Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Maintenance

Maintenance atau pemeliharaan adalah suatu proses kumpulan berbagai

Tindakan atau kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menjaga atau

memperbaiki suatu produk sampai pada kondisi baik. Dalam pembahasan industri,

Maintenance juga dapat diartikan sebagai suatu Tindakan pemeliharaan

komponen atau nesin dan cara memperbaharui masa pakai Ketika dianggap tidak

layak pakai atau rusak. (Dr. Ellysa Nursanti, ST.MT. dkk)

Dalam usaha untuk dapat menggunakan terus mesin/peralatan agar

kontinuitas produksi terjamin, maka dibutuhkan beberapa kegiatan pemeliharaan

berikut:

1) Kegiatan pengecekan.

2) Meminyaki (lubrication).

3) Perbaikan / reparasi atas kerusakan – kerusakan yang ada.

4) Penyesuaian / penggantian spare part atau komponen

2.2 Jenis-Jenis Maintenance

Jenis-jenis Maintenance diantaranya adalah sebagai berikut: (Assuari,

Sofjan 2008)

1. Planned Maintenance (pemeliharaan terencana)

Planned maintenance adalah pemeliharaan terencana, pengendalian dan

pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

ⅠⅠ-1
ⅠⅠ-2

Adapun data catatan riwayat mesin / peralatan yang dibutuhkan antara lain

laporan permintaan pemeliharaan, laporan pemeriksaan, laporan perbaikan

dan lain–lain.Planned maintenance terdiri dari tiga bentuk pelaksanaan

yaitu:

a. Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) Preventive

maintenance adalah kegiatan pemeliharaan perawatan yang dilakukan

untuk mencegah timbulnya kerusakan fasilitas produksi saat digunakan

dalam proses produksi.

b. Corrective maintenance (pemeliharaan perbaikan) Corrective

maintenance adalah suatu kegiatan maintenance yang dilakukan setelah

terjadinya kerusakan atau kelalaian pada mesin / peralatan sehingga tidak

dapat berfungsi dengan baik.

c. Predictive maintenance

Predictive maintenance adalah tindakan–tindakan maintenance yang

dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil

analisa dan evaluasi data operasi yang dapat berupa getaran, temperature,

vibrasi,

flow rate, dan lain – lainnya.

2. Unplanned Maintenance (Pemeliharaan Tak Terencana)

Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency

maintenance. Breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat)

adalah tindakan maintenance yang dilakukan saat mesin/peralatan tersebut

rusak dan tidak dapat berfungsi lagi. Melalui pemeliharaan ini, diharapkan
ⅠⅠ-3

dapat memperpanjang umur mesin/peralatan dan dapat memperkecil

frekuensi kerusakan.

3. Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)

Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan upaya

meningkatkan produktivitas dan efisiensi mesin / peralatan melalui

kegiatan–kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk memelihara

mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri. Prinsip–prinsip yang terdapat

pada 5S, merupakan prinsip yang mendasari autonomous maintenance,

yaitu:

a. Seiri (clearing up): Menyingkirkan benda – benda yang tidak diperlukan.

b. Seiton (organizing): Menempatkan benda – benda yang diperlukan

dengan rapi.

c. Seiso (cleaning): Membersihkan peralatan dan tempat kerja.

d. Seiketsu (standarizing): Membuat standar kebersihan, pelumasan dan

inspeksi.

e. Shitsuke (training and discipline): Meningkatkan skill dan moral.

Autonomous maintenance ( Boriis, seven. 2006.)

diimplementasikan melalui 7 (tujuh) langkah yang akan membangun

keahlian yang dibutuhkan operator agar mengetahui tindakan apa yang

harus dilakukan. Tujuh langkah yang terdapat dalam autonomous

maintenance adalah :

a. Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect).

b. Membuat standar pembersihan dan pelumasan.


ⅠⅠ-4

c. Menghilangkan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau

(eliminate problem and anaccesible area).

d. Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous

maintenance).

e. Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspection).

f. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance).

g. Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidiness).

Diagram sistem maintenance dapat dilihat di Gambar 3.1.

Sumber: Maintenance Capacity Planning (2019)

Gambar 3.1. Diagram Sistem Maintenance

2.3. Tujuan Maintenance

Menurut Daryus, A., (2008) dalam bukunya "manajemen pemeliharaan

mesin" tujuan maintenance yang utama adalah sebagai berikut:

1. Menganalisa kerusakan sejak dini.

2. Memperpanjang kegunaan asset.

3. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat.

4. Membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan diluar batas.

5. Mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin.


ⅠⅠ-5

6. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang membahayakan keselamatan

pekerja.

7. Bekerjasama dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan

dalam rangka mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan

maksimum dengan total biaya minimum.

2.4. Fungsi Maintenance

Fungsi maintenance adalah (Afefy, I. H. 2010) untuk memperpanjang

umur ekonomis dari mesin/peralatan produksi yang ada serta mengusahakan agar

mesin/peralatan produksi tersebut selalu dalam keadaan optimal dan siap pakai

untuk kegiatan proses produksi.

2.5. Produktivitas

Produktivitas merupakan perbandingan antara total pengeluaran pada

waktu tertentu dibagi total masukan selama periode tertentu. Produktivitas kerja

menunjukkan tingkat kemampuan pegawai dalam mencapai hasil (output),

terutama dilihat dari sisi kuantitasnya. Produktivitas kinerja merupakan

perbandingan antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber daya

yang digunakan (Input). (Sutrisno, 2009)

Pengukuran Produktivitas adalah sebuah Langkah awal yang bersifat

dalam melakukan perencanaan baik untuk tujuan perbaikan atau peningkatan

(sukaria,2010).
ⅠⅠ-6

Faktor yang mempengaruhi produktivitas dibagi menjadi dua klasifikasi

besar sebagai berikut :

1. Faktor Eksternal

Misalnya, peraturan pemerintah, persaingan dari perusahaan lain,

permintaan dan konsumen. Hal itu semua di luar kontrol perusahaan. Dalam

beberapa kasus, faktor luar dapat begitu kuat sehingga membuat tidak

berartinya langkah manajemen dalam meningkatkan produktivitas.

2. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi produktivitas adalah sebagai berikut:

a. Tenaga kerja mulai dari seleksi dan penempatan, pelatihan, rancangan

pekerjaan, struktur organisasi, penyeliaan, penghargaan sasaran

(Management by Objective/MBO), dan serikat pekerja .

b. Proses.Terdiri dari pemilihan proses, otomatisasi, aliran proses, dan tata

letak..

c. Produk.Mulai dari riset pengembangan, keragaman produk dan

perekayasaan nilai.

d. Kapasitas dan persediaan.Mulai dari pembelian bahan, persediaan dan

perencanaan kapasitas.

e. Mutu. Hal ini sangat berhubungan dengan pernyempurnaan kualitas.

2.6. Total Proudctive Maintenance (TPM)

Total Productive Maintenance adalah hubungan kerjasama yang erat

antara perawatan dan organisasi produksi secara menyeluruh bertujuan untuk


ⅠⅠ-7

meningkatkan kualitas produksi, mengurangi weast, mengurangi biaya produksi,

meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem

perawatan pada perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh definisi dari total

productive maintenance mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut : (Prabowo,

A.H., & Agustiani, M. 2017.)

1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance

(PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.

2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara

keseluruhan (overall effectiveness).

3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering,

bagian produksi, bagian maintenance.

4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi

hingga para karyawan/operator lantai produksi.

5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM

melalui manajemen motivasi.

Total Productive Maintenance merupakan system manajemen dalam

perawatan, mesin, utility dengan sasaran tercapainya zero breakdown berarti

peralatan tidak pernah rusak, zero defect berarti tidak ada produk yang rusak saat

dibuat, dan zero accident berarti tidak adanya kecelakaan kerja yang

mengakibatkan luka pada manusia maupun kerusakan alat/mesin. (Iswardi & M.

Sayuti, 2016)

2.7. Overall Equipment Effectiveness (OEE)


ⅠⅠ-8

Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah sebuah metrik yang

berfokus pada efektitas suatu operasi produksi yang dijalankan. Hasil dinyatkan

dalm bentuk yang bersifat umum sehingga memungkinkan perbandingan antara

unit manufaktur di industri yang berbeda. Pengukuran OEE juga biasa digunakan

sebagai indikator kinerja untuk key performance indicator (KPI) dalam

implementasi lean manufacturing untuk memberikan indikator keberhasilan. (eko,

puryani & Mohamad, 2016)

Langkah-langkah menentukan efektivitas mesin atau peralatan dengan

menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah sebagai

berikut. (irswandi & m.sayuti, 2016) :

1. Perhitungan Availbility Ratio

Perhitungan Availbility Ratio dilakukan dilakukan untuk menentukan besar

ketersedian mesin atau manfaat peralatan yang digunakan dengan

memoerhitungkan data waktu loading dan waktu jam henti mesin.

Loding Time−Downtime
Availbility Ratio = x 100%
Loading Time

2. Perhitungan Performance Rate

Perhitungan Performance Rate digunakan untuk menentukan keefektifan

pada saat kegiatan produksi. Perhitungan dilakukan berdasarkan waktu setting,

jumlah unit diproses dan waktu operasi.

output x Clyle Time


Performance Rate = x 100%
Operatingtime

3. Perhitungan Rate Quality

Perhitungan Rate Quality dilakukan untuk menentukan keefektifan produksi

berdasarkan data jumlah produk dan jumlah produk cacat.


ⅠⅠ-9

jumlah produk x jumlah cacat


Rate Quality = x 100%
jumlah produk

Setelah melakukan langkah-langkah diatas maka diperoleh data availbility

ratio, performance rate dan rate quality maka untuk menentukan nilai Overall

Equipment Effectiveness (OEE) dapat menggunakan formula sebagai berikut :

Overall Equipment Effectiveness = availbility ratio x performance rate x

rate quality x 100%

2.8. Diagram Sebab-Akibat (Fishbone)

Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode /

tool di dalam meningkatkan kualitas. Sering juga diagram ini disebut dengan

diagram Sebab-Akibat atau cause effect diagram. Penemunya adalah seorang

ilmuwan jepang pada tahun 60-an. Bernama Dr. Kaoru Ishikawa, ilmuwan

kelahiran 1915 di Tokyo Jepang yang juga alumni teknik kimia Universitas

Tokyo. Sehingga sering juga disebut dengan diagram ishikawa. Metode tersebut

awalnya lebih banyak digunakan untuk manajemen kualitas. Yang menggunakan

data verbal (non-numerical) atau data kualitatif. Dr. Ishikawa juga ditengarai

sebagai orang pertama yang memperkenalkan 7 alat atau metode pengendalian

kualitas (7 tools). Yakni fishbone diagram, control chart, run chart, histogram,

scatter diagram, pareto chart, dan flowchart.

Dikatakan Diagram Fishbone (Tulang Ikan) karena memang berbentuk

mirip dengan tulang ikan yang moncong kepalanya menghadap ke kanan.

Diagram ini akan menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah

permasalahan, dengan berbagai penyebabnya. Efek atau akibat dituliskan sebagai

moncong kepala. Sedangkan tulang ikan diisi oleh sebab-sebab sesuai dengan
ⅠⅠ-10

pendekatan permasalahannya. Dikatakan diagram Cause and Effect (Sebab dan

Akibat) karena diagram tersebut menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat.

Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat

dipergunakan untuk untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan

karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.

Fungsi dasar diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab

dan Akibat)/ Ishikawa adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi

penyebabpenyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian

memisahkan akar penyebabnya . Sering dijumpai orang mengatakan “penyebab

yang mungkin” dan dalam kebanyakan kasus harus menguji apakah penyebab

untuk hipotesa adalah nyata, dan apakah memperbesar atau menguranginya akan

memberikan hasil yang diinginkan.

Dengan adanya diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab

dan Akibat)/ Ishikawa ini sebenarnya memberi banyak sekali keuntungan bagi

dunia bisnis. Selain memecahkan masalah kualitas yang menjadi perhatian

penting perusahaan. Masalah – masalah klasik lainnya juga terselesaikan. Masalah

– masalah klasik yang ada di industri manufaktur khusunya antara lain adalah :

a. keterlambatan proses produksi

b. tingkat defect (cacat) produk yang tinggi

c. mesin produksi yang sering mengalami trouble

d. output lini produksi yang tidak stabil yang berakibat kacaunya plan

produksi

e. produktivitas yang tidak mencapai target

f. complain pelanggan yang terus berulang


ⅠⅠ-11

Pada dasarnya diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan

Akibat)/ Ishikawa dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut :

a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah

b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah

c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut

d. Mengidentifikasi tindakan (bagaimana) untuk menciptakan hasil yang

diinginkan

e. Membahas issue secara lengkap dan rapi

f. Menghasilkan pemikiran baru

Berikut adalah contoh diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect

(Sebab dan Akibat) dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut ini.

Sumber: Perencanaan produktivitas (2014)

Gambar 3.2. Diagram Fishbone (Tulang Ikan)

2.9. Penelitian Sebelumnya

David Lewis (2019) dengan judul Peningkatan Produktivitas Mesin

dengan Manajemen automous Maintenance. Penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan produktivitas mesin pada perushaan dengan mengukur availability


ⅠⅠ-12

rate, performance rate, quality rate, dan overall equipment effectiveness (OEE).

Hasil dari penelitian ini adalah penerapan Manajemen Autonomous Maintenance

juga dapat Meningkatkan produktivitas mesin Hot Forging #1 yang diukur dengan

Availability Rate, Performance Rate, Quality Rate, dan OEE menggunakan data 4

bulan sebelum dan sesudah pelaksanaan Autonomous Maintenance yang dimulai

dari bulan Desember 2018 sampai dengan bulan Juli 2019. Didapatkan hasil

Availability Rate dari 72,49% menjadi 87,8% sedangkan Performance Rate dari

96,74% menjadi 91,8% penurunan ini diakibatkan adanya waktu idling time atau

waktu tunggu untuk penyediaan material ke mesin karena forklift yang biasa

digunakan sering mengalami kerusakan, sehingga ada waktu tunggu atau idling

time untuk memperbaiki forklift oleh pihak maker forklift. Kemudian Quality Rate

dari 99,39% menjadi 99,5% dan OEE dari 69,52% menjadi 80.1%.

Albert Wilson (2020) dengan judul Studi Penerapan Total Productive

Maintenance (TPM) untuk peningkatan efisiensi pabrik pupuk organik. Penelitian

ini bertujuan untuk menukur nikai overall equipment effectiveness (OEE) pada

mesin dan melakukan analisis terhadap factor six big losses dan memberikan

usulan perbaikan akibat terjadinya penurunan efisiensi mesin. Hasil dari penelitian

ini adalah Pengukuran tingkat efektivitas mesin dengan metode overral

equipment effectiveness (OEE) di PT. Agro Energi Indonesia selama periode

September 2018- Februari 2019 persentase nilai OEE tertinggi terjadi selama

periode Desember 2017 sebesar 89,130 % dan persentase nilai OEE terendah

terjadi selama periode September 2018 sebesar 82,813 % dan Penurunan

efektivitas mesin disebabkan adanya pengaruh dari faktor six big losses yang juga

mengakibatkan penurunan efisiensi mesin. Dimana faktor yang paling


ⅠⅠ-13

berpengaruh terhadap penurunan tersebut adalah faktor Idling and Minor

Stoppages Loss sebesar 48,35% dan untuk equipment failures sebesar 38,89 %.

Usulan yang diberikan kepada perusahaan adalah meminimalikan waktu

kerusakan mesin, memberikan pelatihan, meningkatkan mutu produk, dan

memberikan arahan dan pengawasan pekerjaan karyawan terutama stasiun pan

granlator.

Asyrof Arifianto (2018) dengan judul Penerapan Total Productive

Maintenance (TPM) dengan menggunakan metode Overall Equipment

Effectiveness. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi maintenance

mesin dan menghitung tingkat efektifitas mesin-mesin pada pabrik serta

memberikan rekomendasi cara peningkatan efektifitas mesin. Hasil dari penelitian

ini adalah rata – rata nilai availability 99,71%, performance rate 80,56% , dan

quality rate 80.54%. dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kinerja bagian

maintenance sudah baik karena waktu breakdown mesin sangat kecil bisa dilihat

dari nilai availability yaitu 99,71%. Namun pada variabel performance rate dan

quality rate masih kurang dari standar yang ada dan rata – rata hasil perhitungan

overall equipment effectiveness adalah 64,86%. Nilai ini masih jauh dibawah

standar dunia yaitu 85%. Meskipun availability cukup tinggi namun performance

rate dan quality rate masih kurang sehingga nilai OEE rendah untuk

meningkatkan efektifitas line produksi, Operator sebaiknya diberikan

pengetahuan skill tentang tanda-tanda kerusakan yang mungkin akan terjadi

khususnya pada konveyor, regulator impact, dan kekuatan crane. Sehingga

apabila muncul tanda-tanda tersebut operator bisa langsung melaporkan kepada

bagian maintenance untuk ditindak lanjuti. Selain itu operator juga diberikan
ⅠⅠ-14

tugas tambahan untuk melakukan perawatan terhadap peralatan yang biasa

digunakan dalam proses produksi sehinngga pekerjaan bagian maintenance bisa

lebih terfokus pada masalah yang lebih diutamakan

Pada penelitian ini saya menambahkan improvement plan of idling and

minor stoppage losess uses 5W+1H yang didapat dari diagram fishbone hal ini

yang membedakan penelitian saya dengan penelitian terdahulu. Adapun

improvement plan of idling and minor stoppage losess uses 5W+1H yaitu antara

lain :

1. Apa penyabab terjadinya penurunan maintenance?

2. Siapa yang menyebabkan terjadi penurunan maintenance?

3. Kenapa penurunan maintenance dapat terjadi?

4. Kapan terjadinya penurunan maintenance?

5. Dimana terjadinya penurunan maintenance?

6. Bagaimana cara mengatasi penurunan mainetenence?

Dengan dilakukan improvement plan of idling and minor stoppage losess

uses 5W+1H maka peneliti dan perusahaan dapat mengetahui secara detail faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan maintenance pada perusahaan PT.

Bridgestone Sumatra Rubber Estate sehingga perusahaan dapat menerapkan dan

hasil yang didapat produk cacat yang terjadi diperusahan berkurang.

Anda mungkin juga menyukai