000 1,07
2018 27.501.050 500.000 1,07
2019 27.502.000 500.000 1,07
Sumber : Data diolah (2020)
a. Perhitungan Pembelian bahan baku kemasan paling ekonomis
36

Adapun perhitungan pembelian yang paling ekonomis adalah sebagai berikut:


a) Pembelian paling ekonomis tahun 2016
2 DS
𝑄=
√ H
(2) ( 27.000 .000 ) (500.000 )
=
√ 1.07
= 5.023.310 unit
Frekuensi pemakaian yang diperlukan :

D
F =
EOQ

27.000.000
=
5.023.310

= 5,37 Kali
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian baku kemasan
paling ekonomis pada tahun 2016 adalah sebesar 5.023.310 dengan frekuensi sebesar
5,73 kali.

b) Pembelian paling ekonomis tahun 2017


2 DS
𝑄=
√ H
(2) ( 27.500 .000 ) (500.000 )
=
√ 1,07
= 5.244.044 unit
Frekuensi pemakaian yang diperlukan :

D
F =
EOQ

27.500.000
=
5.244.044
37

= 5,24 Kali
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian baku kemasan
paling ekonomis pada tahun 2017 adalah sebesar 5.244.044 dengan frekuensi sebesar
5,24 kali.
c) Pembelian paling ekonomis tahun 2018
2 DS
𝑄=
√ H
(2) ( 27.501 .050 )( 500.000 )
=
√ 1.07
= 5.069.706 unit
Frekuensi pemakaian yang diperlukan :

D
F =
EOQ
27.501.050
=
5.069.706
= 5,42 Kali
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian baku kemasan
paling ekonomis pada tahun 2018 adalah sebesar 5.069.706 dengan frekuensi sebesar
5,42 kali.
d) Pembelian paling ekonomis tahun 2019
2 DS
𝑄=
√ H
(2) ( 27.502 .000 )( 500.000 )
=
√ 1,07
= 5.244.235 unit
Frekuensi pemakaian yang diperlukan :

D
F =
EOQ
38

27.502.000
=
5.244.235
= 5,24 Kali
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian baku kemasan
paling ekonomis pada tahun 2019 adalah sebesar 5.244.235 dengan frekuensi sebesar
5,24 kali.
b. Perhitungan Safety Stock dan Reorder Point
1. Safety Stock
Persediaan pengaman (safety stock) berguna untuk melindungi perusahaan dari
resiko kehabisan bahan baku (stock out) dan keterlambatan penerimaan bahan baku
yang dipesan. Pada umumnya batas toleransi yang digunakan perusahaan adalah 5%
diatas perkiraan dan 5% dibawah perkiraan dimana 95% merupakan peluang tidak
terjadinya kekurangan persediaan selama waktu tunggu, sehingga dapat diperoleh
nilai Z dalam tabel normal sebesar 1,65 standar deviasi diatas rata-rata. Adapun cara
menghitung safety stock yaitu :
Safety Stock = Z xσd
Untuk menghitung Standar Deviation tahun 2016-2019 dibutuhkan
perhitungan Standar Deviation yaitu :
Berikut data X ( Penggunaan bahan baku) dan Y (perkiraan pembelian
bahan baku dan penggunaan bahan baku) yang digambarkan dalam tabel yaitu:
Tabel. 9 Data X dan Y
Tahun X Y (X-Y)2
Unit Unit
2016 27.000.000 28.000.000 1000000000000
2017 27.500.000 28.000.000 250000000000
2018 27.501.050 28.000.000 248951102500
2019 27.502.000 28.000.000 248004000000

1) Standar Deviation tahun 2016, yaitu :


( X  Y )2
N
39

SD =

= 
4
= 500.000 unit

2) Standar Deviation tahun 2017, yaitu :

SD = ( X  Y )2
N

= 
4
= 250.000 unit

3) Standar Deviation tahun 2018, yaitu :

SD = ( X  Y )2
N

= 248951102500
4
= 249.475 unit

4) Standar Deviation tahun 2019, yaitu :

SD = ( X  Y )2
N

= 248004000000
4
= 249.000 unit

-Penentuan safety stock tahun 2016 yaitu :

Safety Stock = Z xσd


= 1,65 X 500.000
40

= 825.000 unit

- Penentuan safety stock tahun 2017 yaitu :

Safety Stock = Z xσd


= 1,65 X 250.000

= 412.500 unit
- Penentuan safety stock tahun 2018 yaitu :

Safety Stock = Z xσd


= 1,65 X 249.475

= 411.634 unit

- Penentuan safety stock tahun 2019 yaitu :

Safety Stock = Z xσd


= 1,65 X 249.000

= 410.850 unit
41

2. Reorder point
Reorder Point (ROP) adalah dimana perusahaan harus melakukan pemesanan
bahan bakunya kembali, sehingga penerimaan bahan baku yang dipesan datang
tepat waktu. Karena dalam melakukan pemesanan bahan baku tidak dapat
langsung diterima hari itu juga. Waktu tunggu perusahaan 2 hari sejak pemesanan
bahan baku. Besarnya sisa bahan baku yang masih tersisa hingga perusahaan
harus melakukan pemesanan kembali adalah sebesar ROP yang telah dihitung.
Berikut perhitungan reorder point :
1) Reorder Point tahun 2016 yaitu :
ROP =dXL
= 27.000.000 X 2
= 54.000.000
2) Reorder Point tahun 2017 yaitu :
ROP =dXL
= 27.500.000 X 2
= 55.000.000 unit
3) Reorder Point tahun 2018 yaitu :
ROP =dXL
= 27.501.050 X 2
= 55.002.100 unit
4) Reorder Point tahun 2019 yaitu :
ROP =dXL
= 27.502.000 X 2
= 55.004.000 unit

c. Perhitungan Total Inventory Cost

Untuk mengetahui total biaya persediaan bahan baku minimal yang


diperlukan perusahaan dengan menggunakan perhitungan EOQ, Hal ini
dilakukan untuk menghemat biaya persediaan perusahaan. Perhitungan TIC
42

D Q
adalah sebagai berikut : TIC= ( S)+ ( H )
Q 2

1) Total Inventory Cost tahun 2016 yaitu :

TIC = D/Q (S) + Q/2 (H)

= 27.000.000 / 28.000.000 (500.000) + 28.000.000 / 2 (1,07)

= Rp 482.143 + Rp 14.460.000

= Rp 14.942.143

2) Total Inventory Cost tahun 2017 yaitu :

TIC = D/Q (S) + Q/2 (H)

= 27.500.000 / 28.000.000 (500.000) + 28.000.000 / 2 (1,07)

= Rp 491.071 + Rp 14.460.000

= Rp 14.951.071

3) Total Inventory Cost tahun 2018 yaitu :

TIC = D/Q (S) + Q/2 (H)

= 27.501.050 / 28.000.000 (500.000) + 28.000.000 / 2 (1,07)

= Rp 491.090 + Rp 14.460.000

= Rp 14.951.090

4) Total Inventory Cost tahun 2017 yaitu :

TIC = D/Q (S) + Q/2 (H)

= 27.502.000 / 28.000.000 (500.000) + 28.000.000 / 2 (1,07)

= Rp 491.107 + Rp 14.460.000

= Rp 14.951.107

d. Penentuan Persediaan Maksimum (Maksimum Inventory)


Untuk mengetahui total biaya persediaan bahan baku minimal yang diperlukan
perusahaan dengan menggunakan perhitungan EOQ, Hal ini dilakukan untuk
43

menghemat biaya persediaan perusahaan. Perhitungan TIC adalah sebagai


berikut :
Maksimum Inventory (MI) = Safety stock + EOQ

1) Penentuan Persediaan Maksimum tahun 2016 yaitu :

MI = Safety stock + EOQ

= 825.000 + 5.023.310

= 5.848.310

2) Penentuan Persediaan Maksimum tahun 2017 yaitu :

MI = Safety stock + EOQ

= 412.500 + 5.244.044

= 5.656.544

3) Penentuan Persediaan Maksimum tahun 2018 yaitu :

MI = Safety stock + EOQ

= 411.634 + 5.069.706

= 5.481.340

4) Penentuan Persediaan Maksimum tahun 2019 yaitu :

MI = Safety stock + EOQ

= 410.850 + 5.244.235

= 5.656.085

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan maka dapat dilihat
perbandingan bahan baku antara kebijakan perusahaan dengan analisis metode
EOQ, yang mana perbandingan tersebut dapat dilihat dari pembelian optimal,
frekuensi pembelian, persediaan pengaman (Safety Stock), kapan seharusnya
perusahaan melakukan pemesanan kembali (ROP), berapa total biaya persediaan
(TIC) yang dikeluarkan dan batas persediaan maksimum (MI). Sehingga dapat
diketahui metode yang lebih efisien dalam persediaan bahan baku.
44

1. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Optimal dan Frekunsi Pembelian


a. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Optimal
Tabel.10 Perbandingan Kuantitas Pembelian Baku Optimal Tahun 2016-2019
Tahun Kebijakan Perusahaan Metode EOQ Selisih
(Unit) (Unit) (Unit)
2016 28.000.000 5.023.310 22.976.690
2017 28.000.000 5.244.044 22.755.956
2018 28.000.000 5.069.706 22.930.294
2019 28.000.000 5.244.235 22.755.765
Sumber : Data diolah (2020)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kuantitas pembelian bahan
baku menurut kebijakan perusahaan lebih besar dari perhitungan menggunakan
metode EOQ yaitu pada tahun 2016 pembelian bahan baku optimal menurut
kebijakan perusahaan sebanyak 28.000.000 unit sedangkan metode EOQ
sebanyak 5.023.310 unit dengan selisih sebesar 22.976.690, tahun 2017 pembelian
bahan baku optimal menurut kebijakan perusahaan sebanyak 28.000.000 unit
sedangkan metode EOQ sebanyak 5.244.044 unit dengan selisih sebesar
22.755.956, tahun 2018 pembelian bahan baku optimal menurut kebijakan
perusahaan 28.000.000 unit sedangkan metode EOQ sebesar 5.069.706 unit
dengan selisih 22.930.294, dan pada tahun 2019 pembelian bahan baku optimal
menurut kebijakan perusahaan 28.000.000 sedangkan metode EOQ sebesar
5.244.235 unit dengan selisih 22.755.765. Artinya bahwa dengan Pembelian
bahan baku menggunakan metode EOQ lebih kecil daripada menggunakan
kebijakan perusahaan, sehingga pembelian dan penggunaan bahan baku kemasan
pada PT. Tirta Marwah Mandiri tidak berlebihan serta meminimaisir biaya
persediaan.
b. Frekuensi Pembelian Bahan Baku Kemasan
Tabel. 11 Perbandingan Frekuensi Pembelian Bahan Baku Kemasan Tahun 206-
2019
45

Tahun Kebijakan Perusahaan Metode EOQ Selisih


(Unit) (Unit) (Unit)
2016 12 5.023.310 22.976.690
2017 12 5.244.044 22.755.956
2018 12 5.069.706 22.930.294
2019 12 5.244.235 22.755.765
Sumber: Data diolah (2020)
Berdasarakan tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi pembelian
dengan kebijakan perusahaan lebih besar dari Metode EOQ. Selisih pada tahun
2016 sebesar 22.976.690, pada tahun 2017 sebesar 22.755.956, pada tahun 2018
sebesar 22.930.294 dan pada tahun 2019 sebesar 22.755.765. hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan perlu menerapkan Metode EOQ dalam menentukan Frekuensi
Pembelian bahan baku kemasan.
c. Safety Stock dan Reorder Point
Tabel.12 Perbandingan Safety Stock dan Reorder Point Tahun 2016-2019
Safety Stock Reorder Point
Kebijakan Kebijakan
Tahun Perusahaan Metode EOQ Perusahaan Metode EOQ
2016 - 825.000 - 54.000.000
2017 - 412.500 - 55.000.000
2018 - 411.634 - 55.002.100
2019 - 410.850 - 55.004.000
Sumber : Data diolah (2020)
Berdasarkan tabel diatas maka PT. Tirta Marwah Mandiri dapat
mengetahui berapa Safety Stock yang harus tersedia digudang dan kapan harus
melakukan pemesananan kembali. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa
safety stock yang harus tersedia digudang pada tahun 2016 sebanyak 825.000 unit,
pada tahun 2017 sebanyak 412.500 unit, pada tahun 2018 sebanyak 411.634 unit
dan pada tahun 2019 sebanyak 410.850 unit. Sedangkan perusahaan harus
melakukan pemesanan kembali pada tahun 2016 sebesar 54.000.000 unit, pada
tahun 2017 sebesar 55.000.000 unit, pada tahun 2018 sebesar 55.002.100 unit, dan
pada tahun 2019 sebesar 55.004.000 unit.
d. Total Biaya Persediaan Bahan Baku (TIC)
46

Tabel.13 Perbandingan Total Biaya Bahan Baku 2016-2019


Tahun TIC TIC Selisih
Kebijakan Perusahaan Metode EOQ
2016 34.890.000 14.942.143 19.947.857
2017 35.425.000 14.951.071 20.473.929
2018 35.426.124 14.951.090 20.475.034
2019 35.427.140 14.951.071 20.476.069
Sumber: Data diolah (2020)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan total biaya persediaan menurut
kebijakan perusahaan lebih besar dari pada total biaya menggunakan perhitungan
EOQ. Dimana jika perusahaan menggunakan metode EOQ maka pada tahun 2016
perusahaan dapat menghemat biaya sebesar Rp 19.947.857, tahun 2017 sebesar
Rp 20.473.929, tahun 2018 sebesar Rp 20.475.034, dan pada tahun 2019 sebesar
Rp 20.476.069. Hal ini berarti jika perusahaan menggunakan metode Economic
Order Quantity (EOQ) maka biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibanding
kebijakan menurut perusahaan.
e. Persediaan Maksimum (MI)
Tabel. 14 Perbandingan Persediaan Maksimum Tahun 2016-2019
Tahun MI MI
Kebijakan Perusahaan Metode EOQ
2016 - 5.848.310
2017 - 5.656.544
2018 - 5.481.340
2019 - 5.656.085
Sumber : Data diolah (2020)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dengan menggunakan metode
EOQ perusahaan dapat mengetahui batas persediaan maksimum yang bisa dipesan
dalam satu kali Pesan. Dimana pada tah un 2016 sebesar 5.848.310, tahun
2017 sebesar 5.656.544, pada tahun 2018 sebesar 5.481.340 dan pada tahun 2019
sebesar 5.656.085.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
47

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan pada


penelitian ini yaitu:
1. Jumlah pembelian dengan menggunakan EOQ lebih optimal dibandingkan
dengan kebijakan PT. Tirta Marwah Mandiri. Itu artinya H1 ditolak
2. Jumlah persediaan bahan baku pengaman dengan menggunakan EOQ lebih
optimal dibandingkan dengan kebijakan PT. Tirta Marwah Mandiri. Itu artinya
H2 ditolak.
3. Jumlah persediaan bahan baku maksimum dengan menggunakan EOQ lebih
optimal dibandingkan dengan kebijakan PT. Tirta Marwah Mandiri. Itu artinya
H3 ditolak.
4. Total biaya persediaan bahan baku pengaman dengan menggunakan EOQ lebih
optimal dibandingkan dengan kebijakan PT. Tirta Marwah Mandiri. Itu artinya
H4 ditolak.
B. Saran

Adapun saran yang dikemukakan oleh peniliti dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut :

1. PT. Tirta Marwah Mandiri harus selalu meninjau kebijakan yang diambil dalm
menentukan persediaan bahan baku pada kemasannya.
2. PT. Tirta Marwah Mandiri hendaknya menggunakan Economic Order Quantity
dalam menentukan persediaan bahan baku pada kemasannya.

DAFTAR PUSTAKA
48

Apriyani N, Muhsin A. (2017). Analisis Persediaan Bahan Baku Dengan


Metode EOQ dan Kanban Pada PT.Adyawinsa Staming Industries.
Optimasi Sistem Industri , Vol 10, No 2 Hal 128.

Caronge, E. (September 2018). Analisis Persediaan Bahan Baku Optimal Pada


Usaha Dagang Tempe Bogar Di Palopo. Jemma , Vol 1, No 2, Hal 57.

Damayanti, Ahyari. (2012). Tinjauan Penendalian Persedian Bahan Baku Slab


pada PT. Hevea MK 1. Palembang. Palembang: laporan Akhr,Politeknik
Negeri Sriwijaya.

Fasa, Riswan. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pemilihan


Metode penilaian Persedian dan Perusahaan Dagang Yang terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014. Jakarta: Jurnal Akuntansi Dan
Keuangan Vol 7 No.2 September Hal 973-1000.

Goenawan, Susantolie. (2015). Pengaruh Metode Penilaian Persediaan


Terhadap Penentuan Harga Pokok Penjualan. Akuntansi dan Keuangan.

Haming M, Nurnajamuddin M. (2012). Manajemen Produksi Modern. Edisi


Kedua. Jakarta : BPFE.

Handoko. (2011). Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi . Yogyakarta:


BPFE. Hal 165-176.

Heizer, Jay. (2015). Operations management (Manajemen Operasi). Jakarta: ed


II Penerjemah, Dwia Noegrahwati dan Indra Alhamhdy, Salemba Empat .

Heizer, Render. (2014). Manajemen Operasi Internasional Edisi:10 . Jakarta:


Salemba Empat.

Heizer, Render. (2011). Operations Management, Buku 1 edisi ke sembilan.


Jakarta : Salemba Empat.

Herjanto, E. (2010). Manajemen Operasi Ed: Revisi. jakarta: Gramedia.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2017, Pernyataan Standar Akunansi Keuangan


(PSAK), No.14: Persediaan, Jakarta : IAI

Ishak. 2010. Manajemen Operasi. Yogyakarta : Graha ilmu.


49

Martono, Harjito. (2013). Manajemen Keuangan, Edisi kedua. Yogyakarta:


Ekonisia.

Nurpita. (2018). Analisis Persediaan Bahan Baku Optimal Pada Usaha Dagang
Tempe Bogar Di Palopo. Palopo : Universitas Andi Djemma Palopo.

Rudianto. (2012). Pengantar Akuntansi. Jakarta: Erlangga.

Stevenson, Choung. (2014). Manajemen Operasi: Prespektif Asia Edisi 9. Buku


2. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Bandung : Alfabeta

Suzan, Sari. (2015). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Perputaran Persediaan dan


Varibilitas Harga Pokok Penjualan Terhadap Pemilihan Metode
Persediaan. Bandung: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Telkom.

Anda mungkin juga menyukai