Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SUBSISTEM AGRIBISNIS

USAHA AGRIBISNIS KOMODITAS NON PANGAN

Dosen Pembimbing : Ayutyas Sayekti, SE, MSi

Disusun oleh :

Kelompok Peternakan 1

1. Dimas Aulia Alfalah (J0310211334)


2. Glori S Napitupulu (J0310211112)
3. Jilan Rifa Fauziah (J0310211388)
4. Lutfi Nurahmah (J0310211135)
5. Novia Miftakhul Qisthi (J0310211215)

MATA KULIAH PENGANTAR AGRIBISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
SEKOLAH VOKASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agribisnis sebagai salah satu faktor perekonomian unggulan pemerintah


memiliki peranan penting dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Hal ini
karena sumber daya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan untuk hal
tersebut. Agribisnis dikelompokkan ke dalam lima subsistem, yaitu yang terdiri
dari subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis onfarm, subsistem agribisnis
hilir, subsistem agribisnis penunjang, dan subsistem agribisnis pemasaran.
Komoditas non pangan merupakan proses kegiatan budidaya hewan atau
tanaman non pangan, seperti ikan, ternak, tanaman yang bukan untuk dimakan.
Komoditas non pangan juga merupakan tanaman atau peternakan pertanian yang
dimanfaatkan selain untuk bahan pangan manusia dan pakan ternak.
Ulat sutera merupakan salah satu jenis serangga yang dapat menghasilkan
benang dengan kualitas yang sangat baik, yang kemudian diolah menjadi salah
satu kain unggulan yang sangat berkelas yakni kain sutera. Berkat kualitas dan
popularitasnya, harga kain sutera tergolong mahal. Tidak mengherankan apabila
prospek budidaya ulat sutera dinilai cukup menjanjikan untuk dikembangkan.
Proses pengembangan usaha agribisnis ulat sutera ini sudah sangat baik. Yang
didukung dengan adanya penyediaan bibit tanaman murbei unggul, budidaya yang
tangguh, pemasaran yang baik, bantuan permodalan melalui kredit usahatani, serta
memiliki potensi yang cocok untuk pengembangan persuteraan alam.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana subsistem jasa penunjang yang ada dalam komoditas ulat


sutera?
2. Bagaimana gambaran dari sistem agribisnis komoditas ulat sutera?
3. Bagaimana perkembangan konsep sistem agribisnis non pangan?
4. Apa saja manfaat dari pembangunan sistem agribisnis khususnya
komoditas non pangan dalam meningkatkan pertumbuhan dan perataan
ekonomi?
5. Apa saja kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan dalam
membangun agribisnis khususnya komoditas agribisnis non pangan di
Indonesia?
6. Biaya apa saja yang terdapat pada sistem komoditas agribisnis ulat
sutera?

C. Tujuan

1. Mengetahui subsistem jasa penunjang yang terdapat dalam komoditas


agribisnis ulat sutera.
2. Mengetahui gambaran sistem agribisnis komoditas ulat sutera.
3. Mengetahui perkembangan konsep sistem agribisnis non pangan.
4. Mengetahui manfaat dari pembangunan sistem agribisnis khususnya
komoditas non pangan dalam meningkatkan pertumbuhan dan perataan
ekonomi.
5. Mengetahui kendala dan upaya yang dilakukan dalam membangun
agribisnis khususnya komoditas agribisnis non pangan di Indonesia.
6. Mengetahui biaya apa saja yang terdapat pada sistem komoditas
agribisnis ulat sutera.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Subsistem Jasa Penunjang Komoditas Agribisnis Non Pangan Ulat


Sutera

Subsistem jasa penunjang (supporting services) merupakan kegiatan usaha


dalam mendukung usaha agribisnis seperti perdagangan agribisnis (Batubara,
2007). Menurut Rida (2011) bahwa sistem jasa penunjang (supporting system
agribusiness) adalah dukungan sarana dan prasarana serta lingkungan yang
kondusif dengan pengembangan agribisnis. Jadi, berdasarkan uraian mengenai
pengertian subsistem jasa penunjang dapat disimpulkan bahwa subsistem jasa
penunjang yakni subsistem yang menunjang dalam pengembangan agribisnis serta
mendukung subsistem-subsistem agribisnis yang lain. Subsistem jasa penunjang
dalam sistem agribisnis mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan dari
subsistem jasa penunjang untuk menunjang dan melayani serta mengembangkan
kegiatan dari subsistem lainnya yang meliputi subsistem hulu, usaha tani, dan
hilir. Berikut merupakan subsistem jasa penunjang komoditi ulat sutera.
1. Pemerintah
Pemerintah bisa memberikan harapan dan bantuan agar para peternak ulat
sutera bisa bertahan bahkan bisa lebih maju dan berkembang.
2. Lembaga Keuangan
Terkadang para peternak ulat sutera kerepotan dalam menangani
kekurangan modal dan disinilah lembaga keuangan seperti bank, koperasi,
dan lembaga pengkreditan dapat memberikan bantuan bagi para peternak
ulat sutera untuk mengatasi permasalahan keuangan.
3. Lembaga Pemasaran dan Distribusi
Lembaga ini berfungsi menyebarluaskan berita dan cerita tentang ulat sutera
agar dapat menyebar dan berkembang di berbagai daerah.
4. Lembaga Pendidikan Formal dan Informal
Lembaga ini berpotensi mengembangkan peternakan ulat sutera dan
memberikan inovasi-inovasi terbarukan untuk dimanfaatkan para peternak
ulat sutera.
5. Lembaga penyuluhan
Penyuluhan sangat dibutuhkan untuk memberikan support baik dalam
bentuk ilmu maupun motivasi dan inspirasi untuk memperkuat komoditas
ulat sutera di pasaran.

B. Gambaran Sistem Agribisnis Komoditas Ulat Sutera

Usaha persuteraan alam merupakan salah satu kegiatan agribisnis yang


mempunyai rangkaian kegiatan yang cukup panjang mulai dari proses tanam
murbei, pembibitan ulat sutera, pemeliharaan ulat sutera, proses pengolahan
kokon, pemintalan, dan pertenunan.  Dengan menempatkan sistem agribisnis
sebagai paradigma baru dalam usaha persuteraan, maka usaha persuteraan
memiliki subsistem agribisnis yang lengkap mulai dari pengadaan sarana
produksi, budidaya, industri pengolahan, pemasaran, dan kelembagaan
pendukung.
Adapun manfaat kegiatan persuteraan alam sebagai berikut mudah
dilaksanakan dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat,
memberikan tambahan pendapatan kepada masyarakat khususnya di pedesaan,
memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya, mendukung kegiatan
reboisasi dan penghijauan.
1. Subsistem Bagian Hulu (Upstream  Agribusiness)
Subsistem  agribisnis  hulu  (upstream  agribusiness),  yaitu  kegiatan
ekonomi yang menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian, seperti industri
pembibitan/pembenihan hewan dan tumbuhan, industri agrokimia (pupuk,
pestisida, obat/vaksin ternak), dan industri agrootomotif (mesin dan peralatan
pertanian), serta industri pendukungnya.
Sub sistem hulu komoditas ulat sutera berupa pengadaan sarana produksi,
seperti boks kotak untuk pemeliharaan ulat sutera, kotak penetasan benih,
penyediaan daun murbei, ruangan dan peralatan, bibit ulat sutera, dan pupuk
untuk mendukung penanaman murbei sebagai pakan ulat sutera.

2. Subsistem On-Farm
Subsistem Produksi (On-Farm), yaitu kegiatan yang menggunakan sarana
produksi pertanian untuk menghasilkan komoditas pertanian primer, dalam hal
ini adalah pohon murbei sebagai sarana perkembangbiakan ulat dalam
menghasilkan kokon ulat sutera. Budidaya usaha persuteraan alam terdiri dari dua
kegiatan yaitu kegiatan budidaya murbei dan budidaya pemeliharaan ulat sutera.
Pada budidaya murbei, dilakukan secara konvensional dan menggunakan input
yang terbatas.
Subsistem onfarm atau usaha budidaya ulat sutera berupa:
1. Pemeliharaan daun murbei sebagai pakan ulat sutera.
2. Pemeliharaan ulat sutera kecil sampai ulat sutera besar dan menghasilkan
kokon sebagai bahan baku pembuatan kain sutera.

3. Subsistem Hilir
Subsistem Hilir adalah kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas
pertanian primer (agroindustri), berupa kokon ulat sutera menjadi produk olahan
baik produk antara berupa benang sutera yang akan digunakan untuk
memproduksi kain (intermediate product) maupun produk akhir (finish product)
berupa aksesoris yang sudah siap dipakai. Kokon yang dihasilkan dipintal menjadi
benang sutera dan benang sutera kemudian ditenun menjadi kain sutera.
Subsistem hilir usaha persuteraan meliputi:
1. Pengolahan kokon ulat sutera menjadi benang sutera.
2. Pengolahan benang sutera menjadi kain sutera/industri benang sutera.
3. Pengolahan produk akhir berupa aksesoris yang sudah siap pakai.
4. Subsistem Hilir ( Pemasaran)
Subsistem pemasaran yakni kegiatan-kegiatan untuk memperlancar
pemasaran komoditas  pertanian  hasil  olahan  kokon  ulat  sutera  baik  di  dalam
maupun luar negeri. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan
pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan
pasar luar negeri. Ada beberapa proses dalam subsistem pemasaran produk sutera
alam yaitu proses dalam menentukan strategi pemasaran yang meliputi produk,
harga, distribusi, dan promosi. Sehingga dalam kegiatan pemasaran produk sutera
alam untuk menambah nilai tambah produk meliputi kegiatan pengemasan,
kegiatan pengiriman, distribusi, dan promosi.

5. Subsistem Jasa Penunjang


Subsistem jasa penunjang adalah subsistem jasa yang menyediakan jasa
bagi subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, dan subsistem
agribisnis hilir. Termasuk ke dalam subsistem ini adalah penelitian dan
pengembangan, sistem informasi, dan dukungan kebijakan pemerintah
(mikroekonomi, tata ruang, makroekonomi) dalam pengembangan potensi kokon
ulat sutera emas. Sehingga dapat menjadikan kokon ulat sutera sebagai komoditi
khas Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai sentra sutera.
SISTEM AGRIBISNIS SUTERA ALAM

SUBSISTEM HULU SUBSISTEM ON- SUBSISTEM HILIR SUBSISTEM


 Pengadaan sarana FARM ( PENGOLAHAN) HILIR
produksi. 1. Pemeliharaan daun 1. Pengolahan kokon (PEMASARAN)
ulat sutera menjadi
1. Penyediaan daun murbei.
benang sutera. 1. Pengemasan dan
murbei. 2. Pemeliharaan ulat 2. Pengolahan benang
sutera kecil dan pengiriman.
2. Ruangan dan sutera menjadi kain
2. Distribusi.
peralatan. besar. sutera.
3. Pengolahan produk
3. Promosi.
3. Bibit ulat sutera. 3. Proses pengokonan
ulat sutera. akhir berupa
aksesoris.

C.
SUBSISTEM JASA PENUNJANG
Perkembangan
1. Penelitian dan pengembangan.
Konsep
2. Sistem informasi dan dukungan kebijakan
Sistem pemerintah.
3. Penyediaan sarana produksi dan permodalan.

Agribisnis Non Pangan

Perkembangan konsep sistem agribisnis non pangan yang kelompok kami


pahami yaitu bahwa sistem agribisnis merupakan suatu konsep yang
menempatkan kegiatan pertanian yang dengan perkembangannya tidak hanya
mencakup pertanian pangan tetapi juga pertanian non pangan sebagai suatu
kegiatan yang utuh dan komprehensif yang terkait erat dengan penerapan
teknologi dan keunggulan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah yang
lebih besar.
Lalu konsep agribisnis tersebut adalah suatu konsep yang utuh, yang terdiri
dari empat subsistem yang saling mempengaruhi yaitu subsistem penyediaan
input pertanian, subsistem produksi pertanian, subsistem pengolahan hasil, dan
subsistem pemasaran hasil pertanian termasuk produk-produk turunannya, yang
seluruh kinerjanya dipengaruhi subsistem jasa penunjang.
Sistem agribisnis non pangan dapat diartikan sebagai berbagai kegiatan
yang terkait dengan pertanian non pangan dalam arti luas yang terdiri atas satu
atau banyak unit usaha dengan pengelolaan unit usaha yang dilakukan secara
rasional dan dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersial yang maksimal
dengan menghasilkan produk non pangan berupa barang atau produk lainnya yang
bertujuan untuk dipergunakan atau memiliki nilai guna. Sehingga konsep
agribisnis pangan dan non pangan sebenarnya sama, hanya aplikasi di komoditi
produk yang membedakan, tujuannya sama untuk konsumen, tetapi produk
agribisnis pangan untuk dikonsumsi manusia dan non pangan bukan untuk
dikonsumsi tetapi untuk dipergunakan.

D. Manfaat dari Pembangunan Sistem Agribisnis Khususnya Komoditas


Non Pangan dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Perataan
Ekonomi

Bukti konkrit komoditas non pangan memeratakan ekonomi Indonesia


dengan menargetkan ekspor kain tenun seperti pada proyek yang dibuat
Kementerian Perindustrian, dengan menargetkan ekspor produk tenun pada tahun
2019 mampu menembus angka USD 58,6 juta atau naik 10 persen dibanding
capaian tahun lalu sebesar USD 53,3 juta. Ekspor Indonesia mayoritas dikapalkan
ke negara maju seperti Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat. Peningkatan ekspor
tenun dan batik nasional masih terbuka, seiring produknya yang semakin bernilai
tambah tinggi dan terjalinnya beberapa kerja sama ekonomi dengan negara-negara
potensial.
E. Kendala dan Upaya yang Dilakukan dalam Membangun Agribisnis
Khususnya Komoditas Agribisnis Non Pangan di Indonesia

Kendala yang dihadapi serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala
tersebut dalam membangun agribisnis khususnya komoditas agribisnis non
pangan di Indonesia yaitu:
1. Pola Pikir Masyarakat
Mindset atau pola pikir masyarakat Indonesia yang sering memandang
sebelah mata agribisnis ternyata merupakan masalah besar di negeri ini. Di mata
masyarakat awam, agribisnis berarti kegiatan yang dikerjakan di sawah atau
mencangkul di kebun sedangkan sektor lainnya dapat dilakukan dalam ruangan
nyaman dan berAC. Citra dari sektor agribisnis yang digambarkan kotor dan
banyak dikerjakaan oleh masyarakat dengan golongan menengah kebawah masih
menjadi wajah menyeramkan agribisnis Indonesia.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan kekayaan alam yang dimiliki negeri
ini sehingga menimbulkan masalah besar. Banyak masyarakat masih menilai
rendah pertanian meskipun sektor ini menjadi penyumbang yang besar bagi
negara bahkan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya. Namun dalam
hal ini masyarakat awam tidak dapat terus menerus disalahkan karena pada
kenyataannya mindset kurang baik seperti ini dapat terbentuk karena melihat
kenyataan di lapangan yang mana kondisi dari petani yang masih dibawah taraf
kesejahteraan. Banyak petani masih hidup dalam kemiskinan sehingga pola pikir
seperti ini terbentuk di masyarakat.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki kesejahteraan
petani sehingga dapat hidup dengan layak dan berkecukupan dari hasil
pertaniannya dan membuktikan bahwa pertanian merupakan sektor yang
menjanjikan dengan memanfaatkan sumber kekayaan yang ada. Kemudian
memberikan sosialisasi yang baik kepada masyarakat mengenai agribisnis sebagai
sektor yang menjanjikan dan mampu menopang kehidupan yang sejahtera.
Dengan begitu diharapkan masyarakat dapat merubah mindset mengenai
agribisnis dan bersama petani membangun sektor ini agar lebih maju.
2. Krisis Regenerasi Petani Muda
Masalah selanjutnya masih ada kaitannya dari masalah sebelumnya yaitu
mengenai pola pikir yang berdampak pada generasi muda juga. Sektor agribisnis
yang sejatinya memiliki prospek yang menjanjikan jika dikelola dengan baik,
belum mampu menarik perhatian generasi muda untuk terjun didalamnya. Hal ini
dapat menyebabkan krisis generasi pada bidang agribisnis yang mana generasi
muda sangat diharapkan mampu mendominasi segala bidang yang dapat
memajukan negeri ini. Dalam hal ini generasi muda memang menjadi sorotan
karena dengan pemikiran yang sedang berkembang sempurna diharapkan mampu
berperan sebagai agen perubahan dan pengendali dari sektor agribisnis.
Masih banyak anak muda berpikiran bahwa agribisnis merupakan suatu
kegiatan yang kurang menarik untuk dijalani dan lebih memilih pekerjaan di
perkantoran maupun di sosial media. Hal tersebut membuat kegiatan bertani di
negeri ini hampir keseluruhan dijalankan oleh masyarakat dengan kisaran umur
yang sudah tidak muda lagi. Peran generasi muda sangat penting mengingat ide
dan pemikiran yang mereka dapat membantu memajukan sektor pertanian.
Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan sosialisasi dan
membuat saran edukasi pertanian yang menarik perhatian khususnya generasi
muda supaya tidak enggan dalam berkecimpung di bidang agribisnis. Sosialisasi
dan pengarahan seperti ini diharapkan dapat membuka wawasan mengenai
pertanian yang menyenangkan dan tidak mempunyai pikiran bahwa yang bertani
adalah yang tua, kurang sejahtera, dan kotor. Banyaknya ide yang dapat
dikembangkan untuk menarik dan menumbuhkan jiwa bertani pada generasi muda
akan membuat anak muda tertarik menggeluti bidang ini berdasarkan
kemauannya.
3. Permodalan
Permodalan termasuk permasalahan paling mendasar yang sering dihadapi
petani. Modal dapat menjadi kendala seorang petani dalam melakukan
usahataninya. Keterbatasan modal juga dapat menyebabkan kualitas dan kuantitas
hasil yang didapat petani menjadi kurang maksimal.
Masalah mengenai permodalan juga dianggap sebagai penyebab utama
banyaknya petani yang hidup di bawah garis kemiskinan. Modal sering
menimbulkan masalah dalam pertanian di Indonesia yang cukup serius.
Permodalan yang tidak memadai dapat berpengaruh secara langsung terhadap
tingkat produksi yang dihasilkan.
Modal sebagai suatu input yang dibutuhkan dalam bertani jika tidak
diperhitungkan dengan tepat juga dapat menimbulkan kerugian bagi petani.
Pemerintah telah menyediakan modal bagi petani yang membutuhkan dalam
bentuk pinjaman melalui bank milik negara, namun aksesbilitasnya masih belum
dapat menjangkau petani kecil.
Dalam hal ini sebaiknya ada kebijakan yang memudahkan petani khususnya
petani kecil dalam mendapatkan akses modal berupa pinjaman ke lembaga formal
pemerintah maupun bank swasta melalui beberapa pertimbangan yang dapat
dijangkau oleh golongan petani tersebut. Selain itu pinjaman modal melalui
koperasi untuk taraf terendah lembaga penyedia modal dapat menerapkan
kebijakan yang tidak menyulitkan bagi petani yang membutuhkan sumber modal.
4. Alih Fungsi Lahan
Seiring bertambahnya jumlah penduduk, lahan yang dibutuhkan sebagai
tempat tinggal semakin bertambah sehingga alih fungsi lahan kerap terjadi di
masyarakat. Alih fungsi lahan khususnya lahan pertanian merupakan masalah
yang pada dasarnya menjadi perhatian bersama karena hal tersebut berarti lahan
yang tersedia untuk menghasilkan pangan semakin sedikit yang bertolak belakang
dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Alih fungsi lahan yang terjadi di
masyarakat dikarenakan adanya anggapan bahwa mempertahankan lahan
pertanian pada masa sekarang ini tidak lagi menguntungkan. Kondisi ini
diperparah dengan banyaknya tawaran di masyarakat mengenai harga beli tanah
yang tinggi sehingga masyarakat rela menggadaikan tanah pertaniannya yang
kebanyakan akan dialih fungsikan sebagai tempat berdirinya bangunan atau
kebutuhan lainnya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk permasalahan ini adalah dengan
merubah mindset di masyarakat mengenai pentingnya mempertahankan lahan
pertanian untuk masa yang akan datang serta adanya jaminan dari pemerintah
terutama mengenai kestabilan harga komoditas pertanian sehingga pemilik lahan
lebih terjamin melalui hasil panen yang diperoleh serta adanya kepedulian
pemerintah ketika petani mengalami gagal panen guna mencegah lahan beralih
kepemilikan maupun beralih fungsi.
5. Teknologi
Teknologi yang belum maksimal dalam menjangkau masyarakat dapat
menjadi masalah yang serius. Adanya definisi teknologi pertanian yang dapat
memudahkan dalam proses produksi memiliki pengaruh langsung terhadap
kualitas dan kuantitas produk pertanian. Namun jika teknologi ini belum
menjangkau maupun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh petani
justru dapat mengundang masalah.
Upaya yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan sosialisasi teknologi
pertanian kepada petani sehingga dapat meningkatkan kualitas pertaniannya serta
memaksimalkan ketersediaan teknologi yang digunakan untuk menunjang hasil
yang maksimal pada produk pertanian.
6. Persoalan Pupuk
Pupuk merupakan kebutuhan dasar bagi dunia pertanian khususnya
budidaya tanaman. Ketersediaan pupuk harus terpenuhi untuk dapat mencapai
hasil yang maksimal. Dewasa ini distribusi subsidi pupuk dari pemerintah kerap
mengalami permasalahan yang menimbulkan keresahan dikalangan petani.
Distribusi yang kurang merata dapat menimbulkan kendala bagi proses budidaya
yang dilakukan sehingga berpengaruh juga terhadap hasil pertanian. Persoalan
pupuk seperti ini harus segera mendapatkan penanganan yang tepat sehingga
proses produksi dapat mendapatkan hasil maksimal.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini yaitu
pemerintah dan petani sebaiknya memiliki kerjasama yang baik dalam mengatasi
masalah pupuk dengan memaksimalkan tersebarnya pupuk secara merata
dimasyarakat dan petani turut membantu dalam memastikan pupuk tersebar pada
masyarakat sekitarnya.
7. Pemasaran
Pemasaran produk sering menjadi kendala dalam pertanian Indonesia.
Pasalnya hasil produk khususnya dari petani lokal yang belum mampu dipasarkan
dengan baik dapat menghambat proses produksi. Strategi pemasaran yang tepat
dibutuhkan agar produk dapat dipasarkan sempurna sehingga petani maupun
negara memperoleh keuntungan dari penjualan produk pertanian.
Masalah yang sering dihadapi dalam segi pemasaran produk adalah masih
minimnya jaringan pasar serta adanya rantai pemasaran yang panjang sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada petani. Selain itu persaingan pasar yang ketat
dengan produk impor juga memicu kendala pemasaran yang serius untuk petani
lokal.
Upaya yang dapat diterapkan adalah menetapkan kebijakan pasar dari
pemerintah sehingga petani lebih terjamin serta diciptakannya beberapa strategi
tepat dalam memasarkan produk sehingga dapat dipasarkan secara optimal.
8. Penetapan Harga Dasar
Penetapan harga dasar merupakan kendala pertanian yang berhubungan
dengan kebijakan pemerintah. Penetapan ini sangat penting demi kesejahteraan
petani sehingga petani tidak mendapatkan kerugian dan tetap dapat bertahan 
menjalankan kegiatan pertaniannya. Penetapan harga dasar yang kurang tepat
memicu kontroversi yang berujung pada kerugian yang didapatkan petani.
Terkait kendala tersebut pemerintah diharapkan dapat lebih bijak dalam
membuat kebijakan mengenai penetapan harga dasar untuk seluruh produk
pertanian agar tidak merugikan petani serta masih mampu dijangkau oleh
masyarakat umum.
9. Teknik Budidaya Kurang Tepat
Teknik dalam arti budidaya yang kurang tepat dapat memicu kendala pada
hasil produk yang dihasilkan kurang optimal sampai dengan kegagalan panen.
Teknik budidaya sangat dibutuhkan selama kegiatan produksi untuk menghasilkan
produk pertanian. Teknik ini bertujuan untuk memudahkan petani dalam
menjalankan kegiatan budidaya serta memaksimalkan hasil pertanian. Petani yang
masih minim pengetahuan akan teknik budidaya ini menjadi perhatian dalam
masalah ini.
Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan sosialisasi kepada
petani mengenai teknik budidaya yang tepat sesuai dengan kegiatan pertanian
yang dijalankan sehingga dapat menghasilkan produk dengan kualitas dan
kuantitas yang baik.

F. Biaya yang Terdapat pada Sistem Komoditas Agribisnis Ulat Sutera

Biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta
membawanya menjadi produk disebut biaya produksi. Termasuk di dalamnya
barang yang dibeli dan jasa yang dibayar di dalam maupun di luar usaha tani. Di
dalam jangka pendek, satu kali produksi dapat dibedakan biaya tetap dan biaya
berubah (variabel). Tetapi dalam jangka panjang, semuanya merupakan biaya
berubah karena semua faktor yang digunakan menjadi variabel (Hernanto, 1993).
Sedangkan biaya total adalah seluruh biaya yang dikorbankan yang merupakan
totalitas biaya tetap ditambah biaya variabel(Anonimd, 2008).
Berikut biaya yang ada dalam usaha produksi kokon menjadi benang sutera:
 Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang dalam periode tertentu jumlahnya tetap tidak
tergantung jumlah produksi. Biaya ini sifatnya tetap hanya sampai periode
tertentu atau batas produksi tertentu, tetapi akan berubah jika batas itu dilewati.
Contoh, biaya penyusutan mesin, biaya penyusutan gedung, pajak perusahaan,
dan biaya administrasi.
1. Biaya gaji dan tunjangan pegawai kantor dan pabrik yaitu besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk membayar gaji dan tunjangan pegawai kantor dan
pabrik.
2. Biaya penyusutan yaitu terdiri dari penyusutan bangunan pabrik, penyusutan
kendaraan dan penyusutan mesin pemintal. Besarnya biaya penyusutan
dipengaruhi karena mesin yang digunakan untuk memintal benang sutera
tidak cukup hanya menggunakan satu mesin saja dan mesin-mesin pemintal
benang tersebut harganya cukup mahal.
3. Biaya bunga modal investasi merupakan nilai bunga atas modal yang
dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan investasi
adalah semua modal kerja yang dikeluarkan perusahaan untuk mesin,
bangunan, serta kendaraan.
4. Biaya alat tulis kantor dikeluarkan untuk membeli peralatan tulis yang
diperlukan oleh kantor apabila benar benar diperlukan untuk memperlancar
jalannya kegiatan di kantor sehingga biaya yang dikeluarkan tidak terlalu
besar.
 Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi benang
sutera yang besarnya berubah-ubah secara proporsional terhadap kuantitas output
yang dihasilkan. Biaya variabel yang dikeluarkan adalah biaya bahan baku, bahan
bakar, makan minum pegawai dan pekerja harian pabrik, biaya penggandaan,
biaya jamuan tamu, biaya administrasi, biaya listrik, biaya telepon, upah buruh
pintal, upah lembur, dan biaya pemeliharaan.
1. Biaya bahan baku
Bahan baku yang berupa kokon ulat sutera yang digunakan cukup besar
untuk menghasilkan benang sutera, dengan harga bahan baku yang mahal
inilah yang menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku relatif
besar.
2. Biaya bahan bakar
Merupakan biaya terbesar kedua dalam biaya variabel setelah biaya untuk
bahan baku. Bahan bakar dalam hal ini merupakan bahan bakar yang
digunakan untuk menjalankan mesin dalam proses pemintalan. Bahan bakar
yang digunakan mesin-mesin dalam proses pemintalan yaitu bahan bakar
MFO (Marine Fuel Oil). MFO (Marine Fuel Oil) merupakan residu bahan
bakar minyak solar yang mirip aspalt cair yang berwarna hitam. MFO yang
digunakan dalam proses pemintalan benang sutera relatif banyak sehingga
biaya yang dikeluarkan juga besar.
3. Biaya untuk upah buruh pintal
Buruh pintal ini merupakan tenaga kerja yang bekerja di pabrik pemintalan
benang sutera.
4. Biaya listrik
Besarnya biaya listrik ini dikarenakan penggunaan listrik sangat berperan
dalam seluruh aktivitas dalam pembuatan benang sutera yaitu untuk
menjalankan mesin untuk proses produksi, penerangan di pabrik maupun di
kantor.
5. Biaya makan dan minum pegawai dan pekerja harian pabrik
Biaya makan dan minum pegawai dan pekerja harian pabrik memberi
kontribusi terbesar kelima dalam biaya variabel setelah biaya listrik. Biaya
makan minum merupakan biaya yang dikeluarkan untuk makan dan minum
pegawai dan pekerja harian pabrik selama bekerja pada saat jam kerja di
pabrik karena pada dasarnya pekerjaan di pabrik merupakan pekerjaan yang
berat sehingga membutuhkan tenaga yang lebih besar.
6. Biaya telepon
Biaya telepon ini cukup besar karena kegiatan dari memesan telur untuk
dikembangbiakkan menjadi ulat sutera sampai pemasaran benang sutera
sebelumnya dilakukan melalui telepon terlebih dahulu.
7. Biaya pemeliharaan
Biaya pemeliharaan yang dikeluarkan meliputi biaya pemeliharaan gedung
pabrik, pemeliharaan instalasi listrik dan pemeliharaan mesin boiler. Biaya
pemeliharaan gedung pabrik dikeluarkan untuk pengecatan gedung pabrik
dan perbaikan gedung yang rusak. Biaya pemeliharaan boiler yaitu untuk
memperbaiki mesin boiler yang rusak sedangkan pemeliharaan instalasi
listrik meliputi penggantian lampu dan kabel yang rusak.
8. Biaya administrasi
Biaya administrasi yaitu administrasi pabrik dan kantor, meliputi biaya
pembukuan, pengadaan surat-surat dinas, dan biaya administrasi lainnya.
9. Biaya jamuan tamu
Biaya jamuan tamu merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memberikan
layanan apabila ada tamu yang berkunjung.
10. Biaya pengemas dan penandaan
Biaya untuk membungkus atau mengemas benang ini disebut dengan biaya
pengemas dan penandaan.
11. Biaya untuk upah lembur
Biaya upah lembur relatif kecil karena kegiatan lembur tidak setiap bulan
dilakukan. Upah lembur merupakan upah yang diberikan kepada pekerja
yang bekerja di luar jam kerja selama proses produksi benang sutera.
Kegiatan lembur merupakan kegiatan yang dilakukan pekerja di pabrik
pemintalan benang sutera untuk mengoven kokon sutera yang akan diproses
menjadi benang sutera.
12. Biaya penggandaan
Biaya penggandaan relatif kecil karena hanya dikeluarkan untuk fotocopy
dokumen-dokumen atau surat-surat penting untuk memperlancar kegiatan
industri.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Secara konsepsional sistem agribisnis adalah semua aktivitas mulai dari


pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran produk-
produk yang dihasilkan oleh usahatani dan agroindustri yang saling terkait satu
sama lain.
Usaha persuteraan alam merupakan salah satu kegiatan agribisnis yang
mempunyai rangkaian kegiatan yang cukup panjang mulai dari proses tanam
murbei, pembibitan ulat sutera, pemeliharaan ulat sutera, proses pengolahan
kokon, pemintalan, dan pertenunan. Prospek budidaya ulat sutera dinilai cukup
menjanjikan untuk dikembangkan dan proses dari pengembangan usaha agribisnis
ulat sutera ini sudah sangat baik. Sehingga budidaya ulat sutera memiliki potensi
yang cukup besar untuk dikembangkan dalam kegiatan agribisnis yang ada di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Maulidian, Ayu Nur. 2015. Subsistem lembaga penunjang agribisnis.


https://blog.ub.ac.id/ayunurmaulidian/2015/05/10/sub-sistem-lembaga-
penunjang-agribisnis/ . Diakses pada 26 November 2021.

Pertanian, Materi. 2019. Permasalahan pertanian di Indonesia dan solusinya.


https://dosenpertanian.com/permasalahan-pertanian/ . Diakses pada 25
November 2021.

Risky, Titisari Erry. 2009. Analisis Usaha Industri Benang Sutera di Pengusahaan
Sutera Alam (PSA) Regaloh Kabupaten Pati [skripsi] Surakarta (ID):
Universitas Sebelas Maret.

Sari, Linda Mardia. 2013. Sistem agribisnis usaha persuteraan.


https://agribisnispeternakan.wordpress.com/2013/04/30/sistem-agribisnis-
usaha-persuteraan/ . Diakses pada 25 November 2021.

Anda mungkin juga menyukai