Anda di halaman 1dari 14

PENGUKURAN KINERJA SUSTAINABLE MANUFACTURING

PABRIK KELAPA SAWIT

Penulis1,3, Penulis1,4, Penulis2,5


1
Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
2
Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
e-mail: 3penulis1@ft.untar.ac.id, 4penulisi@ft.untar.ac.id, 5penulis3@gmail.com

ABSTRAK (10pt Bold)


Kelapa Sawit adalah jenis tanaman perkebunan yang memiliki posisi penting disektor pertanian,
yang menghasilkan minyak tertinggi di dunia. Di Indonesia daerah yang mengalami
perkembangan yang signifikan untuk produksi kelapa sawit adalah Provinsi Aceh. Aceh dapat
berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dalam urusan kebun sawit. Aceh Tamiang
merupakan salah satu daerah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di Aceh. Kabupaten Aceh
Tamiang memiiliki 12 pabrik pengolahan minyak sawit. Kehadiran pabrik kelapa sawit (PKS) banyak
memberi dampak positif dan negatif. Manufaktur berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yaitu
ekonomi, lingkungan, dan sosial yang biasa disebut dengan tripple bottom line (TBL). Penelitian ini
bertujuan untuk mengukur kinerja sustainable manufaktur di PKS Kabupaten Aceh Tamiang,
sehingga dampak negatif dari proses manufacturing dapat direduksi. Metode yang digunakan dalam
pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah analitychal hierarchy process (AHP). Hasil
penelitian diperoleh bahwa kinerja sustainable manufaktur di PKS Kabupaten Aceh Tamiang berada
pada level average yaitu bernilai 65,857. Oleh sebab itu PKS-PKS tersebut harus bisa meningkatkan
kinerjanya agar lingkungan, ekonomi, dan sosial tetap terjaga keseimbangannya. Pengukuran kinerja
yang rendah adalah terdapat pada kriteria lingkungan diikuti oleh ekonomi dan sosial, nilainya
berturut-turut adalah 60,37, 72,72, dan 75,13. Oleh sebab itu PKS di Aceh Tamiang perlu
memperbaiki kinerja.
Kata kunci: tripple bottom line, sustainable manufaktur, AHP

ABSTRACT (10pt Bold)


Palm oil is a type of plantation crop that has an important position in the agricultural sector,
producing the highest oil in the world. In Indonesia, the region that has experienced significant
development in palm oil production is Aceh Province. Aceh has been able to develop rapidly in recent
years in terms of oil palm plantations. Aceh Tamiang is one of the largest palm oil producing areas in
Aceh. Aceh Tamiang Regency has 12 palm oil processing factories. The presence of palm oil mills
(POM) has many positive and negative impacts. Sustainable manufacturing has three main pillars,
namely economic, environmental and social, which is usually called the triple bottom line (TBL). This
research aims to measure the performance of sustainable manufacturing in POM Aceh Tamiang
Regency, so that the negative impact of the manufacturing process can be reduced. The method used
in problem solving in this research is the Analytical Hierarchy Process (AHP). The research results
showed that the performance of sustainable manufacturing in POM Aceh Tamiang Regency was at an
average level, namely 65,857. Therefore, these factories must be able to improve their performance so
that environmental, economic and social balance is maintained. Low performance measurements are
found in environmental criteria followed by economic and social, the values are 60.37, 72.72 and
75.13 respectively. Therefore, POM in Aceh Tamiang needs to improve its performance.
Keywords: tripple bottom line, sustainable manufacturing, AHP.

1. PENDAHULUAN
Kelapa Sawit adalah tanaman yang menghasilkan minyak tertinggi di dunia dari
sektor pertanian. Kelapa sawit adalah tumbuhan tropis, pertumbuhan maupun panen juga
tergantung pupuk dan curah hujan yang turun. Umur kelapa sawit yang produktif mencapai
20-25 tahun [1]. Provinsi Aceh merupakan daerah di Indonesia yang mengalami perkembangan
yang signifikan untuk produksi kelapa sawit. Aceh dapat berkembang pesat dalam beberapa
tahun terakhir dalam urusan kebun sawit. Aceh Tamiang merupakan salah satu daerah penghasil
minyak kelapa sawit terbesar di Aceh, hal ini dapat dilihat darai data badan pusat statistik (BPS)
bahwa produksi sawit Aceh pada tahun 2014 sebesar 375. 826 Ton dengan luas lahan seluas 214.
850 Ha [2].
Tahun 2014 produksi minyak sawit Indonesia mencapai 20,6 juta ton, diikuti oleh
Malaysia pada urutan kedua dengan produksi 17,57 juta ton, pada saat itu jumlah total produksi
minyak kelapa sawit Indonesia mencapai 31,5 juta dengan 21,5 juta ton di ekspor ke luar negeri
mencapai 80% produksi [3].

Permintaan minyak sawit yang tinggi menuntut para pelaku usaha untuk terus
meningkatkan hasil produksinya. Aktivitas manufacturing minyak sawit memiliki dampak
terhadap keberlangsungan ekosistem [4]. regulasi yang tepat mampu menjaga sustainable
manufacturing, tetapi kalau tidah terjadi hal yang tidak diinginkan yaitu ancaman yang sangat
serius bagi masyarakat seperti bencana ekologis [5]. Dari hasil penelitian dan survei di
dilakukan, perkebunan kelapa sawit sarat dengan masalah. Mulai dari pencemaran lingkungan
hidup, pelanggaran hak asasi manusia (HAM serta pencemaran lingkungan [3].

Kabupaten Aceh Tamiang memiiliki 12 pabrik pengolahan minyak sawit. Kehadiran


pabrik kelapa sawit (PKS) banyak memberi dampak positif dan negatif. Dampak positif seperti
penyerapan tenaga kerja dan terjaganya nilai jual tanda buah segar (TBS) masyarakat sekitar,
sedangkan dampak negatifnya adalah limbah produksi yaitu limbah padat, cair, maupun gas.
Dengan tingginya permintaan akan minyak mentah mengakibatkan perusahaan selalu berusaha
untuk memnuhi permintaan tersebut. Hal ini juga memicu dampak negatif dari aktivitas
manufacturing setiap perusahaan. Oleh sebab itu, setiap pelaku usaha harus memperhatikan
keberlangsungan dari aktivitas manufaktur yang mereka jalankan.

Indonessian Sustainable Palm Oil (ISPO) adalah suatu standar yang hadir sebagai
alternatif yang menawarkan instrumen penilaian dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit untuk
menanggulangi resiko lingkungan sekaligus isu rendahnya kredibilitas produksi di pasar
internasional. Perusahaan kelapa sawit seharusnya telah memahami tersebut karena seperti
diketahui ISPO merupakan sistem pengukuran usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang
layak ekonomi, layak sosial dan ramah lingkungan berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku di Indonesia [6]. Namun fenomena yang terjadi kebanyakan perusahaan kepala sawit di
Kabupaten Aceh Tamiang tidak dapat menyeimbangkan aspek tersebut dengan baik.

Sustainable manufacturing merupakan sistem produksi di perusahaan dengan


mengurangi konsumsi energi, mengurangi emisi dari gas rumah kaca, mengurangi pembuangan,
dan mengurangi penggunaan material yang tidak dapat di daur ulang [7]. Menurut Joung (2012)
banyak indikator yang dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengukur sustainable
manufacturing. Apapun indikator yang digunakan harus memiliki karakteristik dapat diukur,
relevan, dapat dipahami, andal, data mudah diakses, tepat waktu, dan berorientasi jangka
panjang. Menurut NIST indikator untuk mengukur sustainable manufaktur adalah lingkungan,
ekonomi, sosial, teknologi dan manajemen. Beberapa tahun terakhir kelima indikator ini
direduksi menjadi tiga indikator yang sangat diperhatikan dalam mengukur kinerja sustainable
manufactur yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial [8].

Manufaktur berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yaitu ekonomi, lingkungan, dan
sosial yang biasa disebut dengan tripple bottom line (TBL), dengan adanya konsep tersebut
perusahaan harus menyesuaikan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dalam operasionalnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja sustainable manufacturing di PKS
Kabupaten Aceh Tamiang, sehingga dampak negatif dari proses manufacturing dapat direduksi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Swarnakar, et.al. 2022 yang berjudul
prioritizing indicators for sustainability assessment in manufacturing process: an integrated
approach. Metode yang digunakan adalah Multi criteria decision making (MCDM). Dari hasil
penelitian tersebut diperoleh bahwa Hasil studi menunjukkan pelepasan gas rumah
kaca/berbahaya, berkontribusi terhadap masyarakat. Iindikator yang paling penting dalam
sustainable manufacturing adalah lingkungan, sosial dan aspek keberlanjutan ekonomi [9].

Penelitian lain juga dilakukan oleh Michael P, at. Al. 2016 dengan judul sustainable
manufacturing performance indicators for a serial production line. Metode yang digunakan
adalah Simulink, melaporkan bahwa analisis struktur energi lini produksi terdiri dari dua bagian
yaitu komponen statis (energi yang digunakan selama produksi komponen) dan komponen
dinamis (energi yang terbuang akibat peristiwa downtime). Perusahaan seharusnya menganalisis
lebih lanjut struktur energi untuk mengidentifikasi energi dan limbah dengan benar [10].

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Che B. Joung et. al. 2012 dengan judul
Categorization of indicators for sustainable manufacturing. Metode yang digunakan adalah
Analitichay Hierarchy Process (AHP). Melaporkan bahwa Kategorisasi indikator keberlanjutan
berasaskan kesamaan yang saling menguntungkan terdiri dari lima dimensi keberlanjuta yaitu
pengelolaan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, kemajuan teknologi, dan
manajemen kinerja [7].

Teknik yang digunakan dalam pemecahan masalah identifikasi sustainable manufacturing


di Kabupaten Aceh Tamiang adalah menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Analytical Hierarchy Process adalah metode pemilihan beberapa alternatif yang dikembangkan
oleh Thomas L. Saaty. Model pemilihan alternatif ini akan menguraikan masalah multi faktor
atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki [11]. Menurut Saaty (2016) hirarki
didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu
struktur multilevel dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub
kriteria, dan seterusnya hingga level terakhir dari alternatif [12]

2. METODE PENELITIAN

Langkah-langkah penelitian ini diuraikan sebagai berikut:


1. Menetapkan indikator yang mempengaruhi sustainable manufacturing. Dapam penelitian ini
yang menjadi indicator sustainable manufacturing adalah lingkungan, ekonomi, dan sosial.
2. Menyusun struktur hierarchy
3. Menyusun matrik perbandingan berpasangan (Pairwise comparisons matrix). Matriks ini
diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner AHP ke tiga PKS yang berlokasi di Kabupaten
Aceh Tamiang.
4. Menghitung bobot setiap kriteria maupun sub kriteria serta menghitung konistensi responden.
Langkah-langkah perhitungan tersebut adalah sebagai berikut [11].
Tahap 1: Menghitung matriks normalisasi setiap kriteria. Rumus yang digunakan adalah:
∑ aij=1(1)
Keterangan: a i j adalah elemen matriks A

Tahap 2: Menghitung bobot. Untuk setiap baris i dalam matriks tersebut hitung nilai rata-
ratanya (vector eigen):

1
w i=
n
∑ aij (2)
Keterangan: wi adalah bobot ke i dari vektor bobot
Tahap 3: Pengujian konsistensi matriks perbandingan dengan cara:
Jika A adalah matriks perbandingan berpasangan dan W adalah vektor bobot, maka
konsistensi dari A dapat diuji dengan cara:
a. Hitung t

( )
n T
1 elemen ke i pada( A)(W )
t= ∑
n 1 elemen ke i padaW
T
(3)

b. Hitung indeks konsistensi


t−n
CI = (4 )
n−1
c. Periksa rasio konsistensi (CR)
CI
CR= (5)
RI
Jika CR < 0,1 maka A konsisten
Nilai RI = nilai indeks random berdasarkan Tabel 2

Tabel 2. Nilai Indeks Random


1
N12 3 4 5 6 7 8 9
0 0 1 1 1 1 1 1
R 00

5. Menghitung normalisasi snorm de boer.


Setiap indikator mempunyai bobot yang berbeda-beda dengan parameter yang berbeda-beda,
sehingga diperlukan proses pencocokan parameter dengan cara normalisasi. Proses
normalisasi dilakukan dengan rumus normalisasi Snorm de Boer. Normalisasi berperan
penting dalam mencapai nilai akhir pengukuran kinerja. Berikut persamaan normalisasi
Snorm de Boer [13]
Untuk nilai yang lebih besar adalah lebih baik
( SI −Smin )
Snorm ( skor )= x 100 (6)
Smax −Smin
Untuk nilai yang lebih kecil adalah lebih baik
( S max−SI )
Snorm ( skor )= x 100 (7)
Smax −Smin
Keterangan;
SI : Nilai kinerja yang dicapai
S max : Nilai kinerja terbaik
S min : Nilai kinerja terburuk
6. Menghitung kinerja sutainable manufakturing.
Rumus yang digunakan untuk menghitung kinerja sustainable manufacturing adalah:

Nilai Kinerja=Bobot x Snorm de Boer (8)


Monitoring skor kinerja dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Monitoring performansi indikator


Sistem Monitoring Performansi
Indikator
<40 Poor
40-50 Marginal
50-70 Average
70-90 Good
>90 excellent

3.1. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Struktur Hierarchy


Struktur hierarchy pengukuran sustainable manufaktur pada peneltian ini ditampilkan pada
Gambar 2.
Level 0 Level 1 Level 2

Emission

Pollutan
Lingkungan
Resource
consumption

Natural Habit
Conservation

Profit
Sustainable
Ekonomi
Manufacturing Cost

Investmen

Employee

Sosial Custumer

Community

Gambar 2. Struktur Hyerarchy Penelitian

3.2. Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Dan Sub Kriteria

Matriks perbandingan berasangan kriteria level 1 ditampilkan pada Tabel 2.

Table 2. Matriks berpasangan kriteria level 1


Lingkung Ekono
Kriteria an mi Sosial
Lingkung 1,00
an 0 3,107 3,476
0,32
Ekonomi 2 1,000 4,217
0,28
Sosial 8 0,237 1,000

Matriks perbandingan berpasangan subkrtreria level 2 ditampilkan pada Tabel 3 sampai


dengan Tabel 5.

Table 3. Matriks Berpasangan Sub Kriteria Level 2 (Lingkungan)


Sub E Pol Resou Natur
Kriteri mi uta ce al
a si n consu habit
mptio conser
n vation
Emisi 1, 0,3 2,621 0,160
00 22
0
Polutan 3, 1,0 4,000 2,000
10 00
7
Resouce 0, 0,2 1,000 0,158
consum 38 32
ption 2
Natural 6, 0,5 6,316 1,000
habit 25 00
conserv 7
ation

Table 4. Matriks Berpasangan Lsub Kriteria Level 2 (Ekonomi)


Investmen
Kriteria Profit Cost t
Profit 1,000 3,107 4,718
Cost 0,322 1,000 0,763
Investmen
t 0,212 1,310 1,000

Table 5. Matriks Berpasangan Lsub Kriteria Level 2 (Sosial)


Employ Custum Communi
Kriteria ee er ty
Employe
e 1,000 0,255 3,915
Custumer 3,915 1,000 2,289
Communi
ty 0,232 0,437 1,000

3.3. Menghitung Normalisasi, Bobot Setiap Kriteria dan Sub Kriteria, Serta Konistensi
Responden.
Perhitungan matrik normalisasi, bobot kritera, dan konsisteni rasio diuraikan pada tabel
berikut.

Tabel 6. Matriks Normalisasi Kriteria Level 1


Ek
Lingk Juml
o- Sosi Bob
Kriteria u- ah
no al ot
ngan Baris
mi
Lingkun 0,621 0,7 0,40 1,736 0,57
gan 15 0 9
Ekonomi 0,200 0,2 0,48 0,915 0,30
30 5 5
Sosial 0,179 0,0 0,11 0,348 0,11
55 5 6
Total 1,000 1,0 1,00 3,000 1,00
00 0 0

Dapat disimpulkan bahwa bobot yang menjadi prioritas dalam sustainable manufacturing adalah
lingkungan diikuti ekonomi dan social

Table 7. Consistency Ratio Kriteria Level 1


Rando
Consistenc Consistenc
λ m
y Index y Ratio
Maks Index
(CI) (CR)
(RI)
3,203 0,101 0,58 0,0113

Tabel 7 menunjukkan bahwa responden konsisten dalam mengisi kusioner, karena nilai CR<0,1.

Tabel 8. Matriks Normalisasi Sub Kriteria Level 2 (Lingkungan)


R
at
Natur a-
Resou Ju
al R
E Pol ce ml
Krite Habit at
m uta Consu ah
ria Conse a
isi n mptio Ba
rvatio B
n ris
n a
ri
s
Emisi 0, 0,1 0,188 0,048 0,4 0,
0 57 86 1
9 2
3 1
Polut 0, 0,4 0,287 0,603 1,6 0,
an 2 87 66 4
8 1
9 6
Reso 0, 0,1 0,072 0,048 0,2 0,
uce 0 13 68 0
consu 3 6
mptio 6 7
n
Natur 0, 0,2 0,453 0,301 1,5 0,
al 5 43 80 3
habit 8 9
conse 2 5
rvatio
n
Jumla 1 1 1 1 4 1
h
kolo
m
Table 8 menunjukkan prioritas yang harus dijaga dalam menjaga sustainable manufacturing
adalah Polutan, Natural habit conservation, emisi, dan resource consumption.

Table 9. Consistency Ratio Sub Kriteria Level 2 (Lingkungan)


Consiste Rand Consiste
λ ncy om ncy
Maks Index Index Ratio
(CI) (RI) (CR)
4,276 0,092 0,9 0,010

Tabel 9 menunjukkan bahwa responden konsisten dalam mengisi kusioner, karena nilai CR<0,1.

Tabel 10. Matriks Normalisasi Sub Kriteria Level 2 (Ekonomi)


Rat
Juml a-
Kriteri Pro Cos Investm
ah rata
a fit t ent
Baris bari
s
Profit 0,65 0,5 0,728 1,953 0,65
2 74 1
Cost 0,21 0,1 0,118 0,512 0,17
0 85 1
Investm 0,13 0,2 0,154 0,534 0,17
ent 8 42 8
Total 1,00 1,0 1,000 3,000 1,00
0 00 0

Table 10 menunjukkan bahwa profit memiliki prioritas yang sangat dipertimbangkan dalam
menjaga sustainable manufacturing diikuti investment dan cost.

Table 11. Consistency Ratio Sub Kriteria Level 2 (Ekonomi)


Rando
Consisten Consisten
λ m
cy Index cy Ratio
Maks Index
(CI) (CR)
(RI)
3,053 0,027 0,58 0,003

Tabel 11 menunjukkan bahwa responden konsisten dalam mengisi kusioner, karena nilai
CR<0,1.

Tabel 12. Matriks Normalisasi Sub Kriteria Level 2 (Ekonomi)


Rat
a-
Cust Com Juml
Empl rat
Kriteria u- mu- ah
o-yee a
mer nity Baris
bar
is
Employe 0,15 0,29
0,194 0,543 0,889
e 1 6
Custume 0,761 0,59 0,318 1,669 0,55
r 1 6
Commu 0,25 0,14
0,045 0,139 0,442
nity 8 7
1,000 1,00 1,000 3,000 1,00
Total 0 0

Table 12 menunjukkan custumer yang menjadi prioritas utama dalam menjaga sustainable
manufacturing, kemudian diikuti employee dan community.

Table 13. Consistency Ratio Sub Kriteria Level 2 (Sosial)


Rando
Consisten Consisten
m
λ Maks cy Index cy Ratio
Index
(CI) (CR)
(RI)
3,411 0,205586 0,58 0,0228429

Tabel 13 menunjukkan bahwa responden konsisten dalam mengisi kusioner, karena nilai
CR<0,1.

3.4. Menghitung Normalisasi Snorm De Boer.


Table 14 menunjukkan perhitungan normalisasi menggunakan snorm de boer. Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa nilai snorm maksimum adalah 100 yaitu karyawan diizinkan
mengembankan profesionalitasnya. Nilai snorm yang rendah adalah 20 yaitu Limbah gas
dinetralkan sebelum dibuang ke udara, Investasi pengolahan limbah cair sudah dilakukan, dan
Investasi pengolahan limbah cair sudah dilakukan.

Tabel 14. Normalisasi Snorm de Boer


Rekapitulasi Total Snorm De
Kriteria/Sub Kriteria Kuesioner Skor Boer
1 2 3 4 5
Lingkungan Emisi Mesin produksi yang digunakan 0 18 0 0 0 18 40,00
memiliki emisi yang baik
Pembangkit tenaga listrik yang 0 10 12 0 0 22 48,89
digunakan memiliki emisi yang
baik
Mesin pengolah limbah yang 4 10 0 0 0 14 31,11
digunakan memiliki emisi yang
baik
Polutan Limbah padat sudah diurai 0 0 3 32 0 35 77,78
dengan baik
Limbah cair sudah dinetralkan 0 18 0 0 0 18 40,00
dengan baik
Limbah gas dinetralkan 9 0 0 0 0 9 20,00
sebelum dibuang ke udara
Resouce Penggunaan material yang 0 2 24 0 0 26 57,78
consumption ramah lingkungan
Penggunaan air yang ramah 0 2 21 4 0 27 60,00
lingkungan
Penggunaan energi yang ramah 0 4 21 0 0 25 55,56
lingkungan
Natural habit Keanekaragaman hayati tetap 0 0 0 36 0 36 80,00
conservation terjaga
Tidak mengganggu habitat 0 0 3 32 0 35 77,78
hewan liar
Rekapitulasi Total Snorm De
Kriteria/Sub Kriteria Kuesioner Skor Boer
1 2 3 4 5
Tidak meningkatkan 0 0 0 32 5 37 82,22
kebencanaan
Ekonomi Profit Perusahaan mengalami 0 0 0 8 35 43 95,56
kenaikan pendapatan sesuai
target
Perusahaan mendapatkan 0 0 0 36 0 36 80,00
keuntungan setiap sesuai target
Cost Biaya material yang ramah 0 0 27 0 0 27 60,00
lingkungan
Biaya produksi yang ramah 0 18 0 0 0 18 40,00
lingkungan
Biaya pengiriman produk yang 0 18 0 0 0 18 40,00
ramah lingkungan
Investment Investasi peralatan yang 0 0 27 0 0 27 60,00
digunakan sudah ramah
lingkungan
Investasi pengolahan limbah 9 0 0 0 0 9 20,00
cair sudah dilakukan
Investasi pengolahan limbah 0 0 0 36 0 36 80,00
padat sudah dilakukan
Investasi pengolahan limbah 9 0 0 0 0 9 20,00
gas sudah dilakukan
Sosial Employee Kesehatan karyawan terjamin 0 0 0 36 0 36 80,00
saat bekerja
Keselamatan karyawan terjamin 0 0 0 32 5 37 82,22
saat bekerja
Karyawan diizinkan 0 0 0 0 45 45 100,00
mengembankan
profesionalitasnya
Karyawan selalu menghasilkan 0 0 0 36 0 36 80,00
produk yang berkualitas
Custumer Produk yang dihasilkan sesuai 0 0 0 36 0 36 80,00
dengan keinginan pelanggan
Produk yang dihasilkan sudah 0 0 0 32 5 37 82,22
memenuhi standar nasional
Indonesia
Produk yang dihasilkan mudah 0 0 3 32 0 35 77,78
digunakan oleh konsumen
Community Produk yang dihasilkan tidak 2 14 0 0 0 16 35,56
berdampak lingkungan
Proses produksi tidak 0 14 6 0 0 20 44,44
mengganggu lingkungan
Limbah tidak mengganggu 0 18 0 0 0 18 40,00
lingkungan

3.5. Menghitung Kinerja Sutainable Manufakturing


Perhitungan kinerja sustainable manufacturing setiap sub kriteria ditunjukkan pada Tabel
15. Dapat dilihat pada kriteria lingkungan, sub kriteria yang memiliki nilai kinerja yang rendah
adalah emisi bernilai 40,89, diikuti dengan polutan bernilai 48,11, dan resource consumption
bernilai 57,56. Pada kriteria ekonomi nilai kinerja yang rendah terdapat pada sub kriteria
investment dengan nilai 39,50, diikuti dengan cost yang bernilai 47, dan profit bernilai 88,56.
Dari segi monitoring performansi kriteria profit berada pada level good. Sedangkan Pada kriteria
sosial nilai kinerja yang rendah adalah community dengan nilai 35,11 diikuti dengan kriteria
custumer dengan nilai 80,33, dan employee dengan nilai 85,28. Berdasarkan monitoring
performansi yang perlu ditingkatkan adalah community karena berada pada level poor.
Tabel 15. Nilai Kinerja Pada Setiap Sub Kriteria
Snorm Total Kinerja
Skor
Kriteria/Sub Kriteria/Bobot Bobot de Setiap Sub
Akhir
Boer Kriteria
Lingkungan Emisi Mesin produksi yang digunakan 0,40 40,00 16,00
memiliki emisi yang baik
Pembangkit tenaga listrik yang 0,35 48,89 17,11
digunakan memiliki emisi yang
40,89
baik
Mesin pengolah limbah yang 0,25 31,11 7,78
digunakan memiliki emisi yang
baik
Polutan Limbah padat sudah diurai 0,40 77,78 31,11
dengan baik
Limbah cair sudah dinetralkan 0,25 40,00 10,00
48,11
dengan baik
Limbah gas dinetralkan sebelum 0,35 20,00 7,00
dibuang ke udara
Resouce Penggunaan material yang ramah 0,40 57,78 23,11
consumptio lingkungan
n Penggunaan air yang ramah 0,25 60,00 15,00
57,56
lingkungan
Penggunaan energi yang ramah 0,35 55,56 19,44
lingkungan
Natural Keanekaragaman hayati tetap 0,40 80,00 32,00
habit terjaga
conservation Tidak mengganggu habitat hewan 0,35 77,78 27,22 79,78
liar
Tidak meningkatkan kebencanaan 0,25 82,22 20,56
Ekonomi Profit Perusahaan mengalami kenaikan 0,55 95,56 52,56
pendapatan sesuai target
88,56
Perusahaan mendapatkan 0,45 80,00 36,00
keuntungan setiap sesuai target
Cost Biaya material yang ramah 0,35 60,00 21,00
lingkungan
Biaya produksi yang ramah 0,40 40,00 16,00
47,00
lingkungan
Biaya pengiriman produk yang 0,25 40,00 10,00
ramah lingkungan
Investment Investasi peralatan yang 0,15 60,00 9,00
digunakan sudah ramah
lingkungan
Investasi pengolahan limbah cair 0,28 20,00 5,50
sudah dilakukan 39,50
Investasi pengolahan limbah 0,23 80,00 18,00
padat sudah dilakukan
Investasi pengolahan limbah gas 0,35 20,00 7,00
sudah dilakukan
Sosial Employee Kesehatan karyawan terjamin saat 0,28 80,00 22,00
bekerja 85,28
Keselamatan karyawan terjamin 0,35 82,22 28,78
Snorm Total Kinerja
Skor
Kriteria/Sub Kriteria/Bobot Bobot de Setiap Sub
Akhir
Boer Kriteria
saat bekerja
Karyawan diizinkan 0,23 100,00 22,50
mengembankan
profesionalitasnya
Karyawan selalu menghasilkan 0,15 80,00 12,00
produk yang berkualitas
Custumer Produk yang dihasilkan sesuai 0,35 80,00 28,00
dengan keinginan pelanggan
Produk yang dihasilkan sudah 0,40 82,22 32,89
memenuhi standar nasional 80,33
Indonesia
Produk yang dihasilkan mudah 0,25 77,78 19,44
digunakan oleh konsumen
Community Produk yang dihasilkan tidak 0,35 35,56 12,44
berdampak lingkungan
Proses produksi tidak 0,15 44,44 6,67
35,11
mengganggu lingkungan
Limbah tidak mengganggu 0,40 40,00 16,00
lingkungan

Tabel 16 menunjukkan nila kinerja pada level 2.

Tabel 16. Nilai Kinerja Pada Level 1


Snorm de Skor Total
kriteria/sub kriteria/bobot Bobot
Boer Akhir kinerja
Lingkungan Emisi 0,121 40,889 4,968
0,58 Polutan 0,416 48,111 20,036
60,37
Resouce consumption 0,067 57,556 3,856
Natural habit conservation 0,395 79,778 31,518
Ekonomi Profit 0,651 88,556 57,663
0,31 Cost 0,171 47,000 8,024
72,72
Investment 0,178 39,500 7,036
Sosial Employee 0,296 85,278 25,261
0,12 Custumer 0,556 80,333 44,701 75,13
Community 0,147 35,111 5,173

Tabel 16 menunjukkan pada kriteria lingkungan resource consumption yang memiliki


kinerja rendah dibandingkan yang lainnya, yaitu 3,856. pada kriteria ekonomi nilai kinerja yang
rendah adalah investment dengan nilai 7,036, dan pada kriteria sosial nilai kinerja yang paling
rendah adalah community dengan nilai 5,173

Tabel 17 menunjukkan nilai kinerja pada level 0.

Tabel 17 Nilai Kinerja Pada Level 0


Snorm
Kriteria Bobot Total Kinerja
de Boer
Lingkunga
n 0,5788 60,377 34,946
Ekonomi 0,3051 72,723 22,187
Sosial 0,1161 75,135 8,725
Jumlah 65,857

Tabel 17 menunjukkan bahwa kinerja sustainable manufacturing bernilai 65,857. Menurut


monitorng performansi kinerja berada pada level average.

KESIMPULAN
Kinerja sustainable manufaktur di PKS Kabupaten Aceh Tamiang berada pada level average.
Oleh sebab itu PKS-PKS tersebut harus bisa meningkatkan kinerjanya agar lingkungan,
ekonomi, dan sosial tetap terjaga keseimbangannya. Pengukuran kinerja yang rendah adalah
terdapat pada kriteria lingkungan diikuti oleh ekonomi dan sosial, nilainya berturut-turut adalah
60,37, 72,72, dan 75,13. Bobot yang paling berpengaruh sekali dalam menjaga sustainable
manufacturing adalah lingkungan memiliki nilai bobot 0,5788, kemudian ekonomi memiliki nilai
bobot 0,3051, dan sosial memiliki nilai bobot 0,1161.

DAFTAR PUSTAKA
[1] S. Nuraini, I. Gunawan, and W. Saputra, “Pemanfaatan Algoritma K-Medoids untuk Klustering
Kecambah Kelapa Sawit Utilization of K-Medoids Algorithm for Klustering of Oil Palm
Sprouts”.
[2] B. P. Statistik, “Provinsi Aceh dalam angka,” Aceh, 2022.
[3] M. Risal, “Multinational Corporations (MNC) Perkebunan Kelapa Sawit Di Kalimantan Timur:
Dampak Aspek Lingkungan, Sosial Budaya, dan Ekonomi.,” Jurnal Hubungan Internasional
Interdependence, vol. 3, no. 1, 2018.
[4] Q. M. AMarullah, S. M. Aisyah, and M. Y. Yusa, “Implementasi Kerjasama Indonesia-
UNDPdalam Sustainable Palm Oil Initiative Sebagai Upaya Mencapai Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia.” Sriwijaya University, 2022.
[5] S. Sugeng and A. R. Adi Nur Rohman, “Kedaulatan Pangan dalam Perspektif Hukum dan
Keamanan Manusia Food Sovereignty in Law and Human Security Perspective.” Bintang
Pustaka, 2021.
[6] M. Yola and N. Nofirza, “Perfomansi Keberlanjutan Manufaktur Pabrik Kelapa Sawit di Riau,”
Jurnal Teknik Industri: Jurnal Hasil Penelitian dan Karya Ilmiah dalam Bidang Teknik Industri,
vol. 5, no. 2, pp. 100–107, 2019.
[7] C. B. Joung, J. Carrell, P. Sarkar, and S. C. Feng, “Categorization of indicators for sustainable
manufacturing,” Ecol Indic, vol. 24, pp. 148–157, 2013.
[8] L. A. Ocampo, “A hierarchical framework for index computation in sustainable manufacturing,”
Advances in Production Engineering & Management, vol. 10, no. 1, p. 40, 2015.
[9] V. Swarnakar et al., “Prioritizing indicators for sustainability assessment in manufacturing
process: an integrated approach,” Sustainability, vol. 14, no. 6, p. 3264, 2022.
[10] M. P. Brundage, Q. Chang, Y. Li, J. Arinez, and G. Xiao, “Sustainable manufacturing
performance indicators for a serial production line,” IEEE Transactions on Automation Science
and Engineering, vol. 13, no. 2, pp. 676–687, 2014.
[11] N. Handayani and Y. Nadya, “Choosing alternative managements of solid waste from tofu
producing small and medium enterprises in East Aceh district by analytical hierarchy process
(AHP),” in 2019 1st International conference on engineering and management in industrial
system (ICOEMIS 2019), Atlantis Press, 2019, pp. 336–343.
[12] T. L. Saaty, “The analytic hierarchy and analytic network processes for the measurement of
intangible criteria and for decision-making,” Multiple criteria decision analysis: state of the art
surveys, pp. 363–419, 2016.
[13] F. Zahra and M. T. Hasan, “Perbaikan Kinerja Supply Chain dengan Menggunakan Metode
Supply Chain Operation REference (SCOR) (Studi Kasus CV. Athaya Mineral Desa Geudubang
Aceh Kecamatan Langsa Baro Kota Langsa),” Jurnal Industri Samudra, vol. 2, no. 1, p. 11,
2021.

Anda mungkin juga menyukai