BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia usaha pada saat ini mengalami peningkatan yang cukup
pesat hal ini dapat dilihat dengan bermunculannya perusahaan baik perusahaan
industri, dagang, maupun perusahaan jasa selain itu perkembangan usaha yang telah
adapun mengalami kemajuan dan persaingan yang ketat seiring dengan hadirnya
perusahaan sejenis. Perkembangan ini juga didukung dengan semakin
berkembangnya jumlah penduduk di indonesia. Perusahaan adalah suatu sistem yang
merupakan kombinasi dasar sebagai sumber ekonomi secara langsung maupun tidak
langsung yang mepengaruhi proses produksi dan distribusi barang dan pertumbuhan
kebutuhan masyarakat menuju kearah pertumbuhan dan perkembangan dinamis oleh
karena itu perusahaan harus meningkatkan kualitas usahanya.
Sebuah perusahan memiliki tujuan utama yaitu memperoleh laba. dalam proses
pencapaian tujuan tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor,salah satu faktor itu
ialah kelancaran produksi. Pencapaian tujuan perusahaan akan menghadapi kendala
tertentu sehingga perusahaan harus memiliki manajemen yang baik. Pada dasarnya
manajemen yang baik memiliki fungsi yang sangat penting dalam perusahaan guna
melakukan pemilihan keputusan serta sebagai kontrol dalam kegiatan perusahaan
supaya berjalan secara efektif dan perusahaan mampu memperoleh laba yang optimal.
Salah satu cara agar perusahaan mampu memperoleh laba yang optimal adalah
menerapkan suatu kebijakan manajemen dengan memperhitungkan persediaan yang
optimal. Dengan persediaan yang optimal perusahaan mampu menentukan seberapa
besar persediaan bahan baku yang sesuai, sehingga tidak menimbulkan pemborosan
biaya karena mampu menyeimbangkan kebutuhan bahan baku yang tidak terlau
banyak maupun persediaan yang tidak terlalu sedikit. Persediaan optimal mampu
mengefisiensikan biaya pengeluaran perusahaan seperti pemesanan dan biaya
penyimpanan bahan baku. Sehingga kebijakan manajemen tentang persediaan akan
membantu perusahaan.
2
Salah satu cara agar perusahaan mampu memperoleh laba yang optimal adalah
menerapkan suatu kebijakan manajemen dengan memperhitungkan persediaan yang
optimal. Dengan persediaan yang optimal perusahaan mampu menentukan seberapa
besar persediaan bahan baku yang sesuai, sehingga tidak menimbulkan pemborosan
biaya karena mampu menyeimbangkan kebutuhan bahan baku yang tidak terlau
banyak maupun persediaan yang tidak terlalu sedikit. Persediaan optimal mampu
mengefisiensikan biaya pengeluaran perusahaan seperti pemesanan dan biaya
penyimpanan bahan baku. Sehingga kebijakan manajemen tentang persediaan akan
membantu perusahaan.
Berikut ini tabel data persediaan bahan baku kemasan dan barang jadi pada Air
kemasan Marwah :
Tabel 1. Data pemakaian bahan baku dan barang jadi tahun 2016-2019.
Pemakaian Bahan Baku Barang Jadi Air Kemasan
NO Tahun Kemasan Marwah Marwah
(Unit) (Dos)
1 2016 27.000.000 561.000
2 2017 27.500.000 570.000
3 2018 27.501.050 592.000
4 2019 27.502.000 615.000
(Sumber: PT. Tirta Marwah Mandiri, 2016-2019).
Sesuai dengan tabel diatas, maka dapat dijelaskan bahwa pemakaian bahan
baku kemasan dan barang jadi tahun 2016-2019 tiap tahunnya terjadi peningkatan.
Hal itu berarti pembelian bahan baku PT. Tirta Marwah Mandiri ditiap tahunnya
meningkat. Dimana pada tahun 2016 pemakaian bahan baku kemasan sebesar
27.000.000 unit, tahun 2017 sebesar 27.500.000 unit, tahun 2018 sebesar 27.501.050
unit dan tahun 2019 sebesar 27.502.000. Peningkatan pembelian bahan baku pada PT.
Tirta Marwah Mandiri terjadi disebabkan oleh menigkatnya permintaan ditiap
tahunnya oleh konsumen.
4
3. Untuk mengetahui total biaya persediaan bahan baku pada perusahaan air
minum dalam kemasan Marwah pada tahun 2016-2019 .
4. Untuk mengetahui jumlah persediaan bahan baku maksimum pada perusahaan
air minum dalam kemasan Marwah pada tahun 2016-2019 .
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang analisis biaya produksi pada persediaan bahan baku optimal
pada perusahaan air minum dalam kemasan Marwah diharapkan dapat bermanfaat :
a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan mengenai persediaan bahan baku optimal serta
merupakan kesempatan untuk mempraktekkan teori-teori yang diperoleh dari bangku
kuliah.
b. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini sebagai informasi yang dapat digunakan untuk memberikan
masukan dan dokumentasi dalam menganalisis persediaan bahan baku optimal.
c. Bagi Pembaca
Dapat menambah pengetahuan dan sebagai sumbaer informasi kepada pembaca
yang ingin mengetahui lebih jelas tentang persediaan bahan baku optimal.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Erni Caronge (2018) dalam penelitiannya berjudul Analisis Persediaan Bahan
Baku Optimal Pada Usaha Dagang Tempe Bogar Di Palopo. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Usaha Dagang Tempe Bogar tahun 2014 dapat memesan bahan
baku kedelai secara optimal sebesar 6.185,89 kg per pesanan agar tidak melebihi
maximum inventory sebesar 6.599,76 kg dan meminimalisir biaya persediaan
sebesar Rp.7.274.613,40,-, persediaan pengaman yang harus tersedia di gudang
sebesar 413,87 kg, melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat persediaan
digudang sebesar 830,53 kg., tahun 2015 dapat memesan bahan baku kedelai secara
optimal sebesar 6.304,67 kg per pesanan agar tidak melebihi maximum inventory
sebesar 6.754,44 kg dan meminimalisir biaya persediaan sebesar Rp.
8.415.980,80,-, persediaan pengaman yang harus tersedia di gudang sebesar 449,77
kg, melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat persediaan digudang
sebesar 870,88 kg., tahun 2016 dapat memesan bahan baku kedelai secara optimal
sebesar 6.644,76 kg per pesanan agar tidak melebihi maximum inventory sebesar
7.416,09 kg dan meminimalisir biaya persediaan sebesar Rp. 9.618.825,51,-,
persediaan pengaman yang harus tersedia di gudang sebesar 771,33 kg,
melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat persediaan digudang sebesar
1.224,39 kg.
Diana Khairani Sofyan (2017) dalam penelitiannya berjudul Analisis
Persediaan Bahan Baku Buah Kelapa Sawit pada PT. Bahari Dwi Kencana Lestari
Hasil penelitian ini adalah pembelian bahan baku buah kelapa sawit perusahaan bila
dihitung menurut metode EOQ sebanyak 80.812,08 Kg, sedangkan berdasarkan
kebijakan perusahaan sebanyak 470.202,72 Kg. Total biaya persediaan bahan baku
perusahaan bila dihitung menurut EOQ adalah sebesar Rp. 105.005.713 sedagkan
berdasarkan kebijakan perusahaan sebesar Rp. 9.169.253.901. Dari analisis ini
7
Heizer dan Render (2015) ada empat fungsi persediaan bagi perusahaan yaitu
sebagai berikut :
1. Untuk memberikan pilihan barang agar data memenuhi permintaan konsumen
yang akan diantisipasi dan memisahkan perusahaan dari fluktuasi permintaan.
2. Untuk memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Jika persediaan
sebuah perusahaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin diperlukan
agar dapat memisahkan proses produksi dari pemasok.
3. Mengambil keuntungan dari melakukan pemasaran berdasarkan diskon
kuantitas, artinya dapat mengambil keuntungan dari potongan jumlah karena
pembelian dalam jumlah besar dapat menurunkan biaya pengirim barang.
4. Meminimalkan resiko terhadap kenaikan barang atau inflasi.
Eddy Herjanto (2010), persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau
menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang, misalnya karena penggunaan
barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan
barang yang dipesan.
Adapun pengertian bahan baku adalah yang digunakan dalam membuat produk
dimana bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya. Persediaan
bahan baku merupakan aktiva perusahaan yang digunakan untuk proses produksi di
dalam suatu perusahaan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan suatu waktu.
Heizer dan Render (2014) persediaan terbagi atas 4 jenis persediaan diantaranya
sebagai berikut :
1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory) telah dibeli, tetapi belum
diproses. Persediaan ini dapat digunakan untuk memisahkan (menyaring)
pemasok dari proses produksi. Meskipun demikian, pendekatan yang lebih
disukai adalah menghapus variabilitas pemasok dalam kualitas, jumlah, atau
waktu pengiriman
9
Menurut PSAK No.14, pengukuran persediaan pada saat perolehan adalah sebesar
cost, yang terdiri dari semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang
timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual
atau dipakai (IAI,2017). PSAK No.14 menyatakan bahwa pengukuran persediaan
dapat dihitung dengan metode perhitungan persediaan, yang terdiri dari (IAI, 2017):
1. Metode Identifikasi Khusus
Metode ini mengidentifikasi setiap barang yang dijual dan setiap barang dalam
persediaan. Biaya barang yang telah terjual dimasukkan dalam harga pokok
penjualan, sedangkan biaya barang-barang khusus yang masih berada ditangan
dimasukkan pada persediaan. Perusahaan yang menggunakan metode ini jika
memiliki persediaan yang dapat diidentifikasi dan pada saat penjualannya tidak dapat
disubsitusikan (Sari dan Suzan, 2015).
Goenawan dan Susantolie (2015) dalam metode ini setiap barang yang dibeli
dan dimasukkan ke gudang penyimpanan harus diberi stempel atau tanda pengenal.
Dalam tanda pengenal tersebut harus dicantumkan harga pembelian barang yang
bersangkutan sehingga pada akhir periode untuk mengetahui nilai persediaan akhir
barang cukup dengan melihat dan memperhitungkan jumlah sisa barang itu beserta
harga perolehannya.
2. Metode First In First Out (FIFO)
Menurut Riswan dan Fasa (2015), metode First In First Out (FIFO) adalah
metode yang menganggap barang yang dibeli lebih dulu maka akan dijual lebih dulu,
sehingga harga perolehan barang yang dibeli pertama kali akan dibebankan lebih
dahulu sebagai harga pokok penjualan. Metode ini konsisten dengan arus biaya
aktual, dimana persediaan lama dijual pertama kali. Metode First In First Out (FIFO)
seringkali tidak terlihat secara langsung pada aliran fisik dari barang tersebut karena
pengambilan barang dari gudang lebih didasarkan pad pengaturan barangnya,
sehingga metode First In First Out (FIFO) lebih terlihat pada perhitungan harga
pokok barang. Dalam metode First In First Out (FIFO), biaya yang digunakan untuk
membeli barang pertama kali akan dikenali sebagai harga pokok penjualan dan untuk
12
perhitungan harga akan menggunakan harga dari stok barang dari transaksi yang
terdahulu.
3. Metode Rata-Rata
Metode ini akan membebankan harga pokok rata-rata pada nilai barang yang
akan dijual (Sari dan Suzan, 2015). Metode rata-rata didasarkan pada asumsi bahwa
barang terjual harus dibebankan pada suatu biaya rata-rata agar dapat mengurangi
dampak dari fluktuasi harga. Dalam PSAK No.14 (IAI, 2017), metode ini disebut
metode rata-rata tertimbang, dimana pada metode rata-rata tertimbang, setiap barang
ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang tersebut pada awal
periode dan biaya pembelian barang atau biaya produksi selama periode tertentu.
Perhitungan dapat dilakukan secara berkala atau pada setiap penerimaan kiriman,
tergantung keadaan perusahaan. Metode ini mengasumsikan bahwa barang dijual
tanpa memperhatikan urutan pembeliaannya dan harga tersebut dipakai untuk
menghitung harga pokok penjualan serta persediaan akhir. Dibanding dengan metode
lainnya, metode ini memberikan cost yang sama sehingga dianggap paling cocok
diterapkan untuk persediaan yang fungsinya sama (Ayem dan Pratama, 2017).
F. BIAYA PERSEDIAAN
Haming (2012) Biaya persediaan terdiri atas biaya variable dan biaya tetap.
Biaya variable persediaan adalah sebagai berikut :
1. Biaya pemesanan, meliputi biaya menunggu permintaan pembelian,
penyampaian pesanan pembelian dan yang berhubungan dengan biaya akuntansi serta
biaya penerimaan dan penerimaan pesanan.
2. Biaya penyimpangan adalah biaya atas sediaan yang terjadi sehubungan
dengan penyimpangan sejumlah sediaan tertentu dalam perusahaan. Biaya ini
mencakup biaya pemasangan ruangan, pendinginan ruangan penyimpanan, biaya
penerangan, keamanan, sewa gudang, pemeliharaan sediaan, kerusakan sediaan, serta
kerugian karena perubahan harga, terbakar, pencurian, bunga, premi asuransi, pajak
administrasi persediaan, dan biaya penjaga gudang.
13
kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa
biaya kehilangan kesempatan.
Ada lima kategori biaya yang dikaitkan dengan keputusan persediaan, yaitu :
a. Biaya pemesanan (order cost)
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan
bahan atau bahan dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa: biaya penulisan
pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai/perangko, biaya faktur, biaya
pengetesan, biaya pengawasan, dan biaya trasnportasi. Sifat biaya pemesanan ini
adalah semakin besar frekuensi pembelian semakin besar biaya pemesanan.
b. Biaya penyimpanan (carrying cost)
Komponen utama dari biaya penyimpanan meliputi:
1. Biaya modal. Meliputi: opportunity cost atau biaya modal yang diinvestasikan
dalam persediaan, gedung, dan peralatan yang diperlukan untuk mengadakan dan
memelihara persediaan.
2. Biaya simpan. Meliputi: sewa gudang, perawatan dan perbaikan bangunan, gaji
personel keamanan, pajak atas persediaan, pajak dan asuransi peralatan, biaya
penyusutan dan perbaikan peralatan. Biaya tersebut adalah yang sifat tetap, variabel,
maupun semi tetap atau semi variabel.
3 Biaya resiko. Biaya resiko persediaan meliputi: biaya keusangan, asuransi
persediaan, biaya susut secara fisik, dan resiko kehilangan. Sifat biaya penyimpanan
adalah semakin besar frekuensi pembelian
c. Biaya kekurangan persediaan.
Biaya kekurangan persediaan (stockout) terjadi apabila persediaan tidak tersedia
digudang ketika dibutuhkan untuk produksi. Biaya yang dikaitkan dengan stockout
meliputi biaya penjualan atau permintaan yang hilang (biaya ini sangat sulit
dihitung), biaya yang dikaitkan dengan proses pemesanan kembali seperti, biaya
ekspedisi khusus, penangan khusus, biaya penjadwalan kembali produksi, biaya
penundaan, dan biaya bahan pengganti.
d. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas
16
TIC/TC =𝐷𝑄𝑆 + 2𝐻 + 𝑃𝐷
Dimana :
Q : Jumlah unit per pesanan
D : Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S : Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pesanan
H : Biaya penyimpanan atau membawa persediaan per unit per tahun
P : Harga barang per unit
17
7. Waktu Tunggu
Waktu tunggu merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara saat
pemesanan bahan baku tersebut dilaksanakan dengan datangnya bahan baku yang
dipesan tersebut. Apabila pemesanan bahan baku yang akan digunakan oleh
perusahaan tersebut tidak memperhitungkan waktu tunggu, maka akan terjadi
kekurangan bahan baku (walaupun sudah dipesan), karena bahan baku tersebut belum
datang ke perusahaan. Namun demikian, apabila perusahaan tersebut diperlukan,
maka perusahaan yang bersangkutan tersebut akan mengalami penumpukan bahan
baku, dan keadaan ini akan merugikan perusahaan yang bersangkutan.
8. Model Pembelian Bahan Baku
Model pembelian bahan baku yang digunakan perusahaan sangat berpengaruh
terhadap persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan. Model pembelian yang
berbeda akan menghasilkan jumlah pembelian optimal yang berbeda pula. Pemilihan
model pembelian yang akan digunakan oleh suatu perusahaan akan disesuaikan
dengan situasi dan kondisi dari persediaan bahan baku untuk masing-masing
perusahaan yang bersangkutan. Karekteristik masing-masing bahan baku yang
digunakan dalam perusahaan dapat dijadikan dasar untuk mengadakan pemilihan
model pembelian yang sesuai dengan masing-masing bahan baku dalam perusahaan
tersebut. Sampai saat ini, model pembelian yang sering digunakan dalam perusahaan
adalah model pembelian dengan kuantitas pembelian yang optimal (EQQ).
9. Persediaan Pengaman
Persediaan pengaman untuk menanggulangi kehabisan bahan baku dalam
perusahaan, maka diadakan persediaan pengaman (safety stock). Persediaan
pengaman digunakan perusahaan apabila terjadi kekurangan bahan baku, atau
keterlambatan datangnya bahan baku yang dibeli oleh perusahaan. Dengan adanya
persediaan pengaman maka proses produksi dalam perusahaan akan dapat berjalan
tanpa adanya gangguan kehabisan bahan baku, walaupun bahan baku yang dibeli
perusahaan tersebut terlambat dari waktu yang diperhitungkan. Persediaan pengaman
20
ini akan diselenggarakan dalam suatu jumlah tertentu, dimana jumlah ini merupakan
suatu jumlah tetap di dalam suatu periode yang telah ditentukan sebelumnya
10. Pembelian Kembali
Dalam melaksanakan pembelian kembali tentunya manajemen yang
bersangkutan akan mempertimbangkan panjangnya waktu tunggu yang diperlukan di
dalam pembelian bahan baku tersebut. Dengan demikian maka pembelian kembali
yang dilaksanakan ini akan mendatangkan bahan baku ke dalam gudang dalam waktu
yang tepat, sehingga tidak akan terjadi kekurangan bahan baku karena keterlambatan
kedatangan bahan baku tersebut, atau sebaliknya yaitu kelebihan bahan baku dalam
gudang karena bahan baku yang dipesan datang terlalu awal.
1. Faktor waktu adalah jarak atau lama waktu antara kegiatan pemesanan bahan
sampai bahan yang dipesan tersebut dating dan diterima digudang persediaan bahan
baku.
2. Faktor tingkat penggunaan rata-rata bahan baku dalam dalam periode tertentu,
dasar perkiraan adalah penggunaan bahan baku pada masa sebelumnya.
Martono dan Harjito 2013 menyatakan bahwa reorder point adalah saat harus
diadakan pesanan lagi sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu
persediaan diatas safety stock sama dengan nol.
Menurut (Heizer & Render, 2015) Rumus ROP :
ROP=d x L
Dimana:
d : jumlah permintaan per hari
L : lead time atau waktu tunggu, yaitu waktu antara penempatan pesanan
dan menerimanaya.
J. SAFETY STOCK
Safety stock bertujuan sebagai suatu antisipasi terhadap kekurangan persediaan
sehingga menjamin kelancaran proses produksi. Selain itu digunakan untuk
menanggulangi akan terjadinya keterlambatan datangnya bahan baku.
Heizer dan Render (2011) konsep persediaan pengaman adalah suatu
persediaan tambahan yang memungkinkan permintaan yang tidak seragam dan
menjadi sebuah cadangan.
Persediaan pengaman sifatnya adalah permanen, Oleh sebabitu persediaan
bahan baku minimal (persediaan pengaman) tergolong dalam kelompok aktiva, jadi
setiap perusahaan diharuskan menyediakan persediaan pengaman untuk berjaga-jaga
apabila sewaktu-waktu terjadi permintaan konsumen yang naik atau terjadi
23
kelangkaan bahan baku di pasaran, maka perusahaan telah siap dengan adanya
persediaan pengaman ( Safety Stock ).
Perusahaan dalam melakukan pemesanan suatu barang sampai barang datang
membutuhkan jangka waktu yang tentunya berbeda pada tiap bulannya. Hal ini bisa
dikatakan dengan lead time.
Lead Time adalah jangka waktu yang dibutuhkan sejak mulai dilakukan
pemesanan sampai dengan datangnya bahan baku yang sudah dipesan. Jika sering
terjadi keterlambatan dalam pembelian bahan baku, maka harus dibutuhkan
persediaan pengaman yang cukup besar, sedangkan sebaliknya apabila pembelian
bahan baku sesuai dengan jadwal, maka tidak dibutuhkan persediaan pengaman yang
besar.
Heizer dan Render (2015:578) untuk menghitung berapa Safety Stock yang
harus disediakan perusahaan maka dapat memakai metode perbedaan pemakaian
maksimum dan rata-rata. Dapat dijelaskansebagai berikut:
Keterangan :
Z = Nilai standar deviasi yang berhubungan dengan tingkat kemungkingan
pelayanan
σd = Standar deviasi
√ L = Standar deviasi lead time
Selain itu perlu adanya persediaan maksimum. Persediaan maksimum diperlukan
oleh perusahaan agar kuantitas persediaan yang ada di gudang tidak berlebihan
sehingga tidak terjadi pemborosan modal kerja.
Adapun untuk mengetahui besarnya persediaan maksimum dapat digunakan
dengan rumus :
Maksimum Inventory (MI) = Safety stock + EOQ
Dimana :
24
K. Kerangka Pikir
Berdasarkan pembahasan terkait dengan Analisis Persediaan Bahan Baku
Optimal Pada Perusahaan Air Minum Kemasan Ainin, maka penulis menyusun
kerangka pikir sebagai berikut.
Perusahaan Air Minum Kemasan Ainin dalam melakukan persediaan bahan
baku berdasarkan pengalaman jumlah persediaan sebelumnya, oleh karena itu dalam
penelitian ini persediaan bahan baku perlu di rencanakan dengan menggunakan
metode Economic Order Quantity yang terdiri Safety Stock/ persediaan pengaman,
Reorder Point/ titik pemesanan kembali Total biaya persediaan (TIC), serta
persediaan maksimum (MI). Hasil perhitungan inilah yang nantinya di rekomendasi
kembali kepada perusahaan.
Lebih jelasnya akan disajikan kerangka pikir yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
25
Kesimpulan
Optimal / Tidak optimal
Gambar 1. Kerangka Pikir
L. Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Dan Waktu penelitian
2 DS
𝑄=
√ H
Dimana:
Q : kuantitas optimal (quantity optimal)
D : permintaan (demand)
S : biaya pemesanan (cost of ordering)
H : biaya penyimpanan (cost of holding)
2. Perhitungan Safety Stock dan Reorder Point (Heizer dan Render 2015)
σd = Standar deviasi
ROP=d x L
Dimana:
d : jumlah permintaan per hari
L : lead time atau waktu tunggu, yaitu waktu antara penempatan pesanan
dan menerimanaya.
3. Perhitungan Total Inventory Cost (Haming 2012)
D Q
TIC= ( S ) + ( H ) atau TIC=√ 2 DSH
Q 2
Dimana :
TIC = Total biaya variable persediaan (Total Inventory Cost)
D = Kebutuhan bahan pertahun
S = Biaya pesanan perorder
H = Biaya penyimpanan perunit
Q = Unit yang dipesan perorder
D/Q = Frekuensi pemesanan bahan
Q/2 = Persediaan rata-rata yang dipelihara
4. Penentuan Persediaan Maksimum (MI)
Maksimum Inventory (MI) = Safety stock + EOQ
Dimana :
Safety stock = Persediaan pengaman
EOQ = Kuantitas pembelian optimal
29
E. Definisi Operasional
BAB VI
PT. Tirta Marwah Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di industry Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan merek Marwah. Pabrik Marwah terletak di
Desa Puty Labokke, Bua, Sulawesi Selatan. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak
Darwis pada tahun 2014 dan mulai beroperasi sejak April 2015. Perusahaan telah
mendapatkan perizinan Dinas Kesehatan, SNI, BPOM, Halal MUI.
PT. Tirta Marwah Mandiri menyediakan air mineral kemasan cup 220 ml,
botol 60 ml dan 330 ml serta gallon 19 liter. Perusahaan menggunakan mesin filtrasi
dan tangki yang terjaga kualitasnya, sehingga menghasilkan produk yang higenis dan
berkualitas.
C. Struktur Organisasi
Sebagai layaknya perusahaan Iain, PT. Aldy Utama Palopo juga memiliki
struktur organisasi. Stuktur ini menunjukkan hubungan antara karyawan dalam hal
pembagian tugas, tanggungjawab dan wewenang masing-masing staff dalam rangka
mencapai tujuan pemsahaan.
31
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Analisis Deskriptif Data
Dalam penelitian analisis persediaan bahan baku pada PT. Tirta Marwah
Mandiri dilakukan dengan menggunakan metode EOQ (Economic Order Quantity).
Data persediaan bahan baku utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
data persediaan kemasan pada produk periode tahun 2016 – 2019. Adapun data
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
a. Pembelian Bahan Bahan Baku
Tabel 2. Data Pembelian Bahan Baku Kemasan Tahun 2016-2019
Tahun Pembelian Bahan Baku Kemasan
Unit
2016 28.000.000
2017 28.000.000
2018 28.000.000
2019 28.000.000
Sumber : PT. Tirta Marwah Mandiri
b. Penggunaan bahan baku kemasan
Tabel. 3 Data Permintaan Bahan Baku Kemasan Tahun 2016-2019
Penggunaan
Tahun (Tahunan)
Unit
2016 27.000.000
2017 27.500.000
2018 27.501.050
2019 27.502.000
27.000.000 unit, pada tahun 2017 sebanyak 27.500.000 unit, ditahun 2018 sebesar
27.501.050 unit dan pada tahun 2019 sebanyak 27.502.000 unit.
c. Biaya Pemesanan Bahan Baku Kemasan
Tabel 4. Hasil Biaya pemesanan kemasan bahan baku kemasan per pesan 2016-2019
Tahun Frekuensi Pemesanan Total Biaya Pemesanan Biaya Pemesanan
(1) (2) (2:1)
Rp Rp
2016 12 6.000.000 500.000
2017 12 6.000.000 500.000
2018 12 6.000.000 500.000
2019 12 6.000.000 500.000
Sumber : PT. Tirta Marwah Mandiri
Biaya pemesanan bahan baku kemsasan meliputi biaya telpon, biaya
pengiriman dan biaya pembongkaran. Biaya bahan baku kemasan yang dikeluarkan
pada tahun 2016-2019 sebesar Rp 6.000.000 dengan frekuensi sebanyak 12 kali
dalam setahun atau 1 kali dalam sebulan. Berdasarkan hal tersebut maka biaya
pemesanan bahan baku kemasan per pesan (S) pada tahun 2016-2019 adalah sebesar
Rp 500.000. biaya pemesanan yang dimaksud adalah biaya pengiriman per satu kali
pesan.
Tahun TC
2016 34.890.000
2017 35.425.000
2018 35.426.124
2019 35.427.140
Sumber : PT. Tirta Marwah Mandiri
Berdasarkan tabel perhitungan total biaya persediaan bahan baku diatas dapat
dijelaskan bahwa total biaya persediaan dari tahun 2016-2019 meningkat yaitu : Pada
tahun 2016 total biaya persediaan bahan baku sebesar Rp. 34.890.000, tahun 2017
sebesar Rp. 35.425.000, tahun 2018 sebesar Rp. 35.426.124, dan tahun 2019 sebesar
Rp. 35.427.140.
D
F =
EOQ
27.000.000
=
5.023.310
= 5,37 Kali
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian baku kemasan
paling ekonomis pada tahun 2016 adalah sebesar 5.023.310 dengan frekuensi sebesar
5,73 kali.
D
F =
EOQ
27.500.000
=
5.244.044
37
= 5,24 Kali
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian baku kemasan
paling ekonomis pada tahun 2017 adalah sebesar 5.244.044 dengan frekuensi sebesar
5,24 kali.
c) Pembelian paling ekonomis tahun 2018
2 DS
𝑄=
√ H
(2) ( 27.501 .050 )( 500.000 )
=
√ 1.07
= 5.069.706 unit
Frekuensi pemakaian yang diperlukan :
D
F =
EOQ
27.501.050
=
5.069.706
= 5,42 Kali
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian baku kemasan
paling ekonomis pada tahun 2018 adalah sebesar 5.069.706 dengan frekuensi sebesar
5,42 kali.
d) Pembelian paling ekonomis tahun 2019
2 DS
𝑄=
√ H
(2) ( 27.502 .000 )( 500.000 )
=
√ 1,07
= 5.244.235 unit
Frekuensi pemakaian yang diperlukan :
D
F =
EOQ
38
27.502.000
=
5.244.235
= 5,24 Kali
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian baku kemasan
paling ekonomis pada tahun 2019 adalah sebesar 5.244.235 dengan frekuensi sebesar
5,24 kali.
b. Perhitungan Safety Stock dan Reorder Point
1. Safety Stock
Persediaan pengaman (safety stock) berguna untuk melindungi perusahaan dari
resiko kehabisan bahan baku (stock out) dan keterlambatan penerimaan bahan baku
yang dipesan. Pada umumnya batas toleransi yang digunakan perusahaan adalah 5%
diatas perkiraan dan 5% dibawah perkiraan dimana 95% merupakan peluang tidak
terjadinya kekurangan persediaan selama waktu tunggu, sehingga dapat diperoleh
nilai Z dalam tabel normal sebesar 1,65 standar deviasi diatas rata-rata. Adapun cara
menghitung safety stock yaitu :
Safety Stock = Z xσd
Untuk menghitung Standar Deviation tahun 2016-2019 dibutuhkan
perhitungan Standar Deviation yaitu :
Berikut data X ( Penggunaan bahan baku) dan Y (perkiraan pembelian
bahan baku dan penggunaan bahan baku) yang digambarkan dalam tabel yaitu:
Tabel. 9 Data X dan Y
Tahun X Y (X-Y)2
Unit Unit
2016 27.000.000 28.000.000 1000000000000
2017 27.500.000 28.000.000 250000000000
2018 27.501.050 28.000.000 248951102500
2019 27.502.000 28.000.000 248004000000
SD =
=
4
= 500.000 unit
SD = ( X Y )2
N
=
4
= 250.000 unit
SD = ( X Y )2
N
= 248951102500
4
= 249.475 unit
SD = ( X Y )2
N
= 248004000000
4
= 249.000 unit
= 825.000 unit
= 412.500 unit
- Penentuan safety stock tahun 2018 yaitu :
= 411.634 unit
= 410.850 unit
41
2. Reorder point
Reorder Point (ROP) adalah dimana perusahaan harus melakukan pemesanan
bahan bakunya kembali, sehingga penerimaan bahan baku yang dipesan datang
tepat waktu. Karena dalam melakukan pemesanan bahan baku tidak dapat
langsung diterima hari itu juga. Waktu tunggu perusahaan 2 hari sejak pemesanan
bahan baku. Besarnya sisa bahan baku yang masih tersisa hingga perusahaan
harus melakukan pemesanan kembali adalah sebesar ROP yang telah dihitung.
Berikut perhitungan reorder point :
1) Reorder Point tahun 2016 yaitu :
ROP =dXL
= 27.000.000 X 2
= 54.000.000
2) Reorder Point tahun 2017 yaitu :
ROP =dXL
= 27.500.000 X 2
= 55.000.000 unit
3) Reorder Point tahun 2018 yaitu :
ROP =dXL
= 27.501.050 X 2
= 55.002.100 unit
4) Reorder Point tahun 2019 yaitu :
ROP =dXL
= 27.502.000 X 2
= 55.004.000 unit
D Q
adalah sebagai berikut : TIC= ( S)+ ( H )
Q 2
= Rp 482.143 + Rp 14.460.000
= Rp 14.942.143
= Rp 491.071 + Rp 14.460.000
= Rp 14.951.071
= Rp 491.090 + Rp 14.460.000
= Rp 14.951.090
= Rp 491.107 + Rp 14.460.000
= Rp 14.951.107
= 825.000 + 5.023.310
= 5.848.310
= 412.500 + 5.244.044
= 5.656.544
= 411.634 + 5.069.706
= 5.481.340
= 410.850 + 5.244.235
= 5.656.085
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan maka dapat dilihat
perbandingan bahan baku antara kebijakan perusahaan dengan analisis metode
EOQ, yang mana perbandingan tersebut dapat dilihat dari pembelian optimal,
frekuensi pembelian, persediaan pengaman (Safety Stock), kapan seharusnya
perusahaan melakukan pemesanan kembali (ROP), berapa total biaya persediaan
(TIC) yang dikeluarkan dan batas persediaan maksimum (MI). Sehingga dapat
diketahui metode yang lebih efisien dalam persediaan bahan baku.
44
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
47
Adapun saran yang dikemukakan oleh peniliti dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut :
1. PT. Tirta Marwah Mandiri harus selalu meninjau kebijakan yang diambil dalm
menentukan persediaan bahan baku pada kemasannya.
2. PT. Tirta Marwah Mandiri hendaknya menggunakan Economic Order Quantity
dalam menentukan persediaan bahan baku pada kemasannya.
DAFTAR PUSTAKA
48
Nurpita. (2018). Analisis Persediaan Bahan Baku Optimal Pada Usaha Dagang
Tempe Bogar Di Palopo. Palopo : Universitas Andi Djemma Palopo.