1. PENDAHULUAN
Kelapa Sawit adalah tanaman yang menghasilkan minyak tertinggi di dunia dari
sektor pertanian. Kelapa sawit adalah tumbuhan tropis, pertumbuhan maupun panen juga
tergantung pupuk dan curah hujan yang turun. Umur kelapa sawit yang produktif mencapai
20-25 tahun [1]. Provinsi Aceh merupakan daerah di Indonesia yang mengalami perkembangan
yang signifikan untuk produksi kelapa sawit. Aceh dapat berkembang pesat dalam beberapa
tahun terakhir dalam urusan kebun sawit. Aceh Tamiang merupakan salah satu daerah penghasil
minyak kelapa sawit terbesar di Aceh, hal ini dapat dilihat darai data badan pusat statistik (BPS)
bahwa produksi sawit Aceh pada tahun 2014 sebesar 375. 826 Ton dengan luas lahan seluas 214.
850 Ha [2].
Tahun 2014 produksi minyak sawit Indonesia mencapai 20,6 juta ton, diikuti oleh
Malaysia pada urutan kedua dengan produksi 17,57 juta ton, pada saat itu jumlah total produksi
minyak kelapa sawit Indonesia mencapai 31,5 juta dengan 21,5 juta ton di ekspor ke luar negeri
mencapai 80% produksi [3].
Permintaan minyak sawit yang tinggi menuntut para pelaku usaha untuk terus
meningkatkan hasil produksinya. Aktivitas manufacturing minyak sawit memiliki dampak
terhadap keberlangsungan ekosistem [4]. regulasi yang tepat mampu menjaga sustainable
manufacturing, tetapi kalau tidah terjadi hal yang tidak diinginkan yaitu ancaman yang sangat
serius bagi masyarakat seperti bencana ekologis [5]. Dari hasil penelitian dan survei di
dilakukan, perkebunan kelapa sawit sarat dengan masalah. Mulai dari pencemaran lingkungan
hidup, pelanggaran hak asasi manusia (HAM serta pencemaran lingkungan [3].
Indonessian Sustainable Palm Oil (ISPO) adalah suatu standar yang hadir sebagai
alternatif yang menawarkan instrumen penilaian dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit untuk
menanggulangi resiko lingkungan sekaligus isu rendahnya kredibilitas produksi di pasar
internasional. Perusahaan kelapa sawit seharusnya telah memahami tersebut karena seperti
diketahui ISPO merupakan sistem pengukuran usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang
layak ekonomi, layak sosial dan ramah lingkungan berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku di Indonesia [6]. Namun fenomena yang terjadi kebanyakan perusahaan kepala sawit di
Kabupaten Aceh Tamiang tidak dapat menyeimbangkan aspek tersebut dengan baik.
Manufaktur berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yaitu ekonomi, lingkungan, dan
sosial yang biasa disebut dengan tripple bottom line (TBL), dengan adanya konsep tersebut
perusahaan harus menyesuaikan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dalam operasionalnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja sustainable manufacturing di PKS
Kabupaten Aceh Tamiang, sehingga dampak negatif dari proses manufacturing dapat direduksi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Swarnakar, et.al. 2022 yang berjudul
prioritizing indicators for sustainability assessment in manufacturing process: an integrated
approach. Metode yang digunakan adalah Multi criteria decision making (MCDM). Dari hasil
penelitian tersebut diperoleh bahwa Hasil studi menunjukkan pelepasan gas rumah
kaca/berbahaya, berkontribusi terhadap masyarakat. Iindikator yang paling penting dalam
sustainable manufacturing adalah lingkungan, sosial dan aspek keberlanjutan ekonomi [9].
Penelitian lain juga dilakukan oleh Michael P, at. Al. 2016 dengan judul sustainable
manufacturing performance indicators for a serial production line. Metode yang digunakan
adalah Simulink, melaporkan bahwa analisis struktur energi lini produksi terdiri dari dua bagian
yaitu komponen statis (energi yang digunakan selama produksi komponen) dan komponen
dinamis (energi yang terbuang akibat peristiwa downtime). Perusahaan seharusnya menganalisis
lebih lanjut struktur energi untuk mengidentifikasi energi dan limbah dengan benar [10].
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Che B. Joung et. al. 2012 dengan judul
Categorization of indicators for sustainable manufacturing. Metode yang digunakan adalah
Analitichay Hierarchy Process (AHP). Melaporkan bahwa Kategorisasi indikator keberlanjutan
berasaskan kesamaan yang saling menguntungkan terdiri dari lima dimensi keberlanjuta yaitu
pengelolaan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, kemajuan teknologi, dan
manajemen kinerja [7].
2. METODE PENELITIAN
Tahap 2: Menghitung bobot. Untuk setiap baris i dalam matriks tersebut hitung nilai rata-
ratanya (vector eigen):
1
w i=
n
∑ aij (2)
Keterangan: wi adalah bobot ke i dari vektor bobot
Tahap 3: Pengujian konsistensi matriks perbandingan dengan cara:
Jika A adalah matriks perbandingan berpasangan dan W adalah vektor bobot, maka
konsistensi dari A dapat diuji dengan cara:
a. Hitung t
( )
n T
1 elemen ke i pada( A)(W )
t= ∑
n 1 elemen ke i padaW
T
(3)
Emission
Pollutan
Lingkungan
Resource
consumption
Natural Habit
Conservation
Profit
Sustainable
Ekonomi
Manufacturing Cost
Investmen
Employee
Sosial Custumer
Community
3.3. Menghitung Normalisasi, Bobot Setiap Kriteria dan Sub Kriteria, Serta Konistensi
Responden.
Perhitungan matrik normalisasi, bobot kritera, dan konsisteni rasio diuraikan pada tabel
berikut.
Dapat disimpulkan bahwa bobot yang menjadi prioritas dalam sustainable manufacturing adalah
lingkungan diikuti ekonomi dan social
Tabel 7 menunjukkan bahwa responden konsisten dalam mengisi kusioner, karena nilai CR<0,1.
Tabel 9 menunjukkan bahwa responden konsisten dalam mengisi kusioner, karena nilai CR<0,1.
Table 10 menunjukkan bahwa profit memiliki prioritas yang sangat dipertimbangkan dalam
menjaga sustainable manufacturing diikuti investment dan cost.
Tabel 11 menunjukkan bahwa responden konsisten dalam mengisi kusioner, karena nilai
CR<0,1.
Table 12 menunjukkan custumer yang menjadi prioritas utama dalam menjaga sustainable
manufacturing, kemudian diikuti employee dan community.
Tabel 13 menunjukkan bahwa responden konsisten dalam mengisi kusioner, karena nilai
CR<0,1.
KESIMPULAN
Kinerja sustainable manufaktur di PKS Kabupaten Aceh Tamiang berada pada level average.
Oleh sebab itu PKS-PKS tersebut harus bisa meningkatkan kinerjanya agar lingkungan,
ekonomi, dan sosial tetap terjaga keseimbangannya. Pengukuran kinerja yang rendah adalah
terdapat pada kriteria lingkungan diikuti oleh ekonomi dan sosial, nilainya berturut-turut adalah
60,37, 72,72, dan 75,13. Bobot yang paling berpengaruh sekali dalam menjaga sustainable
manufacturing adalah lingkungan memiliki nilai bobot 0,5788, kemudian ekonomi memiliki nilai
bobot 0,3051, dan sosial memiliki nilai bobot 0,1161.
DAFTAR PUSTAKA
[1] S. Nuraini, I. Gunawan, and W. Saputra, “Pemanfaatan Algoritma K-Medoids untuk Klustering
Kecambah Kelapa Sawit Utilization of K-Medoids Algorithm for Klustering of Oil Palm
Sprouts”.
[2] B. P. Statistik, “Provinsi Aceh dalam angka,” Aceh, 2022.
[3] M. Risal, “Multinational Corporations (MNC) Perkebunan Kelapa Sawit Di Kalimantan Timur:
Dampak Aspek Lingkungan, Sosial Budaya, dan Ekonomi.,” Jurnal Hubungan Internasional
Interdependence, vol. 3, no. 1, 2018.
[4] Q. M. AMarullah, S. M. Aisyah, and M. Y. Yusa, “Implementasi Kerjasama Indonesia-
UNDPdalam Sustainable Palm Oil Initiative Sebagai Upaya Mencapai Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia.” Sriwijaya University, 2022.
[5] S. Sugeng and A. R. Adi Nur Rohman, “Kedaulatan Pangan dalam Perspektif Hukum dan
Keamanan Manusia Food Sovereignty in Law and Human Security Perspective.” Bintang
Pustaka, 2021.
[6] M. Yola and N. Nofirza, “Perfomansi Keberlanjutan Manufaktur Pabrik Kelapa Sawit di Riau,”
Jurnal Teknik Industri: Jurnal Hasil Penelitian dan Karya Ilmiah dalam Bidang Teknik Industri,
vol. 5, no. 2, pp. 100–107, 2019.
[7] C. B. Joung, J. Carrell, P. Sarkar, and S. C. Feng, “Categorization of indicators for sustainable
manufacturing,” Ecol Indic, vol. 24, pp. 148–157, 2013.
[8] L. A. Ocampo, “A hierarchical framework for index computation in sustainable manufacturing,”
Advances in Production Engineering & Management, vol. 10, no. 1, p. 40, 2015.
[9] V. Swarnakar et al., “Prioritizing indicators for sustainability assessment in manufacturing
process: an integrated approach,” Sustainability, vol. 14, no. 6, p. 3264, 2022.
[10] M. P. Brundage, Q. Chang, Y. Li, J. Arinez, and G. Xiao, “Sustainable manufacturing
performance indicators for a serial production line,” IEEE Transactions on Automation Science
and Engineering, vol. 13, no. 2, pp. 676–687, 2014.
[11] N. Handayani and Y. Nadya, “Choosing alternative managements of solid waste from tofu
producing small and medium enterprises in East Aceh district by analytical hierarchy process
(AHP),” in 2019 1st International conference on engineering and management in industrial
system (ICOEMIS 2019), Atlantis Press, 2019, pp. 336–343.
[12] T. L. Saaty, “The analytic hierarchy and analytic network processes for the measurement of
intangible criteria and for decision-making,” Multiple criteria decision analysis: state of the art
surveys, pp. 363–419, 2016.
[13] F. Zahra and M. T. Hasan, “Perbaikan Kinerja Supply Chain dengan Menggunakan Metode
Supply Chain Operation REference (SCOR) (Studi Kasus CV. Athaya Mineral Desa Geudubang
Aceh Kecamatan Langsa Baro Kota Langsa),” Jurnal Industri Samudra, vol. 2, no. 1, p. 11,
2021.