=
A. Kelembagaan sarana produksi, merupakan kelembagaan ekonomi yang
bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi
seperti : BUMN, KUD, dan usaha swasta. Umumnya melakukan usaha dalam
produksi, perdagangan/pemasaran sarana produksi.
- Produsen saprodi, kelembagaan sarana produksi berfungsi sebagai produsen
atau perusahaan yang bergerak dibidang industri pupuk seperti PT Pusri, PT
Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Iskandar
Muda dan PT ASEAN Aceh Fertilizer. Selain dari produsen pupuk, ada pula
perusahaan yang memproduksi pestisida (sebagai formulator) dan produsen
penghasil pupuk alternatif seperti pupuk Pelengkap Cair (PPC), Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT), dan sebagainya. Selain itu terdapat pula kelembagaan yang
bergerak di bidang produksi benih, baik BUMN seperti PT Sang Hyang Seri
dan PT Pertani, maupun perusahaan swasta penghasil benih seperti PT BISI,
PT CArgil, PT Pionir dan sebagainya.
- Distributor/penyalur saprodi, Kelembagaan ekonomi yang bergerak di
bidang distribusi/ penyaluran sarana produksi ini cukup banyak jumlahnya,
baik yang berstatus sebagai perusahaan BUMN maupun swasta dan koperasi /
KUD. Kelembagaan ini tersebar di sentra-sentra produksi tanaman pangan
dan hortikultura di daerah. Di tingkat pedesaan kelembagaan ini berwujud
sebagai kios-kios sarana produksi dan tempat pelayanan koperasi (TPK) yang
berfungsi sebagai pengecer sarana produksi langsung kepada petani selaku
konsumen.
- Asosiasi, Untuk mengkoordinasikan kegiatan baik di bidang produksi
maupun distribusi sarana produksi, biasanya beberapa kelembagaan usaha
membentuk asosiasi. Di bidang produksi ada asosiasi produsen pupuk
Indonesia (APPI) yang meliputi produsen pupuk perusahaan BUMN, sedang
di bidang ekspor/impor ada asosiasi niaga pupuk Indonesia (ANPI) yang
merupakan wadah bagi eksportir/importir pupuk.
=
1. Tidak adanya kekompakan karena sistem dan regulasi yang tidak jelas
antara pemerintah, lembaga dan pelaku pertanian, seperti dimana
kebijakan pemerintah seringkali merugikan pelaku petani
(bertambahnya komoditas impor, subsidi pupuk dikurangi) dan
lembaga yang tidak bisa menjembatani petani dan pedagang karena
adanya monopoli harga yang merugikan petani.
2. Kelembagaan di desa masih belum kuat dan mandiri sehingga petani,
kelompok tani, KUD masih belum seimbang dalam penyelenggaraan
kegiatannya. Serta masalah pada bidang perizinan dalam pertanian
misalnya izin untuk pemakaian traktor oleh petani masih terlalu sulit
dan ketat sehingga petani tidak ingin mengambil risiko dalam
melakukannya.
3. Peningkatan permintaan atas produk- produk agribisnis diluar
kemampuan produksi.
4. Daya dukung SDA yang semakin terbatas dan tuntutan yang makin
kuat terhadap kelestarian SDA.
5. Kurangnya kemajuan pengetahuan tentang pertanian baik pleaku
pertanian atau Lembaga.