Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK

STUDI KELAYAKAN dan RESIKO BISNIS

Oleh:
Kelompok 6

Moh. Yunus E32121316


Ninda Astri E32121326
Astina Bila E32121330
Inaya Nur Fadila E32121312

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang mana berkat limpahan rahmat – Nya
kami selaku penulis dapat Menyusun makalah yang berjudul “Studi Kelayakan
dan Resiko Bisnis pada Komoditi Kakao” ini tepat pada waktunya. Sholawat serta
salam tak lupa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarga dan sahabatnya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga bantuan dari pihak
yang telah mendukung kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstriktif dari pembaca sangat
penulis harapnkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Palu, November 2023

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Rencana Usaha Bisnis
1.2 Gambaran Umum Usaha Bisnis
1.3 Tujuan dan Manfaat Usaha Bisnis
BAB II ASPEK PENILAIAN USAHA BISNIS
2.1 Aspek Teknis
2.2 Aspek Manajerial dan Administratif
2.3 Aspek Organisasi dan Hukum
2.4 Aspek Pemasaran
2.5 Aspek finansial
2.6 Aspek Ekonomi
2.7 Aspek Lingkungan Hidup
BAB III HASIL USAHA BISNIS dan PEMBAHASANNYA
3.1 Analisis Finansial (Cash Flow)
3.2 Analisis Finansial (Kriteria Investasi)
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang Rencana Usaha

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan


yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai
penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu,
kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri. Pada tahun 2010 perkebunan kakao telah
menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 950 ribu kepala
keluarga petani yang sebagian besar berada di kawasan timur Indonesia serta
memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga subsektor perkebunan setelah
karet dan kelapa sawit.
Kebutuhan industri untuk kakao akan semakin meningkat dilihat dari tren
produksi dan kebutuhan di tahun sebelumnya. Indonesia saat ini posisinya sebagai
produsen ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana karena komoditas yang
dominan perkebunan rakyat ini masih menghadapi permasalahan produktivitas
dan mutu produk. Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi produsen utama
kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan
kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik.
Tiga besar negara penghasil kakao tersebut adalah sebagai berikut : Pantai
Gading (1.421.000 ton), Ghana (747.000 ton), dan Indonesia (577.000).
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam 2 kurun
waktu 20 tahun terakhir. Indonesia masih memiliki lahan potensial seluas 30,7
juta hektar yang dapat digunakan namun belum dimanfaatkan secara optimal
(Badan Litbang, 2005). Pada tahun 2012 tercatat luas areal pertanaman kakao
1.774.463 Ha, berdasarkan pengusahaannya komoditas ini 95,42% didominasi
oleh perkebunan rakyat. Selebihnya 2,15% dikelola oleh perkebunan besar negara
dan 2,42% oleh perkebunan besar swasta. Pada tahun 2014, menurut Badan Pusat
Statistik produksi kakao di Indonesia sebesar 709,33 ribu ton. Jumlah ini tersebar
di beberapa provinsi di Indonesia.

4
1.2 Gambaran Umum Usaha Bisnis

Kakao (Theobrema cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan

yang keberadaannya cukup penting bagi perekonomian Indonesia, khususnya

sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Selain itu

kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan

pengembangan agroindustry. Kakao strategis paling tidak karena dua alasan.

Pertama karena komuditi ini merupakan komuditi perdagangan internasional yang

memiliki nilai yang tinggi, dan Indonesia merupakan produsen kakao terbesar

ketiga di dunia.

Kedua, kegiatan usaha ini 95% melibatkan petani kecil dengan tingkat

kepelikian lahan antara 0,5 ha – 2 ha. Dengan demikian perkembangan usaha

kakao ini secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap

ekonomi kerakyatan. Kendati tergolong sebagai komoditas unggulan, secara garis

besar usaha tani kakao rakyat ini masih memiliki beberapa kekurangan dan perlu

ditingkatkan.

Kekurangan tersebut terkait dengan berbagai aspek, mulai dari budidaya

pemeliharaan, panen/pascapanen, pengolahan, hingga pemasaran. Namun dengan

potensi yang dimiliki, usahatani ini berpeluang untuk dibenahi baik secara teknis

maupun dalam hal penataan kelembagaannya. Mengingat strategisnya komuditi

kakao, maka banyak Pemerintah Daerah (Pemda) mencanangkan bisnis pertanian

kakao sebagai salah satu motor penggerak ekonomi daerah.

Namun dari sekian banyak pemda yang mengarahkan kakao sebagai

pengerak perekonomian daerah, tidak banyak yang memiliki program kongkrit

5
dalam pengembangan pertanian kakao. Dapat dikatakan bahwa tidak ada

intervensi khusus baik berupa program maupun regulasi guna mengaselerasi

perkembangan usaha agribisnis kakao di daerah. Kegiatan usaha kakao dibiarkan

tumbuh sendiri tanpa dukungan yang signifi kan dari pemda. Di tingkat pusat, ada

Program Nasional Peningkatan Produksi dan Kualitas Kakao (GERNAS). Tujuan

dari program GERNAS adalah meningkatkan produksi kakao, pendapatan petani

dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Program GERNAS juga dij adikan sebagai momentum untuk kebangkitan

industri kakao Indonesia yang berdaya saing tinggi, berkelanjutan, dan

mewujudkan Indonesia sebagai produsen kakao terbesar di dunia. Pemerintah

mengklaim bahwa Gernas berdampak signifi kan terhadap peningkatan

produktivitas kakao, pendapatan petani, pertumbuhan ekonomi, dan juga

pemberdayaan petani. Untuk itu diperlukan suatu evaluasi lebih lanjut dari

pelaksanaan pogram GERNAS tersebut.

KPPOD sebagai lembaga yang concern terhadap upayaupaya perbaikan

perekonomian daerah, bermaksud untuk berkontribusi dalam perbaikan kualitas

kebij akan daerah terkait dengan pengembangan usaha kakao, serta memberikan

masukan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Program GERNAS. Dengan bantuan

FORD Foundation, KPPOD merancang program “Pengembangan Iklim Usaha

bagi Peningkatan Rantai Nilai Produksi Kakao”. Melalui program ini diharapkan

dapat berkontribusi dalam upaya penciptaan lingkungan investasi yang kondusif

bagi aktivitas usaha kakao. Program ini juga dimaksudkan untuk evaluasi dan

masukan atas pelaksanaan program GERNAS.

6
Mengingat luasnya lingkup rantai nilai kakao tersebut, program ini lebih

dikhususkan untuk menyoroti faktor kelembagaan dalam budidaya kakao.

Tahapan awal pelaksanaan kegiatan ini adalah dengan melakukan penelitian,

terkait dengan pengembangan usaha kakao di daerah. Kegiatan penelitian

dirancang sebagai dasar untuk pelaksanaan tiga kegiatan lainnya (deseminasi,

advokasi, dan asistensi teknis terhadap pemerintah daerah), serta menyelaraskan

kebij akan-kebij akan yang merupakan prioritas pemerintah provinsi dan

kabupaten.

1.3 Tujuan dan Manfaat Usaha Bisnis

Berdasarkan latar belakangnya, maka tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini di antaranya:

1. Menganalisis kelayakan usaha olahan biji kakao berdasarkan aspek non

finansial.

2. Menganalisis kelayakan usaha olahan biji kakao berdasarkan aspek

finansial.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut ini

yaitu:

1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan

pertimbangan pengambilan keputusan dalam perencana dan

pengembangan usaha dimasa yang akan dating.

2. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu

pengetahuan, pengalaman dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang

telah diperoleh selama dibangku perkuliahan. Serta sebagi kewajiban

7
dan syarat untuk menyesalaikan tugas “Studi Kelayakan dan Resiko

Bisni.

3. Bagi pembaca, tugas ini harapkan dapat menjadi salah satu referensi

serta sebagai penambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

BAB II

ASPEK PENILAIAN USAHA BISNIS

8
2.1 Aspek Teknis.

Aspek teknis menganalisis kesiapan teknis yang dibutuhkan untuk

menjalankan bisnis. Pembahasan dalam aspek teknis meliputi penentuan lokasi

proyek, perolehan bahan baku produksi, serta pemilihan mesin dan jenis teknologi

yang digunakan untuk menunjang proses produksi. Menurut Nurmalina et al

dalam Kusrina (2011) beberapa hal yang perlu dikaji dalam aspek teknis:

1) Lokasi Bisnis.

Variabel yang mempengaruhi pemilihan lokasi bisnis ini terdiri atas

variabel utama dan variabel bukan utama yang dimungkinkan untuk

berubah. Variabel utama antara lain:

(a) Ketersedian bahan baku, bila suatu usaha memerlukan bahan baku

dalam jumlah yang besar maka bahan baku menjadi variabel yang cukup

penting dalam penentuan lokasi bisnis sehingga pengusaha perlu

mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan, kelayakan harga bahan

baku, kapasitas, kualitas, dan kontinuitas sumber bahan baku, serta biaya

pendahuluan yang diperlukan sebelum bahan baku diproses.

(b) Letak pasar yang dituju, informasi yang perlu diperoleh antara lain

daya beli konsumen, pesaing, dan analisis pasar lainnya.

(c) Tenaga listrik dan air, pada perusahaan yang menggunakan listrik

dalam jumlah besar tentu perlu mengetahui ketersediaan listrik di suatu

lokasi. Sama halnya dengan kebutuhan air bagi perusahaan yang

menggunakan air cukup banyak.

(d) Supply tenaga kerja yang sangat mempengaruhi biaya produksi yang

9
ditanggung oleh perusahaan harus tersedia dengan baik.

(e) Fasilitas transportasi, hal ini berkaitan dengan pertimbangan bahan

baku dan pertimbangan pasar. Jika lokasi berdekatan dengan sumber

bahan baku, maka pertimbangan utama adalah transportasi menuju pasar.

Variabel bukan utama antara lain;

(a) Hukum dan peraturan di Indonesia maupun di tingkat lokal pada

rencana lokasi, karena dimungkinkan ada peraturan yang melarang

pendirian suatu bisnis di suatu lokasi atau adanya keringanan dari

pemerintah untuk mendirikan suatu lokasi.

(b) Sikap dari masyarakat setempat yang mendukung atau tidak pada

pendirian suatu bisnis.

(c) Rencana masa depan perusahaan dalan kaitannya dengan perluasan

bisnis.

2) Luas Produksi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan luas produksi yaitu

batasan permintaan, tersedianya kapasitas mesin, jumlah dan kemampuan

tenaga kerja pengelolaan proses produksi, kemampuan finansial dan

manajemen perusahaan, dan kemungkinan adanya perubahan teknologi

produksi di masa yang akan datang. Pada produk baru, kapasitas produksi

biasanya masih belum optimal, namun sebaiknya kapasitas produksi ini

masih berada di tingkat titik impas.

3) Proses Produksi.

Proses produksi terdiri atas tiga jenis yaitu proses produksi yang terputus-

10
putus, proses produksi yang kontinu, dan proses produksi kombinasi.

4) Layout.

Layout ini mencakup layout site, layout pabrik, layout bangunan bukan

pabrik, dan fasilitas-fasilitanya. Kriteria-kriteria yang dapat digunakan yakni

konsisten dengan teknologi produksi, arus produk dalam proses produksi

yang lancar dari satu proses ke proses lain, penggunaan ruangan yang

optimal, kemudahan melakukan ekspansi, meminimisasi biaya produksi,

dan memberikan jaminan yang cukup untuk keselamatan tenaga kerja.

5) Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment.

Pada dasarnya pemilihan teknologi ini berpatokan pada seberapa jauh

derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan.

Saat ini digunakan pula teknologi tepat yang dalam hal ini dapat digunakan

kriteria tentang penggunaan potensi ekonomi lokal dan kesesuaian dengan

kondisi sosial budaya setempat. Pemilihan mesin dan peralatan serta jenis

teknologi mempunyai hubungan yang erat sekali karena pemilihan mesin

wajib mengikuti ketentuan jenis teknologi yang telah ditetapkan walaupun

juga mempertimbangkan faktor non teknologi lainnya seperti keadaan

infrastruktur dan fasilitas pengangkutan mesin, keadaan fasilitas

pemeliharaan, dan perbaikan mesin dan peralatan yang ada di sekitar lokasi

bisnis, kemungkinan memperoleh tenaga ahli yang akan mengelola mesin

dan peralatan tersebut.

2.2 Aspek Manajerial Dan Administratif.

Aspek ini mencakup manajemen dalam pembangunan proyek dan

11
manajemen dalam operasi. Manajemen dalam pembangunan proyek mengkaji

tentang pembangunan proyek secara fisik, sedangkan manajemen dalam operasi

mencakup pengadaan sumber daya manusia, jumlah tenaga kerja serta kualifikasi

yang diperlukan untuk mengelola dan mengoperasikan suatu proyek. meneliti

kesiapan sumber daya manusia yang akan menjalankan usaha tersebut, kemudian

mencari bentuk struktur organisasi yang sesuai dengan usaha Kasmir, (2004).

Administratif mempunyai tugas memimpin, mengelola, mengawasi dan

mengevaluasi seluruh kegiatan di kebun dengan berpedoman pada kebijakan

direksi baik pelaksanaan kegiatan di afdeling, pabrik, teknik, maupun kegiatan

yang berhubungan dengan pihak luar kebun. Kepala tata usaha (KTU)

bertanggung jawab dalam hal administrasi, kepegawaian, pembukuan, logistik

serta keuangan kebun secara keseluruhan. KTU bertanggung jawab terhadap

ketersediaan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk operasional kebun. Kepala

pabrik bertanggung jawab terhadap pengelolaan pabrik seperti maintenance,

administrasi, pelaksanaan, kontrol dan evaluasi kegiatan. Sebagai kepala teknik

bertanggung jawab terhadap kelancaran alat-alat transportasi termasuk jalan,

bangunan dan perbengkelan. Kepala afdeling bertugas memimpin afdeling

merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi setiap kegiatan di afdelingnya.

2.3 Aspek Organisasi Dan Hukum.

Aspek hukum diperlukan dengan mempertimbangkan bentuk badan hukum

dari badan usaha yang telah dibangunnya. Pertimbangan ini didasarkan dari

kekuatan hukum, konsekuensi, dan mempelajari jaminan-jaminan yang bisa

disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta,

12
sertifikat, dan izin. Dengan kata lain perijinan yang dilakukan oleh perusahaan

merupakan suatu cara untuk menghindari kesulitan yang mungkin dihadapi yang

berasal dari pemerintah. Ketika perusahaan telah melakukan perijinan, maka

perusahaan telah terdaftar sebagai badan usaha dan diakui keberadaannya oleh

pemerintah setempat dan pusat.

2.4 Aspek Pemasaran.

Aspek pemasaran, menganalisis potensi pasar, intensitas pesaing, marketing

share yang dapat dicapai, serta menganalisis strategi pemasaran yang dapat

digunakan untuk mencapai marketing share yang diharapkan. Menurut Husnan

dan Muhammad (2005) aspek pasar mengkaji tentang :

1) Permintaan (Demand)

Jumlah yang diminta untuk jumlah komoditi yang ingin dibeli oleh

semua rumah tangga disebut permintaan. Dari konsep permintaan tersebut

dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan

adalah harga komoditi tersebut, harga komoditi barang lain, pendapatan

rata-rata rumah tangga, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga,

dan jumlah penduduk. Kajian permintaan perlu dianalisis baik secara total

ataupun terperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar

pemakai, dan proyeksi permintaan tersebut di masa yang akan datang

2) Penawaran (Supply)

Jumlah yang ditawarkan untuk jumlah komoditi yang ingin dijual oleh

perusahaan disebut penawaran, sehingga dari konsep penawaran tersebut

dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi penawaran

13
yang dilakukan oleh suatu industri (perusahaan) adalah harga barang

tersebut, harga barang lain, harga faktor produksi, dan teknologi. Kajian

penawaran perlu dianalisis baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari

impor, baik perkembangannya di masa lalu maupun proyeksi di masa yang

akan datang.

3) Program Pemasaran

Program pemasaran sering disebut sebagai bauran pemasaran

(marketing mix), yang terdiri dari empat komponen yaitu produk (product),

harga (price), distribusi (distribution), dan promosi (promotion). Program

pemasaran mencakup strategi pemasaran yang akan digunakan bauran

pemasaran serta identifikasi siklus kehidupan produk, pada tahap apa

produk akan dibuat.

2.5 Aspek Finansial.

Menurut Husnan dan Muhammad (2005) dalam Rina Kusrina

(2011),analisis finansial (financial analysis) merupakan analisis yang hanya

membatasi manfaat dan pengorbanan dari sudut pandang perusahaan. Analisis

aspek finansial merupakan bagian dari analisis studi kelayakan bisnis yang sangat

diperlukan untuk menentukan manfaat yang diterima dari bisnis tersebut. Oleh

karena itu analisis finansial yang dilakukan ini akan mencakup definisi-definisi

manfaat dan biaya yang berkaitan dengan suatu bisnis. Analisis finansial terhadap

suatu bisnis dilakukan untuk menganalisis berbagai aspek finansial dalam bisnis

tersebut.

Aspek finansial bersifat sangat kuantitatif karena analisis ini mengkaji

14
jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan kegiatan

bisnis. Selain itu, aspek ini juga memperhitungkan penerimaan yang diperoleh

selama suatu usaha berjalan. Beberapa data yang diperlukan antara lain biaya

investasi, biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel serta

penerimaan yang diperoleh selama umur bisnis. Data-data ini akan diolah dengan

menggunakan analisis kelayakan bisnis berupa kriteria investasi seperti NPV (Net

Present Value), Net B/C (Benefit-Cost Ratio), IRR (nternal Rate of Return), dan

PP (ayback Period). Adanya perubahan-perubahan yang mungkin terjadi selama

bisnis berjalan dapat dianalisis dengan menggunakan analisis sensitivitas.

2.6 Aspek Ekonomi.

Aspek ekonomi akan dinilai apakah suatu bisnis mampu memberikan

peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan

dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Menurut Wessel dan Quist-

Wessel (2015), saat ini kondisi produksi yang berkelanjutan tidak terpenuhi

diperlukan perubahan struktural untuk mencapainya. Perubahan ini menyangkut

kelayakan ekonomi kakao di petani kecil, penggunaan lahan yang luas dan

dampak ekologis dari praktik penanaman kakao saat ini. Implementasi dari

perubahan ini membutuhkan program spesifik wilayah dengan tujuan bersama

untuk meningkatkan produksi kakao yang berkelanjutan secara ekonomi dan

lingkungan di lahan yang lebih sedikit.

Sulvaran, (2016) menyatakan bahwa hanya ada satu sistem produksi kakao

antar keluarga, dengan teknologi rendah. Sebagian besar petani berpenghasilan

15
rendah dan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik

tidak terpenuhi. Mereka tidak menerapkan praktik budidaya tanaman dan

pascapanen yang direkomendasikan oleh para ahli. Sumber daya air dan tanah

sedang terdegradasi. Secara umum, sistem pertanian condong ke arah ketidak

berlanjutan dan sangat penting untuk mengubah situasi ini secara integrasi.

2.7 Aspek Lingkungan Hidup.

Pembangunan suatu usaha tentu akan memberikan dampak bagi lingkungan

baik secara langsung maupun tidak langsung. Analisis aspek lingkungan

diperlukan untuk menganalisis dampak tersebut. Dalam menganalisis aspek

lingkungan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pengaruh keberadaan bisnis

terhadap lingkungan sekitar. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas

lingkungan dalam analisis suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu

bisnis itu sendiri, sebab tidak ada bisnis yang bertahan lama apabila tidak

bersahabat dengan lingkungan. Sehingga untuk membangun sebuah usaha perlu

dilakukan analisis terhadap aspek lingkungan.

BAB III

HASIL USAHA BISNIS dan PEMBAHASANNYA

16
3.1 Analisis Finansial ( cash flow)

Analisis data ini menggunakan analisis kelayakan finansial dengan

pendekatan analisis kriteria investasi : Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost

Ratio (Net B/C), Internal rate of Return (IRR).

a. Net present value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara present value dari

benefit dan present value dari biaya selama umur proyek. Net Present

Value secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana :

Bt = Benefit yang telah di-discount factor

Ct = Cost yang telah di-discount factor

n = Umur ekonomis

i = Tingkat discont rate (bunga 9.55%)

t = Tahun

keterangan :

NPV > 0, usaha kakao layak untuk dilaksanakan.

NPV < 0, usaha kakao tidak layak untuk dilaksanakan.

NPV = 0, usaha kakao berada dalam keadaan break event point.

Cara menentukan NPV kita harus menentukan discount factor dengan rumus

17
DF= 1/ (1+r)^t

D = Discount rate

i = interest rate

t = tahun

Discount rate diketahui 10% atau 0.1

Umur proyek kakao 4 tahun dengan tingkat DF yang berlaku 10%. Biaya yang

dikeluarkan hanya pada tahun ke-1 dan ke-2 masing – masong sebesar

Rp.3.330.000 dan Rp.3.260.000. Manfaat yang diterima mulai tahun ke-3 sampai

tahun ke-4 masing – masing sebesar Rp.3.160.000 dan Rp.3.120.000 dengan

modal awal Rp.12.800.000

N COST (Rp) Benefit (Rp) NB DF 10% PV 10%

1 3.330 _ (3.330) 0,909 (3.026,97)

2 3.260 _ (3.260) 0,826 (2.692,76)

3 _ 3.160 3.160 0,751 2.373,16

4 _ 3.120 3.120 0,683 2.130,96

TOTAL NPV 40.486,16

Ct = 310

b.) Nilai Net B/C

18
Berdasarkan kriteria Net B/C (perbandingan present value positif dengan

present value negative) sehingga Net B/C = 3,20. Artinya dari setiap satu satuan

biaya yang dikeluarkan proyek atau usaha bisnis mampu menghasilkan manfaat

bersih sebesar 3,20. Dengan demikian berdasarkan kriteria Net B/C usaha bisnis

layak untuk dilaksanakan.

Tahun Cost Benefit DF 10% PV Cost PV Benefit

1 3.330 _ 0,909 3.026,97 _

2 3.260 _ 0,826 2.692,76 _

3 _ 3.160 0,751 _ 2.373,16

4 _ 3.120 0,683 _ 2.192,43

TOTAL 5.719,73 4.535,59

Gross B/C = 4.535,59 / 5.719,73

= 0,7929

Artinya, dari setiap dari setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan

proyek/usaha bisnis mampu menghasilkan manfaat kotor sebesar 0,7929.

Sehingga berdasarkan kriteria Gross B/C proyek/usaha bisnis tidak untuk

dilaksanakan.

c.) Nilai IRR

Karena pada tingkat DF 10% NPV +, maka untuk berikutnya carilah

agar NPV bernilai negatif (+ dan - saling meniadakan) dengan meningkatkan

DFnya (maksimum 5 %).

Tahun Cost Benefit NB DF 10% PV 10% DF 15% PV 15%

19
1 3.33 _ (3.330) 0,909 (3.026,97) 0,869 (2.893,77)

2 3.26 _ (3.260) 0,826 (2.692,76) 0,756 (2.464,56)

3 _ 3.160 3.160 0,751 2.373,16 0,657 2.076,12

4 _ 3.120 3.120 0,683 2.130,96 0,572 1.784,64

TOTAL 10.223,88 -8.830,62

Karena pada tingkat DF 15% NPV bernilai negative (8.830,62) maka mulai

masuk ke rumus IRR.

Internal Rate Of Return (IRR) = 10% + (15% + 10%) {(10.223,88) / (10.223,88 -

(-8.830,62)}

IRR =13,56 %

Artinya, kemampuan proyek bisnis menghasilkan return sebesar 13,56% (>10%)

sehingga berdasarkan kriteria IRR layak untuk dilaksanakan.

d.) Nilai PP

Total biaya = 6.590

Tahun ke 3 = 6.590 – 3.160 = 3.430

PP = 2+1 = 3 TAHUN

Jadi waktu untuk mengembalikan biaya/investasi yang telah dikeluarkan adalah 3

tahun.

20
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan yang melalui

Aspek Teknis, Aspek Manajerial dan Administratif, Aspek Organisasi dan

Hukum, Aspek Pemasaran, Aspek finansial, Aspek Ekonomi, Aspek Lingkungan

Hidup layak untuk dijalankan dan berdasarkan aspek keuangan perhitungan NPV

memperoleh hasil sebesar 40.486,16 sehingga layak untuk menjalankan usaha tersebut

karena hasil analisis menunjukan hasil yang positif karena NPV > 0.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka sebaiknya pelaku bisnis melaksanakan

pembangunan usaha, karena dapat memberikan keuntungan bagi pelaku bisnis di masa

mendatang, juga agar tidak banyak usaha serupa yang dibuka terlebih dahulu. Banyak

melakukan promosi supaya banyak orang yang mengetahui usaha tersebut dan mencapai

target yang diinginkan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Badudu, J. S dan Zain, M. ( 1994 ). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.
Barrie, D.S.,dkk., (1987). Manajemen Profesional, edisi 2, Erlangga, Jakarta.
Darmawi, Drs. Herman, (2004). Manajemen Resiko. PT Bumi Aksara
DeLoach, J. W. 2003. Building Enterprise Risk Management on the Foundation
Laid by Sarbanes-Oxley.
Hansen, D. R., & Mowen, M. M. (2009). Akuntansi Manajerial. Edisi 8.
(Terjemahan : Deny Aros Kwary), Salemba Empat. Jakarta
http://www.protiviti.com
http://amrigunasti.wordpress.com/page/6/
http://google/www.manajemen risiko.com
https://yogyakarta.bps.go.id/dynamictable/2017/08/02/32/jumlah-
pendudukmenurut-kabupaten-kota-di-d-i-yogyakarta-jiwa-.html, 11 April
2019 . 16:30
Hanafi M. Mamduh (2006). Manajemen Risiko, UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Johan, Suwinto, (2011), Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Pertama, Graha Ilmu
Yogyakarta
Kasmir dan Jakfar, (2003). Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Pernebit
Kencana Prenanda Media Group. Jakarta
Mulyadi, (2001), Akuntansi Manajemen,Salemba Empat. Jakarta
Soeratno, Dr.M.Ec.Drs Lincolin Arsyad, M.Sc. (2003), Metodologi Penelitian
Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta
Sofyan, Iban, (2003), Studi Kelayakan Bisnis. Edisi pertama, Penerbit Graha
Ilmu, Yogyakarta
Sofyan Iban (2005). Manajemen Risiko. Graha Ilmu. Jakarta
Solihih, Ismail, (2007), Memahami Bisins Plan. Penerbit Salemba Empat
Umar, Husein (2003), Studi Kelayakan Bisnis : Teknik Menganalisis Kelayakan
Rencana Bisnis secara Komprehensif. Edisi 3 Revisi, Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

22
23

Anda mungkin juga menyukai