Anda di halaman 1dari 10

“SISTEM AGRIBISNIS PETERNAKAN”

1. Pendahuluan

Sektor agribisnis merupakan sektor yang cukup potensial dan telah membuktikan
dirinya sebagai salah satu sektor yang mampu bertahan serta tumbuh selama krisis
yang melanda Indonesia. Pada dasarnya, Indonesia mempunyai potensi yang sangat
besar di bidang agribisnis, terbukti dari ketersediaan sumberdaya alamnya yang
berlimpah, lokasi wilayah Indonesia yang strategis di pasar dunia, serta masih terbuka
luasnya prospek pasar agribisnis, baik ditingkat nasional maupun internasional.
Agribisnis peternakan di Indonesia mempunyai potensi yang baik dimana konstribusi
sub sektor peternakan terhadap sektor pertanian dan produk domestik bruto pada
tahun 2001 masing-masing adalah 11% dan 1,9%.

Komoditi peternakan dikenal sebagai komoditas yang memiliki banyak manfaat.


Produk utama ternak (daging, susu dan telur) merupakan sumber bahan pangan yang
bergizi tinggi. Salah satu tantangan besar yang di- harapkan sektor peternakan saat ini
adalah laju kosumsi protein hewani asal ternak yaitu 2,89 gram / kapita / hari.
(berasal dari konsumsi 2,45 kg daging, 0,82 kg telur dan 0,47 kg susu) dibandingkan
dengan tingkat konsumsi di negara maju seperti Singapura, Jepang dan AS masing-
masing 22,69;53,50 dan 73 gram / ka- pita / hari .

Dalam rangka memacu pertumbuhan produksi peternakan nasional, seharusnya


pertanian harus lebih difokuskan kepada usaha peternakan rakyat dan ternak lokal.
Pada umumnya ternak-ternak yang dipelihara pada usaha peternakan raktyat adalah
ternak- ternak lokal. Ternak lokal merupakan sumber daya ternak yang sudah lama
dipelihara peternak pedesaan dan berperan dalam mendukung ekonomi rumah tangga
peternak. Oleh karena itu usaha peternakan rakyat yang seharusnya menjadi basis
pengembangan peternakan nasional.

2. Arti dan Ruang Lingkup Agribisnis Peternakan


Agribisnis peternakan mencakup semua kegiatan yang dimulai dengan pengadaan
dan penyaluran sarana produksi, produksi usaha tani / ternak dan pemasaran produk
usaha tani / ternak atau hasil olahannya. Kegiatan ini mempunyai hubungan yang erat
sehingga gangguan pada salah satu kegiatan akan ber- pengaruh terhadap kelancaran
seluruh kegiatan dalam bisnis. Agribisnis peternakan di atas tampak pada Gambar 1.
2.1 Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi
Sarana produksi peternakan antara lain, benih bibit makanan
ternak, pupuk, obat pemberantas hama dan penyakit, kredit, bahan
bakar. Pelaku kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah
perorangan, perusahaan swasta, lembaga pemerintah, koperasi.

Gambar 1 . Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya

2.2 Usaha Tani/Ternak


Usaha tani / ternak menghasilkan pupuk- pupuk pertanian berupa bahan
pangan, hasil perkebunan, buah-buahan, bunga, tanaman hias, hasil ternak,
hewan, dan ikan. Pelaku- pelaku kegiatannya yaitu produsen-produsen yang
terdiri dari petani, peternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias.
2.3 Sistem Agribisnis Peternakan
1. Sistem
Sistem merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling
berkaitan sehingga membentulk suatu totalitas. Contoh: didalam
tubuh ternak terdapat organ-organ tubuh antara lain hati, jantung,
paru-paru, otak dan usus.
2. Agribisnis Peternakan
Agribisnis peternakan merupakan semua kegiatan peternakan yang
dimulai dari subsistem penyediaan sarana produksi ternak, proses
produksi (budidaya) ternak, penanganan pasca panen, pengolahan
dan subsistem pemasaran.
3. Sistem Agribisnis Peternakan
Sistem agribisnis peternakan merupakan keterkaitan yang saling
mendukung dan tidak boleh terpotong antara kegiatan subsistem
agribisnis satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk suatu
totalitas.
2.4 Subsistem Agribisnis Peternakan
Saragih (1998) mengemukakan bahwa sistem agribisnis terdiri atas
empat subsistem, yaitu: (a) subsistem agribisnis hulu atau downstream
agribusiness, (b) subsistem agribisnis usahatani atau on-farm
agribusiness, (c) subsistem agribisnis hilir atau upstream agribusiness,
dan (d) subsistem jasa layanan pendukung agribisnis atau supporting
institution.
1. Subsistem Agribisnis Hulu (Downstream Agribusiness)
Subsistem agribisnis hulu menyangkut kegiatan pengadaan
dan penyaluran sarana produksi ternak yang pada prinsipnya
mencakup kegiatan: perenacanaan dan pengelolaan dari sarana
produksi ternak, teknologi, sumber daya, agar penyediaan sarana
produksi ternak memenuhi kriteria-kriteria berikut:
a.         Tepat waktu
b.        Tepat jumlah
c.         Tepat jenis
d.        Tepat mutu
e.         Tepat produk
f.         Terjangkau oleh daya beli
2. Subsistem Usahatani Ternak (on-farm agribusiness)
Subsistem usahatani ternak mencakup kegiatan pembinaan
dan pengembangan usahatani ternak dalam rangka meningkatkan
produksi utama ternak. Kegiatan-kegiatan subsistem usahatani
ternak, meliputi:
a.         Pemilihan lokasi usaha tani ternak
b.        Penentuan komoditi ternak
c.         Teknologi usaha tani yang di terapkan
d.        Pola usahatani yang ideal
Pelaksanaan usahatani ternak hendaknya di tekankan pada
usahatani yang intensif dan berkesinambungan, artinya
meningkatkan produktifitas ternak dengan cara intensifikasi
dengan tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya
alam dan lingkungan. Usaha ternak yang dipilih hendaknya juga
usahatani ternak komersial artinya produk utama yang akan
dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam
artian ekonomi terbuka dan bukan untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi konsumsi dalam artian ekonomi tertutup.
3. Subsistem Agribisnis Hilir (Upstream Agribusiness)
Subsistem agribisnis hilir terdiri atas dua macam kegiatan,
yaitu pengolahan komoditas primer dan pemasaran komoditas
primer atau produk olahan. Kegiatan pengolahan komoditas primer
adalah memproduksi produk olahan baik produk setengah jadi
maupun barang jadi yang siap dikonsumsi konsumen dengan
menggunakan bahan baku komoditas primer. Kegiatan ini sering
juga disebut agroindustri. Contoh kegiatan pengolahan komoditas
primer yang menghasilkan produk antara adalah pabrik pakan,
industri pengolahan daging dan susu. Kegiatan pemasaran
berlangsung mulai dari pengumpulan komoditas primer sampai
pengeceran kepada konsumen.
4. Subsistem Jasa Layanan Pendukung Agribisnis (Supporting
Institution)
Subsistem jasa layanan pendukung atau kelembagaan
penunjang agribisnis adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi
mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan ketiga
subsistem agribisnis yang lain.Subsistem jasa penununjang
agribisnis keberadaannya juga sangat diperlukan bagi
pengembangan usahatani ternak. Misalnya lembaga keuangan,
pengembangan institusi sumber daya manusia, pengembangan
organisasi ekonomi petani peternak dan pengembangan fungsi
penelitian.Hal ini diperlukan karena keberadaan lembaga-lembaga
tersebut untuk melaksanakan fungsi secara total dan proporsional
bagi bagi kepentingan petani peternak untuk menuju penerapan
sistem agribisnis.
Berdasarkan pandangan di atas bahwa agribisnis sebagai
suatu sistem dapat terlihat dengan jelas bahwa subsistem-subsistem
tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan
yang lain. Subsistem agribisnis hulu membutuhkan umpan balik
dari subsistem usahatani agar dapat memproduksi sarana produksi
yang sesuai dengan kebutuhan budidaya peternakan. Sebaliknya,
keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usahatani bergantung
pada sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis
hilir. Selanjutnya, proses produksi agribisnis hilir bergantung pada
pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh subsistem
usahatani.
2.5 Pembangunan Sistem Agribisnis Peternakan
Peternakan modern adalah usaha peternakan yang memanfaatkan
IPTEK secara intensif untuk mencapai efisiensi usaha yang lebih
tinggi. Untuk itu pembangunan peternakan harus dilaksanakan secara
konsisten dengan upaya membangun sistem dan usaha agribisnis.
Pembangunan sistem agribisnis peternakan merupakan suatu
pendekatan yang melihat pembangunan peternakan sebagai suatu
rangkaian subsistem yang saling terkait dari hulu, budidaya sampai ke
hilir serta subsistem penunjang lainnya. Sedangkan usaha agribisnis
merupakan suatu prasyarat agar aktivitas peternakan dapat
memberikan nilai tambah ekonomis yang optimal kepada para
pelakunya.
Pendekatan sistem dan usaha agribinis peternakan harus menjadi
fokus dalam reorientasi pembangunan peternakan ke depan.
Pembangunan peternakan yang hanya tertuju pada subsistem budidaya
akan menghasilkan proses pemiskinan peternak. Fakta yang ada saat
ini, peternak rakyat sebagai tulang punggung pembangunan peternakan
umumnya hanya mampu menguasai subsistem agribisnis budidaya.
Padahal nilai tambah yang terbesar berada pada subsistem agribisnis
hulu dan pada subsistem agribisnis hilir. Kondisi inilah yang
menjadikan budidaya ternak menjadi usaha yang kurang menarik,
sehingga melahirkan “bottle neck” yang memperlambat laju
pertumbuhan agribinis peternakan secara keseluruhannya.
Agar peternak memiliki akses ke dalam setiap sub sistem, maka
peternak harus mempunyai posisi tawar yang tinggi terhadap subsistem
agribisnis hulu dan hilir. Penguatan posisi tawar inilah yang
merupakan tantangan berat yang harus kita hadapi dewasa ini
mengingat berbagai keterbatasan peternak yang ada baik dalam hal
pendidikan, wawasan dan terutama tradisi yang sudah mendarah
daging di dalam dirinya. Upaya pembinaan sulit dilakukan akibat
lokasi yang terpencar-pencar. Oleh karena itu kata kunci untuk
meningkatkan posisi tawar peternak sekaligus menghilangkan “bottle
neck” arus pembangunan agribisnis peternakan adalah
memberdayakan SDM peternakan terdidik untuk membangun jejaring,
baik antar sub sistem maupun dengan kelembagaan penunjang lainnya.
Menghadapi era perdagangan bebas maka efisiensi akan menjadi
tolok ukur keberlangsungan suatu usaha. Efisiensi akan dapat dicapai
apabila di dalam sistem agribisnis peternakan terbuka peluang
ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternak melalui terciptanya
usaha-usaha mulai dari subsistem hulu hulu sampai hilir. Pada segmen
hulu diharapkan dapat tercipta bisnis pakan, bibit, obat, peralatan
mesin serta pengelola permodalan. Pada segmen budi daya
berkembang SDM yang mengelola bisnis penggemukan, kompos, jasa
IB/ET dan jasa pelayanan kesehatan hewan. Pada segmen hilir tumbuh
jasa pengolahan, RPH, uji mutu dan sertifikasi. Demikian pula di
segmen pemasaran tumbuh SDM yang mengelola bisnis distribusi,
transportasi, usaha retail dan promosi.
Penerapan teknologi tepat guna akan menjadi keharusan. Selain itu
para peternak juga harus mampu mengorganisir diri mereka dalam
organisasi yang memiliki daya tekan (pressure power). Peternak
tradisional yang masih terus bergelut dengan aktivitas peternakan
sambilan tentu sulit diharapkan untuk mampu menerapkan teknologi
yang berdaya saing internasional sekaligus membangun posisi
tawarnya. Oleh karena itu sudah seharusnya usaha peternakan kedepan
lebih terbuka bagi peternak rakyat terdidik yang memiliki bekal ilmu
dan wawasan memadai.
2.6 Pemasaran
Adapun rangkaian kegiatan yang dilakukan disini yaitu mulai dari
pengumpulan produk, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari
produk yang dihasilkan usaha tani didistribusikan langsung ke konsumen,
dan sebagian mengalami pengolahan lebih dulu lalu didistribusikan ke
konsumen. Pelaku- pelaku dalam kegiatan disini yaitu pengumpul produk,
pengolah produk, pedagang, penyalur ke konsumen pembuat peti dan kaleng
pembungkus produk olahan.
3. Aspek-aspek Agribisnis yang memerlukan Manajemen
Dalam usaha Agribisnis memerlukan manajemen yang baik untuk
penyelenggaraannya harus diperhatikan yaitu pemasaran dimana akan
menentukan wajah atau citra usaha Agribisnis/perusahaan dalam menentukan
kelangsungan usaha bisnis perusahaannya tersebut untuk masa selanjutnya.
3.1 Perencanaan ( Planning )
Fungsinya perencanaan yaitu mencakup kegiatan yang berhubungan
dengan masa yang akan datang. Perencanaan terdapat di setiap sub sistem
Agribisnis.
3.2 Pengorganisasian ( Organizing )
Fungsi pengorganisasian ini yaitu penyusunan struktur organisasi bisnis/
perusahaan, penetapan personalia dan penetapan tugas serta wewenang
masing-masing kelompok menurut tata organisasi yang baik.Dengan
demikian bahwa pengorga-nisasian merupakan alat yang terpenting untuk
mencapai tujuan usaha bisnis/perusahaan.
3.3 Penggerakan ( Directing )
Fungsi penggerakan ini adalah untuk mendorong, motivasi dan
merangsang gairah kerja diantara anggota kelompok sehingga mereka dapat
terpanggil untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
3.4 Pengawasan
Fungsi pengawasan yaitu meliputi kegiatan evaluasi dan koreksi, apakah
rencana dan proses kerja yang sedang dilakukan selaras dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Apakah terdapat hasil yang menyimpang dan
makin jauh dari sasaran yang telah ditargetkan maka segera dilakukan
tindakan koreksi bim-bingan dan pembinaan.
4. Manajemen Produksi
Produksi adalah seperangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam
penciptaan produk atau jasa. Dengan pengertian ini manajemen produksi
mencakup dalam pengambilan keputusan sebagai langkah untuk persiapan
produksi dan untuk proses produksi yang sedang dilakukan.
Manajemen produksi ini memerlukan perencanaan, antara lain yang harus
diperhatikan adalah :
1. Perencanaan produk peternakan, yang da- pat menghasilkan produk-
produk seperti yang berikut ini : (1)Ternak itik itu sendiri (ternak untuk
bibit, ternak untuk ternak hias, untuk itik misalnya ternak muda, ternak
siap potong / jual). (2) Daging diperoleh dari ternak besar serta kecil,
unggas dan ternak tua, produk yang dipakai untuk pengawetan daging
seperti, dendeng, abon.(3) Telur, diperoleh dari ayam ras petelur, ayam
buras, itik. (4) Susu (produk dari sapi perah), termasuk produk olahannya
seperti mentega, keju, produksi susu dari kerbau perah, kambing perah.
(5) Beberapa hasil ikutan / sampingan dari peternakan seperti kulit,
tulang, paruh, tanduk, bulu dan hasil pengo-lahannya seperti kulit samak,
tepung tulang.dan (6) Madu dan sarang wallet. Untuk mendapatkan
produk-produk di atas, maka harus mengusahakan bidang usaha
peternakan yang meliputi pembibitan, pengembangbiakan,
penggemukan, pengolahan dan pemasaran hasil dan produsen
peternakan.
2. Perencanaan lokasi peternakan
Secara teknis pemilihan lokasi menjadi bahan pertimbangan seorang
pimpinan agribisnis. Sumber bahan mentah/persediaan tersedianya
tenaga kerja, lokasi pasar, dan perangsang khusus yang tersedia di suatu
tempat hendaknya (1) sesuai dengan lokasi yang ditentukan oleh
pemerintah daerah setempat, (2). lokasi sosial dan masyarakat setempat
tidak bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum, (2) tidak
terletak dipusat kota, lokasi peternakan hendaknya lebih tinggi dari
daerah sekitarnya, (3) untuk ke- lancaran proses produksi maka lokasinya
sebaiknya berdekatan dengan produsen/ pabrik pakan ternak, (4)
memiliki tanah yang subur untuk tumbuhnya hijauan pakan ternak, (5)
dekat dengan pasar/konsumen dan berdekatan dengan sentral produksi
komoditi peternakan/sentral populasi ternak, dan (6) sesuai dengan
wilayah pengembangan usaha peternakan, wilayah penyebaran industri
komoditi peternakan dan wilayah pengembangan export komoditi
peternakan
3. Perencanaan standar mutu produk peternakan
Adanya perencanaan standar mutu produk peternakan ini adalah untuk
menyajikan produk dengan mutu yang sebaik mungkin/memenuhu syarat
minimal selera atau kemauan konsumen/-pasar, dan strategi untuk tidak
ketinggalan oleh konsumen/pasar, memper- mudah pemilihan bahan-
bahan yang diperlukan untuk produksi, pengendalian atau pengawasan
atas mutu produk yang harus dilakukan.
5. Penutup
Pengembangan agribisnis peternakan di Indonesia dapat memberikan
harapan yang baik, karena keberhasilan dalam kegiatan pembangunan peternakan
khususnya peningkatan produksi. Seperti kita ketahui alam tropis Indonesia
menyediakan sumber daya yang bervariasi dan tersebar di seluruh kepulauan
dengan jumlah penduduk yang sangat besar, khususnya petani.
Dalam pengembangan-pengembangan agribisnis peternakan ini
sebaiknya dijalin keterkaitan yang menyeluruh supaya dapat mencapai sasaran
pembangunan yang direncanakan yaitu peningkatan produksi, peningkatan
pendapatan, kesempatan kerja, pemerataan pembangunan dan peningkatan
ekspor. Namun demikian perlu ditunjang juga oleh modal, teknologi,
keterampilan pasca panen dan pemasaran.
DAFTAR PUSTAKA

Cook, M.L dan M.E. Bredahl (2000) Agribusiness Competiveness in the 1990,
Discussion, American Journal of Agricultural Economics 73 (5) 1472-1473.
Ditjen Peternakan. (1999), Kebijaksanaan Operasional Pembangunan Peter- nakan.
Jakarta.
Mc. Gregor, M.J (2000), A System View of Agribusiness, Journal Agri-business (1 dan
2), 1-8.
Rahardi.F., Iman satyawibawa, Rina Gunawan (2000). Agribisnis Peternakan, Penebar
swadaya , Jakarta.
Saragih, B (2001), Tantangan dan Strategi Pengembangan Agribisnis Indonesia, Journal
Agribisnis 1 (1 dan 2) 16-20.
Soekartawi. (1995). Pengantar agribisnis, Rajawali Press. Cetakan III, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai