Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

BAB VII

TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

1. Definisi Perawatan

2. Total productive Maintenance

3. Autonomous Maintenance

4. Perawatan mesin oleh Operator dengan Autonomous


Maintenance

5. Overall Equipment Effectiveness (OEE)

6. Mengalahkan 6 Major Losses Penyebab Kerugian

7. Six Big Losses

8. 7 Langkah Di dalam Mengimplementasikan Autonomous


Maintenance

9. Manfaat Total Productive Maintenance (TPM)


BAB VII
TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

A. Definisi Perawatan
Pengertian perawatan maintenance sebagai konsepsi dari semua
aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan
kualitas fasilitas/mesin agar dapat berfungsi dengan baik seperti
kondisi awalnya (Ansori dan Mustajib, 2013).
Dari pengertian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, bahwa:
• Fungsi perawatan sangat berhubungan erat dengan proses
produksi.
• Aktivitas perawatan banyak berhubungan erat dengan pemakaian
peralatan, bahan pekerjaan, cara penanganan dan lain-lain.
Perawatan dilakukan untuk perbaikan yang bersifat kualitas,
meningkatkan suatu kondisi lain yang lebih baik. Banyaknya pekerjaan
perawatan yang dilakukan tergantung pada :
• Batas kualitas terendah yang diizinkan dari suatu komponen
sedangkan batas kualitas yang lebih tinggi dapat dicapai dari hasil
perawatan mesin.
• Waktu pemakaian mesin yang berlebihan yang dapat
menyebabkan berkurangnya kualitas peralatan.
Tujuan dilakukannya kegiatan perawatan (maintenance) adalah
sebagai berikut (Kurniawan, 2013) :
1. Mengatasi segala permasalahan, yang berkenaan dengan
kontinuitas aktivitas kerja.
2. Memperpanjang umur pengoprasian peralatan dan fasilitas
industri.
3. Meminimasi Downtime, yaitu waktu selama proses produksi
terhenti (waktu menunggu) yang dapat mengganggu kontinuitas
proses.
4. Meningkatkan efisiensi sumber daya produksi.
5. Peningkatan profesionalisme personel departemen perawatan
industri.
6. Meningkatkan nilai tambah produk, sehingga perusahaan dapat
bersaing di pasar global.
7. Membantu para pengambil keputusan, sehingga dapat memilih
solusi optimal terhadap kebijakan perawatan fasilitas industri.

212
8. Melakukan perencanaan terhadap perawatan preventif, sehingga
memudahkan dalam proses pengontrolan aktivitas perawatan.
9. Mereduksi biaya perbaikan dan biaya yang timbul dari
terhentinya proses karena permasalahan keandalan mesin.

Pelaksanaan perawatan industri, membutuhkan komunikasi


yang jelas di antara konseptor dan pelaksana perawatan. Terdapat
beberapa istilah perawatan, yang seringkali kita dengar, dan perlu
kiranya dipahami secara detail, antara lain (Kurniawan, 2013) :
1. Inspection (Inspeksi)
Inspeksi adalah aktivitas pengecekan untuk mengetahui
keberadaan atau kondisi dari fasilitas produksi. Inspeksi biasanya
berupa aktivitas yang membutuhkan panca indra dan analisis yang
kuat dari setiap pelaksanaan, bahkan ada pula yang melakukannya
dengan menggunakan alat bantu, sehingga kesimpulan yang
dihasilkan dapat lebih mendekati kondisi nyata (akurat).
2. Repair (perbaikan)
Repair adalah aktivitas yang dilakukan untuk
mengembalikan kondisi mesin yang mengalami gangguan tersebut,
sehingga dapat beroperasi seperti sebelum terjadi gangguan
tersebut, dimana prosesnya hanya dilakukan untuk perbaikan yang
sifatnya kecil. Biasanya Repair tidak terlalu banyak mengganggu
kontinuitas proses produksi.
3. Overhaul (perbaikan menyeluruh)
Adalah aktivitas menyeluruh. Aktivitas ini memiliki makna
yang sama dengan Repair, hanya saja ruang lingkupnya lebih besar.
Perawatan ini dilakukan apabila kondisi mesin berada dalam
keadaan rusak parah, 6 sementara kemampuan untuk mengganti
dengan yang baru tidak ada. Overhaul biasanya dapat mengganggu
kegiatan produksi dan membutuhkan biaya yang besar.
4. Replacement (penggantian)
Adalah aktivitas penggantian mesin. Biasanya mesin
memiliki kondisi yang lebih baik akan menggantikan mesin
sebelumnya. Replacement dilakukan jika kondisi alat sudah tidak
memungkinkan lagi untuk beroperasi, atau sudah melewati umur
ekonomis penggunaan. Replacement membutuhkan investasi yang
213
besar bagi perusahaan, sehingga alternatif ini biasanya menjadi
pilihan terakhir setelah repair dan overhaul.
B. Total Productive Maintenance
Total Productive Maintenance (TPM) adalah suatu konsep
program tentang pemeliharaan yang melibatkan seluruh pekerja
melalui aktivitas grup kecil (Nakajima,1988). Perkembangan industri
manufaktur menimbulkan adanya kompetisi global. Karakteristik dari
kompetisi tersebut memaksa perusahaan untuk mencapai world class
performance melalui continuous improvement (Hedge et al, 2009).
Penerapan continuous improvement menghasilkan beberapa metode,
seperti total preventive maintenance, total quality maintenance dan
just in time. Salah satu perkembangan metode yang sering digunakan
merupakan total preventive maintenance (TPM). Mobley (2008)
mendefinisikan TPM sebagai sebuah strategi pemeliharaan
komprehensif yang didasarkan atas pendekatan daur hidup (life cycle)
alat yang dapat meminimumkan terjadinya kerusakan pada peralatan,
cacat produksi dan kecelakaan kerja. TPM melibatkan siapapun
dalam organisasi, mulai dari top level management hingga ke teknisi
Lebih lanjut Roberts dalam Ansori dan Mustajid (2013)
mengatakan bahwa TPM adalah suatu program pemeliharaan yang
melibatkan suatu gambaran konsep pemeliharaan untuk pemeliharaan
peralatan dan pabrik dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas
serta pada waktu yang sama dapat meningkatkan kepuasan kerja dan
moril karyawan. Total Productive Maintenance (TPM) adalah suatu
metode yang bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan
peralatan, dan memantapkan sistem perawatan preventif yang
dirancang untuk keseluruhan peralatan dengan mengimplementasikan
suatu aturan dan memberikan motivasi kepada seluruh bagian yang
berada dalam suatu perusahaan tersebut, melalui peningkatan dari
seluruh anggota yang terlibat melai dari manajemen puncak sampai
pada level terendah (Kurniawan, 2013).
Ada pencapaian tujuan TPM menurut Nakajima (1988) dalam
Ansori dan Mustajib (2013) dilakukan melalui:
• Perbaikan efektivitas perlengkapan : dimana pekerja mampu
memahami dan memeriksa efektivitas dari fasilitas melalui
identifikasi dan pemeriksaan 7 semua kerugian-kerugian yang
mungkin terjadi, seperti akibat kerugian downtime, kerugian
karena peralatan tidak beroperasi pada keadaan optimal dan
kerugian akibat cacat.
214
• Pencapaian pemeliharaan individu : memungkinkan pekerja
yang mengoperasikan suatu peralatan untuk bertanggung jawab
atas beberapa tugas pemeliharaan, seperti : tugas reparasi, tugas
pencegahan, dan tugas perbaikan keseluruhan.
• Perencanaan pemeliharaan : pendekatan sistematik terhadap
semua kegiatan pemeliharaan. Perencanaan ini melibatkan
identifikasi keadaan dan tingkat pelaksanaan preventive
maintenance yang diperlukan untuk tiap perlengkapan,
membuat standar kondisi untuk pemeliharaan, menentukan
tanggung jawab untuk masing-masing staf operasi dan staf
pemeliharaan sehingga peran masing-masing staf operasi dan
staf pemeliharaan terjadi lebih jelas.
• Melatih semua staf dengan keahlian pemeliharaan yang
memedai dan sesuai. Tanggung jawab yang telah dibebankan
kepada staf operasi dan staf pemeliharaan masing-masing
memerlukan pemeliharaan yang sesuai untuk
melaksanakannya, untuk itu TPM memberi penekanan terhadap
pelatihan yang tepat dan terus menerus
• Mencapai secepat-cepatnya “zero maintenance” melalui
maintenance prevention (MP). Maintenance prevention
mengikut sertakan pertimbangan sebab-sebab kegagalan dan
kemampuan pemeliharaan selama tahap desain, tahap
manufaktur, tahap pemasangan termasuk tahap
penyimpanannya. Sebagai bagian dari suatu proses secara
keseluruhan, TPM mencoba melacak masalah pemeliharaan
yang potensial timbul untuk dikembalikan ke akar
permasalahan, sehingga masalah tersebut dapat dihilangkan
pada titik penyebab awal permasalahan.
TPM mempunyai dasar–dasar atau elemen-elemen dalam
pengimplementasiannya. Bila digambarkan sebuah bangunan, TPM
terdiri dari 8 pilar yang terdiri dari Autonomous Maintenance,
Focused Maintenance, Planned Maintenance, Quality Maintenance,
Education & Training, HSE (Health, Safety & Environment), Office
TPM dan Development Management. Semua elemen menuntut
keterlibatan individu menuju keberhasilan TPM. Hal penting yang
mendasar lainnya adalah pondasi paling bawah dari semua elemen
adalah 5S. dimana tiap individu harus paham standar dan
melakukannya dalam kegiatan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:

215
Hal penting yang mendasari pondasi paling bawah dari semua
elemen adalah 5S. Menurut Nakajima dalam Ansori dan Mustajib
(2013) 5S antara lain yaitu :
1. Seiri, yang berarti ringkas Kegiatan memisah-memisahkan
segala sesuatu yang benar-benar diperlukan dan kemudian
menyingkirkan yang tidak diperlukan dari tempat kerja.
2. Seiton, yang berarti rapi Merupakan penetapan tata letak
peralatan dan perlengkapan sehingga segalanya selalu siap
pada saat diperlukan
3. Seiso, yang berarti bersih Memeriksa secara hati-hati untuk
kemudian menyingkirkan segala sesuatu yang tidak
semestinya di tempat kerja sehingga kondisi tempat kerja
sehingga kondisi tempat kerja selalu dalam keadaan bersih.
4. Seiketsu yang berarti rawat Mempertahankan hasil-hasil
yang telah dicapai pada 3-s sebelumnya dengan
membakukannya (standarisasi) dalam suatu pengendalian.
5. Shitsuke, yang berarti rajin Membina disiplin atau kebiasaan
pribadi karyawan

C. Autonomous Maintenance
Pemeliharaan otonomi merupakan kegiatan yang dirancang
untuk melibatkan operator dengan sasaran utama untuk
mengembangkan pola hubungan antara manusia, mesin, dan
tempat kerja yang bermutu. Pemeliharaan otonomi dirancang
untuk melibatkan operator dalam merawat mesin sendiri.
Kegiatan tersebut meliputi pembersihan, pelumasan,
pengencangan mur/baut, pengecekan harian, pendeteksian
penyimpangan dan reparasi sederhana.
216
Autonomous Maintenance adalah salah satu prinsip dalam
Lean yang fokus pada improvement mesin. Bagian utama dari
beberapa pilar Total Productive Maintenance. Beberapa tujuan
yang ingin dicapai oleh autonomous maintenance adalah:
1. Mencegah dan mengurangi lama waktu mesin downtime
2. Mencegah defect dari proses mesin
3. Mempercepat penanganan terhadap mesin downtime
4. Meningkatkan ketahanan mesin
5. Menjaga mesin dalam kondisi selalu bersih dan prima
6. Mencegah kerusakan mesin yang lebih parah
7. Meningkatkan pemahaman operator dan skill tentang mesin
8. Operator yang memahami dan mampu melakukan perawatan
dasar dari mesin
9. Mengurangi resiko kecelakaan kerja karena operator paham
sistem safety dari mesin

Filosofi autonomous maintenance mengubah paradigma


lama bahwa operator produksi hanyalah pemakai dari mesin
sehingga tidak perlu paham dan tidak perlu peduli dengan
kerusakan mesin dan kualitas produk yang dihasilkan oleh mesin.
Paradigma lama mesin menjadi tanggung jawab
dari maintenance sehingga operator produksi cukup dengan
memanggil maintenance dan menyerahkan segalanya
pada maintenance baik dalam hal kerusakan mesin
ataupun reject yang dihasilkan.

Banyak kerugian yang diakibatkan oleh paradigma lama ini


yaitu:

1. Mesin downtime sebenarnya bisa dicegah asalkan dilakukan


perawatan mesin yang sederhana seperti pembersihan mesin,
inspeksi bagian dari mesin yang hampir aus, pelumasan
bagian –bagian tertentu, dan pengencangan komponen yang
kendor
2. Jika operator memahami tentang mesin, maka kesalahan
operasi atau fungsional tertentu dari mesin bisa dilakukan
pencegahan secara dini
3. Jika hal-hal kecil dibiarkan seperti komponen kendor,
kotoran yang menumpuk, maka akan berakibat sangat besar

217
4. Kondisi mesin akan terlihat kotor karena kurangnya
kepedulian operator membersihkan mesin
5. Ada waktu yang terbuang saat terjadi handover pekerjaan
dari operator produksi dan maintenance meskipun itu hanya
sekedar kerusakan ringan
6. Komponen yang sudah mulai rusak, atau bunyi mesin yang
aneh dapat dideteksi lebih awal oleh operator

D. Perawatan Mesin oleh Operator dengan Autonomous


Maintenance
Kemampuan perawatan dasar yang dibangun adalah kemampuan
menjalankan mesin secara benar, membersihkan mesin secara teratur,
mengetahui jenis inspeksi yang harus dilakukan pada mesin dan paham
kriterianya, mampu memberi pelumasan pada bagian tertentu dari
mesin, memeriksa bagian yang rawan terhadap kendor, dan mampu
melakukan pengencangan sendiri, melakukan startup mesin dan shut
down mesin dengan benar, mampu melakukan changeover, melakukan
pengukuran sendiri terhadap mesin, dan hal-hal lain yang bersifat
pencegahan terhadap kerusakan mesin.
Secara fisik, mesin akan terlihat lebih bersih dan dalam kondisi
prima. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah restorasi dari mesin
untuk mengembalikan mesin pada kondisi paling prima dengan
menghilangkan ganjalan dan lainnya. Keuntungan yang diraih oleh
operator adalah ilmu tentang mesin akan meningkat dan lebih lancar
dalam mengoperasionalkan mesin karena mesin dalam kondisi top
performance.

Secara keseluruhan mesin akan mencapai level availability yang


tinggi, performance rate yang optimum, dan kualitas output yang
selalu maksimal. Produksi yang menerapkan autonomous
maintenance akan terlihat secara visual lebih bersih, dan tanda visual
management yang jelas untuk bagian yang perlu dibersihkan, di
inspeksi, diberi pelumas, dan dilakukan pengencangan.
Pihak maintenance juga akan menikmati keuntungan yaitu
jumlah firefighting karena unplanned downtime yang lebih rendah,
perbaikan karena kerusakan ringan akan turun drastis sehingga bisa
lebih fokus pada planned maintenance dan improvement dari mesin.
Secara keseluruhan perusahaan akan mengalami peningkatan yang
signifikan dalam hal ketersediaan mesin, performa, dan juga kualitas.
218
Autonomous Maintenance memiliki beberapa konsep dasar yang ingin
dicapai yaitu:

1. Basic Maintenance mampu dilaksanakan oleh pengguna mesin


2. Membangun rasa memiliki (ownership) terhadap mesin
3. Meningkatkan pengetahuan dan skill pengguna terhadap mesin

Basic maintenance disini meliputi pembersihan, inspeksi, lubrikasi,


dan pengencangan. Kemampuan pembersihan adalah kemampuan yang
paling mendasar yang harus dimiliki oleh operator. Pembersihan
memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1. Saat pembersihan, inspeksi terhadap mesin juga terjadi. Inspeksi
ini diharapkan mampu mendeteksi ketidaknormalan atau
kerusakan-kerusakan ringan pada mesin. Misalnya: komponen
hilang, komponen tidak sesuai dengan standar, kebocoran oli,
kebocoran udara, suara mesin kasar, permukaan mesin panas,
getaran, kabel terkelupas, masalah keselamatan, dan lainnya.
2. Operator yang melakukan pembersihan terhadap mesin akan
membangun rasa memiliki terhadap mesin yang lebih besar.
Sehingga akan lebih peduli terhadap mesin dan lebih berhati-hati
dalam penggunaan mesin.
3. Pembersihan juga mencegah kotoran-kotoran yang menumpuk,
gram yang mengumpul, yang berpotensi merusak komponen
mesin, dan lainnya.

Pendeteksian ketidak-normalan yang dilakukan operator akan jauh


lebih efektif dengan mekanisme yang terstruktur. Di Autonomous
Maintenance pendeteksian ketidak-normalan dibantu dengan
penggunaan tagging. Tagging adalah suatu form kecil yang
menjelaskan beberapa informasi seperti nama pelapor, nama mesin,
lokasi ketidak-normalan, keterangan mengenai ketidak-normalan. Info
ini digunakan untuk membantu mendokumentasikan feedback atas
ketidaknormalan dari mesin.
Fungsi paling utama adalah kecepatan mendeteksi masalah dan
ketidak-normalan. Semakin cepat mendeteksi masalah maka
penanganan atau perbaikan bisa dilakukan lebih cepat. Setelah masalah
dituliskan di tagging, maka untuk kepentingan kemudahan visualisasi
dan traceability, maka operator memasang tagging yang sudah ditulis
pada tagging board.
Tagging board memuat tagging dan memberi visualisasi lokasi dan
status dari tagging. Tagging yang masuk, tagging yang di
proses, tagging yang sudah selesai, dan tagging yang sedang
219
tertunda. Tagging yang tertunda bisa disebabkan karena tidak
tersedianya part atau hal lainnya. Untuk memastikan kelangsungan
pelaksanaan sistem tagging board maka perlu diserahkan kepada orang
yang bertanggung jawab dan orang yang bertugas melaksanakan fungsi
kontrolnya.
Aktivitas perawatan pencegahan (preventive maintenance)
kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa level seperti:

1. Level 1 : basic maintenance ringan yang bisa dilakukan


operator.
2. Level 2 : maintenance level sedang yang bisa dilakukan
operator tapi dengan pengawasan supervisor atau maintenance.
3. Level 3 : overhaul yang membutuhkan kemampuan yang tinggi
yang dilakukan maintenance.

E. Overall Equipment Effectiveness (OEE)


Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan metode
yang digunakan sebagai alat ukur (metrik) dalam penerapan program
TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan
Six Big Losses peralatan. Selain itu, untuk mengukur kinerja dari suatu
sistem produktif. Kemampuan mengidentifikasi secara jelas akar
permasalahan dan faktor penyebab sehingga membuat usaha perbaikan
menjadi terfokus merupakan faktor utama metode ini diaplikasikan
secara menyeluruh oleh perusahaan dunia (Ansori dan Mustajib, 2013).
Menurut Nakajima (1988) dalam Rinawati (2014), OEE merupakan
nilai yang dinyatakan sebagai rasio antara output aktual dibagi output
maksimum dari peralatan pada kondisi kinerja yang terbaik. Tujuan
dari OEE adalah sebagai alat ukur performa dari suatu sistem
maintenance, dengan menggunakan metode ini maka dapat diketahui
ketersediaan mesin/peralatan (availability), efisiensi produksi
(performance), dan kualitas output mesin/peralatan

F. Mengalahkan 6 Major Losses Penyebab Kerugian


6 major loss ini akan terlihat secara jelas dari nilai OEE untuk
masing-masing komponen. Misalkan availability-nya rendah, maka
improvement difokuskan untuk meningkatkan uptime mesin dan
mempercepat waktu setup. Rate improvement berfokus pada
menghilangkan mesin idle karena idle minor stoppages, mesin jalan
dengan kecepatan dibawah kecepatan normal, idle karena ketidak
220
tersediaan manpower, idle karena ruangan tidak memenuhi spesifikasi,
atau idle karena keterlambatan jadwal (WIP terlambat). Quality rate
akan berfokus untuk improvement dalam hal pencegahan produk scrap
atau terjadinya rework.
Beberapa hal yang bisa menyebabkan 6 major losses diantaranya:
Waktu setup lama karena tidak adanya operator, tidak adanya material,
changeover produk yang lama, adjustment mesin, warming up, dsb.
Unplanned downtime karena mesin rusak, tooling yang salah, atau
terjadi perbaikan mesin diluar rencana. Minor stoppages karena mesin
berhenti cukup sering meskipun durasinya tidak lama. Reduced speed
karena operator yang tidak skill dan komponen mesin yang sudah aus.
Serta scrap yang terjadi selama proses produksi. Improvement dari
indikator OEE ini erat kaitannya dengan initiatif implementasi TPM.

G. Six Big Losses

Proses produksi tentunya mempunyai losses yang


mempengaruhi keberhasilannya, losses tersebut oleh (Nakajima,
1988) dikelompokkan menjadi 6 besar yaitu:

Downtime Losses

Jika output produksinya nol dan sistem tidak memproduksi


apapun, segmen waktu yang tidak berguna dinamakan downtime
losses. Downtime losses terdiri dari :

1. Breakdown losses, kerugian ini terjadi dikarenakan peralatan


mengalami kerusakan, tidak dapat digunakan dan
memerlukan perbaikan atau penggantian. Kerugian ini diukur
dengan seberapa lama waktu selama mengalami kerusakan
hingga selesai diperbaiki.
2. Set up and adjustment time, kerugian ini diakibatkan
perubahan kondisi operasi, seperti dimulainya produksi atau
dimulainya shift yang berbeda, perubahan produk dan
perubahan kondisi operasi. Contohnya seperti pergantian
221
peralatan, pergantian cetakan dan pergantian jig.

Speed Losses

Ketika output lebih kecil dibandingkan output pada kecepatan


referensi, kondisi ini dinamakan speed losses. Pada speed losses
belum dipertimbangkan mengenai output yang sesuai dengan
spesifikasi kualitas. Kerugian ini dapatberupa:

1. Idling and minor stoppages losses, merupakan kerugian yang


disebabkan oleh berhentinya peralatan karena ada
permasalahan sementara, seperti mesin terputus- putus
(halting), macet (jamming) serta mesin menganggur (idling).

2. Reduce speed losses, yaitu pengurangan kecepatan produksi


dari kecepatan desain peralatan tersebut. Pengukuran
kerugian ini dengan membandingkan kapasitas ideal dengan
beban kerja aktual.

Defect or quality losses

Jika output produksi yang dihasilkan tidak memenuhi


spesifikasi kualitas maka disebut quality lossess, yang terdiri dari
dua hal berikut:
1. Rework and quality defect, kerugian ini terjadi karena terjadi
kecacatan produk selama produksi. Produk yang tidak sesuai
spesifikasi perlu di rework atau dibuat scrap. Diperlukan
tenaga kerja untuk melakukan proses rework dan material yang
diubah menjadi scrap juga merupakan kerugian bagi
perusahaan.
2. Yield losses, terjadi dikarenakan bahan baku terbuang.

222
Kerugian ini dibagi menjadi dua, yaitu kerugian bahan baku
akibat desain produk dan metode manufakturing serta kerugian
penyesuaian karena cacat kualitas produk yangdiproduksi pada
awal proses produksi dan saat terjadi pergantian.

H. 7 Langkah Di dalam Mengimplementasikan Autonomous


Maintenance
Autonomous Maintenance di dalam TPM berfungsi untuk
merubah paradigma lama operator yakni "operator yang memakai
mesin, teknisi yang merawat dan memperbaiki, diganti dengan
paradigma baru yakni operator yang memakai maka operator juga yang
merawat". Pillar ini bertujuan meningkatkan kemampuan operator agar
bisa melakukan perawatan mandiri terhadap mesin, sehingga ketika
mesin mengalami breakdown tidak terlalu bergantung kepada teknisi
dengan demikian breakdown akan lebih cepat ditanggulangi. Setelah 7
langkah di AM sudah dijalankan goal yang diharapkan adalah
kemampuan operator setara dengan teknisi. Apakah 7 langkah di dalam
mengimplementasikan AM? berikut langkah-langkahnya

Langkah 1: Initial Cleaning (Pembersihan Awal)


223
Initial cleaning adalah kegiatan pembersihan awal yang
dilakukan untuk mengembalikan mesin ke kondisi semua. Aktivitas
yang dilakukan adalah pembersihan, tapi pembersihannya tidak hanya
sekedar membersihkan tapi pembersihan di tahap ini adalah sekaligus
memeriksa apakah baut, kabel, part mesin dalam keadaan yang sesuai/
bagus. Jadi didalam initial cleaning pembersihan adalah memeriksa.
kegiatan initial cleaning ini harus melibatkan semua bagian bahkan di
beberapa tempat sampai top management/ minimal kepala pabrik ikut
membersihkan mesin bersama operator, teknisi, dan beberapa pillar
pendukung. Kegiatan ini akan menemukan banyak sekali
permasalahan/ penyimpangan minor maupun mayor yang dituangkan
di dalam form temuan masalah.

Cara untuk melakukan PEMBERSIHAN AWAL (Initial Cleaning):

1. Ambilah gambar sebelum dibersihkan (nantinya dibandingkan


dan dokumentasikan dengan setelah pengerjaan) = Photo before
& after
2. Tags Cleaning & Inspection (TC&I)= Label merah bertuliskan
“CLEANING & INSPECTION”, Lokasi, tanggal temuan, jenis
temuan (kotoran, rembesan, ceceran, debu…), Penanggung
jawab, Penemu, Tindakan pembersihan dan Tanggal pencabutan
(verifikasi)
3. Pembersihan awal pada mesin, dan menempelkan Label
“TC&I” pada area atau bagian yang dibersihkan
4. Mencatat Tags Identifikasi dan menginventarisir untuk
dilakukan tindakan dan monitoring
5. Melanjutkan tindakan awal pembersihan untuk segera
menyelesaikan issue Tags Cleaning
6. Menganalisa masalah sesuai temuan Tags “TC&I”
7. Membuat tabel PARETO dan segera melakukan tindakan
perbaikan dan pencegahan. Prioritas penghapusan masalah,
perlukan mengubah tutup/cover atau dudukan mesinnya?
Sehingga mudah aktivitas pembersihan?
8. Pembakuan proses pembersihan, pelumasan dan aktivitas kerja
yang dilakukan sebagai STANDARD Awal.

224
9. Rekamlah aktivitas tersebut dalam OPL sebagai standard awal
dan untuk pelatihan berikutnya.

TAG Identifikasi dalam TPM adalah meliputi:

• Hal-hal yang tidak mudah dan belum dipahami


• Aktivitas dan pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah
(pemborosan)
• Hal-hal yang dapat disederhanakan (menghilangkan kesulitan,
menciptakan kemudahan)
• Segala-sesuatu yang menyebabkan mesin tidak bekerja sempurna

225
• Hal-hal yang menutupi pembacaan dan penglihatan (debu, kabut,
kotoran)
• Sesuatu yang kendor atau aus dan rusak
• Retakan, kebocoran, rembesan, debu, kotoran dan bau
• Percikan api, bunyi nyaring berisik, bau terbakar
• Rangkaian kabel yang tidak rapi
• Barang yang tidak terpakai, rusak dan tidak bertuan

Langkah 2: Menghilangkan Sumber Kontaminasi dan Area yang


susah Dijangkau
Dari masalah yang ditemukan di saat initial cleaning dievaluasi
penyebab-penyebabnya, sehingga masalah yang ditemukan saat initial
cleaning diharapkan tidak terulang kembali. Serta area-area yang susah
dibersihkan diidentifikasi dan dilakukan improvement untuk
mempermudah pembersihannya, misalnya ada material sisa produk,
darimana asal material itu dicari sumbernya dan ditanggulangi serta
mempermudah operator dalam membersihkan mesin
• Stop kontaminasi dan sumbernya
• Meminimalkan sumber kontaminasi
• Modifikasi peralatan untuk memudahkan dan mempersingkat
waktu pembersihan dan pelumasan
• Gunakan jendela pemeriksa untuk mempermudah pemeriksaan
Contoh implementasi dari dari langkah ini adalah:
1. Menghilangkan penyebab timbulnya debu, kotoran dan gram

2. Menghilangkan area yang susah dijangkau untuk pekerjaan


pembersihan, pelumasan dan pemeriksaan
226
Langkah 3: Standar Pembersihan dan Pelumasan (temporary
standard)
Pada langkah ini akan dibuatkan standar pembersihan & pelumasan
mesin yang bersifat sementara, dengan tujuan membiasakan operator
untuk mengecek serta merawat mesin. Biasanya standar yang dibuat
tidak terlalu susah, dan bersifat ringan.

227
Langkah 4: Inspeksi Menyeluruh (Pemeriksaan Umum)
Pada langkah ini operator diarahkan untuk lebih terampil dalam
menginspeksi kondisi mesin, dengan cara mendidik operator agar
memahami struktur, fungsi, dan metode inspeksi dari peralatan. Selain
itu operator akan menguasai prosedur perawatan yang mudah. CLIT
atau kepanjangan dari Cleaning, Lubricating, Inspeksi, Tightening
merupakan aktivitas yang akan ditanamkan ke operator. Keberhasilan
kegiatan ini dilihat dengan menurunnya waktu untuk melakukan CLIT,
karena operator semakin paham struktur mesin, dan semakin terbiasa
dalam melakukan aktivitas CLIT. Kegiatan yang dilakukan meliputi:
a. Pemeriksaan bagian utama secara visual
b. Mengembalikan penyimpangan ke kondisi semula
c. Meningkatkan keandalan
Pemeriksaan dengan cara innovative:
• Gauge
• Indikator
• Themo tape

Langkah 5: Standar Perawatan Mandiri (Pemeriksaan Mandiri)


Pada langkah ini kegiatan utama nya adalah menetapkan standar dan
jadwal perawatan mandiri untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan
yang berpusat pada peralatan. Kemudian operator melakukan
perawatan rutin dengan tepat sesuai standar, serta fokus untuk meraih
zero breakdown. Operator akan dikembangkan untuk memahami
228
peralatan sebagai sebuah sistem keseluruhan, mengembangkan
kemampuan untuk mendeteksi tanda-tanda ketidaknormalan untuk
mencegah adanya breakdown, serta melatih operator untuk
berpengetahuan banyak.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam langkah ini adalah:
a. Melaksanakan pemeriksaan berdasarkan standar yang ada
b. Evaluasi dan improve bila diperlukan
c. List up pekerjaan perawatan dan lakukan pembagian tugas antara
orang produksi dan orang maintenance
d. Pembagian tugas harus jelas supaya tidak overlap

Langkah 6: Management dan Organisasi Tempat Kerja (Proses


Quality Assurance) serta Standari Semua Aspek
Aktivitas yang dilakukan pada langkah ini adalah mencegah
hasil produk yang rusak ke proses selanjutnya, mencegah
menghasilkan/ memproduksi produk yang rusak/ defect, mencapai
process quality assurance dan berlanjut ke zero defects. Operator akan
dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai peralatan
dan mutu yang bertujuan dalam pengisian status baru tekniknya, dan
menghasilkan supervisi mandiri di tiap-tiap operator. Tools Poka Yoke
akan mendukung pada langkah ke enam ini.
229
Untuk standarisasi dapat dilakukan dengan standarisasi semua
aspek yang berhubungan dengan proses produksi . Selain itu perbaiki
visual kontrol dan aplikasikan baik untuk seleksi produksi ataupun
maintenance

Langkah 7: Perawatan Mandiri Penuh


Aktivitas yang dilakukan pada langkah ini adalah
mempertahankan, meningkatkan dan mengalihkan (pada karyawan/
pejabat baru) tingkat TPM yang telah dicapai. Operator dengan
sungguh-sungguh membangun supervisi diri sendiri agar dapat
mengembangkan strategi pabrik dengan kelompok-kelompok PM-nya
sendiri tanpa instruksi manajer yang terperinci, serta mendeteksi dan
memecahkan masalah-masalah yang timbul dengan kelompok-
kelompok PM-nya sendiri dengan cara program perbaikan singkat.

230
Dalam langkah ini diharapkan operator mampu melakukan beberapa
hal berikut:
a. Mampu mendeteksi kondisi abnormal peralatan dan memperbaiki
b. Memahami struktur dan fungsi peralatan dan dapat menemukan
penyebab terjadinya kondisi abnormal
c. Memahami hubungan antara peralatan dan kualitas dapat
memprediksi kualitas yang kurang baik yang disebabkan oleh
peralatan
d. Memahami dan mampu memperbaiki peralatan

231
I. Manfaat Total Productive Maintenance (TPM)
Manfaat yang didapat dari Total Productive Maintenance
(TPM) dalam perusahaan untuk membuat rencana kerja dalam
jangka lama maka dapat dilakukan melalui faktor-faktor tersebut
(Cudney, 2013) :
1. Untuk meningkatkan atau menambah produktivitas dengan
menggunakan dasar-dasar Total Productive
Maintenance(TPM) yang bertujuan untuk mengatasi
kerugian yang terjadi pada perusahaan.
2. Untuk menambah dan meningkatkan produksi dari segi
kualitas dengan Total Productive Maintenance(TPM), dan
mengurangi dan menghilangkan kerusakan yang sering
terjadi pada peralatan dan mesin dengan cara-cara
penanggulangan masalah yang sudah terfokus.
3. Dapat menepati pesanan konsumen dengan tidak molor. Hal
tersebut dapat meminimalisir gangguan yang akan terjadi
pada perusahaan.
4. Untuk produksi diharapkan bisa lebih rendah.
5. Memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan
lingkungan menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
6. Dapat meningkatkan dari motivasi atau pemikiran serta
dorongan agar bisa menjadi tanggungjawab pada setiap
individu.

232

Anda mungkin juga menyukai