Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN MUTU:

TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

Disusun Oleh:
Kelompok 10
Miftah Fahira 5003201040
Annisa Nathania Eka Gustha 5003201056

Dosen Pembimbing: Dr. Muhammad Ahsan, S.Si.

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS SAINS DAN ANALITIKA DATA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam usaha mempertahankan mutu dan kualitas produk di suatu Industri salah satu faktor
yang penting dan harus diperhatikan adalah perawatan (maintenance) fasilitas produksi.
Fasilitas produksi yang dimaksud adalah mesin dan peralatan yang menunjang proses produksi
suatu produk. Dengan menjaga kehandalannya kita sama dengan menjaga kualitas dan waktu
produksi agar terus kontinu.
Pada masa ini fasilitas produksi yang ada semakin canggih dan semakin baik dalam
menghasilkan kualitas produk yang diinginkan. Namun disisi lain itu menimbulkan
permasalahan baru di bagian perawatannya. Karena alat yang canggih memiliki sistem yang
kompleks. Maka diperlukanlah kemampuan dalam merawat mesin yang baik oleh seorang
maintenance engineer. Selain itu peran pelaksana dan manajemen yang menunjang proses
produksi harus ikut berperan aktif dalam berjalannya program perawatan.
Dengan latar belakang itulah maka dibuat sebuah kosep yang baik dari perawatan, yaitu
TPM (Total Productive Maintenance). TPM dikembangkan di sebuah perusahaan Nipon
Denso di Jepang pada tahun 1951. Konsep tersebut adalah pengembangan dari Preventive
Maintenance yang di adopsi dari Amerika Serikat yang diperkenalkan di Jepang.
Tujuan dari TPM sendiri yaitu melakukan pendekatan secara inovatif dalam maintenance
dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan serta mengurangi/menghilangkan kerusakan
secara mendadak (breakdown) dengan melakukan identifikasi terlebih dahulu, menurut Siiniji
Nakajima (1988). Dengan kata lain Total Productive Maintenance sering didefinisikan sebagai
productive maintenance yang dilaksanakan oleh seluruh pegawai, didasarkan pada prinsip
bahwa peningkatan kemampuan peralatan harus melibatkan setiap orang di dalam organisasi,
dari lapisan bawah sampai manajemen puncak.

1.2 Rumusan Masalah


Pada makalah ini dibahas tentang pengertian Total Productive Maintenance, Sejarah TPM,
Konsep Dasar TPM, dan Tujuan serta Fungsi TPM.

1.3 Tujuan Penelitian


Memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Mutu dan menambah wawasan tentang TPM
kepada penulis dan pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)


Sebelum kita mengetahui apa itu TPM, kita harus tahu terlebih dahulu apa yang dimaksud
maintenance. Maintenance adalah semua kegiatan yang berhubungan untuk mempertahankan
suatu mesin/peralatan agar tetap dalam kondisi siap untuk beroperasi, dan jika terjadi
kerusakan maka diusahakan agar mesin/peralatan tersebut dapat dikembalikan pada kondisi
yang baik. Peranan pemeliharaan baru akan sangat terasa apabila sistem mulai mengalami
gangguan atau tidak dapat dioperasikan lagi. (Kostas N. D, 1981 : 695)
Setelah itu, dikembangkanlah sebuah konsep maintenance yang bernama TPM (Total
Productive Maintenance). TPM sendiri dapat didefinisikan sebagai konsep perbaikan
berkelanjutan yang melibatkan seluruh karyawan untuk meningkatkan perawatan mesin,
peralatan, dan meningkatkan produktivitas. Indikator kesuksesan TPM di ukur oleh OEE
(Overall Equipment Effectiveness) dimana ukuran kinerja ini mencakup ke berbagai macam
kerugian (losses) seperti downtime, changeover, speed loss, idle mesin, stoppages, startup,
defect, dan rework. Masalah umum yang terjadi pada mesin di produksi seperti mesin yang
kotor, peralatan yang terbengkalai, mur dan baut hilang, oli yang belum diganti, kebocoran
pada mesin, bunyi-bunyi yang tidak normal, getaran mesin yang berlebihan, filter yang belum
diganti, dan lain-lain.TPM berprinsip bahwa hal ini disebabkan oleh kurangnya keterlibatan
total dari operator produksi dalam perawatan mesin dan cenderung menyerahkan perawatan
mesin ke pihak maintenance. Hal tersebut terjadi karena kurangnya standard perawatan mesin,
kurangnya pelatihan kepada operator, kurang terampilnya operator dalam menjalankan
perawatan, dan juga lingkungan kerja yang kurang memadai.
Namun menurut Siiichi Nakajima (1988) mendefinisikan Total Productive Maintenace
(TPM) sebagai suatu pendekatan yang inovatif dalam maintenance dengan cara mengoptimasi
keefektifan peralatan serta mengurangi/ menghilangkan kerusakan mendadak (breakdown)
dengan melakukan identifikasi terlebih dahulu. Dengan kata lain Total Productive
Maintenance sering didefinisikan sebagai productive maintenance yang dilaksanakan oleh
seluruh pegawai, didasarkan pada prinsip bahwa peningkatan kemampuan peralatan harus 3
melibatkan setiap orang di dalam organisasi, dari lapisan bawah sampai manajemen puncak.
Kata total dalam total productive maintenance mempunyai tiga pengertian yang dikaitkan
pada tiga hal penting dari TPM:
a. Total Effectiveness, menunjukkan bahwa TPM bertujuan untuk efisiensi ekonomi -
efektifitas dari peralatan/mesin secara keseluruhan- dan mencapai keuntungan.
b. Total Participation, semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga semua
fasilitas yang ada dalam pelaksanaan TPM (dari operator sampai top management).
c. Total Maintenance System, pelaksanaan perawatan dan peningkatan efektifitas dari fasiitas
dan kesatuan operasi produksi. Meliputi maintenance prevention, maintainability
improvement, dan preventive maintenance.
Sasaran TPM adalah Zero ABCD, yaitu antara lain:
1. Accident, yang artinya dengan penerapan TPM yang baik maka diharapkan dapat
meminimalisasi adanya kecelakaan kerja.
2. Breakdown, artinya TPM mempunyai sasaran agar tidak terjadi adanya kerusakan
(breakodwn), sebab dengan adanya breakdown dapat mengganggu aktivitas proses
produksi.
3. Crisis, yaitu TPM bertujuan untuk mengurangi semua krisis yang terjadi yang jelas-jelas
sangat merugikan perusahaan.
4. Defect, artinya TPM juga mempunyai sasaran untuk mengurangi atau bahkan
menghilangkan segala cacat produk yang terjadi sehingga produk yang dinikmati oleh
konsumen sangat terjamin kualitasnya.

2.2 Sejarah Total Productive Maintenance (TPM)


Sejarah TPM sendiri dimulai dari konsep preventive maintenance yang muncul di US.
Kemudian konsep ini diperkenalkan di Jepang pada tahun 1951. Di Jepang sendiri, perusahaan
Nippon Denso adalah yang secara agresif mengembangkan konsep ini dan menerapkan secara
dikeseluruhan plant. Dari sinilah Nippon Denso secara bertahap menyempurnakan konsep PM
dan menuju kearah TPM. Sampai akhirnya Nippon Denso diberikan penghargaan oleh Japan
Institute of Plant Engineers untuk development dan implementasi TPM. Setelah 4 sukses di
Jepang, konsep TPM ini dibawa ke US pada tahun 1970 dan diterapkan pada perusahaan besar
seperti Ford Motor, Boeing, Kodak, dan Motorolla.
Pada awal perkembanganya TPM berfokus pada perawatan ( pendukung proses produksi
suatu perusahaan), sehingga JIPM memberikan definisi yang lengkap ke dalam lima elemen
(Seiichi Nakajima,1988:10):
1. TPM berusaha memaksimasi efektivitas peralatan keseluruhan
2. TPM merupakan sistem dari Preventive Maintenance (PM) dalam rentang waktu umur
suatu perusahaan.
3. TPM melibatkan seluruh departemen perusahaan
4. TPM melibatkan seluruh personil, mulai dari manajemen puncak hingga pekerja di lantai
produksi
5. TPM sebagai landasan mempromosikan Preventive Maintenance (PM) melalui manajemen
motivasi dalam bentuk kegiatan kelompok kecil mandiri.

2.3 Tools dalam TPM


Tools yang dipergunakan dalam metode TPM adalah: teamwork, preventive maintenance,
housekeeping, training, Autonomous Maintenance, serta work standardization.

2.3.1 Teamwork
Teamwork merupakan sekumpulan individu yang bekerjasama, memiliki serangkaian
nilai,sikap, dan perilaku serta saling tergantung antara satu dengan yang lain dalam mencapai
suatu tujuan tertentu.

2.3.2 Preventive Maintenance


Preventive Maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya
kegagalan atau kerusakan pada sebuah sistem atau komponen, dimana sebelumnya sudah
dilakukan perencanaan dengan pengawasan yang sistematik, deteksi, dan koreksi, agar sistem
atau komponen tersebut dapat mempertahankan kapabilitas fungsionalnya (Gaspersz dan
Fontana,2006) .

2.3.3 Housekeeping
Housekeeping merupakan metodologi organisasi untuk tempat kerja, menggunakan lima
huruf jepang yang diterjemahkann ke Inggris dimulai dengan huruf S. 5S adalah filosofi dan
suatu cara dari mengorganisir dan mengatur tempat kerja serta aliran kerja dengan
meningkatkan efisiensi sehingga dapat 5 mengeliminasi waste, meningkatkan aliran proses dan
mengurangi ketidakstabilan dalam proses.

2.3.4 Trainning
Trainning adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan beberapa metode yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi individu dan organisasi, pelatihan operasional
pengembangan.

2.3.5 Autonomous Maintenance


Autonomous Maintenance adalah salah satu bentuk pemeliharaan secara mandiri yang
dilakukan oleh operator, yang memberikan tanggung jawab pada operator terhadap fasilitas
yang digunakan, melakukan aktivitas perawatan fasilitas sendiri, operator dilatih, dibangun,
dan didorong untuk membersihkan, melumasi, memeriksa, melakukan perbaikan sederhana
terhadap setiap kerusakan yang terjadi pada fasilitasnya.

2.3.6 Work Standardization


Work Standardization adalah cara yang terbaik untuk melakukan proses yang benar.

2.5 Prinsip Total Productive Maintenance (TPM)


Meningkatkan efektivitas semua peralatan TPM bertujuan untuk memaksimalkan
efektivitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overall effectiveness). TPM dirancang untuk
mencegah terjadinya suatu kerugian karena terhentinya aktivitas produksi, yang disebabkan
oleh kegagalan fungsi dari suatu peralatan (mesin), kerugian yang disebabkan oleh hilangnya
kecepatan produksi mesin yang diakibatkan oleh kegagalan fungsi suatu komponen tertentu
dari suatu 9 mesin produksi, dan kerugian karena cacat yang disebabkan oleh kegagalan fungsi
komponen atau mesin produksi. Jadi dapat di simpulkan secara sederhana bahwa tujuannya
diaplikasikannya TPM adalah untuk mengoptimalkan efisiensi sistem produksi secara
keseluruhan melalui aktivitas pemeliharaan dan perbaikan secara terorganisir. (Corder 1996).
Planned Maintenance atau parawaran terencana mencakup Breakdown Maintenance,
Preventive Maintenance, dan Improvement Maintenance. Perbaikan jenis ini didefinisikan
sebagai konsep perbaikan berkelanjutan yang melibatkan seluruh karyawan untuk
meningkatkan perawatan mesin, peralatan, dan meningkatkan produktivitas. Indikator
kesuksesan TPM di ukur oleh OEE (Overall Equipment Effectiveness) dimana ukuran kinerja
ini mencakup ke berbagai macam kerugian (losses) seperti downtime, changeover, speed loss,
idle mesin, stoppages, startup, defect, dan rework.
Pada dasarnya, masalah pemeliharaan dan perbaikan sudah timbul sejak pemilihan instalasi
atau peralatan. Hal ini disebabkan karena suatu sistem pemeliharaan dan perbaikan hanya dapat
dilakukan dengan baik dan benar jika sekurang-kurangnya telah dipahami prinsip kerja dan
karakteristik instalasi, konstruksi dan filsafat perancangannya, bahan dan energi yang
digunakan, serta jumlah dan kualifikasi operator dan teknisi yang menanganinya, dimana
system pemeliharaan dan perbaikan meliputi semua usaha untuk menjamin agar instalasi
senantiasa dapat berfungsi dengan baik, efisien dan ekonomis, sesuai dengan spesifikasi dan
kemampuannya. Sementara disisi lain hal yang perlu diperhatikan bahwa biaya pemeliharaan
dan perbaikan haruslah dapat ditekan seminimal mungkin.
Operator merupakan monitor keadaan yang terbaik. Operator mesin ikut bertanggungjawab
terhadap kondisi mesinnya dan sebisa mungkin harus dapat ikut ambil bagian dalam kegiatan
maintenance awal seperti misalnya memberikan pelumasan, membersihkan mesin dan daerah
sekitar serta berperan serta aktif dalam inspeksi karena yang pertama kali mengetahui kondisi
mesin tersebut adalah operator. Menyediakan pelatihan untuk meningkatkan skill
pengoperasian dan perawatan.
Pendidikan dan latihan teknis dapat dilakukan melalui seminar atau pertemuan rutin.
Sasaran pelatihan adalah sumber daya manusia (SDM) secara keseluruhan yang bertujuan
meningkatkan produktivitas mesin. Program ini ditujukan untuk multiterampil direvitalisasi
karyawan yang tinggi dan semangat juang untuk bekerja dan melakukan semua fungsi yang
diperlukan secara efektif dan mandiri.
Menurut Daft (2003:11) bahwa komitmen organisasi merupakan hal yang sangat penting
saat ini, karena ketatnya pasar tenaga kerja telah mendorong perusahaan untuk berkompetensi
lebih keras untuk menarik dan mempertahankan pekerja yang baik dibanyak bidang.
Tantangan tambahan yang harus dihadapi adalah penciutan dan restrukturisasi yang telah
membuat banyak karyawan tidak percaya kepada perusahaan. Komitmen karyawan dapat
mengurangi dan mencegah terjadinya kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan. Mereka
cenderung menunjukan keterlibatan yang tinggi yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan
prilaku yang selalu berorientasi pada pekerjaan. Selain itu karyawan akan selalu merapa tenang
dan nyaman sehingga pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Hal ini bertujuan untuk memiliki multi-terampil direvitalisasi karyawan yang semangat
tinggi dan yang memiliki semangat untuk datang bekerja dan melakukan semua fungsi yang
diperlukan secara efektif dan mandiri. Pendidikan diberikan kepada operator untuk
meningkatkan keterampilan mereka. Tidak cukup hanya mengetahui "Know-How" oleh
mereka juga harus belajar "Tahu-mengapa". Dengan pengalaman yang mereka peroleh,
"Know-How" untuk mengatasi masalah apa yang harus dilakukan. Hal ini mereka lakukan
tanpa mengetahui akar penyebab masalah dan mengapa mereka melakukannya. Oleh karena
itu menjadi perlu untuk melatih mereka mengetahui "Tahu-mengapa". Para karyawan harus
dilatih untuk mencapai empat fase keterampilan. Tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah
pabrik penuh ahli, tahap yang berbeda dari keterampilan.
Tahapan- tahapan training:
Tahap 1 : Tidak mengenal sama sekali.
Tahap 2 : Mengenal teori tapi tidak dapat melakukan.
Tahap 3 : Dapat melakukan tetapi tidak bisa untuk mengajarkan.
Tahap 4 : Dapat melakukan dan bisa untuk mengajarkan.
Kebijakan:
1. Berfokus kepada perbaikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan dan teknik-teknik.
2. Menciptakan suatu lingkungan pelatihan untuk pelajaran berdasar pada rasa memerlukan
dari dalam diri sendiri tanpa ada paksaan.
3. Kurikulum pelatihan mendorong ke arah bahwa karyawan menjadi suatu bagian yang
sangat vital.
4. Pelatihan untuk menghilangkan kelelahan dan kebosanan karyawan dan membuat suasana
bekerja yang menyenangkan.
Sasaran :
1. Mencapai penurunan nilai downtime karena kekurangan orang yang memiliki pengetahuan,
mengakibatkan kekosongan di mesin-mesin.
2. Mencapai Zero defect yang disebabkan oleh ketiadaan pengetahuan / ketrampilan-
ketrampilan / teknik-teknik.
3. Mencoba mencapai 100% apa yang telah menjadi rencana dan target awal. yaitu
meningkatkan mutu ketrampilan-ketrampilan mereka yang bekerja.
Langkah – langkah dalam kegiatan Training :
1. Menentukan kebijakan, prioritas-prioritas dan mengecek penyajian status pendidikan dan
pelatihan.
2. Tetapkan sistem pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan operasi dan pemeliharaan.
3. Pelatihan karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu keterampilan-keterampilan
operasi dan pemeliharaan.
4. Persiapan agenda dan jadwal pelatihan.
5. Pelaksanan pelatihan.
6. Evaluasi aktivitas dan analisa, ini dibutuhkan sebagai data apabila ada pelatihan berikutnya.
Melibatkan semua orang dan memanfaatkan kerja sama team lintas fungsi yang bersifat
perawatan mandiri. Teamwork and Coordination merupakan elemen dasar dalam konsep
menumbuhkan sikap memiliki. TPM berorientasi pada pegawai dalam kegiatan pemeliharaan
dan tim kerja merupakan aspek yang dipentingkan. Dalam implementasi TPM ada beberapa
tim kerja yaitu Autonomous Maintenance Team (AMT) dan Focus Improvement Team (FIT)
AMT terdiri dari operator yang melakukan kegiatan pemeliharaan secara rutin. AMT
memiliki kontribusi dalam perbaikan aktivitas yang mampu menghentikan atau mengurangi
laju kerusakan mesin, mengendalikan kontaminasi mesin dan menjaga mesin dalam keadaan
produktif. FIT terdiri dari tenaga ahli, teknisi pemeliharaan dan beberapa operator terpilih
yang akan memberikan pelatihan pada tingkat terendah tentang mesin dan perlengkapannya,
kegiatan Preventive Maintenance dan tugastugas harian lainnya. FIT berkontribusi terhadap
pemenuhan target untuk meminimasi tingkat kerugian. FIT yang mapan akan mempermudah
koordinasi dengan perusahaan.

2.6 Performance Maintanance


Performance maintenance terdiri dari 3 bagian (Kostas N. D, 1981 : 73), yaitu:
• Reliability adalah kemungkinan (probabilitas) dimana peralatan dapat beroperasi
dibawah keadaan normal dengan baik. Mean Time Between Failure (MTBF) adalah rata
– rata waktu suatu mesin dapat dioperasikan sebelum terjadinya kerusakan. MTBF ini
dirumuskan sebagai hasil bagi dari total waktu pengoperasian mesin dibagi dengan
jumlah/frekuensi kegagalan pengoperasian mesin karena breakdown. Dengan rumus
sebagai berikut :
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝑀𝑇𝐵𝐹 =
𝐹𝑟𝑒𝑞𝑢𝑒𝑛𝑐𝑦 𝐵𝑟𝑒𝑎𝑘𝑑𝑜𝑤𝑛
• Maintainability adalah suatu usaha dan biaya untuk melakukan perawatan
(pemeliharaan). Suatu pengukuran dari maintainability adalah Mean Time To Repair
(MTTR), tingginya MTTR mengindikasikan rendahnya maintainability. Dimana
MTTR merupakan indikator kemampuan (skill) dari operator maintenance mesin
dalam menangani atau mengatasi setiap masalah kerusakan. Dengan rumus sebagai
berikut :
𝐵𝑟𝑒𝑎𝑘𝑑𝑜𝑤𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝑀𝑇𝑇𝑅 =
𝐹𝑟𝑒𝑞𝑢𝑒𝑛𝑐𝑦 𝐵𝑟𝑒𝑎𝑘𝑑𝑜𝑤𝑛
Dimana Breakdown Time adalah termasuk waktu menunggu untuk repair, waktu yang
terbuang untuk melakukan repair, waktu yang terbuang untuk melakukan pengetesan
dan mendapatkan peralatan yang siap untuk mulai beroperasi.

• Availability adalah proporsi dari waktu peralatan/mesin yang sebenarnya tersedia


untuk melakukan suatu pekerjaan dengan waktu yang ditargetkan seharusnya tersedia
untuk melakukan suatu pekerjaan. Atau dengan definisi lain bahwa availability adalah
ratio untuk melihat line stop ditinjau dari aspek breakdown saja. Satu pengukuran dari
availability (A) adalah :
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝐴= × 100%
𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒

BAB III
STUDI KASUS

3.1 Latar Belakang Masalah


Pada contoh studi kasus ini kami menggunakan PT. Coca Cola B.I.C Java pada Line
8/Carbonate Softdrink. Alasan digunakannya line 8 adalah line ini selalu digunakan dalam
produksi dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi dan menghemat waktu produksi.
Namun, line ini mempunyai frekuensi breakdown terbesar. Hal ini disebabkan kecepatan
produksi yang lebih tinggi yaitu 800 bpm. Oleh karena itu diterapkan sistem perawatan yang
baik dengan harapan fasilitas produksi dapat bekerja dengan baik dan memiliki tingkat
keandalan yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan produk yang terjaga mutunya dan
produktifitas dapat dipertahankan. Pada line 8 akan dianalisis 3 mesin yang sering mengalami
breakdown, yaitu conveyor, filler machine, dan bottle washer dan akan dilakukan perhitungan
performansi maintenance.

3.2 Sistem Maintenance


Kegiatan Maintenance dalam PT. Coca cola BIC Java terbagi menjadi 2 bagian yaitu,
maintenance umum dan maintenance produksi. Maintenance umum dilakukan pada benda-
benda non mesin, seperti gedung, alat transportasi, dll. Pada maintenance produksi dilakukan
pada mesin-mesin, sarana listrik, dan air yang digunakan dalam proses produksi.
Ance mesin dilakukan dalam tiga tahap yaitu, daily preventive maintenance, weekly preventive
maintenance, dan monthly preventive maintenance.

3.3 Data Frekuensi Kerusakan Mesin

Tabel 1. Data Frekuensi Kerusakan Conveyor


No Item Frek Waktu Acc. Acc. % Acc. % Acc.
Frek Waktu Frek Waktu
1 Conveyor vibrator 138 2617 138 2617 41,32 41,73
2 Conveyor vibrator pre 73 810 211 3427 63,17 54,64
inspection
3 Case conveyor 50 1300 261 4727 78,14 75,37
4 Discharge conveyor 20 455 281 5182 84,13 82,62
5 Rotary empty 14 205 295 5387 88,32 85,89
6 Speed conveyor 10 115 305 5502 91,32 87,72
combiner
7 Conveyor glideliner 9 225 314 5727 94,01 91,31
8 Conveyor depall 7 220 321 5947 96,11 94,82
9 Guide conveyor 6 215 327 6162 97,90 98,25
10 Conveyor infeed 5 80 332 6242 99,40 99,52
11 Conveyor after 2 30 334 6272 100 100
checkmat
Total 334 6272

Tabel 2. Data Frekuensi Kerusakan Filler Machine


No Item Frek Waktu Acc. Acc. % Acc. % Acc.
Frek Waktu Frek Waktu
1 Speed filler 37 1180 37 1180 33,03 33,56
2 Filling valve 27 665 64 1835 57,14 52,19
3 Guide inlet filler 16 430 80 2265 71,42 64,42
4 Infeed screw 13 623 93 2888 83,03 82,14
5 Guide discharge filler 7 200 100 3088 89,28 87,82
6 Discharge filler 5 95 105 3183 93,75 90,53
7 Electrical sensor 2 45 107 3228 95,53 91,81
8 Case filler 2 20 109 3248 97,32 92,37
9 Centring bell filler 2 103 111 3351 99,11 95,31
10 Product bowl 1 165 112 3516 100 100
Total 112 3516

Tabel 3. Data Frekuensi Kerusakan Bottle Washer Machine


No Item Frek Waktu Acc. Acc. % Acc. % Acc.
Frek Waktu Frek Waktu
1 Discharge washer 189 4324 189 4324 59,43 51,95
2 Infeed discharge 46 810 235 5134 73,90 61,68
washer
3 Infeed washer 36 635 271 5769 83,22 69,31
4 Main drive washer 26 1140 297 6909 93,40 83,00
5 Case washer 11 395 308 7304 96,86 87,75
6 Gear box machine 4 210 312 7514 98,11 90,27
7 Discharge case washer 2 105 314 7619 98,74 91,53
8 Conveyor discharge 1 20 315 7639 99,06 91,77
washer
9 Pump washer 1 270 316 7909 99,73 95,01
10 Panel washer 1 400 317 8309 99,69 99,82
11 Treathed water supply 1 15 318 8324 100 100
Total 334 8324

Tabel 4. Data Total Operation Time Bulan Mei-Juli 2006


Bulan Frekuensi Total Operation Time Total
Breakdown Loading Breakdown (menit)
Mei 124 21900 32,86 18614
Juni 182 23370 3172 20198
Juli 140 18870 2189 16681

3.4 Perhitungan Performance Maintenance


1. Bulan Mei
1864
𝑀𝑇𝐵𝐹 = = 150.11 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 2.51 𝑗𝑎𝑚
124
3286
𝑀𝑇𝑇𝑅 = = 26.5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 0.44 𝑗𝑎𝑚
124
18614
𝐴𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = × 100% = 84.99%
21900

2. Bulan Juni
20198
𝑀𝑇𝐵𝐹 = = 110.98 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 1.85 𝑗𝑎𝑚
182
3172
𝑀𝑇𝑇𝑅 = = 17.43 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 0.29 𝑗𝑎𝑚
182
20198
𝐴𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = × 100% = 86.43%
23370

3. Bulan Juli
16681
𝑀𝑇𝐵𝐹 = = 119.15 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 1.98 𝑗𝑎𝑚
140
2189
𝑀𝑇𝑇𝑅 = = 15.64 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 0.26 𝑗𝑎𝑚
140
16681
𝐴𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = × 100% = 88.39%
18870
Tabel 5. Hasil Perhitungan Performance Maintenance
Bulan MTBF MTTR Availability
(menit) (menit) (%)
Mei 150,11 26,5 84,99
Juni 110,98 17,43 86,43
Juli 119,15 15,64 88,39

3.5 Diagram Sebab-Akibat Kerusakan Mesin


A. Mesin Conveyor
Berdasarkan data pada tabel 1, diketahui bahwa item yang paling sering mengalami
kerusakan dan breakdown time paling lama adalah conveyor vibrator dengan frekuensi
sebanyak 138 kali dan breakdown time selama 2617 menit. Identifikasi penyebab kerusakan
conveyor vibrator ditunjukkan pada diagram berikut :

B. Mesin Filler
Berdasarkan data pada tabel 2, diketahui bahwa item yang paling sering mengalami
kerusakan dan breakdown time paling lama adalah speed filler dengan frekuensi sebanyak 37
kali dan breakdown time selama 1180 menit. Identifikasi penyebab kerusakan speed filler
ditunjukkan pada diagram berikut :
C. Mesin Bottle Washer
Berdasarkan data pada tabel 3, diketahui bahwa item yang paling sering mengalami
kerusakan dan breakdown time paling lama adalah discharge washer dengan frekuensi
sebanyak 189 kali dan breakdown time selama 4324 menit. Identifikasi penyebab kerusakan
discharge washer ditunjukkan pada diagram berikut :

3.6 Analisa Perhitungan Performance Maintenance


Perhitungan performance maintenance dilakukan selama tiga periode yaitu bulan Mei,
Juni, dan Juli tahun 2006 dengan analisa sebagai berikut :

1. Mean Time Between Failure (MTBF)


Tabel 6. Hasil Perhitungan MTBF
Bulan MTBF
(menit)
Mei 150,11
Juni 110,98
Juli 119,15

MTBF menunjukkan indikator reliability sebuah mesin. Dari hasil perhitungan pada tabel
diketahui bahwa terjadi penurunan waktu MTBF dari bulan Mei hingga Juli, sehingga dapat
disimpulakn bahwa keandalan mesin 8 kurang baik. Hal ini dapat disebabkan total waktu
operasi dan frekuensi breakdown mesin pada bulan Juni lebih besar daripada bulan Mei.
Namun, pada bulan Juni hingga Juli terjadi peningkatan waktu MBTF dimana hal ini
menunjukkan selama bulan tersebut mesin 8 mengalami peningkatan keandalan.

2. Mean Time To Repair (MTTR)


Tabel 7. Hasil Perhitungan MTTR
Bulan MTTR
(menit)
Mei 26.5
Juni 17,43
Juli 15,64

MTTR dapat menjadi indikator kemampuan (skill) dari operator maintenance mesin dalam
mengatasi breakdown. Dari tabel diatas dapat diketahui pada periode tersebut mengalami
penurunan, sehingga dapat disimpulkan selama periode Mei-Juli kemampuan dari operator
adalah baik karena masalah breakdown dapat diatasi seefektif dan seefisien mungkin tanpa
mengurangi produktifitas mesin 8.

3. Availability Mesin
Tabel 7. Hasil Perhitungan Availability
Bulan Availability
(%)
Mei 84,99
Juni 86,43
Juli 88,39

Availability merupakan ratio dapat melihat kondisi line stop dilihat dari aspek breakdown
saja. Dari table diatas diketahui ketersediaan mesin dalam periode tersebut dapat diandalkan
karena dari bulan ke bulan terjadi peningkatan availability. Dengan demikian dapat
meningkatkan produktifitas tanpa adanya gangguan breakdown.
BAB IV
KESIMPULAN

1. TPM sendiri dapat didefinisikan sebagai konsep perbaikan berkelanjutan yang melibatkan
seluruh karyawan untuk meningkatkan perawatan mesin, peralatan, dan meningkatkan
produktivitas.
2. Perusahaan perlu memberikan training skill kepada operator maintenance, khususnya
terhadap line supervisor, hal tersebut berkenaan dengan nilai MTTR yang didapatkan,
dengan tujuan lebih memahami mesin yang bersangkutan dan cepat dalam menangani
setiap kerusakan yang terjadi.
3. Operator produksi harus lebih memahami pengoperasian mesin yang baik dan benar, serta
perlu menerapkan juga perawatan mandiri atau small repair pada setiap mesin yang
dioperasikannya sehingga mengenai kegiatan maintenance tiap mesin tidak hanya menjadi
tanggung jawab operator maintenance.
4. Availability mesin perlu ditingkatkan lagi, meskipun availability yang ada sudah baik,
tetapi dengan nilai availability mesin yang lebih tinggi tentu saja akan meningkatkan
produktivitas tanpa mengesampingkan faktor-faktor yang lain.
5. Kebijakan preventive maintenance perlu ditingkatkan dalam hal detail pemeriksaan yang
berkaitan dengan komponen mesin sehingga lebih mengena sasaran.
6. Penelitian yang dilakukan terhadap kebijakan perawatan yang telah dilaksanakan oleh
perusahaan memberikan beberapa masukan yang dapat dikembangkan dan ditindaklanjuti,
diantaranya :
a. Memberikan masukan mengenai konsep Total Productive Maintenance kepada
perusahaan, khususnya departemen engineering karena sistem perawatan merupakan
bagian dari Total Productive Maintenance.
b. Memberikan alternatif perhitungan analisa performance maintenance yang sudah
dilaksanakan oleh pihak perusahaan untuk lebih detail/spesifik, terutama untuk departemen
engineering.
DAFTAR PUSTAKA

Septiawan, Heppy & Darminto Pujotomo. 2006. ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE


MAINTENANCE PADA LINE 8/CARBONATED SOFT DRINK PT COCA-COLA
BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA. Semarang: Universitas Diponegoro
Dervitsiotis, Kostas N. 1981. Operational Management. New York: Mc Graw Hill Book
Company
Nakajima, Seiichi. 1984. Introduction to Total Productive Maintenance (TPM). Cambridge,
Massachussets
R.H Clifton. 1985. Principles of Planned Maintenance. Edward Arnold Ltd

Anda mungkin juga menyukai