SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS STATUS KEBERLANJUTAN PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT RAKYAT PROVINSI JAMBI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Amzul Rifin, SP, M.A
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis berjudul “Analisis Status
Keberlanjutan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Provinsi Jambi” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi
Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak akan tersusun tanpa bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku ketua komisi
pembimbing atas waktu, pemikiran, dan arahan dalam memberikan
bimbingan, perhatian dan kesabaran dalam penyusunan tesis ini. Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Bayu Krisnamurthi, MS
selaku anggota komisi pembimbing atas waktu, pemikiran, dan arahan dalam
memberikan bimbingan, dan dukungan dalam penulisan tesis ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr Amzul Rifin, SP, M.A sebagai penguji
utama, Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen evaluator kolokium, serta
seluruh dosen pengajar di program studi agribisnis IPB. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak terkait pada penelitian di lapangan
yakni Bapak Panca Pria selaku kepala bidang pengembangan dan penyuluhan
Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Bapak Zainal selaku personalia PT XYZ di
Kecamatan Sungai Gelam, Ibu Baya Zulhakim selaku pimpinan LSM Setara,
seluruh pengurus Gapoktan Tanjung Sehati, Koperasi Berkah Sejahtera
Kecamatan Kumpeh Ulu, dan seluruh petani responden yang telah
meluangkan waktu, tempat, dan tenaga dalam proses pencarian data pada
penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di
program studi agrbisnis IPB angkatan 2017/MSA 8 khususnya sahabat our
adventure yang telah menjadi teman berdiskiusi selama perkuliahan dan
penulisan tesis. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua atas doa, tenaga, dan materi yang diberikan kepada penulis selama
menjalani proses perkuliahan hingga penelitian. Semoga Allah senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah kepada kita agar selalu menjadi manusia
yang bertaqwa.
DAFTAR ISI Y
DAFTAR TABEL YL
DAFTAR GAMBAR YLL
DAFTAR LAMPIRAN YLL
1. PENDAHULUAN 1
LatarBelakang 1
RumusanMasalah
Tujuan
Manfaat
RuangLingkupPenelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Keberlanjutan Kelapa Sawit
Indeks Keberlanjutan Pada Beberapa Sektor
RAP dan MDS Mengukur Keberlanjutan 10
3. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Keberlanjutan
Indikator Pertnian Berkelanjutan 1
Analisis Keberlanjutan 1
Kerangka Pemikiran Operasional 1
4 METODE PENELITIAN 1
Lokasi dan Waktu Penelitian 1
Jenis dan Sumber Data 1
Metode Penentuan Responden 1
Metode Analisis Data 1
DAFTAR TABEL
1 Pemilihan indikator keberlanjutan pertanian dengan mempertimbangkan 13
karakteristik spasial, temporal dan tiga aspek keberlanjutan di negara
berkembang
2 Sampel petani perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Jambi 20
3 Kategori dan nilai indeks serta status keberlanjutan 24
4 Produk Domestik Rrgional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan Provinsi 25
Jambi Tahun 2014-2018
5 Luas areal, produksi, dan kabupaten sentra tanaman perkebunan Provinsi 27
Jambi 2018
6 Luas areal produksi dan rata-rata harga kelapa sawit Provinsi Jambi 29
menurut kabupaten Tahun 2017
7 Jumlah dan kapasitas pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) Provinsi Jambi 30
2017
8 Karakteristik petani sampel perkebunan kelapa sawit Provinsi Jambi 32
9 Parameter statistik (goodness of fit) dari analisis indeks dan status 33
keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat
10 Profil usahatani perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Jambi 49
11 Indeks keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Jambi 50
12 Nilai keberlanjutan dan parameter statistic MDS perkebunan kelapa sawit 51
rakyat tersertifikasi
13 Hasil analisis leverage pada daerah tersertifikasi 52
14 Nilai keberlanjutan dan parameter statistic MDS perkebunan kelapa sawit 53
rakyat non-sertifikasi
15 Nilai keberlanjutan dan parameter statistic MDS non-sertifikasi non-mitra 54
16 Nilai keberlanjutan dan parameter statistic MDS non-sertifikasi mitra 57
17 Hasil analisis leverage perkebunan kelapa sawit non-sertifikasi mitra 57
DAFTAR GAMBAR
1 Luas perkebunan kelapa sawit provinsi jambi berdasarkan penguasaan 1
2 Model pembangunan berkelanjutan, champbell 10
3 Indikator operasional untuk mengukur keberlanjutan pertanian di negara 12
berkembang
4 Kerangka pemikiran keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat 17
5 Tahapan analisis RAPPO 20
6 Diagram layang analisis keberlanjutan 22
7 Luas daerah menurut kabupaten Provinsi Jambi 23
9 Pola distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Jambi 28
10 Indeks keberlanjutan multidimensi perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi 32
Jambi
11 Diagram layang indeks keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat 33
12 Indeks keberlanjutan dan indikator kunci dimensi ekonomi 35
13 Indeks keberlanjutan dan atribut senstif dimensi sosial 38
14 Indeks keberlanjutan dan indikator kunci dimensi lingkungan 40
15 Indeks keberlanjutan dan indikator kunci dimensi kelembagaan 43
16 Indeks keberlanjutan dan indikator kunci dimensi teknologi 45
DAFTAR LAMPIRAN
1 Atribut, Skor Keberlanjutan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Provinsi Jambi 58
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
700000
600000
500000
Hektar
400000
300000
200000
100000
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
PBN PBS PR
Perumusan Masalah
Pola perkebunan kelapa sawit rakyat dimulai dengan program Pola Inti
Rakyat (PIR) yang dimulai pada tahun 1960-an pada awal perkembangan dibuat
oleh pemerintah dalam upaya pengembangan kawasan ekonomi baru. Pola ini
didasari oleh agenda transmigrasi masyarakat Pulau Jawa ke Provinsi Jambi dan
kelapa sawit menjadi komoditas utama yang diusahakan masyarakat
transmigrasisebagai petani dan perusahaan sebagai pihak pembina dan
penampung hasil produksi melalui skema kerja sama kemitraan. Perkembangan
daerah transmigrasi cukup pesat akibat multiplier effect yang diciptakan kelapa
sawit mampu meningkatkan pusat-pusat perekonomian baru dan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Hal ini menarik perhatian masyarakat lokal dan
pendatang non-trans memanfaatkan lahan pertanian mereka untuk perkebunan
kelapa sawit menjadi petani perkebunan kelapa sawit rakyat (swadaya) non-mitra.
Pemerintah menyadari manfaat yang diterima masyarakat dari pengembangan
perkebunan kelapa sawit antara lain mmenciptakan lapangan kerja baru menjadi
sumber pendapatan utama rumahtangga dan menciptakan devisa (Nediasari 2017
dan Lifi 2017).
Perkebunan kelapa sawit rakyat merupakan bagian dari rantai pasok
agribisnis kelapa sawit. Adanya tekanan dari pasar internasional atas penerapan
RSPO menyebabkan perusahaan-perusahaan kelapa sawit harus mendapatkan
bahan baku dari kebun yang telah tersertifikasi keberlanjutan (Darmawan 2015).
Kondisi ini menjadi pendorong pemerintah dan lembaga keberlanjutan RSPO
untuk menerapkan keberlanjutan pada perkebunan kelapa sawit rakyat. Posisi
petani kelapa sawit rakyat sangat lemah menghadapi perubahan pasar
internasional. Berbagai tantangan dan keterbatasan yangn dihadapi petani
menyebabkan rendahnya akses petani untuk menjadi rantai pasok pasar global.
Keterbatasan karakter kemampuan sumber daya dan akses ke sumber daya pada
petani sangat bervariasi sehingga menyulitkan koordinasi petani dalam satu
kelompok terintegrasi dan sistem produksi dan manajemen yang baik.
4
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Permana (1996) dalam (Fauzi 2004) setidaknya ada tiga alasan
utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan.Pertama menyangkut
alasan moral. Generasi kini yang menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari
sumberdaya alam dan lingkungan memiliki kewajiban moral untuk menyisakan
layanan sumberdaya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral
tersebut mencakup tidak mengkestraksi sumberdaya alam yang merusak
lingkungan sehingga menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk
menikmati layanan yang sama. Kedua menyangkut alasan ekologi.
Keanekaragaman hayati misalnya memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi
sehingga aktivitas ekonomi semestinya tidak diarahkan pada hal yang mengancam
fungsi ekologi tersebut. Ketiga menyangkut alasan ekonomi. Alasan dari sisi
ekonomi memang masih menjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah
aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria berkelanjutan.
Dimensi ekonomi keberlanjutan sendiri cukup kompleks sehingga sering aspek
keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan
antar generasi.
Wacana pembangunan berkelanjutan bukan merupakan isu baru jika
menelaah siklus investasi produksi dan konsumsi yang berlangsung dan dilakukan
dalam skala besar maka akan menimbulkan pertanyaan bagi keberlangsungan
alam dan kehidupan manusia. Sebagai negara berkembang yang memiliki
kekayaan biodiversiti Indonesia layak dikatakan negara yang mampu menjamin
pembangunan keberlanjutan bagi masyarakatnya Ngoyo (2015).
Saragih (2017) melakukan penelitian tentang ketelusuran kelapa sawit
berkelanjutan dengan hasil bahwa keberlanjutan kelapa sawit dipengaruhi dua
sektor yakni kebun dan pabrik. Kegiatan yang harus diperhatikan untuk
menghasilkan minyak sawit berkelanjutan adalah dokumen penguasaan lahan
(HGU) AMDAL SEIA analisa HCV Land Use Change Analysis GHG assesment
dan proses FPIC. Pada kegiatan pemeliharaan hal-hal yang harus diperhatikan
adalah ketersediaan peta luas lahan legal adat pakai pengolahan tanah gambut dan
tata air serta lindungan badan air sempa dan sungai.
6
sehingga hal itu dapat menyebabkan adopsi teknologi oleh petani tidak optimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk gabungan
setiap dimensi sebesar 41.96 persen dan dimensi teknologi memiliki nilai indeks
terendah sebesar 10.46 persen.
Penggambaran indeks dan aspek keberlanjutan berdasarkan bebrapa
dimensi yang digunakan dalam penelitian terdahulu di beberapa sektor seperti
penelitian yang dilakukan Closs et al. (2011) yang menggambarkan inisiatif
keberlanjutan pada beberapa kategori untuk menggambarkan konsep
keberlanjutan pada sebuah perusahaan diukur melalui empat dimensi yaitu
lingkungan etika pendidikan dan ekonomi. Persada et al. (2014) melakukan
penelitian mengenai model kebijakan dan pembangunan infrastruktut
berkelanjutan dengan meninjau pada ketiga aspek utama yaiutu aspek ekonomi
sosial dan lingkungan kemudian ditambah dengan aspek teknologi dan
pemerintahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai indeks secara
keseluruhan akan kesinambungan infrastruktur bandarlampung ddianggap kurang
berkelanjutan dengan skor 38.05 persen dan perlu ditingkatkan untuk mencapai
pembangunan infrastruktut yang berkelanjutan.
Pada penelitian Ali (2015) penelitian status keberlanjutan ikan tangkap di
Kabupaten Bone menggunakan rapfish menggunakan lima atribut yaitu ekologi
sosial ekonomi teknologi etika dan pemerintah dengan 20 atribut. Indeks
keberlanjutan ikan tangkap adalah 53.76 persen (cukup berkelanjutan) engan
detail masing-masing dimensi multi dimensi yaitu; ukuran ekologi 48.52 persen
(kurang) dimensi ekonomi 56.31 persen (cukup) dimensi sosial 56.29 persen
(cukup) teknologinya 58.01 persen (cukup) etika dan pemerintahan 48.69 persen
(kurang). Dimnensi ekologi merupakan dimensi yang paling rendah status
keberlanjutannya karena para nelayan belum memeperhatikan keberlanjutan
ekologi dalam penangkapan ikan.
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Keberlanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan telah menjadi konsep yang populer
dan fokus dunia internasional sejak dipertegasnya pendekatan ini pada KTT Bumi
di Rio de Jenairo pada tahun 1992. Hampir seluruh negara kemudian
menggunakan pembangunan berkelanjutan sebagai jargon pembangunannya.
Akhir-akhir ini popularitas konsep pembangunan berkelanjutan menjadi semakin
mengemuka dengan digadang-gadangnya Sustainable Development Goals (SDGs)
sebagai pengganti dari Millennium Development Goals (MDGs) yang akan
berakhir pada 2015.
Konsep pembangunan berkelanjutan bukanlah merupakan pemikiran yang
baru.Fauzi (2004) menuliskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan
sebenarnya sejak sudah lama menjadi perhatian para ahli. Namun istilah
keberlanjutan (sustainability) sendiri memang baru muncul beberapa dekade yang
lalu walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai sejak Malthus pada
tahun 1798 yang mengkhawatirkan ketersediaan lahan di Inggris akibat ledakan
penduduk yang pesat. Satu setengah abad kemudian perhatian terhadap
keberlanjutan ini semakin mengental setelah Meadow dan kawan-kawan pada
tahun 1972 menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to Growth yang dalam
kesimpulannya mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi
10
oleh ketersediaan sumber daya alam. Dengan ketersediaan sumber daya alam yang
terbatas arus barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam tidak akan
selalu bisa dilakukan secara terus menerus (on sustainable basis). Pada pembuatan
wilayah yang berkelanjutan Campbell (1996) menyatakan bahwa setidaknya
terdapat tiga elemen yang harus diperhatikan yakni keadilan sosial permasalahan
lingkungan dan pembangunan ekonomi yangdigambarkan pada (Gambar 2).
Equity, Social
Juctice
Property Development
and is
Conflict Conflict
sustainability
Conflict at the center ?
Economic Resource
Development Environmental
Conflict Protection
Development Conflict
ment 2 Model Pembangunan Berkelanjutan Campbell (1996) dalam
Gambar
Nurmalinaa (2008)
Kemandirian pangan
Keadilan pada distribusi pendapatan dan pangan
Sosial Akses terhadap sumberdaya dan bantuan
Pengetahuan dan kesadaran petani terhadap
konservasi sumberdaya
waktu dan ruang terkait dengan karakteristik spasial (nasional regional lokal) dan
temporal (jangka pendek jangka menengah dan jangka panjang).
Analisis Keberlanjutan
Analisis keberlanjutan dapat diukur dengan RAPFISH (Rapid Appraisal
Technique for Fisheries) yang telah digunakan oleh University of British
ColumbiaCanada pada tahun 1998 untuk menilai status keberlanjutan sistem
usahaperikanan. Dengan menggunakan metode “multivariate” yang dikenal
dengan Multi Dimensional Scaling (MDS) metode ini digunakan untuk
menilaistatus keberlanjutan (existing condition). Dalam penelitian yang
menggunakan teknik RAPFISH untuk mengukur keberlanjutan perikanan sistem
yang kompleks dapat dinilai secara cepat dan hasilnya dapat memberikan
gambaran yang jelas dan komprehensif.Analisis dengan teknik RAPFISH
penilaiannya dilakukan melalui pemberian skor (nilai) terhadap indikator yang
telah ditetapkan dan dikelompokkan dalam group evaluation field pada setiap
dimensi yang ingin diketahui. Kemudian dengan teknik skoring 0 pada kondisi
buruk hingga skoring 2 pada kondisi baik (Kavanagh dan Pitcher 2004).Penelitian
mengenai analisis keberlanjutan perikanan teknik RAPFISH kemudian
dimodifikasi menjadi Rap-Palmoil. Analisis keberlanjutan dengan teknik
RAPFISH ini telah banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti komoditas
pertanian perikanan peternakan pembangunan wilayah infrastruktur dan lain
sebagainya.
14
bagi kesehatan petani dan dapat mendorong iklim usaha yang kondusif serta
mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Namun rendahnya
produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat menjadi gambaran utama bahwa
praktik perkebunan kelapa sawit skala perkebunan rakyat belum mampu
menerapkan Good Agricultural Practices pada usahatani perkebunannya.Hal
tersebut juga mendasari penelitian ini untuk mengkaji aspek-aspek berkelanjutan
pada perkebunan kelapa sawit rakyat.
Permasalahan rendahnya produktivitas pencemaran lingkungan hingga
dugaan alih fungsi lahan hutan terhadap perkebunan kelapa sawit menjadi
ancaman bagi keberlanjutan sektor ini.Maka diperlukan analisa yang mampu
mengukur sejauh mana aspek-aspek keberlanjutan diterapkan pada budidaya
perkebunan kelapa sawit rakyat di Provinsi Jambi. Penelitian ini akan menganalisa
keberlanjutan perkebunan rakyat dengan lima dimensi yakni sosial ekonomi
lingkungan teknologi dan kelembagaan yang diduga berpengaruh pada aspek
keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat. Dimensi tersebut akan diuraikan
pada berbagai atribut-atribut yang digunakan untuk mengukur kelima dimensi
tersebut. Atribut-atribut didasarkan pada prinsip dan kriteria yang ditetapkan oleh
RSPO dan ISPO sebagai lembaga penilai status keberlajutan hasil diskusi dengan
pemangku kebijakan perkebunan kelapa sawit Provinsi Jambi.
Pada penelitian dilakukan identifikasi faktor keberlanjutan perkebunan
kelapa sawit rakyat melalui pemilihan atribut disetiap dimensi dengan penelusuran
penelitian terdahulu prinsip dan kriteria RSPO dan ISPO. Nilai keberlanjutan
dianalisis berdasarkan dimensi maupun gabungan seluruh dimensi (multi dimensi)
melalui analisis ordinasi. Selanjutnya nilai indeks keberlanjutan ditentukan
berdasarkan indeks keberlanjutan yang sudah ditetapkan berdasarkan teori.
Penelitian ini juga mampu mengindentifikasi faktor paling sensitif dari atribut-
atribut yang telah disusun melalui analisis leverage. Alat analisis yang digunakan
pada penelitian ini adalah Multi Dimensional Scaling (MDS) dengan teknik
RAPPO yang akan merepresentasikan indeks keberlanjutan dan indikator kunci
(yang paling sensitif) mempengaruhi keberlanjutan kelapa sawit rakyat di Provinsi
Jambi. Skema kerangka pemikiran operasional pada Gambar 4.
16
Ekonomi :
1. Produktivitas perkebunan kelapa sawit
2. Keuntungan usaha tani kelapa sawit
3. Akses penjualan TBS
4. Keseimbangan distribusi keuntungan,
5. Kemudahan akses informasi harga
6. Penyerapan tenaga kerja
7. Perubahan upah riil tenaga kerja pertanian
8. Status pendapatan perkebunan kelapa sawit bagi rumah tangga
Sosial : Lingkungan :
1. Tingkatpendidikan formal masyarakat 1. Kerusakan hutan atau pembakaran hutan
2. Rata-rata umur petani 2. Kesesuaian lahan dan agroklimat untuk
3. Ketersediaan infrastruktur dalam kegiatan pertanian tanaman kelapa sawit
4. Pandangan masyarakat terhadap usahatani kelapa 3. Luas lahan tanamankelapa sawit yang
sawit dikelola
5. Akses pendidikan
4. Penerapan teknis budidaya dan
6. Akses kesehatan
pengangkutan kelapa sawit
7. Penyelesaian konflik sengketa lahan
5. Pencemaran Lingkungan
8. Komitmen terhadap transparansi dan ketelusuran
(traceability)
6. Keberadaan tanaman penutup
9. HAM dan hak pekerja 7. Perizinan dan legalitas lingkungan
10. Legalitas, pengormatan terhadap hak tanah dan 8. Penggunaan lahan gambut
kesejahteraan masyarakat 9. Penggunaan konversi lahan hutan
Kelembagaan : Teknologi :
1. Rumah tangga pertanian yang mendapatkan 1. Sistem usahatani perkebunan
penyuluhan pertanian 2. Penggunaan benih unggul bermutu dan
2. Keikut sertaan pada kelompok tani bersertifikat
3. Keikutsertaan pada gabungan kelompok tani 3. Mekanisme pengolahan tanah
4. Kemampuan modal kelompok tani 4. Jarak tanam
5. Aksesibilitas kelompok tani ke perbankan 5. Penggunaan pupuk sesuai rekomendasi
6. Penyuluhan dari perusahaan tentang usahatani 6. Waktu dab cara pemberian pupuk
kelapa sawit 7. Penyiangan
7. Kemampuan LKM melayani kebutuhan petani 8. Waktu dabn cara panen
perkebunan 9. Pengelolaan organisme penganggu tanaman
8. Akses petani ke sumber teknologi (OPT)
9. Peran koperasi pada usahatani kelapa sawit 10. Penerapan teknologi konservasi lahan dan air
10. Pencatatan penerapan SPPL (surat pengelolaan dan
pemanfatan lingkungan)
Data utama yang digunakan adalah data primer dan sekunder sebagai data
pendukung. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada petani
sampel pada daerah penelitian sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi dinas perkebunan Provinsi Jambi dan
instansi terkait lainnya.
Data sekunder berupa data yang dipublikasikan oleh dinas terkait yang
mencakup tentang perkebunan kelapa sawit diantaranya adalah data luas produksi
produktivitas perkebunan kelapa sawit Provinsi Jambi data jumlah petani
perkebunan kelapa sawit dirinci berdasarkan kecamatan/desa di Kabupaten Muaro
Jambi dan Kabupaten Merangin oleh Dinas Perkebunan provinsi Jambi. Data luas
wilayah dan gambaran penduduk wilayah desa/kecamatan daerah sampel oleh
badan pusat statistik Provinsi Jambi data jumlah dan identitas petani oleh masing-
masing gabungan kelompok tani pada wilayah penelitian oleh Gapoktan Tanjung
Sehati, Gapoktan Sari Makmur dan Kelompok Tani Berkah Sejahtera dan
penelitian terdahulu yang relevan terhadap penelitian ini.
Mulai
Analisis situasional
Review atribut (meliputi
perkebunan kelapa
berbagai kategori dan
sawitra kyat Provinsi
scoring kriteria)
Jambi
Analsis keberlanjutan
Fauzi dan Anna (2002) mengatakan bahwa analisis dengan MDS dalam
RAPFISH memberikan hasil yang stabil jika dibandingkan dengan metode multi
variete analysis yang lain. Dalam MDS dua titik atau objek yang sama dipetakan
dalam satu titik yang saling berdekatan. Sebaliknya obyek atau titik yang tidak
sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Teknik ordinasi atau
penentuan jarak di dalam MDS didasarkan pada euclidian distance yang dalam
ruang berdimensi n persamaannya adalah:
dij=
20
∑ ∑
√ ∑
∑ ∑
Provinsi Jambi terletak pada 00.450 Lintang Utara 20.450 Lintang Selatandan
antara 101.100 – 104.550 Bujur Timur. Berbatasan sebelah utara dengan Provinsi
Riau sebelah timur dengan Laut Cina Selatan sebelah selatan dengan Provinsi
Sumatera Selatan dan sebelah barat dengan Provinsi Sumatera Barat dab Provinsi
Bengkulu. Luas wilayag Provinsi Jambi 53 435 Km2 dengan luas daratan 5 016
005 Km2 dan luas perairan sebesar 327495 Km2. Luas wilayah per kabupaten
disajikan pada Gambar 7 berikut. Keadaan iklim Provinsi Jambi bertemperatur
sedang dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Mei - Juni dengan rata-rata 27.30C.
Rata-rata suhu udara tertinggi pertahun adalah 27.20C dan terendah 26.50C.
22
Tabel 4 Produk Domenstik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
Provinsi Jambi Tahun 2014-2018 (dalam juta rupiah)
No Lapangan Usaha 2014 2015 2016 2017
A Pertanian
Kehutanan 37 967 924 4 793 239 5 148 503 56 199 421
Perikanan
B Pertambangan
35 447 665 29 467 852 28 493 824 33 741 825
dan Penggalian
C Industri
15 846 430 17 134 219 17 986 469 19 638 552
Pengolahan
D Pengadaan Listrik
66 586 82 454 103 551 121 089
dan Gas
E Pengadaan Air
Pengelolaan
201 641 223 223 247 079 265 026
Sampah dan
Limbah
F Konstruksi 10 279 304 11 216 708 12 065 945 13 307 999
G Perdagangan
Besar dan
Eceran; Rparasi 14 167 092 17 249 970 20 871 365 23 164 518
Mobil Dan
Sepeda Motor
H Traansportasi dan
4 269 563 4 912 744 5 747 666 6 231 196
Pergudangan
I Penyediaan
Akomodasi dan 1 596 130 1 779 129 2 033 124 2 293 923
Makan Minum
J Informasi dan
4 443 387 5 385 598 6 450 836 7 394 248
Komunikasi
K Jasa Keuangan
3 540 955 3 764 058 4 342 372 4 676 213
dan Asuransi
L Real Estate 2 100 437 2 418 257 2 729 979 2 968 967
MN Jasa Perusahaan 1 578 528 1 804 713 2 072 800 2 296 950
O Administrasi
Pemerintah
Pertahanan dan 6 018 912 7 563 198 8 085 248 8 565 088
Jaminan Sosial
Wajib
P Jasa Pendidikan 4 522 682 5 111 004 5 727 534 6 309 034
Q Jasa Kesehatan
dan Kegiatan 1 471 272 1 667 230 1 888 745 2 091 758
Sosial
RSTU Jasa Lainnya 1 295 927 1 483 650 1 659 144 1 834 906
PDRB JAMBI 144 814 418 155 065 656 171 654 184 191 098 712
Sumber: BPSa (2018)
24
Tabel 5 Luas areal produksi dan kabupaten sentra tanaman perkebunan di Provinsi
Jambi 2018
Produksi
No Jenis Tanaman Luas (Ha) Kabupaten Sentra
(Ton)
Merangin, Sarolangun,
1 Karet 669 135 341 313
Tebo, Bungo, Batang Hari
Muaro Jambi, Tanjab
2 Kelapa sawit 497 984 341 313 Barat, Merangin, Bungo,
Tebo, Batang Hari
Merangin, Tanjab Barat,
3 Kelapa dalam 118 340 108 087
Tanjab Timur
Kulit kayu Kerinci, Kota Sungai
4 45 924 56 681
manis Penuh
Merangin, Kerinci, Tanjab
5 Kopi robusta 25 125 14 064
Barat
Tanjab Barat, Tanjab
6 Pinang 20 986 13 395
Timur
Sumber : BPSa (2018)
Perkebunan Besar negara (PBN) Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan
Rakyat (PR). Awal perkembangan kelapa sawit pada tahun 1950 an perkebunan
kelapa sawit dikuasai oleh negara (PBN) disusul oleh swasta (PBS) karena
ketertarikan pengusaha kepada manfaat ekonomi yang ditimbulakn kelapa sawit
namun seiring perkembangannya masyarakat mulai tertarik dengan tanaman
perkebunan ini dan mulai mengusahakannya dengan kerjasama kepada
perusahaan (bermitra). Pada Tahun 2007 - 2017 dapat dilihat bahwa tren
perkebunan kelapa sawit sudah dikuasai oleh perkebunan rakyat (Gambar 1).
Dapat dilihat bahwa kepemilikan llahan perkebunan kelapa sawit telah dikuasai
oleh perkebunan rakyat. Sekitar 60 persen dari total perkebunan kelapa sawit
provinsi jambi adalah perkebunan rakyat dan 35 persen perkebunan swasta dan
hanya sebagian kecil merupakan perkebunan negara.
Keberadaan perkebunan kelapa sawit di provinsi jambi menyebar disulurh
wilayah kabupaten kecuali di dua kota. Kabupaten dengan luas terbesar adalah
Muaro Jambi Tanjung Jabung Timur dan Merangin. Dilihat dari keberadaan lahan
dan produksi kelapa sawit di Provinsi Jambi memang menyebar luas diseluruh
kabupaten yang membuat kabupaten terluas menjadi sentra kelapa sawit namun
tidak menjamin harga TBS (Tandan Buah Segar) juga merata disetiap daerah.
Harga TBS bahkan lenih besar di daerah yang bukan merupakan sentra
perkebunan kelapa sawit yakni Tanjung Jabung Timur.
Tabel 6 Luas areal produksi dan rata-rata harga kelapa sawit Provinsi Jambi
menurut kabupaten 2017
Kabupaten/Kota Luas (ha) Produksi (ton) Rata-rata Harga (Rp)
Kerinci 94 10 1 300
Merangin 68 714 202 027 1 618
Sarolangun 35 492 59 910 1 346
Batanghari 52 206 140 224 1 453
Muaro Jambi 97 749 189 663 1 480
Tanjung Jabung Timur 94 344 251 199 1 394
Tanjung Jabung Barat 33 872 47 806 1 703
Tebo 59 468 129 046 1 343
Bungo 56 045 103 424 1 696
Kota Jambi 0 0 0
Kota Sungai Penuh 0 0 0
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Jambi (2018)
jambi sebagai provinsi penghasil produk kelapa sawit berpotensi besar untuk
menciptakan nilai tambah dengan produk kelapa sawit dengan memaksimalkan
pengembangan industri hilr dalam memproduksi berbagai produk turuan kelapa
sawit. Dewasa ini produk hilir dari provinsi jambi yang diproduksi secara masal
adalah minyak kelapa sawit CPO dan KPO dan minyak goreng. Industri hilir
kelapa sawit terdiri industri minyak sawit dan industri minyak goreng.
Tabel 7 Jumlah dan kapasitas pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) di Provinsi
Jambi tahun 2017
Jumlah Kapasitas PKS (ton tbs/jam)
Kabupaten
Perusahaan Izin Terpasang Terpakai
Batang Hari 7 355 370 266
Muaro Jambi 18 900 870 772
Bungo 5 305 275 240
Tebo 5 195 195 180
Merangin 5 270 270 215
Sarolangun 6 255 255 252
Tanjab Barat 13 600 570 524
Tanjab Timur 2
65 Unit Pks (58
Jumlah 2880 2805 2449
Perusahaan)
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Jambi (2017)
Tabel 8 Parameter statistik (goodness of fit) dari analisis indeks dan status
keberlanjutanperkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Jambi
Wilayah MDS Monter Perbedaan S-Stress R2
Carlo
Multidimensi 57.795 56.839 0.956 0.198 0.901
Ekonomi 54.111 53.119 0.992 0.217 0.897
Sosial 66.831 65.864 0.967 0.230 0.887
Lingkungan 58.645 57.722 0.954 0.227 0.854
Kelembagaan 46.405 45.482 0.923 0.152 0.911
Teknologi 57.795 56.884 0.911 0.223 0.870
yang signifikan. Perbedaan hasl analisis pada nilai MDS dan monte carlo relatif
kecil menunjukkan bahwa analisis MDS menggunakan atribut dengan (Kavanagh
2011):
1. Kesalahannya relatif kecil dalam pemberian skoring pada setiap atribut
2. Kesalahan rendah pada variasi pemberian skoring karena perbedaan opini
3. Stabilitas MDS tinggi
4. Kesalahan dalam memasukkan data atau data hilang dapat dihindari
5. Nilai S-stress yang tinggi dapat dihindari
6. Sistem yang dikaji mempunyai tingkat kepercayaan tinggi
7. Metode MDS cukup baik sebagai salah satu alat evaluasi pengelolaan
perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Jambi
60 Up
Other Distingishing Features
40
20
Bad Good
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
-60 Down
Skala Sustainability
Gambar 10 Indeks keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Jambi
multidimensi
100.000
75.00054.11
50.000
25.000 66.83
59.03
0.000
46.41
58.65
60 Up 1.580
status pendapatan… 4.419
Other Distingishing Features
3.017
20
Bad Good kemudahan akses… 3.722
0 keseimbangan… 3.289
0 20 40 60 80 100 120 akses penjualan TBS 2.690
-20 keuntungan kelapa sawit 3.411
produktivitas… 2.328
-40
0 5
-60 Down Root Mean Square Change % in Ordination when
Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Fisheries Status
Gambar 11 Indeks keberlanjutan dan indikator kunci dimensi ekonomi
60 Up
legalitas, penghormatan… 2.947
Other Distingishing Features
20
Bad akses kesehatan 4.487
Good
akses pendidikan 4.292
0 pandangan masyarakat… 4.302
0 20 40 60 80 100 120 ketersediaan… 3.020
-20 umur petani(thn) 1.956
Tingkat pendidikan… 2.111
-40 0 5
Root Mean Square Change % in Ordination when
-60 Down Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to
100)
Skala Sustainability
Akses kesehatan merupakan atribut yang paling sensitif pada dimensi sosial
pada keberlanjutan perkebunan kelapa sawit Provinsi Jambi karena berdasarkan
kondisi geografis perkebunan kelapa sawit yang jauh dari perkotaan biasanya sulit
untuk mendapatkan akses kesehatan. Hal lain yang dipertimbangkan pada petani
dari segi kesehatan adalah penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang sering
diabaikan pekerja khususnya petani swadaya (perkebunan rakyat) akibatnya masih
terdapat kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerja. Hal ini tentu menjadikan
perhatian khusus oleh pemerintah sebagai penyedia layanan jasa kesehatan
masyarakat pedesaan karena sulitnya akses kesehatan yang diterima petani sering
membuat petani mengambil pengobatan tradisional yang membahayakan
kesehatan masyarakat khususnya petani.
Atribut selanjutanya adalah pandangan masyarakat terhadap perkebunan
kelapa sawit. Atribut ini mewakili pandangan petani terhadap masyarakat sekitar
bagaimana ketertarikan masyarakat kepada usaha perkebunan kelapa
sawit.Sebagian besar masyarakat masih sangat tertarik kepada usaha perkebunan
37
60 Up
penggunaan… 3.020
penggunaan… 2.802
40
perizinan dan… 3.299
Other Distingishing Features
20 keberadaan… 3.093
Bad Good pencemaran… 6.009
Attribute
0 penerapan… 5.713
0 20 40 60 80 100 120 Luas lahan… 3.343
-20
Kesesuaian… 3.494
-40 Kerusakan… 2.640
0 2 4 6 8
-60 Down
Root Mean Square Change % in
-80 Ordination when Selected Attribute
Fisheries Status Removed (on Status scale 0 to 100)
60 Up
pencatatan dan… 2.326
Other Distingishing Features
60 Up
penerapan teknologi… 1.557
pengelolaan organisme… 2.128
Other Distingishing Features
40
waktu dan cara panen 3.185
penyiangan 3.077
Attribute
20
waktu dan cara… 3.491
Bad Good
penggunaan pupuk… 4.101
0
jarak tanam 4.211
0 20 40 60 80 100 120
mekanisme pengolahan… 4.578
-20
penggunaan benih… 2.193
sistem usaha tani… 3.240
-40
0 % in Ordination when
Root Mean Square Change 5
-60 Down Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to
skala sustainability 100)
Non-
14.82 18.88 3.38 22 Bervariasi Bervariasi
Non-sertifikasi mitra
Mitra 16.29 14.41 2.3 18 Unggul Bervariasi
Tabel 11 Hasil analisis leverage pada perkebunan kelapa sawit rakyat tersertifikasi
Dimensi Atribut sensitive Nilai RMS
Ekonomi 1. Kesimbangan distribusi keuntungan 3.589
2. Kemudahan akses informasi harga 3.432
3. Status pendapatan PKS bagi rumahtangga 3.102
Sosial 1. Akses pendidikan 3.371
2. Akses kesehatan 3.307
3. Komitmen terhadap traceability 2.942
Lingkungan 1. Pencemaran lingkungan 6.569
2. Penerapan teknis budidaya dan pengangkutan 5.704
3. Luas lahan yang dikelola 5.659
Kelembagaan 1. Peran koperasi 5.018
2. Kemampuan LKM 4.797
3. Akses petani ke sumber teknologi 4.207
Teknologi 1. Penggunaan pupuk sesuai rekomendasi 4.734
2. Penggunaan benih unggul bersertifikat 4.630
3. Mekanisme pengolahan tanah 4.004
Nilai RMS merupakan angka hasil perhitungan jarak antara angka harapan
dan aktual dimana nlainya berkisar 2 – 6 persen (Fauzi, 2019). Berdasarkan
analisa jarak melalui angka RMS dapat dilihat bahwa semakin besar nilai RMS
maka semakin besar pengaruh indikator tersebut terhadap keberlanjutan. Terdapat
tiga atribut yang paling sensitif mempengaruhi keberlanjutan pada masing-masing
dimensi.Indikator kunci merupakan atribut kunci pada suatu dimensi dimana
untuk meningkatkan keberlanjutan pada suatu dimensi maka indikator kunci
dianggap mampu menjadi atribut yang paling menentukan. Dimensi kelembagaan
merupakan dimensi yang memiliki nilai indeks keberlanjutan terkecil diantara
dimensi lainnya maka untuk meningkatkan keberlanjutan dimensi kelembagaan di
daerah tersertifikasi dapat dilakukan dengan memperhatikan atribut berikut; peran
koperasi pada usahatanikemampuan lembaga keuangan mikro (LKM) dan akses
petani ke sumber teknologi.
Nilai RMS merupakan angka hasil perhitungan jarak antara angka harapan
dan aktual dimana nlainya berkisar 2 – 6 persen (Fauzi, 2019). Indikator kunci
merupakan atribut kunci pada suatu dimensi dimana untuk meningkatkan
keberlanjutan pada suatu dimensi maka indikator kunci dianggap mampu menjadi
atribut yang paling menentukan. Dimensi kelembagaan merupakan dimensi yang
memiliki nilai indeks keberlanjutan terkecil diantara dimensi lainnya maka untuk
meningkatkan keberlanjutan dimensi kelembagaan di daerah non-mitra dapat
dilakukan dengan memperhatikan atribut berikut; akses petani ke sumber
teknologi peran koperasi dan penyuluhan.
50
Nilai RMS merupakan angka hasil perhitungan jarak antara angka harapan
dan aktual dimana nlainya berkisar 2 – 6 persen (Fauzi, 2019). Indikator kunci
merupakan atribut kunci pada suatu dimensi dimana untuk meningkatkan
keberlanjutan pada suatu dimensi maka indikator kunci dianggap mampu menjadi
atribut yang paling menentukan.Keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat
pada daerah mitra dapat dilakukan dengan memperhatikan indikator kunci
tersebut.
Simpulan
Saran
[UN] United Nation. 2015. Transforming Our World: The 2030 Agenda for
Sustainable Development. A/Res/70/1. United Nation.
www.Sustainabledevelopment.un.org
Utami R, Eka IKS, Meti E. 2017. Dampak ekonomi dan lingkungan ekspansi
perkebunan kelapa sawit (studi kasus: Desa Penyabungan Kecamatan
Merlung Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi). Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia (JIPI). 22(2): 2443-346
Yulistriani M. 2017. Profil alokasi dan pendapatan tenaga kerja pada perkebunan
kelapa sawit rakyat di Kabupaten Solok Selatan. Jurnal Agrisep 16(1):25-
32
Zainal A. 2013. Model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Sulawesi
Selatan[Disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor.
Zhen L, Rontray JK. 2003. Operational indocators for measuring agricultural
sustainability in developing countries. Environmental Management
32(1):34-36
/$03,5$1
Lampiran 1 Atribut dan kategori keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Jambi
Skor Indikator
No. Atribut Dimensi Sosial Kategori Indikator Keberlanjutan Good Bad Keterangan
Keberlanjutan
Tamat SMP-SMA 2
Didasarkan kepada tingkat pendidikan
1. Tingkat pendidikan petani Tidak tamat SD-Tamat SD 1 2 0
terakhir petani kelapa sawit.
Tidak sekolah 0
15-64 tahun 3 Mantra (2004)
>64 Tahun 2 Didasarkan pada produktivitas petani
2. Rata-rata umur petani 3 0
berdasarkan usia produktif.
0-14 Tahun 1
Baik; tersedia infrastruktur yang lengkap dan terpelihara; 2 ISPO (2015)
Ketersediaan infrastruktur dalam Cukup; tersedia infrastruktur tidak terpelihara dengan baik; 1 Didasarkan kepada pengukuran keadaan
3. 2 0
kegiatan pertanian infrastruktur pada kawasan perkebunan
Buruk; tidak tersedianya infrastruktur. 0
kelapa sawit.
Sangat tertarik. 2 Hidayanto (2010) menggunakan indikator ini
Pandangan
Cukup tertarik 1 untuk mengukur ketertarikan masyarakat
4. masyarakat 2 0
terhadap usaha perkebunan kakao dan pada
terhadap usahatani kelapa sawit Tidak tertarik 0
penelitian ini diadopsi pada kelapa sawit.
Mudah, dapat memeperoleh sarana pendidikan dengan mudah 2 Kospa (2016)
5. Sedang, dapatmemperoleh sarana pendidikanterjangkau 1 Pengukuran aksees pendidikan didasarkan
Akses pendidikan 2 0
pada jarak dan fasilita yang digunakan anak
Sulit, sulitmemperolehsaranapendidikan 0
petani.
Baik, akses kesehatan terpenuhi 2 RSPO (2018)
6. Akses kesehatan Cukup, akses kesehatan kurang terpenuhi 1 2 0 Lokasi perkebunan memiliki akses P3K, air
Buruk. Akses kesehatan tidak terpenuhi 0 minum yang aman, dan akses rumah sakit.
Baik, terbebasdarisengketalahan 2 ISPO (2015)
Penyelesaian konflik sengketa Cukup, terdapat catatan penyelesaian sengketa lahan 1 Apabila terjadi sengketa lahan maka tersedia
7. 2 0
lahan catatan penyelesaian persengatan oleh kedua
Buruk, terdapatsengketalahan 0
belah pihak.
Baik, tersedia 2 RSPO (2018)
8. Komitmen terhadap transparansi Cukup, sebagian tersedia 1 2 0 Pencatatan luas lahan, pemanfaatan lahan,
dan ketelusuran (traceability) Buruk, tidakbersedia 0 hasil panen, dan perawatan.
Baik, melaksanakan HAM dan hak pekerja 1 RSPO (2018)
9. HAM danhakpekerja Cukup, kurang melaksanakan HAM dan hak pekerja 0 2 0 Tidak terdapat pekerja paksa, pemberian
Buruk, tidak melaksanakan HAM dan hak pekerja upah, tidak terdapat pekerja dibawah umur.
Baik, melaksanakan legalitas 2 RSPO (2018)
Legalitas, pengormatan terhadap Cukup, kurang memperhatikan legalitas 1 Pemanfaatan lahan tidak melanggar hukum
10. hak tanah dan kesejahteraan dan hukum adat, diluar disklasifikasi taman
2 0
masyarakat Buruk, tidak mengetahui dan melaksanakan legalitas. 0 nasional, menghormati hak masyarakat
dalam pemanfaatan lahan dan sumber daya.
Lanjutan 2 lampiran 1
Skor Indikator
No. Atribut Dimensi Lingkungan Kategori Indikator Keberlanjutan Good Bad Keterangan
Keberlanjutan
2 RSPO (2018), ISPO
Baik; jika pertumbuhan lahan tidak merusak hutan;
Didasarkan kepada tidak menggunakan api
Kerusakan hutan atau
1. Cukup; jika karena untuk perluasan lahan kadangkala merusak hutan; 1 2 0 dalam membuka lahan, pengelolaan limbah
pembakaran hutan
kimia, tidak menggunakan hutan lindung
Buruk; Jika pertumbuhan dan perluasan lahan merusak hutan. 0
Baik; karena sudah melakukan butir-butir teknis budidaya sesuai GAP 2 ISPO, (2015)
Cukup; sebagian melakukan teknis budidaya dan tidak ada Didasarkan kepada ketersediaan catatan
Penerapan teknis budidaya dan 1
4. pelanggaran hukum 2 0 jumlah pengangkutan TBS dan alat
pengangkutan kelapa sawit
transportasi yang tidak merusak kawasan
Buruk; yaitu melakukan teknis budidaya tidak sesuai GAP 0
hutan dan sungai.
Baik; memperhatikan aspek lingkungan 2 Sipayunget al, (2011)
Cukup; sedikit memperhatikan aspek lingkungan 1 Didasarkan kepada penggunaan bahan
5. Pencemaran Lingkungan 2 0
kimia tidak membahyakan, zona penyangga
Buruk; tidak memperhatikan aspek lingkungan
tepian sungai, konservasi lahan terasering.
Baik; terdapat LCC 0 Fauziet al, (2012)
6. Keberadaan tanaman penutup / Cukup; terdapat sebgaian LCC 2 0 Didasarkan kepada penggunaan tanaman
Land Cover Crop (LCC) 2 penutup pada tanaman kelapa sawit usia 1-4
Buruk; tidak terdapat LCC 1
tahun.
Baik; terdapat legalitas 0 Lubiset al. (2012)
7. Perizinan dan legalitas Kuran; legalitas sedangdiurus 2 2 0 Didasarkan kepada bukti kepemilikan lahan
lingkungan dan legal terhaap pemakaian lahan untuk
Buruk; tidakterdapatlegalitas 1
kelapa sawit.
Baik; tidak menggunakan lahan gambut 0
Sedang; menggunakan lahan gambut dan memperhatikan kesesuaian ISPO (2017)
2 2
8. Penggunaan lahan gambut lahan pada usahatani Didasarkan kepada ketentua penggunaan
0
Buruk; menggunakan lahan gambut dan tidak memperhatikan dan pengolahan lahan gambut
1
kesesuaian lahan
Baik; tidak menggunakan hutan konversi 0 ISPO, RSPO (2017)
Penggunaan konversi lahan Sedang; menggunakan hutan konversi berizin 2 0 Didasarkan pada penggunaan hutan
9.
hutan 2 konversi untuk tanaman kelapa sawit
Buruk; menggunakan hutan konversi tanpa izin 1
61
Lanjutan 3 lampiran 1
62