Anda di halaman 1dari 13

Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

BAGIAN I: ANALISIS LINGKUNGAN BISNIS

I.1 Batasan Umum Produk dan Pasar

Produk yang akan diproduksi oleh PT. Jagung Sentosa Indonesia adalah mie yang

terbuat dari 100% jagung lokal dengan kandungan serat tinggi, bebas gluten, indeks

glikemik rendah, dan pro vitamin A. Produk yang dijual dengan merek “Korina” ini

meningkatkan nilai tambah jagung pati (Zea mays L. ssp.) yang selama ini

dikonsumsi sebagai makanan pokok secara terbatas (30%1)di daerah tertentu

(meliputi: pulau Madura, Nusa Tenggara, dan Lombok) dan selebihnya digunakan

untuk pakan ternak (55%) serta kebutuhan industri lainnya dan bibit.

Pengalihfungsian ini akan meningkatkan nilai ekonomi jagung pati dan menaikkan

diversifikasi portofolio makanan pokok di Indonesia.

Produk ini merupakan produk pionir di Indonesia, karena produk mie yang umumnya

dikenal oleh masyarakat adalah mie yang terbuat dari terigu. Varian mie terigu yang

sudah diperkenalkan secara luas adalah mie kering, mie basah, dan mie instan.

Sedangkan jenis mie lain yang dipersepsi sebagai mie, walaupun sebenarnya

termasuk kategori yang berbeda, adalah bihun berbahan beras, bihun berbahan

sagu, kwetiau, dan pasta (spaghetti, fettuccini, dan varian lainnya). Mie kering sudah

umum digunakan oleh masyarakat sebagai pengganti nasi dan diolah menjadi

berbagai menu masakan sebagai lauk.

Pasar yang akan dimasuki oleh perusahaan adalah pasar mie kering dalam

kemasan. Mie kering dikemas tanpa disertai bumbu untuk menawarkan fleksibilitas

penggunaan produk bagi konsumen. Pasar mie kering saat ini dikuasai oleh PT.

1
Kasryno, Faisal, Effendy Pasandaran, Suyamto, dan Made O. Adnyana, Buku Jagung, Penerbit Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian, 2007

1
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

Indofood Sukses Makmur, Tbk., PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk. (40%)2,

selebihnya diperebutkan oleh produsen berskala kecil dan menengah. Sebagai

produk pionir, maka mie jagung membentuk pasar dengan memasuki pasar produk

substitusi, yakni pasar mie terigu.

I.2 Lingkungan Eksternal Usaha

Pemahaman atas lingkungan eksternal usaha merupakan faktor kritis yang

menentukan keberlangsungan dan kesuksesan perusahaan. Pemahaman faktor

eksternal yang sinkron dengan pengetahuan lingkungan internal usaha akan

membentuk visi, misi dan implikasi tindakan manajemen yang menentukan strategic

competitiveness perusahaan.

Gambar 1.1 Model Lingkungan 4 Dimensi3

Analisa lingkungan eksternal dan internal dilakukan menggunakan model lingkungan

4 dimensi yang terdiri atas faktor Lingkungan Umum, Lingkungan Pasar, Lingkungan

2
Majalah SWA 04/XXV/19Februari-4Maret 2009 halaman 59
3
Kristamuljana, Sammy. Model Empat Dimensi Lingkungan Bisnis Platform Visualisasi Faktor-Faktor
Stratejik Perusahaan, 2008, hal. 4.

2
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

Industri, dan Lingkungan Perusahaan. Analisa lingkungan eksternal merupakan

faktor-faktor yang paling menentukan kelansungan hidup lima kekuatan bersaing,

mengacu pada peubah Lingkungan Umum, yang meliputi faktor-faktor sebagai

berikut:

a. Sosial-Budaya

Dalam satu dekade terakhir, terjadi pergeseran pola makan masyarakat

Indonesia. Terjadi perubahan pola maupun jenis makanan pokok untuk

segmen tertentu, khususnya makin besarnya konsumsi roti dan mie di kota-

kota besar. Pola konsumsi pangan pokok kelompok masyarakat

berpendapatan rendah, terutama di pedesaan, yang mengarah kepada beras

dan bahan pangan berbasis tepung terigu, termasuk mie kering, mie basah,

mie instan.4

Menurut Hardiansyah dan Leily Amalia5, terlihat adanya peningkatan pesat

konsumsi pangan olahan terigu khususnya makanan ringan dan mie dari 5,5

g/kap/hari menjadi 27,3 g/kap/hari. Pola konsumsi pangan produk olahan

4
Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
2007, hal. 23
5
Hardiansyah dan Leily Amalia. Perkembangan konsumsi terigu dan pangan olahannya di Indonesia
1993-2005. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2007.

3
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

terigu tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara penduduk di

perkotaan maupun pedesaan.

b. Demografi

Kecenderungan saat ini adalah pasangan yang menikah lebih lambat,

pasangan double-career dan tidak memiliki anak. Pada tahun 1972, 45%

populasi merupakan keluarga yang menikah dan memiliki anak, serta hanya

16% populasi yang tidak menikah dan tidak memiliki anak. Sedangkan pada

tahun 1998, keluarga yang menikah dan memiliki anak menjadi hanya 26%,

dan yang tidak menikah dan tidak memiliki anak menjadi 32%.6 Perubahan ini

akan berpengaruh pada pengambilan keputusan konsumsi seseorang.

c. Makroekonomi

Indikator ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan PDB yang relatif

baik. Bahkan hingga akhir 2009, PDB diperkirakan masih tumbuh 5%-6%,

melebihi rata-rata pertumbuhan PDB dunia yang sebesar 4%.

Angka inflasi Indonesia juga diperkirakan masih positif dan tidak terjadi

deflasi. Hal ini dikarenakan ekonomi Indonesia yang ditunjang oleh aktivitas

konsumsi, serta adanya stimulus melalui belanja pemerintah sebesar Rp 71,3

trilyun atau 1,4% dari PDB.

6
Solomon, Consumer Behaviour.

4
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

Pertumbuhan ini menjadi sinyal positif prospek ekonomi Indonesia yang

ditandai dengan masuknya modal asing melalui pasar modal Indonesia

maupun investasi langsung melalui perusahaan penanaman modal asing.

d. Politik/ Hukum

Dalam satu kabinet pemerintahan terakhir, terjadi kestabilan situasi politik,

bahkan ketika negara dalam situasi resesi keuangan global. Pelaksanaan

Pemilihan Umum Calon Legislatif 2009 yang berlangsung damai serta tidak

adanya perubahan komposisi partai pemenang pemilu menandakan atmosfer

politik yang kondusif untuk mejalankan bisnis dan mengadakan investasi.

Komitmen pemerintah untuk membasmi korupsi, kolusi, dan nepotisme yang

ditandai dengan meningkatnya jumlah kasus korupsi yang diselesaikan

menjadi indikasi penerapan tata kelola yang baik. Selama tahun 2008, KPK

menangani 16.200 kasus korupsi.

e. Teknologi

Perkembangan teknologi menjadi hal yang krusial di dalam industri ini.

Ditemukannya teknologi baru akan meningkatkan scale dan capacity

utilization dari perusahaan dan rival yang berdampak pada kekuatan pembeli,

mempengaruhi kriteria pemilihan pemasok, serta membuka peluang hadirnya

produk substitusi. Hal ini akan mempengaruhi daya saing dan laba yang akan

diperoleh perusahaan dan rival.

f. Kesimpulan

Situasi lingkungan eksternal menunjukkan proyeksi ekonomi makro yang

positif di tengah resesi akibat krisis subprime. Pertumbuhan ekonomi yang

5
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

ditunjang oleh konsumsi, salah satunya adalah pangan, menunjukkan potensi

untuk mendirikan bisnis berbasis pangan. Perusahaan akan menghadapi

resiko politik yang lebih kecil karena komitmen pemerintah untuk

memberantas praktek korupsi di Indonesia.

I.3 Analisis Lingkungan Industri dan Persaingan

Sesuai batasan produk dan pasar, maka PT. Jagung Sentosa Indonesia memasuki

lingkungan bisnis makanan dalam kemasan. Dalam lingkungan bisnis ini, terdapat

berbagai jenis produk, mulai dari mie, roti, pasta, dsb.

Data Penjualan Retail, tahun 20057

Type Volume Volume Growth (%) Value Value Growth (%) Ratio***
Confectionery 158.8 43.4 8,777.20 141.4 55.27
Bakery products 796.4 35.7 13,390.90 96.7 16.81
Ice cream 73520.2 30.2 1,796.40 110 0.02
Dairy products 631.6 50 12,694.30 119 20.10
Sweet and savoury snacks 239.8 45.8 5,887.20 99.4 24.55
Snack bars 0 0 0 0 -
Meal replacement products 0.7 141.2 98.1 271.4 140.14
Ready meals 0.9 46.7 37.4 72.5 41.56
Soup 0.3 36.1 27.2 81.9 90.67
Pasta 3 41.1 76.2 86.6 25.40
Noodles 1042 39.4 10,422.30 54.5 10.00
Canned/preserved food 40.5 50.3 1,234.40 81.7 30.48
Frozen processed food 32 233.4 1,604.10 352.2 50.13
Dried processed food 4727.6 42.1 24,777.80 71 5.24
Chilled processed food 8.2 46.5 407.7 75.7 49.72
Oils and fats 491.7 52.3 5,437.20 79.3 11.06
Sauces, dressings and condiments 232.4 41.1 3,485.40 68.6 15.00
Baby food 69 71 4,649.70 157.7 67.39
Spreads 9.7 32.8 460.4 81.9 47.46
Packaged food 7550.4 43.2 84,975.70 96.9 11.25

* in thousand tonnes except ice cream in thousand litres


** in billion rupiah
*** ratio of product value per unit (billion rupiah per thousand tonnes)

7
Euromonitor International. The market of packaged food in Indonesia 2006.

6
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

Menurut data berikut, karakteristik produk mie merupakan produk yang low added

value, terlihat dari ratio value per ton. Mie menduduki posisi nomor 2 sesudah dried

processed food. Di sisi lain, nilai industri mie cukup besar; menduduki peringkat

kedua sesudah penjualan dried processed food dengan volume kedua terbesar. Hal

ini menunjukkan profile industri mie menuntut volume produk yang sangat besar

dengan profile pertumbuhan sedang baik dari sisi volume maupun produk.

a. Analisis Industri

Dalam industri mie, pertumbuhan dan nilai produk mie dibagi menjadi

beberapa kategori : snack, froze, chilled, instant, dan plain. Industri mie

didominasi oleh produk mie instant.

Data Penjualan Mie, 2000-2005

100%
90%
80%
70%
Snack noodles
60%
Frozen noodles
50%
Chilled noodles
40%
Instant noodles
30%
20% Plain noodles

10%
0%
2000 2001 2002 2003 2004 2005

(milyar rupiah)
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Plain noodles 416.9 458.6 491.1 519.1 547.8 595.4
Instant noodles 6,147.70 6,921.50 7,512.30 7,995.80 8,880.10 9,552.00
Cups/bowl instant noodles 352.3 372.7 406.9 413.3 440.6 453
Pouch instant noodles 5,795.40 6,548.80 7,105.40 7,582.50 8,439.50 9,098.90
Chilled noodles 0 0 0 0 0 0
Frozen noodles 0 0 0 0 0 0
Snack noodles 182.6 200.8 215.9 235.2 257 274.9
Noodles 6,747.10 7,580.90 8,219.40 8,750.10 9,684.90 10,422.30

7
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

Sedangkan mie kering berada di posisi kedua, dan tumbuh relatif stabil

dengan rata-rata CAGR 29.7%. Industri mie kering, pada dasarnya

berpeluang kuat untuk menjadi produk substitusi mie instant yang rentan

dengan isu kesehatan akibat penggunaan bahan pengawet dan penggunaan

bahan baku.

b. Analisis Persaingan

Persaingan antara pemain mie cukup ketat yang ditandai dengan eksposur

pemasaran yang cukup intensif. Masing-masing pemain meluncurkan

beberapa varian produk untuk menekan persaingan. Namun, merek-merek

daerah masih bertahan di kota-kota kecil dan mampu mencuil pangsa pasar,

contohnya mie kuda menjangan, dan mie suba. Selain itu, switching cost

produk mie relatif rendah dan rentan terhadap produk substitusi.

Pendatang
Baru

Supplier Persaingan Konsumen

Substitusi

Menurut teori five forces (Kotler, 1988), produk mie termasuk industri dengan

strategi generik overall cost leadership. Seluruh pemain dalam industri ini

berusaha menawarkan produk yang relatif murah untuk memuaskan value

konsumen. Akibatnya, switching cost produk relatif rendah karena efisiensi

operasional hanya ditentukan oleh economic of scale. Dalam hal ini, industri

8
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

besar akan sangat diuntungkan karena sudah menguasai tuas-tuas untuk

mengoptimalkan kapasitas produksi; baik itu teknologi, maupun pemasok.

Produk substitusi yang diidentifikasi antara lain : mie basah. Sedangkan

substitusi tidak langsung adalah bihun, dan produk pangan pokok lainnya.

c. Analisis Kelompok Strategis

Industri mie berbentuk cenderung monopoli yang dikuasai oleh PT. Indofood

Sukses Makmur, Tbk., sedangkan sisa pasar dikuasai oleh pemain besar

seperti PT. Sayap Mas Utama, PT ABC Presidents, dan PT. Tiga Pilar

Sejahtera Food, Tbk., yang menguasai hingga 20% pasar mie yang

berukuran Rp 12,65 trilyun pada tahun 2008 dengan pertumbuhan rata-rata

12,5% per tahun. Pada dasarnya industri ini sudah memasuki masa mature

karena tidak adanya inovasi produk dalam periode cukup lama dan

pertumbuhan yang tidak secepat pada awal inisiasinya. Industri mie kering

menghadapi pula tekanan yang besar dari produk substitusi, yakni pasta, dan

mie instan.

d. Kesimpulan

Situasi lingkungan industri menunjukkan persaingan yang cukup ketat

dengan ukuran pasar yang sangat besar. Pendatang baru dipaksa bersaing

dengan merek daerah dan perlu memiliki modal yang lebih dari cukup,

jaringan distribusi yang kuat, dan merek yang kuat untuk mengambil ceruk

pasar. Karakter utama industri ini adalah switching cost yang relatif rendah,

sehingga kategori produk ini cenderung menjadi produk komoditas.

I.4 Analisis Peluang Bisnis dan Skenario

9
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

a. Analisis Permintaan

Segmentasi

Segmentasi pasar yang ada dalam industry mie kering terbentuk berdasarkan

preferensi dalam pemilihan fitur-fitur produk seperti tingkat kekenyalan,

tekstur, bentuk mie, dsb.) Dari sisi konsumen, jenis segmentasi yang yang

diterapkan dalam industry ini adalah psychographic segmentation dimana

segmentasi (pengelompokan) dibuat berdasarkan karakter psikologis, nilai-

nilai, dan gaya hidup. Untuk lebih jelasnya segmentasi ini akan dijabarkan

dalam bab pemasaran.

Presentase Minat

Presentasi minta akan produk mie kering berbahan dasar tepung jagung akan

diambil berdasarkan focus grup discussion dan kuesioner yang disebar ke

berbagai SES di daerah Jawa. Dari sample yang ada, akan didapatkan

prosentase minat beli konsumen.

Demand = presentase minat x populasi

Untuk mendapatkan permintaan pasar yang sesungguhnya akan mie kering

yang diproduksi oleh perusahaan, maka presentase minta yang telah

didapatkan diatas akan dikalikan dengan jumlah populasi dari target market

yang kita inginkan.

Customer Value

b. Analisis Penawaran

Produk berupa mie kering telah lama ditawarkan di pasar Indonesia. Berbeda

dengan produk mie instan, produk yang ditawarkan merupakan produk mie

tanpa disertai dengan bumbu apapun dengan proses pengolahan tertentu.

Mie kering yang sekarang dijual dipasaran berbahan dasar tepung gandum

dengan kisaran rata-rata harga adalah sekitar Rp 3,000 untuk kemasan 200

10
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

gram. Berikut produk-produk mie kering berbahan dasar tepung terigu yang

telah ditawarkan di pasar.

Merek Perusahaan
Mie Telor Cap 3 Ayam PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
Mie Atom Cap Bulan PT Kuala Pangan
Mie Telor Kuda Menjangan PT Wijaya Panca Sentosa
Mie Telor Cap 2 Ayam PT Asia Inti Selera

Penawaran produk mie kering berbahan dasar tepung jagung yang dibuat

oleh JSI sampai saat penulisan rencana bisnis ini belum ada di pasar. Produk

yang akan ditawarkan adalah produk mie kering berbahan dasar jagung

dengan kandungan serat lebih tinggi, pro vitamin A, dan kadar indeks

glikemik yang lebih rendah.

c. Faktor-Faktor yang Relevan

d. Peta Skenario

Dalam melakukan analisis peluang bisnis mie,, terdapat berbagai macam

faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap

industry ini. Oleh karena itu, diperlukan suatu skenario industri sebagai

antisipasi hal-hal yang mungkin terjadi dalam menerapkan strategi

perusahaan.

Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mendapatkan skenario industri

seperti:

1. Identifikasi penentuan faktor-faktor ketidakpastian apa saya yang dapat

mempengaruhi industry. Menurut analisis kami, faktor-faktor tersebut

adalah:

a. Pergerakan inflasi

Adanya inflasi akan berdampak pada kenaikan harga-harga

secara keseluruhan. Pada umumnya kenaikan pendapatan

11
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

penduduk tidak sebesar inflasi yang dialami dan oleh karenanya

daya beli masyarakat akan berkurang.

b. Perubahan pola konsumsi makanan

Industri makanan merupakan industri yang sangat atraktif

sehingga konsumen dihadapkan dengan berbagai macam pilihan

makanan dari banyaknya pelaku usaha. Oleh karena itu, pola

konsumsi makanan dapat berubah sewaktu-waktu. Hal yang

sedang berkembang adalah pola hidup sehat dimana trend

terhadap makanan-makanan dengan benefit kesehatan semakin

digemari. Hal ini akan meningkatkan konsumsi secara

keseluruhan.

Variable Faktor Kausal


Skenario Internal Eksternal
Perubahan pola Kesadaran akan pentingnya Isu dang pengetahuan tentang
konsumsi makanan menjada kesehatan kesehatan
Trend hidup sehat dan konsumsi
makanan-makanan dengan
health benefit
Kebiasaan mengkonsumsi mie

Tingkat Inflasi Perubahan daya beli konsumen

2. Asumsi dan konsistensi asumsi

Dalam membentuk suatu skenario, maka diperlukan adanya asumsi-

asumsi untuk digunakan dan konsistensinya. Tabel berikut

menggambarkan asumsi yang digunakan dalam masing-masing skenario.

Variabel Skenario Meningkat Tetap Menurun


Perubahan pola Terjadi peningkatan Kesadaran akan Masyarakat menjadi
konsumsi makanan kesadaran akan konsumsi semakin kurang
konsumsi makanan- makanan-makanan peduli akan
makanan dengan dengan health kesadaran
health benefit benefit tidak mengkonsumsi
mengalami makan-makan
perubahan dengan health
benefit
Pola hidup sehat Pola hidup sehat Pola hidup sehat
akan menjadi trend menjadi sesuatu bukan menjadi hal
penting di waktu uang sifatnya yang relevan.
yang akan datang hanya pilihan, dan
hanya untuk

12
Draft 2 – BP Mie Jagung – MMR 36

sebagian orang
Meningkatnya Pengetahuan Makin sedikit orang
pengetahuan akan mengenai mie yang aware akan
produk mie jagung jagung secara keberadaan mie
perlahan jagung
bertambah
Tingkat inflasi Pemerintah gagal Pemerintah Pemerintah berhasil
mengendalikan berhasil menurunkan tingkat
tingkat inflasi mengendaikan inflasi
tingkat inflasi
Daya beli Daya beli Daya beli
masyarakat turun masyarakat tetap masyarakat naik
pada tingkat yang
sekarang

Variable Skenario Pergerakan pada tingkat inflasi


Meningkat Tetap Menurun
Perubahan Meningkat Most likely Optimis
pola konsumsi Tetap
turun Pesimis
e. Analisis Kemungkinan Skenario

1. Skenario Optimis

Pada skenario ini, asumsi yang digunakan adalah semakin disadari

pentingnya hidup sehat dan konsumsi atas produk mie jagung akan

meningkat. Hal ini disertai juga dengan menurunnya tingkat inflasi yang

akan berdampak pada meningkatnya daya beli konsumen.

2. Skenario Most Likely

Pada skenario ini, asumsi yang digunakan adalah membaiknya

kesadaran akan gaya hidup sehat dan mengkonsumsi makanan-makanan

dengan health benefit namun tidak terlalu signifikan. Tinglat inflasi yang

tetap berdampak pada tidka berubahnya daya beli masyarakat.

3. Skenario Pesimis

Skenario pesimis mengasumsikan bahwa masyarakat lebih tidak peduli

akan kesadaran hidup sehat sehingga konsumsi makanan dengan helath

benefit juga mengalami penurunan. Dengan kondisi adanya kegagalan

pemerintah dalam mengendalikan tingkat inflasi akan berdampak pada

turunnya daya beli masyarakat.

13

Anda mungkin juga menyukai