Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Perawatan Industri


Menurut Fajar Kurniawan (2013) Perawatan fasilitas industri yang
merupakan sumber daya pendukung kontinuitas proses, membutuhkan suatu
penanganan khusus, sehingga konsep manajemen perlu diterapkan dalam
melakukan aktivitas ini. Manajemen Perawatan Industri adalah upaya pengaturan
aktivitas untuk menjaga kontinuitas produksi, sehingga dapat menghasilkan
produk yang berkualitas dan memiliki daya saing, melalui pemeliharaan fasilitas
industri.
Manajemen perawatan industri perlu dilakukan untuk meminimasi
Downtime, sehingga aktivitas proses transformasi bahan baku menjadi produk
dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat
sebelumnya. Konsep ini juga harus dapat menunjang kesiapan sarana produksi,
sehingga perlu dilakukan program perawatan.

2.1.1 Tujuan Manajemen Perawatan Industri


Menurut Fajar Kurniawan (2013) Secara umum manajemn
perawatan industri memiliki tujuan :
1. Mengatasi segala permasalahan, yang berkenaan dengan kontinuitas
aktivitas produksi.
2. Memperpanjang umur pengoprasian peralatan dan fasilitas industri.
3. Meminimasi Downtime, yaitu waktu selama proses produksi terhenti
(waktu menunggu) yang dapat mengganggu kontinuitas proses.
4. Meningkatkan efisiensi sumber daya produksi.
5. Peningkatan profesionalisme personil departemen perawatan industri.
6. Meningkatkan nilai tambah produk, sehingga perusahaan dapat
bersaing dipasar global.
7. Membantu para pengambil keputusan, sehingga dapat memilih solusi
optimal terhadap kebijakan perawatan fasilitas industri.
8. Melakukan perencanaan terhadap perawata preventif, sehingga
memudahkan dalam proses pengontrolan aktivitas perawatan.

5
9. Mereduksi biaya perbaikan dan biaya yang timbul dari terhentinya
proses karena permasalahan keandalan mesin.

2.2 Konsep Perencanaan Perawatan


Menurut Fajar Kurniawan (2013) Manajemen memungkinkan perusahaan
untuk melakukan beberapa tahapan aktivitas, sehingga proses perawatan dapat
dilaksanakan secara sistematis. Perencanaan dapat mengacu kepada kaidah
manajemen secara umum. James A.F Stonner mengemukakan bahwa
‘’Management is the process of planning, organizing, leading and controlling the
efforts of organization members of using all other organizational resources to
achieve stated organizational’’. Salah satu konsep yang dapat diambil adalah
‘’Fayol primary focus in Managerial’’, dimana Henry Fayol (1841-1925)
mendefinisikan manajemen kedalam lima fungsi, antara lain :
1. Planning (Perencanaan)
2. Organizing (Pengorganisasian)
3. Commanding (Komando)
4. Cordinating (Kordinasi)
5. Controlling (Pengendalian dan Evaluasi)
Kelima fungsi tersebut dapat diterapkan dalam melakukan perencanaan
perawatan. Palnning disusun sebagai langkah yang harus dilakukan oleh
pelaksanaan untuk tujuan manajemen perawatan, pada tahapan ini seorang
pengambil keputusan harus dapat memikirkan dengan matang tujuan dan
tindakannya, berdasarkan kepada metode, perencanaan atau logika tertentu dan
bukan atas dasar firasat.

2.3 Total Productive Maintenance (TPM)


Menurut Fajar Kurniawan (2013) Total Productive Maintenance (TPM)
merupakan suatu aktivitas perawatan yang mengikutsertakan semua elemen dari
perusahaan, yang bertujuan untuk menciptakan suasana kritis (critical mass)
dalam lingkungan industri guna mencapai zero breakdown, zero defect dan zero
accident. TPM adalah sistem manajerial unuk yang pertama kali dikembangkan di
jepang pada tahun 1971, dengan berdasarkan kepada konsep perawatan preventif
(Preventive Maintenance) atau perawatan produktif (Productive Maintenance),
perawatan korektif (Corrective Maintenance), Realibility Enggineering, dan

6
Maintanability Enggineering dari Amerika Serikat. Jepang mengembangkan
konsep tersebut menjadi Total Productive Maintenance (TPM).
Menurut Fajar Kurniawan (2013) TPM adalah suatu metode yang
bertujuan untuk memaksimalkan efesiensi penggunaan peralatan, dan
menmantapkan sistem perawatan preventif yang dirancang untuk keseluruhan
peralatan dengan mengimplementasikan suatu aturan dan memberikan motovasi
kepada seluruh bagian yang berada dalam suatu perusahaan tersebut, melalui
peningkatan komponenisipasi dari seluruh anggota yang terlibat mulai dari
manajemen puncak sampai kepada level terendah. Selain itu juga TPM bertujuan
untuk menghindari perbaikan secara tiba – tiba dan meminimasi perawatan yang
tidak terjadwal. TPM merupakan proses untuk memaksimalkan produktivitas
penggunaan peralatan, melalui pengurangan downtime dan perbaikan keamanan,
kualitas, pengiriman, biaya dan kreativitas yang melibatkan seluruh lini produksi.
Saat ini banyak perusahaan yang mengimplementasikan TPM dengan
menggunakan Track Equipment Maintenance (TEM). Sistem ini adalah sistem
komputerisasi yang akan melakukan inspeksi prosedur kerja dan menjadwalkan
pekerjaan perawatan. Sistem ini mampu meningkatkan efisiensi fasilitas dan
mereduksi penggunaan energi.

2.3.1 Implementasi Total Productive Maintenance (TPM)


TPM akan mengarahkan proses perawatan menjadi sesuatu yang
sangat penting dari seluruh aktivitas manufaktur, dimana TPM merupakan
pendekatan secara proaktif untuk meminimasi perawatan yang tidak
terjdawal (John X Wang 2011). Implementasi TPM diarahkan pada
pencapaian efisiensi produksi di semua lini, karena saat ini banyak industri
yang menerapkan sistem manusia mesin, sehingga untuk mendukung
efisiendi, perlu dilakukan upaya yang tepat dalam penggunaan metode
produksi dan perawatan terhadap fasilitas industri. TPM didesain untuk
menggeliminir kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan, maupun
keandalan fasilitas yang mulai menurun.
Impelementasi Total Productive Maintenance, pada mulanya hanya
terpusat pada aktivitas produksi, seiring bergulirnya waktu dan kebutuhan,
TPM juga dapat diimplementasikan untuk aktivitas administrasi,

7
perencanaan keuangan, sumber daya manusia, rekayasa, klerikal, dan
pemasaran. Oleh sebab itu, implementasi TPM saat ini diperuntukan bagi
semua anggota perusahaan, tanpa terkecuali, mulai dari manajemen
puncak, sampai kepada lini terendah dari suatu organisasi.

2.3.2 Kerugian (Losses)


Menurut Fajar Kurniawan (2013) Dalam TPM, 16 kerugian utama
dijelaskan sebagai suatu kerugian yang akan menghalangi aktivitas
produksi. Berdasarkan kerugian tersebut, berikut terdapat 5 kerugian
utama yang menghambat efisiensi kerja manusia (Shirose, 2005) :
1. Kerugian manajemen
2. Kerugian pergerakan
3. Kerugian penyusunan
4. Kerugian akibat berkurangnya sistem otomatis
5. Kerugian pengawasan dan penyesuaian
TPM mengedepankan upaya untuk mengeliminasi kerugian dan
pemborosan, sehingga kerugian harus dapat diminimalisir, bahkan
ditiadakan (nol). Kerugian yang biasanya dialami oleh suatu perusahaan
diakibatkan oleh :
1. Kerusakan pada peralatan dan mesin.
2. Waktu set-up dan penyiapan mesin yang terlalu lama
3. Kekosongan aktivitas (idle) pada saat pergantian proses
4. Penurunan kecepatan produksi atau kecepatan kerja
5. Produk cacat /reject yang terlalu banyak sehingga harus diperbaiki,
atau bahkan dibuang
Akibat kerugian tersebut, perlu diadakan analisis gerakan efektif
berdasarkan ekonomi gerakan Therblig dengan mengimplementasikan
perncangan sistem kerja. Namun disini, kerugian akibat gerakan yang
tidak efektif dapat dikategorikan menjadi 6 kerugian utama, antara lain :
1. Kerugian waktu akibat menunggu (delay).
2. Kerugian waktu akibat dari perpindahan suatu proses ke proses
lainnya.
3. Kerguain waktu akibat proses mencari (searching).

8
4. Kerugian waktu akibat terlalu banyak pertimbangan (analisa)
5. Kerugian waktu akibat pengaturan dan penyeseuaian kegiatan.
6. Kerugian akibat produk cacat.

2.3.3 Jishu Hozen


Menurut Fajar Kurniawan (2013) Para operator sering merasa
bahwa kerusakan – kerusakan tersebut disebabkan oleh orang – orang
perawatan, atau kerusakan – kerusakan tersebut disebabkan oleh kesalahan
pemasangan peralatan dan operator tidak merasa bertanggung jawab atas
kerusakan itu. Guna mengatasi hal tersebut lahirlah Jishu Hozen. Jishu
Hozen merupakan kewajiban setiap para pekerja untuk melakukan
inspeksi rutin, pelumasan, penggantian komponen, deteksi dini dari
ketidak normalan dan memeriksa perisai peralatan mereka dengan tujuan
melindungi peralatan mereka sendiri (Kimura, 2005).
Tujuan dari diterpkanya Jishu Hozen diperusahaan adalah agar
setiap para pekerja melakukan inspeksi rutin, pelumasan, penggantian
komponen, deteksi dini dari ketidak normalan dan memeriksa presisi
peralatan mereka dengan tujuan melindungi peralatan mereka sendiri.
Jishu Hozen dibuat untuk meningkatkan beberapa karakteristik.
Konsep dasar yang dibanggun Jishu Hozen diantaranya :
a. ‘’Zero Defects’’ dan ‘’Zero Failures’’ dapat diwujudkan dika
seluruh karyawan terlibat dengan cara merubah cara berfikir dan
bertindak.
b. Jika peralatan diganti, orang akan diganti, jika orang diganti
produksi juga akan dirubah.
Aktivitas untuk mencapai perawatan dalam Jishu Hozen, dapat
dibagi menjadi bagaian berikut ini :
a. Aktivitas pencegahan : pencegahan dan memperbaiki kerusakan.
b. Aktivitas peningkatan : memperpanjang umur alat, memperpanjang
umur alat memperpendek waktu perawatan dan memperkecil
perawatan

2.3.4 Zero Failure

9
Aktivitas implementasi TPM yang lain adalah upaya untuk
menciptkan lingkungan yang aman. Target kegiatan ini adalah
mengeleminasi semua peluang terjadinya kecelakaan dan polusi (zero
accident & zero pollution). Zero accident dapat dicapai dengan
menerapkan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, sementara itu
Zero pollution dicapai dengan menerapkan manajemen lingkungan.
Menurut Fajar Kurniawan (2013) Zero Accident dapat dicapai
dengan menerapkan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
dilakukan dengan meminimasi aspek – aspek tidak selamat, dan
merancang suatu fasilitas industri yang dapat memberikan kenyamanan
dan keamanan dalam bekerja. Aktivitas ini juga perlu didukung dengan
penerapan aturan – aturan keselamatan dan upaya peningkatan kesadaran
dari setiap pekerja melalui pemberian pelatihan dan pendidikan.
Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan
mengungkapkan kelemahan operasional yang memungkinkan terjadinya
kecelakaan, dimana fungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara :
(a) Mengungkapkan sebab musabab suatu kecelakaan, (b) Meneliti apakah
pengendalian secara cermat dapat dilaksanakan arau tidak (Silalahi et al,
1995). Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilaksanakan
melalui beberapa aktivitas antara lain :
1. Komitmen yang dimulai dari top management untuk memiliki visi
dan melaksanakan program keselamtan dan kesehatan kerja.
2. Permbentukan organisasi yang bertanggung jawab untuk mengatur
semua aktivitas yang berkenaan dengan manajamen keselamatan dan
kesehatan kerja, yang dilanjutkan dengan penyusunan job
description dari staff dan pimpinan dalam organisasi tersebut.
3. Penyusunan Standar Oprating Procedure (SOP) mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja, serta aturan yang berkenaan
dengan reward & punishment terhadap implementasi program.
4. Pelaksanaan training internal maupun eksternal, yang berkenaan
dengan pemahaman konsep implementasi manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja, sehingga mampu merubah paradigm berfikir

10
dari setiap bagian perusahaan untuk dapat melaksanakan program
tersebut dengan kesadaran pribadi.
5. Aktivitas evaluasi terhadap pelaksanaan program manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja. Aktivitas ini dilakukan untuk
membandingkan antara perencanaan yang telah dibuat, dengan
pelaksanaan program.
2.3.5 5-S
Menurut Fajar Kurniawan (2013) 5S merupakan impelemnatasi
manajerial perawatan terhadap stasiun kerja yang bersifat menyeluruh dan
sistematik. Penerapan 5S diperusahaan akan berdampak secara langsung
terhadap keselamatan kerja, efisien, evektivitas kerja, dan peningkatan
produktivitas. 5S itu sendiri merupakan istilah yang berasal dari bahasa
Jepang, yang isinya antara lain : Seiri, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke.
Penjelasan secara ringkas berkenaan dengan terminology 5S, antara lain :
1. Seiri atau penyederhanaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memilih, dan meniadakan segala hal yang tidak diperlukan, termasuk
menghilangkan segala hal yang diprediksi dapat menimbulkan
masalah.
2. Seiton atau penataan adalah memposisikan semua fasilitas secara
teratur dan terstruktur, sehingga pada saat diperlukan akan mudah
untuk diperoleh.
3. Seiso atau pembersihan adalah upaya untuk menghilangkan semua
kotoran dan sampah yang ada di stasiun kerja.
4. Seiketsu atau perawatan secara berkala, terus – menerus dan
berulang.
5. Shitsuke atau pembiasaan adalah uapaya untuk membiasakan
keempat aktivitas 5S diatas, sehingga dapat memunculkan
kedisiplinan dari setiap komponen yang mengimplementasikan 5S.

2.4 Preventive Maintenance


Perkembangan dunia industri yang semakin pesat, mengakibatkan adanya
peningkatan kompetisi di dunia industri, sehingga perusahaan – perushaan industri
berlomba – lomba untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi. Salah

11
satunya adalah upaya perushaaan dalam memperpanjang waktu pengoprasian
suatu fasilitas industri dan mengurangi kerugian produksi yang diakibatkan oleh
rusaknya peralatan. Preventive Maintenance merupakan alternative terbaik dalam
memecahkan masalah tersebut, karena terkadang departemen perawatan disuatu
perusahaan industri tidak mempertimbangkan kemungkinan adanya kerusakan
mesin secara tiba – tiba.
Menurut Fajar Kurniawan (2013) Perawatan pencegahan (Preventife
Maintenance) adalah inspeksi secara periodik untuk mendeteksi kondisi yang
dapat menyebabkan mesin rusak (break dwon) atau terhentinya proses sehingga
dapat mengembalikan kondisi peralatan seperti pada saat awal peralatan tersebut
ada. Preventive Maintenance merupakan proses deteksi dan perawatan dari
ketidak normalan peralatan sebelum timbul kerusakan yang menyebabkan
kerugian.
Secara umum preventife maintenance dapat diklasifikasikan menjadi 2 aktivitas,
antara lain :
1. Inspeksi secara periodik
2. Pemulihan terencana dari kerusakan berdasarkan hasil inspeksi tersebut.

2.5 Overall Equipment Efectiveness (OEE)


Menurut Selmin Elevli (2010) Overall Equipment Efectiveness (OEE)
merupakan pengukuran keritis yang digunakan dalam penerapan TPM untuk
mengevaluasi kapabilitas sebuah peralatan dalam sebuah system produksi. OEE
terdiri dari tiga komponen utama yaitu availability performance, dan quality.
Ketiga nilai komponen tersebut mencangkup seluruh pokok permasalahan yang
dapat mempengaruhi seberapa banyak produk yang dihasilkan oleh peralatan dan
operator system yang digunakan.
Menurut (Anshori & Imron Mustajib, 2013) dalam jurnal skripsi
(Maryanto, 2016) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah alat ukur yang
digunakan sebagai metode dalam penerapan program Total Productive
Maintenance (TPM) guna menjaga peralatan pada kondisi atau keadaan ideal
dengan menghapuskan six big losses peralatan. Selain itu, untuk mengukur
kinerja dari satu sistem produktif. Kemampuan mengidentifikasi secara jelas akar
permasalahan dan faktor penyebabnya sehingga membuat usaha perbaikan

12
menjadi terfokus merupakan faktor utama metode ini diaplikasikan secara
menyeluruh oleh banyak perusahaan di dunia.
OEE memiliki standar world class untuk semua indikator sebagai berikut ;
1. Availability Rate > 90%
2. Performance Rate > 95%
3. Quality Rate > 99%
4. Nilai OEE > 85%
Formula untuk menentukan nilai OEE menurut Seichi Nakajima (1989)
sebagai berikut :
OEE = Availability Rate % x Performance Rate % x Quality Rate %
Dimana :
OEE : Overall Equipment Effectiveness %
Availability : Pemanfaatan waktu kegiatan produksi %
Performance : Kemampuan peralatan menghasilkan barang %
Quality : Kualitas suatu barang %
OEE merupakan tingkat pengukuran total pada efektifitas mesin yang
mengidentifikasi mengenai tingkat produktifitas mesin atau peralatan dan kinerja.
Pengukuran dengan menggunakan metode ini sangat penting untuk mencari tahu
kapasitas mesin dan untuk meningkatkan produktifitas mesin dan efisiensi mesin
atau peralatan dan juga dapat mengidentifikasikan area penumpukan work in
proses (WIP) yang sering disebut dengan bootleneck yang terjadi pada lini
produksi. Rumus dari perhitungan pada metode OEE dirumuskan sebagai berikut :
OEE = Availability x Performance x Quality Product x 100 % ……….……….
(2.1)
Dalam menghitung OEE memrlukan keseluruhan dari factor
pendukungnya, yaitu availability rate, performance rate, dan quality rate.
Perhitungan tidak bias dilakukan jika hanya dengan satu factor saja. Enam factor
dari six big losses yang harus di ikut sertakan adalah sebagai berikut :

2.5.1 Availability
Menurut nakajima (1989) availanility merupakan rasio dari waktu
operasi (operation time) terhadap loading time dengan cara menghilangkan

13
downtime pada peralatan agar dapat mengitung availability rate maka
diperlukan nilai – nilai dari :
a. Waktu operasi (operation time)
b. Waktu proses actual (loading time)
c. Waktu terbuang (downtime)
Availability rate dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Loading Time−Downtime
Availability = x 100%
Loading Time
………………………….(2)
Loading Time adalah waktu actual yang tersedia dalam satu hari
yang dikurangi dengan waktu pemberhentian yang direncanakan (planned
downtime) seperti waktu istirahat kerja. Rumus dari waktu loading time
adalah sebagai berikut :
Loading time = Total availability - Planned downtime ……………….(2.3)
Planned downtime merupakan downtime yang direncakan untuk
kegiatan perawatan mesin. Operation time adalah loading time dikurangi
planned downtime.

2.5.2 Performance Efficiency


Performance efficiency merupakan hasil dari perkalian operation speed
rate dengan neet operation rate, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan
dikalikan dengan waktu siklus ideal terhadap waktu yang tersedia dalam
melakukan waktu kegiatan proses produksi (operation time)
Operation speed rate merupakan hasil dari perbandingan anatara
kecepatan ideal mesin berdasarkan kemampuan / spesifikasi mesin yang
sebenarnya ( theoretical / ideal cycle time) dengan kecepatan actual mesin
(actual cycle time) pada saat mesin digunakan. Persamaan rumus pada
matematika adalah sebagai berikut :
Ideal Cycle Time
Operation Speed Rate = ……………………………….
Actual Cycle Time
(2.4)
Actual Processing Time
Net Operation Rate =
Operation Time
……………………………..(2.5)

14
Net Operation Rate adalah perbandingan antara jumlah produk yang
diproses (processes amount) dikali dengan actual cycle time dan dibagi
dengan operation time. Net Operation Time berfungsi untuk menghitung
kerugian yang disebabkan oleh minor stoppages dan menurunya kecepatan
produksi (reduced speed).
Ada tiga factor penting yang digunakan untuk menghitung performance
efficiency :
1. Waktu siklus ideal / waktu standar (ideal cycle time)
2. Jumlah produk yang diproses (processed amount)
3. Waktu operasi mesin (operation time)
Performance efficiency dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Performance efficiency = Net operating x Operating cycle time ………
(2.6)
Processed Amount x Ideal Cyle Time
Perf. Eff.= x 100%
OperatingTime
…………………….(2.7)

2.5.3 Quality Rate


Quality Rate merupakan suatu rasio yang menggambarkan
kemampuan mesin untuk menghasilkan output produk yang sesuai dengan
standar. Jadi quality rate adalah hasil dari perhitungan dengan menggunakan
dua faktor berikut :
a. Jumlah produk yang diproses (Processed amount)
b. Jumlah produk yang cacat (Defect amount )
Quality rate dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Processed Amount−Defect Amount
Quality Rate = x 100%
Processed Amount
………………....(2.8)

2.6 Analisis Kerusakan


Analisa kerusakan dilakukan untuk mencari tahu sumber dari penyebab
terjadinya keruskan, mulai dari penyebab – penyebab yang biasa terjadi maupun
penyebab tersembunyi yang sering tidak diketahui keberadaanya dapat di analisis

15
dengan menggunakan alat bantu seven tools yang berupa diagram fishbone dan
diagram pareto.

2.6.1 Root Chause Analiysis (RCA)


Menurut Moch. Zen s. Hadi, Root Chause Analiysis (RCA)
merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengevaluasi dan mengkaji
struktur dari suatu sistem yang sudah ada. Dan bertujuan untuk
mengetahui akar penyebab (root chause) masalah yang ada. Pendekatan
RCA menjelaskan penyebab- penyebab yang memungkinkan dengan
metode fishbone dan diagram pareto sebagai berikut :
1. Diagram tulang ikan (fish bone)
Adalah diagram yang menganalisa sebab – akibat menyeluruh dari
kejadian kecacatan (hasil yang tidak diinginkan) dengan faktor yang
saling berkaitan yaitu :
a. Manusia (Man)
b. Mesin (Machine)
c. Material
d. Metode (Methode)
e. Lingkungan (Enviroment)
Dengan uraian penjelasan sebagai berikut :
a. Manusia (Man)
Adalah faktor dari manusia itu sendiri. Misalnya adalah kebiasan
operator, sikap operator, dan kemampuan operator.
b. Mesin (Machine)
Adalah mesin atau peralatam yang digunakan dalam proses
produksi. Misalnya adalah pengaruh dari salah satu atau beberapa
part yang mempengaruhi kinerja dari mesin yang digunakan.
c. Material
Adalah bahan baku yang digunakan atau di olah dengan mesin
tersebut. Karena bahan baku yang diolah juga berpengaruh dengan
kekuatan dan daya tahan mesin.
d. Metode (Methode)

16
Adalah cara atau prosedur dalam pengoprasian mesin dalam proses
produksi
e. Lingkungan (Enviroment)
Adalah faktor lingkungan untuk menganalisa kemungkinan faktor
– faktor penyebabnya.

Gambar
2.1
Diagram
Fishbone

2.

Diagram Pareto (Parreto Analysis)


Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan
digunakan pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram pareto adalah
grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan
masing – masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan memakai
diagram pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan sehingga
dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Funsi Diagram
Pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah
utama untuk peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang
paling kecil.

17
Gambar 2.2 Contoh Digaram Pareto
Sumber : Heizer dan Render (2014)

3. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)


Check sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat
pengumpul dan penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel
yang berisi data jumlah brang yang diproduksi dan jenis ketidak
sesuain beserta dengan jumlah yang dihasilkanya.
Tujuan digunakannya check sheet ini adalah untuk
mempermudah proses pengumpulan data dan analisis, serta untuk
mengetahui area permasalahan berdasarkan frekuensi atau tidak.
Pelaksaannya dilakukan dengan cara mencatat frekuensi munculnya
karakteristik suatu produk yang berkenan dengan kualitasnya. Data
tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengadakan analisis masalah
kualitas.
Adaupun manfaat dipergunakannya chek sheet yaitu sebagai alat
untuk :
a. Mempermudah pengumpulan data terutama untuk mengetahui
bagaimana suatu masalah terjadi.
b. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang terjadi.
c. Menyusun data secara otomatis sehinga lebih mudah untuk
dikumpulkan.
d. Memisahkan antara opini dan fakta.

18
Gambar 2.3 Contoh Chek Sheet
Sumber : Heizer dan Render (2014)

19

Anda mungkin juga menyukai