Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi Indonesia bertumpu pada bidang pertanian dan


industri namun belum berjalan maksimal. Ini dikarenakan, sistem pertanian di
Indonesia hanya melibatkan beberapa sektor saja, seperti sektor pertanian dan
industri atau sektor yang lainnya. Sistem agribisnis terpadu adalah serangkaian
kegiatan yang melibatkan subsistem input (agroindustri hulu), subsistem output
(agroindustri hilir), subsistem pengolahan (agro-industri), pemasaran hasil dan
subsistem penunjang (Arief, 2017).

Salah satu produk pertanian yang dapat dikembangkan dengan sistem


agribisnis terpadu adalah tanaman jahe. Tanaman jahe merupakan salah satu
tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi yang membuat tanaman
ini berpotensial untuk dikembangkan. Nilai tambah dapat meningkatkan
kesejahteraan mulai dari petani, masyarakat sampai pada pekerja industri, serta
meningkatkan perolehan devisa (Harmono dan Agus Andoko 2005)

Jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman rimpang yang sangat populer


sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang
menggembung di ruas-ruas tengah. Jahe banyak kita jumpai disekitar kita yang
hanya dijadikan sebagai bumbu masak atau penghangat badan. Rasa dominan pedas
disebabkan oleh suatu senyawa keton bernama zingeron. Disamping itu jahe juga
termasuk suku Zingiberaceae (temutemuan) dan merupakan salah satu rempah-
rempah penting, karena dalam dunia industri rimpang jahe dapat digunakan sebagai
bahan baku untuk pembuatan obat-obatan modern, sehingga dapat kita lihat
perkembangan industri herbal medicine and health food di Indonesia dewasa ini
meningkat dengan pesat.

Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) berasal dari Asia Pasifik yang
tersebar dari India sampai China. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut
sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan
minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional (Setiawan, 2015: 17).
Penyebaran tanaman jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) kini
sampai di wilayah tropis dan subtropis, contohnya Indonesia. Jahe merah (Zingiber
officinale var rubrum) disebut juga jahe sunti. Selain itu, banyak nama lain dari jahe
dari berbagai daerah di Indonesia antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing
(Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan
Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya
(Setiawan, 2015: 17).

Komoditas jahe masih menjanjikan peluang besar untuk dikembangkan


terus melalui pengembangan sumber-sumber pertumbuhan seperti optimalisasi
produktivitas lahan usaha, produktivitas tanaman, penekanan kehilangan hasil baik
pra panen maupun pasca panen, peningkatan mutu dan diversifikasi produk serta
perdagangan bahan jadi produk dalam negeri. Saat ini permintaan akan jahe oleh
negara importir terus mengalami peningkatan, akan tetapi permintaan tersebut
belum semuanya dapat dipenuhi mengingat produksi jahe masih terserap untuk
kebutuhan dalam negeri.

Pengembangan sistem agribisnis tanaman obat khususnya jahe merupakan


satu kesatuan dalam upaya kegiatan-kegiatan pertanian mulai dari subsistem
pengadaan masukan sarana produksi, budidaya, pengolahan, pemasaran dan
subsistem kelembagaan pendukung. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan optimal
secara kualitas, kuantitas dan kontinyuitasnya, maka diperlukan pengembangan
agribisnis yang baik.
PEMBAHASAN

1. Sistem Agribisnis Terpadu Jahe Merah

Seperti yang sudah dijelaskan diawal, bahwa sistem agribisnis terpadu


adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan subsistem input (agroindustri hulu),
subsistem output (agroindustri hilir), subsistem pengolahan (agro-industri),
pemasaran hasil dan subsistem penunjang.

Berikut merupakan bagan sistem agribisnis terpadu komiditi jahe merah

Jahe Merah

Bibit Rimpang Jahe Limbah

Minuman Jahe Bubuk Jahe Segar Pakan Ternak

Jahe Kering Obat Kompos

2. Kelembagaan dan Pemasaran Komoditas Jahe Merah

Kelembagaan dapat berupa kelembagaan pemerintah maupun non


pemerintah, tergantung dari segi kepentingannya. Kelembagaan sangat penting
bukan saja dilihat dari segi ekonomi pertanian secara keseluruhan tetapi juga dari
segi ekonomi pedesaan (Soekartawi, 1993)

Menurut Soekartawi (1993), dalam unit ekonomi yang terkecil atau yang
sering dikenal dengan istilah Wilayah Unit Desa (WILUD), dilengkapi dengan
kelembagaan yang dapat melayani petani yaitu :

a. Adanya lembaga Bank.


Kelembagaan keuangan seperti bank akan sangat besar manfaatnya bagi
petani untuk memperoleh kredit, disamping juga sebagai tempat
menabung.
b. Adanya lembaga penyuluhan.
Kelembagaan penyuluhan ini dilengkapi dengan petugas yang lebih
dikenal dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
c. Adanya lembaga penyaluran sarana produksi.
Seperti diketahui bahwa penyaluran faktor produksi seperti bibit, pupuk
dan obat-obatan yang dilaksanakan oleh penyalur hanya sampai di
KUD.
d. Adanya lembaga yang mampu membeli hasil pertanian yang diproduksi
petani

Menurut Hanafie (2010), pemasaran (tata niaga = distribusi = marketing)


merupakan kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan
barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran diartikan sebagai proses
sosial dan manajerial yang dalam hal ini individu atau kelompok mendapatkan
kebutuhan dan keinginannya dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan
produk yang bernilai satu sama lain.

Proses pemasaran adalah mengidentifikasi kebutuhan pelanggan,


mengembangkan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan, menetapkan
program promosi dan kebijakan harga, serta menerapkan sistem distribusi untuk
menyampaikan barang dan jasa kepada pelanggan atau konsumen.

Menurut Kotler (2005), saluran pemasaran adalah serangkaian kegiatan


organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan
suatu produk dan jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran
pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen.
Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, pemilikan yang memisahkan barang
dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Terdapat
empat macam saluran pemasaran yaitu :

1. Saluran pemasaran nol-tingkat (saluran pemasaran langsung)


merupakan saluran yang terdiri dari satu perusahaan yang menjual
langsung ke pelanggan akhir.
2. Saluran pemasaran satu-tingkat merupakan saluran yang berisi satu
perantara penjualan.
3. Saluran pemasaran dua-tingkat merupakan saluran yang berisi dua
perantara dalam pasar konsumsi yaitu pedagang besar dan pengecer.
4. Saluran pemasaran tiga-tingkat merupakan saluran pemasaran yang
terdiri dari tiga perantara.

Jahe merah di pasarkan ke berbagai sektor, baik pasar tradisional untuk


keperluan rumah tangga, ke petani jahe yang digunakan kembali untuk bibit, ke
industri pengolahan jahe dan pasar ekspor. Pemasaran jahe di dalam negeri, melalui
saluran tataniaga yang cukup panjang. Untuk sampai ke konsumen, harus melalui
tiga tahap pedagang yaitu pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul
tingkat kecamatan/kabupaten, dan pedagang pasar.

Hal tersebut menyebabkan kesenjangan harga jual petani dan pedagang


eceran yang cukup tinggi karena biaya tataniaga yang cukup besar dan kehilangan
hasil selama proses pemasaran. Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab
berpindahnya sentra produksi jahe dari pulau Sumatera ke Pulau Jawa karena
konsumen jahe terbesar adalah untuk industri jamu dan pelabuhan ekspor terbesar
ada di pulau Jawa.

Gambar 1. Saluran pemasaran jahe dalam negeri


Pengembangan sistem agribisnis terpadu jahe merah ini dapat dilakukan
dengan mengembangkan kelembagaan pertanian. Seperti koperasi, bagi petani
sangat penting terutama dalam peningkatan produksi dan kesejahteraan petani,
dimana:

(1) Melalui koperasi petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka baik
dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan input produksi
yang dibutuhkan. Posisi rebut tawar (bargaining power) ini bahkan dapat
berkembang menjadi kekuatan penyeimbang (countervailing power) dari
berbagai ketidakadilan pasar yang dihadapi para petani.
(2) Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya keadilan, koperasi
dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya. Pada
sisi lain koperasi dapat memberikan akses kepada anggotanya terahadap
berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar.
(3) Dengan bergabung dalam koperasi, para petani dapat lebih mudah
melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan paska panen
sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Pada gilirannya hal ini
akan memperbaiki efisiensi pemasaran yang memberikan manfaat bagi
kedua belah pihak, dan bahkan kepada masyarakat umum maupun
perekonomian nasional.
(4) Dengan penyatuan sumberdaya para petani dalam sebuah koperasi, para
petani lebih mudah dalam menangani risiko yang melekat pada produksi
pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas kualitas produksi dan
sebaran daerah produksi.
(5) Dalam wadah organisasi koperasi, para petani lebih mudah berinteraksi
secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan
kualitas SDM mereka.
PENUTUP

Seperti yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa komoditas


jahe merah dapat dikembangkan dengan sistem agribisnis terpadu. Jahe merah
dapat dikembangkan mulai dari hulu hingga ke hilir. Dengan mengefektifkan
kelembagaan agribisnis jahe merah sehingga hal ini dapat membantu petani seperti
pembentukan koperasi yang khusus menyediakan dana dan menerima hasil panen
petani jahe merah sehingga petani mendapatkan harga pasar yang pasti. Dengan
adanya koperasi ini petani juga dapat lebih mudah menyalurkan hasil panen mereka
yang sebelumnya menggunakan jasa tengkulak dengan harga yang dibawah harga
pasar. Selain itu, melalui koperasi ini, para petani juga diajarkan bagaimana
mengolah hasil panen jahe merah sehingga bisa mendatangkan nilai tambah bagi
para petani tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, M., Suamba, & Artini. (2017). Nilai Tambah Produk Olahan Jahe Merah
pada UD. Vision Bali Herbal Indonesia, Denpasar. E-Journal Agribisnis
dan Agrowisata, VI, 280-290.
Eddi, Supriono. (2012). Makalah Kelembagaan Dan Koperasi Strategi
Kelembagaan Koperasi Agribisnis Dalam Memberdayakan Petani Pesisir.
Universitas Borneo Tarakan.
Nartopo, S. A. (2009). Analisis Pengembangan Agribisnis Jahe (Zingiber
officinale) di Desa Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Retrieved
Februari 18, 2018, from
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/9605/MjI0NDY=/Analisis-
pengembangan-agribisnis-jahe-Zingiber-officinale-di-desa-Ngargoyoso-
kabupaten-Karanganyar-abstrak.pdf
Pribadi, E. R. (2007). Usahatani dan Pemasaran Jahe. Retrieved Februari 18, 2018,
from
https://www.academia.edu/attachments/37075318/download_file?st=MTU
xODk3OTI3NSwzNi44NC42NS4xODcsMTQ0OTI4Mzc%3D&s=swp-
toolbar&ct=MTUxODk3OTI3OCwxNTE4OTc5MzA5LDE0NDkyODM3
Wahyuni, S. (2007). Pengembangan Agribisnis Ditinjau Dari Kelembagaan. Media
Agro, III, 9-20.

Anda mungkin juga menyukai