Latar Belakang
Di era globalisasi, persaingan dunia usaha yang semakin berkembang, menuntut
perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan lingkungan.
Perusahaan yang senantiasa meningkatkan daya saingnya, dalam pertumbuhannya yang
terus maju dan terus menjadi perusahaan yang sukses, bukan hanya berada di internal
saja tetapi juga dalam segi eksternal yaitu mampu memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi masyarakat dan perekonomian suatu Negara dalam bentuk membuka
lapangan kerja, menghasilkan pendapatan untuk Negara melalui pajak dan memberikan
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sejak pembukaan hubungan diplomatik pada tahun 1966, hubungan bilateral
antara Indonesia dengan Korea Selatan terus mengalami perkembangan setiap tahun di
berbagai bidang. Hubungan yang erat terlihat pada peningkatan pesat kerjasama di
berbagai bidang mencakup ekonomi, politik, keamanan, perdagangan dan sosial budaya.
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) pada triwulan II
tahun 2015 menunjukkan investasi Korea Selatan di Indonesia mencapai (US$ 787.83
Million) dan menjadi urutan keempat dalam hal investasi di Indonesia. Semakin banyak
perusahaan industri manufaktur oleh Korea Selatan yang berinvestasi di Indonesia,
maka mendorong perusahaan dalam mengembangkan kemampuan bersaing dan
memilih strategi yang tepat agar operasional dapat berjalan lancar dan optimal baik dari
strategi peramalan produksi, perencanaan bahan baku, dan marketing. Tujuan utama
dalam sebuah bisnis adalah untuk melayani pemesanan pelanggan dengan tepat waktu.
Oleh karena itu, diperlukan strategi operasional yang baik dan efektif pada lini produksi.
Landasan Teori
Dimana : A = Availability
P = Performance effectiveness
Q = Quality
Operation time merupakan hasil yang diperoleh dari pengurangan loading time
dengan waktu downtime mesin. Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya
digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment
failure) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan. Downtime meliputi mesin
berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan, penggantian cetakan (dies),
pelaksanaan prosedur setup dan adjustment dan sebagainya.
Loading time adalah waktu yang tersedia (availability) per hari atau per bulan dikurang
dengan waktu downtime mesin direncanakan (planned downtime).
2. TPM
Total Productive Maintenance (TPM) adalah pendekatan manajemen yang bertujuan
untuk meningkatkan efektivitas mesin dan peralatan dalam proses produksi dengan
melibatkan seluruh tim kerja. Berikut adalah beberapa landasan teori yang mendasari Total
Productive Maintenance:
1. Pemeliharaan Produktif Total: Konsep dasar dari TPM adalah bahwa setiap anggota tim
produksi harus terlibat dalam mempertahankan peralatan agar selalu beroperasi pada kondisi
optimal. Hal ini mencakup upaya pencegahan perawatan, perbaikan cepat, dan perbaikan
pokok.
2. OEE (Overall Equipment Effectiveness): OEE adalah salah satu metrik kunci dalam TPM
yang mengukur efektivitas mesin dalam proses produksi. OEE mencakup tiga faktor utama:
ketersediaan (availability), kinerja (performance), dan kualitas (quality) dari peralatan.
Landasan teori ini membantu dalam mengidentifikasi dan mengatasi kerugian produksi.
3. Jishu Hozen (Pemeliharaan Mandiri): Konsep Jishu Hozen adalah tentang
memberdayakan operator atau pekerja untuk melakukan pemeliharaan prakondisional,
pencegahan, dan perbaikan sederhana pada peralatan yang mereka gunakan. Hal ini
membantu mengurangi waktu henti mesin dan meningkatkan keandalan peralatan.
4. Total Employee Involvement (TEI): TPM mengutamakan keterlibatan seluruh tim kerja
dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Landasan ini menekankan pentingnya
pelatihan, komunikasi, dan partisipasi aktif dari semua anggota tim.
5. Perbaikan Berkelanjutan (Kaizen): Prinsip Kaizen atau perbaikan terus-menerus
merupakan bagian integral dari TPM. Kaizen mendorong upaya untuk terus-menerus mencari
cara untuk meningkatkan proses produksi, kualitas, dan efisiensi.
6. Pemeliharaan Prediktif dan Preventif: TPM mendorong penggunaan strategi pemeliharaan
prediktif dan preventif untuk mencegah kerusakan mesin dan mengurangi waktu henti yang
tidak terencana. Ini melibatkan pemantauan kondisi mesin secara teratur dan perawatan
berjadwal.
7. Peningkatan Sikap dan Budaya Kerja: Landasan teori ini mengakui pentingnya
memperbaiki sikap dan budaya kerja di tempat kerja untuk mencapai keberhasilan TPM. Hal
ini melibatkan pembangunan hubungan yang baik antara manajemen dan karyawan, serta
pembentukan budaya kerja yang berorientasi pada prestasi dan perbaikan.
Dengan mendasarkan diri pada prinsip-prinsip ini, perusahaan dapat mengimplementasikan
TPM dengan sukses untuk meningkatkan efektivitas produksi, mengurangi biaya
pemeliharaan, dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Contoh Penerapan