Anda di halaman 1dari 39

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan


untuk terus meningkatkan hasil produksinya. Peningkatan hasil produksi
dilaksanakan dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, dan pengiriman yang
tepat waktu. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi
menurut Nicholas (1998) adalah dengan mengeliminasi pemborosan (waste),
mengurangi variabel biaya, dan meningkatkan kemampuan pekerja.
Eliminasi pemborosan (waste) merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan hasil produksi. Waste sendiri merupakan semua aktivitas yang tidak
bernilai tambah. Menurut Trisnal et al (2013), waste yang terjadi pada perusahaan
akan mengakibatkan biaya produksi meningkat, kualitas produksi menurun, serta
lead time produk panjang. Belum lagi, waste yang terjadi pada proses produksi
beragam (high variety) akan mengakibatkan efektivitas perusahaan tidak baik.
Efektivitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian tujuan, dan memiliki
faktor pembatas (constrain) tertentu seperti teknologi, peralatan, dan bentuk
investasi lainnya yang nilainya sulit untuk dirubah karena menggambarkan
kondisi perusahaan (Putri 2014). Penurunan efektivitas perusahaan akan
berasosiasi dengan penurunan produktivitas perusahaan dalam mengubah
sejumlah input menjadi output.
Keju hasil olahan (processed cheese) yang diproduksi di PT. Kraft
Ultrajaya Indonesia diolah dari cheese curd dengan tambahan bumbu lainnya.
Terdapat 18 jenis produk keju olahan yang dihasilkan oleh PT. Kraft Ultrajaya
Indonesia, yang masin-masing memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan
tujuan penggunaannya. Dalam keberlangsungan proses produksinya, terdapat tim
IL6S management yang bertugas untuk mengadakan perbaikan dan peningkatan
kerja pabrik. Fokus yang ditekankan yaitu pengimplementasian continuous
improvement dalam meningkatkan performa perusahaan, Overall Equipment
Effectiveness (OEE), hingga Global Efficieny (GE) perusahaan.
Dalam usaha mencapai target perusahaan, usaha berkelanjutan yang
dilakukan untuk meminimasi waste (pemborosan) menjadi sangat penting.
Pendekatan lean manufacturing yang telah diterapkan oleh PT. Kraft Ultrajaya
Indonesia membantu semua elemen perusahaan dalam mendapatkan informasi
secepat mungkin, sehingga dapat berkontribusi dalam mengidentifikasi,
merencanakan, dan memvalidasi pengembangan dan perubahan yang terjadi
dengan tetap meminimasi waste yang mungkin ditimbulkan.

Tujuan

Secara umum tujuan Praktik Lapangan adalah:


2

1. Tujuan Instruksional
a. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mahasiswa melalui
latihan kerja dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh sesuai dengan bidang
keahliannya.
b. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi,
merumuskan dan memecahkan permasalahan sesuai dengan bidang
keahliannya di lapangan secara sistematis dan interdisiplin.
2. Tujuan Institusional
Tujuan institusional dalam program Praktik Lapangan ini adalah untuk
memperkenalkan dan mendekatkan IPB, khususnya Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB kepada agroindustri
serta memberikan sumbangsih berupa solusi nyata yang dapat diterapkan
pada industri terkait dalam meningkatkan IPTEK di lingkungan intra-kampus
maupun ekstra-kampus.
Adapun tujuan khusus dari kegiatan Praktik Lapangan adalah sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi penerapan proses produksi terkait tahapan proses
operasi, kebutuhan inventori, kebutuhan bahan baku, dan warehousing
yang berlaku di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia.
b. Mengetahui manajemen dan permasalahan pada penerapan lean
manufacturing yang dilakukan oleh PT. Kraft Ultrajaya Indonesia.
c. Menganalisis efisiensi proses produksi dan identifikasi seven waste
selama proses produksi dengan pendekatan lean manufacturing.
d. Mengevaluasi terhadap kinerja current state Value Stream Mapping
dengan menggambarkan usulan future state guna memperbaiki sistem
produksi di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Praktik lapangan ini berlangsung di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia, Jalan


Raya Cimareme, No. 131, Padalarang Indonesia. Praktik lapangan berlangsung
selama 35 hari dimulai pada tanggal 24 Juli 2017 hingga 31 Agustus 2017.

Metodologi

Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk memperoleh data dan


analisa yang tepat. Metode tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
1. Pengamatan di lapangan
Pengamatan langsung di lapangan dilakukan dengan mengamati secara
langsung, terlibat langsung dan turut aktif dalam berbagai aspek yang terkait
dengan proses dan penanganan bahan baku yang ada di PT. Kraft Ultrajaya
3

Indonesia, melingkupi manajemen persediaan bahan baku yang diterapkan


oleh perusahaan.
2. Wawancara dan diskusi
Kegiatan wawancara dan diskusi dilakukan sebagai upaya pengumpulan
informasi dan data primer yang berhubungan dengan aspek yang dipelajari.
Kegiatan ini dilakukan untuk menjelaskan dan menggambarkan masalah-
masalah teknis di lapangan, yang selanjutnya berguna untuk mendapatkan
informasi tambahan. Wawancara dilakukan terhadap pihak yang
berkepentingan terkait dengan pengendalian persediaan.
3. Praktik langsung
Praktik langsung dilakukan untuk memperoleh pengalaman di dunia kerja
dan mempelajari kesesuaian antara teori dengan praktik di lapangan.
4. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari rujukan yang berkaitan dengan
kegiatan yang dilakukan, baik berasal dari studi pustaka maupun data dan
informasi yang diperoleh dari pihak penerima praktik lapangan, yang
berfungsi sebagai pendukung dan pembanding dalam pembuatan laporan.
5. Penyusunan laporan
Laporan dibuat dengan menganalisis data dan informasi yang diperoleh
sehingga akhirnya dituangkan secara sistematis dan jelas dalam bentuk
laporan praktik lapangan.

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

Sejarah Perkembangan Perusahaan

PT. Kraft Ultrajaya Indonesia, sebuah pabrik yang terletak di Bandung


Barat, berdiri sejak April 1994. Lokasi pabrik keju cheddar olahan ini terletak
bersebelahan dengan PT. Ultrajaya Milk Industry. Sebelum diambil alih oleh
Kraft, Pada awalnya, tahun 1985, PT. Ultrajaya Milk Industry memproduksi keju
dalam negeri dengan nama PT. Ultrajaya Cheese Industry. Dengan meningkatnya
permintaan pasar, PT. Ultrajaya Cheese Industry memutuskan untuk bekerjasama
dengan Kraft General Foods Inc dari Amerika, yang kemudian berganti nama
menjadi Kraft Foods. Perusahaan ini dibangun dengan harapan untuk memenuhi
kebutuhan pasar Indonesia, meningkatkan pendapatan ekonomi persero dan juga
memberikan lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Kraft Foods dinamakan
sesuai dengan nama pendirinya, James Kraft, pada tahun 1903. Pada tahun 1988,
Altria Group (saat itu masih bernama Philip Morris) mengakuisisi Kraft senilai
12.9 milliar USD. Pada tahun 1988 Altria Group mengakuisisi produsen biscuit
Nabisco dan menggabungkannya dengan Kraft. Selanjutnya pada Juli 2007, Kraft
mengakuisi divisi biscuit milik Danone di seluruh dunia. Hal tersebut kemudian
menjadikan Kraft sebagai produsen biskuit terbesar di dunia.
4

Kraft Foods dinamakan sesuai dengan nama pendirinya, James Kraft, pada
tahun 1903. Pada tahun 1988, Altria Group (saat itu masih bernama Philip Morris)
mengakuisisi Kraft senilai 12.9 milliar USD. Pada tahun 1988 Altria Group
mengakuisisi produsen biscuit Nabisco dan menggabungkannya dengan Kraft.
Selanjutnya pada Juli 2007, Kraft mengakuisi divisi biscuit milik Danone di
seluruh dunia. Hal tersebut kemudian menjadikan Kraft sebagai produsen biskuit
terbesar di dunia.
Sejak tahun 2012, Kraft Foods berganti nama menjadi Mondelz
International. Mondelz International merupakan perusahaan multinasional milik
Amerika untuk confectionary, food and beverage. Kraft Foods Group saat ini
difokuskan untuk bahan pangan sehari-hari (groceries) bagi pangsa pasar
Amerika Utara. Sedangkan Mondelz dikhususkan untuk makanan ringan (snacks
and confection) yang diperjualbelikan secara internasional. Nama Mondelz
memiliki arti gabungan kata world dan delicious dalam Bahasa Latin.
Mondelz International berpusat di Chicago, tepatnya di Deerfield, Illnois.
Mondelz International terkenal dengan produk andalannya seperti Oreo, Chips
Ahoy!, TUC, Belvita, Cadbury, Toblerone, dan Milka. Beberapa pabrik milik
Mondelz International tersebar di Indonesia, salah satunya PT. Kraft Ultrajaya
Indonesia yang terletak di Bandung, Jawa Barat.

Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan

1. Visi Perusahaan
Bring Happiness to All Family
2. Misi Perusahaan
Be competitive in safety, quality, cost, and delivery, sustainability, and
People Enhance quality of live through Knowledge, Mind, and Heart. Best in
Class cheese plant and as a learning centre in Asia Pasific
3. Nilai Perusahaan
Terdapat tujuh nilai yang diaplikasikan oleh Mondelz International
sebagai dasar acuan kerja. Nilai-nilai tersebut antara lain:
Inspire Trust
Act like Owners
Keep it Smile
Be Open & Inclusive
Tell like it is
Disscuss, Decide, Deliver
Lead From The Head & The Heart
Mondelz International adalah perusahaan yang besar. Namun Mondelz
percaya bahwa terdapat sesuatu yang unik bagi mereka, yaitu kekuatan dari besar
dan kecil, The power of big and small. To really make it big, you got to keep it
small.
5

Logo Perusahaan

Berikut adalah logo yang digunakan oleh PT. Kraft Ultrajaya Indonesia:

Gambar 1 Logo Mondelz International

Lokasi Perusahaan dan Tata Letak Pabrik

PT. Kraft Ultrajaya Indonesia berlokasi di Jalan Raya Cimareme No. 131
Padalarang 40552. Head office dari PT. Kraft Ultrajaya berlokasi di lantai 12
Gedung Graha Inti Fauzi, tepatnya di Jalan Warung Buncit Jakarta Selatan,
12510. Beberapa komponen perusahaan, termasuk tim procurement dari
Mondelz International untuk Indonesia terpusat di head office tersebut. Sebagian
besar lahan pada area pabrik keju Kraft adalah milik PT. Ultrajaya Milk Industry.
Tata letak PT. Kraft Ultrajaya Indonesia dibagi atas dua bangunan yang
signifikan. Di bagian depan terdapat office yang merupakan lokasi kerja bagi
sebagian besar staff dari perusahaan tersebut. Di area kantor terdapat beberapa
ruang meeting, cubicle, microbiologist lab, pantry, dan leisure area. Pabrik keju
Kraft terletak dibagian belakang plant area. Terdapat beberapa ruangan yang
saling terintegrasi dengan sistem produksi keju kraft itu sendiri. Ruangan tersebut
antara lain adalah gudang bahan baku, ingredient area, curd transit area, process,
filling, cooling tunnel, packing area, dan gudang bahan jadi. Di luar area pabrik,
terdapat gudang eksternal yang disediakan oleh PT. Panjunan yang terletak di
daerah Cilember dan Jalan Soekarno Hatta Bandung. Di area pabrik terdapat pula
manufacturing office, quality office, grading room, MBD office, workshop, dan
beberapa ruang meeting. Lokasi kantor untuk beberapa departemen dilakukan di
dalam pabrik, sebagai upaya memaksimalkan kinerja. Selain area yang berkaitan
dengan proses produksi, terdapat pula ruangan penunjang lainnya seperti kantin,
klinik, ruang loker, dan breakout room. Sebagai upaya pengimplementasian Good
Manufacturing Practice, PT. Kraft Ultrajaya mengalokasikan sebuah ruangan
wajib GMP sebelum memasuki pabrik. Semua yang akan memasuki pabrik
diwajibkan menggunakan atribut khusus seperti jas lab, sepatu GMP, hairnet, dan
masker. Pengunjung dan karyawan yang akan memasuki pabrik harus mencuci
tangan, dan merendam alas kaki dalam foot bath yang berisi chlorine sebelum
memasuki area produksi. Diluar area pabrik, terdapat satu komponen penting
lainnya dalam industry, yaitu pengolahan limbah cair. Sistem pengolahan limbah
PT. Kraft Ultrajaya terintegrasi dengan PT. Ultrajaya Milk Industry. Pengolahan
air limbah ini merupakan sebuah kolam yang besar yang didesain sedemikian rupa
agar air yang dibuang ke area pemukiman tidak berbau atau pun berbahaya bagi
masyarakat.
6

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Setiap perusahaan memiliki struktur yang berbeda bergantung dengan


strategi yang dianut dan faktor lingkungan yang memengaruhinya. Ditinjau dari
mekanisme kerjanya, PT. Kraft Ultrajaya Indonesia menggunakan struktur
organisasi fungsional. Struktur organisasi fungsional ini memiliki ciri bahwa
setiap fungsi organisasi memiliki wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
Diagram yang disajikan pada Gambar 2 merupakan organigram yang saat ini
dimiliki oleh PT. Kraft Ultrajaya Indonesia.
Setiap departemen di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia memiliki tugas-tugas
tertentu sebagai upaya pencapaian tujuan bersama. Adapun penjelasan mengenai
pembagian kerja antardepartemen adalah sebagai berikut.
Quality Assurance memiliki tanggung jawab dalam menjaga kualitas produk
jadi dengan pengecekan yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Pengecekan
dilakukan pra dan pasca produksi.
Manufacturing bertanggung jawab dalam menangani kegiatan-kegiatan teknis
di dalam pabrik, termasuk permasalahan pemeliharaan pabrik dalam rangka
menghasilkan kinerja terbaik pada pabrik tersebut (maintenance).
Human Resource bertanggung jawab untuk menyeleksi pekerja yang
berkualitas dalam rangka menjaga kinerja perusahaan. Departemen ini
bertanggung jawab atas pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada pekerja.
IL6S atau integrating lean 6 sigma, memiliki kaitan erat dengan peningkatan
yang berkelanjutan (continuous improvement). Tugas dari IL6S Lead ini adalah
untuk mengadakan perbaikan dan peningkatan kerja pabrik dari berbagai
aspek.
SSE (Safety Security and Environment). Departemen ini bertanggung jawab
atas keselamatan kerja di area pabrik, termasuk pengolahan limbah yang ada di
PT Kraft Ultrajaya Indonesia.
PPIC & logistics memiliki peran dalam menyediakan pengadaan material
bahan baku dan juga produk jadi. Departemen ini juga bertanggung jawab
dalam menjadwalkan produksi untuk memenuhi permintaan pasar. Di
Departement PPIC terdapat beberapa komponen kerja lainnya seperti
production planner, supplier planner, vendor scheduler, Raw Material and
Packaging Material warehouse lead.
7

Gambar 2 Struktur organisasi perusahaan

Kebijakan Perusahaan

Jam kerja bagi staff PT. Kraft Ultrajaya Indonesia adalah 9 jam, dimulai
dari pukul 8.00 hingga 17.00. Untuk karyawan non-staff terdapat kebijakan 2 shift
atau 3 shift, bergantung dengan kebutuhan. Jam kerja dimulai pukul 06.00 18.00
untuk shift 1 dan, 18.00 hingga 06.00 untuk shift 2. Apabila diterapkan 3 shift,
jam kerja terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pukul 06.00-14.00, 14.00-22.00, dan
22.00-06.00. Terdapat team support di bagian ingredients dan maintenance
dimana terdapat pembagian kerja yang berbeda dengan tim produksi. Untuk tim
gudang bahan baku, tidak berlaku sistem 2 shift. Jam kerja yang diberlakukan
untuk tim gudang hanya 1 shift atau 12 jam.

Produk Perusahaan

PT. Kraft Ultrajaya Indonesia saat ini memproduksi 16 macam produk


yang diperjualbelikan di Indonesia dan Filipina. Produk yang ditawarkan sangat
bervariasi dari rasa, dan ukurannya sesuai dengan permintaan pasar. Pada awal
tahun 2016, mulanya PT. Kraft Ultrajaya Indonesia memproduksi Qeju slice
untuk consumer Indonesia. Akibat permintaan yang sangat sedikit, PT Kraft
Ultrajaya Indonesia memutuskan untuk tidak memproduksi produk tersebut.
Selain memproduksi produk Kraft, PT. Kraft Ultrajaya Indonesia juga
memproduksi dua produk dengan brands lain seperti Dairylea Qeju 175 gram dan
Slice Eden 125 gram. Produk Dairylea Qeju diproduksi oleh PT. Kraft Ultrajaya
8

Indonesia untuk pangsa pasar Indonesia, sedangkan Slice Eden diproduksi untuk
didistribusikan di Filipina.
Bagi pangsa pasar Indonesia, produk didesain sedemikian rupa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dari berbagai kalangan dengan beragam selera.
Produk Kraft yang paling sering dijumpai untuk kebutuhan rumah tangga antara
lain Kraft Cheddar 175 gram, Kraft Cheddar Midi 75 gram, Kraft Cheddar Mini
35 gram, Kraft Cheese Quickmelt, Kraft Singles Reguler 5, Kraft Singles Reguler
10, Kraft Singles Light dan Kraft Singles BBQ. PT Kraft Ultrajaya Indonesia juga
memproduksi keju untuk kebutuhan besar seperti Kraft Cheddar 2kg, Kraft Filling
Cheese 2kg dan Cheddar Kraft Martabak 2kg sebagai penghargaan kepada
pedagang martabak atas kesetiaannya menggunakan produk Kraft. Produk lainnya
diproduksi untuk memenuhi permintaan pabrik pangan seperti Kraft Spreadable
Cheese 5kg, Food Service SGL, Kraft Kartikasari 2kg.

Gambar 3 Kraft cheddar 175 gr Gambar 4 Kraft cheddar midi 75 gr

Gambar 5 Kraft cheddar 2 kg Gambar 6 Kraft quick melt 175 gr

Gambar 7 Kraft singles regular 5 Gambar 8 Kraft singles regular 10


9

Gambar 9 Kraft cheddar mini 35 gr Gambar 10 Kraft sigles light 10

Gambar 11 Kraft sigles Eden Gambar 12 Kraft martabak 2 kg

Gambar 13 Kraft filling cheese 2 kg Gambar 14 Dairylea Qeju 175 gr


10

ASPEK PRODUKSI

Bahan Baku dan Bahan Kemasan

PT. Kraft Ultrajaya Indonesia membutuhkan 40 jenis bahan baku (raw


materials) dan 46 jenis bahan kemasan (packaging materials) untuk memproduksi
keju. Setiap produk memiliki komponen penyusun yang berbeda, sesuai dengan
tekstur atau pun rasa yang diharapkan. Bahan baku dibagi atas dua jenis material,
yaitu bahan baku mentah (raw material) dan bahan baku kemasan (packaging
material).
I. Bahan Baku
Sebanyak 70% dari total bahan baku pembuatan keju olahan ini
adalah Keju (cheese curds). Terdapat empat jenis curd yang digunakan
sebagai bahan baku, antara lain mature curd, high solid curd, semi mature
curd dan young curd. Kebutuhan keju ini dipenuhi oleh supplier dari New
Zealand. Bahan baku utama lainnya adalah minyak sawit, asam laktat,
rennet casein, disodium phosphate dan lain sebagainya. Mayoritas produk
membutuhkan komponen yang serupa. Namun terdapat bahan baku yang
bersifat unik untuk produk keju tertentu seperti slice BBQ, slice Eden dan
Quickmelt.

II. Bahan Kemasan


Kemasan produk olahan pangan dibedakan menjadi tiga jenis yang
memiliki fungsi berbeda. Ketiga jenis tersebut antara lain kemasan primer,
sekunder dan tersier. Berdasarkan definisinya, kemasan primer merupakan
kemasan yang memiliki kontak langsung dengan produk seperti top dan
bottom foil yang digunakan oleh PT. Kraft Ultrajaya Indonesia untuk
produk andalannya, Cheddar 175 gram, dan produk lainnya yaitu Cheddar
Mini 35 gram dan Cheddar Midi 75 gram, Dairylea Qeju 175 gram, dan
Kraft Cheese Quickmelt 175 gram. Untuk produk keju slice digunakan
inner plastic sebagai kemasan primernya. Kemasan primer lainnya yaitu
berupa pouch untuk produk keju Cheddar 2 kg, Filling Cheese 2 kg dan
Cheddar Martabak 2 kg. Sedangkan untuk keju spreadable, digunakan
plastic bag dengan kapasitas 5 kg. Kemasan primer ini digunakan sebagai
upaya dalam menjaga kualitas keju baik dari rasa maupun teksturnya.
Selain kemasan primer, kemasan sekunder digunakan untuk
memberi perlindungan lebih bagi produk. Kemasan sekunder ini dikenal
dengan sebutan inner box untuk produk keju box 175 gram atau pun 2 kg.
Pada produk keju Cheddar Mini, Cheddar Midi, dan varian Singles,
digunakan kemasan sekunder berupa overwrapper. Setiap produk memiliki
desain inner carton yang berbeda. Kemasan sekunder ini yang biasa
ditemukan di pasar. Pada proses pendistribusian kemasan tersier
digunakan untuk mengemas unit carton yang ada. Kemasan tersier ini
berperan dalam melindungi produk selama masa pendistribusian ke
11

customer (Suyanti 2010). Setiap produk memiliki kemasan tersier yang


berbeda, dengan sistem pemaletan yang juga bervariasi.

Proses Penanganan Bahan Baku

Terdapat 6 lini produksi di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia. Masing-masing


lini produksi menghasilkan produk yang berbeda. Proses penanganan bahan baku
dapat dirangkum menjadi 5 tahapan inti, diantaranya:
1. Penerimaan Bahan Baku
Material yang sudah sampai di area gudang, baik kemasan ataupun bahan
baku akan diperiksa kelayakannya. Proses pengecekan ini disebut dengan
istilah good receipt. Seluruh material yang datang akan diperiksa kelengkapan
berkasnya termasuk Certificate of Acceptance (CoA). Setiap material
memiliki certificate of acceptance sebagai alat validasi bahwa material
tersebut berada pada kondisi yang layak. Apabila terjadi perbedaan data pada
saat pengecekan material oleh tim quality, produk tersebut dapat dikomplain
untuk kemudian dikembalikan ke supplier.
2. Persiapan Bahan Baku
Di area pabrik, terdapat sebuah ruangan yang dialokasikan untuk area transit
bumbu dari gudang raw material and packaging material (RMPM) dan juga
cheese curds dari gudang eksternal. Sekitar 20 pallet dialokasikan di area
transit untuk memenuhi kebutuhan bumbu-bumbu, minyak, dan asam laktat
yang akan digunakan untuk produksi. Apabila kebutuhan bumbu di ruang
ingredients sudah habis, bumbu akan diambil kembali dengan menggunakan
hand forklift. Di area ini tersedia pula cold storage untuk penyimpanan
cheese curds. Cheese curds yang akan masuk ke proses produksi harus
dikeluarkan terlebih dahulu dari cold storage. Proses ini dikenal dengan
sebutan thawing. Keju diletakan di suhu ruang terlebih dahulu untuk
memudahkan proses pemotongan. Namun proses thawing ini masih menjadi
isu yang perlu diperhatikan, karena akhir-akhir ini, curd yang diterima dari
gudang eksternal berada dalam kondisi frozen yang memiliki suhu dibawah
0C. Standarisasi proses thawing yang diterapkan terkadang memiliki hasil
yang bervariasi, sehingga terkadang proses thawing terlalu lama yang
mengakibatkan curd memiliki suhu terlalu tinggi, atau suhu akhir yang terlalu
rendah . Kedua dampak tersebut akan berakibat terhadap kualitas proses dan
keadaan akhir blend keju. Bahan baku bumbu diletakan pada ember besar
untuk kemudian dipisahkan berdasarkan kebutuhan masing-masing lini
produksi. Bumbu dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu bumbu kecil dan
besar sesuai dengan banyaknya bumbu yang dibutuhkan. Kedua jenis bumbu
ini diletakkan pada plastic bag dan ember yang berbeda. Terdapat variasi
warna label yang berbeda untuk masing-masing produk sebagai upaya untuk
memudahkan operator dalam membedakan jenis bumbu. Bumbu-bumbu ini
kemudian akan diletakkan di roda bumbu untuk dibawa ke ruang proses.
12

3. Proses Produksi
Semua bahan baku dicampurkan pada ketel untuk kemudian dialirkan ke
ruang filling melalui pipa. Pada ruang proses, terdapat 6 ketel yang terdiri
atas empat ketel kecil dan dua ketel besar. Ketel besar dialokasikan pada line
4 line 6. Ketel besar memiliki kapasitas 1200 liter sedangkan ketel kecil
memiliki kapasitas 200 liter. Setelah melalui proses pemasakkan, keju
dimasukkan kedalam kemasan primer untuk dicetak. Hampir semua lini
menggunakan mesin pada proses pengisian kejunya, terkecuali line 2 dan line
4. Kedua lini produksi tersebut masih menggunakan tenaga manusia dari
mulai penyiapkan unit carton, pouch atau pun plastic bag, hingga proses
pemasukkan keju olahan ke dalam karton. Ketika keju telah dimasukkan
kedalam karton, karton tersebut dimasukkan ke mesin sealer untuk direkatkan
dengan solatip. Pada proses filling ini terdapat pengecekan agar suhu konstan
pada suhu tertentu. Di line 4 suhu keju tidak boleh kurang dari 76C pada
proses filling. Pada setiap lini produksi, terdapat pengecekan kualitas (quality
check) dari segi bobot, dan kandungan metal dari produk yang dihasilkan.
Apabila produk tidak memenuhi syarat, produk tersebut akan dipisahkan ke
bak penampung untuk di proses kembali atau pun dibuang. Keju yang telah
lolos pengecekan tersebut akan masuk ke lorong pendingin dan kemudian di
kemas. Proses pendinginan dilakukan untuk mencegah browning. Suhu
cooling tunnel dan lama produk berada di dalam lorong pendingin
disesuaikan secara terus menerus berdasarkan hasil pengecekkan dari
departemen Quality Assurance.
4. Proses Pengepakan
Setiap produk memiliki aturan pemaletan yang bervariasi sesuai ukuran
kemasan tersiernnya. Misalkan untuk produk Cheddar 175 gram dikemas
sebanyak 48 inner carton dalam satu kemasan tersiernya. Dalam satu palet,
terdapat 96 cases dengan 12 cases dalam satu ampar, dan 6 tumpukkan secara
keseluruhan. Produk yang sudah dipalet ini kemudian akan diletakkan di
gudang produk jadi untuk kemudian didistribusikan.
5. Pengiriman Produk
Jadi Produk yang telah diposisikan dalam satu palet kemudian diletakkan di
gudang produk jadi. Sebelum pengiriman ke National Distribution &
Contracting (NDC) dilakukan, produk akan dipindahkan ke palet kayu
terlebih dahulu. Produk dikirimkan berdasarkan tanggal expiry date yang
paling awal, atau dikenal dengan istilah First Expired First Out (FEFO).
Namun perlu diperhatikan bahwa terdapat masa karantina produk di gudang
produk jadi. Produk jadi harus melalui quality check terlebih dahulu sebelum
pada akhirnya dapat didistribusikan. Waktu karantina tersebut membutuhkan
waktu 7 hari. Terkhusus untuk produk yang akan dikirimkan ke NDC dapat
dikirimkan pada hari keempat masa karantina, dengan asumsi 3 hari masa
pengiriman dan karantina di NDC. Produk yang didistribusikan langsung ke
customer AFH (Away from Home), seperti Indosari dan Kartika sari, akan
diletakan di gudang produk jadi minimal selama 7 hari sebelum pengiriman.
Hal ini dilakukan karena PT. Kraft Ultrajaya Indonesia mendistribusikan
produk langsung ke customer. Sedangkan produk Kraft lainnya yang biasa
dijumpai di supermarket didistribusikan oleh pengecer.
13

Proses Produksi

Terdapat 6 lini produksi di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia. Tiap lini


menghasilkan produk yang berbeda jenisnya. Berikut adalah lini produksi beserta
produk yang dihasilkan.

Tabel 1 Lini Produksi dan Produk


Lini Produk
1 Kraft Singles Eden
Kraft Singles Regular 5
Kraft Singles Regular 10
2 Kraft Spreadable Cheese 2 kg
Kraft Spreadable Cheese 5 kg
3 Kraft Cheddar 175 gram
Kraft Cheese Quickmelt 175 gram
4 Kraft Cheddar 2 kg
Kraft Kartika Sari 2 kg
Kraft Filling Cheese 2 kg
Kraft Cheddar Martabak 2 kg
5 Kraft Cheddar Mini 35 gram
6 Kraft Cheddar Midi 75 gram
Kraft Cheddar 175 gram

Ditinjau dari proses produksinya, semua lini produksi memiliki tahapan


yang serupa dari mulai proses pemasakkan hingga menjadi produk. Namun
penanganan bahan, dan jenis mesin yang digunakan cukup bervariasi. Hal ini
dikarenakan banyaknya varian produk jadi dengan ukuran dan tekstur yang
beragam. Proses yang membedakan keenam lini produksi ini adalah proses
pendinginannya. Semua produk yang telah dikemas dari lini produksi 3, 4, dan 6
akan melewati cooling tunnel terlebih dahulu. Namun tidak untuk ketiga lini
produksi lainnya. Terdapat stasiun kerja yang melakukan proses untuk semua lini,
yaitu proses persiapan curd dan bumbu, cutting, dan proses grinding. Operator
pada stasiun persiapan bahan melakukan formulsi bumbu sesuai dengan
perencanaan produksi harian yang telah disusun oleh PPIC yang kemudian
diinformasikan oleh staff manufacturing. Begitupun dengan operator grinding
yang akan melakukan kegiatan unpack kemasan curd dan kemudian memotong
serta menggiling curd sesuai perencanaan produksi. Curd digiling sesuai dengan
komposisi bahan yang telah ditentukan dengan perbandingan Mature Curd, Semi
Mature curd, Young Curd, dan High Solid Curd tertentu. Curd yang telah digiling
kemudian dimasukkan kedalam container dan langsung dialirkan menuju kettle
tiap lini. Curd kemudian dimasak, dikemas, didinginkan menggunakan cooling
tunnel, dan dipack ke dalam karton. Proses pendinginan dengan cooling tunnel
diaplikasikan untuk lini produksi 3, 4, dan 6. Proses pendinginan di cooling tunnel
keju ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 50 menit untuk keju
produk line 4 dan 20 menit untuk line 3 dan line 6. Namun line 5 dengan produk
Cheddar Mini tidak membutuhkan proses pendinginan. Setelah melalui proses
14

filling produk akan langsung diberi kemasan sekunder yang biasa disebut dengan
overwrapper. Hal ini dikarenakan ukuran produk akhirnya yang kecil dan lebih
mudah melepaskan panas.

PEMBAHASAN

Landasan Teori

Value atau nilai tambah pada suatu produk menjadi sangat penting bagi
perusahan atau industri agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan
kompetitor. Pencapaian untuk meminimalkan pemborosan dapat dilakukan
dengan melakukan pendekatan lean manufacturing. Lean manufacturing
merupakan konsep yang dapat mendesain proses produksi menjadi lebih baik,
lebih cepat, dan lebih murah dengan ruang yang minim, inventori yang kecil,
labor hour yang kecil, dan menghindari pemborosan (Womack dkk, 1991).
Pemborosan atau waste dalam lean manufacturing dibagi menjadi 7, yaitu
overproduction, wait time waste, transportation, overprocessing, inventory,
motion, dan defects/rejects (Fernando dan Noya 2014).
Salah satu alat atau tools yang dapat digunakan untuk menerapkan lean
adalah Value Stream Mapping (VSM). VSM merupakan metode yang
menggambarkan seluruh proeses yang ada pada suatu perusahaan (Rother &
Shook, 1998). Gambaran seluruh proses tersebut tergambarkan dengan symbol-
simbol tertentu pada selembar kertas. Proses produksi yang dimaksud adalah dari
bahan baku hingga produk berada pada tangan konsumen. Tujuan dari VSM
adalah mengidentifikasi proses produksi agar material dan informasi dapat
berjalan tanpa adanya gangguan, meningkatkan produktivitas dan daya saing,
serta membantu dalam mengimplementasikan sistem (Womack dkk, 1991). Oleh
karena itu VSM membantu dalam menemukan waste yang ada dalam proses
produksi.
Womack (2006) menyatakan pemetaan current state berfungsi sebagai alat
visual untuk menggambarkan kondisi atau keadaan yang saat ini sedang terjadi.
Proses pemetaan dimulai dari pelanggan sebagai titik akhir di dalam value stream.
Current state map merepresentasikan aliran nilai yang terdapat dalam proses
produksi. Aliran nilai merupakan bagian penting dalam VSM. Nilai di kategorikan
kedalam tiga jenis yaitu value added, non value added, dan necessary but non
value added. Selain ketiga jenis nilai, di dalam current state map digambarkan
pula waktu lead time. Pengurangan total lead time merupakan tujuan utama dari
proses VSM. Apabila sebuah pabrik dengan lead time yang pendek, pabrik
tersebut dapat beroperasi dengan lebih responsif dan fleksibel terhadap
permintaan konsumen, kualitas yang lebih baik, serta pemanfaatan peralatan dan
ruangan yang lebih efisien (Liker 2004). Sedangkan menurut Locher (2008),
future state map ialah gambaran dasar yang diperlukan dalam melakukan
perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Future state map merupakan
15

sebuah cetak biru yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan dalam
proses perbaikan.
Peta kondisi saat ini (current state map) merupakan visualisasi kegiatan
atau proses yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu (Locher 2008).
Selain memiliki rangkaian kegiatan, peta kondisi saat ini juga mencantumkan
informasi- informasi terkait kegiatan atau proses tersebut, seperti: waktu siklus,
persentase kerusakan, jumlah operator, dan lain-lain sesuai kebutuhan pengguna.
Poin-poin improvement juga dapat dicantumkan pada peta ini. Sehingga, peta
kondisi sekarang dapat dijadikan acuan untuk melakukan perbaikan pada suatu
kegiatan atau proses produksi.
Langkah berikutnya setelah menggambarkan current state VSM adalah
menggambarkan Future State Value Stream Mapping. Future state VSM
merupakan hasil analisis dari current state VSM (Gustavsson dan Marzec 2007).
Tujuan dari pemetaan VSM adalah untuk menggambarkan dan mengidentifikasi
sumber waste dan mengurangi atau bahkan mengeliminasinya dengan
mengimplementasikan future state VSM. Menurut Hines dan Rich (1997) terdapat
3 tipe aktivitas yang terjadi pada konteks produksi, yakni aktivitas memberikan
nilai tambah (value added activity), aktivitas tidak memberikan nilai tambah (non-
value added activity), dan aktivitas tidak memberikan nilai tambah tapi diperlukan
(necessary non-value added activity). Diagram future state VSM menggambarkan
bagaimana suatu aliran proses produksi seharusnya berjalan, setelah
mengeliminasi atau mengurangi waste yang teridentifikasi. Future state VSM
merupakan basis dalam pembuatan perencanaan tindakan dalam membuat
perubahan aliran proses produksi menjadi lebih efisien (Abdulmalek dan Rajgopal
2006).

Konsep Integrated Lean Six Sigma

PT. Kraft Ultrajaya Indonesia telah mulai menerapkan konsep Six Sigma
dan mengintegrasikannya dengan konsep lean manufacturing sejak tahun 2011.
Tujuan dari penerapan IL6S yaitu untuk mepercepat aliran informasi antara semua
elemen yang bertanggungjawab terhadap profitabilitas dan produktifitas
perusahaan. Konsep lean yang mentitikberatkan kepada perbaikan secara kontinu
(continuous improvement) menjadi pondasi IL6S dan digabungkan dengan konsep
six sigma yang menekankan terhadap peningkatan kapabilitas proses dan analisis
mendalam terhadap penyelesaian masalah. Selain lean dan six sigma, metode
pendekatan yang digunakan yang juga membentuk budaya perusahaan ini yaitu
diterapkannya metode High Performance Work System (HPWS) yang berfokus
pada peningkatan pemberdayaan karyawan dan produktifitas perilaku karyawan
dalam organisasi. Ketiga konsep tersebut (lean, six sigma, dan HPWS),
diintegrasikan dan membentuk suatu konsep baru bernama Integrated Lean Six
Sigma.
Terdapat 11 pilar yang mendukung terlaksananya impelentasi IL6S di PT.
Kraft Ultrajaya Indonesia. Kesebelas pilar ini masing-masing diketuai oleh 1
16

orang penanggungjawab yang bertugas untuk memantau secara langsung


implementasi pilar tersebut.

Strategi 1 : Kapabilitas Fokus Pengembangan


Proses
Inovasi dan
Sasaran 1: Performansi Manajemen Inisiatif
Finansial Tingkat atas Manajemen Kualitas

Mimpi : Strategi 2 : Perbaikan


Membuat Autonomous
Momen Kestabilan Efisiensi
Lini
Kebahagiaan Perbaikan Progresif
yang
Menyenangkan

Strategi 3 : Zero Loses Jaringan Suplai E2E


Sasaran 2: Tempat
yang baik untuk dalam Rantai Nilai
Keamanan, Kesehatan,
bekerja dan Lingkungan

Proses Kerja

Gambar 15 Hirarki Pilar Integrated Lean Six Sigma di PT. Kraft Ultrajaya
Indonesia

Pilar Leadership, Organization, dan Education & Training merupakan


pondasi impelentasi IL6S yang sangat ditekankan dari awal implementasi.
Sebelum berfokus pada strategi peningkatan produktifitas, perusahaan terlebih
dahulu memprioritaskan untuk memfasilitasi keterlibatan karyawan, peningkatan
skill serta peningkatan motivasi karyawan dalam bekerja. Hal tersebut akan
meningkatkan tingkat kepercayaan pekerja di tempat kerja, juga meningkatkan
motivasi dan komitmen karyawan sehingga akan berdampak baik terhadap
performa organisasi secara umum. Kegiatan yang terlihat dalam pengaplikasian
ketiga pilar ini yaitu: a) intensifnya proses training. Training yang dilakukan dapat
berupa training GMP, HACCP, Safety, ataupun training Halal yang diagendakan
tiap harinya. Jadwal harian training dibuat oleh pihak HR dan melibatkan semua
elemen dari mulai evel top management, middle management, hingga operator. b)
Sistem pemberian reward. Sistem ini diterapkan di semua divisi dan bidang
pekerjaan di perusahaan ini, dan diberikan tiap bulannya.
Dalam prosesnya, IL6S secara spesifik baru diterapkan di lini produksi 6.
Lini 6 kelak akan menjadi benchmark yang akan dijadikan percontohan bagi lini
lainnya. Terdapat 4 fase yang menunjukkan kondisi dan tahapan penerapan IL6S,
yang mana hingga saat ini fase yang sedang ditempuh yaitu fase 0. Di akhir tiap
17

fase diadakan audit sebagai evaluasi akhir pengimplementasian IL6S serta


penentuan kelayakan untuk maju ke fase selanjutnya. Fase 0 yang sedang
ditempuh perusahaan lebih berfokus kepada penerapan basic management berupa
diadakannya training dan pelatihan kepemimpinan secara intensif.

Gambar 16 Diagram tahapan penerapan IL6S

Terdapat beberapa tools yang berperan penting dalam implementasi IL6S


fase 0 ini, yaitu diantaranya:
CBN
Master Plan
Hoshin
VSM
Root Cause Analysis
Kanban
Loss Tree

Penerapan Kaizen

Kaizen, sesuai dengan namanya merupakan konsep manajemen perbaikan yang


diadopsi dari Jepang. Kaizen dalam bahasa Jepang berarti perbaikan yang
berkesinambungan atau continuous improvement. Kaizen yang diimplementasi di
PT. Kraft Ultrajaya Indonesia terlihat sebagai proyek improvement mini yang
akan memberikan perbaikan kecil namun bermakna pada proses. Perbaikan-
perbaikan tersebut akan memberikan keuntungan besar bagi organisasi, seperti
eliminasi waste, mengurangi biaya, dan meningkatkan produktivitas. Proses
terbentuknya perbai
18

kan tersebut dilakukan dengan melibatkan semua elemen yang bekerja


dalam organisasi, baik level top management, middle management, hingga low
management. Kaizen di perusahaan ini diterapkan dengan mewajibkan semua
divisi untuk mengumpulkan form kaizen minimal satu buah seminggu. Isi dari
form kaizen tersebut berupa kondisi aktual yang bermasalah yang terdiri dari
nama inisiator, penjelasan permasalahan, serta ilustrasi permasalahan (lewat
gambar). Serta ditampilkan saran perbaikan dan ilustrasi perbaikan yang
seharusnya dilakukan. Form Kaizen yang dibuat kemudian dikumpulkan sepada
ketua divisi/penanggung-jawab kaizen masing-masing divisi dan diserahkan
kepada penanggunjawab kaizen untuk diverifikasi apakah hal tersebut layak
dilakukan kaizen atau tidak. Kemudian apabila dinilai layak, dilakukan perbaikan
dan setelah itu dilakukan monitoring setelah perbaikan.

Implementasi SGA (Small Group Activities)

Menyangkut perbaikan manajemen SDM, perusahaan juga


mengimplementasikan Small Group Activities (SGA) dalam bentuk DMS (Dialy
Management System). DMS dilakukan untuk mengefektifkan penyelesaian
masalah dengan mengakselerasi pengambilan keputusan. Fomat DMS dilakukan
dengan diskusi setiap harinya dan mengidentifikasi isu/permasalahan yang terjadi
selama 24 jam terakhir serta menyantumkan action plan yang harus dilakukan
kepada orang yang bersangkutan. DMS yang dilakukan di PT. Kraft Ultrajaya
Indonesia terdiri dari 5 jenis. DMS 1 merupakan interaksi antara operator dan
mesin. Operator wajib mencatat performa mesin yang terkait dengan waktu
produksi, total waktu pemasakan, waktu idle, waktu hold, suhu kattle, besar
tekanan steam yang digunakan, terutama selama proses cooking, filling, dan
packing. DMS 2 dilakukan antar operator dengan shift yang berbeda. Tujuannya
untuk melihat kondisi produksi sebelumnya agar operator dapat menyesuaikan
kondisi produksi setelahnya. DMS 3 dilakukan oleh perwakilan tiap divisi untuk
melihat performa produksi dari semua sudut pandang perusahaan. DMS 3 juga
dihadiri oleh pimpinan perusahaan. Sedangkan DMS 4 dilakukan oleh supervisor
dan manajer serta pimpinan perusahaan untuk membahas hal-hal strategis yang
menjadi isu pada saat itu. Sedangkan DMS 5 dilakukan antara pimpinan PT. Kraft
Ultrajaya Indonesia dengan pihak atasan (i.e. pimpinan Mondelez International).

Implementasi PDCA (Plan, Do, Check, Action)

Perusahaan memerlukan cara menilai sistem manajemen secara


keseluruhan, dalam arti bagaimana sistem tersebut mempengaruhi setiap proses
dan setiap karyawan serta diperluas pada setiap produk dan pelayanan.
Pengendalian proses pelayanan adalah sebuah pertanda untuk perbaikan kualitas
pelayanan, tetapi hal itu tergantung pada kesehatan dan vitalitas dari organisasi,
19

kepemimpinan dan komitmen. Konsep PDCA merupakan pedoman bagi setiap


manajer untuk proses perbaikan kualitas secara terus menerus tanpa berhenti
tetapi meningkat ke keadaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian
organisasi. Pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian
sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya didasarkan pada fakta yang
benar terjadi. Penerapan PDCA di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia dilakukan di
pilar-pilar dalam implementasi IL6S. Pertama dilakukan perencanaan terhadap
target yang akan dicapai dalam periode tertentu menggunakan tools berupa Master
Plan. Lalu dilakukan pelaksanaan melalui pembagian fokus kerja pada setiap
anggota tim di pilar tersebut. Proses Check dilakukan menggunakan 7 tools untuk
melihat pengaruh pelaksannaan dan perbandingannya dengan keadaan sebelum
pelaksanaan. Evaluasi terhadap implementasi pilar dalam IL6S dilakukan secara
berkala dan akan ditentukan target selanjutnya yang akan dicapai, kekurangannya
dari yang diharapkan, serta strategi yang dapat ditempuh.

REFLEKSI

Analisis Masalah

Topik yang menjadi fokus kegiatan selama penulis melakukan Praktik


Lapangan di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia yaitu analisis Value Stream Map
sebagai metode untuk mengidentifikasi kegiatan non-value-added yang
menyebabkan terjadinya waste. Value Stream Map (VSM) yang meliputi
informasi aliran material komunikasi, dan elemen proses lainnya diidentifikasi.
Lalu melalui serangkaian interview dan pengisian kuisioner oleh pihak terkait
waste ditentukan dan diurutkan berdasarkan pembobotan dari waste lainnya.
Responden dalam pengisian kuisioner yaitu Production Leader yang mengepalai
semua operator di semua lini produksi. Selanjutnya dilakukan analisis VSM
dengan melihat keterkaitan antara waste dengan salah satu tool VSM yang
digunakan. Salah satu jenis tahapan yang dilakukan dalam menggunakan Value
Stream Mapping tool, sesuai dengan penelitian Girish et all (2012) yaitu:
1. Identifiksi produk untuk dijadikan studi kasus
2. Pemilihan Value Stream Mapping tool
3. Studi aliran proses dari produk tersebut
4. Identifikasi Waste
5. Identifikasi Value Stream
6. Pemetaan Process Activity Map (PAM)

Selain itu dilakukan pemetaan terhadap alur proses produksi menggunakan


BPMN 2.0 untuk melihat keterkaitan antara stakeholder pada sistem produksi keju
di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia. Business Process Modeling Notation (BPMN)
yaitu suatu metodologi baru yang dikembangkan Business Process Modeling
Initiative sebagai suatu standar baru pada pemodelan proses bisnis. Tujuan utama
20

dari BPMN adalah menyediakan notasi yang mudah digunakan dan bisa
dimengerti oleh semua orang yang terlibat dalam bisnis yang memungkinkan
semua pihak yang terlibat dalam proses untuk berkomunikasi dengan jelas, benar,
dan efisien. Sehingka BPMN dirancang sebagai penggunaan analis proses untuk
merancang, mengendalikan, dan mengelola proses (Rosmala dan Falahah 2007).

Penulis menentukan bahwa jenis produk yang akan dijadikan studi kasus
yaitu produk keju Cheddar Blue Pack 175 gram yang diproduksi di lini produksi
6. Alasan pemilihan tersebut dikarenakan lini 6 sedang mengimplementasikan
konsep IL6S dan dari 2 jenis produk yang dihasilkan, produk Blue Pack 175 gram
merupakan produk fast moving sehingga akan berkontribusi besar terhadap upaya
perbaikan yang dilakukan. Selanjutnya dilakukan pemilihan Value Stream
Mapping Tool dari 7 yang ada. Berdasarkan VALSAT (tabel 2), 3 tools yang
bernama Process activity mapping, Quality filter mapping dan Production variety
funnel menunjukkan keefektifan lebih tinggi untuk mengurangi waste di
perusahaan. Namun pada kegiatan Praktik Lapangan ini hanya Process Activity
Mapping yang digunakan untuk analisis.

Tabel 2. Seven Value Stream Mapping Tools (VALSAT)

Process Activity Mapping (PAM) disusun dengan melakukan breakdown


terhadap tahapan proses dan mengkategorikannya kedalam tipe-tipe aktivitas
meliputi operasi, transportasi, inspeksi dan penyimpanan/storage. Selain itu
diidentifikasi mesin yang digunakan di masing-masing area, jarak perpindahan,
waktu yang diperlukan masing-masing proses, serta jumlah orang (operator) yang
terlibat. Studi waktu dilakukan menggunakan jam henti (stopwatch) selama 14
hari dengan menghitung waktu siklus dari 10 sampel pengamatan. Selama
pengamatan di lini 6, dapat teridentifikasi beberapa jenis waste yang terjadi:
I. Curd Preparation
(1) Container kosong yang digunakan untuk menampung curd hasil
penggilingan seringkali diletakkan terlalu jauh dari operator grinding atau
diletakkan di jalur lalu-lintas pekerja sehingga menghambat kegiatan
21

grinding maupun aktivitas operator lain. (2) terkadang terdapat operator


yang melakukan kegiatan lebih berat karena ada operator yang belum
datang.
II. Cooking
(1) Blend hasil pemasakan terkadang terlalu kental sehingga kegiatan
filling menghasilkan produk yang underweight. (2) terkadang container
yang telah terisi tidak langsung diletakkan dekat kettle tiap lini melainkan
masih berjauhan sehingga operator kettle harus memindahkannya terlebih
dahulu.
III. Packing
Terjadi defect karena operator packing teramati tidak berada di stasiun
kerjanya ketika produk keluar dari cooling tunnel sehingga produk
berjatuhan dari conveyor (seharusnya langsung dipack).
22

Tabel 3 Process Activity Map di lini 6

Flo Distance Time Symbol


No Step Machine/Tool People Comment
w (metres) (minutes) O T I S
Curd and Ingredients Preparation
Raw Material (Cheese Thawing area
1. S -
Curd)
Curd transfer from Vacuum lifter,
2. T 6 1.20 1
palette to cutting area conveyor
Devided into 6
3. Cut cheese curd O Cutter machine - 0.50 1+1
parts
Manual
4. Transfer to rack T 2.8 0.32 2 handling by
operator
5. Balancing O Balancer - 0.64 1
6. Grind O Grinder - 2.17 1
- Mature Curd 10
kg, Young Curd
40 kg, HS Curd
17 kg
- Rework 2 kg

Transfer to cooking
area
7. T Trolley 13.20 0.31 1
Tabel 3 Process Activity Map di lini 6 (lanjutan)

Cooking Process
Adding Vitamin D and
9 O - 0.63 1
minor ingredients
10 Transfer O 5 0.08 1
11. Adding Palm Oil O - 1.05 1
12. Transfer to kettle T 3 0.80
Add materials into
13. O - 0.79
kettle
Check by operator I - 1.26
Add Water O - 1.20
Turn off
Cooking
Cooking O - 2.14 temperature:
Machine
82.2C
Blend Check: Max end
kekentalan, warna, I - 0.48 temperature:
kesatuan 90C
Transfered when
14. Transfer to hooper T 5 0.08
reach 82.2C

23
24

Tabel 3 Process Activity Map di lini 6 (lanjutan)

Filling-Finished
Use automated
machine,
13. Filling and packaging O - 12.32 1
operator is to
monitor
- Filling Filler Machine
Automated
- Weigh-check
weigh-checker
Packaging
- Packaging
machine
- X-Ray X-Ray
14. Cooling O Cooling tunnel - 15
Transfer to packaging
15. T Conveyor 5 0.5
area
1 operator to
pack, 1 operator
to onload.
Packing, onloading to
16. O Liftman - 15 1+1 Longer depends
palette
on the amount
of finished
product
17. Transfer to warehouse T Hand-palette 15 0.72 1
18. Finished product S -
Total 50 metres 57.19 14 51.92 4.01 1.26
% total value adding 90.79
25

Setelah memahami aliran proses, kemudian dilakukan pembobotan waste


untuk menemukan jenis pemborosan paling tinggi yang terjadi. Metode
pembobotan waste dilakukan untuk menilai hubungan antar pemborosan yang
terjadi. Penilaian dilakukan melalui kuisioner yang kemudian skornya dikonversi
dan akan dibuat Waste Relationship Matrix. Dari matrix yang telah disusun dapat
dianalisis keterkaitan antar from/to pemborosan dengan membuat Waste Matrix
Value. Hasil akhir dari pembobotan ini yaitu untuk mengetahui pemborosan
paling tinggi dan pemborosan apa yang mempengarhui pemborosan lainnya.
Sebelumnya dilakukan scanning untuk menentukan waste yang perlu dicari
keterkaitannya. Menurut beliau, di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia terdapat 4 jenis
waste yang memiliki intensitas kejadian yang lebih sering dari pada lainnya, yaitu
diantaranya waiting, over production, motion, dan defect. Responden kuisioner
ditujukan kepada operator sehingga waste yang teridentifikasi menunjukkan jenis
pemborosan yang sangat terkait dengan operator yang bekerja di lini produksi,
terutama lini 6.

Tabel 4. Waste Relationship Matrix

From/To W O M D
W A - - I
O I A O O
M I E A I
D I - E A

Tabel 5. Waste Matrix Value

From/To W O M D Skor %
W 10 X 0 6 16 17.02
O 6 10 4 4 24 25.53
M 6 8 10 6 30 31.92
D 6 X 8 10 24 25.53
Skor 28 18 22 26 94 100
% 29.79 19.15 23.40 27.66 100 -

Hasil Waste Matrix Value berdasarkan pengisian kuesioner keterkaitan


pemborosan dapat diketahui bahwa pemborosan motion mempengaruhi
pemborosan lain. Persentase pemborosan motion bernilai 31,92% yang
26

diperlihatkan pada hasil kolom pemborosan from, yaitu pemborosan yang


mempengaruhi pemborosan lain. Pemborosan motion mempengaruhi pemborosan
lain yang diperlihatkan pada kolom pemborosan to dengan tingginya nilai
pemborosan waiting sebesar 29,79%. Hubungan pemborosan to merupakan
pemborosan yang muncul karena disebabkan oleh pemborosan lain. Pemborosan
waiting dipengaruhi oleh adanya pemborosan motion oleh operator selama proses
produksi.
Value Stream Map yang dibuat menggunakan teknik studi waktu dengan
stopwatch. Setelah diidentifikasi tahapan proses, lalu dilakukan pengamatan
terhadap tiap proses di lini 6 dengan menentukan jarak perpindahan operator,
material, waktu yang diperlukan tiap aktivitas, jumlah operator yang terlibat dari
persiapan bahan hingga produk akhir. Selain itu diamati pula gudang bahan baku
(Raw Material & Packaging Material Inventory), dan gudang produk jadi
(Finished Product Warehouse). Pada gudang RMPM, alokasi pallet yang
disediakan untuk curd terbilang sedikit. Setidaknya 30 ton balok curd dikirim
setiap harinya dari gudang eksternal Panjunan ke gudang RMPM yang dimiliki
PT Kraft Ultrajaya Indonesia. Curd ini harus melalui proses thawing terlebih
dahulu untuk menaikkan suhunya sebelum dapat diolah/dimasak. Proses akhir
thawing dijaga agar suhu curd berkisar antara 0-40C. Penulis menemukan bahwa
proses thawing yang dilakukan sangat menentukan kualitas blend masakan yang
dihasilkan. Curd dengan suhu terlalu rendah dapat merusak mesin ketika mulai
diolah dan dapat mempengaruhi kekentalan masakan, sedangkan curd dengan
suhu tinggi akan menyebabkan dihasilkannya minyak pada curd sehingga tekstur
curd lebih lembek, yang akan juga berpengaruh terhadap kualitas blend.
Berdasarkan pemetaan kondisi awal VSM, diketahui bahwa uptime atau
dapat disebut value added time pada proses curd preparation dan cooking masih
belum optimal seperti pada proses lainnya, yaitu masing-masing masih sebesar
69% dan 77%. Pada proses tersebut memang masih menggunakan mesin semi-
otomatis dan banyak material handling yang dilakukan. Sedangkan proses
setelahnya menggunakan mesin otomatis. Otomasi menggunakan mesin ini
menyebabkan resiko timbol waste baik yang berasal dari operator dapat
diminimasi. Waste yang dapat teramati jelas pada proses cooking yaitu defect
yang dihasilkan karena blend masakan terlalu kental sehingga pada saat proses
filling terjadi underweight. Produk underweight dikategorikan sebagai defect dan
harus dilakukan proses pemasakan ulang, yang disebut rework.
Dari data historis perusahan diketahui bahwa rata-rata permintaan produk
Cheddar Blue Pack 175 gram yaitu sebesar 1228 box per hari. Kondisi awal
pemetaan VSM yang dibuat menampilkan informasi yang terkadang bervariasi
dari tiap shiftnya, yang mana untuk keperluan analisis hal tersebut tidak
diperhatikan. Waktu kerja yang tersedia dalam 1 hari yaitu 24 jam atau 86400
sekon. Maka Takt time dapat dihitung:
Takt time = {(waktu kerja yang tersedia per hari (sekon)/permintaan per
hari (box)} = 86400/1228 = 70,38 sekon.
Production Control
Monthly Supply-Demand
Dialy Inventory Planning
Dialy Inventory
Tracking & Planning RCCP, MRP, WPP
VENDOR Tracking

Weekly
Production National
Panjunan Plan Distribution Center

Capacity: 500 pallets


Manufacturing Div.

DIALY SCHEDULE
Dialy
25 tons Shipment by vendor
Dialy
15 tons/day

Curd Preparation Formulating Cooking Filling & Cooling Packing & Shipment
Packaging Palleting

:6 :1 :: 1 :: 2 :0
:2
Raw Material Warehouse Finished Good Warehouse
C/T = 4.83 min C/T = 1.76 min C/T== 5.39 min
C/T C/T== 12.32 min
C/T C/T = 15 min C/T = 15 min
C/O = 0 min C/O = 0 C/O= = 7 min
C/O C/O= = 0 min
C/O C/O = 0 min C/O = 0 min
Uptime = 69% Uptime = 100% Uptime
Uptime = = 77% Uptime
Uptime = = 100% Uptime = 100% Uptime = 100%
2 shifts/day 2 shifts/day 2 shifts
2 shifts/day 2 shifts
2 shifts/day 2 shifts/day 2 shifts/day

4.83 min 1.76 min 5.39 min 12.32 min 15 min 15 min 3 day
1 day VA= 54.3 mins

2 days 0.31 min 0.8 min 0.56 min 0 min 0.5 min 0.72 min NVA= 2.89 mins

NNVA= 5 days

Gambar 17 Current State Value Stream Mapping

27
28

Identifikasi Pemborosan

Identifikasi pemborosan dilakukan berdasarkan pengamatan, pemetaan


dengan Value Stream Mapping tools dan hasil kuesioner yang diberikan kepada
pihak perusahaan. Berdasarkan hasil penilaian kuesioner keterkaitan pemborosan
yang dilakukan oleh operator, diketahui bahwa pemborosan motion
mempengaruhi munculnya pemborosan lain dan pemborosan waiting muncul
dipengaruhi oleh sebaliknya. Pemborosan ini terdapat pada pool Divisi Produksi
berdasarkan BPMN yang dibuat. Terdapat 9 penugasan proses pada pool Divisi
Produksi dalam BPMN. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil pengamatan yang
ditunjukkan pada penggambaran keseluruhan proses dalam bentuk VSM dengan
Microsoft Visio. Pemborosan motion yang terjadi akan berdampak pada
munculnya pemborosan lain terutama waiting, dan defect yang memiliki peringkat
pembobotan paling tinggi. Keberadaan pemborosan ini diamati terjadi mulai pada
saat proses persiapan curd. Dalam VSM terlihat bahwa uptime yang bernilai
hanya 69% disebabkan oleh masih belum efektifnya material handling selama
proses tersebut. Pada proses grinding, container kosong yang digunakan untuk
menampung curd hasil penggilingan seringkali diletakkan terlalu jauh dari
operator atau diletakkan di jalur lalu-lintas pekerja sehingga menghambat kegiatan
grinding maupun aktivitas operator lain. Selain itu, terkadang terdapat operator
yang melakukan kegiatan lebih berat karena ada operator yang belum datang,
sedangkan proses produksi telah dimulai. Hal tersebut terlihat pada saat proses
cutting yang seharusnya membutuhkan 2 orang operator. Pembagian kerja
operator di stasiun kerja tersebut yaitu satu operator bertugas untuk membuka
kemasan curd, dan satu yang lain bertugas untuk memindahkan curd tersebut ke
mesin pemotong dan menggeserkannya agar curd dapat terpotong. Terkadang
operator pada proses ini hanya satu, sehingga kerja operator tersebut menjadi
lebih berat sehingga dibutuhkan waktu lebih lama untuk memotong satu balok
curd. Selain itu, mesin grinding yang sering bermasalah mengakibatkan terjadi
ketidak-efektifan kerja yang dialami oleh operator. seringkali terjadi maintenance
ditengah waktu produksi sehingga proses produksi harus terhenti dalam waktu
yang tidak menentu.
Keberadaan pemborosan jenis defect dapat dilihat dari tingginya jumlah
cacat produk yang dihasilkan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada
operator dan Production Leader, cacat produk dapat terjadi karena kondisi curd
yang memiliki suhu tidak sesuai standar. Aktivitas pengecekan suhu curd sangat
penting dilakukan. Stakeholder yang berperan penting dalam memantau kondisi
curd sejak penerimaan di megastore yaitu Warehousing, dengan lane RMPM pada
BPMN. SOP thawing yang digunakan pada proses thawing atau pencairan curd
perlu dilakukan assessment lebih lanjut dan mendalam, karena kondisi curd yang
diterima di megastore berasal dari beberapa penyuplai yang menyebabkan kondisi
curd tidak sama. Hal inilah yang menyebabkan kondisi adonan pada pemasakan
menjadi sangat mudah mengental dan mempengaruhi proses filling. Karena
mengental, adonan menjadi lebih berat dan menyebabkan terjadinya overweight
pada proses filling. Pihak QC pada pool Quality System melakukan pengamatan
terhadap setiap batch produksi di semua lini sebagai kontrol performa produksi
dan menentukan produk yang dapat di re-work atau tidak. Produk cacat ini
29

memang dilakukan perlakuan berupa re-produksi/re-work, namun jumlahnya tidak


sebanding dengan cacat produk yang dihasilkan.
Pemborosan akibat operator yang terjadi pada proses cooking tidak begitu
signifikan dan tidak terlihat secara jelas karena mesin yang digunakan sudah
secara otomatis. Namun terkadang terlihat bahwa proses pemasukan bahan ke
kettle memerlukan waktu sedikit lebih lama, karena operator mengeduk kettle
yang posisinya sudah menumpahkan isinya kedalam tanki. Pemborosan lain
terlihat saat produk keluar dari cooling tunnel untuk dikemas kedalam karton.
Pada proses ini operator dituntut untuk bekerja cepat karena disamping kecepatan
conveyor cukup tinggi, operator pada stasiun pengepakan pun hanya satu. Yang
teramati yaitu terkadang operator kurang berfokus terhadap pekerjaannya dan
meninggalkan stasiun kerja sehingga saat terdapat produk yang keluar dari coling
tunnel, produk malah saling berjatuhan karena conveyor menjadi sempit karena
produk tak kunjung dikemas. Produk yang berjatuhan menjadi defect karena
memiliki kemasan yang sudah tidak layak/rusak sehingga harus dilakukan proses
ulang (rework).

Rekomendasi Perbaikan

Identifikasi Value Stream Mapping yang digunakan yaitu PAM. Hasil


PAM yang teridentifikasi VA sebesar 90,79% dan NVA sebesar 9,21%
sebenarnya menunjukkan kinerja produksi yang cukup baik. Namun hasil ini
masih belum dinilai stabil dan belum dapat merepresentasikan keadaan aktual
industri dikarenakan kondisi perusahaan yang masih memiliki banyak isu dari segi
mesin. Mesin seringkali mengalami masalah yang tidak dapat diperkirakan
sehingga mengganggu jadwal produksi yang telah ditentukan. Menurut hemat
penulis perlu dilakukan kajian mendalam terhadap kondisi mesin secara
keseluruhan sehingga dapat menentukan kelayakan mesin dan perlu atau tidaknya
mengganti komponen mesin tertentu agar proses produksi dapat berjalan efektif
kembali. Kajian perlu dilakukan meliputi analisis akar penyebab masalah (Root
Cause Analysis) karena sudah jelas kondisi mesin sangat mempengaruhi defect
free operation tiap harinya. Upaya maintenance yang telah dilakukan berkaitan
dengan mesin masih parsial dan belum dapat mengatasi kerusakan. Misalnya
ketika mesin grinder rusak, pihak engineering secara intensif melakukan
perbaikan dengan penggantian sparepart (karena motor mesin rusak) namun
ternyata kerusakan terulang kembali. Setelah dilakukan penggantian mesin
grinding, berdasarkan wawancara dengan operator disebutkan bahwa meskipun
mesin baru memiliki kemampuan penggilingan yang lebih baik, bentuk mesin
terlalu pendek sehingga menyulitkan operator untuk meletakkan container kosong
yang akan menampung hasil gilingan. lubang saluran hasil gilingan dengan
rongga container tidak cocok sehingga terdapat hasil gilingan yang tidak masuk
container melainkan tercecer ke lantai. Selain itu, material handling pada proses
persiapan curd dan bahan perlu dilakukan perbaikan dari segi penanganan
container. Container sebaiknya diposisikan lebih dekat dengan kettle dan tidak
menghalangi jalur pejalan agar aktivitas operator tidak terhambat.
30

Pengawasan kerja operator perlu dilakukan lebih sering oleh pihak


supervisor. Hal tersebut karena dimungkinkan terdapat kejadian tertentu yang
tidak teramati oleh supervisor namun dapat berkontribusi terhadap timbulnya
waste. Pengawasan terhadap operator salah satunya dapat dilakukan dengan
diadakannya DMS 3 setiap hari. DMS 3 yang telah dilaksanan terkadang tidak
mengikuti jadwal yang telah ditentukan dan dilakukan tidak setiap hari. Dengan
lebih intensifnya DMS 3 operator dapat terpacu untuk meningkatkan kinerjanya
dan permasalahan yang terjadi di lini produksi dapat lebih terkuak sehingga
proses penyelesaisan masalah akan lebih cepat dan efektif. Tingkat kedisiplinan
dan awareness operator selama bekerja pun dapat lebih baik karena terdapat
pemantauan dan pengawasan setiap hari.

Rencana Tugas Akhir

Dengan menemukan studi kasus yang didapat selama praktik lapangan dan
dengan menggambarkan kondisi awal Value Stream Mapping, maka penulis
berencana untuk menggambil topik yang berkaitan dengan implementasi lean
manufacturing dengan melakukan analisis produk cacat yang dikategorikan
kedalam jenis pemborosan defect. Defect yang dihasilkan di PT. Kraft Ultrajaya
Indonesia sendiri cenderung memiliki fluktuasi yang tidak stabil. Menurut
pengamatan yang dilakukan penulis, belum ada analisis akar penyebab
permasalahan (root cause analysis) yang mendalam dari dihasilkannya defect. Isu
blend kental yang disebabkan oleh banyak faktor salah satunya oleh kondisi
cheese curd- perlu dianalisis lebih lanjut. Dalam melakukan kegiatan penelitian,
penulis berencana untuk mengambil program capstone. Capstone adalah program
yang ditawarkan oleh seluruh insitusi yang terakreditasi ABET berupa proyek
penelitian yang dilakukan untuk aplikasi dunia nyata. Mahasiswa yang
melaksanakan praktek lapangan dengan sekenario capstone diharapkan mampu
menganalisis permasalahan yang terjadi di industri dari aspek yang telah
disepakati, kemudian dilanjutkan dengan desain untuk merancang suatu solusi
tepat guna bagi perusahaan dan bersifat sebagai tugas akhir mahasiswa. Kegiatan
capstone berlangsung selama mahasiswa melakukan Praktik Lapangan hingga
perancangan tugas akhir (skripsi). Produk akhir adalah produk yang telah lulus
verifikasi dan validasi ilmiah dengan arahan dosen pembimbing tugas akhir
sehingga siap untuk dilakukan publikasi ke perusahaan.
31

PENUTUP

Simpulan

PT. Kraft Ultrajaya Indonesia merupakan sebuah industri yang bergerak


pada bidang pangan, terutama produk keju olahan. Terdapat sedikitnya 16 jenis
produk yang dihasilkan. Dalam proses produksinya PT. Kraf Ultrajaya Indonesia
telah menerapkan konsep lean manufacturing. Konsep lean manufacturing sangat
berperan penting dalam proses evaluasi performa perusahaan. Hal tersebut
dilakukan dengan meningkatkan kapabilitas proses secara kontinu pada semua
elemen perusahaan. Proses lean yang diterapkan di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia
diintegrasikan dengan konsep six sigma bersama dengan konsep HPWS dalam
upaya human resource encouragement. Penerapan kaizen, siklus PDCA, hingga
SGA menjadi komponen penting dalam implementasi lean manufacturing di PT.
Kraft Ultrajaya Indonesia.
Terdapat 11 pilar yang disusun untuk memaksimalkan impementasi IL6S
di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia. Pilar dasar yang yang menjadi fokus sejak fase 0
implementasi IL6S yaitu Leadership dan Training. Perusahaan sangat
menekankan pemahaman terkait proses produksi, GMP, HACCP, dan Safety
untuk meningkatkan kapabilitas perusahaan dalam menghasilkan produknya.
Pengetahuan mengenai leadership diperoleh dari intensifnya DMS (Dialy
Management System). Hal tersebut menjadikan terbentuknya budaya perusahaan
yang sangat terlihat all by team. Penerapan DMS menjadi kunci terjalinnya
komunikasi dua arah antara operator, staff hingga top management.
Evaluasi Value Stream Mapping (VSM) dilakukan dalam upaya
mengidentifikasi waste dan memudahkan perusahaan mengambil tindakan untuk
mengeliminasinya. Analisis VSM termasuk ke dalam pilar Focus Improvement.
Identifikasi pemborosan dilakukan berdasarkan pengamatan, pemetaan dengan
Value Stream Mapping tools dan hasil kuesioner yang diberikan kepada pihak
perusahaan. Salah satu tool yang digunakan yaitu Process Activity Mapping
(PAM). Hasil PAM diidentifikasi VA sebesar 90,79% dan NVA sebesar 9,21%.
Proses pengidentifikasian waste berfokus pada operator, dan dari keempat jenis
waste hasil scanning awal (Waiting, Motion, Over Production, Defect)
diidentifikasi bahwa pemborosan motion yang terjadi akan berdampak pada
munculnya pemborosan lain terutama waiting, dan defect yang memiliki peringkat
pembobotan paling tinggi. Rekomendasi perbaikan pemborosan yaitu terkait
material handling, perbaikan sistem maintenance mesin dengan melakukan root
cause analysis, serta pengawasa kerja operator dengan melaksanakan DMS
dengan lebih rutin/teratur.
32

Saran

Waktu siklus yang telah diidentifikasi dinilai belum merepresentasikan


keaadan aktual yang terjadi di perusahaan dikarenakan terdapat beberapa isu
maintenance mesin selama penulis melakukan observasi. Perlu dilakukan
penentuan waktu siklus setelah kondisi mesin dinilai stabil. Selain itu, identifikasi
pemborosan hanya berfokus pada operator, sehingga untuk melakukan
rekomendasi secara menyeluruh perlu dilakukan pembobotan pada ketujuh jenis
pemborosan.

DAFTAR PUSTAKA

Fanani Z, Singgih ML. 2011. Implementasi lean manufacturing untuk peningkatan


produktivitas (studi kasus pada PT. Ekamas Fortuna Malang). Prosiding
Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII. Manajemen Industri,
Magister Manajemen Teknologi ITS Surabaya.
Girish, Pude C, Naik GR, Naik PG. Application of process activity mapping for
waste reduction: a case study in foundy industry. International Journal of
Modern Engineering Research (IJMER). Vol 2(5): 3482-3496.
Hapsari ADS. 2014. Analisis sistem produksi pengolahan biji kakao kering
dengan value stream mapping [Skripsi]. Bogor(ID): Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Heizer J, Render B, Munson C. 2014. Operations Management; Sustainability
and Supply Chain Management. US: Pearson Education, Inc.
Nicholas JM. 1998. Competitive Manufacturing Management. Singapura:
McGraw-Hill.
Rosmala D, Falahah. 2007. Pemodelan proses bisnis B2B dengan BPMN (studi
kasus pengadaan barang pada divisi logistik). Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi: 63-67.
Trisnal, Pujangkoro S, Huda LN. 2013. Analisis implementasi lean manufacturing
dengan lean assessment dan root cause analysis pada PT. XYZ. E-Jurnal
Teknik Industri FT USU Vol 3(3): 8-14.
Womack JP, Jones DT. 1996. Lean Thinking: Banish Waste and Create Wealth in
Your Corporation. New York: Simon & Schuster.
33

Lampiran 1 Form Kuisioner Pembobotan Waste dengan Metode Waste


Relatioship Matrix

Kolom jawaban:
Memilih jawaban a, b, atau c pada no.1-4 dan 6
Memilih jawaban a, b, c, d, e, f, atau g pada no.5

No. Pertanyaan Bobot


1. Apakah i mengakibatkan j?
a. Selalu 4
b. Kadang-kadang 2
c. Jarang 1
2. Apakah tipe keterkaitan antara i dan j?
a. Jika a naik, maka b naik 2
b. Jika a naik, b apda level konstan 1
c. Acak, tidak tergantung 0
3. Dampak j dikarenakan oleh i?
a. Terlihat langsung dan jelas 4
b. Butuh waktu agar terlihat 2
c. Tidak terlihat 1
4. Bagaimana cara mengeliminasi akibat i terhadap j?
a. Melalui metode teknik 2
b. Melalui metode sederhana dan langsung 1
c. Melalui metode solusi instruksi 0
5. Dampak j dikarenakan oleh i, berpengaruh pada:
a. Kualitas produk 1
b. Produktivitas 1
c. Waktu tunggu 1
d. Kualitas dan produktivitas 2
e. Produktivitas dan waktu tunggu 2
f. Kualitas dan waktu tunggu 2
g. Kualitas, produktivitas, dan waktu tunggu 4
6. Pada tingkat apa i berdampak pada j dalam
meningkatkan waktu tunggu?
a. Tingkat tinggi 4
b. Tingkat menengah 2
c. Tingkat rendah 0
Keterangan :
i merupakan pemborosan 1
j merupakan pemborosan 2
contoh : Over production_Inventory
i = Over production
34

Lampiran 2 Rekapitulasi hasil kuisioner pembobotan waste


No Hubungan antar Jawaban dari pertanyaan
Jumlah Konversi
. pemborosan 1 2 3 4 5 6
1. Waiting_Over X X X X X X X -
Production
2. Waiting_Defect 2 0 4 0 4 0 10 I
3. Over 1 0 4 1 2 0 9 I
Production_Waiting
4. Over 1 0 2 2 1 0 6 O
Production_Motion
5. Over 1 0 2 0 1 2 6 O
Production_Defect
6. Motion_Waiting 1 2 2 1 2 2 10 I
7. Motion_Over 1 2 4 1 2 4 14 E
Production
8. Motion_Defect 1 0 4 1 4 0 10 I
9. Defect_Waiting 2 2 4 1 2 4 12 I
10. Defect_Over X X X X X X X -
Production
11. Defect_Motion 4 2 4 0 4 2 16 E
Lampiran 3 Contoh Form Kaizen

35
36

Lampiran 4 PDCA Board


Lampiran 5 BPMN 2.0 Aliran Proses Produksi Keju Olahan di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia (potongan 1)

37
38

Lampiran 6 BPMN 2.0 Aliran Proses Produksi Keju Olahan di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia (potongan 2)
Lampiran 7 BPMN 2.0 Aliran Proses Produksi Keju Olahan di PT. Kraft Ultrajaya Indonesia (potongan 3)

39

Anda mungkin juga menyukai