Anda di halaman 1dari 22

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

KAJIAN DAYA DUKUNG ASPEK FISIK DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN


DAN PABRIK KELAPA SAWIT SEI MANGKEI
Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167 Malang 65145, Indonesia
Telp. 62-341-567886; Fax. 62-341-551430; Telex. 31873 Unibraw IA
E-mail: oliviaDAP@ymail.com
ABSTRAK
Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit Sei Mangkei yang terletak di Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu bagian dari pengembangan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Kebun kelapa sawit milik Sei Mangkei tersebar di
Kecamatan Bandar, Bosar Maligas dan Gunung Malela. Kegiatan usaha kelapa sawit dan
turunannya dianggap menjadi ancaman bagi lingkungan, sementara pembangunan
perkebunan kelapa sawit diharapkan tidak hanya menguntungkan dari aspek ekonomi
melainkan perlu memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Daya dukung perkebunan
dan pabrik kelapa sawit merupakan salah satu elemen untuk menentukan keberlanjutan
perkebunan kelapa sawit. Daya dukung dalam penelitian ini dibagi menjadi daya dukung
fisik dan manajemen. Daya dukung fisik dinilai melalui analisis kemampuan dan
kesesuaian lahan, daya dukung wilayah, analisis indeks kemampuan wilayah, analisis
produktivitas. Sementara itu untuk aspek manajemen dinilai berdasarkan ketetapan
peraturan mengenai Pedoman Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan
dilanjutkan dengan analisis faktor konfirmatori. Hasil penelitian menunjukkan indeks daya
dukung perkebunan dan pabrik kelapa sawit Sei Mangkei bernilai 0,875 yang berarti baik.
Namun, untuk kedepannya diperlukan peningkatan produktivitas serta pemenuhan
kriteria untuk hal pengelolaan dan pemantauan lingkungan, peningkatan usaha secara
berkelanjutan dan penerapan pedoman teknis budidaya kelapa sawit.
Kata Kunci : perkebunan dan pabrik kelapa sawit, daya dukung fisik dan manajemen,
analisis faktor konfirmatori.
ABSTRACT
Sei Mangkei Plantation and Palm Oil Mill which located in Simalungun District, North
Sumatera Province became one part of the development of Sei Mangkei-Special
Economic Zone (SEZ). Sei Mangkeis plantation spread across the Sub-district Bandar,
Bosar Maligas and Gunung Malela. The activities of palm oil and its derivatives are
considered to be a threat to environment, while the development of palm oil plantation is
expected to not only seen from economics aspect but also consider to social and
environmental aspect. Carrying capacity of the plantation and palm oil mill is one of the
elements to determine the sustainability of palm oil. In this study, carrying capacity
divided into physical and management capacity. Physical capacity assessed through
analysis capability and suitability of land, the carrying capacity of the region, analysis
capabilities region index and productivity analysis. While for management aspects,
assessed by a rule called Guidance Development Sustainable Palm Oil Indonesia or
Indonesian Sustainable Palm Oil and followed by confirmatory factor analysis. The result
showed that the index of Sei Mangkeis plantation and palm oill mil carrying cappacity is
0.875 which means good. However, for the future is necessary to increase productivity as
well as the fulfillment of the criteria for the management aspects such as manaeament
and monitoring of the environment, improvement sustainable activities and application of
technical guidelines for oil palm cultivation
Keywords : plantation and palm oil mill, carying capacity physical and managerial aspect,
confitmatory factor analysis.

Planning for Urban Region and Environment

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

PENDAHULUAN

Sektor
minyak
kelapa
sawit
Indonesia mengalami perkembangan
yang berarti, hal ini terlihat dari total
luas areal perkebunan kelapa sawit
yang terus bertambah yaitu pada
tahun 2010 seluas 8.385.394 hektar
meningkat ke 8.999.824 pada tahun
2011 dan menurut catatan Direktorat
Jenderal Perkebunan pada tahun
2013
diperkirakan
mencapai
9.149.919 Hektar. Produksi minyak
sawit (crude palm oil/CPO) juga
mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun dari 19,32 juta ton pada
tahun 2009 sampai 24,43 juta ton
pada tahun 2013 atau terjadi
kenaikan sebesar 5,11 juta ton
selama kurun waktu 5 tahun.
Produktivitas kelapa sawit juga
menunjukkan hal yang serupa yakni
3.487 kg/ha pada tahun 2010 dan
meningkat menjadi 3.689 kg/ha pada
tahun
2013
(Ditjenbun,
2014).
Dengan produksi sebanyak 24,43
juta ton minyak kelapa sawit mentah
pada
tahun
2013,
Indonesia
sebenarnya sudah sulit disaingi
negara
manapun
akan
tetapi
Indonesia masih tetap meningkatkan
produksinya. Hal tersebut tidak
menjadi masalah apabila pengusaha
Indonesia
tidak
lebih
condong
kepada
ekspansi
ketimbang
intensifikasi
lahan.
Keberadaan
perkebunan dan pabrik kelapa sawit
Sei Mangkei ini akan memberi
pertumbuhan
progresif
terhadap
perekonomian
daerah
Sumatera
Utara, dengan adanya penciptaan
nilai tambah produk melalui aktivitas
industri. Keuntungan yang didapat
lebih besar daripada menjual produk
bahan mentah.
Dengan potensi yang dimiliki oleh
PKS Sei Mangkei perlu dikaji daya
dukungnya yang dinilai dari aspek
fisik
dan
manajemen.
Alasan
mengapa perlu dikaji daya dukung
pabrik dan perkebunan kelapa sawit
Sei
Mangkei
adalah
mengingat
prospek pengembangan kawasan Sei
Mangkei menjadi Kawasan Ekonomi
Khusus Sei Mangkei yakni menilai
kemampuan suatu tempat dalam
menunjang kehidupan makhluk hidup

secara optimum dalam periode


waktu yang panjang. Daya dukung
aspek fisik dan manajemen dapat
juga menjadi salah satu penentu
penilaian keberlanjutan pabrik dan
perkebunan
kelapa
sawit
Sei
Mangkei.
Aspek fisik dilihat dari
kemampuan dan kesesuaian lahan,
produksi
dan
produktivitas,
efektivitas dan efisisensi sementara
aspek manajerial dinilai berdasarkan
indikator Pedoman Pembangunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(ISPO).
METODE PENELITIAN
Tujuan
penelitian
adalah
menentukan
daya
dukung
Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit
Sei Mangkei dilihat berdasarkan
aspek fisik dan manajemen. Ruang
lingkup wilayah penelitian mencakup
perkebunan
kelapa
sawit
di
Kecamatan Bandar, Bosar Maligas
dan Gunung Malela.
1.
Penentuan Populasi
Sample
Penelitian mengenai kajian daya
dukung perkebunan dan pabrik
kelapa sawit Sei Mangkei merupakan
penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian ini menggunakan nonrandom sampling yaitu dengan
snowball
sampling.
Snowball
sampling dibagi menjadi ahli dan
pekerja yang sudah bekerja di
perkebunan dan pabrik kelapa sawit
Sei Mangkei lebih dari 10 tahun.
Dalam penentuan sampel, pertamatama dipilih manajer PKS Sei Mangkei
Manager PKS
Masinis kepala
dan
masinis
kepala,
sesuai
kebutuhan data penelitian tentang
perkebunan dan pabrik kelapa sawit
maka diperlukan informan lain yakni
kepala bagian teknik, pengolahan
dan
laboratorium
lalu
Asisten Laboratorium
Asisten
Pengolahan
Asisten Teknik
pekerja/karyawan
di perkebunan dan
pabrik yang memenuhi kriteria lama
kerja
sehingga
didapatkan
33
responden.
Berikut
merupakan
penggunaan
snowball
sampling
dalam
penelitian ini ditunjukkan oleh
Karyawan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit Sei Mangkei
gambar 1.

Planning for Urban Region and Environment

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

Gambar 1. Snowball Sampling


2.

Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan
yaitu analisis deskriptif, evaluatif
serta
rekomendasi
setelah
didapatkan
hasil
dari
rumusan
masalah.
A. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk
memperlihatkan karakteristik fisik
dasar Kabupaten Simalungun guna
menjadi
inputan
bagi
analisis
kemampuan dan kesesuaian lahan,
mengidentifikasi karakteristik industri
Sei
Mangkei
guna
mengetahui
kondisi eksisting dari perkebunan
dan pabrik kelapa sawit Sei Mangkei
terkait jenis industri, tenaga kerja,
bahan baku, pemasaran, utilitas,
aksesibilitas
dan
transportasi,
penggunaan lahan dan persebaran
industri, limbah dan pengolahnnya
serta
penggunaan
teknologi.
Selanjutnya, analisis deskriptif juga
digunakan untuk mengidentifikasi
karakteristik
perkebunan
kelapa
sawit Sei Mangkei itu sendiri dilihat
dari kriteria yang ada dalam ISPO
dengan
menggunakan
metode
statistik deskriptif.
B. Analisis evaluatif
Analisis evaluatif digunakan untuk
mengevaluasi
obyek
penelitian
antara kondisi eksisting dengan
pedoman atau teori. Tujuan dari
analisis ini adalah untuk menentukan
daya dukung aspek fisik dari

perkebunan dan pabrik kelapa sawit


Sei Mangkei. Skala yang dilakukan
untuk pengindeksan ini adalah skala
Guttman. Penelitian menggunakan
skala Guttman dilakukan bila ingin
mendapatkan jawaban yang tegas
terhadap suatu permasalahan yang
ditanyakan. Berikut adalah metode
analisis evaluatif yang digunakan
dalam penelitian ini.
1) Analisis
daya
dukung
wilayah
Analisis daya dukung wilayah
dlakukan
untuk
mengetahui
kemampuan
wilayah
Kabupaten
Simalungun
dalam
menyediakan
bahan baku untuk industri kelapa
sawit yaitu berupa tandan buah
segar (TBS). Untuk mengetahui daya
dukung wilayah tersebut digunakan
data produksi kelapa sawit dan
jumlah kebutuhan bahan baku untuk
industri hilir kelapa sawit (TBS).
Secara matematis daya dukung
wilayah terhadap industri kelapa
sawit adalah (Syahza. A, 2004):

DDW =

L1 x P 1
KBB

Keterangan:
DDW = Daya Dukung Wilayah dalam
pengembangan industri hilir
kelapa sawit
L1
= Luas perkebunan kelapa
sawit di daerah Kabupaten
Simalungun (Ha)
P1
= Produktivitas perkebunan
kelapa
sawit
per
hektar
(Ton/Ha)
KBB = Kebutuhan bahan baku
industri hilir kelapa sawit
dalam bentuk TBS
Apabila
hasil
perhitungan
menunjukkan rasionya > 1, maka
daya
dukung
wilayah
dalam
pengembangan industri hilir kelapa
sawit cukup kuat dan sebaliknya
apabila rasionya < 1, daya dukung
wilayah
sangat
lemah
untuk
pengembangan industri hilir kelapa
sawit.
2) Analisis indeks kemampuan
wilayah
Analisis indeks kemampuan
wilayah merupakan analisis yang
mengidentifikasi potensi lahan suatu
wilayah berdasarkan kemampuan

Planning for Urban Region and Environment

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

lahannya. Dimana kelas kemampuan


lahan
I-IV
lebih
sesuai
untuk
peruntukan
kawasan
budidaya
sedangkan kelas kemampuan lahan
V-VIII lebih sesuai untuk kawasan
lindung.
Adapun
formulasinya
sebagai berikut:

IKLw =

LWK 14
0,3 x LW

Keterangan:
IKLw = Indeks kemampuan lahan
wilayah
LWK1-4 = Luas wilayah yang memiliki
kemampuan lahan I-IV
LW
= Luas wilayah
0,3
= Koefisien minimal 30%
fungsi lindung suatu wilayah (untuk
wilayah berkembang), sedangkan
untuk wilayah belum berkembang
dapat menggunakan indeks 0,4 atau
yang lebih besar lagi.
Kisaran nilai indeks kemampuan
lahan wilayah adalah:
1. Apabila IKLw > 1, berarti bahwa
wilayah memiliki kemampuan
mengembangkan
potensi
lahannya
lebih
optimal
khususnya untuk berbagai ragam
kawasan budidaya, dengan tetap
terjaganya
keseimbangan
lingkungan.
2. Apabila IKLw < 1, berarti bahwa
wilayah lebih banyak memiliki
fungsi
lindung,
khususnya
perlindungan terhadap tata air
dan gangguan dari persoalan
banjir, erosi, sedimentasi serta
kekurangan air.
3) Analisis pengukuran kinerja
operasi
Dalam
Haming
(2011)
dijelaskan bahwa untuk mengetahui
derajat
keberhasilan
dalam
melaksanakan strategi operasi yang
sudah disusun, perlu melakukan
pengukuran
atas
produktivitas,
efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
kegiatan operasi. Tujuan dari analisis
ini adalah untuk menentukan daya
dukung aspek fisik dari perkebunan
dan pabrik kelapa sawit Sei Mangkei.
Adapun yang diukur antara lain
produktivitas, efisiensi, produktivitas
tenaga
kerja,
kapasitas
olah
maksimum dan efektivitas.

Produktivitas sebagai rasio


keluaran (output) terhadap masukan
(input) atau : output : input
bertujuan untuk menilai kinerja
proses produksi dilihat dari sisi
keluaran proses, yaitu beberapa unit
keluaran yang dapat dihasilkan oleh
setiap satu unit masukan. Adapun
rumus
untuk
menghitung
produktivitas adalah

Produktivitas total=

Keluaran Total
MasukanTotal

Efisiensi adalah ukuran yang


dipakai untuk menilai kinerja proses
produksi dilihat dari sisi masukan,
efisiensi merupakan rasio masukan
terhadap keluaran proses (input :
output) atau secara matematik
dapat dinyatakan bahwa efektivitas
adalah invers dari produktivitas.

Efisiensi=

1
Produktivitas

Dengan demikian, efisiensi


menunjukkan berapa unit masukan
(input) yang dipergunakan untuk
menghasilkan satu unit keluaran
(output). Dalam usaha memperbaiki
derajat efisiensi sistem dapat dipilih
salah satu dari empat alternatif yaitu

(a)

I
O

; (b)

I
O

; (c)

I
O

; (d)

Analisis Pengukuran terhadap


Produktivitas tenaga kerja diukur
dengan rumus sebagai berikut

PTK =

VP
x 100
TDL x JJK

Keterangan:
PTK = Produktivitas tenaga kerja
VP
= Volume produksi yang
dihasilkan
TDL = Total direct labour
JJK
= Jumlah jam kerja produktif
Rumus yang digunakan untuk
menghitung
kapasitas
olah
maksimum pabrik kelapa sawit Sei
Mangkei adalah

K=

12 x Total Produksi Setahun


x 100
25 Hari olaH x 20 jam

Efektivitas
yang
dimaksud
dalam
penelitian
ini
adalah
pencapaian produksi TBS kebun

Planning for Urban Region and Environment

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

sendiri dan pencapaian produksi CPO


yang dihasilkan.
Analisis
untuk
menilai
Efektivitas
(Achievement
Rate)
adalah:

AR=

Keluaran aktual yang dicapai


x 100
Target produksi yang dibuat

Variabel yang digunakan untuk


menilai daya dukung aspek fisik ada
sebanyak 8 variabel dan variabel
yang digunakan untuk menilai daya
dukung
aspek
manajemen
ada
sebanyak 8 kriteria besar. Nilai dari
masing-masing daya dukung aspek
fisik
dan
manajemen
akan
digabungkan menjadi nilai daya
dukung Perkebunan dan Pabrik
Kelapa Sawit Sei Mangkei secara
keseluruhan, yakni dengan metode
pengindeksan sederhana.
4)
Analisis Faktor
Konfirmatori
Analisis faktor konfirmatori
mengidentifikasi apakah sub variabel
sudah mampu atau valid dalam
mewakili terbentuknya variabel dan
sub faktor apakah sudah mampu
atau
valid
dalam
mewakili
terbentuknya faktor laten. Nilai
Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan
terendah dari masing-masing sub
variabel dan sub faktor menjadi
masukan
untuk
penentuan
rekomendasi
peningkatan
daya
Penerapan Pedoman teknis budidaya kelapa sawit
dukung perkebunan dan pabrik
kelapa sawit Sei Mangkei. Dalam
penelitian ini menggunakan software
GeSCA yang dioperasikan secara
online. Yang dianlisis menggunakan
Penerapan Pedoman teknis Pengolahan Hasil Perkebunan
analisis CFA adalah variabel daya
dukung aspek manajemen dimana
kriterianya bersumber dari pedoman
perkebunan
kelapa
sawit
Pengelolaan
dan Pemantauan Lingkungan indonesia
berkelanjutan
(ISPO).
Daya Dukung Aspek
Adapun konstruk analisis
faktor
Manajemen
konfirmatori dapat dilihat pada
gambar 2.
Tanggung Jawab terhadap Pekerja

Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas

Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat

Gambar 2. Konstruk Analisis Faktor


Konfirmatori
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik faktor internal industri
dapat dilihat dari berbagai variabel yakni
jenis industri, tenaga kerja, bahan baku,
pemasaran, utilitas, aksesibilitas dan
transportasi, penggunaan lahan dan
persebaran
industri,
limbah
dan
pengolahannya
serta
penggunaan
teknologi.
Berikut
akan
dibahas
mengenai karakteristik industri Sei
Mangkei:
A. Jenis Industri
Jenis industri yang terdapat dalam
kawasan industri sawit terpadu ini
adalah
pengolahan
kelapa
sawit.
Kawasan ini dijadikan pioner bagi
industri hilir kelapa sawit dan industri
hulu Crude Palm Oil (CPO) nasional.
Berdasarkan
nilai
investasi
maka
Kawasan Industri Sei Mangkei termasuk
dalam industri besar yakni perusahaan
industri yang memiliki nilai investasi >
500 juta rupiah.
B.
Tenaga kerja

Tenaga
kerja
merupakan
sumber daya manusia yang dapat
diperbaharui.
Di
dalam
suatu
industri, tenaga kerja merupakan
salah satu faktor produksi yang
menunjang kelangsungan produksi.
Dari banyaknya jumlah pekerja yang
direkrut oleh suatu industri dapat
menentukan skala dari industri

Planning for Urban Region and Environment

Peningkatan Usaha secara Berkelanjutan

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

tersebut. Jumlah tenaga kerja yang


terdapat di Kawasan Industri Sei
Mangkei sebanyak 196 orang. Secara
keseluruhan, pekerja di Kawasan
Industri Sei Mangkei berasal dari
lokal.
Namun,
terdapat
juga
beberapa pekerja yang berasal dari
Kabupaten lain ataupun Kotamadaya
Pematangsiantar yang berbatasan
langusng dengan kawasan industri
ini.
C.
Bahan baku
Asal bahan baku adalah lokasi
dimana
bahan
mentah
yang
digunakan dalam proses produksi
diperoleh. Asal bahan baku untuk
Pabrik Kelapa Sawit Sei Mangkei
adalah lokal Kabupaten Simalungun
dan regional yakni diambil pada
wilayah-wilayah yang ada di luar
Kabupaten Simalungun tetapi masih
dalam satu Propinsi Sumatera Utara.
Bahan baku untuk industri inii bersal
dari kebun PTPN III, kebun besar dan
kebun rakyat yang terdapat di
Kecamatan Bandar, Bosar Maligas
dan Gunung Malela. Kemudahan
dalam memperoleh bahan baku
sangat
mempengaruhi
proses
produksi. Pabrik kelapa sawit Sei
Mangkei dan Kawasan Ekonomi
Khusus
Sei
Mangkei
mendapat
kemudahan akses dengan bahan
baku dikarenakan dekat dengan
bahan baku dan sudah adanya
sarana transportasi yang memadai
ditambah dengan adanya proyek
pengerjaan untuk akses Pelabuhan
Kuala Tanjung ke Sei Mangkei serta
jalur kereta api.
D.
Pemasaran
Pemasaran merupakan bagian
dari
faktor
produksi.
Lokasi
pemasaran adalah lokasi dimana
produk yang dihasilkan dalam hal ini
CPO dipasarkan. Lokasi pemasaran
dari PTPN III sudah sampai luar
negeri yakni Tanzania sebesar 10 ribu
ton menggunakan kapal.
E.Utilitas

Utilitas dalam Perkebunan dan


Pabrik Kelapa Sawit Sei Mangkei
antara lain meliputi air bersih, listrik,
telekomunikasi dan drainase. Untuk
kebutuhan akan air bersih berasal
dari PDAM dan sumur bor. Pengadaan
akan air bersih mudah dikarenakan

air sudah mencukupi kebutuhan dan


kondisinya baik untuk dikonsumsi.
Untuk kebutuhan akan listrik, bagi
rumah dinas dan jalan-jalan di
kawasan Pabrik Kelapa Sawit Sei
Mangkei didapat dari PLN sementara
untuk kebutuhan listrik Kawasan
Industri Sei Mangkei sendiri diperoleh
dari
Pembangkit
Listrik
Tenaga
Biomassa Sawit (PLTBS) dan untuk
Pabrik Kelapa Sawit Sei Mangkei,
listriknya
berasal
dari
turbin/generator yang digerakkan
selama proses pengolahan kelapa
sawit. Kawasan Sei Mangkei juga
sudah
terkoneksi
dengan
telekomunikasi dan dekat dengan
jalan
utama.
Untuk
saluran
pembuangan
berupa
saluran
drainase, Kawasan Pabrik Kelapa
Sawit Sei Mangkei difasiltasi oleh
drainase sekunder dengan kondisi
drainasenya memiliki aliran lancar.
F. Aksesibilitas dan transportasi
Sarana dan prasarana transportasi
digunakan
untuk
menghubungkan
antara lokasi bahan baku dengan lokasi
industri, lokasi industri dengan lokasi
pemasaran. Transportasi yang digunakan
antara lain menggunakan truk, kereta
api dan juga kapal untuk pemasaran
ekspor. Jaringan jalan yang terdapat di
Kawasan Sei Mangkei adalah jalan arteri
primer yang menghubungkan PTPN II, IV,
kebun seinduk dan kebun swasta menuju
Kota
Perdagangan,
dari
Kota
Perdagangan ke lokasi Kawasan Pabrik
Kelapa Sawit Sei Mangkei difasilitasi
jaringan jalan kolektor primer dan untuk
blok Kawasan Ekonomi Khusus Sei
Mangkei
dilengkapi
jalan
dengan
perkerasan aspal beton.
Aksesibilitas merupakan keterjangkauan
suatu tempat ke tempat lain. Untuk
jangkauan terhadap pusat pelayanan
pada industri besar berorientasi kepada
kedekatan dan kemudahan jangakaun
terhadap pusat pelayanan regional yakni
Kota Perdagangan, Kota Siantar ataupun
Kota Medan. Hal itu disebabkan karena
terdapat fasilitas yang mendukung
kegiatan industri besar misalnya pusat
perdagangan,
jasa,
transportasi
(pelabuhan).
Faktor
lain
yang
mendukung
adalah
dikarenakan
lokasinya dilalui jalur utama yang
memudahkan
pencapaian
terhadap
pusat
pelayanan.
Lokasi
Kawasan
Industri berjarak 3 km dengan pusat kota

Planning for Urban Region and Environment

11

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

yakni Kota Perdagangan. Untuk jarak


lokasi industri dengan permukiman
dapat dinilai dari 2 aspek yakni
berdampak
positif
dalam
rangka
pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dan
berdampak negatif karena kegiatan
industri menghasilkan polutan dan
limbah yang dapat membahayakan bagi
kesehatan
masyarakat.
Pekerja
di
Kawasan Industri Sei Mangkei difasilitasi
rumah dinas dengan jarak 1 km dari
lokasi industri tersebut.

G. Penggunaan
lahan
dan
persebaran industri
Luas lahan yang digunakan
pada lokasi industri ini relatif luas
dimana
di
dalamnya
terdapat
berbagai penggunaan untuk kegiatan
industri yaitu pabrik, gudang, parkir,
kantor,
RTH,
poliklinik,
sarana
peribadatan, kantin dan rumah
karyawan. Lokasi industri hanya
berada pada 1 kawasan industri yang
dekat
dengan
perkotaan.
Luas
wilayah Kawasan Ekonomi Khusus
adalah 2002,77 Ha dan didalamnya
sudah termasuk lokasi pabrik kelapa
sawit Sei Mangkei.
H.
Limbah
dan
Pengolahannya
Limbah
merupakan
sisa
buangan yang dihasilkan dari proses
produksi berupa limbah padat, cair,
gas dan suara. Untuk limbah cair di
Pabrik Kelapa Sawit Sei Mangkei
sudah memiliki pengolahan limbah
melalui Land Application. Untuk
limbah padat dari Pabrik Kelapa Sawit
Sei Mangkei dimanfaatkan sebagai
pupuk kompos dan untuk limbah
padat seperti besi, drum dikelola oleh
pihak PTPN III untuk dijual. Untuk
tingkat kebisingan dan juga udara
perlu pengelolaan lebih lanjut guna
meminimalisir dampaknya.
I.Penggunaan Teknologi
Penggunaan teknologi adalah
penggunaan
pengetahuan
yang
sistematik dari ilmu terapan yang
mempunyai nilai praktis dan atau
digunakan
untuk
industri
yang
berbentuk seperti mesin-mesin dan
peralatan.
Jenis
penggunaan
teknologi
terdiri
dari
teknologi
sederhana dan modern. Dalam
Kawasan
Ekonomi
Khusus
Sei
Mangkei khususnya Pabrik Kelapa

Sawit Sei Mangkei, untuk kapasitas


30 Ton/jam maupun kapasitas 45
ton/jam
sudah
menggunakan
teknologi modern hanya saja yang
membedakan kedua mesin di pabrik
ini adalah kapasitas pengolahannya
Perkebunan Kelapa Sawit Sei
Mangkei yang berada di bawah
naungan PTPN III merupakan salah
satu
perkebunan
kelapa
sawit
terbesar
yang
dimiliki
Provinsi
Sumatera
Utara.
Persebaran
perkebunan kelapa sawit seinduk
maupun
pihak
ketiga
dari
perkebunan kelapa sawit Sei Mangkei
ini mencakup 3 kabupaten antara
lain
Kabupaten
Simalungun,
Kabupaten
Asahan,
Kabupaten
Serdang
Bedagai.
Untuk
lokal
Kabupaten Simalungun, kelapa sawit
didatangkan dari Kecamatan Bandar,
Bosar Maligas dan Gunung Malela.
Adapun peta persebaran perkebunan
kelapa
sawit
di
Kabupaten
Simalungun
dapat
dilihat
pada
gambar 3,4,5.

Gambar
3.
Wilayah
Persebaran
Perkebunan Besar Kelapa Sawit di
Kabupaten Simalungun

Gambar
4.
Wilayah
Persebaran
Perkebunan Rakyat Kelapa Sawit di
Kabupaten Simalungun

Planning for Urban Region and Environment

13

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

Gambar
5.
Wilayah
Persebaran
Perkebunan Pemasok Kelapa Sawit
Karakteristik perkebunan dan pabrik
kelapa
sawit
Sei
Mangkei
akan
diperlihatkan pada foto mapping seperti
gambar 6 dan 7. Foto mapping tersebut
ingin
menyampaikan
informasi
mengenai potensi dan masalah yang
dimiliki oleh perkebunan sekaligus
pabrik kelapa sawit Sei Mangkei. Dasar
penentuan
karakteristik
ini
adalah
berdasarkan pedoman ISPO, adapun
karakteristik yang dimaksud meliputi
Sistem
Perizinan
dan
Manajemen
Perkebunan, Penerapan Pedoman Teknis
Budidaya Kelapa Sawit, Penerapan
Pedoman
Teknis
Pengolahan
Hasil
Perkebunan Kelapa Sawit, Pengelolaan
dan Pemantauan Lingkungan, Tanggung
jawab terhadap Pekerja, Tanggung jawab
Sosial da Komunitas, Pemberdayaan
Kegiatan Ekonomi Masyarakat serta
Peningkatan
Usaha
secara
Berkelanjutan.

Gambar 6. Photo Mapping Potensi PPKS

Gambar 7. Photo Mapping Masalah


PPKS
Hasil penilaian terhadap aspek fisik
dan manajemen akan diperlihatkan pada
tabel X dan tabel X. Penilaian terhadap
aspek fisik dinilai berdasarkan kedelapan
variabel
yakni
kemampuan
dan
kesesuaian lahan, daya dukung wilayah,
indeks kemampuan wilayah, pengukuran
kinerja operasi (produktivitas, efisiensi,
produktivitas tenaga kerja, kapasitas
olah
maksimum
dan
efektivitas)
sementara untuk daya dukung aspek
manajemen
penilaiannya
dinilai
berdasarkan hasil jawaban dari 33
responden mengenai hal-hal terkait
sistem
perizinan
dan
manajemen
perkebunan, penerapan pedoman teknis
budidaya
kelapa sawit,
penerapan
pedoman
teknis
pengolahan
hasil
perkebunan kelapa sawit, pengelolaan
dan pemantauan lingkungan, tanggung
jawab terhadap pekerja, tanggung jawab
sosial da komunitas, pemberdayaan
kegiatan ekonomi masyarakat serta
peningkatan usaha secara berkelanjutan.
A.
Analisis Kemampuan dan
Kesesuaian Lahan
Analisis kemampuan lahan dilakukan
untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan
lahan
untuk
dapat
mendukung upaya pemanfaatan lahan
perkebunan. Pedoman penentuan kelas
kemampuan
lahan
Kabupaten
Siamlungun didasarkan atas Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17
tahun 2009 Tentang Pedoman Penentuan
daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam
Penataan Ruang Wilayah dengan faktor
pembatas anatara lain kelerengan,
tekstur, drainase, erosi serta kedalaman.
Pedoman Peraturan Menteri Lingkungan
hidup berfungsi untuk mengetahui
kemampuan lahan terutama untuk
kawasan perkebunan.
Analisis kesesuaian lahan diperoleh
melalui hasil ovelay analisis kemampuan
lahan dengan guna lahan eksisting.
Analisis
kesesuaian
lahan

Planning for Urban Region and Environment

15

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

mengidentifikasi
kondisi
eksisting
dengan hasil analisis kemampuan lahan
dan outputnya berupa daya dukung
lingkungan yang optimal dan sesuai
untuk masing-masing pengembangan.
Tabel 1 menunjukkan hasil analisis
kemampuan dan kesesuaian lahan
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Simalungun.
Tabel 1. Kemampuan dan Kesesuaian
Lahan Kabupaten Simalungun
Kecamatan
Bandar
Bandar
Huluan
Bandar
Nasilam
Bosar
Maligas
Dolok
Batunangga
r
Dolok
Panribuan
Dolok
Pardamean
Dolok Silau
Girsang
Sipangan B
Gunung
Malela
Gunung
Maligas
Haranggaol
Hatonduhan
Hutabayu
Raya
Bah Jambi
Jorlang
Hataran
Panei
Panombean
Panei
Pematang
Bandar
Pematang
Sidamanik
Pematang
Silimahuta
Purba
Raya
Raya
Kahean
Siantar
Sidamanik
Silau
Kahean
Silimakuta
Tanah Jawa
Ujung
Padang

Kelas
Kemampua
n
II-L1
II-L1

Evaluasi
Kesesuaian
Lahan
Sesuai
Sesuai

II-L1

Sesuai

II-L1

Sesuai

III-L1

Sesuai

III-L1

Sesuai

VI-L4

Sesuai

VII-L5
VII-L5

Sesuai
Sesuai

II-L0

Sesuai

II-L0

Sesuai

VII-L5
VI-L4
II-L1

Tidak Sesuai
Sesuai
Sesuai

II-L0
III-L1

Sesuai
Sesuai

III-L1
VI-L4

Sesuai
Sesuai

II-L1

Sesuai

III-L1

Sesuai

VI-L4

Sesuai

VII-L5
VII-L5
VII-L5

Tidak Sesuai
Tidak Sesuai
Tidak Sesuai

II-L1
III-L1
VI-L4

Sesuai
Sesuai
Tidak Sesuai

VII-L5
II-L1
II-L1

Tidak Sesuai
Sesuai
Sesuai

Dari hasil analisis kemampuan


lahan
diketahui
empat
kelas
kemampuan lahan yang ada di
Kabupaten Simalungun yakni Kelas
Kemampuan II, III, VI dan VII. Untuk
kecamatan yang terdapat kebun dan
pabrik kelapa sawit Sei Mangkei
yakni Kecamatan Bosar Maligas,

Kecamatan Bandar dan Kecamatan


Gunung
Malela
memiliki
kelas
kemampuan lahan II yang sesuai
untuk
penggunaan
lahan
perkebunan,
pertanian
tanaman
semusim.
Dari
hasil
analisis
kesesuaian
lahan
diketahui
penggunaan lahan kondisi eksisiting
yang ada sesuai dengan kelas
kemampuan yang ditetapkan dari
Permen LH No. 17 Tahun 2009.
Pengembangan yang sesuai dengan
kelas
II
adalah
pertanian,
perkebunan, serta hutan produksi.
Sehingga peruntukan lahan untuk
perkebunan dan pabrik kelapa sawit
sesuai dengan kondisi lahan. Selain
itu, lokasi perkebunan dan pabrik
kelapa sawit Sei Mangkei berada di
kawasan
budidaya.
Berikut
merupakan peta kelas kemampuan
dan kesesuaian lahan Kabupaten
Simalungun.

Gambar 8. Kelas Kemampuan Lahan


Kabupaten Simalungun

Gambar
9.
Kesesuaian
Kabupaten Simalungun

Lahan

Hutan Kota Sampit yang berada di


Kecamatan Mentawa Baru Ketapang
dikelola oleh pihak swasta (BUMN)
yakni oleh PT.Inhutani III. Hutan Kota

Planning for Urban Region and Environment

17

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

Sampit yang ada di Kecamatan


Mentawa Baru Ketapang telah ada
sejak tahun 1970an (hasil survei
primer, 2013). Hutan Kota Sampit ini
tersebar dibeberapa tempat dengan
jumlah 5 yakni Hutan Kota Sampit 1,
Hutan Kota Sampit 2, Hutan Kota
Sampit 3, Hutan Kota Sampit 4 serta
Hutan Kota Sampit 5. Dalam kawasan
Hutan Kota Sampit ini dibahas
mengenai fungsi Hutan Kota Sampit.
a. Hutan Kota Sampit 1 terletak
bersebelahan langsung dengan
Taman Kota Sampit. Hutan ini
memiliki fasilitas pendukung yakni
pos satpam, jaringan drainase dan
lampu penerangan. Kondisi pos
satpam tidak terawat karena atap
rusak, kondisi jaringan drainase
tidak terawat karena ada bagian
yang
berlubang
dan
banyak
sampah di dalamnya. Kondisi
lampu penerangan banyak yang
mati. Untuk jenis vegetasinya, ada
7 jenis pohon yakni pohon mahoni,
pinus, bungur, jati, sawit, ketapang
dan
manggis
yang
total
keseluruhan adalah 68. Adapun
aktivitas di hutan ini adalah duduk,
dan minum, bertemu teman.
b. Hutan Kota Sampit 2 dibatasi oleh
pagar yang terbuat dari kayu
dengan tinggi 1,5. Dalam hutan ini
tidak terdapat sarana penunjang,
hanya prasarana diluar yakni
jaringan drainase dan lampu
penerangan.
Adapun
kondisi
keduanya tidak terawat karena
lampunya mati dan di dalam
drainase terdapat sampah. Jika
dilihat dari vegetasinya, ada 6
jenis yakni pohon sengon, bungur,
sawit, ketapang, beringin dan
mahoni yang jumah seluruhnya
adalah 57. Adapun aktivitas di
hutan ini adalah makan dan
minum.
c. Hutan Kota Sampit 3 pada tahun
1985an merupakan bekas kebun
binatang. Namun sekarang sudah
tidak
berfungsi
lagi
karena
prasarana yang terdapat di hutan
ini
hanya
jaringan
drainase
dengan kondisi tidak terawat
f.
g.

karena banyak sampah. Ada 5


jenis pohon di hutan ini yakni
pohon mahoni, sawit, ulin, sengon
dan
gmelina
dengan
total
keseluruhan yakni 51. Adapun
aktivitas di hutan ini adalah
berteduh, menunggu anak pulang
sekolah, makan
dan
minum,
duduk.
d. Hutan Kota Sampit 4 merupakan
lahan yang pernah digunakan
untuk
kantor
PT.Inhutani
III.
Prasarana yang terdapat di hutan
ini hanya dibagian luarnya saja
yaitu jaringan drainase dan lampu
penerangan dengan kondisi tidak
terawat.
Jika
dilihat
dari
vegetasinya, ada 7 jenis pohon
yakni pohon flamboyant, gmelina,
akasia, sawit, mahoni, ketapang
dan
bungur
dengan
total
keseluruhan adalah 36. Adapun
aktivitas di hutan ini adalah
menunggu anak pulang sekolah.
e. Hutan Kota Sampit 5 pernah
dijadikan sebagai taman kecil yang
dilengkapi dengan lampu taman,
tempat duduk, tempat sampah
serta adanya jembatan kecil pada
bagian 4 sisinya tersebut pada
tahun 1900an. Namun sekarang,
hutan ini tidak terawat karena
fasilitas yang ada banyak yang
hilang.
Adapun
prasarana
pendukung hanya terdapat diluar
hutan yakni jaringan drainase dan
lampu
penerangan
yang
kondisinya tidak terawat juga. Jika
dilihat dari jenis pohonnya, ada 10
jenis pohon didalamnya yakni
pohon gmelina, sawit, sungkai,
terantang, waru, bungur, akasia,
nangka, rambutan dengan total
keseluruhan adalah 63. Adapun
aktivitas di hutan ini adalah
berteduh, bertemu teman, duduk.
Berikut merupakan foto mapping
aktivitas di setiap titik Hutan Kota
Sampit dan fungsi estetika serta
fungsi ekologis di Hutan Kota
Sampit
yang
masing-masing
ditunjukkan oleh gambar 1 dan
gambar 2.

Planning for Urban Region and Environment

19

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

h.
i. Gambar 1. Foto mapping aktivitas di kawasan Hutan Kota Sampit

j.

k. Gambar 2. Persebaran vegetasi fungsi estetika dan ekologis di kawasan


Hutan Kota Sampit
l. Analisis deskriptif fungsi
Taman Kota Sampit
m. Sebelum tahun 1992, Taman
Kota Sampit bukanlah taman sebagai
ruang
publik
namun
digunakan
sebagai lapangan sepak bola yang ada
di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
Taman Kota Sampit dikelola oleh pihak
Pemerintah
Daerah
Kabupaten

Kotawaringin
Timur.
Taman
Kota
Sampit memiliki luas sekitar 2,52 ha.
Namun saat ini, Taman Kota Sampit
sedang dilakukan rehabilitasi sehingga
dalam penelitian ini, peneliti hanya
meneliti aktivitas disekitar Taman Kota
Sampit
namun
tetap
mempertimbangkan
sarana
dan

Planning for Urban Region and Environment

21

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

prasarana
yang
ada
sebelum
direhabilitasi.
n. Taman
Kota Sampit sering
digunakan untuk berbagai macam
kegiatan seperti berdagang, bermain,
bertemu teman, makan dan minum,
duduk, olahraga (jalan santai). Namun,
dikarenakan taman sedang dilakukan
rehabilitasi sehingga aktivitas menjadi
terbatas
seperti
berdagang
(PKL
jajanan
kecil
seperti
makanan,
minuman, PKL sepatu ataupun sandal,
PKL aksesoris dan vcd serta PKL
pakaian), bermain, makan dan minum
serta bertemu teman. Ada 11 jenis
fasilitas
seperti
tempat
sampah,
tempat duduk, lampu penerangan, wc
umum, signage, sarana bermain,
sangkar burung, tempat parkir, pos

polisi, jaringan drainase dan jalan


paving.
Berikut
merupakan
foto
mapping dari fasilitas yang terdapat di
Taman Kota Sampit yang ditunjukkan
oleh gambar 3.
o. Meskipun sarana dan prasarana
sudah ada namun masih terdapat
kekurangan yakni kurangnya lampu
penerangan/taman, tempat duduk dan
tempat sampah, belum adanya tempat
khusus untuk PKL berjualan di Taman
Kota Sampit (sehingga jalur pejalan
kaki dan tempat duduk digunakan oleh
PKL untuk berjualan), kurangnya lahan
parkir. Untuk itu diperlukan perbaikan
serta
penambahan
fasilitas
agar
berfungsi
optimal.
Untuk
jenis
vegetasinya, ada 16 jenis tanaman
seperti pada gambar 4.

p.
q. Gambar 3. Foto mapping persebaran fasilitas

Planning for Urban Region and Environment

23

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

r.
s. Gambar 4. Foto mapping persebaran vegetasi
t.
u.
v. Analisis
deskriptif
jalur
pejalan kaki
w. Dalam jalur pejalan kaki ini,
dibahas mengenai karakteristik fungsi
dan karakteristik fasilitas sarana
pejalan kaki baik itu yang dikawasan
ataupun yang berada disekitarnya.
1) Hutan Kota Sampit
x. Pada wilayah studi, fungsi jalur
pejalan kaki di Hutan Kota Sampit
adalah untuk melakukan aktivitas
berdagang, untuk menghubungkan ke
Taman
Kota
Sampit
dan
untuk
memisahkan dengan jalur pejalan kaki.
Adapun dimensi jalurnya adalah lebar
1,5 meter, panjang 5 meter dan tinggi
10 cm dan jalur ini terbuat dari beton.
Fasilitas pendukung yang ada hanya
jaringan drainase. Kondisi dari jalur ini
bersih karena ada petugas kebersihan
dan tidak terlalu bising karena
letaknya bersebelahan dengan pohon
peredam kebisingan di Hutan Kota
Sampit.
2) Taman Kota Sampit
y. Untuk jalur pejalan kaki di
Taman Kota Sampit terdapat disetiap
sisinya dan sering digunakan untuk
aktivitas berdagang, pemisah jalur
pejalan kaki dengan kendaraan serta
penghubung antar tempat fungsional
seperti ke sekolah, Hutan Kota Sampit,

dan lain sebagainya. Adapun dimensi


dari jalur ini adalah lebar 1,3 meter,
panjang: mengelilingi taman dan
tingginya 30cm dan jalur ini terbuat
dari beton. Sirkulasinya dua arah. Di
jalur ini terdapat beberapa fasilitas
seperti tempat duduk, tempat sampah,
lampu penerangan serta jaringan
drainase.
z. 3) Jalur pejalan kaki disekitar hutan
dan taman
aa.
Untuk jalur pejalan kaki
disekitar hutan dan Taman Kota
Sampit, ada 10 jalan yang
sesuai dengan radius 300 meter
sehingga jalur tersebut sering
digunakan
untuk
tempat
berdagang
dan
dijadikan
sebagai tempat parkir. Adapun
dimensi dari jalur pejalan ini
antara 1-1,25 meter, panjang:
mengikuti jalan, tinggi antara
10-20 centimeter dan jalur ini
terbuat dari beton. Sirkulasi dari
jalur ini adalah searah dan dua
arah. Kondisinya ada yang
bersih dan ada juga yang tidak
bersih karena terdapat sampah
dan ada jalur yang kodisinya
miring. Di jalur ini terdapat
beberapa fasilitas seperti lampu
penerangan,
bak
sampah,
signage, jaringan drainase, jalur
hijau.

Planning for Urban Region and Environment

25

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

ab.
ac.

Analisis evaluatif

Dalam analisis ini dibagi


menjadi berdasarkan teori dan
pedoman, berdasarkan analisis
kano
model
dan
content
analysis.

ad.
Analisis evaluatif
fungsi Hutan Kota Sampit
ae. Fungsi dominan Hutan Kota
Sampit di wilayah studi adalah fungsi
pelestarian lingkungan (ekologis). Hal
itu terlihat dari banyaknya jumlah
pohon yang berfungsi untuk menjaga
kelestarian lingkungan misalnya saja
Pohon Mahoni dan Pohon Sengon.
Sementara untuk fungsi lansekap, di
Hutan Kota Sampit ini belum terdapat
fungsi sosial, hal itu dikarenakan
belum adanya dana untuk menunjang
fungsi sosial tersebut. Untuk itu, agar
menjadi Hutan Kota Sampit sebagai
ruang publik, maka dapat dilakukan
pengoptimalan fungsi seperti
a. Pengadaan fungsi sosial (lansekap)
seperti sarana pendidikan dan
penelitian, ekonomi, dll seperti glass
house, PKL tanaman serta makan
dan minum, jembatan kanopi,
tempat
pameran,
tempat
pengolahan sampah.
b. Penambahan fungsi estetika seperti
penambahan vegetasi yang menarik
dan
unik
misalnya
pohon
flamboyant
dan
sawit.
Selain
pengadaan,
akan
dilakukan
perbaikan serta perawatan lampu
penerangan dan jaringan drainase.
c. Pengadaan fungsi ekologis seperti
pembuatan tempat pembibitan dan
vegetasi yang memiliki nilai ekologis
seperti bungur, mahoni, dan lain
sebagainya.
af. Analisis evaluatif fungsi
Taman Kota Sampit
ag. Analisis fungsi Taman Kota
Sampit telah sesuai dengan teori
namun belum optimal. Oleh sebab itu,
diperlukan
pengoptimalan
fungsi
seperti
fungsi
sosial
yakni
penambahan sarana bermain anakanak seperti play ground, perawatan
sarana bermain anak, penambahan
sarana olahraga seperti jalur pijat
refleksi, perbaikan lapangan basket
dan jogging track serta pembuatan

tempat khusus PKL. Untuk fungsi


etstetika
diperlukan
penambahan
vegetasi yang memiliki warna dan
bentuk unik dan menarik serta tempat
duduk,
tempat
sampah,
lampu
penerangan, dan sarana gudang untuk
menyimpan
prasarana
penunjang.
Untuk fungsi ekologis diperlukan
penambahan vegetasi untuk menyerap
CO2,
peredam
kebisingan,
penggenangan banjir.
ah.
Analisis evaluatif jalur
pejalan kaki
ai. Analisis fungsi dan fasilitas
sarana jalur pejalan kaki terdiri dari 3
yakni jalur pejalan kaki yang berada di
Hutan Kota Sampit, Taman Kota Sampit
serta sekitar Hutan dan Taman Kota
Sampit.
1) Hutan Kota Sampit
aj. Secara keseluruhan, fungsi jalur
pejalan kaki yang ada di Hutan Kota
Sampit sudah sesuai namun belum
berfungsi
optimal
karena
hanya
sebagian hutan saja yang memiliki
jalur pejalan kaki. Oleh sebab itu,
hendaknya dibangun jalur pejalan kaki
agar masyarakat dapat menjangkau
dengan mudah setiap titik Hutan Kota
Sampit
tersebut
sehingga
hutan
tersebut berfungsi optimal. Selain itu,
dibuat pemisah jalur pejalan kaki
dengan kendaraan agar para pejalan
kaki bisa merasa lebih aman ketika
berjalan kaki. Dan perlu dilakukan
penambahan fasilitas sarana jalur
pejalan kaki minimal tempat duduk,
tempat sampah, lampu penerangan,
jaringan drainase.
2) Taman Kota Sampit
ak. Fungsi jalur pejalan kaki di
Taman Kota Sampit sudah sesuai
hanya saja belum optimal. Hal itu
dikarenakan kurangnya tempat duduk.
Oleh sebab itu, hendaknya dilakukan
penambahan
terhadap
kursi,
perawatan
(lampu
penerangan,
jaringan
drainase,
marka
dan
perambuan). Selain itu dapat juga
dilakukan pengurangan aktivitas di
atas trotoar karena hal tersebut
menganggu para pejalan kaki untuk
berjalan seperti di Jalan D.I Panjaitan
dan Rel Inhutani.
3) Jalur pejalan kaki

Planning for Urban Region and Environment

27

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

al. Fungsi
jalur
pejalan
kaki
disekitar taman dan Hutan Kota Sampit
sudah ada yang sesuai dan ada yang
belum. Dikatakan belum sesuai karena
ada jalan yang tidak memiliki jalur
pejalan kaki sehingga perlu dilakukan
pembuatan jalur pejalan kaki bagi jalan
yang memungkinkan dan bagi yang
rusak dapat diperbaiki. Selain itu,
dapat
dilakukan
penambahan
beberapa elemen seperti tempat
duduk, lampu penerangan. Untuk
sarana lain seperti tempat sampah,
signage dan jalur hijau hendaknya
tetap
dipertahankan
dan
perlu
ditambahkan agar para pejalan kaki
dapat merasa nyaman saat berjalan
kaki di jalur tersebut.
am.

Analisis Kano Model

an. Untuk menganalisis persepsi


pengunjung dan masyarakat dilakukan
dengan
menggun
kano
model.
Penentuan
variable
dan
atribut
didasarkan pada teori, pedoman, dan
kondisi eksisting. Kano model dibagi
kedalam 3 bahasan yaitu Hutan Kota
Sampit, Taman Kota Sampit, dan jalur
pejalan kaki.
ao.
ap.
aq.
ar.
1) Hutan Kota Sampit
as. Tabel 1. Pengembangan Atribut
Berdasarkan I-S Model Hutan
Kota Sampit
az. Kuadran
be. Prioritas
aw. Kuadran
bd.
at.
ba. dalam
bf. Pengem
ax. dalam
Kuadran
Kodau. av.
I S
bb. Pengembang bg. bangan
ay. Kano
dalam Ie
an
Model
S Model
bc. Kano Model
bh.
bl.
Highly
bo. 2
bi. bj.
3.81bk.
2.86Attractive
C2
bm. attractive
bn.
bs. One
bx. 1
Excellent
bp.
bu. High Value
bq. br.
3.71
bt.
3.05dimensiona
C4
bv.
Added
l
by.
ce. 5
bz.ca.
4 2.49
cb. Must becc.
Critical
C3
cf.
cj.
Critical
cl.
2
cg. ch.
4.192.52
ci. Must be
D1
cm.
cq. Critical
cs. 3
cn. co.
4.172.52
cp. Must be
D2
cd.
cw. Onecy.
High ValueTo be db. 1
ct.
cu. cv.
4.14
cx.
2.45dimensiona
cz.
Addedimproved
D3
l
dc.
dg. Critical
di.
6
dd. de.
3.992.40
df. Must be
D4
dj.
dn. Critical
dp. 4
dk. dl.
4.062.46
dm. Must be
D5
dr.
dq. ds.
3.203.15
dt. Onedv.
Low value
dx.
dy. 2
B2
du. dimensiona
dw.
Added Surplus
l

az. Kuadran
be. Prioritas
aw. Kuadran
bd.
at.
ba. dalam
bf. Pengem
ax. dalam
Kuadran
Kodau. av.
I S
bb. Pengembang bg. bangan
ay. Kano
dalam Ie
an
Model
S Model
bc. Kano Model
ec. Oneee. Low value
eh. 1
dz.
ea. eb.
3.48
ed.
3.04dimensiona
ef.
Added
B3
l
ei.
em. Less Attractive
eo. 3
ej. ek.
3.64el.
3.01Attractive
B4
ep.
Less Attractive
ev. 6
eq. er.
3.16es.
2.89Attractive
B5
ew.
Less Attractive
fc.
5
ex. ey.
3.28ez.
3.32Attractive
B6
fd.
fh.
Care-Free
fj.
7
fe. ff.
3.63fg.
3.37Indifferent
B7
fk.
Less Attractive
fq. 4
fl. fm.
3.39fn.
3.10Attractive
C1
fr.
fv.
Potential
fx.
1
fs. ft.
3.70fu.
2.51Indifferent
A1
fw.
Care-freege. 2
fy.
gc. Care-Free
fz. ga.
3.46gb.
2.69Indifferent
B1
gf.
gi.
gj.
gk.
gl.
gg.
M gh.
3.702.81

gm.
2) Taman Kota Sampit
gn.
Tabel 2. Pengembangan
Atribut Berdasarkan I-S Model
Taman Kota Sampit
gu.
Ku
gr.
K
adran
uadran
gx. Kuad
gv.
da
gs.
d
ran
go. gp.gq.
lam
alam
gy. dala
Kode I S
Pengemban
gt.
K
m I-S
gan
ano
Model
gw.
K
Model
ano Model

gz.
Prio
rita
s
Pen
ge
mb
ang
an
hi.
3

hd.
hf.
Hi
ha.
One
gh Value
hb.
A hc. 3.25
he.
hg.
d
ad
4.45
imension
ded
al
hm.
ho.
Hi
hr.
hj.
One
gh Value
5
hk.
B hl. 3.12
hn.
hp.
d
ad
4.37
imension
ded
al
hv.
hx.
Hi
ia.
hs.
One
gh Value
1
ht.4.5
B hu. 3.22
hw.
hy.
d
ad
8
imension
ded
al
ib.
if. Highly
ii.
ic. 3.8
ie.
A
C id. 3.34
ig.
At
8
8
ttractive
tractive hh. Excell
im.
io.
O
Hi ent
ir.
ij.
ne
gh Value
6
ik. 4.2
C il. 3.56
in.
d
ip.
a
4
imension
dded
al
iv.
ix.
Hi
ja.
is.
One
gh Value
4
it. 4.4
C iu. 3.2
iw.
d iy.added
1
imension
al
jb.
jh.
jc. 4.0
je.
M
C jd. 3.48
jf. Critical
7
2
ust be
jl.
jn.
Hi
ji.
One
jj. 4.4
gh Value
D jk. 3.11
jm.
d
6
jo.
ad
imension
ded
al

Planning for Urban Region and Environment

jq.
2

29

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto


gu.
Ku
gr.
K
adran
uadran
gx. Kuad
gv.
da
gs.
d
ran
go. gp.gq.
lam
alam
gy. dala
Kode I S
Pengemban
gt.
K
m I-S
gan
ano
Model
gw.
K
Model
ano Model
jr.
ju.
I
js. 3.3
A jt. 3.18ndifferen jv.Care-free
5
t
jy.
jz. 3.4
kb.
kc.
A
Le
B ka. 3.14
5
ttractive ss Attractive
kf.
kg.
ki.
kj.
A
Le
B kh. 3.26
3.66
ttractive ss Attractive

gz.
Prio
rita
s
Pen
ge
mb
ang
an
jx.
6
ke.
3
kl.
2

kp.

ku.
kr.
jw.
Hi Surplus
km.
One
1
kn.
gh Value
C ko. 3.56
kq.
d
3.74
ks.
ad
imension
ded
al
kv.
ky.
I
lb.
kw.
kz.
Ca
C kx. 3.21ndifferen
5
3.62
re-free
t
lc.
lf.
I
li.
ld. 3.6
lg.
Ca
C le. 3.48ndifferen
4
3
re-free
t
lj.
lm.
I
lp.
lk. 3.5
ln.
Ca
lo. CareC ll. 2.91ndifferen
1
2
re-free
free
t
lq.
lw.
lr. 3.7
ls. 3.0
M
lu.
lv.
1 6lt.

lx.
ly.
lz. 3)
Jalur pejalan kaki
ma. Tabel 3. Pengembangan Atribut
Berdasarkan I-S Model
mf.

Ku
adran
mj.
me.
mg.
K
da
mb.
Kuadr
uadran
lam
Ko mc.md.
an
dalam Pengembang
d I S
dalam
Kano mh.
an
e
I-S
Model
Kano
Model
mi.
M
odel
mp.
mr.
O
Hi
mn.
mm.
mo.
negh value4.1
B3
3.73mq.
ms.
d
ad
mt.
1
imensional
ded
Excelle
mw.
nt
mv.
mx. my.
mz.
M
Cri
4.2
B6
3.67 ust-be
tical
8
nd.
nf.
A
nc.
ne.
ng.Highly
4.3
ttractive
A1
2.94
nh.attractive
6
nl.
nn.
I
nk.
nm.
4.0
ndifferentno.Potential
A2
3.04
4
ni.
nu.
O
To be
ns.
nw.
Hi
nr.
nt.
neimprov
4.8
gh valueB1
2.96nv.
d
ed
7
nx.added
imensional
od.
O
ob.
oa.
oc.
ne- of. High value3.9
C1
3.13oe.
d og.added
5
imensional
ok.
om.
I
oj.
ol.
3.7
ndifferenton.Care-free
B4
3.34
oo.
7
Surplus
oq. or. os. ot.
ov.
O Low valueB5 3.6 3.40
ne- ow.
ad

mk.
P

mf.

Ku
adran
mj.
me.
mg.
K
da
mb.
Kuadr
uadran
lam
Ko mc.md.
an
dalam Pengembang
d I S
dalam
Kano mh.
an
e
I-S
Model
Kano
Model
mi.
M
odel
ou.
d
4
ded
imensional
pa.
pc.
I
oz.
pb.
3.7
ndifferentpd.Care-free
B7
3.47
9
ph.
pj.
I
pg.
pi.
3.0
ndifferentpk.Care-free
B2
2.96
3
pl.
pq.
O
Carepo.
pn.
pp.
ne- ps. Low value- free
3.5
B8
2.99pr.
d pt. added
1
imensional
pw.
qb.
qc.
py. pz. qa.
Me
3.9 3.2
px.
4 4
an

qe.

mk.
P
ml.
P

pf.
2
pm.
2
pv.
1

qd.

Analisis development

qf. Analisis scenario visi


qg.
Analisis
scenario
visi
didasarkan
pada
harapan
masyarakat ke depan, artinya
perencanaan ini cukup ideal
karena memiliki inovasi di
dalamnya.
Fokus
dari
perencanaan
ini
adalah
mengoptimalkan semua fungsi
Hutan dan Taman Kota Sampit
sehingga semua fungsi menjadi
fungsi primer seperti gambar 5.

ml.
P

mu.
1
nb.
2
nj.
3
nq.
4
nz.
1
oi.
2
op.
3
oy.
1

qh.
qi. Gambar 5. Diagram Fungsi
Hutan Kota Sampit dan Taman
Kota Sampit dalam Skenario Visi
qj.
Berikut
merupakan
conceptual plan struktur ruangnya
scenario visi yang ditunjukkan oleh
gambar 6. Gambar 6 menjelaskan
bahwa yang menjadi pusat pelayanan
adalah Taman Kota Sampit dengan
pengoptimalan ketiga fungsi. Hal itu
dikarenakan sarana prasarana yang
lebih
memadai
serta
sudah
dilengkapinya dengan jalur pejalan
kaki. Sementara untuk Hutan Kota
Sampit dijadikan sebagai sub pusat
pelayanan. Antara pusat (Taman Kota
Sampit) dengan sub pusat (Hutan Kota

Planning for Urban Region and Environment

31

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

Sampit) dihubungkan oleh jalur pejalan


kaki agar dapat saling terintegrasi
sehingga fungsi hutan dan taman kota
optimal. Dalam skenario visi, banyak
perubahan
yang
terjadi
seperti
pengadaan
glass
house,
tempat
pembibitan, jembatan kanopi, tempat
pameran, tempat pengolahan sampah,
sarana gudang, PKL tanaman dan

makanan serta pengadaan penunjang


estetika (lampu, tempat sampah,
tempat duduk). Untuk Taman Kota
Sampit, dilakukan penambahan sarana
olahraga, sarana bermain anak-anak
serta pengadaan tempat khusus PKL
agar tidak ada lagi PKL yang berjualan
di jalur pejalan kaki.

qk.
ql.
qm.
qn.
qo.
qp.
qq.
qr.
qs.
qt.
qu.
qv.
qw.
qx.
qy.
qz.
ra.
rb.
rc.
rd. Gambar 6. Conceptual Plan Struktur Ruang Skenario Visi Kawasan Hutan
Kota Sampit dan Taman Kota Sampit
re.
rf. Analisis skenario proyeksi
rg. Analisis
skenario
proyeksi
didasarkan pada masalah yang krusial
yang terdapat di Hutan dan Taman
Kota Sampit. Jadi, masalah yang
terdapat dilapangan adalah dari fungsi
estetika dan fungsi sosial, sehingga
pada skenario ini yang kedua fungsi
tersebut
lebih dioptimalkan yang
dapat dilihat pada gambar 7.

Planning for Urban Region and Environment

33

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

Planning for Urban Region and Environment

35

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

rh. Berikut
merupakan
struktur
ruangnya scenario proyeksi yang
ditunjukkan oleh gambar 8. Gambar 8
menunjukkan bahwa yang menjadi
pusat pelayanan adalah Taman Kota
Sampit dengan pengoptimalan dua
fungsi. Hal itu dikarenakan sarana
prasarana yang lebih memadai serta
sudah dilengkapinya dengan jalur
pejalan kaki. Sementara untuk Hutan
Kota Sampit
dijadikan sebagai sub
pusat pelayanan. Antara pusat (Taman
Kota Sampit) dengan sub pusat (Hutan

Kota Sampit) dihubungkan oleh jalur


pejalan
kaki
agar
dapat
saling
terintegrasi sehigga fungsi hutan dan
taman kota jadi optimal. Dalam
skenario
proyeksi,
pengembangan
dilakukan
berdasarkan
kondisi
eksisting sehingga sedikit perubahan
yang terjadi seperti pengadaan glass
house, tempat pembibitan, tempat,
sarana gudang, PKL tanaman serta
pengadaan penunjang estetika (lampu,
tempat sampah, tempat duduk). Untuk
Taman
Kota
Sampit,
dilakukan
penambahan sarana olahraga, sarana
bermain anak-anak serta pengadaan
tempat khusus PKL agar tidak ada lagi
PKL yang berjualan di jalur pejalan
kaki.
Fungsi sosial
Fungsi estetika
ri.
rj.
rk.
Fungsi lingkungan (ekologis)

Planning for Urban Region and Environment

37

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

rl.
rm.
rn.
ro.

rp.
rq. Gambar 7. Diagram Fungsi
Hutan dan Taman Kota Sampit
dalam Skenario Proyeksi

rr. Gambar 8. Conceptual Plan Struktur Ruang Skenario Proyeksi Kawasan


Hutan dan Taman Kota Sampit
RS.
rt.
ru.
rv.
SA. KESIMPULAN
sb. Berdasarkan
hasil
penelitian
pada BAB IV, berikut merupakan
kesimpulan yang dibahas berdasarkan
tujuan penelitian yakni sebagai berikut
1. Berdasarkan hasil evaluasi dari teori
dan pedoman, dapat dikatakan
bahwa fungsi Hutan dan Taman Kota
Sampit belum optimal karena belum
berfungsi optimal karena kurangnya
sarana, prasarana pendukung serta
vegetasi dari tiap fungsi. Untuk
hutan kota sendiri terdiri dari tiga
fungsi yakni fungsi lansekap (sosial
dan fisik), estetika dan ekologis
(pelestarian lingkungan).
a. Untuk fungsi ekologisnya masih
diperlukan penambahan vegetasi
seperti pohon gmelina, sungkai,
terantang, bungur, ulin dan
sengon. Untuk mendukung fungsi
ekologis,
dapat
dilakukan
pengadaan sarana seperti tempat
pembibitan di hutan kota 2 dan 4.
b. Untuk
fungsi
estetikanya
diperlukan penambahan seperti
daun
bahagia,
bougenville,tanaman
keluarga
pisang-pisangan, dan lain-lain.
c. Untuk fungsi sosialnya diperlukan
penambahan
vegetasi
yang
memiliki fungsi sosial seperti
pohon ketapang, mahoni, kerai
payung,
dan
waru.
Untuk
mendukung fungsi tersebut maka
dapat diadakan sarana penelitian
(glass
house)
dan
tempat
pengolahan sampah di hutan kota
1, sarana PKL tanaman dan
minuman serta tempat pameran
di hutan kota 3, jembatan kanopi
di hutan kota 5.

rw.
rx.
ry.
rz.
sc.
Untuk
taman
kota,
terdapat tiga fungsi yang perlu
dioptimalkan fungsinya seperti fungsi
sosial, estetika dan ekologis.
a. Untuk fungsi sosial diperlukan
penambahan
seperti
sarana
bermain anak, sarana olahraga
(jogging track, jalur refleksi,
lapangan basket), tempat khusus
PKL.
b. Untuk fungsi estetika diperlukan
penambahan vegetasi seperti
pengadaan
bunga
melati,
bougenville, kembang tahi ayam,
bunga mentega, kaktus kodok,
talas, keluarga pisang-pisangan,
kana,
penambahan
pohon
flamboyant, dan lain-lain. Selain
itu, dapat dilakukan perawatan
serta penambahan seperti tempat
duduk,
lampu
penerangan,
tempat
sampah,
papan
informasi/signage
c. Untuk fungsi ekologis diperlukan
penambahan vegetasi seperti
pohon
mahoni,
flamboyant,
bungur, ketapang, flamboyant
dan nangka dll.
2. Persepsi
pengunjung
dan
masyarakat
sekitar terkait hutan
dan taman kota adalah belum puas
karena
kurangnya
sarana
dan
prasarana. Berdasarkan hasil kano
model,
bahwa
prioritas
pengembangan didasarkan kepada
atribut
yang
memiliki
tingkat
kepentingan yang tinggi sehingga
untuk Hutan Kota Sampit atribut
yang
diprioritaskan
pengembangannya adalah sebagai
berikut.
a. Adanya peran pemerintah dalam
menjaga
kebersihan
kawasan
hutan

Planning for Urban Region and Environment

39

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

b. Adanya fasilitas tempat duduk


yang memadai
c. Adanya peran pemerintah dalam
menjaga
kelestarian
keanekaragaman hayati
d. Asanya peran masyarakat dalam
menjaga keamanan
e. Adanya peran masyarakat dalam
menjaga kelestarian hutan
f. Adanya
fasilitas
pendukung
seperti pos penjaga
g. Adanya
PKL
makanan
dan
minuman
sd. Begitu juga untuk Taman Kota
Sampit, atribut yang diprioritaskan
pengembangannya adalah sebagai
berikut.
se. a.
Adanya
fasilitas
pendukung
seperti
lampu
penerangan
sf. b.
Adanya tempat sampah
yang memadai
sg. c.
adanya
tempat
parkir
yang memadai
sh. d.
adanya fasilitas tempat
duduk yang memadai
si. e.
Adanya
fasilitas
toilet
umum yang memadai
sj. f.Adanya
peran
masayarkat
dalam menjaga kelestarian Taman
Kota Sampit
sk. g.
Adanya sarana olahraga
seperti jogging track.
sl. Begitu juga untuk jalur pejalan
kaki, atribut yang
diprioritaskan
pengembangannya adalah sebagai
berikut.
a. Adanya
fasilitas
pendukung
seperti lampu penerangan
b. Adanya tempat sampah yang
memadai
c. Adanya pembatas halan antara
pejalan kaki dengan kendaraan
d. Adanya kenyamanan lebar jalur
pedestrian
e. Adanya
ketenangan
suasana
karena merasa aman dari tindak
kriminal
f. Adanya pepohonan yang rimbun
yang dapat member suasanan
yang nyaman.
sm. Untuk
atribut
yang
tidak
disebutkan, bukan berarti itu tidak
dikembangkan
hanya
saja
pengembangannya dilakukan pada
tahun-tahun terakhir perencanaan

karena pengunjung dan masyarakat


merasa
ada
tidaknya
atribut
tersebut tidak terlalu berpengaruh
signifikan terhadap pengoptimalan
ruang publik tersebut.
3. Berdasarkan
analisis
skenario
pengembangan
dengan
metode
scenario visi dan scenario proyeksi,
maka di dapatkan seperti gambar 6
dan gambar 8.
sn. Gambar 6 menjelaskan bahwa
dalam
skenario
visi,
banyak
perubahan yang terjadi seperti
penambahan
dan
pengadaan
vegetasi misalnya daun bahagia,
bougenville,
bunga
melati,
cempaka, glondongan tiang, dan
lain
sebagainya.
Selain
itu,
pengadaan glass house, tempat
pembibitan,
jembatan
kanopi,
tempat
pameran,
tempat
pengolahan
sampah,
sarana
gudang, PKL tanaman dan makanan
untuk mendukung semua fungsi
yang ada dihutan kota. Selain itu,
akan diadakan prasarana lampu,
tempat sampah, tempat duduk).
Untuk Taman Kota Sampit, dilakukan
penambahan
sarana
olahraga,
sarana bermain anak-anak serta
pengadaan tempat khusus PKL agar
tidak ada lagi PKL yang berjualan di
jalur pejalan kaki.
so. Gambar 8 menjelaskan bahwa
dalam
skenario
proyeksi,
pengembangan hanya dilakukan
beberapa
perubahan
seperti
pengadaan glass house, tempat
pembibitan, tempat, sarana gudang,
PKL tanaman serta pengadaan
penunjang
(lampu
penerangan,
tempat sampah, tempat duduk).
Untuk Taman Kota Sampit, dilakukan
penambahan
sarana
olahraga,
sarana bermain anak-anak serta
pengadaan tempat khusus PKL agar
tidak ada lagi PKL yang berjualan di
jalur pejalan kaki.
SP. DAFTAR PUSTAKA
sq.

Darmawan, E. 2007. Peranan


Ruang
Publik
Dalam
Perancangan
Kota
(Urban
Design). Makalah dalam Pidato
Pengukuhan
Guru
Besar.
Semarang:
Badan
Penerbit

Planning for Urban Region and Environment

41

Olivia Debby Arentika, Mustika Anggraeni, Dimas Wisnu Adrianto

sr.

UNDIP
http://eprints.undip.ac.id/347/1/e
dy_darmawan.pdf. (diakses 01
april 2013 pukul 14.32 wib)
Departemen Pekerjaan Umum.
2000. Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Prasarana dan
Sarana Ruang Pejalan Kaki di
Perkotaan. Jakarta: Direktorat
Jenderal
Penataan
Ruang
Nasional Departemen Pekerjaan
Umum.
http://johannes.lecture.ub.ac.id/
files/2012/09/PedomanPenyediaan-dan-PemanfaatanPrasarana-dan-Sarana-RuangPejalan-Kaki-di-Perkotaan.pdf
(diakses 23 Mei 2013 Pukul
07.21)

ss.

st.

su.

sv.

Dinas Pekerjaan Umum. 2011.


Masterplan dan DED Taman Kota
Sampit Kotim tahun 2011.
Kabupaten
Kotim:
Dinas
Pekerjaan Umum.
Irwan, Z. D. 2008. Tantangan
Lingkungan & Lansekap Hutan
Kota Sampit. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Wollenberg, E., Edmunds, D., &
Buck, L. 2001. Mengantisipasi
Perubahan: SKENARIO SEBAGAI
SARANA PENGELOLAAN HUTAN
SECARA ADAPTIF. Bogor Barat:
CIFOR
Yang, C. 2005. The Refined
Kano's
Model
and
it's
Application.
Total
Quality
Managemeny , 1127-1137.

sw.

Planning for Urban Region and Environment

43

Anda mungkin juga menyukai